Pendidikan lingkungan sejak tahun 1970-an menurut Konferensi Nevada Uni Internasional didefinisikan sebagai proses pengenalan nilai dan klarifikasi konsep-
konsep dalam rangka mengembangkan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai keterkaitan antara manusia, budaya dan lingkungan
biofisiknya. Lingkungan pendidikan juga mencakup praktek dalam pengambilan keputusan dan merumuskan kode etik pengelolaan lingkungan. Prinsipnya, tujuan
penyelenggaraan pendidikan lingkungan mencakup pembelajaran holistik dalam bentuk pengetahuan atau pengertian, sikap atau nilai, keterampilan, serta aksi atau
partisipasi Unesco-UNEP, 1985. Konferensi Bumi di Brazil yang tertuang dalam Agenda 20 pada Bab 36
menyatakan: untuk memecahkan masalah lingkungan hanya mungkin bila melalui pendidikan lingkungan, karena lewat pendidikan lingkungan orang dapat
mengembangkan segi pemikiran dalam mendukung langkah yang tepat untuk skala lokal dan global.
Pada tahun 1975, sebuah lokakarya internasional tentang pendidikan lingkungan hidup diadakan di Beograd, Jugoslavia. Pada pertemuan tersebut
dihasilkan pernyataan antar negara peserta mengenai pendidikan lingkungan hidup yang dikenal sebagai The Belgrade Charter a Global Framework for
Environmental Education . Secara ringkas tujuan pendidikan lingkungan hidup
yang dirumuskan dalam Belgrade Charter tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a.
Meningkatkan kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan bidang ekonomi, sosial, politik serta ekologi, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
b.
Memberi kesempatan bagi setiap orang untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap atau perilaku, motivasi dan komitmen, yang diperlukan
untuk bekerja secara individu dan kolektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan mencegah munculnya masalah baru.
c.
Menciptakan satu kesatuan pola tingkah laku baru bagi individu, kelompok- kelompok dan masyarakat terhadap lingkungan hidup.
Pada bulan Desember 2007 yang lalu, negara-negara yang peduli terhadap lingkungan dan bencana alam mengadakan konferensi tingkat tinggi KTT bumi di
Bali. KTT ini salah satu agendanya adalah membahas tentang pemanasan global atau global warming. Pemanasan global ini menyebabkan perubahan iklim global,
yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya kualitas hidup akibat banyaknya bencana alam. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pemanasan global.
Penebangan hutan, penangkapan ikan dengan bom, pencemaran lingkungan adalah contoh-contoh penyebab pemanasan global. Cara penangulangan bencana global adalah
dengan menyadarkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dengan cara pendidikan lingkungan hidup yang diberikan sejak anak berusia dini. Kesadaran
pada masalah konservasi dan pembangunan yang berkelanjutan perlu dibudayakan untuk menghindari perusakan sumber-sumber alam yang akan
menjaga kelangsungan hidup di bumi Salim, 2010. Pembinaan kesadaran lingkungan hidup melalui kegiatan-kegiatan nyata yang
dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari, dapat membawa siswa lebih memahami dan dapat langsung mengimplementasikannya. Lingkungan sekolah merupakan
lingkungan para siswa hidup sehari-hari, di dalamnya terdapat komponen-komponen ekosistem dan sosiosistem, jika lingkungan sekolah tersebut di tata sedemikian rupa
maka akan dapat menjadi wahana pembentukan perilaku arif terhadap lingkungan Keraf, 2002.
