Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dengan dikeluarkannya Undang-undang Hak Cipta yang baru yaitu Undang-undang No. 19 tahun 2002 yang merupakan perubahan dari Undang- undang No. 12 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 diharapkan dapat memenuhi tuntutan kebutuhan bagi pengaturan dalam rangka perlindungan hukum yang lebih memadai. Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 lahir sebagai penyempurnaan dari Undang-undang terdahulu, untuk memenuhi kebutuhan bagi peraturan dalam rangka kebutuhan hukum yang lebih memadai. Karena dilihat dari kenyataan yang datang sekarang ini banyak negara yang mengandalkan perekonomiannya dari produk-produk yang dihasilkan atas kemajuan intelektual manusia, seperti karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Hal inilah merupakan tujuan utama UUHC yaitu memberikan perlindungan kepada pencipta dibidang karya pengetahuan seni dan sastra. Dalam undang-undang Hak Cipta Tahun 2002 ini penyempurnaan mencakup berbagai ketentuan tentang perlindungan ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Juga perlu diadakan pengecualian daripada pelanggaran terhadap Hak Cipta, jangka waktu perlindungan ciptaan, hak dan wewenang melakukan gugatan. Topik penulisan skripsi ini adalah mengenai perlindungan hak cipta menurut Undang-undang No. 19 tahun 2002 dalam menunjang industri musik di 74 Universitas Sumatera Utara Indonesia pada bab-bab terdahulu maka penulis simpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Didadalam Undang-undang Hak Cipta tidak terdapat pengaturan khusus tentang perlindungan hak cipta karya musik dan lagu ini. Musik dan lagu merupakan salah satu karya yang dilindungi melalui Undang-undang hak cipta sebagaimana karya-karya lainnya yang dicantumkan dalam pasal 11 Undang-undang Hak Cipta. Tepatnya dalam ayat 1 sub d yaitu “Ciptaan lagu atau musik dengan tanpa teks termasuk karawitan”. Oleh karena itu terhadap musik dan lagu berlaku peraturan umum yang juga berlaku untuk karya lainnya, kecuali disebutkan secara khusus tidak berlaku. Undang-undang Hak Cipta memberikan perlindungan pada ciptaan pengecualian daripada pelanggaran terhadap Hak Cipta, jangka waktu perlindunghan ciptaan, hak dan wewenang untuk melakukan gugatan. Tujuannya adalah untuk menambah gairah bagi para pencipta untuk melanjutkan usahanya masih sangat kurang sehingga masih terdapat celah untuk timbulnya peluang pembajakan atau penggandaan tanpa izin di Indonesia. Kondisi penegakan hukum yang lemah, ditambah dengan adanya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap perlindungan hukum hak cipta industri musik nasional. Menyangkut perlindungan hukum terhadap karya rekaman suara belum sepenuhnya para pemilik rekaman suara producer of phonogram menikmati hak ekonomi yang dimilikinya. Pemilik rekaman suara juga memiliki hak mengumumkan Universitas Sumatera Utara performing rights atas karya rekaman yang diproduksinya, sehingga ia berhak menerima royalty atas haknya tersebut, namun pada kenyataannya belum dapat terlaksana dengan baik. Realisasi pemungutan royalty ini membawa pengaruh yang sangat besar, karena bagaimanapun jaminan terhadap terwujudnya hak-hak ekonomi para pelaku dalam industri rekaman merupakan satu faktor yang dapat menunjang pertumbuhan industri musik itu sendiri. 2. Kemajuan Teknologi Informasi seperti radio dan televisi dengan cepat dan mudah menyampaikan karya-karya ciptaan kepada masyarakat. Sulitnya mengadakan pembeda antara hasil karya asli dengan hasil bajakan, karena pada umumnya pembajak mempunyi sarana yang canggih dalam penggandaan atau pengcopian. Kemajuan teknologi di bidang informasi merupakan tantangan baru bagi hukum hak cipta, supaya tidak ketinggalan zaman maka hukum hak cipta harus secara teratur ditinjau dan disempurnakan pengaturannya. Hasil karya manusia dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan yang sekarang begitu mudahnya direporoduksi, dicetak, diperbanyak atau dibaca melalui penggunaan teknologi informasi ini tetap masih perlu dilindungi oleh hukum hak cipta. Untuk itu diperlukan perangkat hukum fleksibel dan adaktif terhadap perubahan-perubahan teknologi yang sangat cepat itu. Kekakuan akan menyebabkan hukum ketinggalan kereta, karena itu perangkat hukumnya harus disempurnakan sehingga lebih luwes dalam penerapannya. Peran Universitas Sumatera Utara institusi peradilan harus lebih besar berhubungan dengan kasus-kasus nyata yang merupakan produk perubahan teknologi informasi itu, serta ruang gerak lebih besar diberikan kepada instituti peradilan dalam menafsirkan aturan-aturan pokok yang telah diundangkan. Para hakim dan para penegak hukum lainnya perlu terus belajar tidak hanya mengenai hak cipta saja, tetapi juga mengenai teknologi. Dengan adanya asosiasi yang mengurusi dengan industri rekaman, maka membantu pemerintah menangani masalah pelanggaran hak cipta. Berbagai upaya dilakukan ASIRI dalam memberantas kejahatan atas karya rekaman suara, misalnya dengan melaksanakan gerakan anti pembajakan. 3. Dimata dunia Internasional Indonesia dianggap sebagai negara yang belum dapat menghargai suatu karya bangsa lain asing dikarenakan mereka masih meragukan ke efektifan Undang-undang Hak Cipta Indonesia, dalam memberikan perlindungan Undang-Undang Hak Cipta Indonesia, dalam memberikan perlindungan lagu-lagu asing yang beredar di Indonesia Pengakuan Hak Cipta Luar Negeri asing untuk mengedarkan hasil ciptaannya ini di Indonesia kini diberikan perlindungan dengan diadakannya kesepakatan bilateral yang dituangkan dalam penukaran surat khusus yaitu exchange of letters. Indonesia mengenai perlindungan hak cipta. Hal ini membuka peluang bagi pembajakan lagu-lagu asing. Karena pada pasal 48C bagian 2 dikatakan untuk mendapatkan perlindungan di Indonesia merupakan Universitas Sumatera Utara peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai hak cipta. Hal ini membuat tindakan perlindungan terhadap karya asing saat ini dirasakan sebagai desakan dari dunia intenasional, karena terlihat dari perlindungan terhadap kaset-kaset luar negeri disebabkan adanya “tekanan” dari luar negeri. Pemerintah lebih memilih mengadakan perjanjian bilateral dengan negara lain mengenai perlindungan hak cipta. Sehingga bila melakukan perjanjian dengan negara yang lebih “kuat”, posisi Indonesia seakan-akan dalam posisi yang tertekan, karena takut dengan ancaman yang diberikan.

B. Saran