Posisi daya saing hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama dan dunia

(1)

SEPULUH NEGARA TUJUAN UTAMA DAN DUNIA

OLEH

MICHELIA WIDYA AGRI H14070089

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

Michelia Widya Agri. Posisi Daya Saing Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia (dibimbing oleh M. Firdaus).

Indonesia memiliki keberagaman produk pertanian dibandingkan dengan negara-negara lain sehingga menjadikan pertanian sebagai salah satu mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya. Penggunaan lahan di Indonesia dari tahun 1996 hingga tahun 2005 masih didominasi untuk sektor pertanian dan pertanian masih menjadi sektor unggulan sebagai penopang perekonomian Indonesia. Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas sektor pertanian yang menjadi andalan ekspor non migas dan merupakan salah satu potensi komoditas ekonomi yang cukup di perhitungkan dalam sektor pertanian. Perdagangan bebas yang terjadi sekarang ini dapat mnjadi peluang sekaligus menjadi ancaman bagi Indonesia, tergantung dari bagaimana Indonesia menggunakan kemampuannya untuk mendayagunakan kekuatan yang dimiliki dan mengatasi berbagai kelemahan agar dapat bersaing dengan negara-negara eksportir lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perkembangan nilai ekspor dan pesaing hortikultura Indonesia serta untuk menganalisis posisi daya saing produk hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama dan dunia. Untuk menggambarkan perkembangan nilai ekspor dan pesaing hortikultura Indonesia digunakan metode analisis deskriptif, sedangkan untuk menganalisis posisi daya saing produk hortikultura Indonesia menggunakan metode kuantitatif yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Export Product Dynamic (EPD). Penggunaan kedua metode tersebut diolah dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel. Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa data time series tahun 2001, 2005, dan 2009 yang dianggap dapat mewakili kondisi satu dekade terakhir. Jenis data yang diperoleh meliputi data volume ekspor, nilai ekspor, dan data produksi

Hasil penelitian menunjukan bahwa ekspor Indonesia yang paling kontinyu adalah ke pasar dunia dan Singapura. Sedangkan untuk ke beberapa negara tujuan ekspor lainnya, Indonesia masih belum mampu mengekspor produk hortikulturanya secara kontinyu. Daya saing produk hortikultura Indonesia menurut rata-rata RCA pada tahun 2001, 2005, dan 2009 memiliki daya saing yang rendah di sepuluh negara tujuan utama dan dunia. Sehingga ekspor hortikultura Indonesia masih kurang baik di beberapa negara tujuan ekspornya ataupun bila dibandingkan dengan negara eksportir lainnya. Komoditi yang memiliki daya saing yang kuat hampir di setiap negara tujuan ekspor yaitu temulawak dan jambu, mangga, serta manggis. Sedangkan komoditi yang mempunyai daya saing lemah yaitu pisang. Hampir dari semua produk hortikultura mempunyai daya saing yang kuat di Pasar Singapura dan Taiwan. Di Jepang dan Malaysia produk hortikultura Indonesia sama sekali tidak mempunyai daya saing yang kuat. Hasil estimasi EPD terhadap produk hortikultura Indonesia menunjukan bahwa posisi daya saing hortikultura Indonesia terbaik yaitu di negara Jepang dan Singapura. Sedangkan secara umum, komoditi hortikultura Indonesia berada pada posisi terbaik yaitu

Rising Star”di beberapa negara tujuan ekspornya

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari estimasi RCA yang menunjukan bahwa rata-rata daya saing hortikultura Indonesia rendah di beberapa negara tujuan ekspornya maka Indonesia perlu meningkatkan produksi, mutu, kontinyuitas, dan produktivitas akan produk hortikultura tersebut. Selain itu, pemerintah perlu mendukung kuat pembangunan sektor pertanian, salah satunya yaitu dengan peningkatan subsidi bagi sektor pertanian dan lebih mencontoh strategi-strategi yang dilakukan oleh negara yang telah berhasil mengembangkan


(3)

perhatian khusus agar Indonesia tidak kehilangan kesempatan kembali meraih pangsa ekspornya. Dan komoditi yang berada pada posisi “Falling Star” dan “Retreat” sebaiknya pemasaran difokuskan hanya pada pasar domestik saja karena permintaan akan komoditi tersebut menurun di beberapa negara tujuan ekspor.


(4)

ABSTRACT

Indonesia memiliki keberagaman produk pertanian dibandingkan dengan negara-negara lain sehingga menjadikan pertanian sebagai salah satu mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya. Penggunaan lahan di Indonesia dari tahun 1996 hingga tahun 2005 masih didominasi untuk sektor pertanian dan pertanian masih menjadi sektor unggulan sebagai penopang perekonomian Indonesia. Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas sektor pertanian yang menjadi andalan ekspor non migas dan merupakan salah satu potensi komoditas ekonomi yang cukup di perhitungkan dalam sektor pertanian. Perdagangan bebas yang terjadi sekarang ini dapat mnjadi peluang sekaligus menjadi ancaman bagi Indonesia, tergantung dari bagaimana Indonesia menggunakan kemampuannya untuk mendayagunakan kekuatan yang dimiliki dan mengatasi berbagai kelemahan agar dapat bersaing dengan negara-negara eksportir lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perkembangan nilai ekspor dan pesaing hortikultura Indonesia serta untuk menganalisis posisi daya saing produk hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama dan dunia. Untuk menggambarkan perkembangan nilai ekspor dan pesaing hortikultura Indonesia digunakan metode analisis deskriptif, sedangkan untuk menganalisis posisi daya saing produk hortikultura Indonesia menggunakan metode kuantitatif yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Export Product Dynamic (EPD). Penggunaan kedua metode tersebut diolah dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel. Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa data time series tahun 2001, 2005, dan 2009 yang dianggap dapat mewakili kondisi satu dekade terakhir. Jenis data yang diperoleh meliputi data volume ekspor, nilai ekspor, dan data produksi

Hasil penelitian menunjukan bahwa ekspor Indonesia yang paling kontinyu adalah ke pasar dunia dan Singapura. Sedangkan untuk ke beberapa negara tujuan ekspor lainnya, Indonesia masih belum mampu mengekspor produk hortikulturanya secara kontinyu. Daya saing produk hortikultura Indonesia menurut rata-rata RCA pada tahun 2001, 2005, dan 2009 memiliki daya saing yang rendah di sepuluh negara tujuan utama dan dunia. Sehingga ekspor hortikultura Indonesia masih kurang baik di beberapa negara tujuan ekspornya ataupun bila dibandingkan dengan negara eksportir lainnya. Komoditi yang memiliki daya saing yang kuat hampir di setiap negara tujuan ekspor yaitu temulawak dan jambu, mangga, serta manggis. Sedangkan komoditi yang mempunyai daya saing lemah yaitu pisang. Hampir dari semua produk hortikultura mempunyai daya saing yang kuat di Pasar Singapura dan Taiwan. Di Jepang dan Malaysia produk hortikultura Indonesia sama sekali tidak mempunyai daya saing yang kuat. Hasil estimasi EPD terhadap produk hortikultura Indonesia menunjukan bahwa posisi daya saing hortikultura Indonesia terbaik yaitu di negara Jepang dan Singapura. Sedangkan secara umum, komoditi hortikultura Indonesia berada pada posisi terbaik yaitu

Rising Star”di beberapa negara tujuan ekspornya

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari estimasi RCA yang menunjukan bahwa rata-rata daya saing hortikultura Indonesia rendah di beberapa negara tujuan ekspornya maka Indonesia perlu meningkatkan produksi, mutu, kontinyuitas, dan produktivitas akan produk hortikultura tersebut. Selain itu, pemerintah perlu mendukung kuat pembangunan sektor


(5)

meraih pangsa ekspor dan pangsa produk di sepuluh negara tujuan utama dan dunia.

Sedangkan untuk komoditi yang berada pada posisi “Lost Opportunity” perlu mendapat perhatian khusus agar Indonesia tidak kehilangan kesempatan kembali meraih pangsa ekspornya. Dan komoditi yang berada pada posisi “Falling Star” dan “Retreat” sebaiknya pemasaran difokuskan hanya pada pasar domestik saja karena permintaan akan komoditi tersebut menurun di beberapa negara tujuan ekspor.


(6)

Oleh

MICHELIA WIDYA AGRI H14070089

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(7)

NRP : H14070089

Menyetujui, Dosen Pembimbing

M. Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003


(8)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

Michelia Widya Agri H14070089


(9)

Penulis bernama Michelia Widya Agri, lahir pada tanggal 23 Agustus 1989 di Martapura, Kalimantan Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ir. Hawal Widodo dan Yayah Juhaeriah, S.Pt. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1995 di TK Sejahtera, Rantau Kalimantan Selatan. Kemudian melanjutkan ke SD Negeri Kesambi Baru Cirebon pada tahun 1995, lalu bermutasi ke SD Negeri Kesambi Dalam III Cirebon untuk mengikuti program kelas unggulan selama tiga tahun terhitung sejak duduk di bangku kelas tiga hingga kelas enam. Selanjutnya penulis meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama ke SMP Negeri 1 Cirebon pada tahun 2001, lalu bermutasi kembali mengikuti tugas orangtua pada kelas dua ke SMP Negeri 1 Kuningan. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 1 Kuningan dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) pada Program Studi Ilmu Ekonomi dan mengambil minor Manajemen Fungsional. Selama menjadi mahasiswa, penulis mencoba aktif di berbagai kepanitiaan, diantaranya adalah panitia FOTRANUSA 2008, Olimpiade Mahasiswa IPB 2008 dan 2009, The Sixth HIPOTEX-R, Indonesia Economic Festival (INFEST) 2009, Orientasi For New Generation (ORANGE) FEM 2009, Gebyar Nusantara 2009, dan lain-lain. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi seperti menjadi biro kesekretariatan pada Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi (HIPOTESA) periode 2009. Adapun penghargaan yang berhasil didapatkan yaitu pemenang Enterpreneur Competition FEM IPB 2010.

Tahun 2011 penulis melakukan penelitian dengan judul “Posisi Daya Saing Horikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia” untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi.


(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Posisi Daya Saing Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan, doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segenap hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis, khususnya kepada:

1. Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi atas segala perhatian, kebaikan, bantuan, motivasi dan bimbingannya selama ini kepada penulis.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas segala masukan, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis. 3. Ir. Hawal Widodo dan Yayah Juhaeriah, S.Pt selaku kedua orangtua penulis

serta Melinda Widya Ghamelina selaku adik penulis yang telah senantiasa mendoakan, memberi motivasi, semangat dan pengorbanan dengan penuh rasa kasih sayang kepada penulis.

4. Seluruh dosen, staf dan seluruh civita akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Deartemen Ilmu Ekonomi.

5. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Adinda Kharisma Ramadhan, Renatalia Desiana Parhusip dan Teguh Nobi Wijaya atas semangat, bantuan, motivasi, doa dan perjuangan yang luar biasa ini.


(11)

6. Sahabat-sahabatku di Rempati Kos: Elfrida Yuliansari, Faiz Nur Hanum, Sherly Anggraini, Tamia Dwi Anindita, Deviani Prima Devi, Artanti Yulaika Iriani, Ibu Ratna beserta keluarga dan Bibi Mariana.

7. Risa Pragari, Ajeng Endartrianti, Hesti Ayu Hapsari, Retno Khairunnisa, Reni Tilova, Kristina Sari, Abdul Aziz dan seluruh teman-teman dan sahabat di Ilmu Ekonomi yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

8. Seluruh Staff Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik yang telah membantu penulis memperoleh data dan telah memberikan pengetahuan dan informasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Cindy Intan Audya Putri, Dewi Silvia Lestari, Kak Muti, Kak Heri dan Kak Arin atas segala bantuan, motivasi dan doa bagi penulis dalam menyelesaikna skripsi ini. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Bogor, Juli 2011

Michelia Widya Agri H14070089


(12)

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjaun Pustaka ... 12

2.1.1. Hortikultura ... 12

2.1.2. Ekspor dan Impor ... 12

2.1.3. Perdagangan Internasional ... 13

2.1.4. World Trade Organization (WTO) dan Pertanian ... 19

2.2. Penelitian Terdahulu ... 21

2.3. Kerangka Pemikiran ... 23

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 26

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 26

3.2.1. Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 27

3.2.2. Export Product Dynamic (EPD) ... 28

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Profil Hortikultuura ... 31

4.2. Perkembangan Hortikultura Dunia ... 39

4.3. Perkembangan Hortikultura Indonesia ... 30

4.4. Perkembangan Ekspor Hortikultura Indonesia di Dunia ... 45

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Pasar Dunia Tahun 2001, 2005, dan 2009 ... 60

5.2. Negara-Negara Pesaing Utama Ekspor Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia ... 80

5.3. Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD) Indonesia ke sepuluh Negara Tujuan Uama dan Pasar Dunia ... 83

5.4. Hasil Penggabungan RCA dan EPD Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara TujuanUtama dan Dunia ... 174

5.5. Ringkasan Hasil Estimasi RCA dan EPD Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia ... 177

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 180

6.2. Saran ... 180

DAFTAR PUSTAKA ... 182


(13)

DAFTAR TABEL

1.1 Kontribusi Sektor Pertanian dalam membentuk PDB Atas Dasar Harga

Berlaku Tahun 2005-2009 ... 3

1.2 Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan harga Berlaku Periode 2004-2009 (Milyar Rupiah) ... 4

1.3 Perkembangan Ekspor, Impor, dan Neraca Perdsgangan Hortikultura 7 1.4 Volume Ekspor Beberapa Komoditi Hortikultura Indonesia di Dunia Tahun 2005-2009... 8

1.5 Pangsa Ekspor Beberapa produk Hortikultura Indonesia di Pasar Dunia ... 9

3.1 Kode Komoditi Hortikultura dalam Harmonized System (HS) ... 26

3.2 Matriks Posisi Daya Saing ... 29

4.1 Sepuluh Negara Produsen Beberapa produk Hortikultura Terbesar di Dunia Tahun 2005 ... 40

4.2 Produktivitas Tanaman Hortikultura Indonesia ... 44

4.3 Ekspor Komoditi Jambu Biji, Mangga, dan Manggis Indonesia ... 56

5.1 Negara-Negara pesaing Utama Ekspor Hortikultura Indonesia ... 81

5.2 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Hongkong .... 84

5.3 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Hongkong ... 85

5.4 Hasil Estimasi RCA Bunga Potong di Pasar Hongkong ... 85

5.5 Hasil Estimasi RCA Kubis di Pasar Hongkong ... 87

5.6 Hasil Etimasi RCA Pisang di Pasar Hongkong ... 88

5.7 Hasil Estimasi RCA Nanas di Pasar Hongkong ... 89

5.8 Hasil Estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar Hongkong ... 90

5.9 Hasil Estimasi RCA Jahe di Pasar Hongkong ... 91

5.10 Hasil Estimasi RCA Temulawak di Pasar Hongkong... 92

5.11 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Belanda ... 93

5.12 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Belanda... 94

5.13 Hasil Estimasi RCA Bunga Potong di Belanda ... 94

5.14 Hasil Estimasi RCA Kubis di Pasar Belanda ... 95

5.15 Hasil Etimasi RCA Jamur di Pasar Belanda ... 96

5.16 Hasil Estimasi RCA Cendawan Tanah di Pasar Belanda ... 97

5.17 Hasil Estimasi RCA Pisang di Pasar Belanda... 97

5.18 Hasil Estimasi RCA Nanas di Pasar Belanda ... 98

5.19 Hasil Estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar Belanda ... 99

5.20 Hasil Estimasi RCA Jahe di Pasar Belanda ... 99

5.21 Hasil Estimasi RCA Temulawak di Pasar Belanda ... 100

5.22 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesiadi Pasar Singapura ... 101

5.23 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Singapura ... 102

5.24 Hasil Estimasi RCA Bunga Potong di Pasar Singapura ... 103

5.25 Hasil Estimasi RCA Kubis di Pasar Singapura ... 104


(14)

5.28 Hasil Estimasi RCA Pisang di Pasar Singapura ... 106

5.29 Hasil stimasi RCA Nanas di Pasar Singapura ... 107

5.30 Hasil Estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar Singapura ... 108

5.31 Hasil Estimasi RCA Jahe diPasar Singapura ... 108

5.32 Hasil Estimasi RCA Temulawak di Pasar Singapura ... 109

5.33 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Taiwan ... 110

5.34 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Taiwan ... 111

5.35 Hasil Estimasi RCA Bunga Potong di Pasar Taiwan... 112

5.36 Hasil Estimasi RCA Kubis di Pasar Taiwan ... 112

5.37 Hasil Estimasi RCA Jamur di Pasar Taiwan... 114

5.38 Hasil Estimasi RCA Cendawan Tanah di Pasar Taiwan ... 114

5.39 Hasil Estimasi RCA Nanas di Pasar Taiwan ... 115

5.40 Hasil Estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar Taiwan... 116

5.41 Hasil Estimasi RCA Jahe di Pasar Taiwan ... 117

5.42 Hasil Estimasi RCA Temulawak di Pasar Taiwan ... 118

5.43 Hasil estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Cina ... 118

5.44 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Cina ... 119

5.45 Hasil Estimasi Bunga Potong di Pasar Cina ... 120

5.46 Hasil Estimasi Kubis di Pasar Cina ... 121

5.47 Hasil Estimasi Jamur di Pasar Cina ... 121

5.48 Hasil Estimasi Pisang di Pasar Cina ... 122

5.49 Hasil Estimasi RCA Jahe di Pasar Cina ... 123

5.50 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Jepang ... 124

5.51 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Jepang... 125

5.52 Hasil Estimasi RCA Bunga Potong di Pasar Jepang ... 126

5.53 Hasil Estimasi RCA Kubis di Pasar Jepang ... 127

5.54 Hasil Estimasi RCA Jamur di Pasar Jepang ... 128

5.55 Hasil Estimasi RCA Cendawan Tanah di Pasar Jepang ... 128

5.56 Hasil Estimasi RCA Pisang di Pasar Jepang... 129

5.57 Hasil Estimasi RCA Nanas di Pasar Jepang ... 130

5.58 Hasil Estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar Jepang ... 131

5.59 Hasil Estimasi RCA Jahe di Pasar Jepang ... 132

5.60 Hasil Estimasi RCA Temulawak di Pasar Jepang ... 133

5.61 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Malaysia ... 134

5.62 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Malaysia ... 135

5.63 Hasil Estimasi RCA Bunga Potong di Pasar Malaysia ... 136

5.64 Hasil Estimasi RCA Kubis di Pasar Malaysia ... 136

5.65 Hasil Estimasi RCA Jamur di Pasar Malaysia ... 137

5.66 Hasil Estimasi RCA Cendawan Tanah di Pasar Malysia... 138

5.67 Hasil Estimasi RCA Pisang di Pasar Malaysia ... 139

5.68 Hasil Estimasi RCA Nanas di Pasar Malaysia ... 139

5.69 Hasil Estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar Malaysia ... 140


(15)

5.72 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Saudi Arabia 142 5.73 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Saudi Arabia . 143

5.74 Hasil Estimasi RCA Bunga Potong di Pasar Saudi Arabia... 144

5.75 Hasil estimasi RCA Kubis Indonesia di Pasar Saudi Arabia ... 144

5.76 Hasil Estimasi RCA Jamur Indonesia di Pasar Saudi Arabia ... 145

5.77 Hasil Estimasi RCA Pisang di Pasar Saudi Arabia ... 146

5.78 Hasil Estimasi RCA Nanas di Pasar Saudi Arabia ... 147

5.79 Hasil Estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar Saudi Arabia... 147

5.80 Hasil Estimasi RCA Jahe di Pasar Saudi Arabia ... 148

5.81 Hasil Estimasi RCA Temulawak di Pasar Saudi Arabia ... 149

5.82 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Amerika Serikat ... 150

5.83 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Amerika Serikat ... 151

5.84 Hasil Estimasi Bunga Potong di Pasar Amerika Serikat ... 152

5.85 Hasil Estimasi Kubis di Pasar Amerika Serikat ... 153

5.86 Hasil Estimasi Jamur di Pasar Amerika Serikat ... 153

5.87 Hasil Estimasi RCA Cendawan Tanah di Pasar Amerika Serikat .. 154

5.88 Hasil Estimasi RCA Pisang di Pasar Amerika Serikat ... 155

5.89 Hasil Estimasi RCA Nanas di Pasar Amerika Serikat ... 156

5.90 Hasil Estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar Amerika Serikat... ... 156

5.91 Hasil Estimasi RCA jahe di Pasar Amerika Serikat ... 157

5.92 Hasil Estimasi RCA Temulawak di Pasar Amerika Serikat ... 158

5.93 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Uni Emirat Arab... 159

5.94 Hasil Estimasi EPD Hortikultura di Pasar Uni Emirat Arab ... 160

5.95 Hasil Estimasi RCA Bunga Potong di Pasar Uni Emirat Arab ... 160

5.96 Hasil Estimasi RCA Kubis di Pasar Uni Emirat Arab ... 161

5.97 Hasil Estimasi RCA Jamur di Pasar Uni Emirat Arab ... 162

5.98 Hasil Estimasi RCA Cendawan Tanah di Pasar Uni Emirat Arab.. 162

5.99 Hasil Estimasi RCA Pisang di Pasar Uni Emirat Arab ... 163

5.100 Hasil Estimasi RCA Nanas di Pasar Uni Emirat Arab ... 164

5.101 Hasil estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar Uni Emirat Arab ... 164

5.102 Hasil Estimasi RCA Jahe di Pasar Uni Emirat Arab ... 165

5.103 Hasil Estimasi RCA Temulawak di Pasar Uni Emirat Arab ... 166

5.104 Hasil Estimasi RCA Hortikultura Indonesia di Pasar Dunia ... 166

5.105 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Pasar Dunia ... 167

5.106 Hasil Estimasi RCA Bunga Potong di Pasar Dunia ... 168

5.107 Hasil Estimasi RCA Kubis di Pasar Dunia ... 169

5.108 Hasil Estimasi RCA Jamur di Pasar Dunia ... 170

5.109 Hasil Estimasi RCA Cendawan Tanah di Pasar Dunia ... 170

5.110 Hasil Estimasi RCA Pisang di Pasar Dunia ... 171

5.111 Hasil Estimasi RCA Nanas di Pasar Dunia ... 172 5.112 Hasil Estimasi RCA Jambu Biji, Mangga, dan Manggis di Pasar


(16)

5.113 Hasil Estimasi RCA Jahe di Pasar Dunia ... 173 5.114 Hasil Estimasi RCA Temulawak di Pasar Dunia ... 174

5.116 Hasil Estimasi Rata-Rata RCA Hortikultura Indonesia di Sepuluh

Negara Tujuan Utama dan Dunia ... 178 5.117 Hasil Estimasi EPD Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara


(17)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Persentase Penggunaan Lahan di Indonesia Tahun 1996-2005 ... 2

1.2 Perkembangan Volume Ekspor Hortikultura Indonesia ... 5

2.1 Model dasar Hecksher_Ohlin ... 17

2.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 25

3.1 Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis pada EPD ... 30

4.1 Perkembangan Volume Produksi Sayuran dan Buah Indonesia ... 41

4.2 Perkembangan Volume Produksi Tanaman Hias Indonesia... 41

4.3 Perkembangan Volume Produksi Tanaman Biofarmaka ... 42

4.4 Konsumsi Perkapita Buah-buahan dan Sayuran ... 43

4.5 Perkembangan Total Ekspor Indonesia dan Beberapa Negara Pesaing di Pasar Dunia Tahun 2000-2010 ... 47

4.6 Perkembangan Volume Ekspor Bunga potong Indonesia ... 48

4.7 Perkembangan Volume Ekspor Kubis Indonesia... 49

4.8 Perkembangan Volume Ekspor Jamur Indonesia ... 50

4.9 Perkembangan Volume Ekspor Cendawan Tanah Indonesia ... 51

4.10 Perkembangan Volume Ekspor Pisang Indonesia ... 52

4.11 Perkembangan Volume Ekspor Nanas Indonesia ... 53

4.12 Perkembangan Volume Ekspor Jambu Biji, Mangga, dan Manggis Indonesia ... 55

4.13 Perkembangan Volume Ekspor Jahe Indonesia ... 57

4.14 Perkembangan Volume Ekspor Temulawak Indonesia ... 59

5.1 Neraca Perdagangan Horrtikultura Hongkong ... 60

5.2 Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar Hongkong ... 61

5.3 Neraca Perdagangan Hortikultura Belanda ... 63

5.4 Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar Belanda ... 64

5.5 Neraca Perdagangan Hortikultura Singapura ... 65

5.6 Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar Singapura ... 66

5.7 Neraca Perdagangan Hortikultura Taiwan ... 67

5.8 Perkembangan nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar Taiwan 68 5.9 Neraca Perdagangan Hortikultura Cina ... 69

5.10 Perkembangan Niai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar Cina ... 70

5.11 Neraca Perdagangan Hortikultura Jepang ... 71

5.12 Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar Jepang ... 71

5.13 Neraca Perdagangan Hortikultura Malaysia ... 72 5.14 Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar


(18)

5.15 Neraca Perdagangan Hortikultura Saudi Arabia ... 74 5.16 Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar

Saudi Arabia ... 75 5.17 Neraca Perdagangan Hortikultura Amerika Serikat... 76 5.18 Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar

Amerika Serikat ... 77 5.19 Neraca Perdagangan Hortikultura Uni Emirat Arab ... 78 5.20 Perkembangan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia di Pasar

Uni Emirat Arab ... 78 5.21 Perkembangan Nilai Impor Hortikultura Dunia... 79 5.22 Perbandingan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia dan Dunia ... 80 5.23 Posisi Daya Saing Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara

Tujuan Utama dan Dunia ... 175 5.24 Posisi Negara Tujuan Ekspor Hortikultura Indonesia berdasarkan


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Volume Ekspor Hortikultura Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Tahun 2001, 2005 ... 185 2. Nilai Ekspor Hortikultuta Indonesia di Negara Tujuan Ekspor

(US$ 1000) ... 190 3. Negara-Negara Pesaing Utama Ekspor Hortiklultira Indonesia di Pasar


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki iklim tropis dan dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, keadaan tanah yang subur untuk bercocok tanam serta wilayah perairan yang terbentang luas. Sehingga Indonesia memiliki keberagaman produk pertanian dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia sehingga menjadikan pertanian sebagai salah satu mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau.

Pada Gambar 1.1 persentase total penggunaan lahan di Indonesia dari tahun 1996-2005 menggambarkan bahwa dari seluruh lahan yang digunakan perkebunan menempati urutan tertinggi sebesar 25 persen, tegal/kebun 14 persen, lahan tanaman kayu-kayuan 13 persen. Ini dapat diartikan bahwa meskipun banyak terjadi konversi lahan, lahan yang digunakan di Indonesia dari tahun 1996 hingga tahun 2005 masih didominasi untuk sektor pertanian dan pertanian masih menjadi sektor unggulan penopang perekonomian Indonesia. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, dan lainnya, pertanian menjadi pilar utama bagi perekonomian mereka sehingga mereka dapat mengandalkan devisa hasil pertanian mereka.

Sektor pertanian di negara-negara maju pun lebih produktif dan menganut pertanian dengan sistem yang modern dengan penggunaan teknologi yang tepat guna sehingga lebih efisien serta adanya subsidi yang tinggi dari masing-masing pemerintah sehingga dapat menekan biaya produksi yang mereka keluarkan. Di negara berkembang seperti Indonesia, subsidi untuk sektor pertanian dicabut. Hal ini terjadi karena IMF menuntut Indonesia untuk mencabut subsidi tersebut. Ketergantungan antara Indonesia dengan IMF membuat Indonesia tidak bisa berkutik dan menuruti keinginan IMF tersebut. Seharusnya


(21)

Indonesia bisa lebih memaksimalkan potensi yang ada di bidang pertanian karena Indonesia lebih memiliki lahan yang luas, letak geografis, serta iklim yang lebih mendukung untuk membudidayakan sektor pertanian.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006

Gambar 1.1 Persentase Penggunaan Lahan di Indonesia Tahun 2005

Sektor pertanian Indonesia terdiri dari lima subsektor yaitu, subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan (Dumairy, 1996). Dimana masing-masing sektor tersebut memberikan kontribusi tersendiri bagi perekonomian Indonesia. Seperti dapat dilihat pada Tabel 1.1 bahwa persentase kontribusi pertanian terhadap pembentukan PDB dari tahun 2005-2009 semakin meningkat, kecuali pada tahun 2006 sempat mengalami penurunan sebesar 12,97 persen. Sektor pertanian dapat menjadi salah satu sektor unggulan yang dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dari beberapa subsektor, subsektor tanaman bahan makanan yang memberikan kontribusi paling besar.

Tanaman bahan makanan meliputi komoditas-komoditas bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kedelai (Dumairy, 1996), termasuk didalamnya beberapa komoditas hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Subsektor inilah yang menjadi sandaran nafkah utama, terutama bagi masyarakat pedesaan. Karena di pedesaan masih terdapat banyak lahan pertanian seperti sawah, ladang, dan lain-lain dibandingkan dengan daerah


(22)

perkotaan yang sudah banyak dipenuhi oleh areal perkantoran, kawasan industri, dan perumahan.

Tabel 1.1 Kontribusi Sektor Pertanian dalam Membentuk Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2009

(%) Sektor-Subsektor

Tahun

2005 2006 2007 2008* 2009**

Sektor P e r t a n i a n 13,13 12,97 13,72 14,46 15,29

a. Pertanian Sempit 10,16 9,85 10,33 10,87 11,32

- Tanaman Bahan Makanan 6,54 6,42 6,71 7,06 7,46

- Tanaman Perkebunan 2,03 1,90 2,07 2,14 2,00

- Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,59 1,53 1,55 1,67 1,85

b. Kehutanan 0,81 0,90 0,92 0,82 0,80

c. Perikanan 2,15 2,23 2,47 2,77 3,17

Keterangan : *)Angka Sementara, **)Angka Sangat Sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Hortikultura yang termasuk ke dalam subsektor tanaman pangan pun telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan nasional seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2. Tanaman hortikultura meliputi sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Pada Tabel 1.2 nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2004-2009 semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dari empat komoditas hortikultura, komoditas buah-buahan memberikan kontribusi paling besar.

Hal ini dikarenakan buah-buahan memiliki volume produksi yang paling besar yaitu sebanyak 12.656.031 ton1 pada tahun 2003-2009. Kemudian disusul oleh sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas andalan ekspor non migas. Jenis-jenis tanaman yang tidak terdapat di negara lain dan hanya terdapat di Indonesia, serta iklim yang menunjang menjadikan tanaman hortikultura Indonesia sebagai potensi komoditas ekonomi Bangsa Indonesia yang cukup diperhitungkan dalam sektor pertanian.

1Direktorat Jenderal Hortikultura.‖

Buku saku ATAP 2009 Dirjen Hortikultura‖. Departemen Pertanian


(23)

Tabel 1.2 Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2009 (Milyar Rupiah)

Komoditas Nilai PDB

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Buah-buahan 28,246 30,765 31,694 35,448 42,362 47,060 48,437

Sayuran 20,573 20,749 22,630 24,694 25,587 28,205 30,506

Tanaman

Biofarmaka 565 722 2,806 3,762 4,106 3,853 3,897

Tanaman Hias 4,501 4,609 4,662 4,734 4,741 5,085 5,494

Total 53,885 56,844 61,792 68,639 76,795 84,203 88,334

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010

Perdagangan internasional membuka kesempatan bagi Indonesia untuk bersaing baik di pasar internasional maupun di pasar domestik dan bersaing dengan sesama negara eksportir lainnya. Dengan adanya arus globalisasi tersebut, maka produk hortikultura dari berbagai negara tidak dapat dihindari untuk memasuki dan membanjiri pasar domestik. Halangan-halangan perdagangan yang bersifat tarif maupun non tarif tidak ada lagi sehingga globalisaasi ini dapat menjadi peluang sekaligus ancaman bagi pembangunan pertanian maupun bagi perdagangan nasional. Berhasil atau tidaknya Indonesia dalam memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman tergantung dari bagaimana Indonesia menggunakan kemampuan untuk mendayagunakan kekuatan yang dimiliki dan mengatasi berbagai kelemahan secara tepat dan efisien sehingga dapat mewujudkan daya saing yang semakin meningkat guna menjawab tantangan dari liberalisasi perdagangan tersebut.

Menurut Yudohusodo dalam Sunu dan Wartoyo (2006), rendahnya daya saing sektor pertanian kita disebabkan oleh sempitnya penguasaan lahan, tidak efisiennya usahatani dan iklim usaha yang kurang kondusif serta ketergantungan pada alam masih tinggi. Pada Gambar 1.2 terdapat perkembangan volume ekspor hortikultura Indonesia dari tahun 2003 hingga tahun 2009 yang cenderung berfluktuatif. Volume ekspor terbesar Indonesia yaitu pada komoditi buah-buahan. Buah-buahan Indonesia memiliki kekhasan buah-buahan tropis seperti rasanya yang membuat buah-buahan Indonesia banyak diminati.


(24)

Sumber: Pusdatin dan BPS, 2010

Gambar 1.2 Perkembangan Volume Ekspor Hortikultura Indonesia Tahun 2003-2009

Pada tahun 2007 sempat terjadi penurunan volume ekspor, padahal produksi buah-buahan Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan bahwa produksi yang besar digunakan lebih banyak untuk konsumsi dalam negeri daripada untuk ekspor. Buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias Indonesia mempunya potensi yang besar untuk dikembangkan dan mempunyai peluang untuk menguasai pasar ekspor dunia. Volume dan nilai ekspor hortikultura Indonesia yang masih berfkluktuasi menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia karena Indonesia bukanlah satu-satunya negara pengekspor produk-produk hortikultura. Banyak negara-negara pesaing lainnya yang siap untuk bersaing dan mengunggulkan produknya di pasar internasional sehingga Indonesia perlu meningkatkan daya saing agar dapat bersaing dan menguasai pasar hortikultura internasional.

1.2 Perumusan Masalah

Hortikultura merupakan sektor yang patut dikembangkan. Indonesia merupakan negara tropis sehingga memiliki karakteristik buah, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias yang khas bila dibandingkan dengan negara yang lainnya. Maka ekspor hortikultura Indonesia mempunyai tempat tersendiri bagi


(25)

para konsumennya di berbagai negara. Indonesia sudah berhasil mengekspor komoditas hortikultura ke berbagai negara di beberapa benua, seperti Asia, Amerika, Eropa dan lain-lain. Era globalisasi perdagangan yang terjadi saat ini telah membawa produk hortikultura Indonesia bersaing dengan produk-produk hortikultura negara lainnya dalam persaingan yang ketat. Masing-masing negara mengunggulkan produknya dengan berlomba-lomba untuk menunjukan varietas terbaiknya. Sehingga produk yang paling unggul yang dapat merebut pasar konsumen internasional, mereka lebih selektif dalam memilih berbagai produk hortikultura dan disesuaikan dengan karakteristik keinginan konsumen di berbagai negara yang berbeda-beda daripada konsumen domestik.

Selain itu, produk-produk impor pun mulai membanjiri pasar domestik, seperti jeruk mandarin, kubis asal cina, jamur shitake, jamur aprikot korea dan lain-lain. Produk-produk impor tersebut menawarkan penampilan yang lebih menarik, baik warna ataupun bentuk dan dengan harga yang lebih murah dibandingkan produk-produk lokal. Sehingga dapat menarik minat konsumen domestik untuk mengkonsumsi produk impor daripada produk lokal. Pada Tabel 1.3 dapat terlihat bahwa neraca perdagangan komoditas hortikultura Indonesia bernilai negatif dan menurun dari tahun 2003 hingga tahun 2009, ini menunjukan bahwa konsumsi akan impor hortikultura Indonesia lebih besar daripada ekspornya.

Menurut Dumairy (1996), kenaikan impor berkaitan dengan deregulasi dan debirokratisasi yang diluncurkan. Debirokratisasi dan deregulasi dalam bidang impor umumnya berupa penyederhanaan tata niaga, penggantian bentuk perlindungan non tarif menjadi perlindungan tarif, penurunan tarif bea masuk serta pemberian ijin impor kepada lebih banyak perusahaan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan impor selalu diserasikan dengan upaya-upaya pengembangan industri di dalam negeri, perangsangan investasi dan penggalakan ekspor. Tetapi apabila kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut tidak dilaksanakan dan diawasi dengan tepat, maka impor dapat menjadi ancaman bagi produk-produk domestik dan akan merugikan para petani domestik.


(26)

Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Hortikultura Indonesia Periode 2003-2009

Komoditas

Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 1) 2008 2009

Hortikultura

Volume (Ton):

- Ekspor 311.845 296.479 384.316 456.890 393.895 524.485 447.609

- Impor 593.231 798.322 856.393 923.867 1.300.345 1.429.967 1.524.666

- Neraca -281.385 -501.843 -472.077

-466.977 -906.450 -905.482

-1.077.057

Nilai (US$

000) :

- Ekspor 195.332 177.090 227.974 238.063 254.537 433.921 379.739

- Impor 309.663 344.791 367.425 527.415 810.130 926.045 1.077.463

- Neraca -114.331 -167.701 -139.451

-289.352 -555.593 -492.124 -697.724 Ket : ¹) Tahun 2007 terdapat perubahan kode HS dari 9 digit menjadi 10 digit Sumber: Badan Pusat Statistik

Menurut Data Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia berhasil menjadi negara produsen utama untuk beberapa komoditi hortikultura tertentu. Seperti komoditi pisang, jambu, mangga dan manggis pada tahun 2001 dan 2005 produksinya berhasil menduduki peringkat keenam, untuk komoditi kubis pada tahun 2001 dan 2005 Indonesia berhasil menduduki peringkat kedelapan. Untuk komoditi jahe pada tahun 2001 dan 2005 menduduki peringkat lima besar. Sedangkan untuk komoditi jamur dan cendawan tanah pada tahun 2001 Indonesia menempati posisi ke-15 dan turun menjadi urutan ke-16 pada tahun 2005.

Hal ini menunjukan bahwa jumlah produksi hortikultura untuk beberapa komoditi sangat besar. Dengan produksi yang berlimpah, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan keadaan tersebut baik untuk konsumsi domestik ataupun untuk ekspor guna mendapatkan tambahan devisa. Sehingga produk impor tidak perlu lagi membanjiri pasar domestik, karena produk hortikultura domestik sebenarnya memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk impor. Berdasarkan data Kementerian Pertanian pada tahun 2005-2009, komoditi yang paling banyak diproduksi diantara semua komoditi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jahe kemudian diikuti oleh temulawak. Sedangkan komoditi


(27)

yang memiliki konsisten mengalami kenaikan pada volume ekspornya yaitu komoditi jambu biji, mangga dan manggis. Sedangkan beberapa komoditi lainnya yang digunakan dalam penelitian ini mengalami fluktuasi volume ekspor. Pada Tabel 1.4 dapat terlihat bahwa meskipun jahe dan temulawak memiliki volume produksi terbesar, namun bukan termasuk komoditi yang memiliki volume ekspor tertinggi. Yang memiliki volume ekspor tertinggi yaitu kubis diikuti oleh jambu biji, mangga dan manggis padahal kedua komoditi tersebut tidak memiliki volume produksi sebesar jahe dan temulawak. Hal tersebut menandakan ketidakmampuan Indonesia dalam mengoptimalkan volume produksinya yang seharusnya dapat menjadi komoditi andalan ekspor dengan volume ekspor tertinggi. Komoditi hortikultura yang digunakan dalam penelitian ini memiliki volume ekspor yang berfluktuasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4 Volume Ekspor Beberapa Komoditi Hortikultura Indonesia di Dunia Tahun 2005-2009

No Komoditi Volume Ekspor (Ton)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Bunga

Potong 7.616.665 7.960.163 2.620.193 2.620.193 2.922.066

2 Kubis 39.202.632 343.618.660 473.524.340 389.268.670 449.042.020

3 Jamur 26.438.260 10.120.690 17.862 7.734 80.434

4 Cendawan

Tanah 4.169 3.055 1.675.814 1.638.495 1.146.939

5 Pisang 3.647.035 4.443.188 2.378.460 1.969.871 401.964

6 Nanas 643.716 142.672 472.875 215.053 33.033

7

Jambu Biji, Mangga dan Manggis

9.427.341 7.019.602 10.328.764 11.428.100 11.584.895

8 Jahe 2.401.692 1.712.301 3.859.247 11.137.115 7.326.403

9 Temulawak 1.329.863 2.646.818 1.182.013 987.540 2.664.656

Sumber: UN Comtrade, 2011

Dari Tabel 1.5 dapat terlihat bahwa bahwa pangsa ekspor beberapa produk hortikultura Indonesia di pasar dunia paling tinggi hanya mencapai 0,08 persen untuk komoditi temulawak di tahun 2001. Sedangkan untuk komoditi lainnya ada yang nilainya mencapai nol persen, ini menandakan bahwa pangsa ekpsor beberapa produk hortikultura Indonesia masih relatif sangat kecil di dunia, tidak sebanding dengan volume produksinya.


(28)

Tabel 1.5 Pangsa Ekspor Beberapa Produk Hortikultura Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2001, 2005 dan 2009

No Komoditi

Pangsa Pasar (%) Tahun

2001 2005 2009

1 Bunga Potong 0,001 0,006 0,002

2 Kubis 0,025 0,017 0,020

3 Jamur 0,010 0,006 0,000

4 Cendawan Tanah 0,000 0,002 0,010

5 Pisang 0,000 0,000 0,000

6 Nanas 0,002 0,000 0,000

7 Jambu Biji, Mangga da Manggis 0,008 0,009 0,008

8 Jahe 0,034 0,023 0,005

9 Temulawak 0,080 0,020 0,000

Sumber: UN Comtrade, 2011

Dengan volume produksi dalam jumlah besar, seharusnya Indonesia mampu meningkatkan volume ekspornya. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana perkembangan nilai ekspor dan pesaing hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama dan dunia?

2. Bagaimana posisi daya saing hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama dan dunia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dari latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menggambarkan perkembangan nilai ekspor dan pesaing hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama dan dunia

2. Menganalisis posisi daya saing produk hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama dan dunia.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat selain bagi penulis yaitu bagi masyarakat umum, para akademisi, untuk penelitian-penelitian berikutnya tentang konsep daya saing hortikultura maupun untuk pemerintah


(29)

sebagai masukan dan bahan rujukan bagi perumuasan kebijakan yang akan dikeluarkan untuk meningkatkan daya saing hortikultura Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, daya saing ekspor hortikultura Indonesia diestimasi dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dinamycs (EPD) pada sepuluh negara tujuan utama dan dunia. Tahun yang digunakan yaitu tahun 2001, 2005 dan 2009 dianggap dapat mewakili kondisi satu dekade terakhir. Komoditas hortikultura yang akan dianalisis daya saingnya yaitu sayur-sayuran yang diwakili oleh kubis, jamur, dan cendawan tanah; tanaman hias yang diwakili oleh bunga potong; tanaman biofarmaka diwakili oleh jahe dan temulawak. Sedangkan untuk buah-buahan diwakili oleh pisang, nanas, jambu, mangga, dan manggis. Kubis, jamur, cendawan tanah, jahe, temulawak, pisang, nanas, jambu, mangga, dan manggis tersebut adalah merupakan komoditi ekspor utama Indonesia dilihat berdasarkan volume ekspornya dan berdasarkan potensi ekspor yang dimiliki oleh komoditas tersebut.

Negara-negara tujuan ekspor dipilih karena kekontinyuan Indonesia mengekspor ke negara tersebut dan negara-negara tersebut merupakan negara importir hortikultura Indonesia yang terbesar. Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka dipilih sebelas negara yaitu Hongkong, Belanda, Singapura, Taiwan, Cina, Jepang, Malaysia, Saudri Arabia, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan pasar dunia. Negara-negara pesaing utama untuk komoditas sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias yaitu Thailand, kemudian dua negara lainnya yaitu pesaing kesatu dan pesaing kedua dipilih berdasarkan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2001, 2005, dan tahun 2009. Untuk negara-negara pesaing utama buah-buahan yaitu Filipina, sedangkan dua negara pembanding lainnya yaitu pesaing kesatu dan pesaing kedua dipilih berdasarkan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2001, 2005, dan tahun 2009. Berdasarkan kesamaan iklim dan karakteristik negaranya, maka Thailand dan Filipina menjadi benchmark Indonesia di bidang pertanian, dan karena keberhasilannya menjadi negara eksportir utama di ASEAN sehingga Thailand dan Filipina dipilih sebagai negara pesaing utama Indonesia.


(30)

Selain itu, tidak semua komoditi yang digunakan dalam penelitian ini dibahas pada setiap negara tujuan ekspornya karena kemungkinan nilai ekspor yang tidak kontinyu menyebabkan ada beberapa komoditi yang tidak dibahas pada negara-negara tujuan ekspor tertentu baik pada saat membahas estimasi RCA ataupun EPD.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Hortikultura

Hortikultura dalam terjemahan bebas dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang budidaya tanaman yang intensif dan produknya digunakan manusia sebagai bahan pangan, bahan obat (tanaman empon-emponan), bahan bumbu (tanaman rempah-rempah), bahan penyegar atau penyedap dan sebagai pelindung serta penyaman lingkungan (tanaman hias). Dilihat dari tempat usaha, hortikultura berorientasi pada pengusahaan tanaman di sekitar tempat tinggal (kebun) pada areal terbatas. Pada umumnya produk hortikultura dikonsumsi dalam bentuk segar, sehingga kadar air sangat menentukan kualitasnya. Dengan kadar air yang tinggi menyebabkan produk tersebut mudah rusak (Ashari, 1995).

2.1.2 Ekspor dan Impor

Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara yang diperdagangkan ke negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang tersebut secara efisien (Lipsey, 1995). Pertumbuhan ekspor suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Adanya daya saing dengan negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu, suatu negara hendaknya melakukan spesialisasi sehingga negara tersebut dapat mengekspor komoditi yang telah diproduksi untuk dipertukarkan dengan apa yang dihasilkan oleh negara lain dengan biaya yang lebih rendah dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut.

2. Adanya penetapan harga pasar dalam negeri dan harga pasar internasional. Jika harga pasar internasional lebih tinggi daripada harga pasar domestik,


(32)

maka produsen akan lebih memilih untuk memasarkan komoditi hasil produksinya ke pasar internasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut.

3. Adanya permintaan dari luar negeri. Semakin tinggi permintaan dari luar negeri terhadap komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara, maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekspor negara tersebut.

4. Nilai tukar mata uang. Apabila suatu negara mengalami depresiasi nilai tukar, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. Hal itu terjadi karena depresiasi nilai tukar menyebabkan harga-harga komoditas domestik terlihat lebih murah di mata internasional sehingga permintaan luar negeri untuk komoditas tersebut akan meningkat.

Impor merupakan pembelian barang yang dilakukan oleh suatu negara kepada negara lain yang menghasilkan barang tersebut. Impor dapat terjadi karena disebabkan suatu negara tidak bisa menghasilkan barang-barang modal dan berbagai jenis barang untuk keperluan pengembangan berbagai jenis industri negaranya. Jika impor lebih besar daripada ekspor, maka cadangan devisa akan berkurang atau neraca perdagangan akan defisit (Firdaus, 2007).

2.1.3 Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan negara lain. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran suatu negara. Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya telah terjadi selama ribuan tahun (seperti Jalur Sutera dan Amber Road), meskipun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong


(33)

industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional (Oktaviani dan Tanti, 2009).

Selama abad ketujuh belas dan delapan belas, sekelompok pria (para pedagang, bankir, pegawai pemerintah, bahkan para filsuf) telah menulis esai dan pamflet mengenai perdagangan internasional yang memunculkan filosofi ekonomi yang disebut dengan merkantilisme. Secara ringkas para penganut merkantilisme itu berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin impor (Salvatore, 1997).

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2003), ada tiga perbedaan penting antara perdagangan domestik dan perdagangan internasional, dan perbedaan ini mempunyai konsekuensi-konsekuensi praktis dan ekonomis yang penting, yaitu:

1. Kesempatan untuk memperluas perdagangan. Keuntungan utama dari perdagangan internasional adalah bahwa perdagangan tersebut memperluas cakrawala perdagangan.

2. Negara-negara yang berkuasa. Perdagangan antar perbatasan melibatkan orang-orang dan perusahaan yang hidup di negara-negara berbeda. Masing-masing negara merupakan suatu kesatuan yang berkuasa untuk mengatur aliran orang, barang, dan finansial yang menyebrangi perbatasannya. Ini berlawanan dengan perdagangan domestik, dimana ada satu mata uang, sehingga perdagangan dan uang mengalir secara bebas di dalam batas negara tersebut.

3. Nilai tukar uang (mata uang). Sebagian besar negara memiliki mata uang mereka sendiri. Sistem finansial internasional harus menjamin kelancaran aliran dan nilai tukar dollar, yen, dan mata uang lainnya. Apabila tidak, maka akan beresiko menimbulkan kemacetan dalam perdagangan.

Perdagangan internasional dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah karena keberagaman sumber daya alam di setiap negara, negara yang satu kaya akan hasil tambangnya, negara yang lainnya memiliki tanah yang subur sehingga hasil pertaniannya melimpah, dan lain-lain sehingga akan terjadi pertukaran barang atau jasa antar negara untuk memenuhi


(34)

kebutuhannya masing-masing. Selain itu, faktor lainnya adalah karena adanya perbedaan citarasa. Suatu negara akan terlibat perdagangan dengan negara lainnya karena masing-masing negara punya citarasa atau preferensi yang berbeda-beda terhadap suatu barang atau jasa. Dan faktor yang terakhir adalah perbedaan biaya, karena alasan yang mungkin dapat dipertimbangkan bagi negara-negara dalam melakukan perdagangan adalah perbedaan dalam hal biaya produksi.

2.1.3.1 Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional menjelaskan arah dan komposisi perdagangan antar berbagai negara serta bagaimana dampaknya terhadap perekonomian suatu negara, selain itu teori ini juga dapat menunjukan adanya keuntungan yang timbul dari adanya perdagangan internasional. Ada beberapa teori yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional.

Teori yang pertama yaitu teori klasik tentang keunggulan absolut (absolute advantage) yang diutarakan oleh Adam Smith. Menurut Adam Smith, setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan absolut serta mengimpor barang jika negara tersebut tidak memiliki keunggulan absolut (Hady, 2001). Kelemahan dari teori klasik Adam Smith yaitu Smith mengatakan bahwa perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk kedua jenis produk, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Namun kelemahan Smith tersebut disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori keunggulan komparatif (Comparative Advantage) baik secara cost comparative (labor efficiency) maupun production comparative (Labor productivity) (Hady, 2001).

Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta


(35)

mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien. Production comparative advantage atau labor productivity dapat dikatakan sebagai berikut, suatu negara akan memeperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif (Hady, 2001).

Kelemahan teori klasik Comparative Advantage David Ricardo, yaitu (1)`Teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja). Akibatnya terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis di antara dua negara, (2) Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan efisiensi di dua negara sama, maka tentu tidak akan terjadi perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis akan menjadi sama di kedua negara, (3) Pada kenyataannya walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) sama diantara dua negara, ternyata harga barang yang sejenis dapat berbeda, sehingga dapat terjadi perdagangan internasional. Dalam hal ini teori klasik tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi perbedaan harga untuk barang/produk sejenis walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) sama di kedua negara (Hady, 2001).

Maka muncul teori modern yang dikemukakan oleh Hecksher dan Ohlin, dimana perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan internasional (Hady, 2001). Sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Singkatnya, sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan mengimpor komoditi-komoditi yang relatif


(36)

padat modal (yang merupakan faktor produksi langka dan mahal di negara yang bersangkutan) (Salvatore, 1997).

Teori Heckscher-Ohlin merumuskan pernyataan bahwa perbedaan dalam kelimpahan faktor harga-harganya secara relatif merupakan penyebab perbedaan harga relatif komoditi (X dan Y) di antara kedua negara sebelum berlangsungnya perdagangan. Selisih harga absolut atas berbagai komoditi di antara kedua negara itulah yang merupakan penyebab langsung terjadinya perdagangan. Gambar 2.1 merupakan model dasar dari teori Heckscher-Ohlin, dimana panel sebelah kiri menggambarkan kurva batas kemungkinan produksi dari Negara 1 dan Negara 2. Bentuk kurva batas kemungkinan produksi Negara 1 lebih memanjang atau melebar apabila dilihat dari sumbu X, karena komoditi X yang menjadi andalan ekspornya adalah komoditi yang padat tenaga kerja. Karena kedua negara itu memiliki selera yang sama, maka mereka pun menghadapi peta indiferen yang sama pula.

Sumber: Salvatore, 1997

Gambar 2.1 Model Dasar Heckscher-Ohlin

Kurva indiferen I yang merupakan kurva indiferen bagi Negara 1 dan Negara 2 adalah tangen terhadap kurva batas kemungkinan produksi Negara 1 di titik A dan juga menjadi tangen terhadap kurva batas kemungkinan produksi Negara 2 di titik A′. Kurva indiferen I merupakan kurva indiferen yang tertinggi

Y Y

140 140

120 120

100 100 A′

80 80

60 60

40 40 A

20 20

0 20 40 60 80 100 120 X 0 20 40 60 80 100 120 X Negara 1

Negara 2

PA′

PA │ ǁ A′ A Negara 2 Negara 1 B′ C′ C

E = E′

ǁ B


(37)

yang dapat diraih oleh Negara 1 dan Negara 2 (dalam kondisi tanpa perdagangan). Sedangkan titik A dan titik A′ melambangkan titik-titik ekuilibrium produksi dan konsumsi di kedua negara tersebut sebelum mereka terlibat dalam perdagangan. Titik A dan titik A′ yang menjadi tempat kedudukan tangen pada kurva indiferen I itu juga melambangkan terciptanya harga relatif komoditi ekuilibrium dalam kondisi tanpa perdagangan (PA di Negara 1 dan PA′ di Negara 2). PA lebih kecil daripada PA′ , maka Negara 1 memiliki keunggulan komparatif dalam produksi komoditi X sedangkan Negara 2 menguasai keunggulan komparatif dalam produksi komoditi Y (Salvatore, 1997).

Panel sebelah kanan memperlihatkan bahwa setelah perdagangan berlangsung maka Negara 1 akan melakukan spesialisasi produksi komoditi X, sedangkan Negara 2 akan berspesialisasi dalam produksi komoditi Y. Spesialisasi di Negara 1 akan terus berlangsung sampai ia mencapai titik B. Sedangkan spesialisasi produksi Negara 2 baru akan berhenti jika titik B′ telah tercapai. Pada titik-titik itulah maka kurva-kurva transformasi dari kedua negara menjadi tangen terhadap garis harga relatif bersama atau PB. Negara 1 akan mengekspor sejumlah komoditi X untuk memperoleh komoditi Y dari Negara 2 dan Negara 1 akan berkonsumsi di titik E yang terletak pada kurva indiferen II. Di lain pihak, Negara 2 akan mengekspor sebagian komoditi Y yang diproduksiknnya untuk memperoleh tambahan komoditi X dari Negara1. Perdagangan ini akan memungkinkan Negara 2 berkonsumsi di titik E′ yang berhimpitan dengan titik E (Salvatore, 1997).

2.1.3.2 Konsep Daya Saing

Esterhuizen et. al. (2008) dalam Daryanto (2009)2, mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan didalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah dari penerimaan

2

Daryanto, Arief. 2009. Posisi Daya saing Pertanian Indonesia dan Upaya Peningkatannya

[Makalah] disampaikan dalam Seminar Nasional ―Peningkatan Daya saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani‖ Bogor, 14 Oktober 2009.http://ariefdaryanto.blog.mb.ip b.ac.id/files/2010/07/MU_Arief.pdf [30 Maret 2011]


(38)

sumberdaya yang digunakan. Daya saing dapat diukur dengan dua cara yaitu melalui keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan komparatif dikembangkan oleh David Ricardo.

Menurut hukum keunggulan komparatif yang dikembangkan oleh David Ricardo, mekipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki keunggulan komparatif) (Salvatore, 1997).

Sedangkan konsep keunggulan kompetitif dikembangkan oleh M. Porter. Menurut Porter dalam Hadi (2001), dalam era persaingan global saat ini suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu (Keegan dan Green, 1997;268 dalam Hadi, 2001) yaitu factor conditions, demand conditions, factor strategy structure&rivalry dan factor strategy structure&rivalry.

2.1.3 World Trade Organization (WTO) dan Pertanian

World Trade Organization (WTO) merupakan organisasi perdagangan dunia dan satu-satunya badan internasional yang mengurus tentang masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu pertujuan berupa kontrak antar negara-negara yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijaksanaan perdagangannya yang berisi aturan-aturan perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota WTO. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995.

Perundingan Uruguay Round yang berlangsung sejak bulan September 1986 hingga April 1994 merupakan awal pembentukan WTO World Trade Organization (WTO) yang merupakan penyempurnaan dari GATT (General


(39)

Agreement on Tariff and Trade) yang telah berdiri semenjak tahun 1984. Dalam Perundingan Uruguay Round telah disepakati upaya mengadakan perbaikan kelembagaan GATT. Kartadjoemena (1997), Penyempurnaan institusional ini dianggap perlu karena Uruguay Round telah meningkatkan cakupan substansi yang ditangani dan telah menghasilkan banyak perjanjian baru di bidang yang sebelumnya tidak pernah ditangani GATT. Perjanjian Uruguay Round telah mengubah status organisasi GATT menjadi WTO sebagai organisasi intrrnasional sepenuhnya dan bukan lagi lembaga intern.

Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaan intekektual yang mengandung prinsip utama liberalisasi yang berhubungan dengan beberapa sektor seperti pertanian, standar prouk, lisensi impor, dan lain-lain. Persetujuan di bidang pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 dan bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif.

Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment – S&D) bagi negara-negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian bagi negara-negara tersebut. Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized system of product classification), produk-produk pertanian didefinisikan sebagai komoditi dasar pertanian (seperti beras, gandum, dll.) dan produk-produk olahannya (seperti roti, mentega, dll.) Sedangkan, ikan dan produk hasil hutan serta seluruh produk olahannya tidak tercakup dalam definisi produk pertanian tersebut.3

3

Semua informasi tentang persetujuaan di bidang pertanian diperoleh


(40)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan mengenai daya saing dan hortikultura telah banyak dilakukan dengan berbagai macam hasil yang telah didapat sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan akan topik-topik tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian ini mengambil beberapa komoditi dari subsektor hortikultura dimana komoditi tersebut dipilih dari setiap subsektor yang mempunyai volume ekspor dan potensi yang besar . Kemudian, perbedaan lainnya yaitu apabila di penelitian-penelitian sebelumnya hanya menganalisis di pasar dunia atau hanya di beberapa negara tujuan ekspor saja, penelitian ini mengkaji kinerja ekspor dan daya saing hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan ekspor dan pasar dunia. Berikut merupakan beberapa penelitian tentang daya saing dan hortikultura yang pernah dilakukan sebelumnya.

2.2.1 Penelitian Mengenai Daya Saing

Penelitian tentang daya saing yang dilakukan oleh Karina (2009) dalam analisis daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Berdasarkan analisis daya saing komparatif dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan analisis daya saing kompetitif dengan menggunakan Export Product Dynamic (EPD), produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi, yaitu produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit). Dua diantaranya lebih memiliki keunggulan komparatif, produk tersebut adalah Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) dan Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas. Sedangkan produk Coniferous of Wood (kayu serabut) tidak mempunyai keunggulan komparatif maupun kompetitif.

Suroso (2008), dalam analisis daya saing dan dampak regional pengembangan kelapa sawit di Kabupaten Siak. Untuk menganalisis daya saing dan tingkat efisiensi kelapa sawit digunakan Policy Analysis Matrix (PAM), sedangkan untuk menganalisis dampak ekonomi regional digunakan Social Accounting Matrix (SAM). Pengusahaan perkebunan kepala sawit petani plasma


(41)

dan perusahaan inti, pabrik kelapa sawit memiliki daya saing dan tingkat efisiensi yang baik. Daya saing dan tingkat efisiensi pengusahaan perkebunan kelapa sawit petani plasma masih lebih rendah dibandingkan perkebunan kelapa sawit perusahaan inti. Dari aspek ekonomi regional perkebunan kelapa sawit rakyat, perkebunan kelapa sawit perusahaan besar dan industri kelapa sawit mempunyai kontribusi yang besar terhadap pengganda output bruto, keterkaitan kebelakang dan nilai tambah. Kontribusi perkebunan kelapa sawit rakyat terhadap output bruto lebih besar daripada kontribusi perkebunan kelapa sawit perusahaan besar.

2.2.2 Penelitian Mengenai Hortikultura

Gumilar (2010) dalam penelitiannya yang berjudul daya saing komoditi sayuran utama Indonesia di pasar internasional. Hasil yang didapatkan dari analisis menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukan bahwa komoditi sayuran Indonesia yang diuji tidak memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing lemah di pasar internasional, kecuali untuk komoditi jamur yang memiliki nilai rata-rata RCA lebih dari satu dibandingkan komoditi lainnya pada tahun 2001-2008. Analisis produk ekspor dinamis (EPD) memperlihatkan bahwa beberapa komoditi sayuran yang diuji seperti kol, jamur, dan kentang berada di posisi ―Retreat‖, kemudian untuk komoditi bawang merah ada di posisi ―Rising Star‖, sedangkan cabaiberada di posisi ―Falling Star‖, dan tomat di posisi ―Lost Opportunity‖.

Penelitian lainnya yaitu dilakukan oleh Siregar (2010) tentang daya saing buah-buahan tropis Indonesia di pasar dunia dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD). Hasil estimasi RCA kurang dari satu, kecuali untuk Jambu Biji, Mangga da Manggis. Ini menunjukan bahwa buah-buahan Indonesia memiliki posisi daya saing yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara pesaing utamanya. Hasil EPD pun menyimpulkan demikian, performa ekspor buah-buahan Indonesia umumnya tidak terlalu baik. Hanya alpukat yang menduduki posisi ―Rising Star‖, sedangkan buah-buahan lainnya berada di posisi ―Falling Star‖, ―Lost Opportunity‖ bahkan ―Retreat‖.


(42)

Kartikasari (2008) dengan penelitiannya yang berjudul analisis daya saing komoditi tanaman hias dan aliran perdagangan anggrek di pasar internasional. Hasil yang diperoleh dari analisis daya saing tanaman hias dengan metode RCA menunjukan bahwa perkembangan industri tanaman hias Indonesia lebih lambat dibandingkan dengan Thailand sebagai kompetitor utama di pasar tanaman hias dunia untuk kawasa Asia Tenggara. Selain itu pangsa ekspor tanaman hias Indonesia di negara tujuan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias di Pasar Korea, sementara di Pasar Jepang, Amerika Serikat dan Beland Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif. Hal ini berarti tanaman hias Indonesia memiliki daya saing yang tinggi di Pasar Korea.

Amelia (2009) tentang analisis daya saing jahe Indonesia di pasar internasional dengan menggunakan metode RCA didapat hasil bahwa untuk keunggulan komparatif di Pasar Malaysia, Indonesia memiliki daya saing yang baik pada tahun 2000-2004. Dari tahun 2005-2007 daya saing Indonesia di pasar ini lemah dengan nilai RCA yang kurang dari satu. Di Pasar Singapura, Indonesia memiliki daya saing kuat pada tahun 2000-2002, tahun 2003-2007 daya saing Indonesia melemah di pasar ini. Di Jepang, daya saing Indonesia lemah pada tahun 2000-2007. Sedangkan di Bangladesh pada tahun 2000-2005 kecuali tahun 2003 daya saing Indonesia dapat diterima baik, setelah tahun 2005-2007 daya saing Indonesia melemah. Menurunnya daya saing Indonesia ini karena penurunan nilai ekspor yang disebabkan oleh menurunnya kualitas jahe Indonesia.

2.3 Kerangka Pemikiran

Volume produksi komoditas hortikultura yang meningkat dari tahun ke tahun memberikan potensi yang besar bagi Indonesia untuk menjadi salah satu negara eksportir terbesar. Produk hortikultura Indonesia juga mempunyai kekhasan tersendiri baik dari keberagaman produknya, rasa dan penampilannya yang diminati oleh negara-negara importir. Meskipun volume produksi hortikultura Indonesia menunjukan pergerkan yang positif, hal ini tidak diikuti oleh neraca perdagangan yang menunjukan angka negatif dan penurunan yang


(43)

drastis dari tahun ke tahun. Ini mengindikasikan bahwa pangsa ekspor kita yang tidak sebanding dengan pangsa produksi dan volume impor yang lebih banyak dibandingkan dengan ekspor.

Ancaman akan kalahnya produk hortikultura Indonesia baik di pasar domestik maupun internasional menjadi bayangan yang nyata. Banyaknya negara-negara pesaing yang muncul dengan keunggulan produk hortikulturanya masing-masing dan persaingan yang semakin kental dengan adanya perdagangan bebas membuat Indonesia harus meningkatkan daya saingnya agar produk hortikultura Indonesia tetap dapat bertahan di pasar domestik maupun internasional, sehingga perlu dilihat bagaimana daya saing ekspor hortikultura Indonesia di negara-negara importirnya dengan adanya negara pesaing yang menjadi pembandingnya.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui posisi daya saing serta diversifikasi pasar ekspor dan diversifikasi produk ekspor beberapa komoditi utama hortikultura seperti kubis, jamur, cendawan tanah, jahe, temulawak, pisang, nanas, jambu, mangga dan manggis di sepuluh negara tujuan importir utama seperti Hongkong, Belanda, Singapura, Taiwan, Cina, Jepang, Malaysia, Saudi Arabia, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab dan pasar dunia. Penelitian ini hanya menganalisis berdasarkan keunggulan komparatifnya saja dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage untuk mengukur keunggulan atau kerugian komparatif beberapa produk hortikultura Indonesia dan untuk mengukur tingkat dinamika serta daya saing beberapa komoditi utama hortikultura Indonesia berdasarkan performa produk ekspor yang dimilikinya menggunakan Export Product Dinamyc. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan perkembangan nilai ekspor dan pesaing hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama dan dunia serta menganalisis data-data yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perumusan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk meningkatkan daya saing hortikultura Indonesia. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(44)

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Operasional Era perdagangan bebas

sebagai suatu tantangan bagi Indonesia

Bagaimana posisi daya saing hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama

dan dunia Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk mengestimasi keunggulan/keru gian komparatif Export Product Dynamic (EPD) untuk mengetahui

posisi daya saing komoditas hortikultura

Indonesia berdasarkan performa produk ekpor dinamis yang

dimilikinya

Kebijakan peningkatan daya saing dan kinerja ekspor

hortikultura Indonesia

Perkembangan nilai ekspor dan pesaing hortikultura Indonesia di sepuluh negara

tujuan utama dan dunia

Metode Analisis Deskriptif Peluang Indonesia sebagai

salah satu produsen dan eksportir besar


(45)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series tahun 2001, 2005 dan 2009. Jenis data yang diperoleh meliputi data volume ekspor, nilai ekspor, dan data produksi. Sumber data sekunder yang digunakan adalah diperoleh dari Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), United Nations Commodity and Trade Database (UN Comtrade), dan Food and Agriculture Organization (FAO).

