memberdayaakan masyarakat. Biasanya mereka-mereka ini dirangkul sedikit demi sedikit untuk memahami wisata itu sendiri.
Ini merupakan suatu polemik di pulau’ Saat ini, dengan adanya kegiatan ekowisata masyarakat pulau pun sedang
berusaha giat untuk memasarkan hasil produk olahan khas pulau kepada wisatawan dengan harapan bahwa dari kegiatan ini dapat membuat mata rantai
yang memberikan prospek menguntungkan bagi pemasaran produk khas pulau. Dikemukakan oleh ketua Elang Ekowisata.
’Masing-masing dari pihak Taman Nasional, pemerintahan kabupaten, Dinas Pariwisata, masih belum bisa menciptakan produk yang mem-
booming untuk pariwisata pulau ini atau pun produk yang nantinya dapat membantu untuk kebutuhan masyarakat. Masyarakat disini
memang ditangkap aspirasinya tetapi hanya sebatas dibentuk menjadi proposal, harapannya ini mungkin akan menajdi satu keuntungan
masyarakat nantinya. Tapi sampai saat ini pihak-pihak tersebut belum memberikan alternatif pekerjaaan yang baik bagi masyarakat dan
ekowisata belum menimbulkan pemberdayaan ekonomi masyarakat secara keseluruhan’.
Respon dari wisatawan yang datang ke Pulau Pramuka dari tahun ke tahun semakin meningkat, ini menunjukan bahwa pramuka sudah layak untuk
diperhitungkan menjadi salah satu tempat pariwisata. Melalui berbagai kegiatan dalam ekowisata bahari yang ditawarkan masyarakat pulau ini ternyata
menjadikan Pulau Pramuka menjadi pulau wisata yang murah tetapi berkualitas dan tidak murahan.
8.2 Manfaat Ekologi
Masyarakat di Pulau Pramuka yang menjadi lokasi penelitian, pada umumnya berpandangan bahwa kegiatan ekowisata yang diselenggarakan di
Pulau Pramuka ini memberikan dampak baik positif maupun negatif bagi
kehidupan masyarakat pulau. Mereka juga berpandangan menjaga keselarasan dalam melestarikan alam dengan kegiatan wisata merupakan hal yang penting.
Artinya, pemanfaatan potensi alam yang ada di pulau dan sekitarnya oleh masyarakat harus dilakukan secara bijaksana.
Berkenaan dengan kegiatan pengembangan ekowisata, pada umumnya masyarakat Pulau Pramuka tidak merasa keberatan. Bahkan ada sebagian besar
responden mengemukakan dengan adanya ekowisata mereka dapat menikmati keindahan karang yang mulai membaik dari tahun ke tahun. Dari aspek sosial
ekonomi dan budaya, masyarakat Kepulauan Seribu masih tergantung dari laut sebagai nelayan tangkap yang berpotensi merusak terumbu karang Pada mulanya,
sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya laut khususnya ikan banyak menggunakan cara yang berbahaya dan bersifat destruktif sehingga
membawa dampak negatif bagi karang-karang disekitar Pulau Pramuka. Dahulu nelayan menggunakan bom, potas dan muroami jaring untuk
menangkap ikan yang merusak terumbu karang. Tentu saja cara ini sangat merusak lingkungan dan terumbu karang. Hal ini mereka lakukan agar cepat
mendapatkan hasil dengan jumlah ikan yang banyak namun semakin lama, karena menggunakan bahan kimia beracun, penjualan ikan-ikan tangkapan para nelayan
ini pun juga ikut menurun yang disebabkan oleh buruknya kualitas dari ikan tangkapan sehingga konsumen pun enggan untuk membeli kembali.
Pihak Taman Nasional pun berusaha untuk memberikan penyuluhan akan bahaya menggunakan bahan-bahan beracun ini. Mereka memberikan pendidikan
dan pengetahuan kepada nelayan tentang cara dan legalitas dalam menangkap ikan di kawasan ini yang merupakan kawasan Taman Nasional. Program
pemberdayaan masyarakat melalui program rehabilitasi karang telah di mulai sejak Tahun 2003 dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat. Secara
ekologi program ini mampu mendukung penyelamatan terumbu karang, dengan menurunnya pencurian dan pengeboman terumbu karang sehingga tutupan karang
menjadi naik karena nelayan berkewajiban untuk melakukan restoking karang ke alam.
Upaya lain yang cukup efektif untuk merehabilitasi terumbu karang adalah dengan adanya budidaya transplantasi karang hias yang dikelola oleh masyarakat
dan bekerjasama dengan pihak Taman Nasional dan kelompok masyarakat lainnya termasuk kelompok ekowisata. Kegiatan rehabilitasi ini ternyata memberikan
beragam pilihan alternatif pekerjaan untuk menambah pendapatan masyarakat, karena disadari atau tidak, perubahan cara menangkap ikan ini cukup memakan
waktu yang lama dan membutuhkan banyak kesabaran dan kerjasama dari berbagai pihak serta yang paling dirasakan adalah berkurangnya pendapatan yang
didapatkan nelayan. Tetapi tidak banyak dari para nelayan ini yang terjun dalam bidang ekowisata. Sebagian besar memilih untuk bergabung dalam kelompok
konservasi atau tetap bekerja sebagai nelayan tangkap. Beberapa kegiatan rehabilitasi selain rehabilitasi karang juga
diselenggarakan di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kegiatan yang diselenggarakan diantaranya adalah penanaman pohon Butun, pelepasan Penyu
Sisik , dan penanaman mangrove. Taman Nasional Kepulauan Seribu mengadakan program Adopsi Pohon Butun yang dijadikan sebagai salah satu atraksi wisata
pendidikan konservasi bahari. Program Adopsi Pohon Butun ini dimaksudkan untuk melibatkan pengunjungtamu dalam upaya pelestarian jenis butun di
Kepulauan Seribu. Pelestarian Penyu Sisik secara semi alami telah dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu BTNKpS sejak 1997 di Pulau
Pramuka. Selain di Pulau Pramuka, pelestarian Penyu Sisik secara semi alami dilakukan di Resort Pulau Sepa dalam bentuk kerjasama kemitraan yang
sepenuhnya diawasi oleh BTNKpS. Kegiatan penanaman mangrove dalam rangka Rehabilitasi ekosistem
mangrove di Taman Nasional Kepulauan Seribu dalam skala besar dimulai sejak tahun 2005 melalui Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis Gerhan.
Metode penanaman mangrove yang direkomendasikan di Kepulauan Seribu adalah metode rumpun berjarak. Penggunaan metode ini dilatarbelakangi kondisi
alam Kepulauan Seribu yang berupa pulau-pulau kecil yang sebagian besar tanahnya mengandung pasir dan sekit lumpur sehingga kurang mendukung untuk
media tumbuh mangrove. Seiring dengan berkembangnya ekowisata, salah satu objek wisata yang
dikembangkan dan diminati oleh wisatawan adalah transpalantasi karang. Sehingga peningkatan permintaan akan transplantasi karang dan pendapatan
petani karang pun ikut meningkat. Peningkatan kualitas karang hias, dapat dilihat data potensi terumbu karang diseksi wilayah III Pulau Pramuka dan data
rekapitulasi monitoring kebun induk budidaya karang hias di Kepulauan Seribu pada tahun 2005 dapat dilihat pada lampiran 2. Terlihat disana pada tahun 1995
kondisi terumbu karang di wilayah Pulau Pramuka berada dalam kondisi buruk. Tetapi seiring dengan adanya penyuluhan dan adanya perkembangan ekowisata
maka kualitas karang semakin membaik. Berbagai kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh Taman Nasional bersama dengan masyarakat pada dasarnya
bertujuan untuk mewujudkan konservasi mandiri di wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu dan meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam
kegiatan konservasi bahari.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN