Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kinerja yang dicapai oleh suatu organisasi pada dasarnya adalah prestasi para anggota organisasi itu sendiri, mulai dari tingkat atas sampai pada tingkat bawah. Konsep kinerja pemerintah daerah sendiri muncul ketika institusi pemerintah mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik menjadi good governance. Organisasi yang berhasil merupakan organisasi yang memiliki visi dan misi yang jelas serta terukur, bahwa visi dan misi tidak akan bermakna ketika tidak teraktualisasikan dalam kinerja organisasi dalam kerangka menciptakan good governance. Oleh karena itu, kinerja merupakan the ultimate goals dalam setiap organisasi publik. Visi dan Misi itu sendiri mencerminkan kejelasan tujuan anggaran secara teori dan diharapkan mampu diwujudkan dengan kinerja organisasi yang baik. Menurut Kumorotomo 2005: 103, kinerja organisasi publik adalah hasil akhir output organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, transparan dalam pertanggungjawaban, efisien, sesuai dengan kehendak pengguna jasa informasi, visi dan misi organisasi, berkualitas, adil, serta diselenggarakan dengan sarana dan prasarana yang memadai. Penggunaan anggaran merupakan konsep yang sering dipergunakan untuk melihat kinerja organisasi publik. Anggaran yang disusun harus dengan pendekatan kinerja. Penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui pemberlakuan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran 2005. Namun demikian, hingga saat ini masih sulit untuk melihat tolak ukur memadai yang dapat dimanfaatkan untuk mengukur kinerja pemerintah daerah secara komprehensif. Padahal tolak ukur ini sangat diperlukan untuk menjadi pedoman, baik bagi pemerintah sendiri maupun pihak lain yang berkepentingan dalam menilai kinerja pemerintah daerah Nordiawan, 2006:11. Perubahan paradigma anggaran daerah dilakukan untuk menghasilkan anggaran daerah yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat terhadap pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien dan efektif. Reformasi anggaran daerah dimulai dengan penyusunan anggaran daerah yang tidak lagi mengacu kepada PP No 6 Tahun 1975 tentang Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja. Perubahan kebijakan tentang anggaran terjadi mengikuti perubahan kebijakan tersebut adalah dengan mulai diberlakukannya PP No 105 Tahun 2000 Yuwono dkk, 2005:64, selanjutnya diganti dengan PP No 58 Tahun 2005, yang diikuti dengan diterbitkannya Permendagri No 13 Tahun 2006. Penetapan UU No 22 Tahun 1999 dan UU No 25 Tahun 1999 oleh pemerintah, mengenai Pemerintah Daerah dan Pertimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, berimplikasi pada tuntutan otonomi yang lebih luas dan akuntabilitas publik yang nyata yang harus diberikan kepada pemerintah daerah Nordiawan, 2006:9. Selanjutnya, UU ini diganti dan disempurnakan dengan UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004. Kedua undang- undang tersebut telah merubah akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah daerah dari pertanggungjawaban vertikal kepada pemerintah pusat ke pertanggungjawaban horizontal kepada masyarakat melalui DPRD. UU No 332004, pasal 72 dan Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005, pasal 36 menyatakan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD, bisa Badan, Dinas, Kantor dan unit lainnya, harus menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang kemudian disebut RKA SKPD. Realisasi APBD, RKA SKPD merupakan basis bagi manajer pimpinan SKPD dalam menjalankan tanggung jawab kinerjanya. Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD merupakan instrumen manajemen pembangunan daerah yang dipimpin oleh seorang kepala SKPD. Aspek-aspek dalam manajemen pembangunan daerah terwadahi dalam satu atau beberapa SKPD. Penyusunan kebijakan dan koordinasi diwadahi dalam sekretariat, pengawasan diwadahi dalam bentuk inspektorat, perencanaan diwadahi dalam bentuk badan, unsur pendukung dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik diwadahi dalam lembaga teknis daerah, sedangkan aspek pelaksana urusan daerah diwadahi dalam dinas daerah. Kinerja SKPD menentukan kinerja pada tiap aspek manajemen pembangunan daerah, yang pada gilirannya, menentukan kinerja daerah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah. Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan pemerintahan daerah. Hal ini terkait dengan dampak anggaran terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perencanaan dan penganggaran merupakan kegiatan yang saling terintegrasi. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD disusun berdasarkan recana kerja daerah yang telah disusun baik Rencana Kerja Jangka Panjang RPJP, Rencana Kerja Jangka Menengah RPJM dan Rencana Pembangunan Daerah RKPD. Pada tingkat SKPD, anggaran juga disusun berdasarkan rencana kerja menengah SKPD yang sering disebut Renstra SKPD. Renstra SKPD dan RKPD menjadi acuan bagi SKPD untuk menyusun rencana kerja Renja SKPD. Renstra SKPD disusun dengan cara “duduk bersama” para anggota SKPD serta mengacu kepada RPJP da RPJM baik nasional maupun daerah. Draft Renja SKPD, khususnya Renja program pembangunan fisik disusun berdasarkan data akurat hasil survey di lapangan. Draft Renja SKPD yang akan dibahas pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang untuk Tingkat KabupatenKota, dibahas terlebih dahulu pada Forum SKPD. Pada Forum SKPD, setiap SKPD memaparkan Renja SKPD dan mendiskusikan dengan pihak kecamatan, untuk menyelaraskan programkegiatan yang telah disusun SKPD dengan hasil Musrenbang dari setiap kecamatan. Sasaran maupun tujuan anggaran mengacu pada luasnya tujuan atau peran penting anggaran tersebut yang dinyatakan secara spesifik, jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang bertanggungjawab untuk menemukannya. Secara ambigu dinyatakan bahwa kejelasan sasaran anggaran dapat mengarahkan kepada kebingungan, ketegangan dan ketidakpuasan karyawan. Manajemen tingkat atas dapat meningkatkan kepuasan kerja, menurunkan ketegangan kerja, dan memperbaiki anggaran yang dihubungkan dengan sikap, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya. Kejelasan sasaran anggaran menggambarkan seberapa luasnya sasaran anggaran yang dinyatakan secara jelas dan spesifik dan dimengerti oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap pencapaiannya Kenis 1979 dalam Suyanto 2011: 2. Kejelasan sasaran anggaran dimaksud adalah berkenaan dengan luasnya sasaran anggaran yang dinyatakan secara jelas, spesifik, dan dipahami oleh orang yang bertanggung jawab terhadap pencapaian sasaran anggaran. Kejelasan sasaran akan meningkatkan prestasi, karena jelas apa yang harus dilaksanakan untuk mencapai sasaran anggaran. Begitu juga sasaran yang spesifik akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dari pada sasaran yang samar-samar Dalimunthe dan Siregar, 1994:79. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “ Pengaruh Kejelasan Tujuan Anggaran Terhadap Kinerja SKPD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah