Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk di Kabupaten Demak: Studi Kasus Desa Ngaluran dan Desa Karangasem

(1)

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA

INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK:

STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN

DESA KARANGASEM

Oleh:

BUDI SULISTYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

BUDI SULISTYO.

Economic Household Behavior Analysis of Small Cracker Industry in Demak Regency: Case Study in Ngaluran and Karangasem Village. (SJAFRI MANGKUPRAWIRA as Chairman, RINA OKTAVIANI as Member of Advisory Committee).

Household behavior in utilize their working hour that cause inefficiency on investment per labor is the problem and need an assessment on its household economic behavior. The objectives of this study are: (1) analyzing work time allocation, income contribution and its expenditure patterns, and (2) analyzing factors that influence their supply and demand of labor, production and consumption. Those objectives can be analyzed using descriptive and econometrics analysis (simultaneous equation household models). The results show that cracker small-industry are the main income for the households, showed by the highest of working hour allocation on industry and income contribution on household total income. The highest household expenditure was spent on food, that indicate a low rate of wealth. Labor demand and supply influence by outside income, production, amount of household labor participatory and experience. The low level of labor absorption are caused by: (1) household tend to decrease their labor when wage in labor market increasing, (2) increasing or decreasing of household wage do not cause household change their demand of labor, and (3) household’s labor tend to choose work outside their cracker business rather than inside. High positive correlations between working hour, production, income and household consumption were found in this study. It is suggested to the household to more concern their machineries and tools condition, and also policy government that supporting their production activities is important.


(3)

RINGKASAN

Peranan industri kecil di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan pendapatan/pembangunan antar wilayah tetapi juga sebagai alat pengembang ekonomi daerah. Kabupaten Demak memiliki industri kecil kerupuk yang berpotensi untuk berkembang. Secara teoritis, upah yang rendah pada usaha kecil akan meningkatkan permintaan tenaga kerjanya. Akan tetapi pada industri kecil kerupuk upah yang rendah menyebabkan rumahtangga mengalokasikan tenaga kerjanya (waktu kerja) ke luar usaha kerupuk, akibatnya penyerapan atau permintaan tenaga kerja pada indutri kecil ini berkurang. Penyerapan tenaga kerja per unit usaha yang rendah tersebut menyebabkan ketidakefisienan dalam penggunaan investasi per tenaga kerja. Akibatnya peran industri kecil kerupuk dalam penyerapan tenaga kerja (padat karya) belum tercapai.

Rendahnya penyerapan tenaga kerja yang disebabkan oleh perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerjanya tersebut menyebabkan produksi, pendapatan dan konsumsi (kesejahteraan) mengalami penurunan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga, dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja rumahtangga serta perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga.

Penelitian dilakukan di Desa Ngaluran dan Desa Karangasem, Kabupaten Demak. Penentuan lokasi penelitian secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ngaluran dan Desa Karangasem merupakan salah satu industri kecil kerupuk terbesar di Kabupaten Demak. Jenis data yang digunakan


(4)

dalam bentuk persamaan simultan. Data diolah dengan menggunakan program komputer SAS versi 9.0 dengan metode Two-Stage Least Squares (2SLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu kerja dan kontribusi pendapatan rumahtangga terbesar berasal dari dalam usaha kerupuk. Hal ini berarti bahwa usaha kecil kerupuk merupakan mata pencaharian utama rumahtangga. Suami mencurahkan waktu kerjanya lebih besar di dalam usaha dibandingkan anggota rumahtangga lainnya (isteri dan anak). Curahan kerja luar usaha terbesar dilakukan oleh anak. Isteri mempunyai peran ganda dalam rumahtangga yaitu membantu suami bekerja dalam memproduksi kerupuk juga mengatur rumahtangga (ibu rumahtangga).

Pengeluaran untuk pangan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pengeluaran lainnya menunjukkan bahwa kesejahteraan rumahtangga dalam industri kecil kerupuk di Kabupaten Demak masih rendah. Kesimpulan ini didasarkan pada Hukum Engel (Engel’s Law) yang menyatakan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan menurun jika pendapatan masyarakat bertambah, yang berarti bahwa pangan merupakan kebutuhan pokok yang konsumsinya naik kurang cepat jika dibandingkan dengan kenaikkan pendapatan. Rumahtangga cenderung meningkatkan proporsi pengeluaran untuk konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan pengeluaran penyusutan dengan semakin meningkatnya pendapatan.

Produksi kerupuk dipengaruhi oleh total curahan kerja, jumlah bahan baku dan nilai aset. Permintaan tenaga kerja baik dari dalam rumahtangga maupun luar


(5)

rumahtangga tidak dipengaruhi oleh upah dalam usaha. Permintaan tenaga kerja dari dalam rumahtangga dipengaruhi oleh upah luar usaha, tingkat produksi, jumlah angkatan kerja rumahtangga dan pengalaman usaha. Permintaan tenaga kerja dari luar rumahtangga hanya dipengaruhi oleh tingkat produksi. Permintaan dan penawaran tenaga kerja tidak responsif terhadap perubahan dari semua peubah penjelas yang mempengaruhinya. Penawaran tenaga kerja rumahtangga ke luar usaha dipengaruhi oleh upah luar usaha dan jumlah angkatan kerja rumahtangga. Rumahtangga cenderung untuk meningkatkan curahan keja ke luar usaha ketika upah luar usaha meningkat. Rumahtangga lebih responsif untuk mencurahkan angkatan kerja ke luar usaha ketika terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja.

Rendahnya penyerapan tenaga kerja dalam usaha kerupuk disebabkan: (1) rumahtangga cenderung mengurangi tenaga kerja dari dalam rumahtangga ketika terjadi peningkatan upah di luar usaha, (2) peningkatan atau penurunan upah di dalam usaha tidak menyebabkan rumahtangga mengubah jumlah permintaan tenaga kerjanya, dan (3) rumahtangga cenderung untuk memilih bekerja di luar usaha daripada di dalam usaha. Disarankan: (1) rumahtangga pengusaha kerupuk sebaiknya lebih memperhatikan kondisi mesin dan peralatan produksi, seperti melakukan perbaikan dan pembelian mesin/alat produksi yang kurang produktif lagi, (2) kebijakan pemerintah yang mendukung aktifitas produksi seperti bantuan kredit lunak untuk pembelian bahan baku dan pemasaran produk perlu untuk dilakukan, dan (3) perlu penelitian lebih lanjut mengenai dampak pemberian kredit usaha terhadap perilaku ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak.


(6)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK: STUDI KASUS DESA

NGALURAN DAN DESA KARANGASEM

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2008

Budi Sulistyo Nrp. A151050181


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK:

STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN DESA

KARANGASEM

Oleh:

BUDI SULISTYO

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)

Judul Penelitian : Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk di Kabupaten Demak: Studi Kasus Desa Ngaluran dan Desa Karangasem

Nama Mahasiswa : Budi Sulistyo Nomor Pokok : A151050181

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(10)

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Demak pada tanggal 28 Juli 1982, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Karsono Hadi dan Ibu Sujinem. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri I Karangsari Demak tahun 1994, pada tahun 1997 menamatkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri I Karangtengah Demak. Pendidikan menengah atas penulis selesaikan pada tahun 2000 dari SMU Negeri I Semarang.

Penulis selanjutnya melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) meneruskan pendidikan sarjana di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(12)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul “Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk di Kabupaten Demak: Studi Kasus Desa Ngaluran dan Desa Karangasem” dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian, bimbingan dan waktu yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua dan adik-adikku yang telah memberikan doa, perhatian dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 2. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS sebagai dosen penguji luar komisi

pembimbing pada ujian tesis yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini.

3. Ketua Program Studi EPN Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA beserta staf yang telah membantu penulis selama studi dan proses penyelesaian tesis. 4. Kepala Desa Ngaluran dan Sekretaris Desa Karangasem serta rumahtangga

usaha kecil kerupuk yang telah memberikan informasi dan data dalam penelitian ini.


(13)

5. Rekan-rekan EPN 2005 atas motivasi dan bantuannya selama penyusunan tesis ini, terutama untuk Mas Yousuf, Mbak Pini, Mbak Zednita, Mas Tono, Bu Ranthy dan Mbak Zurai yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan-masukan yang berharga dalam penulisan tesis ini.

6. Mbak Eka, Mbak Sahara (Mas Deden), Pak Dwi dan Dik Rini yang secara langsung maupun tidak langsung telah berkontribusi besar dalam proses penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap dapat memperoleh kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini serta dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin.

Bogor, Maret 2008 Budi Sulistyo


(14)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Tinjauan Teoritis ... 8

2.1.1. Teori Alokasi Waktu ... 8

2.1.2. Model Ekonomi Rumahtangga ... 12

2.2. Studi Model Ekonomi Rumahtangga ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

2.4. Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk... 26

2.4.1. Produksi Kerupuk ... 26

2.4.2. Permintaan Bahan Baku... 27

2.4.3. Curahan Kerja ... 28

2.4.4. Pendapatan Rumahtangga ... 28

2.4.5. Pengeluaran Rumahtangga... 29

III. METODE PENELITIAN... 32

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3. Metode Pengambilan Contoh... 33


(15)

3.4.1. Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pola

Pengeluaran Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk .... 34

3.4.2. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk ... 35

3.5. Identifikasi Model ... 49

3.6. Evaluasi Koefisien Estimasi Model ... 52

3.7. Konsep dan Definisi Operasional ... 53

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK ... 56

4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak ... 56

4.2. Karakteristik Industri Kecil Kerupuk ... 58

4.3. Karakteristik Rumahtangga Responden ... 59

V. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA ... 63

5.1. Alokasi Waktu Kerja Anggota Rumahtangga ... 63

5.2. Kontribusi Pendapatan Anggota Rumahtangga ... 65

5.3. Pola Pengeluaran Rumahtangga ... 67

VI. ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA USAHA KECIL KERUPUK ... 69

6.1. Produksi ... 70

6.2. Permintaan Bahan Baku ... 72

6.3. Curahan Kerja Rumahtangga Dalam Usaha ... 73

6.4. Curahan Kerja Pekerja Luar Rumahtangga Dalam Usaha.... 75

6.5. Curahan Kerja Rumahtangga Luar Usaha... 76

6.6. Konsumsi Pangan Rumahtangga ... 78

6.7. Konsumsi Non-Pangan Rumahtangga ... 79

6.8. Investasi Pendidikan ... 80

6.9. Penyusutan ... 82

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

7.1. Kesimpulan ... 85

7.2. Saran ... 86


(16)

