Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk meneliti iklan televisi Ice Cream Magnum
dalam kaitannya dengan perilaku budaya hedonisme. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan semiotika Roland Berthes untuk
melihat lebih dalam upaya menggambarkan hubungan makna yang tersedia melalui tanda-tanda yang digunakan, pesan yang tidak pernah netral serta mencari
makna yang terdapat dibalik iklan Ice Cream Magnum versi “Undian Berhadiah Belanja di Lima Kota Besar di Dunia” hingga pada tingkat Mitos dan ideologi.
1.2. Fokus Masalah
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan fokus masalah sebagai berikut: “Bagaimana Hedonisme
ditampilkan dalam iklan Ice Cream Magnum versi “ Undian Berhadiah di Lima Kota Besar di Dunia?”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1.
Sistem tanda yang melingkupi pemaknaan dan bahasa visual yang terdapat dalam iklan Ice Cream Magnum versi “Undian Berhadiah
Belanja di Lima Kota Besar di Dunia”. 2.
Makna denotasi dan konotasi sampai tahap mitos yang terkandung dalam visualisasi iklan Ice Cream Magnum versi “undian berhadiah
belanja di lima kota besar di dunia”. 3.
Bentuk perilaku hedonisme yang terdapat dalam visualisasi iklan Ice Cream Magnum
versi “undian berhadiah belanja di lima kota besar di dunia”.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengetahuan di bidang Ilmu Komunikasi khususnya studi analisis
semiotika. 2.
Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis dan dapat memahami makna dan tanda yang
disampaikan dalam sebuah iklan televisi. 3.
Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan
penelitian dan sebagai sumber bacaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Paradigma Penelitian
Guba dan Lincoln mendefenisikan paradigma sebagai serangkaian keyakinan –keyakinan dasar basic Beliefs atau metafisika yang berhubungan
dengan prinsip – prinsip pokok. Keyakinan-keyakinan ini bersifat dasar dalam pengertian harus diterima secara sederhana semata-mata berdasarkan kepercayaan
saja, hal ini disebabkan tidak ada suatu cara untuk menentukan suatu kebenaran akhir Sunarto dan Hermawan, 2011:4.
Macam paradigma itu sendiri ternyata bervariasi. Guba dan Lincoln menyebutkan empat macam paradigma yaitu, positivisme, post positivisme,
konstruktivisme dan kritis. Neuman menegaskan tiga paradigma dalam ilmu pengetahuan sosial: positivisme, interpretatif dan kritis. Sedangkan Cresswel
membedakan dua macam paradigma, yaitu kuantitatif dan kualitatif Sunarto dan Hermawan, 2011:9.
Paradigma kritis yang sering menjadi landasan berpikir dalam analisis semiotika berupaya mempertautkan hubungan antara media massa dan keberadaan
struktur sosial. Ragam analisis kritis umumnya menguji kandungan-kandungan makna ideologis media melalui pembongkaran terhadap isi media atau teks.
Paradigma kritis mendasarkan penelitian pada penafsiran teks yang menjadi objek penelitian ini yaitu iklan televisi Ice Cream Magnum versi “Undian Berhadiah di
Lima Kota Besar di Dunia”, yang tayang sejak tahun 2011 hingga tanggal 18 Maret 2012. Dengan penafsiran tesebut, peneleliti menyelami teks dan menyikap
makna yang ada dibaliknya. Ketika menfsirkan sesuatu, hal-hal berupa teks, pengalaman, latar belakang, keberpihakan bahkan perasaan peneliti dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Penelitian paradigma kritis mempunyai beberapa karakteristik yaitu,
meyakini bahwa refleksi dan kritik metode untuk menghasilkan pengetahuan bukan melalui observasi, lebih dari sekedar data kuantitatif dan kualitatif, ideologi
dan kekuasaan ada dalam pengalaman sosial dan tujuan penelitian untuk perubahan sosial Sunarto dan Hermawan, 2011:9.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun banyak macam ilmu sosial kritis, semuanya memiliki tiga asumsi dasar yang sama. Pertama, semuanya menggunakan prinsi-prinsip dasar
ilmu sosial interpretatif yakni bahwa ilmuwan kritis menganggap perlu untuk memahami pengalaman orang dalam konteks. Secara khusus pendekatan kritis
bertujuan untuk menginterpretasikan dan karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan ditindas. Kedua, pendekatan ini mengkaji
kondisi-kondisi sosial dalam usaha mengungkap struktur-struktur yang sering kali tersembunyi. Ketiga, pendekatan kritis berupaya menggabungkan teori dan
tindakan. Teori-teori tersebut jelas normatif dan bertindak untuk mencapai perubahan dalam berbagai kondisi yang mempengaruhi hidup kita Bungin,2008:
259-260. Sementara itu, menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang
diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Guba dan Lincoln,
menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial
mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya
dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif http:id.wikipediaorgwiki perspektif
konstruktivisme dan kritikal .
