BAB I PENDAHULUAN
1.1. Konteks Masalah
Saat ini adalah era di mana orang membeli barang bukan karena nilai manfaatnya, melainkan karena gaya hidup yang disampaikan melalui media
massa. Barang yang ditawarkan pun tidak lagi sekedar persoalan dibutuhkan atau tidak dibutuhkan, melainkan lebih kepada citra dan identitas. Oleh karena itu,
perilaku konsumsi lebih kepada makna yang dilekatkan pada produk tersebut. Jean P Baudillard mengungkapkan bahwa terdapat sistem objek atau
kategori barang-barang konsumsi terstruktur yang berbanding lurus dengan sistem kebutuhan dan pembagian sosial serupa. Dengan demikian, barang-barang
konsumsi selalu membawa makna beragam relasi sosial dan relasi-relasi itu adalah artikulasi dari pembagian dan struktur sosial yang ada Martyn, 2006 : 49.
Menurut Handi Irawan, dalam masyarakat konsumtif terdapat suatu proses adopsi cara belajar menuju aktivitas konsumsi dan pengembangan suatu gaya
hidup. Hal ini diperoleh melalui majalah, koran, buku, televisi, dan radio, yang banyak menekankan pada gaya hidup, ambisi, serta identitas diri, yang
memberikan nilai tertentu kepada para konsumen. Hal ini sekaligus merupakan representasi perilaku konsumen Indonesia yang cenderung menilai dan memilih
sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan begitu, konteks-konteks yang meliputi suatu hal justu lebih menarik ketimbang hal itu sendiri Sunyoto, 2013:5.
Hedonisme pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf dari yunani yaitu Aristippos 433-335 S.M mengatakan, hal terbaik bagi manusia adalah
kesenangan, itu terbukti karena sudah sejak kecil manusia merasa tertarik akan kesenangan dan bila telah tercapai ia tidak akan mencari sesuatu yang lain lagi.
Namun kini, perilaku hedonisme telah bergeser kearah perilaku konsumtif yang saat ini telah melekat pada masyarakat kita. Pola hidup seperti ini sering kita
jumpai di kalangan remaja dan masyarakat mapan, dimana orientasinya tidak sebatas mengarah pada kenikmatan, kesenangan, serta kepuasan dalam
mengkonsumsi barang secara berlebihan, melainkan sebagai penanda akan gaya hidup serta status sosial yang berbeda dari makhluk sosial lainnya. Hal inipun
Universitas Sumatera Utara
tentunya tidak terlepas dari peran media, baik cetak maupun elektronik yang dikemas sedemikian rupa dalam bentuk iklan Bertens, 2004:235.
Iklan adalah salah satu sarana pesan yang memungkinkan terciptanya perilaku hedonisme dan konsumtif dengan cara menawarkan suatu produk barang
atau jasa yang ditujukan kepada khalayak melalui media. Iklan merupakan bagian penting dari serangkaian kegiatan mempromosikan produk yang menekankan
unsur citra. Objek iklan tidak sekedar ditampilkan dalam keadaan utuh, akan tetapi melalui proses pencitraan, sehingga citra produk lebih mendominasi bila
dibandingkan dengan produk itu sendiri Bungin 2008 : 79. Melalui iklan kita dihibur, diberi semangat, harapan dan identitas diri,
dengan iklan pula kita didorong atau dilarang untuk berbuat sesuatu Liliweri, 1992:20. Terkadang sebuah iklan senantiasa diingat oleh konsumen dari tanda-
tandanya, seperti gambarnya yang menarik atau hiasannya yang unik bukan nama pengiklan atau penawaran yang diajukannya. Pada akhirnya, jika seorang
mengingat tanda-tanda khas dari suatu iklan, ia akan terdorong untuk mengingat dan mengidentifikasikan hal-hal penting lainnya yang tertera pada iklan tersebut.
Albert Frey, dalam bukunya yang berjudul advertising periklanan, menulis tentang empat jenis bujukan khususnya dalam penyampaian iklan, yaitu
Rivers dan Jensen, 2003:271 : -
Bujukan primer : bertujuan agar konsumen membeli satu jenis produk tertentu
- Bujukan selektif : bertujuan agar konsumen membeli merek tertentu.
- Bujukan emosional : bertujuan agar konsumen mau berfikir dalam
memilih suatu produk. Namun bagaimanapun itu, iklan tanpa media pada masa kini sulit untuk
terpisahkan. Televisi merupakan media yang banyak digunakan dalam menyampaikan pesan iklan. Hal ini dikarenakan peranan televisi memiliki
kelebihan jika dibandingkan dengan media lain dalam upaya membantu proses keberhasilan penyebaran iklan. Selain menarik, televisi juga memiliki sisi kreasi
dan inovasi dalam hal penyampaian informasi, hiburan, dan pendidikan atau gabungan dari semuanya. Iklan televisi juga mampu mempengaruhi emosi
masyarakat yang bertempat tinggal tersebar dan heterogen dalam memenuhi standar dan gaya hidup melalui rangsangan visual, sehingga menjadikannya
sebagai medium yang intim dan personal. Namun disisi lain, iklan televisi juga
Universitas Sumatera Utara
memiliki banyak kelemahan yaitu Morrisan ,2009:386-387 : 1.
Biaya mahal : Mahalnya biaya iklan di televisi menyebabkan perusahaan dengan anggaran terbatas akan sulit untuk beriklan di
televisi. Dengan demikian, hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang mampu beriklan ditelevisi.
2. Informasi terbatas : Dengan durasi iklan yang rata-rata hanya 30 detik
dalam sekali tayang, maka pemasang iklan tidak memiliki cukup waktu untuk secara leluasa memberikan informasi yang lengkap.
Menurut Willis-Aldridge: “...there is little time to develop a selling argument or to include much information about the product.”
hanya ada sedikit waktu untuk mengembangkan argumentasi penjualan atau
memasukkan banyak informasi. 3.
Ruang terbatas : Waktu siaran yang diberikan relatif pendek, dikarenakan dapat mengganggu program tayangan lainnya.
Salah satu iklan televisi tersebut adalah iklan Ice Cream Magnum.
Magnum adalah sebuah brand es krim milik PT.Unilever.Tbk, dan dijual sebagai
salah satu produk dari merek Heartbrand yakni Wall’s. Pada awalnya Magnum dijual pada tahun 1987 dengan nama Magnum Original memiliki berat 86 gram
120 ml. Pada tahun keduanya yakni 1994, magnum kembali mengeluarkan varian terbarunya yaitu Magnum Ice Cream Cone. Atas keberhasilan magnum
tersebut, melalui dua varian yang berbeda magum terus melakukan inovasi yang ditandai dengan kemunculan Magnum Sandwich Ice Cream tahun 2002, serta
Magnum Gold pada tahun 2010. Dari segi penjualan, magnum berbeda dari merk
es krim lainnya yang menyasar konsumen anak-anak, sejak awal Walls memposisikan Magnum sebagai konsumsi dewasa dari ekonomi mapan dengan
usia 25-35 http:www.scribd.comdoc80372687 Magnum. Media yang digunakan Ice Cream Magnum dalam mempromosikan
produknya, berupa iklan Ice Cream Magnum versi “undian berhadiah belanja di lima kota besar di dunia” menggunakan media audio-visual yakni televisi. Iklan
ini sekaligus merupakan objek yang akan menjadi penelitian. Iklan tersebut menampilkan Rachel Sarah Bilson sebagai bintang dalam iklan Magnum. Rachel
Sarah Bilson adalah seorang aktris yang lahir di Los Angles, Amerika Serikat.
Universitas Sumatera Utara
Dalam iklan tersebut dia ditampilkan layaknya seperti perempuan Asia pada umumnya dengan rambut hitam dan kulit berwarna putih langsat, dengan aktifitas
berbelanja di lima kota besar di dunia, dengan para laki-laki yang selalu mendampinginya serta menggunakan mobil sebagai kendaraan, seakan memberi
kesan mewah yang akan di dapat oleh para konsumen dan pemenang undian wall’s magnum.
Iklan Ice Cream Magnum telah banyak ditayangkan di berbagai stasiun televisi di Indonesia, dimulai sejak tahun 2011 hingga 18 Maret 2012,
yang ditandai dengan berakhirnya masa berlaku iklan tersebut. Guna membongkar perilaku hedonisme yang terdapat dalam iklan ini,
peneliti menggunakan analisis semiotika. Semiotika adalah ilmu tentang tanda- tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Semiotika mempelajari
sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda
termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda teks, iklan, berita. Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna
tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial dimana pengguna tanda tersebut berada Kriyantono, 2006:263-
264. Peneliti berusaha mencari sistem tanda yang ada dalam iklan ini, sistem
tanda ini akan diteliti lewat cuplikan video yang telah dipilah menjadi potongan- potongan gambar. Video Ice Cream Magnum versi“undian berhadiah belanja di
lima kota besar di dunia” berdurasi 30 detik menghasilkan 6 scene yang dibagi dalam 34 gambar dimana setiap gambar akan mewakili setiap adegaan dari setiap
durasinya. Ini dilakukan karena hanya beberapa gambar yang berpotensi menjadi bahan untuk diteliti. Ini bertujuan untuk membuat penelitian lebih maksimal dan
efisien. Pada akhirnya gambar yang memiliki kekuatan makna yang dijadikan sebagai objek penelitian tetap. Selain itu, peneliti juga akan melihat narasi dan
Jingle musik pada iklan yang mengiringi gambar untuk merepresentasikan
sistem signifikansi iklan tersebut. Keseluruhan elemen yang ada akan diteliti menggunakan pendekatan Semiologi Barthes.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk meneliti iklan televisi Ice Cream Magnum
dalam kaitannya dengan perilaku budaya hedonisme. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan semiotika Roland Berthes untuk
melihat lebih dalam upaya menggambarkan hubungan makna yang tersedia melalui tanda-tanda yang digunakan, pesan yang tidak pernah netral serta mencari
makna yang terdapat dibalik iklan Ice Cream Magnum versi “Undian Berhadiah Belanja di Lima Kota Besar di Dunia” hingga pada tingkat Mitos dan ideologi.
1.2. Fokus Masalah