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Kecil, Sedang dan

Besar Indonesia Tahun 2000-2005 ... 1 2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005.. 3 3. Perkembangan Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja Industri

Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2002-2005 ... 4 4. Jumlah Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha di Kabupaten Demak Tahun 2005... 57 5. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2003-2005 ... 58 6. Karakteristik Rata-rata Rumahtangga Responden ... 60 7. Sumber Modal, Asal Pinjaman dan Alasan Rumahtangga Usaha

Kecil Kerupuk tidak Melakukan Pinjaman ke Bank... 61 8. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Anggota Rumahtangga Industri

Kecil Kerupuk ... 64 9. Rata-rata Kontribusi Pendapatan Anggota Rumahtangga... 66 10. Rata-rata Pengeluaran Rumahtanga Industri Kecil Kerupuk ... 68 11. Persentase Pengeluaran Total Rumahtangga terhadap Berbagai

Jenis Kebutuhan Menurut Tingkat Pendapatan ... 68 12. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Kerupuk ... 71 13. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Bahan Baku... 72 14. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Rumahtangga Dalam

Usaha... 74 15. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Pekerja Luar

Rumahtangga Dalam Usaha... 76 16. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Rumahtangga Luar

Usaha... 77 17. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Pangan Rumahtangga ... 78


(18)

19. Hasil Pendugaan Parameter Investasi Pendidikan ... 81 20. Hasil Pendugaan Parameter Penyusutan ... 83


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Maksimisasi Kepuasan : Pilihan Optimal antara Leisure dan

Pendapatan ... 9 2. Kurva Alokasi Waktu... 11

3. Diagram Keterkaitan Peubah dalam Model Ekonomi

Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk... 50


(20)

Nomor Halaman 1. Industri Kecil Utama dan Potensi Usaha di Kabupaten Demak

Tahun 2005 ... 92 2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005.. 93 3. Sentra Industri Kecil Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2005 .... 94 4. Program Komputer Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga

Usaha Kecil Kerupuk dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 9.0

Prosedur SYSLIN Metode 2SLS ... 95 5. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil

Kerupuk... 97 6. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Model Ekonomi

Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk ... 106


(21)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Industri kecil merupakan salah satu komponen dari sektor industri pengolahan yang mempunyai andil dan potensi yang besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia. Dengan jumlah perusahaan yang mencapai 266.1 ribu unit usaha pada tahun 2005, industri kecil telah menyerap 1.90 juta pekerja (40.00 persen) dari seluruh tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sektor industri pengolahan (tidak termasuk industri rumahtangga). Bahkan pada periode tahun 2000-2005, hanya industri kecil yang mengalami pertumbuhan rata-rata yang positif, baik dalam jumlah perusahaan (2.16 persen) maupun penyerapan tenaga kerja (1.19 persen), seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Kecil, Sedang dan Besar Indonesia Tahun 2000-2005

Jumlah Perusahaan (unit)

Penyerapan Tenaga Kerja (Ribu orang)

Tahun

Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar

2000 240 088 9 086 4 590 1 800 355 2 679

2001 230 721 8 587 4 297 1 760 333 2 645

2002 238 582 8 378 4 383 1 769 324 2 662

2003 235 851 8 115 4 331 1 729 315 2 621

2004 247 642 8 455 4 374 1 869 326 2 654

2005 266 102 8 607 4 332 1 903 334 2 533

Pertumbuhan (2.16) (-1.02) (-1.11) (1.19) (-1.15) (-1.09)

Sumber : BPS, 2000-2006 diolah

Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase

Kebijakan pemerintah di dalam pengembangan pemerintah daerah atau otonomi daerah merupakan suatu peluang besar bagi industri kecil di daerah karena salah satu syarat utama untuk menjadi otonom adalah daerah yang


(22)

bersangkutan harus mempunyai pendapatan daerah yang cukup untuk membiayai roda perekonomian. Ini berarti perlu kegiatan-kegiatan atau lembaga-lembaga ekonomi lokal, termasuk industri kecil yang akan memberikan pendapatan daerah. Peranan industri kecil di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan pendapatan/pembangunan antar wilayah tetapi juga sebagai alat pengembang ekonomi daerah (Tambunan, 2000).

Kabupaten Demak memiliki berbagai macam industri kecil yang mempunyai peranan dalam menciptakan lapangan kerja, seperti industri anyaman bambu, garam, genting, mebel kayu dan kerupuk. Industri kecil tersebut merupakan industri kecil utama di Kabupaten Demak berdasarkan jumlah unit usaha dan penggunaan tenaga kerja terbesar yang dimilikinya. Berdasarkan kegiatan Baseline Economic Survey (BLS) Bank Indonesia melalui Proyek Pengembangan Usaha Kecil (PPUK) tahun 2004 menunjukkan bahwa hanya industri kecil kerupuk yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Demak, ditunjukkan pada Lampiran 1. Penilaian didasarkan pada enam faktor utama, yaitu keadaan dan prospek pemasaran, adanya minat untuk berusaha atau kemampuan kewiraswastaan dalam sektor/subsektor yang bersangkutan, tersedianya bahan atau sarana produksi, prasarana tersedia, potensi pertumbuhan dan persepsi terhadap implementasi kebijakan pemerintah dalam pengembangan komoditi yang bersangkutan.

Usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak merupakan usaha rumahtangga yang dikelola secara sederhana, baik dalam penggunaan teknologi maupun tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi. Dibandingkan dengan industri kerupuk


(23)

2

bersangkutan harus mempunyai pendapatan daerah yang cukup untuk membiayai roda perekonomian. Ini berarti perlu kegiatan-kegiatan atau lembaga-lembaga ekonomi lokal, termasuk industri kecil yang akan memberikan pendapatan daerah. Peranan industri kecil di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan pendapatan/pembangunan antar wilayah tetapi juga sebagai alat pengembang ekonomi daerah (Tambunan, 2000).

Kabupaten Demak memiliki berbagai macam industri kecil yang mempunyai peranan dalam menciptakan lapangan kerja, seperti industri anyaman bambu, garam, genting, mebel kayu dan kerupuk. Industri kecil tersebut merupakan industri kecil utama di Kabupaten Demak berdasarkan jumlah unit usaha dan penggunaan tenaga kerja terbesar yang dimilikinya. Berdasarkan kegiatan Baseline Economic Survey (BLS) Bank Indonesia melalui Proyek Pengembangan Usaha Kecil (PPUK) tahun 2004 menunjukkan bahwa hanya industri kecil kerupuk yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Demak, ditunjukkan pada Lampiran 1. Penilaian didasarkan pada enam faktor utama, yaitu keadaan dan prospek pemasaran, adanya minat untuk berusaha atau kemampuan kewiraswastaan dalam sektor/subsektor yang bersangkutan, tersedianya bahan atau sarana produksi, prasarana tersedia, potensi pertumbuhan dan persepsi terhadap implementasi kebijakan pemerintah dalam pengembangan komoditi yang bersangkutan.

Usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak merupakan usaha rumahtangga yang dikelola secara sederhana, baik dalam penggunaan teknologi maupun tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi. Dibandingkan dengan industri kerupuk


(24)

lainnya di Propinsi Jawa Tengah yang ditunjukkan pada Tabel 2, industri kecil kerupuk di Kabupaten Demak relatif kurang efisien dalam penggunaan investasi per tenaga kerja. Kabupaten Batang dengan rasio investasi per tenaga kerja yang tidak terlalu berbeda dengan Kabupaten Demak (Rp 2.45 juta per tenaga kerja) menyerap tenaga kerja 7.30 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja di Kabupaten Demak. Kabupaten Purworejo memiliki jumlah tenaga kerja yang sama dengan Kabupaten Demak (695 orang) membutuhkan investasi yang lebih kecil (Rp 246.5 juta), berarti bahwa untuk menciptakan satu tenaga kerja tambahan hanya membutuhkan investasi yang lebih rendah (Rp 354.68 ribu per tenaga kerja). Kasus yang sama juga terjadi untuk Kabupaten Sukoharjo dan Grobogan.

Tabel 2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005

Kabupaten

Jumlah Unit Usaha

Jumlah Pekerja (orang)

Nilai Investasi (Rp ribu)

Rasio Investasi Per Pekerja (Rp ribu/orang)

Demak 219 695 1 126 600 1 621.00

Batang 2 231 5 075 12 462 000 2 455.56

Purworejo 430 695 246 500 354.68

Sukoharjo 712 1 574 802 500 509.85

Grobogan 285 854 177 500 207.84

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, 2006

Ketidakefisienan dalam rasio investasi per tenaga kerja dalam industri kecil kerupuk Kabupaten Demak diperparah dengan tingkat petumbuhan yang negatif dan stagnan dalam jumlah produksi dan tenaga kerja yang terserap dalam industri kecil ini. Pada tahun 2001 industri kecil ini berproduksi sebesar 1.78 ribu ton dengan menyerap tenaga kerja sebesar 808 orang. Kinerja yang cukup baik pada industri kecil ini terjadi pada tahun 2002 yang ditunjukkan dengan


(25)

4

pertumbuhan yang positif dalam jumlah unit usaha, tingkat produksi dan tenaga kerja. Pada tahun 2003 industri kecil ini mengalami penurunan produksi dan tenaga kerja masing-masing sebesar 56.05 persen dan 17.65 persen. Pada periode tahun 2003 sampai dengan 2005 industri kecil ini tidak mengalami perubahan dalam tingkat produksi dan tenaga kerja (BPS Kabupaten Demak, 2002-2005).

Berdasarkan data pada Lampiran 2 yang menunjukkan bahwa kinerja makroekonomi dari kelima kabupaten produsen utama kerupuk di Jawa Tengah tersebut adalah relatif sama. Hal ini berarti bahwa permasalahan produksi dan rendahnya kemampuan penyerapan tenaga kerja dalam industri kerupuk di Kabupaten Demak tidak disebabkan oleh kondisi stabilitas perekonomian di daerah tetapi diduga disebabkan oleh perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerja yang tersedia.

Tabel 3. Perkembangan Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja Industri Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2002-2005

Tahun 2001 2002 2003 2004 2005

Unit Usaha 217.00 221.00 219.00 219.00 219.00 Produksi (ton) 1 784.00 1 895.55 833.00 833.00 833.00 Tenaga Kerja

(orang) 808.00 844.00 695.00 695.00 695.00 Sumber : BPS Kabupaten Demak 2002-2005

Alokasi waktu kerja dalam rumahtangga akan mempengaruhi tingkat produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga (kesejahteraan). Becker (1965) menyatakan bahwa hubungan secara simultan dalam ekonomi rumahtangga terjadi antara aktivitas produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga. Oleh karena itu peneliti menganggap bahwa penelitian mengenai perilaku ekonomi rumahtangga industri


(26)

kecil kerupuk di Kabupaten Demak perlu untuk dilakukan terkait kebijakan pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran.

1.2.Perumusan Masalah

Karakteristik utama dari usaha kecil di Indonesia adalah padat karya. Sifat padat karya yang didukung oleh tersedianya tenaga kerja yang banyak menyebabkan upah relatif lebih murah dibandingkan dengan negara lain yang memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit daripada di Indonesia. Dengan asumsi kualitas produk yang dibuat baik maka upah murah merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki usaha kecil di Indonesia (Tambunan, 2000).

Rumahtangga merupakan pelaku utama dalam usaha kecil. Secara teoritis, rendahnya upah di dalam usaha kecil menyebabkan rumahtangga meningkatkan permintaan tenaga kerjanya. Akan tetapi pada usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak menunjukkan hasil yang berbeda. Upah yang rendah di dalam usaha (rata-rata Rp 18.82 ribu per hari kerja) menyebabkan rumahtangga mengalokasikan tenaga kerja rumahtangga ke luar usaha kerupuk (upah Rp 20 ribu – Rp 25 ribu per hari kerja). Dibandingkan dengan rata-rata anggota rumahtangga sebesar 3.80 di Kabupaten Demak pada tahun 2005 (Jawa Tengah Dalam Angka, 2006) maka dengan rata-rata jumlah tenaga kerja per unit usaha (rumahtangga) sebesar 3.17 tenaga kerja (BPS Kabupaten Demak, 2005) menunjukkan rendahnya penyerapan atau permintaan tenaga kerja pada industri kecil ini. Penyerapan tenaga kerja per unit usaha yang rendah tersebut menyebabkan ketidakefisienan dalam penggunaan investasi per tenaga kerja. Akibatnya peran industri kecil kerupuk dalam penyerapan tenaga kerja (padat karya) belum tercapai.


(27)

6

Uraian di atas menunjukkan bahwa permasalahan utama rendahnya penyerapan tenaga kerja adalah perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerja anggota rumahtangga. Rumahtangga akan mengalokasikan waktu yang tersedia yang dimilikinya ke aktifitas kerja yang memberikan kesejahteraan (utilitas) maksimum (Singh et al., 1986). Total curahan kerja dalam usaha akan mempengaruhi tingkat produksi (Nugrahadi, 2001 dan Elinur, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan produksi kerupuk di Kabupaten Demak sejak tahun 2002 diduga disebabkan oleh perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerjanya.

Kontribusi pendapatan terbesar pada rumahtangga industri kecil berasal dari dalam usaha (Herliana, 2001 dan Negoro, 2003). Akibatnya adalah ketika terjadi penurunan produksi maka pendapatan rumahtangga akan berkurang secara signifikan. Penurunan pendapatan akan mempengaruhi kesejahteraan (konsumsi) rumahtangga.

Berdasarkan uraian di atas maka muncul beberapa pertanyaan, yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi, permintaan dan penawaran tenaga kerja rumahtangga? Karena keputusan produksi dan curahan kerja berada pada lingkup rumahtangga maka untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pengetahuan yang cukup tentang perilaku ekonomi rumahtangga, yaitu bagaimana alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga? 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:


(28)

1. Menganalisis alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja rumahtangga serta perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga.

Kegunaan penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai perilaku rumahtangga usaha kecil kerupuk Kabupaten Demak. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai input atau masukan bagi rumahtangga pengusaha kerupuk untuk pengembangan usaha dan Pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Demak terkait kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dengan mengembangkan atau menggali potensi ekonomi di daerah. 1.4.Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini hanya menganalisis ekonomi rumahtangga Desa Ngaluran dan Desa Karangasem. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa kedua desa tersebut merupakan sentra produksi kerupuk terbesar di Kabupaten Demak, ditunjukkan pada Lampiran 3.

2. Penelitian ini hanya membatasi aspek mikroekonomi, yaitu perilaku rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak, sedangkan dampak dari aktivitas ekonomi dalam industri ini terhadap makroekonomi Kabupaten Demak tidak dianalisis.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Teori Alokasi Waktu

Teori yang menunjukkan bahwa setiap individu memutuskan bagaimana mengalokasikan waktu yang dimilikinya diantara pilihan untuk bekerja (work) atau santai (leisure) mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki sejumlah waktu tersedia yang tetap. Bekerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan suatu aktivitas (job) yang dibayar. Sedangkan santai adalah semua jenis aktivitas yang tidak memperoleh bayaran, misalnya pekerjaan rumahtangga dan waktu untuk konsumsi, pendidikan, istirahat dan sebagainya (McConnell dan Brue, 1995).

Setiap individu akan memaksimumkan atau mengoptimumkan kepuasan (utility) pada titik persinggungan antara kurva indiferen (indifference curve) dengan garis/kendala angggaran (budget constraint) tertinggi yang dapat dicapai. Kurva indiferen menunjukkan berbagai (variasi) kombinasi antara pendapatan riil dan waktu santai yang memberikan tingkat kepuasan yang sama dari individu. Garis anggaran menunjukkan berbagai kombinasi antara pendapatan riil dan waktu santai yang dapat dicapai seorang pekerja pada tingkat upah tertentu.

Gambar 1 menunjukkan bahwa tingkat kepuasan tertinggi yang dapat dicapai adalah pada u1, yaitu persinggungan antara garis anggaran HW dengan kurva indiferen I2. Titik perpotongan selain u1 merupakan titik dimana kepuasan tertinggi individu belum tercapai (titik a dan b). Kurva indiferen I3 tidak memberikan kepuasan maksimum karena tidak berpotongan dengan garis


(30)

anggaran yang dimiliki individu. Individu akan memilih untuk bekerja selama 8 jam dengan pendapatan $16 per hari pada tingkat upah $2, yaitu pada u1.

u1

● ●

b I1

I2 I3 W

H a

0 16 24

Hours of leisure (per day)

24

8

0 Hours of work (per day)

$16

Income (per

day)

Sumber: McConnell dan Brue, 1995

Gambar 1. Maksimisasi Kepuasan: Pilihan Optimal antara Leisure dan Pendapatan

Teori alokasi waktu yang diuraikan tersebut menganggap individu sebagai konsumen. Jika individu dapat memperoleh kepuasan dari barang-barang yang dihasilkannya dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki maka individu tersebut bertindak sebagai produsen. Tenaga kerja yang digunakan dapat diperoleh dari rumahtangga maupun luar rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan perilaku rumahtangga sebagai konsumen adalah bahwa pada perilaku ekonomi rumahtangga, pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan (Evenson, 1976 dalam Muhammad, 2002).


(31)

10

Teori neo klasik tentang household production mengatakan bahwa ada tiga kemungkinan alokasi waktu dari waktu yang tersedia, yaitu bekerja di rumah, bekerja di pasar dan leisure. Ketiga alokasi tersebut menghasilkan tiga macam komoditi, yaitu hasil kerja di rumah diantaranya memasak, mengurus anak, membersihkan rumah. Hasil kerja di luar rumah (pasar tenaga kerja) berupa upah yang digunakan untuk membeli keperluan hidupnya dan kepuasan yang diperoleh dari waktu istirahat (Sumarsono, 2003).

Kurva alokasi waktu kerja merupakan hubungan antara barang dan jasa yang dibeli di pasar atau barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi rumahtangga (sumbu vertikal) dengan jumlah waktu kerja atau leisure yang dimiliki individu dalam rumahtangga. Fungsi produksi rumahtangga (household production function) atau kurva AB pada Gambar 2 menunjukkan hubungan antara waktu yang digunakan individu dalam aktivitas kerja rumahtangga dan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan rumahtangga. Kurva AB merupakan batas kemampuan yang menutup kombinasi barang/jasa dan jumlah waktu yang mungkin dialami oleh individu.

Individu S merupakan anggota rumahtangga yang bekerja di pasar tenaga kerja dan memperoleh upah. Kondisi awal optimum dari individu S yang memaksimumkan kepuasan adalah di titik P. Pada kondisi ini, individu S menghabiskan waktu untuk bekerja di rumah sebesar THe , bekerja di pasar tenaga kerja selama HeLp dan menikmati waktu luang sebesar OLp. Jika terjadi kenaikan dalam tingkat upah maka garis anggaran akan bergeser ke atas dari ED ke EF. Pergeseran garis anggaran ini mengakibatkan kepuasan individu S meningkat dari

ke dan keseimbangan optimum yang baru berada di titik G. Kenaikan S

0

U S

1 U


(32)

tingkat upah ini mengakibatkan waktu yang dialokasikan untuk bekerja di rumah berkurang menjadi TH’e, bekerja di pasar tenaga kerja dan waktu luang meningkat menjadi HqLr dan 0Lr. Sehingga terjadi subtitusi antara bekerja di rumah dengan bekerja di pasar tenaga kerja.

0

T

Hq H’q He

Lp LrL’p H’e

B B’ Q Q’ V V’ A A’ D D’ F

U1s Us0

U1R

R 0 E E’ P P’ C G Waktu (T) Us2

Barang & Jasa

U

Sumber: Bryant, 1990

Gambar 2. Kurva Alokasi Waktu

Pada kondisi dimana individu memperoleh pendapatan selain bekerja (unearned income) maka baik individu S yang bekerja di pasar tenaga kerja dan individu R yang tidak bekerja di pasar tenaga kerja mengalami peningkatan (pergeseran) kurva produksi rumahtangga, dari AB ke A’B’. Efek ini mengakibatkan kedua individu tersebut mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi, dimana keseimbangan optimal yang baru terjadi di titik P’ untuk individu S dan Q’ untuk individu R. Peningkatan pendapatan selain bekerja (non-kerja) menyebabkan individu S mengurangi untuk bekerja di pasar tenaga kerja (menjadi


(33)

12

HeL’p) dan meningkatkan waktu luang (menjadi 0L’p) sedangkan waktu untuk bekerja di rumah tidak berubah (THe). Individu R yang tidak bekerja di pasar tenaga kerja akan meningkatkan waktu luangnya (menjadi 0H’q) dan mengurangi waktu untuk bekerja di rumah (menjadi TH’q). Kesimpulan dari efek pendapatan non kerja ini adalah individu baik yang bekerja di pasar tenaga kerja maupun tidak, sama-sama akan meningkatkan waktu luangnya. Perbedaan terjadi terhadap waktu yang disubtitusikan (dikorbankan) untuk mengganti peningkatan waktu luang tersebut, individu yang bekerja di pasar tenaga kerja akan mengurangi waktu kerja di pasar tenaga kerja sedangkan individu yang tidak bekerja di pasar akan mengurangi waktu untuk bekerja di rumah.

2.1.2. Model Ekonomi Rumahtangga

Becker (1965) mengembangkan teori tentang perilaku rumahtangga yang menjadi dasar dari New Household Economics. Teorinya memandang bahwa rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya dari barang dan jasa yang diperoleh di pasar, tetapi juga dari berbagai komoditi yang dihasilkan rumahtangga. Asumsi lainya yang digunakan yaitu : (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan sebagai konsumen. Sehingga fungsi kepuasan rumahtangga dapat dirumuskan sebagai berikut :

) ,..., ,

(Z1 Z2 Zm

U


(34)

dimana:

Zi = komoditi yang dihasilkan rumahtangga (i = 1, 2, 3,…, n)

Sedangkan setiap komoditi dihasilkan berdasarkan fungsi produksi sebagai berikut :

) , ( i i

i Z x t

Z = ... (2.2) dimana:

xi = barang-barang dan jasa ke i yang dibeli di pasar

ti = jumlah waktu yang digunakan untuk memproduksi barang Z ke i (i = 1, 2, 3,…, n).

Dalam memaksimumkan kepuasannya, rumahtangga dibatasi oleh kendala pendapatan dan waktu yang dirumuskan dalam persamaan berikut :

V T W I x p w m i i

i = = ⋅ +

=1

... (2.3)

w c

m

i

i T T T

t = = −

=1

... (2.4)

dimana:

pi = harga barang dan jasa ke i yang dibeli di pasar Tw = waktu yang digunakan untuk bekerja

W = upah per unit Tw

Tc = jumlah waktu konsumtif T = jumlah waktu yang tersedia V = pendapatan selain upah I = pendapatan rumahtangga

Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih mahal. Sebaliknya sebagai konsumen, rumahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak


(35)

14

barang yang harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang yang harganya relatif mahal (Gronau, 1977).

Aktivitas rumahtangga terdiri dari aktivitas produksi bahan baku dan proses pengolahan. Rumahtangga pengolah berperan sebagai pemasok input dan pengelola proses produksi. Aktivitas produksi akan menghasilkan output yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Sehingga, aktivitas produksi dan konsumsi dalam suatu rumahtangga sangat erat kaitannya. Pengembangan teori adanya saling ketergantungan antara aktivitas produksi dan konsumsi dalam model ekonomi rumahtangga pertanian melahirkan dua kelompok model, yaitu model rekursif dan model non-rekursif. Model rekursif dibangun berdasarkan asumsi bahwa antara keputusan produksi dan konsumsi terjadi saling ketergantungan sekuensial. Dalam hal ini diasumsikan bahwa keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Sedangkan model non-rekursif terjadi saling ketergantungan antara produksi dan konsumsi. Keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, demikian juga sebaliknya keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi (Strauss, 1986; Sadoulet et al., 1995). Oleh karena itu dalam menganalisis keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga pertanian harus dilakukan secara simultan (Skoufias, 1994), yang oleh Singh et al. (1986) dikembangkan sebuah model rumahtangga pertanian dalam bentuk persamaan simultan yang terkenal sebagai

Agricultural Household Model.

Menurut Singh et al. (1986), kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl).


(36)

) , ,

(Xa Xm Xl

U

U = ... (2.5) Diasumsikan rumahtangga sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya dengan kendala produksi, waktu, dan pendapatan berturut-turut yaitu:

) , (L A Q

Q= ... (2.6) T

F Xl + =

... (2.7)

) ( )

(Q X w L F

P X

Pmm = aa − − ... (2.8)

dimana:

Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar Xa = barang yang dihasilkan rumahtangga Xl = konsumsi waktu santai

Q = jumlah produksi rumahtangga

Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar Pa = harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Q-Xa) = surplus produksi untuk di pasarkan

w = upah di pasar tenaga kerja L = total input tenaga kerja

F = penggunaan tenaga kerja rumahtangga A = faktor produksi tetap rumahtangga

w (L-F) = pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga

Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah dan terdapat penawaran tenaga kerja rumahtangga di luar pertanian untuk nilai yang negatif. Dengan mensubtitusikan kendala produksi dan kendala waktu ke dalam kendala pendapatan, maka diperoleh bentuk kendala tunggal sebagai berikut: π + ⋅ = ⋅ + ⋅ +

X P X w X w T


(37)

16

dengan π =PaQ(L,A)−wL... (2.10) dimana:

π = ukuran keuntungan

Persamaan (2.9) menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang (Xm dan Xa) dan waktu (Xl) yang dikonsumsi. Sedangkan sisi kanannya adalah pengembangan dari konsep pengembangan penuh Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara secara eksplisit. Pengembangan lainnya yaitu dengan memasukkan pengukuran keuntungan (Pa · Q – W · L) dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar.

Rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm dan Xa), waktu (Xl) dan input tenaga kerja (L) yang digunakan dalam aktivitas produksi untuk memaksimumkan kepuasannya. First Order Condition (FOC) untuk mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja adalah:

w L Q

Pa(∂ ∂ )= ... (2.11)

Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja dengan upah pasar. Selanjutnya dari persamaan (2.11) dapat diturunkan penggunaan input tenaga kerja (L) sebagai fungsi dari Pa, W, dan A sebagai berikut:

) , , (w P A L

L = a ... (2.12) Dari persamaan (2.12) dapat ditunjukkan sisi kiri persamaan terdiri dari konsumsi komoditi pasar (Pm·Xm), komoditi pertanian yang dihasilkan rumahtangga (Pa·Xa) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (w·Xl). Sisi kanan yaitu pendapatan dari waktu kerja dalam bentuk upah (w·T) dan


(38)

keuntungan usaha tani (π) adalah total pendapatan rumahtangga sehingga diperoleh persamaan berikut :

∗ = ⋅ + ⋅ +

X P X w X Y

Pm m a a l ... (2.13) dimana Y* adalah pendapatan penuh (potensial) pada saat keuntungan maksimum. Maksimasi kepuasan untuk memenuhi persamaan (2.13) dengan kendala yang ada diperoleh turunan pertama (first order condition) mengikuti prosedur perilaku konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya untuk sejumlah (n) komoditi sebagai berikut:

) ,... ,

(x1 x2 xn U

U = ... (2.14) Dengan kendalan anggaran :

= = m i i

ix Y

p

1

... (2.15)

Maksimisasi tujuan (2.14) dengan memperhatikan kendala (2.15) menghasilkan kondisi prasarat sebagai berikut :

0 = ⋅ − ∂ ∂ = ∂ Φ

xi U xi λ pi ... (2.16)

− =

− = ∂ Φ

∂ λ ( pixi Y) 0... (2.17)

dimana:

− =

Φ U λ( pixi Y) ... (2.18)

Kondisi keseimbangan dari fungsi kepuasan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :

i i

i MU p

x

U ∂ = = ⋅

∂ λ ... (2.19) dengan i = 1, 2, ...,n


(39)

18

i

x U

∂ = kepuasan marginal (MUi) dari barang dan jasa ke i Pi = harga barang dan jasa ke i

λ = kepuasan marginal dari pendapatan

Berdasarkan prosedur pada persamaan (2.14) samapai dengan (2.19), untuk barang yang dibeli di pasar (Xm), barang yang diproduksi rumahtangga (Xa) dan waktu yang disediakan oleh rumahtangga (Xl) masing-masing diperoleh turunan pertama yang ditunjukkan pada persamaan (2.20) – (2.22) yaitu kondisi umum yang dikenal sebagai teori permintaan konsumen (Singh, Squire dan Strauss, 1986).

m

m p

X U ∂ = ⋅

∂ λ ... (2.20)

a

a p

X U ∂ = ⋅

∂ λ ... (2.21)

w X

Ul = ⋅

∂ λ ... (2.22) Berdasarkan persamaan (2.20) – (2.22) dapat dinyatakan bahwa konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl) adalah dipengaruhi oleh harga, upah dan pendapatan, yang ditunjukkan pada persamaan (2.23) – (2.25) sebagai berikut :

) , , ,

( ∗

=X p p wY

Xa a m a ... (2.23) )

, , ,

( ∗

= X p p wY

Xm m m a ... (2.24) )

, , ,

( ∗

= X p p wY

Xl l m a ... (2.25) Persamaan (2.23) – (2.25) menunjukkan bahwa permintaan barang, jasa, dan waktu santai tergantung pada harga-harga, upah dan pendapatan rumahtangga. Perubahan dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi akan merubah tingkat pendapatan penuh Y*, perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga.


(40)

Jika diasumsikan harga hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga meningkat maka dampaknya terhadap keuntungan ditunjukkan pada persamaan berikut :

a a

a a a

a dp X p X Y Y p

dX =∂ ∂ +∂ ∂ *⋅∂ * ∂ ... (2.26) Bagian pertama sebelah kanan persamaan (2.26) dalam teori permintaan konsumen yaitu untuk barang normal memiliki slope negatif, jika harga meningkat permintaan barang dan jasa tersebut akan turun. Bagian kedua sebelah kanan persamaan (2.26) menunjukkan efek keuntungan. Perubahan dalam harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat maka keuntungan meningkat, demikian juga pendapatan rumahtangga akan meningkat.

2.2. Studi Model Ekonomi Rumahtangga

Penelitian-penelitian yang menggunakan model ekonomi rumahtangga telah banyak dilakukan di Indonesia, terutama untuk bidang pertanian, perikanan dan industri kecil. Model ini dikembangkan berdasarkan teori Becker (1965) yang memandang bahwa rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Dalam analisisnya Becker lebih menekankan pada alokasi waktu rumahtangga yang dibagi dalam waktu untuk bekerja dan waktu santai.

Mangkuprawira (1985) dalam penelitiannya mengenai alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga di Sukabumi menunjukkan bahwa adanya kecenderungan perbedaan nilai relatif kontribusi kerja anggota keluarga menurut status dalam keluarga, jenis seks dan tipe desa. Tampak nyata bahwa alokasi waktu suami dan isteri dalam mencari nafkah dipengaruhi oleh faktor-faktor


(41)

20

demografi, ekonomi dan ekologi. Keadaan yang beragam ini sesuai dengan lapisan ekonomi rumahtangga.

Sitorus (1994) dalam Idris (1999) yang meneliti rumahtangga nelayan di Jawa dan Luar Jawa menunjukkan bahwa wanita/isteri yang mempunyai peran dominan pada kegiatan reproduksi ternyata juga mempunyai peran penting dalam kegiatan produksi. Peran ganda ini menyebabkan beban kerja mereka relatif lebih besar dibandingkan pria. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rumahtangga yang mempunyai banyak anak pada umumnya mencari sumber pendapatan lain yang dapat menambah penghasilan rumahtangga mereka. Peranan wanita dan anak-anak sebagai tenaga kerja produktif tampak nyata.

Rahman dan Erwidodo (1994) yang melakukan studi ekonomi rumahtangga dengan menggunakan pendekatan Almost Ideal Demand System

(AIDS) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk yang diperlihatkan makin menurunnya pangsa pengeluaran pangan namun peningkatan kesejahteraan tersebut lebih banyak dinikmati penduduk perkotaan. Pangsa pengeluaran rumahtangga di perkotaan terhadap padi-padian, ikan, daging, telur, susu dan kacang-kacangan relatif lebih tinggi daripada rumahtangga di pedesaan. Untuk semua kelompok makanan (kecuali daging), jumlah permintaan rumahtangga makin kurang elastis dengan makin tingginya kelas pendapatan.

Sawit (1994) membangun model permintaan ekonomi rumahtangga pedesaan dengan menggunakan metode Iterative Seemingly Unrelated Regression (ITSUR) dan data Survey Agroekonomi di DAS Cimanuk, Jawa Barat tahun 1983-1984. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penting untuk memasukkan


(42)

komponen keuntungan dari produksi pertanian khususnya pangan kalau ingin mempelajari atau mengestimasi permintaan.

Penelitian yang menggunakan model ekonomi rumahtangga dalam kasus industri kecil telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain Pakasi (1998) yang meneliti industri kecil alkohol nira aren di Kabupaten Minahasa menunjukkan bahwa ada keterkaitan satu arah antara keputusan produksi dengan pendapatan yang selanjutnya terkait dengan keputusan konsumsi.

Studi tentang ekonomi rumahtangga industri yang dilakukan oleh Nugrahadi (2001) dan Elinur (2004) memiliki kesamaan, baik dalam komoditi yang diteliti yaitu rotan, juga dari teknik pemodelannya. Perbedaan dari kedua studi tersebut adalah penambahan peubah pengalaman kerja pengusaha, asal daerah pengusaha dan pekerja dan pengeluaran rekreasi rumahtangga oleh Elinur (2004). Nugrahadi (2001) mendefinisikan pengeluaran rumahtangga sebagai penjumlahan dari konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi usaha, investasi pendidikan dan tabungan, sedangkan Elinur (2004) menambahkan pengeluaran rekreasi rumahtangga dalam pengeluaran rumahtangga. Kedua peneliti tersebut juga memiliki kesamaan dalam menggolongkan persamaan tabungan dalam bentuk persamaan struktural.

Hasil penelitian kedua peneliti tersebut menunjukkan bahwa produksi dipengaruhi oleh total tenaga kerja dalam usaha, penggunaan bahan baku dan investasi usaha. Konsumsi pangan dan non pangan rumahtangga dipengaruhi oleh total pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Yang menarik dari penelitian ini adalah pendapatan non-pangan rumahtangga dipengaruhi secara signifikan oleh pendapatan pangan rumahtangga dan berhubungan negatif.


(43)

22

Pengeluaran rumahtangga dalam penelitian ini meliputi konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan, dan penyusutan (pembelian dan perawatan mesin serta alat produksi selama setahun). Penelitian ini tidak memasukkan peubah pengeluaran rekreasi dan tabungan karena pengeluaran untuk rekreasi yang dilakukan oleh rumahtangga industri kecil kerupuk sangat kecil dan hampir tidak ada dalam satu tahun, sehingga pengeluaran ini dimasukkan dalam peubah pengeluaran non-pangan. Kedua peneliti di atas mendefinisikan tabungan sebagai besarnya dana yang disimpan oleh rumahtangga pada lembaga keuangan dalam satu tahun dan disajikan dalam persamaan struktural sebagai peubah endogen. Sedangkan penelitian ini mengartikan tabungan sebagai selisih antara total pendapatan rumahtangga dengan total pengeluaran rumahtangga. Tabungan dapat bernilai positif atau negatif. Jika bernilai negatif maka rumahtangga akan melakukan pinjaman (transfer in) untuk menyeimbangkan antara pendapatan dengan pengeluaran rumahtangga tersebut. Oleh karena itu tabungan dimasukkan dalam persamaan identitas.

Penelitian lainnya tentang ekonomi rumahtangga industri kecil adalah Herliana (2001) dan Negoro (2003) tentang industri kecil kecap dan gerabah. Kedua peneliti membagi rumahtangga menjadi dua, yaitu rumahtangga pengusaha dan rumahtangga pekerja. Keputusan dalam ekonomi rumahtangga pengusaha akan mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga pekerja. Hal ini terlihat bahwa curahan kerja rumahtangga pengusaha dalam usaha mempengaruhi curahan kerja pekerja dari luar rumahtangga, produksi kerupuk yang menentukan besarnya pendapatan rumahtangga pengusaha juga dipengaruhi oleh curahan kerja pekerja. Akan tetapi, analisis antara model ekonomi rumahtangga pengusaha dan


(44)

model ekonomi rumahtangga pekerja dilakukan secara terpisah. Akibatnya, keputusan dalam ekonomi rumahtangga pengusaha tidak terlihat pengaruhnya terhadap keputusan ekonomi rumahtangga pekerja.

Penelitian ini hanya menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga pengusaha. Perilaku ekonomi rumahtangga pekerja tidak dianalisis karena pekerja dianggap sebagai faktor produksi. Alasan lainnya adalah dalam industri kecil kerupuk pekerja hanya bekerja secara borongan, bukan pekerja tetap. Sewaktu-waktu pekerja yang dipekerjakan oleh pengusaha akan diganti sesuai dengan keinginan pengusaha.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis

Model ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk disusun berdasarkan pengembangan konsep model ekonomi rumahtangga pertanian dari Singh et al. (1986). Rumahtangga dalam penelitian ini adalah rumahtangga dalam industri kecil yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda dengan konsep rumahtangga pertanian. Beberapa variabel yang mencirikan karakteristik rumahtangga terkait dengan perilaku untuk memaksimumkan kepuasan seperti jumlah angkatan kerja rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, umur pengusaha, jumlah anak yang bersekolah dan tingkat pendidikan pengusaha dimasukkan dalam model.

Aktivitas produksi kerupuk tergantung dari kepemilikan input produksi dari rumahtangga. Input produksi meliputi input variabel (tenaga kerja dan bahan baku) dan input tetap (aset). Selain kendala produksi, dalam memaksimumkan kepuasan rumahtangga juga menghadapi kendala waktu yang tersedia dan pendapatan rumahtangga.


(45)

24

Waktu yang tersedia dari rumahtangga terdiri waktu untuk bekerja di dalam usaha, luar usaha dan waktu yang dihabiskan untuk bersantai (leisure). Pendapatan rumahtangga dapat diperoleh dari dalam usaha, luar usaha dan pendapatan non-kerja.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh fungsi konsumsi rumahtangga dan fungsi permintaan input produksi dengan memaksimumkan kepuasan rumahtangga. Rumahtangga memiliki fungsi kepuasan yang akan dimaksimumkan sebagai berikut :

) , , ,

(Xk Xm Xl ai

U

U = ... (2.27) dengan kendala produksi, waktu dan pendapatan yang ditunjukkan pada persamaan berikut :

) , , (PV K Q

Q= ... (2.28)

J X P

T = + l + ... (2.29)

E S V P P w X Q P X

Pmm = k( − k)− ⋅ − v⋅ + + ... (2.30)

dimana:

Xk = konsumsi kerupuk oleh rumahtangga Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar Xl = konsumsi waktu santai

ai = karakteristik rumahtangga Q = produksi kerupuk

P = total penggunaan tenaga kerja dalam usaha kerupuk V = input variabel selain tenaga kerja

K = faktor produksi tetap (nilai aset)

T = total tenaga kerja rumahtangga yang tersedia

J = penggunaan tenaga kerja rumahtangga di luar usaha kerupuk Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar


(46)

w = upah di pasar tenaga kerja

Pv = harga input variabel selain tenaga kerja S = pendapatan bersih luar subsektor E = pendapatan non-kerja rumahtangga

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.28) dan (2.29) ke persamaan (2.30) diperoleh persamaan dalam bentuk fungsi langrange sebagai berikut :

£ = U(Xk,Xm,Xl,ai)+λ[(Pk · Q(P,V,K) – Pk · Xk – w · P + w(T–Xl–J) – Pv · V + S + E – Pm · Xm] ... (2.31) Dimana syarat pertama (first order condition) yang harus dipenuhi adalah turunan pertama dari fungsi tersebut terhadap Xk, Xm, Xl, P, V yang bernilai nol, sehingga diperoleh turunan parsial sebagai berikut :

0 X £ k = − = ∂ ∂ k k P

U λ ... (2.32)

0 X £ m = − = ∂ ∂ m m P

U λ ... (2.33)

0 X £ l = − = ∂ ∂ W

Ul λ ... (2.34)

0 £ = ∂ ∂ ⋅ = ∂ ∂ w P Q P

P k ... (2.35)

0 £ = ∂ ∂ ⋅ = ∂ ∂ v k P V Q P

V ... (2.36)

0 ) ( ) , , ( £ = + + ⋅ − − − + ⋅ − ⋅ − ⋅ = ∂ ∂ E S V P X P T w P w X P K V P Q

Pk k k l v

λ ... (2.37)

Berdasarkan persamaan (2.32), (2.33), (2.34) dan (2.37) diperoleh fungsi konsumsi rumahtangga atau fungsi permintaan rumahtangga terhadap leisure dan barang/jasa yang diproduksi maupun dibeli di pasar sebagai berikut :


(47)

26 ) , , , , ,

( k m v i

b b a Y w P P P D

D = ; b = Xk , Xm , Xl ... (2.40) Sedangkan fungsi permintaan input rumahtangga untuk melakukan aktifitas produksi diperoleh dari persamaan (2.35) dan (2.36) sebagai berikut :

P = P(w, Pk, Q) ... (2.41) V = V(Pv, Pk, Q) ... (2.42) Bentuk umum fungsi produksi yaitu subtitusi persamaan (2.41) dan (2.42) ke dalam persamaan (2.28) secara matematis menjadi :

) , , ,

(P w P K

Q

Q= k v ... (2.43)

2.4. Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk

Berdasarkan tinjauan teori, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran teoritis maka dapat disusun model ekonomi rumahtangga sebagai berikut:

2.4.1. Produksi Kerupuk

Produksi merupakan fungsi dari harga output, harga input dan nilai faktor produksi tetap (aset). Dalam penelitian ini tidak memasukkan variabel harga input dan output dalam fungsi produksi karena pengaruhnya terlambat (ada lag) terhadap keputusan produksi rumahtangga. Penelitian ini menggunakan data cross section dimana variasi dari variabel harga tersebut dari setiap rumahtangga (responden) relatif homogen, akibatnya analisis ekonometrika tidak bisa memasukkan peubah harga output.

Pendekatan untuk melihat pengaruh harga input dan output terhadap produksi dilakukan dengan memasukkan variabel jumlah tenaga kerja (curahan kerja) dan jumlah bahan baku, seperti ditunjukkan pada persamaan (2.28) pada kerangka pemikiran teoritis. Oleh karena itu, fungsi produksi kerupuk dipengaruhi


(48)

oleh total curahan kerja dalam usaha kerupuk, jumlah bahan baku yang digunakan dan nilai aset. Hubungan antar peubah tersebut ditunjukkan pada persamaan struktural sebagai berikut :

Q = f (TEP, TCKD, AST) ... (2.44) dimana:

Q = produksi kerupuk

TEP = bahan baku tepung tapioka TCKD = total curahan kerja dalam usaha AST = nilai aset

2.4.2. Permintaan Bahan Baku

Mengacu pada persamaan (2.42) dimana permintaan input selain tenaga kerja dipengaruhi oleh harga input tersebut, harga output dan produksi. Sama seperti argumen sebelumnya bahwa variabel harga memiliki variasi yang relatif homogen dari setiap rumahtangga. Pengaruh harga tersebut diproksi dengan memasukkan variabel total pendapatan rumahtangga. Alasan memasukkan variabel ini adalah perubahan harga input dan output mempengaruhi pendapatan rumahtangga. Pendapatan rumahtangga menentukan daya beli (permintaan) dari input yang digunakan dalam proses produksi. Memasukkan variabel pendapatan juga relevan dengan kerangka pemikiran yang ditunjukkan pada persamaan (2.40), yaitu permintaan bahan baku identik dengan konsumsi rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar (Xm). Hubungan antar peubah dinyatakan dalam persamaan struktural sebagai berikut :

TEP = f (TYRT, Q) ... (2.45) dimana:


(49)

28

2.4.3. Curahan Kerja

Curahan kerja dalam penelitian membagi aktifitas kerja anggota rumahtangga untuk bekerja di dalam usaha dan luar usaha. Kekurangan tenaga kerja di dalam usaha dipenuhi oleh rumahtangga dengan memperkerjakan pekerja dari luar rumahtangga. Model curahan kerja rumahtangga mengacu pada persamaan (2.41) dan penelitian terdahulu yang memasukkan variabel karakteristik rumahtangga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi curahan kerja rumahtangga. Persamaan curahan kerja yang meliputi curahan kerja rumahtangga dalam usaha, curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha dan curahan kerja rumahtangga ke luar usaha yang ditunjukkan sebagai berikut :

CKRTD = f(UD, UL, Q, AKRT, PGLN)... (2.46) CKLRTD = f(UD, CKRTD, Q) ... (2.47) CKRTL = f(UL, CKRTD, AKRT, UMP, PGLN) ... (2.48) dimana:

CKRTD = curahan kerja rumahtangga dalam usaha CKLRTD = curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha CKRTL = curahan kerja rumahtangga luar usaha UD = upah dalam usaha

UL = upah luar usaha

AKRT = angkatan kerja rumahtangga PGLN = pengalaman usaha

UMP = umur pengusaha

2.4.4. Pendapatan Rumahtangga

Mengacu persamaan (2.30) pada kerangka teori maka penelitian ini mendefinisikan pendapatan total sebagai penjumlahan dari pendapatan


(50)

rumahtangga yang berasal dari dalam usaha, pendapatan luar usaha dan pendapatan non-kerja. Pendapatan dalam usaha yaitu selisih antara total penerimaan dalam usaha dengan total biaya produksi. Pendapatan luar usaha merupakan perkalian antara jumlah curahan kerja rumahtangga di luar usaha dengan tingkat upah luar usaha. Pendapatan non-kerja merupakan suatu variabel eksogen yang nilainya given (sudah pasti). Pendapatan dalam usaha dan luar usaha disajikan dalam bentuk persamaan identitas sebagai berikut :

YRTD = (PQ · Q) – BPR ... (2.49) YRTL = CKRTL · UL... (2.50) TYRT = YRTD + YRTL + YNON... (2.51) dimana:

YRTD = pendapatan rumahtangga dari dalam usaha YRTL = pendapatan rumahtangga dari luar usaha YNON = pendapatan rumahtangga non-kerja PQ = harga kerupuk

(PQ · Q) = total penerimaan dari dalam usaha BPR = biaya produksi

2.4.5. Pengeluaran Rumahtangga

Pengeluaran rumahtangga berdasarkan persamaan (2.40) terdiri dari konsumsi untuk komoditas yang dihasilkan rumahtangga (kerupuk), konsumsi barang/jasa yang dibeli di pasar dan konsumsi waktu santai (leisure). Pada penelitian ini tidak memasukkan jenis pengeluaran untuk konsumsi kerupuk dan konsumsi leisure karena jenis pengeluaran ini nilainya sangat kecil dan sulit untuk menghitungnya.


(51)

30

Kerupuk yang dihasilkan rumahtangga untuk dijual merupakan kerupuk yang masih mentah sehingga jika ingin mengkonsumsinya maka rumahtangga harus melakukan aktivitas kerja tambahan yaitu memasak dan menyajikannnya. Biasanya kerupuk disajikan untuk cemilan atau sebagai lauk pauk. Karena nilai yang dikonsumsi sangat kecil maka rumahtangga tidak memperhitungkan jenis pengeluaran ini.

Konsumsi leisure tidak dimasukkan dalam model karena keterbatasan untuk menilainya. Aktifitas leisure dapat berupa ngobrol santai dengan keluarga/tetangga, menonton televisi, membaca koran dan lain-lain. Aktifitas yang menghabiskan waktu rumahtangga tersebut (meningkatkan utilitas) sulit untuk menghitung nilainya. Elinur (2004) memasukkan rekreasi sebagai salah satu jenis pengeluaran rumahtangga untuk leisure. Penelitian ini tidak memasukkan peubah tersebut karena selama setahun (waktu penelitian lapang) rumahtangga tidak melakukan aktifitas rekreasi.

Jenis pengeluaran dalam penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ditunjukkan pada persamaan (2.40). Sebagian besar rumahtangga melakukan pengeluaran untuk membeli barang/jasa yang di jual di pasar (Xm). Jenis pengeluaran rumahtangga meliputi konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan (pembelian dan perbaikan mesin atau alat-alat produksi).

KPRT = f(TYRT, TANG)... (2.52) KNPRT = f(TYRT, IED, TANG) ... (2.53) IED = f(TYRT, TEDK, EDRT, UMP)... (2.54) DEP = f(TYRT, UMPROD, PGLN, TAB) ... (2.55)


(52)

dimana:

KPRT = konsumsi pangan rumahtangga

KNPRT = konsumsi non-pangan rumahtangga IED = investasi pendidikan

DEP = pengeluaran penyusutan TANG = total anggota rumahtangga TEDK = total anak yang bersekolah

UMPROD = umur mesin atau alat-alat produksi TAB = nilai tabungan rumahtangga


(53)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Juli – Oktober 2007 di Desa Ngaluran dan Desa Karangasem, Kabupaten Demak. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ngaluran dan Desa Karangasem merupakan salah satu industri kecil kerupuk terbesar di Kabupaten Demak (Lampiran 3). Diharapkan dari kedua desa tersebut dapat diperoleh informasi mengenai keragaan perilaku ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk Kabupaten Demak. Informasi yang diperoleh tersebut dapat dijadikan rekomendasi bagi pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Demak untuk memperbaiki kinerja usaha kecil kerupuk terkait dengan kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang (cross section). Data cross section digunakan untuk menggambarkan keadaan objek penelitian mengenai fakta-fakta yang terjadi pada selang waktu tertentu yang dikumpulkan dari berbagai sumber (responden). Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung terhadap responden yaitu rumahtangga usaha kecil kerupuk dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner), Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Pemerintah Daerah Kabupaten Demak dan Kepala Seksi Pengembangan Modal Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Demak. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat


(54)

Statistik (BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Demak dan Propinsi Jawa Tengah, jurnal-jurnal ilmiah, tesis maupun desertasi serta dokumen atau publikasi dari instansi terkait lainnya.

3.3. Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan dengan simple random sampling, dengan responden rumahtangga usaha kecil kerupuk Desa Ngaluran dan Desa Karangasem. Sampel dari kedua desa tersebut diambil secara acak sebanyak 50 responden rumahtangga. Pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan karena responden merupakan rumahtangga usaha kecil yang memiliki perilaku ekonomi yang relatif sama (homogen). Populasi yang relatif homogen tersebut akan terdistribusi mendekati normal, yang menurut teorema batas sentral (central limit theorem), untuk ukuran sampel yang cukup besar, (n ≥ 30), rata-rata sampel akan terdistribusi di sekitar rata-rata populasi yang mendekati distribusi normal (Cooper dan Emory, 1996). Disimpulkan, pengambilan sampel sebanyak 50 rumahtangga sudah memenuhi batas minimum sampel (30 sampel) yang dapat digunakan untuk menduga karakteristik (variasi) dari populasi.

3.4. Metode dan Prosedur Analisis

Analisis untuk menjelaskan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan serta pola pengeluaran rumahtangga usaha kecil kerupuk dilakukan secara deskriptif dengan metode tabulasi. Alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan, dan pola pengeluaran rumahtangga digambarkan dengan persentase.

Keputusan ekonomi rumahtangga yang meliputi keputusan rumahtangga dalam memproduksi kerupuk, mengalokasikan waktu kerja rumahtangga, pola


(55)

34

pendapatan dan pengeluaran dianalisis dengan menggunakan model ekonomi rumahtangga dalam bentuk model persamaan simultan. Model persamaan simultan adalah spesifikasi model dari suatu permasalahan sebagai suatu sistem persamaan, yaitu berbagai aspek yang saling terkait dan saling mempengaruhi diformulasikan dalam suatu sistem persamaan simultan (Sinaga, 1997). Sejumlah persamaan yang dibangun dalam model tersebut dikelompokkan menjadi empat blok, yaitu blok produksi, blok curahan kerja, blok pendapatan dan blok pengeluaran rumahtangga.