Namun apabila ditelusuri, sebenarnya gagasan–gagasan pokok konstruktivisme telah dimulai oleh Giambatissta Vico seorang epistemolog dari
Italia. Pada tahun 1710, Vico dalam ‘De Antiquissima Italorum Sapientia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ‘Tuhan adalah pencipta alam semesta
dan manusia adalah tuan dari ciptaan’. Ia menjelaskan bahwa ‘mengetahui’ berarti ‘mengetahui bagaimana membuat sesuatu’. Maksudnya adalah seseorang baru
mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu Bungin, 2011:13.
Menurut Paul Suparno, ada tiga macam konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal, realisme hipotesis, konstruktivisme biasa.
Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran
Universitas Sumatera Utara
kita, dimana bentuk tersebut tidak selalu menjadi representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan
kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksikan suatu realitas ontologis obyektif, namun sebuah realitas dibentuk
oleh pengalaman seseorang. Dengan kata lain bahwa pengetahuan merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui, dan tidak dapat ditransfer kepada
individu lain yang bersifat pasif. Oleh karena itu, konstruksi terhadap suatu pengetahuan hanya dapat dilakukan oleh individu itu sendiri, sedangkan
lingkungan menjadi sarana terjadinya konstruksi tersebut Bungin, 2011:14. Realisme hipotesis mengungkapkan bahwa pengetahuan adalah sebuah
hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki. Sedangkan konstruktivisme biasa mengambil semua
konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas tersebut, yang kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai suatu
gambaran yang dibentuk dari realitas objek dalam dirinya sendiri. Namun dari ketiga konstruktivisme, terdapat kesamaan di mana konstruktivisme dilihat
sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingungan atau orang di
sekitarnya. Selanjutnya Piaget mengatakan, pengetahuan akan dibangun oleh setiap individu melalui realitas yang dilihat berdasarkan struktur pengetahuan
yang telah ada sebelumnya, yang disebut dengan skemaskemata. Dimana konstruktisme semacam ini yang menurut Berger dan Luckmann, disebut dengan
konstrusi sosial Bungin, 2011:14. Sehingga penelitian ini dapat juga digolongkan kedalam penelitian kualitatif konstruktivisme karena sangat
mengandalkan kemampuan peneliti dalam menafsirkan makna yang ingin dibangun melalui realitas sosial sehingga dapat dikaitkan dengan konteks sosial,
budaya, ekonomi, dan historis. Dengan demikian, paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah
paradigma kritis konstruktivis. Hal ini dimaksud guna memberikan penilaian akan penting atau tidaknya perilaku hedonisme ada dalam iklan dikaitkan dengan
konteks sosial, budaya, ekonomi dan historis, dengan cara membongkar segala bentuk baik berupa tindakan, teks, gambar hingga suara yang telah di konstruksi
Universitas Sumatera Utara
dalam iklan Ice Cream Magnum versi “Undian berhadiah di Lima Kota Besar di Dunia”. Namun disisi lain peneliti tidak berniat untuk membongkar secara
keseluruhan akan kelemahan dari hedonisme dalam kehidupan sosial, melainkan hanya menjelaskan keberadaan hedonisme itu sendiri dalam iklan serta gambaran
akan pengaruh yang ditimbulkannya.
2.2. Kajian Pustaka