Data ekspor dan impor yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari United Commodity and Trade Database (UN Comtrade). Setiap komoditi hortikultura mempunya kode Harmonized System (HS). Untuk komoditi bunga potong ,kubis dan pisang yang dikaji dalam penelitian ini merupakan agregasi dari beberapa komoditi turunannya seperti yang tertera pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Kode Komoditi Hortikultura dalam Harmonized System (HS)

No Kode HS Komoditi

1 0603

Bunga dan kuncup bunga potong dari jenis yang cocok

untuk karangan bunga atau untuk keperluan

pajangan, segar, kering, dicelup, dikelantang,diresapi, atau dikerjakan secara lain

2 0704 Kubis, bunga kol, kohlrabi, kale dan brassica sejenis yang

dapat dimakan,segar atau dingin

3 070951 Jamur

4 070952 Cendawan tanah

5 080300 Pisang, termasuk plantain, segar atau kering.

6 080430 Nanas

7 080450 Jambu Biji, Mangga da Manggis

8 091010 Jahe

9 091030 Temulawak

Sumber: UN Comtrade, 2011

3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk


(1)

g.

Malaysia

No Komoditi Tahun Negara

Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina

1 Bunga

Potong

2001 15,719 115,131 63,598 3,962 -

2005 58,08 236,275 203,19 52,829 -

2009 20,441 1776,505 569,414 108,574 -

2 Kubis

2001 3199,746 12229,573 2889,386 127,303 -

2005 4877,382 20489,281 1874,371 61,718 -

2009 4739,756 83931,281 966,07 232,724 -

3 Jamur

2001 0 182,569 140,465 118,741 -

2005 111,126 949,411 110,316 643,567 -

2009 0 202,89 163,105 1123,441 -

4 Cendawan

Tanah

2001 0,888 3,803 13284 0 -

2005 1,96 28604 24495 0 -

2009 6,565 69764 22629 0,037 -

5 Pisang

2001 3,69 15.649 2,686 57,064 8,720

2005 4,163 10,511 4,652 12,676 0

2009 0,112 5826,184 656,695 13,528 392,583

6 Nanas

2001 0,522 3,178 3,145 173,968 0

2005 70,361 9,643 1,628 77,931 0

2009 0 17,000 5,187 28,275 10,298

7

Jambu Biji, Mangga,

dan Manggis

2001 110,535 391,153 286,007 3347,455 0

2005 41,779 877,066 258,079 229,819 37,071

2009 157,474 1759,457 362,442 2982,529 105,624

8 Jahe

2001 396907 3046112 400475 31231 -

2005 227707 15036883 537401 29727 -

2009 225140 24090719 75586 66196 -

9 Temulawak

2001 26234 713436 260201 1034 -

2005 2827 2402386 333047 0 -


(2)

h.

Saudi Arabia

No Komoditi Tahun Negara

Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina

1 Bunga

Potong

2001 0,925 1822,854 250,325 142,456 -

2005 1,447 2635,332 332,979 449,284 -

2009 2,106 2898,002 1327,744 896,534 -

2 Kubis

2001 3,896 280,389 160,339 0 -

2005 0 693,967 292,156 0 -

2009 0 81,148 71,159 0 -

3 Jamur

2001 10,08 147,799 7,163 0 -

2005 0 129,148 114,417 0 -

2009 0 122,785 7,560 0 -

4 Cendawan

Tanah

2001 0 9,229 5,245 0 -

2005 0 34,387 10,175 0 -

2009 0 2524,153 791,816 0,579 -

5 Pisang

2001 0,537 21.709.382 2.519.262 0 2037,409

2005 11,9 15.651.801 8.663.715 0 1882,835

2009 160,908 12.806.583 9.857.612 0 2306,855

6 Nanas

2001 0,38 112,37 97,576 231,470 1,305

2005 0 201.629 98.472 159,376 448,203

2009 0 579,586 213,526 6,007 389,288

7

Jambu Biji, Mangga,

dan Manggis

2001 188,712 1703,163 1338,101 1,485 27,191

2005 266,498 25469,716 6137,132 0 18,061

2009 190,063 49957,601 9036,336 12,278 39,369

8 Jahe

2001 96439 2874633 789757 165435 -

2005 40983 8809276 1548967 0 -

2009 51203 12988028 1363112 43139 -

9 Temulawak

2001 3207 713436 260201 0 -

2005 24693 2402386 333047 0 -


(3)

i.

Amerika Serikat

No Komoditi Tahun Negara

Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina

1 Bunga

Potong

2001 225,545 486718,304 159550,192 7642,212 -

2005 479,266 740621,938 220073,531 13514,399 -

2009 269,538 838927,705 212227,953 13225,772 -

2 Kubis

2001 90,603 46230,278 17548,813 0,646 -

2005 0 87049,721 23897,556 0 -

2009 0 119480,007 32579,943 0 -

3 Jamur

2001 3491,376 42474,39 9559,028 56,701 -

2005 1490,118 77307,366 8070,765 46,58 -

2009 0 66823,728 4670,477 0 -

4 Cendawan

Tanah

2001 0 1600,106 526,538 5,421 -

2005 0 2433,668 2055,488 3,354 -

2009 1239,618 16690,797 6792,675 9,776 -

5 Pisang

2001 0,217 294.236.128 237.563.200 84,837 11,174

2005 2,63 259.606.330 250.781.553 1267,034 49,726

2009 3,121 464.791.330 378.950.849 1338,606 7,918

6 Nanas

2001 449,11 79847,984 27953,960 28,257 1111,626

2005 0 165978,509 12830,268 1198,259 2,136

2009 0,03 200475,611 22695,931 220,342 533,374

7

Jambu Biji, Mangga,

dan Manggis

2001 0 109849,185 17172,316 32,783 2429,481

2005 0,15 63571,718 18854,238 2200,284 3118,396

2009 17,599 101831,850 20137,232 3570,825 4209,937

8 Jahe

2001 83415 5765550 2778662 817945 -

2005 102039 27002667 2947154 802918 -

2009 133499 29948835 1313888 1614590 -

9 Temulawak

2001 0,832 2519792 37957 31011 -

2005 42064 3484308 175250 32372 -


(4)

j.

Uni Emirat Arab

No Komoditi Tahun Negara

Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina

1 Bunga

Potong

2001 10,833 2306,559 696,622 182,414 -

2005 51,688 3391,481 2282,987 593,742 -

2009 2,708 4765,486 4639,314 1159,252 -

2 Kubis

2001 0 5224,821 3020,180 0,199 -

2005 0 5389,099 4510,782 0 -

2009 5,956 7960,261 2184,232 52,736 -

3 Jamur

2001 0 656,586 39,692 2,844 -

2005 0,001 937,467 533,533 0,12 -

2009 0 3182,673 184,177 0,902 -

4 Cendawan

Tanah

2001 0 138,726 19,699 0 -

2005 0 44,793 32,330 0 -

2009 24,037 1105,598 169,498 257 -

5 Pisang

2001 0 1.650.437 756.682 0,215 23754,951

2005 0 1.793.882 124.611 0,913 29512,582

2009 2,839 8.231.902 577.905 61,591 10692,456

6 Nanas

2001 1,654 481,799 324,512 29,059 23,646

2005 0,01 636,501 415,691 203,839 552,326

2009 0 1639,647 400,626 0,928 1237,28

7

Jambu Biji, Mangga,

dan Manggis

2001 262,85 6156,444 2304,404 217,665 72,929

2005 442,052 23048,907 10978,125 56,488 19,024

2009 538,039 33275,829 7460,285 96,269 116,337

8 Jahe

2001 81596 3424131 426483 542199 -

2005 0 11892508 1036711 0,015 -

2009 0,754 19385030 1659938 21587 -

9 Temulawak

2001 0 1742051 59524 0 -

2005 8171 4362160 50822 0 -


(5)

k.

Pasar Dunia

No Komoditi Tahun Negara

Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina

1 Bunga

Potong

2001 1179,715 1969078,85 610319,424 36353,196 -

2005 4060,113 3116423,26 906319,596 67598,139 -

2009 4306,225 3620269,61 1049224,78 76126,747 -

2 Kubis

2001 6869,019 219903,776 192415,433 439,429 -

2005 9130,463 374740,356 229927,966 133,582 -

2009 10824,462 403063,559 283571,984 512,946 -

3 Jamur

2001 3978,765 169320,270 104544,246 813,234 -

2005 2385,167 194183,769 190926,709 1593,817 -

2009 118,475 251279,207 243096,132 1374,394 -

4 Cendawan

Tanah

2001 0,888 8707,374 6872,309 5,43 -

2005 1,96 18385,389 11118,772 3,354 -

2009 1974,084 102229,051 60322,559 5512,311 -

5 Pisang

2001 87,688 846653,632 670669,743 2882,646 297371,23

2005 1288,892 1112755,32 1083609,52 6056,784 362590,47

2009 199,89 1995210,55 1389030,83 9459,401 360288,5

6 Nanas

2001 886,695 140690,976 72206,391 2048,192 27406,704

2005 219,703 328732,394 253567,704 3148,032 43359,409

2009 19,725 444831,251 241220,441 1648,241 53114,845

7

Jambu Biji, Mangga,

dan Manggis

2001 4250,637 124624,197 51309,418 14415,395 35990,438

2005 7401,452 115644,345 86564,634 23543,575 33077,068

2009 7919,229 205435,888 136941,791 71410,066 24896,837

8 Jahe

2001 3510830 73421687 426483 11173073 -

2005 2175071 218967302 1036711 10412914 -

2009 3391054 281636765 1659938 24932334 -

9 Temulawak

2001 100947 15954854 59524 103936 -

2005 1089354 36578812 50822 82822 -


(6)

Lampiran 3. Negara-Negara Pesaing Utama Ekspor Hortiklultira Indonesia di

Pasar Hongkong, Belanda, Singapura, Taiwan, dan Cina