3.4.1. Alokasi Waktu Kerja, Kontribusi Pendapatan dan Pola Pengeluaran Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk

Pola alokasi waktu kerja dan kontribusi pendapatan digambarkan berdasarkan lama waktu kerja dan sumber pendapatan anggota rumahtangga yang berasal dari dalam dan luar usaha kerupuk. Pola pengeluaran rumahtangga menggambarkan alokasi pendapatan yang dibelanjakan untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga, meliputi konsumsi pangan dan non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan (Nugrahadi, 2001 dan Elinur, 2004).

Pengalokasian waktu kerja dari rumahtangga usaha kerupuk dibagi menjadi dua jenis kegiatan, yaitu alokasi waktu kerja dalam usaha kerupuk dan alokasi waktu kerja luar usaha kerupuk.

i i

i DAW LAW

TAW = + ... (3.1) dimana:

TAW = total alokasi waktu kerja (jam/tahun)

DAW = alokasi waktu kerja dalam usaha kerupuk (jam/tahun) LAW = alokasi waktu kerja luar usaha kerupuk (jam/tahun) i = 1, 2, 3 ; 1 = suami

2 = isteri


(56)

Pendapatan rumahtangga usaha kerupuk diperoleh dari dua sumber, yaitu pendapatan dari dalam usaha kerupuk dan pendapatan dari luar usaha kerupuk.

i i

i DY LY

TY = + ... (3.2) dimana:

TY = total pendapatan rumahtangga (rupiah/tahun) DY = pendapatan dari dalam usaha (rupiah/tahun) LY = pendapatan dari luar usaha (rupiah/tahun) i = 1, 2, 3 ; 1 = suami

2 = isteri

3 = anak dan anggota rumahtangga lainnya

Pengeluaran rumahtangga digunakan untuk membiayai konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan.

DEP IED

KNP KP

TEXP= + + + ... (3.3) dimana:

TEXP = total pengeluaran rumahtangga (rupiah/tahun) KP = konsumsi pangan (rupiah/tahun)

KNP = konsumsi non-pangan (rupiah/tahun) IED = investasi pendidikan (rupiah/tahun) DEP = pengeluaran penyusutan (rupiah/tahun)

3.4.2. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk

Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga adalah dengan menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan. Persamaan dalam model disajikan dalam bentuk persamaan struktural dan persamaan identitas yang saling terkait antara keputusan produksi, konsumsi, curahan kerja dan pendapatan. Spesifikasi model ekonomi rumahtangga diuraikan sebagai berikut:


(57)

36

1. Produksi Kerupuk

Produksi kerupuk yang dihasilkan rumahtangga tergantung dari besar kecilnya input yang digunakan. Input dalam konsep ekonomi dapat berupa input variabel dan input tetap. Input variabel yang digunakan dalam produksi kerupuk berupa jumlah tenaga kerja dan bahan baku sedangkan input tetap adalah nilai dari mesin atau alat-alat produksi (aset).

Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dapat berasal dari tenaga kerja rumahtangga maupun tenaga kerja luar rumahtangga. Jumlah tenaga kerja diukur berdasarkan lama waktu (curahan kerja) dalam memproduksi kerupuk. Semakin tinggi curahan kerja dalam usaha rumahtangga maka produksi kerupuk akan meningkat sehingga hubungan antara kedua variabel ini dalam persamaan diduga bernilai positif.

Input variabel lainnya adalah bahan baku. Secara umum bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kerupuk adalah tepung tapioka, gandum, kedelai, pemanis, pewarna, penyedap rasa, bawang putih, garam dan ketumbar. Bahan baku selain tepung tapioka tidak dimasukkan ke dalam persamaan yang mempengaruhi produksi karena nilainya tidak signifikan terhadap biaya bahan baku yang digunakan. Dengan memisahkan tepung tapioka dengan biaya bahan baku lainnya dimaksudkan untuk mengetahui keputusan ekonomi rumahtangga kerupuk yang selama ini mengkawatirkan kenaikan harga tepung tapioka.

Mesin atau alat-alat produksi yang digunakan dalam proses produksi kerupuk umumnya masih sederhana. Dengan memasukkan variabel aset dalam fungsi produksi dimaksudkan untuk membuktikan bahwa rumahtangga yang memiliki produksi yang tinggi biasanya didukung oleh kepemilikan nilai aset


(1)

107

Lampiran 6. Lanjutan

n KNPRT IED DEP AKRT UMP PGLN EDRT TANG UD UL

1 6 456 250 2 344 000 250 000 2 47 20 6 6 23 333.33 0 2 4 939 800 1 038 000 125 000 3 40 18 3 4 17 500.00 0 3 8 566 000 1 718 600 210 000 2 50 20 6 8 15 000.00 0 4 5 400 000 1 200 000 250 000 2 37 20 0 4 12 000.00 10 000 5 5 358 000 2 285 000 230 000 2 38 15 6 5 12 000.00 0 6 4 500 000 0 320 000 2 54 25 6 3 20 000.00 0 7 5 500 000 0 150 000 2 25 10 6 3 11 666.67 0 8 7 100 000 2 510 000 100 000 2 45 10 6 7 17 500.00 15 000 9 5 100 000 3 560 000 150 000 2 40 15 9 7 35 000.00 0 10 5 100 000 3 100 000 200 000 2 42 10 6 7 15 000.00 0 11 7 120 000 4 230 000 375 000 3 45 20 6 7 12 000.00 20 000 12 5 250 000 2 500 000 350 000 2 56 22 6 4 35 000.00 0 13 7 650 000 4 200 000 350 000 3 47 21 12 7 23 333.33 20 000 14 8 300 000 3 520 000 100 000 2 47 20 6 8 45 000.00 0 15 6 150 000 2 500 000 250 000 2 50 25 6 6 20 000.00 0 16 3 200 000 0 50 000 2 30 12 3 3 15 000.00 10 000 17 8 520 000 4 850 000 375 000 5 60 20 12 8 10 000.00 20 000 18 5 500 000 0 300 000 2 52 25 6 2 25 000.00 0 19 5 150 000 3 350 000 225 000 2 40 15 6 5 40 000.00 0 20 5 300 000 3 300 000 200 000 2 54 20 6 4 15 000.00 0 21 7 650 000 2 800 000 150 000 2 45 20 9 7 20 000.00 15 000 22 4 520 000 5 450 000 400 000 5 57 28 9 7 17 500.00 20 000 23 5 500 000 0 150 000 2 25 10 6 3 10 000.00 0 24 3 600 000 0 200 000 2 27 12 6 3 10 000.00 0 25 13 100 000 5 560 000 450 000 5 53 25 9 9 16 000.00 20 000 26 4 750 000 3 240 000 200 000 2 43 10 12 7 15 000.00 0 27 4 150 000 2 750 000 150 000 2 40 13 6 5 10 000.00 0 28 5 650 000 2 800 000 150 000 3 45 15 6 6 15 000.00 10 000 29 10 300 000 2 120 000 200 000 2 50 22 6 8 12 000.00 0 30 6 250 000 2 500 000 200 000 3 55 20 6 4 20 000.00 0 31 960 000 0 50 000 2 40 14 9 2 4 500.00 0 32 10 467 000 3 550 000 50 000 5 55 10 12 9 15 000.00 25 000 33 3 650 000 3 100 000 250 000 2 47 18 6 6 15 000.00 0 34 5 120 000 3 395 000 200 000 2 39 20 9 6 15 000.00 0 35 1 830 000 3 226 000 100 000 5 49 12 9 6 15 000.00 20 000 36 2 860 000 0 100 000 4 46 10 3 7 15 000.00 20 000 37 4 650 000 3 320 000 150 000 2 56 21 9 4 15 000.00 0 38 1 674 000 3 220 000 50 000 4 45 14 6 6 15 000.00 20 000 39 5 650 000 4 450 000 300 000 2 56 26 12 5 15 000.00 0 40 3 150 000 3 050 000 200 000 2 45 18 9 4 15 000.00 0 41 4 130 000 0 200 000 3 43 20 6 3 15 000.00 10 000 42 5 340 000 3 750 000 225 000 4 48 20 12 7 15 000.00 20 000 43 6 743 000 3 570 000 300 000 2 60 26 3 4 15 000.00 0 44 1 240 000 2 760 000 50 000 2 40 16 6 5 15 000.00 0 45 6 780 000 3 245 000 200 000 3 38 16 5 6 10 000.00 20 000 46 3 240 000 2 974 000 150 000 2 49 18 6 5 15 000.00 0 47 1 530 000 2 674 000 100 000 3 48 15 6 4 15 000.00 10 000 48 4 760 000 0 250 000 4 50 20 6 4 15 000.00 20 000 49 3 205 000 2 240 000 200 000 2 45 15 6 5 15 000.00 0 50 4 510 000 3 127 000 200 000 2 68 25 9 4 15 000.00 0


(2)

108

Lampiran 6. Lanjutan

n TEDK TEP HTEP BTK BBM BLL UMPROD AST TAB

1 3 127 436 2 700 33 580 000 27 375 000 19 612 667 10 2 450 000 4 961 283 2 1 18 200 2 800 6 387 500 5 840 000 3 328 887 10 2 000 000 -825 187 3 4 54 612 2 800 21 900 000 11 680 000 6 875 036 12 2 180 000 13 348 764 4 1 72 824 2 700 10 950 000 2 585 417 4 489 500 8 1 480 000 19 740 283 5 3 62 424 2 700 21 900 000 10 341 667 8 979 000 15 1 480 000 -21 752 467 6 0 91 024 2 800 36 500 000 23 360 000 11 378 875 10 2 300 000 53 743 925 7 0 36 412 2 700 12 775 000 11 680 000 6 664 900 10 2 000 000 14 157 700 8 3 18 200 2 800 6 387 500 5 840 000 3 328 887 10 2 000 000 -25 866 387 9 5 36 412 2 700 12 775 000 11 680 000 6 664 900 15 2 000 000 -11 822 300 10 4 54 612 2 700 17 520 000 21 900 000 7 300 000 10 1 110 000 -18 952 400 11 5 72 824 2 700 4 380 000 10 220 000 8 979 000 20 1 500 000 7 711 200 12 4 127 436 2 700 33 580 000 27 375 000 19 612 667 14 2 500 000 22 515 133 13 5 127 436 2 700 35 587 500 27 375 000 19 612 667 12 2 300 000 5 567 633 14 6 81 924 2 700 24 455 000 10 950 000 9 307 500 10 2 000 000 -2 357 300 15 3 109 224 2 700 30 660 000 23 360 000 15 482 083 10 2 000 000 1 213 117 16 0 14 560 2 700 0 5 475 000 3 285 435 12 2 000 000 4 381 565 17 5 36 400 2 700 0 11 680 000 6 664 900 10 2 000 000 10 430 100 18 0 91 012 2 700 24 820 000 10 950 000 13 419 833 15 1 500 000 25 057 767 19 5 72 812 2 700 21 170 000 10 950 000 12 020 667 15 2 000 000 -14 618 067 20 6 54 612 2 700 4 380 000 10 950 000 6 875 036 10 1 500 000 4 842 564 21 3 72 824 2 700 25 550 000 10 950 000 18 712 333 10 2 000 000 -15 637 133 22 4 127 436 2 700 51 100 000 27 375 000 28 616 000 14 3 000 000 68 461 800 23 0 36 400 2 700 11 680 000 5 475 000 5 599 274 10 2 000 000 2 075 726 24 0 36 412 2 700 11 680 000 5 475 000 5 599 274 12 2 000 000 4 853 326 25 3 145 636 2 700 58 400 000 36 500 000 34 857 500 14 3 000 000 55 055 300 26 4 54 612 2 700 17 520 000 21 900 000 7 300 000 10 1 500 000 -19 002 400 27 3 36 400 2 700 11 680 000 5 475 000 5 599 274 13 2 000 000 -22 724 274 28 3 54 612 2 700 17 520 000 21 900 000 7 300 000 15 2 000 000 -22 912 400 29 3 72 824 2 700 21 900 000 10 341 667 8 979 000 15 2 000 000 -2 105 467 30 3 109 236 2 700 30 660 000 23 360 000 15 482 083 20 2 000 000 8 290 717 31 0 10 950 3 300 24 090 000 5 475 000 33 032 500 14 1 000 000 -14 792 500 32 4 18 250 3 300 9 125 000 4 562 500 52 012 500 10 1 000 000 -2 662 000 33 4 23 725 3 300 16 425 000 5 475 000 67 525 000 10 9 000 000 -3 733 500 34 4 47 450 3 300 10 950 000 9 125 000 164 250 000 10 3 000 000 -1 745 000 35 5 18 250 3 300 0 9 125 000 62 962 500 12 500 000 5 207 500 36 0 9 125 3 300 9 125 000 10 950 000 26 280 000 10 2 000 000 -8 999 500 37 5 47 450 3 300 10 950 000 9 125 000 165 345 000 10 3 000 000 2 989 000 38 5 18 250 3 300 0 9 125 000 62 962 500 14 3 000 000 22 395 500 39 6 73 000 3 300 16 425 000 7 300 000 223 745 000 15 3 000 000 28 666 000 40 5 23 725 3 300 7 300 000 5 475 000 67 525 000 12 1 000 000 3 227 500 41 6 47 450 3 300 0 9 125 000 164 250 000 20 3 000 000 19 790 000 42 5 47 450 3 300 9 125 000 9 125 000 165 345 000 10 3 000 000 -6 301 000 43 1 94 900 3 300 21 900 000 18 250 000 323 755 000 14 3 000 000 16 912 000 44 5 8 213 3 300 7 300 000 5 475 000 21 352 500 16 1 000 000 -7 038 750 45 5 25 550 3 300 25 550 000 5 475 000 73 730 000 16 1 000 000 11 885 000 46 4 23 725 3 300 16 425 000 5 475 000 69 350 000 18 1 000 000 -4 950 500 47 5 18 250 3 300 9 125 000 4 562 500 57 487 500 15 1 000 000 -8 864 000 48 6 47 450 3 300 10 950 000 9 125 000 168 995 000 10 3 000 000 4 415 000 49 4 36 500 3 300 18 250 000 7 300 000 119 537 500 15 3 000 000 -16 122 500 50 4 47 450 3 300 18 250 000 9 125 000 165 345 000 20 3 000 000 -9 106 000


(3)

ABSTRACT

BUDI SULISTYO.

Economic Household Behavior Analysis of Small Cracker Industry in Demak Regency: Case Study in Ngaluran and Karangasem Village. (SJAFRI MANGKUPRAWIRA as Chairman, RINA OKTAVIANI as Member of Advisory Committee).

Household behavior in utilize their working hour that cause inefficiency on investment per labor is the problem and need an assessment on its household economic behavior. The objectives of this study are: (1) analyzing work time allocation, income contribution and its expenditure patterns, and (2) analyzing factors that influence their supply and demand of labor, production and consumption. Those objectives can be analyzed using descriptive and econometrics analysis (simultaneous equation household models). The results show that cracker small-industry are the main income for the households, showed by the highest of working hour allocation on industry and income contribution on household total income. The highest household expenditure was spent on food, that indicate a low rate of wealth. Labor demand and supply influence by outside income, production, amount of household labor participatory and experience. The low level of labor absorption are caused by: (1) household tend to decrease their labor when wage in labor market increasing, (2) increasing or decreasing of household wage do not cause household change their demand of labor, and (3) household’s labor tend to choose work outside their cracker business rather than inside. High positive correlations between working hour, production, income and household consumption were found in this study. It is suggested to the household to more concern their machineries and tools condition, and also policy government that supporting their production activities is important.


(4)

RINGKASAN

Peranan industri kecil di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan pendapatan/pembangunan antar wilayah tetapi juga sebagai alat pengembang ekonomi daerah. Kabupaten Demak memiliki industri kecil kerupuk yang berpotensi untuk berkembang. Secara teoritis, upah yang rendah pada usaha kecil akan meningkatkan permintaan tenaga kerjanya. Akan tetapi pada industri kecil kerupuk upah yang rendah menyebabkan rumahtangga mengalokasikan tenaga kerjanya (waktu kerja) ke luar usaha kerupuk, akibatnya penyerapan atau permintaan tenaga kerja pada indutri kecil ini berkurang. Penyerapan tenaga kerja per unit usaha yang rendah tersebut menyebabkan ketidakefisienan dalam penggunaan investasi per tenaga kerja. Akibatnya peran industri kecil kerupuk dalam penyerapan tenaga kerja (padat karya) belum tercapai.

Rendahnya penyerapan tenaga kerja yang disebabkan oleh perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerjanya tersebut menyebabkan produksi, pendapatan dan konsumsi (kesejahteraan) mengalami penurunan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga, dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja rumahtangga serta perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga.

Penelitian dilakukan di Desa Ngaluran dan Desa Karangasem, Kabupaten Demak. Penentuan lokasi penelitian secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ngaluran dan Desa Karangasem merupakan salah satu industri kecil kerupuk terbesar di Kabupaten Demak. Jenis data yang digunakan


(5)

adalah data kerat lintang (cross section). Sampel diambil secara acak sebanyak 50 responden rumahtangga. Analisis dilakukan secara deskriptif dan ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan. Data diolah dengan menggunakan program komputer SAS versi 9.0 dengan metode Two-Stage Least Squares (2SLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu kerja dan kontribusi pendapatan rumahtangga terbesar berasal dari dalam usaha kerupuk. Hal ini berarti bahwa usaha kecil kerupuk merupakan mata pencaharian utama rumahtangga. Suami mencurahkan waktu kerjanya lebih besar di dalam usaha dibandingkan anggota rumahtangga lainnya (isteri dan anak). Curahan kerja luar usaha terbesar dilakukan oleh anak. Isteri mempunyai peran ganda dalam rumahtangga yaitu membantu suami bekerja dalam memproduksi kerupuk juga mengatur rumahtangga (ibu rumahtangga).

Pengeluaran untuk pangan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pengeluaran lainnya menunjukkan bahwa kesejahteraan rumahtangga dalam industri kecil kerupuk di Kabupaten Demak masih rendah. Kesimpulan ini didasarkan pada Hukum Engel (Engel’s Law) yang menyatakan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan menurun jika pendapatan masyarakat bertambah, yang berarti bahwa pangan merupakan kebutuhan pokok yang konsumsinya naik kurang cepat jika dibandingkan dengan kenaikkan pendapatan. Rumahtangga cenderung meningkatkan proporsi pengeluaran untuk konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan pengeluaran penyusutan dengan semakin meningkatnya pendapatan.

Produksi kerupuk dipengaruhi oleh total curahan kerja, jumlah bahan baku dan nilai aset. Permintaan tenaga kerja baik dari dalam rumahtangga maupun luar


(6)

rumahtangga tidak dipengaruhi oleh upah dalam usaha. Permintaan tenaga kerja dari dalam rumahtangga dipengaruhi oleh upah luar usaha, tingkat produksi, jumlah angkatan kerja rumahtangga dan pengalaman usaha. Permintaan tenaga kerja dari luar rumahtangga hanya dipengaruhi oleh tingkat produksi. Permintaan dan penawaran tenaga kerja tidak responsif terhadap perubahan dari semua peubah penjelas yang mempengaruhinya. Penawaran tenaga kerja rumahtangga ke luar usaha dipengaruhi oleh upah luar usaha dan jumlah angkatan kerja rumahtangga. Rumahtangga cenderung untuk meningkatkan curahan keja ke luar usaha ketika upah luar usaha meningkat. Rumahtangga lebih responsif untuk mencurahkan angkatan kerja ke luar usaha ketika terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja.

Rendahnya penyerapan tenaga kerja dalam usaha kerupuk disebabkan: (1) rumahtangga cenderung mengurangi tenaga kerja dari dalam rumahtangga ketika terjadi peningkatan upah di luar usaha, (2) peningkatan atau penurunan upah di dalam usaha tidak menyebabkan rumahtangga mengubah jumlah permintaan tenaga kerjanya, dan (3) rumahtangga cenderung untuk memilih bekerja di luar usaha daripada di dalam usaha. Disarankan: (1) rumahtangga pengusaha kerupuk sebaiknya lebih memperhatikan kondisi mesin dan peralatan produksi, seperti melakukan perbaikan dan pembelian mesin/alat produksi yang kurang produktif lagi, (2) kebijakan pemerintah yang mendukung aktifitas produksi seperti bantuan kredit lunak untuk pembelian bahan baku dan pemasaran produk perlu untuk dilakukan, dan (3) perlu penelitian lebih lanjut mengenai dampak pemberian kredit usaha terhadap perilaku ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak.