Daya saing komoditi perkebunan Indonesia di negara importir utama dan dunia

(1)

OLEH

TEGUH NOBY WIJAYA H14070016

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

Teguh Noby Wijaya. Daya Saing Komoditi Perkebunan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia (Dibimbing oleh Muhammad Firdaus)

Sejak zaman penjajahan, hasil perkebunan Indonesia berupa rempah-rempah sudah diminati masyarakat dunia. Bahkan hingga sekarang perkebunan yang masuk kedalam sektor perkebunan merupakan salah satu penyumbang PDB terbesar didalam sektor tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu bukan hanya Indonesia yang menjadi produsen perkebunan dunia, belahan dunia lainnya juga memiliki kesempatan yang sama. Perkebunan Indonesia rata-rata dikelola oleh perkebunan rakyat, sehingga menghasilkan mutu yang kurang baik dan produktivitas yang rendah yaitu sebesar 3,17 persen, sehingga semakin sulit dikembangkan dipasar dunia yang semakin bebas. Sementara dari sisi produksi hanya komoditi kopi, kelapa sawit dan kakao yang memiliki volume produksi dan volume ekspor yang selalu meningkat. Daya saing dan kinerja komoditi perkebunan Indonesia ke negara importir utama seperti Australia, Belgia, China, Jepang, Malaysia, India, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Singapura serta Jerman dan dunia perlu diperhatikan agar dapat memberikan masukan kepada pembuat kebijakan untuk perkebunan yang lebih baik. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memetakan posisi daya saing Indonesia yaitu dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), selain itu juga digunakan metode Export Product Dynamic (EPD) untuk melihat posisi daya saing komoditi perkebunan Indonesia kedalam empat kuadran, yaitu : Rising Star, Lost Opportunity, Retreat dan Falling Star. Komoditi perkebunan yang diteliti, yaitu: cengkeh, kacang mete, kakao, karet, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala, teh dan tembakau.

Hasil penelitian menunjukkan kinerja ekspor, tingkat keunggulan komparatif dan posisi daya saing Indonesia tahun 2001, 2005 dan 2009 berbeda disetiap komoditi dan negara tujuan. Untuk kinerja ekspor rata-rata mengalami fluktuasi yang diakibatkan selain karena masalah mutu dan produktivitas yang lemah, strategi yang diterapkan Indonesia juga belum mampu secara maksimal untuk menjaga konsistensi dalam melakukan ekspor, sehingga masih terdapatnya komoditi perkebunan Indonesia yang berada pada posisi Lost Opportunity, sehingga keuntungan yang harusnya didapat menjadi hilang. Namun secara keseluruhan posisi dan tingkat daya saing Indonesia sudah baik. Nilai rata-rata RCA tertinggi dimiliki oleh komoditi kelapa sawit, sehingga bisa dikatakan komoditi tersebut memiliki tingkat daya saing yang paling tinggi, sedangkan untuk komoditi yang paling kompetitif dipasar Internasional dimiliki oleh komoditi kacang mete. Negara yang paling baik untuk menjadi pasar Indonesia akibat permintaan yang meningkat adalah Malaysia, selain itu juga ada pasar India, China, Jerman, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan dunia, sedangkan empat pasar lainnya yaitu Belanda, Belgia, Australia dan Inggris memiliki permintaan komoditi perkebunan yang menurun. Hal tersebut dapat diakibatkan pasar Uni Eropa sangat menolak adanya pengrusakkan lingkungan yang dilakukan untuk menambah luas areal. Komoditi Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif yang tinggi berada di Negara Jerman, karena rata-rata nilai RCA yang dimiliki komoditi perkebunan Indonesia di negara tersebut lebih tinggi dibandingkan ke negara lainnya. Negara pesaing Indonesia yang


(3)

adalah Singapura dan Malaysia.

Walaupun demikian Kebijakan pemerintah dalam membuka investasi asing yang berujung pada pembukaan lahan harus dibatasi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang didapat, walaupun dapat meningkatkan pemasukkan devisa, namun dengan adanya pembatasan di Uni Eropa secara non tarif dalam bentuk anti perusakkan lingkungan produk Indonesia menjadi terhambat untuk masuk pasar Belgia, Belanda dan Inggris, sehingga devisa yang harusnya diterima lebih besar akan berkurang. Masih terdapat komoditi Indonesia yang berada pada posisi Lost Opportunity pada pasar China, Jepang, Singapura, India, Amerika Serikat dan Jerman serta Dunia, sehingga perlu dilakukannya kebijakan promosi ekspor seperti yang dilakukan di Sao Paolo Brazil, yaitu dengan mendirikan Indonesian Trade Promotion Centre, dan ditambah dengan daya tarik berupa produk dengan identitas geografis dengan begitu komoditi kita akan menarik dan dikenal sehingga memiliki merk tersendiri yang diminati untuk dikonsumsi yang bertujuan untuk memperkenalkan produk yang memiliki permintaan menurun sehingga akan menghasilkan devisa dan juga akan meningkatkan daya saing produk. Strategi yang dapat dilakukan selain promosi adalah menjalin hubungan bilateral yang lebih kuat dengan negara lain, sehingga Indonesia dapat membuka akses untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan baik mengenai kebutuhan impor negara tersebut maupun informasi strategi kebijakan ekonomi yang dilakukan negara pesaing. Karena dengan begitu kemampuan dalam menyediakan komoditi perkebunan dipasar yang permintaannya meningkat akan terjamin sehingga pemasukkan devisa bagi negara juga akan terjamin. Kebijakan dalam negeri yang baik dilakukan adalah Gerakan Nasional setiap komodti perkebunan Indonesia, bukan hanya komoditi kakao dan kopi saja, karena dengan adanya gerakan tersebut akan adanya tenaga pendamping yang disediakan pemerintah dari kalangan akademis sehingga dapat meningkatkan kemampuan petani perkebunan sehingga berimplikasi pula terhadap peningkatan produksi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani pula.


(4)

OLEH

TEGUH NOBY WIJAYA H14070016

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

Nama Mahasiswa : Teguh Noby Wijaya

NRP : H14070016

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

M. Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

Teguh Noby Wijaya H14070016


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Teguh Noby Wijaya lahir pada tanggal 10 September 1989 di Tembilahan yang merupakan salah satu ibu kota kabupaten di Provinsi Riau. Penulis anak ketiga dari empat bersaudara yang lahir dari buah cinta dari pasangan Tably Ibul dan Wiwik. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis memasuki Taman Kanak-kanak Pertiwi 1 Tembilahan pada tahun 1994, kemudian melanjutkan ke SDN 004 Tembilahan, setelah lulus penulis menamatkan sekolah lanjutan pada SLTPN 02 Tembilahan dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 2 Tembilahan yang kini berganti nama menjadi SMAN 1 Tembilahan Hulu dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis dinyatakan diterima pada perguruan tinggi yang secara geografis terletak di Bogor. Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan perguruan tinggi yang dipilih penulis untuk menimba ilmu dan mengembangkan pola pikir agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ilmu Ekonomi. Selain menimba ilmu dalam bidang akademik, penulis juga aktif dalam organisasi, seperti anggota BEM Muda kabinet FEM Bersatu, staff Departemen Budaya Olahraga dan Seni sekaligus menjadi ketua pelaksana SPORTAKULER tahun 2009 kabinet Sahabat Ksatria dan Kepala Bidang Budaya Olahraga dan Seni kabinet ORASI. Selain itu penulis juga memiliki beberapa prestasi olahraga selama di IPB antara lain Juara 1 TPB CUP 2008 dan OMI 2010 cabang futsal, Juara 2 SPORTAKULER tahun 2008 dan 2009 serta Juara 3 pada tahun 2010 cabang badminton


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul Skripsi ini adalah “Daya Saing Komoditi Perkebunan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia”. Kondisi geografis Indonesia yang berada di daerah tropis dan di tengah pelayaran internasional menyebabkan tanah yang subur dan sejak dahulu memiliki hasil tanaman perkebunan yang diminati negara lainnya sehingga menjadi alasan penjajah untuk menjajah Indonesia merupakan alasan penulis merasa penting untuk mengkaji penelitian dengan topik ini. Selain itu komoditi yang diangkat tidak hanya memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan konsumsi lokal tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan negara lainnya dengan melakukan ekspor.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan semua pihak yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Tably Ibul dan Ibunda Wiwik serta Juwita Dara Shinta, Nanda Miranty dan Rama Wiguna atas do’a dan motivasi yang diberikan, karena sesungguhnya dua hal tersebut akan semakin memberikan semangat bila disampaikan dari orang tua dan saudara-saudara penulis.

2. Bapak Muhammad Firdaus. selaku dosen pembimbing skripsi atas segala perhatian, kebaikan, bantuan, dan bimbingannya selama ini kepada penulis. 3. Bapak Dedi Budiman Hakim selaku dosen penguji utama dan Ibu Fifi Diana

Thamrin selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas segala masukan, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis.

4. Seluruh staf Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas bantuannya kepada penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi.


(9)

5. Teman satu bimbingan (Dinda, Michele dan Rena) dan Teman-teman IE 44 dan IE 45 yang telah memberikan semangat, masukkan dan bantuan dalam proses pembuatan skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Teguh Noby Wijaya H14070016


(10)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 9

1.4Manfaat Penelitian ... 9

1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

2.1Hasil Perkebunan Indonesia ... 12

2.2Perdagangan Internasional ... 18

2.2.1 Teori Perdagangan Internasional ... 22

2.2.2 Konsep Daya Saing ... 26

2.3WTO, AoA dan Perkebunan ... 26

2.4Penelitian Terdahulu ... 28

2.4.1 Penelitian Mengenai Daya Saing ... 28

2.4.2 Penelitian Mengenai Perkebunan ... 29

2.5 Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1Jenis dan Sumber Data ... 32

3.2Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 32

3.2.1 Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 32

3.2.2 Export Product Dynamics (EPD) ... 34

IV. GAMBARAN UMUM ... 37

4.1Perkebunan Dunia ... 37

4.2Perkebunan Indonesia ... 40


(11)

4.2.2 Luas, Volume dan Sentra Kacang Mete Indonesia ... 42

4.2.3 Luas, Volume dan Sentra Kakao Indonesia ... 44

4.2.4 Luas, Volume dan Sentra Karet Indonesia ... 45

4.2.5 Luas, Volume dan Sentra Kayu Manis Indonesia ... 46

4.2.6 Luas, Volume dan Sentra Kelapa Sawit Indonesia ... 48

4.2.7 Luas, Volume dan Sentra Kelapa Indonesia ... 50

4.2.8 Luas, Volume dan Sentra Kopi Indonesia... 51

4.2.9 Luas, Volume dan Sentra Lada Indonesia... 53

4.2.10 Luas, Volume dan Sentra Pala Indonesia... 54

4.2.11 Luas, Volume dan Sentra Teh Indonesia ... 56

4.2.12 Luas, Volume dan Sentra Tembakau Indonesia ... 57

4.3Perkembangan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia ... 59

4.3.1 Perkembangan Volume Ekspor Cengkeh ... 59

4.3.2 Perkembangan Volume Ekspor Kacang Mete... 60

4.3.3 Perkembangan Volume Ekspor Kakao ... 61

4.3.4 Perkembangan Volume Ekspor Karet ... 63

4.3.5 Perkembangan Volume Ekspor Kayu Manis ... 64

4.3.6 Perkembangan Volume Ekspor Kelapa Sawit... 65

4.3.7 Perkembangan Volume Ekspor Kelapa ... 67

4.3.8 Perkembangan Volume Ekspor Kopi ... 68

4.3.9 Perkembangan Volume Ekspor Lada ... 69

4.3.10 Perkembangan Volume Ekspor Pala... 71

4.3.11 Perkembangan Volume Ekspor Teh ... 72

4.3.12 Perkembangan Volume Ekspor Tembakau ... 73

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 76

5.1Hasil Estimasi RCA dan EPD ... 76

5.2Ringkasan Akhir Pembahasan ... 192

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 205

6.1Kesimpulan ... 205

6.2Saran ... 205

DAFTAR PUSTAKA ... 207


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. PDB Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah) ... 4

2. Volume Produksi dan Volume Ekspor Perkebnunan Indonesia ... 6

3. Spesifikasi Komoditi yang diteliti ... 11

4. Matriks Posisi Daya Saing... 34

5. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 78

6. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 78

7. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 79

8. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 79

9. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 80

10.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 81

11.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 81

12.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 82

13.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 82

14.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 83

15.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 83

16.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Australia ... 84

17.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Australia ... 85

18.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke China ... 87

19.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke China ... 88

20.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke China ... 88

21.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke China ... 89

22.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke China ... 90

23.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke China ... 90

24.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke China ... 91

25.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke China ... 91

26.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke China ... 92

27.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke China ... 93

28.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke China ... 93


(13)

30.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di China ... 95

31.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 98

32.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 99

33.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 99

34.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 100

35.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 100

36.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 101

37.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 101

38.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 102

39.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 102

40.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 103

41.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 103

42.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 104

43.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Malaysia ... 105

44.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 108

45.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 108

46.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 109

47.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 109

48.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 110

49.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 110

50.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 111

51.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 111

52.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 112

53.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 112

54.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 113

55.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 113

56.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Jepang ... 114

57.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 117

58.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 117

59.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 118

60.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 118


(14)

62.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 119

63.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 120

64.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 121

65.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 121

66.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 122

67.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 122

68.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 123

69.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belgia ... 124

70.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 127

71.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 127

72.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 128

73.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 128

74.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 129

75.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 129

76.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 130

77.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 130

78.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 131

79.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 132

80.Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 132

81.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 133

82.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belanda ... 134

83.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 136

84.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 137

85.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 137

86.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 138

87.Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 139

88.Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 139

89.Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 140

90.Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 141

91.Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 141

92.Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 142


(15)

94.Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Singapura ... 143

95.Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Singapura ... 144

96.Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke India ... 147

97.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke India ... 147

98.Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke India ... 148

99.Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke India ... 148

100. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke India ... 149

101. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke India ... 149

102. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke India ... 150

103. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke India ... 150

104. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke India ... 151

105. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke India ... 151

106. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke India ... 152

107. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke India ... 152

108. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di India ... 153

109. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 156

110. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 156

111. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 157

112. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 157

113. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 158

114. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 158

115. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 159

116. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 159

117. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 160

118. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 160

119. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 161

120. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 161

121. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Inggris ... 162

122. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 165

123. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 165

124. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 166


(16)

126. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 167

127. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 167

128. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 168

129. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 168

130. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 169

131. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 170

132. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 170

133. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ... 171

134. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Amerika Serikat ... 172

135. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 174

136. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 175

137. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 175

138. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 176

139. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 176

140. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 177

141. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 177

142. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 178

143. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 178

144. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 179

145. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 180

146. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 180

147. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Jerman ... 181

148. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 185

149. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 185

150. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 186

151. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 186

152. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 187

153. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 187

154. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 188

155. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 189

156. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 189


(17)

158. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 190 159. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 191 160. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Dunia ... 192 161. Rata-rata Nilai RCA Produk Perkebunan Indonesia ke Beberapa Negara

Importir Utama dan Dunia ... 201 162. Posisi Daya Saing Produk Perkebunan Indonesia ke Beberapa Negara


(18)

Nomor Halaman

1. Volume Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003– 2009. ... 2

2. Perkembangan Nilai Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003-2009 ... 2

3. Nilai Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2003 – 2009 ... 3

4. Peranan Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Nasional ... 20

5. Model Hiksher-Ohlin ... 25

6. Kerangka Pemikiran. ... 31

7. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis dalam EPD ... 35

8. Luas dan Produksi Cengkeh Indonesia Tahun 2001-2009 ... 41

9. Luas dan Produksi Kacang Mete Indonesia Tahun 2001-2009 ... 43

10.Luas dan Produksi Kakao Indonesia Tahun 2001-2009. ... 44

11.Luas dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2001-2009 ... 46

12.Luas dan Produksi Kayu Manis Indonesia Tahun 2001-2009 ... 47

13.Luas dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2001-2009 ... 49

14.Luas dan Produksi Kelapa Indonesia Tahun 2001-2009 ... 50

15.Luas dan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2001-2009 ... 52

16.Luas dan Produksi Lada Indonesia Tahun 2001-2009 ... 53

17.Luas dan Produksi Pala Indonesia Tahun 2001-2009 ... 55

18.Luas dan Produksi Teh Indonesia Tahun 2001-2009 ... 56

19.Luas dan Produksi Tembakau Indonesia Tahun 2001-2009 ... 57

20.Volume Ekspor Cengkeh Indonesia ke Negara Importir Utama... 60

21.Volume Ekspor Kacang Mete Indonesia ke Negara Importir Utama ... 61

22.Volume Ekspor Kakao Indonesia ke Negara Importir Utama ... 62

23.Volume Ekspor Karet Indonesia ke Negara Importir Utama ... 64

24.Volume Ekspor Kayu Manis Indonesia ke Negara Importir Utama ... 65

25.Volume Ekspor Kelapa Sawit Indonesia ke Negara Importir Utama ... 66

26.Volume Ekspor Kelapa Indonesia ke Negara Importir Utama ... 67

27.Volume Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Importir Utama ... 69

28.Volume Ekspor Lada Indonesia ke Negara Importir Utama ... 70


(19)

30.Volume Ekspor Teh Indonesia ke Negara Importir Utama ... 73

31.Volume Ekspor Tembakau Indonesia ke Negara Importir Utama ... 74

32.Neraca Perdagangan Perkebunan Australia 2001, 2005 dan 2009 ... 76

33.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Australia ... 77

34.Neraca Perdagangan Perkebunan China Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 86

35.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke China ... 87

36.Neraca Perdagangan Perkebunan Malaysia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 96

37.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Malaysia ... 97

38.Neraca Perdagangan Perkebunan Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 106

39.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Jepang... 107

40.Neraca Perdagangan Perkebunan Belgia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 115

41.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Belgia ... 116

42.Neraca Perdagangan Perkebunan Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 125

43.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Belanda ... 126

44.Neraca Perdagangan Perkebunan Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009………... ... 135

