Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

28 28 No Nama Judul Metode yang digunakan Hasil penelitian paperboard pada tahap perluasan ekspor. Dari analisis CMS, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor pulp dan kertas Indonesia adalah pertumbuhan pasar dunia, daya saing, dan komposisi produk. Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukannya penelitian menggunakan alat analisis lain untuk mendapatkan tambahan perbandingan informasi bagi peningkatan daya saing. 6. Mihaela Herciu Measuring International Competitiveness of Romania by Using Porter’s Diamond and Revealed Comparative Advantage Metode yang digunakan adalah Porter’s Diamond dan Revealed comparative Advantage RCA. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Romania lebih banyak memiliki kerugian kompetitif daripada keunggulan kompetitifnya, meskipun apabila dibandingkan dengan Uni Eropa Romania memiliki nilai RCA yang lebih tinggi. 7. Xiao Han, Yali Wen, Shashi Kant The Global Competitveness of The Chinese Wooden Furniture Industry Metode yang digunakan adalah market share. Dan Revealed Comparative Advantage RCA. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa China telah mengalami transisi dari kelemahan komparatif menjadi keunggulan komparatif yang tinggi. China telah mempertahankan posisi yang kuat dalam industri padat karya ini. Akan tetapi produk furniture China masih kalah kualitasnya dengan produk furniture yang berasal dari Italia dan Jerman. Saran dari penelitian ini adalah pemerintah China, asosiasi industri dan perusahaan perlu cepat mengambil langkah 29 29 No Nama Judul Metode yang digunakan Hasil penelitian inovatif dan terkoordinasi untuk mempromosikan produk China tersebut. 8. Hanna Karikallio, Petri Maki- Franti, Niko Suhonen Competition in The Global Pulp and Paper Industries – An Evaluation Based on Three Approaches Metode yang digunkan adalah OLS dan 2SLS. Hasil dari penelitian ini adalah pangsa pasar dari perusahaan pulp dan kertas terbesar dunia menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Permintaan ekspor kertas ternyata sesuai dengan elastisitas harga, hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan dalam harga ekspor akan menurunkan nilai ekspor. Permintaan ekspor pulp tampaknya tidak lebih elastis dari kertas. Kertas menunjukkan bahwa LOP dalam pasar pulp dan kertas global tidak dapat ditolak oleh metode ekonometrika standar. Dengan demikian, harga ditentukan secara global artinya, pasar pulp dan kertas kompetitif. 9. Ragimun Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia Metode yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage RCA, Indeks Konsentrasi Pasar IKP, Indeks Spesialisasi Perdagangan ISP. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2002 sampai 2011 daya saing kakao Indonesia masih cukup bagus, terbukti rata-rata RCA diatas 4. Demikian juga dari hasil ISP rata-rata mendekat 1 yang berarti spesialisasi Indonesia merupakan negara pengekspor. Sedangkan IKP diperoleh rata-rata kurang dari 0.35 yang berarti kerentanan terhadap negara tujuan ekspor kakao relatif kecil. Saran dari penelitian ini adalah untuk mendorong nilai tambah kakao diperlukan kebijakan fiskal berupa penerapan bea keluar berjenjang, subsidi ke petani, perbaikan infrastruktur serta riset dan pengembangan kakao nasional.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar individu, individu dengan pemerintah, atau antar pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain Mankiw 2006. Perdagangan internasional merupakan suatu “mesin pertumbuhan” bagi negara-negara yang terlibat didalamnya, terutama bagi negara-negara berkembang. Dengan melakukan kegiatan ekspor secara intensif, maka suatu negara akan mengalami kemajuan pesat dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, oleh karena mendapatkan keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara Salvatore 1997. Krugman dan Obsfeld 2003 dalam Ramadhan 2011 menjelaskan bahwa negara-negara melakukan perdagangan internasional karena dua alasan utama; masing-masing alasan menyumbangkan keuntungan perdagangan gains form trade bagi mereka. Pertama, bangsa-bangsa berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. Bangsa-bangsa, sebagaimana individu- individu, dapat memperoleh keuntungan dari perbedaan-perbedaan mereka melalui suatu pengaturan di mana setiap pihak melakukan sesuatu dengan 30egative lebih baik. Kedua, negara-negara berdagang satu sama lain dengan tujuan mencapai skala ekonomis economies of scale dalam produksi. Menurut Kartikasari 2008, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi suatu negara dalam melakukan perdagangan internasional. Selain untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa dalam negeri, juga karena adanya perbedaan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumberdaya ekonomi. Dengan melakukan perdagangan internasional maka akan terjadi transfer teknologi modern yang memungkinkan untuk suatu negara mempelajari suatu teknik produksi yang lebih efisien. Di era globalisasi seperti saat ini, setiap negara tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan negara lain. Hal itu dikarenakan semakin meningkatnya jumlah populasi penduduk suatu negara yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan dan berkembangnya selera masyarakat 31 yang beragam. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam negeri, maka suatu negara akan memperolehnya dari negara lain, dengan demikian maka suatu negara akan bergantung pada negara lain unutk memenuhi kebutuhan pendudukya. Perdagangan internasional tidak hanya melibatkan sebuah proses transfer berbagai macam sumberdaya dan komoditas antar negara-negara di dunia. Bersama dengan perekonomian dan masyarakat yang menjadi lebih terbuka, terdapat interaksi dan hubungan komersial antar negara. Hal ini akan lebih terhubung dengan kebijakan perdagangan suatu negara, apakah itu akan menjadi kebijakan keluar, kebijakan kedalam, atau bahkan keduanya sehingga akan membingungkan bagi berbagai pihak. Apabila kebijakan keluar itu akan fokus pada promosi ekspor dan liberaliasi perdagangan, maka disisi lain kebijakan kedalam akan fokus pada proteksi Paskah 2009. Perdagangan antar negara terjadi karena adanya perbedaan penawaran dan permintaan pada masing-masing negara. Gambar 6 menunjukkan perdagangan yang dilakukan dua negara, yaitu negara A dan negara B. Gambar 6 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan, ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Kurva Dx dan Sx dalam panel A dan C pada Gambar 6, masing-masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk komoditi X di negara A dan negara B. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditi X PxPy, atau jumlah komoditi Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditi X. Sedangkan sumbu horizontalnya mengukur kuantitas komoditi X. Mekanisme perdagangan internasional untuk komoditi X akan mencapai kondisi keseimbangan equilibrium pada tingkat harga relatif P2. Pada tingkat harga relatif P2 kuantitas ekspor komoditi X oleh Negara A bernilai sama dengan kuantitas impor oleh Negara B. Pada gambar 6 mulanya terjadi perbedaan harga komoditi X antara Negara 1 dan Negara 2, dimana masing-masing mempunyai keseimbangan di titik A untuk negara 1 dan di titik A’ untuk Negara 2. Titik keseimbangan A berada pada tingkat harga P1, sedangkan titik keseimbangan A’ berada pada tingkat harga P3. 32 Perbedaan inilah yang mendorong terjadinya perdagangan antara Negara A dan B, yaitu dengan terciptanya ekspor dan impor. Sumber : Salvatore 1997. Gambar 6. Kurva Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional Panel A pada gambar 6 memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, Negara A akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1. Sedangkan Negara 2 akan berproduksi dan mengkonsumsi komoditi X di titik A’ berdasarkan harga relatif P3. Panel A menunjukkan apabila PxPy lebih besar dari P1, maka Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X excess supply sehingga kurva penawaran ekspor komoditi X akan mengalami peningkatan seperti pada Panel B. Kelebihan produksi tersebut selanjutnya akan diekspor Panel A ke Negara 2. Di lain pihak, apabila harga yang berlaku PxPy di Negara 2 lebih rendah dari P3, maka Negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan excess demand komoditii X sehingga lebih tinggi daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong Negara B untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi X itu dari Negara 1 panel C, atau D mengalami kenaikkan panel B. Panel B menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P2 kuantitas impor komoditi X yang diminta Negara 2 sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan Negara 1. Dengan demikian P2 merupakan harga relatif PxPy ekuilibrium 33 setelah berlangsungnya perdagangan antara kedua negara tersebut. Apabila PxPy lebih besar dari P2, maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya PxPy, sehingga pada akhirnya harga tersebut akan bergerak mendekati atau sama dengan P2. Sebaliknya, apabila harga relatif PxPy lebih kecil dari P2, maka akan terjadi kelebihan permintaan impor komoditi X yang akan menaikkan PxPy sehingga bergerak mendekati atau sama dengan harga relatif P2.

3.1.2 Teori Perdagangan Internasional

Pandangan mengenai ilmu ekonomi muncul pada abad ketujuh belas dan delapan belas dan memunculkan filosifi ekonomi yang disebut dengan merkantilisme. Penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkan selanjutnya dibentuk dalam logam-logam mulia, terutama emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki suatu negara, maka negara tersebut semakin kuat dan kaya. Dengan demikian, pemerintah harus berusaha mendorong ekspor dan membatasi impor terutama impor barang mewah. Sebuah negara merkantilis hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain. Hal tersebut disebabkan karena setiap negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor emas dan perak adalah tetap pada masa tertentu Salvatore 1997.

3.1.2.1 Keunggulan Absolut

Ekonom klasik Adam Smith mengemukakan teori mengenai perdagangan diantara dua negara yang lebih dikenal dengan teori keunggulan absolut absolute advantage . Asumsi dari teori ini adalah perdagangan internasional hanya dapat terjadi pada negara yang memiliki keunggulan absolut. Apabila sebuah negara lebih efisien atau memiliki keunggulan absolut dibandingkan negara lainnya dalam memproduksi suatu komoditas, namun kurang efisien dibandingkan memiliki kerugian absolut terhadap negara lain dalam memproduksi komoditas lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi komoditas unggulan dan menukarnya 34 dengan komoditas lain yang tidak memiliki keunggulan absolut dalam suatu mekanisme perdagangan internasional Salvatore 1997. Teori keunggulan abslout ini berbeda dari kaum merkantilis. Adam Smith percaya bahwa semua negara dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dan dengan tegas menyarankan untuk menjalankan kebijakan yang dinamakan laissez-faire yaitu, suatu kebijakan yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah terhadap perekonomian. Melalui perdagangan, sumber daya dunia dapat didayagunakan secara efisien dan dapat memaksimalkan kesejahteraan dunia.

3.1.2.2 Keunggulan Komparatif

Pada tahun 1817 David Richardo menerbitkan buku yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation, yang berisi penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding atau memiliki kerugian absolut terhadap negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil komoditi dengan keunggulan komparatif dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar memiliki kerugian komparatif Salvatore 1997. Richardo menunjukkan bahwa manfaat yang diperoleh dari perdagangan masih akan diterima oleh kedua belah pihak, bahkan apabila negara tertentu tidak memiliki keunggulan apapun. Selama rasio harga antar negara berbeda jika tidak ada perdagangan, setiap negara akan memiliki keunggulan komparatif, yaitu kemampuan untuk menemukan barang-barang yang dapat diproduksi pada tingkat biaya ketidakunggulan yang lebih rendah dimulai dari awal dibukanya perdagangan daripada barang lainnya. Barang-barang inilah yang seharusnya diekspor untuk kemudian ditukar dengan barang lainnya. Richardo mengungkapkan hukum keunggulan komparatif, yaitu bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif dalam sesuatu dan memperoleh manfaat dengan memperdagangkannya untuk ditukar dengan barang yang lain Lindert 1993. 35 Richardo mendasarkan hukum keunggulan komparatifnya pada sejumlah asumsi yang disederhanakan. Asumsi tersebut meliputi beberapa hal berikut ; pertama, hanya terdapat dua negara dengan dua komoditas; kedua, perdagangan bersifat bebas; ketiga, mobilitas tenaga kerja sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antar dua negara tersebut; keempat, biaya produksi konstan; kelima, tidak ada biaya transportasi; keenam, teknologi konstan; ketujuh, menggunakan teori nilai tenaga kerja Salvatore 1997.

3.1.2.3 Teori Heckscher-Ohlin H-O

Teori perdagangan internasional selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher-Ohlin H-O pada tahun 1933. Dikatakan dalam teori H-O tentang pola perdagangan menyatakan bahwa, komoditi-komoditi yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi yang melimpah dan faktor produksi yang langka dieskpor untuk ditukar dengan barang yang membutuhkan faktor produksi dalam proporsi yang sebaliknya. Jadi, secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah diekspor dan faktor produksi yang langka diimpor Lindert 1993. Teori H-O kemudian dikembangkan lagi secara matematis oleh Paul Samuelson. Ohlin mendasarkan teori H-O-nya pada pengamatan dan intuisi. Sementara itu, Samuelson menggunakan pendekatan matematis, menambahkan asumsi yang sempit sehingga memungkinkan pembuktian yang jelas mengenai teori tersebut. Samuelson berasumsi bahwa : pertama, hanya ada dua negara, dua barang, dan dua faktor produksi; kedua, persediaan faktor produksi di masing- masing negara tetap dan bergerak bebas antar sektor, tetapi tidak dapat bergerak bebas ke negara lain; ketiga, kedua negara adlah sama kecuali dalam faktor yang dimilikinya; keempat, kedua negara memiliki teknologi dengan penghasilan tetap constant return technology yang sama Lindert 1993.

3.1.3 Teori Revealed Comparative Advantage

Basri dan Munandar 2010 dalam bukunya memaparkan bahwa metode pengukuran Revealed Comparative Advantage RCA pertama kali diperkenalkan oleh Bella Balassa. Pada mulanya ia mengajukan postulasi tentang perdagangan internasional yang didasarkan pada nisbah atau rasio ekspor impor. Metode inilah yang menjadi cikal bakal perumusan RCA. Akan tetapi, metode yang didasarkan 36 kepada nisbah ekspor impor dianggap memiliki kelemahan mendasar. Pertama, campur tangan pemerintah dan berbagai macam distorsi pasar cenderung akan membuat nisbah ekspor impor menjadi bias untuk mengukur tingkat keunggulan komparatif suatu komoditas. Kedua, pengukuran keunggulan komparatif dengan nisbah ekspor impor memang bisa menggambarkan pola perdagangan yang ada, namun ia tidak mampu mencerminkan apakah pola tersebut merupakan yang optimal. Bertolak dari dua kelemahan tersebut Bela Balassa memodifikasi perumusannya dengan menggunakan relative export share. Alasan utama menggunakan pangsa ekspor relatif adalah mengingat bahwa data impor cenderung lebih biar karena pemerintah kerap memberlakukan berbagai peraturan untuk menekan impor. Ini tidak berarti bahwa data ekspor bersih dari distorsi, namun dianggap bahwa data ekspor lebih bersih dari berbagai distorsi. RCA diukur berdasarkan konsep bahwa kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia. RCA dirumuskan sebagai berikut : RCA = Dimana : - : Nilai ekspor komoditi i Indonesia ke dunia - � : Nilai total ekspor Indonesia ke dunia - : Nilai ekspor komoditi i dunia - � : Nilai total ekspor dunia Nilai RCA yang lebih dari satu menunjukan bahwa pangsa komoditas i di dalam ekspor total negara j lebih besar dari pangsa rata-rata komoditas yang bersangkutan dalam ekspor semua negara dunia. Artinya, negara j lebih berspesialisasi di kelompok komoditas yang bersangkutan. Kebalikannya berlaku untuk nilai RCA yang lebih kecil dari satu. Sebagaimana metode-metode lainnya, pengukuran keunggulan komparatif dengan menggunakan RCA ini tidak lepas dari beberapa kelemahan. Yang paling mendasar ialah asumsi bahwa setiap negara mengekspor semua komoditas. Kedua,