45.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Singapura... 136

46.Neraca Perdagangan Perkebunan India Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 145

47.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke India ... 146

48.Neraca Perdagangan Perkebunan Inggris Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 154

49.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Inggris ... 155

50.Neraca Perdagangan Perkebunan Amerika Serikat Tahun 2001, 2005 dan 2009 ………... ... 163

51.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Amerika Serikat ... 164

52.Neraca Perdagangan Perkebunan Jerman Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 173

53.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Jerman ... 174

54.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Dunia ... 182

55.Kuadran Nilai RCA dan Pertumbuhan Pangsa Ekspor ... 203


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Australia. .... 210

2. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke China ... 211

3. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Jepang ... 212

4. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ... 213

5. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Belgia ... 214

6. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Belanda ... 215

7. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Singapura .... 216

8. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke India ... 217

9. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Inggris ... 218

10.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat………. ... 219

11.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Jerman ... 220

12.Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Dunia ... 221

13.Produsen Komoditi Cengkeh Dunia. ... 222

14.Produsen Komoditi Kacang Mete Dunia... 222

15.Produsen Komoditi Kakao Dunia ... 223

16.Produsen Komoditi Karet Dunia. ... 223

17.Produsen Komoditi Kayu Manis Dunia ... 224

18.Produsen Komoditi Kelapa Sawit Dunia... 224

19.Produsen Komoditi Kelapa Dunia. ... 225

20.Produsen Komoditi Kopi Dunia ... 225

21.Produsen Komoditi Pala Dunia... 226

22.Produsen Komoditi Lada Dunia. ... 226

23.Produsen Komoditi Teh Dunia ... 227

24.Produsen Komoditi Tembakau Dunia ... 227


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan berada di sekitar garis khatulistiwa, sehingga memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BB - 141°45'BT. Negara ini juga berada di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia atau Oseania. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berada pada posisi strategis karena berada di tengah jalur pelayaran internasional. Dahulu Indonesia terkenal dengan rempah-rempahnya, yang merupakan salah satu dari kekayaan alam Indonesia dengan tanahnya yang subur.

Pada saat penjajahan Belanda rempah-rempah dianggap barang yang paling berharga dan sebagai salah satu alasan kedatangan penjajah ke Indonesia. Pada saat itu dikenal adanya tanam paksa (cultuurstelsel) dengan hasil berupa rempah-rempah seperti teh, kina, kopi, pala, bunga pala, cengkeh dan lain-lain yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu. Sejak saat itu pula Indonesia dikenal sebagai negara penghasil rempah-rempah dan hasil perkebunan berumur panjang yang berkualitas tinggi. Daerah yang menjadi sentra rempah-rempah Indonesia tersebar di kepulauan Maluku pada saat itu.

Pengalaman dan ilmu yang didapat dari nenek moyang Indonesia dahulu dalam hal berkebun masih dicontoh hingga sekarang, dan juga didukung dengan inovasi akibat kemajuan zaman. Karena hasil komoditi perkebunan Indonesia masih menjadi salah satu pilihan untuk konsumsi masyarakat dunia (Gambar 1).

Gambar 1 memperlihatkan bagaimana volume ekspor perkebunan Indonesia terus meningkat. Mulai dari tahun 2003 dengan volume 11.974.204 ton sampai tahun 2009 dengan volume 27.864.811 ton. Pertumbuhan rata-rata volume ekspor perkebunan sebesar 15,4 persen. Persentase pertumbuhan tertinggi pada tahun 2004 yaitu 29,9 persen, dan persentase pertumbuhan terendah pada tahun 2007 yaitu 3,4 persen.


(22)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Gambar 1. Perkembangan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003– 2009

Selain itu kondisi nilai ekspor kita juga terus meningkat, kecuali pada tahun 2009. Peningkatan terjadi mulai dari tahun 2003 hingga 2008, dengan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor sebesar 32,1 persen. Penurunan nilai ekspor pada tahun 2009 yaitu sebesar 21,1 persen dengan nilai US$ 21.581.669, yang pada tahun 2008 berada pada nilai US$ 27.369.363, mengakibatkan penurunan nilai pertumbuhan rata-rata komoditi perkebunan ini menjadi 23,2 persen. Pertumbuhan tertinggi nilai ekspor Indonesia terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 42,77 persen. Nilai ekspor yang memiliki pertumbuhan rata-rata positif tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Gambar 2. Perkembangan Nilai Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003-2009 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

V ol u m e E k sp or d a lam T on Tahun 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

N il ai E k sp or d al am 1000 U S $ Tahun


(23)

Keadaan volume ekspor yang terus meningkat dan nilai ekspor yang juga meningkat, kecuali nilai ekspor tahun 2009 merupakan gambaran bagaimana hasil perkebunan Indonesia masih diminati untuk dikonsumsi masyarakat dunia, sebagaimana yang terjadi pada masa penjajahan dahulu. Ekspor perkebunan Indonesia yang terus meningkat, juga dapat menggambarkan permintaan komoditas perkebunan dalam negeri sudah tertutupi sebagian. Dikatakan sebagian karena Indonesia masih membutuhkan impor komoditi perkebunan tersebut, tetapi nilai impor komoditi ini kecil sehingga membuat neraca perdagangan komoditi perkebunan memiliki nilai yang surplus. Nilai neraca perdagangan merupakan nilai ekspor dikurang nilai impor.

Nilai neraca perdagangan Indonesia terus meningkat dari tahun 2003 – 2008 namun pada tahun 2009 mengalami penurunan. Hal yang terjadi pada tahun 2009 tersebut adalah dimana nilai impor dan nilai ekspor komoditi perkebunan kita turun. Penurunan pertumbuhan sebesar 21,1 persen untuk nilai ekspor dan penurunan pertumbuhan sebesar 12,9 persen untuk nilai impor. Nilai pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia yang tertinggi terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 44 persen. Secara keseluruhan perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai neraca perdagangan dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Gambar 3. Nilai Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2003 – 2009 0

5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

N

il

ai

d

al

am

1000 U

S

$

Tahun

- Ekspor - Impor - Neraca


(24)

Dari segi ekonomi, volume dan nilai ekspor tersebut juga dapat mengindikasikan bahwa sektor perkebunan menjadi salah satu penyumbang PDB negara, yang dikalkulasikan di dalam sektor pertanian. Secara umum PDB sektor pertanian merupakan salah satu penyumbang PDB terbesar negara Indonesia. Sumbangan PDB sektor pertanian yang besar tersebut juga tidak lepas dari peran PDB perkebunan yang menjadi bagian dari sektor pertanian. Nilai PDB pertanian dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. PDB Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah) Tahun

Lapangan Usaha Pertanian

Kehutanan Perikanan Bahan Makanan Perkebunan Pertenakan

2001 137751,9 36758,6 34285 17594,5 36937,9

2002 153666 43956,4 41328,9 18875,7 41049,8

2003 157648,8 46753,8 37354,2 18414,6 45612,1

2004 165558,2 49630,9 40634,7 20290 53010,8

2005 181331,6 56433,7 44202,9 25561,8 59639,3 2006 214346,3 63401,4 51074,7 30065,7 74335,3

2007 265090,9 81664 61325,2 36154,1 97687,3

2008* 348795 105969,3 82676,4 40375,1 137249,5 2009* 418963,9 112522,1 104040 44952,1 177773,9 Rata-rata

Kontribusi PDB (%)

50,1 14,6 12,2 6,2 16,6

*): Angka sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik

PDB pertanian atas dasar harga berlaku (Tabel 1) dapat menggambarkan bagaimana sektor perkebunan yang termasuk kedalam sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar. Setiap tahun komoditi perkebunan juga memberikan sumbangan PDB yang meningkat. Kontribusi PDB perkebunan terhadap PDB pertanian total pada tahun 2001 adalah sebesar 13,9 persen, dan pada tahun 2009 sebesar 13,1 persen. Rata-rata kontribusi PDB perkebunan adalah sebesar 14,6 persen.


(25)

Sumbangan PDB perkebunan berada dibawah tanaman bahan makanan dengan kontribusi rata-rata 50,1 persen. Keadaan ini wajar mengingat bahwa manusia sangat membutuhkan asupan makanan bagi kelangsungan hidupnya, sehingga mengakibatkan PDB perkebunan berada dibawah PDB tanaman bahan makanan. Selain itu perkebunan juga berada dibawah sektor perikanan. Hal ini juga wajar mengingat negara kita adalah negara yang memiliki laut yang sangat luas yaitu hampir dua pertiganya, sehingga hasil yang diberikan sektor perikanan sebanding dengan sumbangan PDB yang diberikan. Namun pada tahun 2002 dan 2003 sektor perkebunan dapat memberikan PDB yang melebihi sektor perikanan. Kontribusi PDB untuk pertanian sebesar 14,7 persen untuk perkebunan dan PDB sebesar 13,7 persen untuk perikanan pada tahun 2002. Pada tahun 2003 sumbangan PDB yang diberikan kedua sektor ini juga bersaing yaitu 15,2 persen untuk perkebunan dan sebesar 14,9 persen untuk perikanan. Tahun 2003 juga merupakan pertumbuhan PDB terbesar perkebunan pada sektor pertanian. Tahun 2004 hingga tahun 2009 PDB perkebunan selalu di bawah PDB tanaman bahan makanan dan perikanan, namun bukan tidak mungkin kejadian tahun 2002 dan 2003 kembali terjadi, karena sektor perkebunan terus berkembang.

1.2Perumusan Masalah

Perkebunan Indonesia yang menjadi salah satu penyumbang PDB disektor pertanian, merupakan sektor yang sangat perlu dikembangkan dan terus ditingkatkan kontribusinya untuk negara. Posisi dan letak geografis Indonesia merupakan sebuah keunggulan dari negara-negara lain dalam pengembangan sektor perkebunan. Selain kedua faktor tersebut, luas lahan juga menjadi sesuatu yang dapat memberikan keunggulan lain untuk negara kita. Produkivitas erat kaitannya dengan luas lahan yang ada, dimana produktivitas merupakan jumlah produksi dibagi luas lahan. Tabel 2 akan memperlihatkan bagaimana produktivitas beberapa komoditi perkebunan Indonesia.

Sementara volume produksi dan volume ekspor komoditi perkebunan Indonesia yang terlihat pada Tabel 2, menunjukan volume yang tidak sejalan antara


(26)

volume produksi dengan volume ekspor. Masih terdapat peningkatan atau penurunan produksi dalam negeri disatu pihak, dan penurunan atau peningkatan volume ekspor di pihak lain begitu juga sebaliknya. Komoditi yang konsisten dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki volume produksi dan ekspor yang meningkat adalah kakao, kelapa sawit dan kopi, sedangkan komoditi lainnya tidak konsisten. Cengkeh, kacang mete, karet dan kayu manis adalah empat komoditi yang selalu memiliki volume produksi yang meningkat, namun volume ekspor komoditi tersebut masih berfluktuasi. Komoditi karet mengalami penurunan volume ekspor pada tahun 2005 sedangkan tiga komoditi lainnya mengalami penurunan volume ekspor pada tahun 2009. Tabel 2 juga memperlihatkan komoditi kelapa, pala, lada, tembakau dan teh yang tidak konsisten memiliki volume produksi yang meningkat, bahkan komoditi terakhir yang disebutkan memiliki volume produksi yang menurun sehingga mengakibatkan volume ekspornyapun berfluktuasi.

Tabel 2. Volume Produksi dan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia (dalam Ton) Komoditi Volume Produksi Volume Ekspor

2001 2005 2009 2001 2005 2009

Cengkeh 72.685 78.350 82.032 6.323,790 7.682,658 5.142,028

Kacang mete 91.586 135.070 147.403 39.546,013 65.958,508 60.627,785

Kakao 536.804 748.828 820.496 302.670,029 367.425,784 439.305,321

Karet 1.607.461 2.270.891 2.440.347 10.374,888 4.013,593 9.147,316

Kayu Manis 40.635 100.775 102.627 28.899,467 35.356,152 22.802,090

Kelapa

Sawit 8.396.472 11.861.615 19.324.294 1.849.142,144 4.565.624,657 9.566.746,050

Kelapa 3.163.018 3.096.844 3.257.702 34.819,819 51.455,573 46.705,627

Kopi 569.234 640.365 685.170 248.924,714 442.686,908 510.030,400

Pala 21.616 8.198 11.647 6.706,322 7.839,560 9.264,087

Lada 82.078 78.328 82.834 53.594,123 34.136,907 50.279,014

Teh 166.867 166.091 156.901 1.557,636 8.504,264 7.386,309

Tembakau 199.103 153.470 176.186 35.377,733 28.499,008 28.578,652

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan dan UNcomtrade

Beberapa komoditi perkebunan dapat disimpulkan memiliki produktivitas yang rata-rata berfluktuasi dan pertumbuhan produktivitas yang rendah. Rata-rata pertumbuhan produktivitas komoditi perkebunan (Lampiran 25) adalah 3,1 persen. Rata-rata pertumbuhan produktivitas yang tertinggi adalah kayu manis dengan 15,2


(27)

persen dan itupun mengalami penurunan sebesar 0,07 persen pada angka sementara ditahun 2009. Nilai rata-rata pertumbuhan terendah bahkan negatif dan sekaligus memiliki produktivitas yang fluktuatif yaitu pala, kakao dan lada. Komoditi yang disebutkan pertama memiliki pertumbuhan produktivitas rata-rata yang negatif, yaitu sebesar 9.8 persen. Negatifnya rata-rata pertumbuhan produktivitas pala terjadi akibat penurunan produktivitas yang drastis terjadi pada tahun 2004 sebesar 57,2 persen dan pada tahun 2005 turun sebesar 14,8 persen. Untuk kakao dan lada masing-masing memiliki pertumbuhan rata-rata yang negatif sebesar 4,1 persen dan 1,5 persen.

Keadaan yang berfluktuasi dan rendahnya produktivitas perkebunan tersebut dan tidak stabilnya volume produksi serta volume ekspor, Indonesia harus dapat mengembangkan komoditi perkebunan didalam negeri maupun luar negeri melalui perdagangan internasional. Neraca perdagangan (Gambar 3) yang surplus harus tetap dipertahankan agar dapat menambah pemasukan negara. Artinya Indonesia harus meningkatkan produktivitas agar impor berkurang dan ekspor terus meningkat. Peningkatan produktivitas yang dilakukan bisa dengan cara peningkatan teknologi perkebunan agar memberikan produksi yang tinggi dari pada areal perkebunan yang sama tanpa teknologi.

Meningkatkan nilai ekspor tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Melakukan perdagangan internasional saja sudah menuntut Indonesia untuk bersaing dengan negara lain, apalagi ditambah dengan era globalisasi. Batas antar negara semakin tidak kelihatan. Semakin banyak perjanjian-perjanian dan kerjasama mengenai perdangangan, baik yang bilateral maupun multilateral yang mengatur tentang perdagangan internasional. Tujuan dari kerjasama tersebut tidak lain adalah untuk menurunkan hambatan-hambatan perdagangan. Dengan adanya liberalisasi perdagangan internasional tersebut, sektor perkebunan kita harus terus ditingkatkan daya saingnya agar terus bisa bertahan dari persaingan yang ada.

Pada sisi pasar (permintaan), salah satu masalah serius bagi peningkatan ekspor sektor nonmigas Indonesia adalah akibat pemberlakuan standarisasi Internaional seperti ISO atau ecolabelling yang berhubungan dengan lingkungan. Komoditi dari Indonesia akan semakin sulit menembus pasar luar negeri, khususnya


(28)

di negara industri maju. Kepedulian masyarakat dan pemerintah di negara-negara maju tersebut terhadap environtment protection sangat tinggi. Kepedulian ini muncul jika terbukti material-material yang terkadung didalam komoditi tersebut tidak ramah lingkungan. Banyak yang beranggapan bahwa ISO merupakan suatu proteksi baru dalam era perdagangan bebas yang masuk dalam kategori non-tariff barrier. Jenis proteksi non-tarif ini akan lebih mempersulit masuknya barang-barang dari satu negara kenegara lain dibandingkan dengan era proteksi dengan tarif. Negara Uni Eropa bahkan sangat melarang adanya perusakan lingkungan, yang mereka anggap dalam melakukan revitalisasi lahan yang diterapkan pemerintah menjadi tanaman perkebunan khususnya sawit sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim, sehingga CPO masih sulit untuk memasuki pasar Eropa.

Permasalahan lain yang dihadapi Indonesia ataupun negara berkembang lainnya yang memiliki keunggulan komparatif dalam sumber daya manusia adalah belum mampu melepaskan diri dari masalah struktural dalam produksi dan konsumsi seperti kemiskinan, pengangguran dan kualitas pendidikan yang harusnya dapat menimbulkan sebuah intervensi dari pemerintah agar Indonesia mampu melepaskan diri dari belenggu tersebut, sehingga memiliki sumber daya yang dapat meningkatkan produksi. Apalagi sekarang setiap negara semakin fokus dalam urusan pangan dan pertanian di dalam negerinya dan bahkan menetapkan strategi proteksi yang cenderung berlebihan.

Disisi lain perkembangaan produksi tanaman rempah dan hasil perkebunan berumur panjang hanya diserahkan sepenuhnya kepada rakyat tanpa adanya upaya peningkatan mutu, padahal mutu sangat berarti dalam usaha perdagangan. Kenyataan ini masih dirasakan hingga saat ini karena mutu dari hasil perkebunan Indonesia belum mampu menyamai mutu hasil dari luar negeri. Hal ini juga diperkuat dengan permasalahan yang terjadi pada dunia perkaretan yang juga terjadi pada komoditi perkebunan lain. Permasalahan pada dunia perkaretan Indonesia adalah hal yang memang sudah ada sejak lama, tetapi sekarang begitu terasa karena begitu mencolok. Walaupun produksi karet Indonesia tergolong besar di dunia, tetapi tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap perkaretan dunia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya


(29)

mutu produksi karet alam Indonesia. Rendahnya mutu tersebut mengakibatkan harga jual karet alam dipasar luar negeri menjadi rendah, untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu pengelolaan perkebunan karet yang baik dan tepat sehingga produktivitas dan mutu karet alam dapat ditingkatkan, selain itu komoditi kayu manis juga bernasib demikian (Rismunandar dan Paimin, 2009).

Dari kata-kata yang telah dipaparkan daya saing sektor perkebunan Indonesia ke negara ekspor utama menjadi sorotan. Karena tingkat daya saing dalam suatu perdagangan internasional tidak lagi hanya ditentukan oleh perbedaan harga, tetapi juga ditentukan aspek-aspek lain yang bahkan lebih dominan, seperti kualitas, warna, bentuk, pelayanan purna jual dan sebagainya. Untuk mengembangkan komoditi pekebunan Indonesia agar menjadi yang terbaik didunia harus melihat dari daya saing Indonesia dipasar dunia, agar dapat mengoreksi dan mengevaluasi apa yang kurang dari perkebunan kita. Karena Indonesia bukan satu-satunya negara yang berada didaerah garis khatulistiwa yang beriklim tropis, serta memiliki tanah yang subur dan Indonesia bukan satu-satunya juga sebagai pengekspor dan produsen hasil perkebunan di dunia. Masih ada negara-negara lain yang menjadi pesaing Indonesia dalam melakukan perdagangan Internasional disektor perkebunan seperti Thailand, Filipina, Brazil, Madagaskar, Pantai Gading (Cote D’iviore), Malaysia, Belanda, India dan negara-negara lainya.

1.3Tujuan Penelitian

Permasalahan yang telah dipaparkan dapat memberikan tujuan dari penelitian ini. Produksi dan volume ekspor yang tidak stabil, produktivitas perkebunan yang fluktuatif, era globalisasi dengan segala peraturannya, perjanjian bilateral maupun multilateral dengan segala perjanjian yang telah disepakati bersama, hingga permasalahan mutu hasil perkebunan yang menjadikan harga jual hasil perkebunan Indonesia rendah dapat mengarahkan peneliti dalam menyimpulkan tujuan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan perkembangan ekspor dan strategi produk perkebunan pesaing Indonesia di negara tujuan ekspor utama dan dunia tahun 2001, 2005 dan 2009.


(30)

2. Memetakan posisi daya saing produk ekspor perkebunan Indonesia di negara tujuan ekspor utama dan dunia tahun 2001, 2005 dan 2009.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian tentang daya saing perkebunan Indonesia dipasar dunia ini diharapkan mampu memberikan manfaat berupa tambahan ilmu pengetahuan bagi peneliti dan kalangan akademisi untuk dijadikan referensi agar penelitian yang berkaitan dapat terus dikembangkan. Manfaat lain yang dapat diberikan adalah agar penelitian ini menjadi sebuah pertimbangan dalam membuat sebuah kebijakan baik untuk pemerintah maupun pelaku eksportir.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Perkebunan Indonesia memilki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hasilnya, oleh sebab itu penelitian ini hanya akan membahas komoditas unggulan dalam perkebunan yang juga dilihat dari posisi nilai ekspor didunia. Komoditas tersebut adalah : kelapa, kacang mede, kopi, teh, lada, kayu manis, cengkeh, biji pala, kelapa sawit, kakao, tembakau dan karet. Komoditi unggulan tersebut juga berada dalam 10 besar dalam ekspor dunia dalam nilai, kecuali teh tahun 2001 (urutan 11) dan karet (12) tahun 2005. Untuk lebih jelas spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 3. Tahun pembahasan yang digunakan adalah tiga tahun dalam satu dekade, yaitu tahun 2001, 2005 dan 2009. Alasan pengambilan tahun tersebut karena dinilai dapat memberikan gambaran bagaimana nilai ekspor dan daya saing kita dipasar internasional dalam satu dekade. Ada beberapa komoditi kenegara tertentu yang tidak dapat diestimasi dengan menggunakan EPD karena tidak kontinyu dalam ekspor komoditi tersebut kenegara tujuannya.

Negara tujuan ekspor utama kedua belas komoditi tersebut adalah Malaysia, Jerman, Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Belanda, China, India, Australia, Inggris, Belgia. Sebelas negara tujuan uatama tersebut dipilih dengan melihat nilai dari ekspor Indonesia disetiap komoditi, pertahunnya dan juga berdasarkan negara yang mengimpor paling besar komoditi perkebunan Indonesia menurut UNComtrade.


(31)

Selain itu pemilihan sebelas negara tersebut juga mewakili belahan dunia, kecuali Afrika. Asia : Malaysia, Singapura, Jepang, China dan India ; Eropa : Jerman, Belanda, Belgia dan Inggris ; Amerika : Amerika Serikat serta Australia.

Tabel 3. Spesifikasi Komoditi yang diteliti

No HS Code Komoditi

1 080111 Kelapa diparut dan dikeringkan

2 080131 Kacang Mete berkulit

3 090111 Kopi, tidak digongseng/tidak dihilangkan kafeinnya

4 090210 Teh Hijau, (tidak difermentasi) dikemas max 3kg

5 090411 Lada, tidak dihancurkan/ tidak ditumbuk

6 090610 Kayu Manis dan Bunga kayu manis tidak dihancurkan/ ditumbuk

7 090700 Cengkeh (utuh, bunga dan tangkai)

8 090810 Biji pala (berkulit dan dikupas)

9 151110 Minyak mentah kelapa sawit

10 180100 Biji kakao ( Utuh/pecah, mentah/ di gongseng)

11 240110 Belum dipabrikasi, tembakau bertangkai /bertulang daun

12 400110 Lateks karet alam, di pravulkanisasi / tidak

Sumber : UNComtrade

Analisis daya saing ekspor komoditi perkebunan dibandingkan dengan dua negara tetap yang berada dikawasan ASEAN yang dianggap memiliki kesamaan geografis dan karakteristik dengan Indonesia, yaitu Thailand dan Filipina. Selain dua negara tersebut, disetiap tahun dan komoditi terdapat pesaing yang berbeda-beda. Pesaing yang dipilih adalah, dua negara yang memiliki nilai ekspor yang tinggi disetiap tahun dan komoditi.


(32)

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Hasil Perkebunan Indonesia

Keadaan alam yang luar biasa subur Indonesia banyak menghasilkan hasil perkebunan, selain itu luas lahan perkebunan Indonesia juga menjadi keuntungan tersendiri yang didapat negara kita. Hasil perkebunan Indonesia dapat dibedakan menjadi tanaman tahunan seperti kelapa sawit, kelapa, karet, jambu mete ; tanaman rempah seperti kakao, kopi, lada, cengkeh, teh, pala, kayu manis dan hasil perkebunan semusim seperti tembakau. Tanaman perkebunan yang merupakan subsektor dari sektor pertanian dapat dikelompokan juga kedalam (Tim pengajar pengantar ilmu pertanian, 2006):

1. Kelompok tanaman perkebunan yang diambil buahnya. Contoh : kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao, lada, pala, vanili, kapuk dan kapas, jambu mete, kemiri, ketumbar, kapulaga, kenari, jintan, tengkawang dan pisang.

2. Tanaman perkebunan yang diambil bunganya. Contoh : cengkeh, bunga matahari, kenanga dan cempaka.

3. Tanaman perkebunan yang diambil daunnya. Contoh : tembakau, teh, nilam, sereh wangi, agave, rumput gajah dan daun murbei.

4. Tanaman perkebunan yang diambil getahnya. Contoh : karet, perca dan kemenyan.

5. Tanaman perkebunan yang diambil kulit batangnya. Contoh : kina, kayu manis dan soga.

6. Tanaman perkebunan yang diambil batangnya. Contoh : tebu, rosella, rami, yute, kenaf, abaca dan linen.

7. Tanaman perkebunan yang diambil rimpangnya (rizhoma). Contoh : jahe, kunyit, kencur, temulawak dan lengkuas.

8. Tanaman perkebunan yang diambil akarnya. Contoh ; akarwangi, kelembak. 9. Tanaman perkebunan yang tidak termasuk klasifikasi diatas. Contoh : kumis


(34)

2.1.1 Cengkeh

Cengkeh (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum) adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas dinegara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh juga digunakan sebagai bahan dupa di China dan Jepang. Minyak cengkeh digunakan untuk

aromaterapi dan juga untuk mengobati sakit gigi. Daun cengkeh kering yang ditumbuk halus dapat digunakan sebagai pestisida nabati dan efektif untuk mengendalikan penyakit busuk batang fusarium dengan memberikan 50-100 gram daun cengkeh kering per tanaman. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, selain itu juga dibudidayakan di Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Tumbuhan ini adalah flora identitas Provinsi Maluku Utara (Deptan, 2008).

2.1.2 Kacang Mete

Jambu monyet atau Jambu Mete atau yang memilki nama binomial

Anacardium occidentale L termasuk tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brazil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis ke India 425 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya seperti Bahama, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Sri Lanka, Thailand, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Diantara sekian banyak negara produsen, Brazil, Kenya dan India merupakan pemasok utaman jambu mete dunia. Bagian yang lebih terkenal dari jambu mete adalah kacang mede, kacang mete atau kacang mente, bijinya yang biasa dikeringkan dan digoreng untuk dijadikan berbagai macam penganan (Deptan, 2009).

2.1.3 Kakao

Kakao merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Di Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh beberapa perkebunan tua di Jawa. Varietas penghasil kakao mulia berasal dari pemuliaan yang dilakukan pada masa kolonial Belanda, dan


(35)

dikenal dari namanya yang berawalan "DR". Singkatan ini diambil dari singkatan nama perkebunan tempat dilakukannya seleksi yaitu Djati Roenggo, di daerah Ungaran, Jawa Tengah. Sebagian besar daerah produsen kakao di Indonesia menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang self-incompatible. Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih tinggi (Deptan).

2.1.4 Karet

Pada permulaan abad 20 karet pertama kalinya ditemukan di Brazil dan sejak itu telah dikembangkan menjadi salah satu bahan baku yang sangat penting bagi keperluan industri Otomotif, keperluan rumah tangga dan alat-alat kesehatan. Dalam perkembangannya tanaman karet tersebut tidak saja dibudidayakan di Brazil, melainkan telah ditanam dan dikembangkan juga di Indonesia, Malaysia dan Thailand dalam bentuk perkebunan besar. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-araan misalnya beringin, sawo-sawoan misalnya getah perca dan sawo manila, euphorbiaceae lainnya, serta dandelion (Deptan, 2008).

2.1.5 Kayu Manis

Cinnamumum zeylanicum dan C.Burmanni merupakan dua jenis tanaman berumur panjang yang menghasilkan kulit yang di Indonesia disebut kayu manis merupakan tanaman rempah. Kulit kayu manis ini sangat berlainan sifat dan daya guna dibanding kayu manis China (Glycyrrhiza glabra Linn). Di Mesir kayu manis dimanfaatkan untuk membalsam mayat raja-raja yang akan dijadikan mumi, namun sejarah menyatakan bahwa kayu manis telah masuk Mesir dan Eropa sekitar abad ke-5 sebelum Masehi. Bangsa Saba bertanggung jawab atas berlangsungnya perdagangan kayu manis dari India dan Sri Lanka ke negara Arab bagian selatan.


(36)

Total dari 54 spesies kayu manis atau Cinnamomum sp. yang dikenal di dunia, 12 diantaranya terdapat di Indonesia. Tiga jenis kayu manis yang menonjol dipasar dunia yaitu Cinnamomum burmannii (di Indonesia) yang produknya dikenal dengan nama cassiavera, Cinnamomum zeylanicum (di Sri Lanka dan Seycelles) dan

Cinnamomum cassia (di China) yang produknya dikenal dengan Cassia China. Jenis-jenis tersebut merupakan beberapa tanaman rempah yang terkenal di pasar dunia. Tanaman kayu manis yang selama ini banyak dikembangkan di Indonesia adalah C. burmannii Bl, yang merupakan usaha perkebunan rakyat, terutama diusahakan di Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara. Jenis C. burmanii BL atau cassiavera ini merupakan produk ekspor tradisional yang masih dikuasai Indonesia sebagai negara pengekspor utama di dunia. (Rismunandar dan Paimin, 2001).

2.1.6 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan bakar, bahan pangan, dan industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor. Di Indonesia penyebarannya sekarang di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi.

Bagian yang berguna dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Inti sawit atau kernel, yang sebenarnya adalah biji merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika (Deptan).

2.1.7 Kelapa

Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini


(37)

dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa parut dapat dijadikan santan untuk berbagai makanan, dan dapat juga dijadikan minyak kelapa. Tumbuhan ini berasal dari pesisir Samudera Hindia, namun kini telah tersebar di seluruh daerah tropika, tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1000 m dari permukaan laut ( Deptan, 2008).

2.1.8 Kopi

Kopi berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling populer didunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Secara umum, terdapat dua jenis biji kopi, yaitu arabika dengan kualitas terbaik berasal dari Etiopia dan jenis kopi yang kedua yaitu robusta yang ditemukan di Kongo tahun 1898 yang sering disebut sebagai kopi kelas dua, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam, dan mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Selain itu juga ada kopi luwak yang merupakan turunan dari kopi arabika dan robusta.

Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein sendiri merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit. Peranan utama kafein ini didalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Efek negatif meminum kopi bagi tubuh, seperti meningkatnya risiko terkena kanker, diabetes melitus tipe 2, insomnia, penyakit jantung, dan kehilangan konsentrasi. Beberapa penelitian justru menyingkapkan hal sebaliknya. kandungan kafein yang terdapat di dalam kopi ternyata mampu menekan


(38)

pertumbuhan sel kanker secara bertahap, menurunkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 dan mencegah penyakit serangan jantung.

2.1.9 Lada

Lada atau merica (Piper nigrum L.) adalah rempah-rempah berwujud bijian yang dihasilkan oleh tumbuhan dengan nama sama. Lada sangat penting dalam komponen masakan dunia dan dikenal luas sebagai komoditi perdagangan penting di dunia lama. Pada masa lampau harganya sangat tinggi sehingga menjadi salah satu pemicu penjelajahan orang Eropa ke Asia Timur untuk menguasai perdagangannya dan hal tersebut merupakan awal sejarah kolonisasi Afrika, Asia, dan Amerika. Di Indonesia, lada terutama dihasilkan di Pulau Bangka. Lada disebut sahang dalam bahasa Melayu Lokal seperti bahasa Banjar, Melayu Belitung, Melayu Sambas.

2.1.10 Pala

Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditas perdagangan yang penting sejak masa lampau dan telah tersebar luas di daerah tropika lain seperti Mauritius dan Karibia (Pulau Grenada). Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus, sayuran, dan minuman penyegar (seperti eggnog) dan minyaknya juga dipakai sebagai campuran parfum atau sabun.

2.1.11 Teh

Teh adalah minuman yang mengandung kafein, sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh berasal dari kawasan India bagian utara dan China Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu varietas assamica yang berasal dari Assam dan varietas sinensis yang berasal dari Cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul.


(39)

Teh dapat dikelompokan berdasarkan tingkat oksidasi yaitu teh hitam atau teh merah, teh putih, teh hijau, oolong, pu-erh, teh kuning, kukicha, Genmaicha dan teh bunga. Didalam penelitian ini. teh yang diteliti adalah teh hijau yaitu daun teh yang diproses setelah dipetik. Setelah daun mengalami oksidasi dalam jumlah minimal, proses oksidasi dihentikan dengan pemanasan. Teh hijau dan teh putih mengandung katekin yang tinggi. Teh juga mengandung kafein (sekitar 3% dari berat kering atau sekitar 40 mg per cangkir), teofilin dan teobromin dalam jumlah sedikit.

2.1.12 Tembakau

Tembakau (Nicotiana spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung.

Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari genus Nicotiana. Tembakau dapat digunakan sebagai pestisida dan dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Tembakau telah lama digunakan sebagai entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara memopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Namun industri rokok yang menjadikan komoditi ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaan-perusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke-20. Tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida.

2.2 Perdagangan Internasional

Konsep perdagangan antar wilayah, antar pulau atau antar negara sebenarnya sudah terjadi dari ribuan tahun yang lalu, dimana dahulu dikenal dengan adanya jalur sutra dan Amber Road, meskipun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional juga mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi dan kehadiran


(40)

perusahaan multinasional. Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti benua Australia, dan terjadinya penjajahan suatu negara atas negara lainnya (Oktaviani dan Novianti, 2009).

Diacu dari Damanhuri (2010) dalam memenuhi kebutuhannya setiap negara dihadapkan oleh banyaknya keterbatasan. Mulai dari keterbatasan kemampuan dalam mengelola sumber daya alam sampai dengan keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi. Tidak semua kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat dalam suatu negara dapat dipenuhi oleh sumber daya yang ada dalam negara tersebut. Oleh karena itu, setiap negara mau tidak mau harus melakukan interaksi dengan dunia luar. Dengan adanya interaksi internasional tersebut diharapkan setiap negara mampu saling melengkapi dan saling memenuhi kebutuhan negara lainnya.

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa perorangan (antara individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara, maupun antara pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Transaksi yang dilakukan dalam perdagangan internasional adalah melalui ekspor dan impor. Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri yang dijual secara luas diluar negeri, sedangkan impor adalah barang dan jasa yang diproduksi diluar negeri yang dijual di dalam negeri (Mankiw, 2006).

Perdagangan Internasional yang mencakup ekspor dan impor, mempunyai peranan sangat penting, yakni sebagai penggerak motor perekonomian nasional. Model pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh Keynes dapat memberikan gambaran bagaimana perdagangan internasional merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi pendapatan suatu negara dengan persamaan berikut :

Y = C + I + G + (X-M) Dimana: Y = pendapatan nasional

C = pengeluaran konsumsi rumah tangga

I = investasi atau pengeluaran modal yang dikeluarkan produsen G = pengeluaran atau investasi pemerintah


(41)

X = ekspor suatu negara M = impor suatu negara.

Persamaan Keynes dapat diketahui bahwa perdagangan internasional yang disimbolkan dengan X-M merupakan salah satu variabel penting dalam pendapatan sebuah negara.

Selain dari model tersebut pada Gambar 4 memperlihatkan bagaimana pentingnya perdagangan internasional menjadi penggerak ekonomi, ekspor menghasilkan devisa, selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembangunan sektor ekonomi didalam negeri. Karena itu secara teoritis, dapat dikatakan ada korelasi positif antara pertumbuhan ekspor, disatu pihak dan peningkatan cadangan devisa, pertumbuhan impor, pertumbuhan output didalam negeri, peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), dipihak lain.

Sumber : Tambunan, 2001

Gambar 4. Peranan Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Nasional

Persoalan dalam hal impor ada dua yaitu, pertama jika impor lebih besar daripada ekspor maka cadangan devisa akan berkurang, dalam hal ini hipotesisnya

+ Cadangan

Devisa

Produksi/

output

Kesempatan Kerja

Peningkatan pendapatan masyarakat

Pertumbuhan PDB -

+

+ +

+

+ +

+

Impor Ekspor


(42)

adalah ada satu korelasi negatif antara impor dan cadangan valuta asing walaupun cadangan devisa tidak hanya dari hasil ekspor. Kedua, bila sebagian besar dari impor adalah barang-barang konsumsi, bukan barang-barang modal dan pembantu untuk kebutuhan kegiatan produksi didalam negeri, maka kenaikan impor tidak banyak berarti bagi pertumbuhan ekspor. Gambar 4 juga memperlihatkan relasi positif antara impor dan ekspor melalui sisi produksi tidak ada. Bahkan relasi antara kedua variabel tersebut bisa negatif, impor terlalu besar mengakibatkan cadangan devisa habis. Ini berarti dana untuk membiayai proses produksi didalam negeri habis, dan yang terakhir ini pada gilirannya membuat volume produksi menurun. (Tambunan, 2001).

Kondisi didalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya, begitu juga dengan perdagangan internasional. Selain motif mencari keuntungan diacu dari Gumilar 2010, Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah :

1. Negara- negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain 2. Negara- negara berdagang untuk mencapai skala ekonomi.

Menurut Tambunan (2001) alasan perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara berkembang dilakukan karena perekonomian mereka yang masih sangat tergantung pada pinjaman atau bantuan luar negeri, ekspor, khususnya produk-produk dengan nilai tambah yang tinggi. Oleh sebab itu bagi negara yang memiliki sumber ekspor yang besar akan terus meningkatkan perdagangan internsionalnya agar dapat membantu perekonomian.

Pendapat Ragnar Nurkse yang diacu dari Damanhuri (2010) yang sangat penting membantu pertumbuhan ekonomi sebuah negara terutama negara berkembang adalah, adanya pergerakan modal dari negara maju ke negara berkembang. dengan adanya perdagangan internasional diharapkan terjadi perpindahan modal dari negara maju ke negara sedang berkembang yang kekurangan modal. Mengingat salah satu rendahnya produktivitas di negara berkembang adalah kurangnya modal yang dimiliki mereka. Perdagangan internasional jelas menunjukkan bahwa negara yang melakukannya akan memperoleh suatu tingkat


(43)

kehidupan yang lebih baik dengan adanya spesialisasi keunggulan komparatif yang mereka miliki.

2.2.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional yang merupakan perdagangan antar negara tidak terlepas dari teori para ahli yang memiliki pemikiran- pemikiran tentang perdagangan internasional, karena sesuatu yang bersifat teknis memiliki latar belakang teori yang dapat dijadikan panduan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Perkembangan teori perdagangan internasional dimulai dengan adanya teori merkantilis yang didasari atas pemikiran Thomas Mun dan Jean Baptist Colbert, dimana teori ini berkembang pada abad ke 16 sampai abad ke 18 di Eropa Barat. Dasar mereka melakukan perdagangan internasional adalah karena : suatu negara bila ekspornya lebih besar dari pada impor akan kaya, makmur dan lebih kuat, surplus atau net ekspor akan menjadi cadangan uang dan pemasukan bagi negara tersebut yang dapat berupa logam mulia dan dari pemasukan tersebut diambil untuk membiayai perang yang dapat memperluas daerah. Sehingga pada zaman merkantilis yang menjadikan kaum saudagar sebagai penggerak ekonomi rakyat ini terjadi pelarangan atau pembatasan impor kecuali logam mulia untuk mencapai tujuan tersebut, secara langsung pula mereka akan memperbesar kuantiti ekspor mereka agar menjadi pemasukan.

Teori klasik muncul sebagai landasan yang kuat bagi perkembangan perdagangan internasional selanjutnya. Awal pemikiran teori ini adalah kebutuhan manusia akan terpenuhi dengan cara yang paling baik apabila sumber-sumber daya produksi digunakan secara efisien. Selain itu apabila hasil produksi berupa barang dan jasa dijual di pasaran melalui persaingan yang bebas.

Teori keunggulan absolut merupakan teori yang muncul dari teori klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith, teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional karena berdasarkan pada variabel riil bukan variabel moneter. Dasar pemikiran seorang Skotlandia tersebut adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi terhadap ekspor suatu jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut. Keunggulan absolut masing-masing


(44)

negara terjadi karena setiap negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dibandingkan negara lain. Kelebihan teori Adam Smith adalah terjadi perdagangan bebas antara dua negara yang memilki keunggulan absolut yang berbeda yang mana akan terjadi ekspor impor yang akan meningkatkan kemakmuran negara. Sementara kelemahan dari teori ini apabila hanya ada satu negara yang memilki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

Kelemahan teori Adam Smith disempurnakan oleh David Ricardo sebagai pemikir yang paling menonjol pada mazhab klasik dengan teori keunggulan komparatif yang menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak terjadi perdagangan.

Ternyata teori yang dikemukakan oleh David Ricardo masih harus disempurnakan oleh teori yang lebih dikenal dengan H-O atau Hecksher dan Ohlin. Teori yang memiliki kesimpulan yaitu bahwa perdagangan internasional cenderung untuk menyamakan tidak hanya harga barang-barang yang diperdagangkan saja, tetapi juga harga faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang tersebut. Suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).

H-O mengemukakan bahwa perdagangan internasional merupakan kelanjutan dari perdagangan antar daerah yang perbedaannya terletak pada jarak, sehingga biaya produksi tidak dapat diabaikan. Selain itu, perdagangan antar negara tidak didasarkan pada keuntungan tetapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang tersebut. Teori yang juga disebut teori ketersediaan faktor ini didasari bahwa perdagangan internasional antara dua negara terjadi akibat opportunity cost yang berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan


(45)

ongkos alternatif tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi, misalnya tenaga kerja, modal, tanah dan bahan baku yang dimiliki. Jadi, akibat factor endowment-nya berbeda sehingga sesuai hukum pasar harga dari faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara kedua negara tersebut. Selain itu menurut teori ini suatu negara akan mengkhususkan dalam produksi dan ekspor barang-barang yang input atau faktor produksinya relatif sangat banyak di negara tersebut, dan impor barang yang faktor produksinya tidak dimiliki atau terbatas di negara tersebut. Negara berkembang biasanya mengekspor barang-barang yang padat karya yang ada di dalam negeri seperti minyak, batu bara dan komoditas pertanian (Tambunan, 2001)

Teori H-O dilandaskan pada asumsi-asumsi pokok sebagai berikut:

1. Didunia hanya terdapat dua negara saja, dua komoditi (komoditi X dan Y) serta dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal)

2. Kedua negara memiliki tingkat teknologi produksi yang sama

3. Komoditi X secara umum bersifat padat karya sedangkan komoditi Y bersifat padat modal. Hal ini berlaku untuk kedua negara

4. Kedua komoditi sama-sama diproduksi berdasarkan skala hasil yang konstan 5. Masing-masing negara tetap memproduksi kedua jenis komoditi tersebut secara

bersamaan namun dengan komposisi yang berbeda 6. Selera permintaan konsumen sama di kedua negara

7. Harga terbentuk oleh kekuatan pasar, sehingga terdapat kompetisi yang sempurna 8. Terdapat mobilitas faktor yang sempurna dalam masing-masing negara, namun

tidak ada mobilitas faktor antar negara

9. Tidak ada biaya transportasi, tarif atau berbagai bentuk hambatan lainnya yang mengurangi kebebasan arus perdagangan barang di kedua negara

10.Semua sumber daya produktif atau faktor produksi yang ada masing-masing negara dapat dikerahkan secara penuh dalam kegiatan produksi


(46)

Teori H-O menonjolkan perbedaan dalam kelimpahan faktor secara relatif sebagai landasan dasar keunggulan komparatif bagi masing-masing negara. Gambar 5 akan memperlihatkan bagaimana model Hecksher-Ohlin.

Gambar 5. Model Hicksher-Ohlin Sumber : Salvatore, 1997

Kurva Indeferen I berlaku untuk negara 1 maupun negara 2, karena diasumsikan selera konsumen di kedua negara sama. Kurva indiferen I menjadi tangen terhadap kurva batas kemungkinan produksi negara 1 dititik A, dan juga menjadi tangent terhadap kurva kemungkinan produksi negara 2 di titik A’. Titik-titik itu melambangkan harga relatif komoditi dalam kondisi ekuilibrium, yakni PA bagi negara 1 dan PA’ bagi negara 2 (lihat Gambar 5 sebelah kiri). Karena PA lebih kecil dari PA’ maka dapat disimpulkan bahwa negara 1 memiliki keunggulan komparatif pada komoditi X dan negara 2 dalam komoditi Y. Setelah perdagangan berlangsung (lihat Gambar 5 sebelah kanan) negara 1 akan berproduksi dititik B, dan menukarkan sejumlah X untuk mendapatkan Y, sehingga mencapai tingkat konsumsi di titik E (lihat segitiga perdagangan titik BCE). Negara 2 akan berproduksi di titik B’ dan menukarkan sejumlah Y untuk mendapatkan X dan mencapai kepuasan konsumsi dititik E’ (berhimpitan dengan titik E). Kedua negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan karena dapat meningkatkan konsumsinya pada kurva indiferen II yang memiliki kepuasan yang lebih tinggi.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 10 20 30

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 10 20 30

I Negara 2

A

20 80 100 Negara 1 PA II A’ PA’ Negara 2 A

20 80 100 Negara 1 PB II A’ B’ B E=E’


(47)

2.2.2 Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan komoditi memasuki pasar Internasional dan kemampuan untuk bertahan pada pasar Internasional tersebut, dua pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur tingkat daya saing suatu komoditi yaitu dari keunggulan komparatif yang telah dipaparkan pada subbab teori Perdagangan Internasional dan keunggulan kompetitif yang dikemukakan oleh Porter, namun sebuah komoditi yang memiliki keunggulan komparatif belum tentu memiliki keunggulan kompetitif, karena bisa terjadi kegagalan pasar akibat regulasi yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Menurut Porter (1990), daya saing didefinisikan sebagai produktivitas suatu negara yang menggunakan sumber daya manusia, modal, dan sumber daya alamnya, sementara menurut kamus lengkap perdagangan Internasional keunggulan kompetitif adalah suatu produk dapat dijual dipasar tertentu, karena mutu dan harganya dapat diterima dan didukung dengn pelayanan yang baik, syarat penyerahan, pelayanan purna jual sehingga produk tersebut lebih menarik dan disukai daripada produk saingannya yang berasal dari sumber lain.

Daya saing suatu industri dari suatu negara tergantung dari empat atribut yang dimilikinya yang dikenal dengan sebutan Porter’s Diamond, terdiri dari (1) kondisi faktor (factor conditions); (2) kondisi permintaan (demand conditions); (3) industri terkait dan penunjang (related and supporting industries); (4) strategi, struktur dan persaingan perusahaan (firms strategy, structure, and rivalry).Keempat atribut tersebut akan berjalan dengan baik apabila ditambah dengan kesempatan,serta peran pemerintah yang akan mempengaruhi peran industri suatu negara dinegara lainnya.

2.3 WTO, AoA dan Perkebunan

Perdagangan internasional yang terjadi didunia ini sebagian besar dipengaruhi oleh liberalisasi perdagangan dan institusi-institusi yang mempengaruhinya. World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar


(1)

Lampiran 15. Produsen Komoditi Kakao Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 Côte d'Ivoire Côte d'Ivoire Côte d'Ivoire

2 Indonesia Ghana Indonesia

3 Ghana Indonesia Ghana

4 Nigeria Nigeria Nigeria

5 Brazil Brazil Brazil

6 Cameroon Cameroon Cameroon

7 Ecuador Ecuador Ecuador

8 Malaysia Togo Togo

9 Mexico Papua New Guinea Papua New Guinea 10 Dominican Republic Colombia Colombia

Sumber : FAO

Lampiran 16. Produsen Komoditi Karet Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 Indonesia Thailand Thailand 2 Malaysia Indonesia Indonesia

3 Nigeria Malaysia Malaysia

4 Thailand India India

5 Colombia Viet Nam Viet Nam

6 Papua New Guinea China China 7 Ecuador Philippines Philippines 8 Côte d'Ivoire Côte d'Ivoire Côte d'Ivoire

9 Honduras Nigeria Sri Lanka

10 Cameroon Sri Lanka Brazil

Sumber : FAO


(2)

Lampiran 17. Produsen Komoditi Kayu Manis Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 Indonesia Indonesia Indonesia

2 China China China

3 Sri Lanka Sri Lanka Sri Lanka

4 Viet Nam Viet Nam Viet Nam

5 Madagascar Madagascar Madagascar

6 Seychelles Seychelles Timor-Leste 7 Timor-Leste Timor-Leste Seychelles

8

Sao Tome and

Principe Dominica

Sao Tome and Principe

9 Dominica

Sao Tome and

Principe Dominica

10 Grenada Grenada Grenada

Sumber : FAO

Lampiran 18. Produsen Komoditi Kelapa Sawit Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 Malaysia Malaysia Indonesia

2 Indonesia Indonesia Malaysia

3 Nigeria Nigeria Nigeria

4 Thailand Thailand Thailand

5 Colombia Colombia Colombia

6 Papua New Guinea

Papua New Guinea

Papua New Guinea

7 Ecuador Ecuador Ecuador

8 Côte d'Ivoire China Côte d'Ivoire

9 China Honduras Honduras

10

Democratic Republic of the

Congo Côte d'Ivoire Cameroon


(3)

Lampiran 19. Produsen Komoditi Kelapa Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 Indonesia Indonesia Indonesia

2 Philippines Philippines Philippines

3 India India India

4 Brazil Brazil Brazil

5 Sri Lanka Sri Lanka Sri Lanka

6 Thailand Thailand Thailand

7 Mexico Mexico Mexico

8 Viet Nam Viet Nam Viet Nam

9 Malaysia Papua New Guinea Papua New Guinea 10 Papua New Guinea Malaysia Tanzania

Sumber : FAO

Lampiran 20. Produsen Komoditi Kopi Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 Brazil Brazil Brazil

2 Viet Nam Viet Nam Viet Nam 3 Colombia Colombia Colombia 4 Indonesia Indonesia Indonesia

5 Mexico Mexico Peru

6 Côte d'Ivoire India Ethiopia 7 India Guatemala Mexico 8 Guatemala Côte d'Ivoire India 9 Ethiopia Honduras Guatemala

10 Honduras Peru Uganda


(4)

Lampiran 21. Produsen Komoditi Pala Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 Indonesia Guatemala Guatemala

2 Guatemala India India

3 India Bhutan Indonesia

4 Nepal Indonesia Nepal

5 Bhutan Nepal Bhutan

6 Democratic Republic Democratic Republic Democratic Republic

7 Grenada Sri Lanka Grenada

8 Sri Lanka Grenada Tanzania

9 Malaysia Honduras Malaysia

10 Tanzania Tanzania Sri Lanka

Sumber : FAO

Lampiran 22. Produsen Komoditi Lada Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 China Viet Nam Viet Nam

2 India Indonesia Indonesia

3 Kenya Brazil Brazil

4 Sri Lanka India India

5 Turkey China China

6 Indonesia Malaysia Malaysia

7 Viet Nam Sri Lanka Sri Lanka

8 Japan Thailand Mexico

9 Argentina Madagascar Thailand 10 Iran (Islamic Republic of) Philippines Madagascar

Sumber : FAO


(5)

Lampiran 23. Produsen Komoditi Teh Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 Brazil China China

2 Viet Nam India India 3 Colombia Kenya Kenya 4 Indonesia Sri Lanka Sri Lanka 5 Mexico Turkey Turkey 6 Côte d'Ivoire Viet Nam Viet Nam 7 India Indonesia Indonesia 8 Guatemala Japan Japan 9 Ethiopia Argentina Argentina 10 Honduras Thailand Thailand

Sumber : FAO

Lampiran 24. Produsen Komoditi Tembakau Dunia

Ranking Tahun

2001 2005 2008

1 China China China

2 Brazil Brazil Brazil

3 United States America India India

4 India United States America United States America

5 Indonesia Argentina Indonesia

6 Zimbabwe Indonesia Malawi

7 Turkey Turkey Argentina

8 Greece Greece Italy

9 Italy Italy Pakistan

10 Argentina Pakistan Turkey


(6)

Lampiran 25. Produktivitas beberapa Komoditi Perkebunan Indonesia (kg/Ha)

Komoditi Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Karet 764,65 839 862,08 967 993 994 901

Kelapa Sawit 3045,24 2833 2925 3498 3634 3424 3487

Kopi 709,39 666 683 695 673 729 737

Teh 1441,93 1458 1465 1322 1363 1447 1571

Lada 819,23 662 688 668 656 702 729

Cengkeh 285,56 236,32 247,59 207 265 232 268

Kakao 1101,12 898 921 849 801 889 834

Kacang Mete 186,5 231,35 233 469 474 493 468 Tembakau 781,84 825,71 776,46 867 847 863 867

Kelapa 811,5 1093 1105 1119 1145 1169 1175

Kayu Manis 460 728,3 805,6 869,1 973,5 1000,7 999,9*

Pala 325,4 139 118,4 130,3 125 133,4 134,1*

Sumber : BPS *) angka sementara