2.3.2. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum berbasis GGS
Pendidikan lingkungan hidup harus diberikan mulai dari anak usia dini. Secara rasional ada dua alasan utama mengapa pendidikan lingkungan harus
diberikan secara dini: pertama anak-anak harus mengembangkan rasa mencintai lingkungan hidup pada usia yang dini, diharapkan dengan pengembangan
perasaan kecintaan akan lingkungan hidup secara dini maka perkembangan rasa tersebut akan tertanam dengan baik. Kedua Interaksi dengan lingkungan hidup
merupakan bagian penting dari perkembangan kehidupan anak yang sehat dan interaksi tersebut dapat mendorong kemampuan belajar dan kualitas hidup anak ke
depan Neolaka, 2008.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan kurikulum berbasis GGS sama dengan prinsi-prinsip pengembangan KTSP yaitu:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
dan lingkungannya. Kurikulum berbasis GGS memiliki prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi
sentral untuk mengembangkan potensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Pengembangan kurikulum berbasis GGS perlu memperhatikan potensi dan kebutuhan lingkungan di mana siswa tinggal.
2. Beragam dan terpadu
Pengembangan kurikulum berbasis GGS memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan
tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi, dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan
wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Pengembangan kurikulum atas dasar kesadaran ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang berkembang secara dinamis. Maka semangat dan isi kurikulum berbasis
GGS memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum berbasis GGS dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan stakeholders untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan. 5.
Menyeluruh dan berkesinambungan Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum berbasis GGS diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, informal, dan nonformal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. 7.
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.3.3. Karakteristik kurikulum berbasis GGS
Menurut UNESCO United Nation for Educational, Scientific, and Cultural Organization
ada empat pilar pendidikan yang mendukung proses pembelajaran siswa, yaitu:
1. Learning to know;
2. Learning to do;
3. Learning to be, dan
4. Learning how to live together.
Pertama , learning to know. Dalam pilar ini, belajar dimaknai sebagai upaya
hanya sebatas untuk mengetahui. Belajar dalam pilar ini termasuk dalam kategori sebagai belajar pada tingkat yang rendah, yakni belajar yang lebih menekankan pada
ranah kognitif. Kedua, learning to do
. Dalam pilar ini, belajar dimaknai sebagai upaya untuk membuat peserta didik bukan hanya mengetahui, tetapi lebih kepada dapat melakukan
atau mengerjakan kegiatan tertentu. Fokus pembelajaran dalam pilar ini lebih memfokuskan pada ranah psikomotorik.
Ketiga, learning to be . Dalam pilar ketiga ini, belajar dimaknai sebagai upaya
untuk menjadikan peserta didik sebagai dirinya sendiri. Belajar dalam konteks ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi peserta didik, sesuai
dengan minat dan bakatnya atau tipe-tipe kecerdasannya types of intelligence. Howard Gardner menyebutkan ada delapan tipe kecerdasan, yang biasa disingkat
SLIM n BIL yaitu:
1. spatial atau keruangan; 2. language atau bahasa;
3. interpersonal atau hubungan social; 4. music atau musik;
5. naturalist atau cinta alam; 6. bodily kinesthetics atau olah raga atau gerak badan,
7. intrapersonal atau melihat diri sendiri, dan 8. logical mathematics atau logis matematis.
Keempat, learning how to live together . Pilar keempat ini memaknai belajar
sebagai upaya agar peserta didik dapat hidup bersama dengan sesamanya secara damai. Dikaitkan dengan tipe-tipe kecerdasan, maka pilar keempat ini berupaya untuk
menjadikan peserta didik memiliki kecerdasan sosial social intelligence.
Keempat pilar pendidikan ini dimaksudkan oleh UNESCO bahwa proses belajar mengajar tidak hanya mementingkan hasilnya terutama hanya dalam bidang
akademis, tetapi justru yang lebih penting adalah prosesnya. Konsep inilah yang digunakan sebagai karakteristik kurikulum berbasis GGS. Artinya menekankan
proses belajar mengajar di dalam kelas bukan hanya diperlukan agar peserta didik dapat memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya semata-mata, tetapi harus lebih
banyak memperoleh pengalaman berintegrasi dengan lingkungan, dan siswa diberi kesempatan agar tumbuh kepedulian akan lingkungan lewat praktik, sehingga pada
akhirnya dapat mengimlementasikan kepedulian terhadap issu lingkungan. Menurut Nasution 1989 ada empat prinsip penerapan dalam belajar yaitu:
1. Belajar berdasarkan keseluruhan
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa pembelajaran bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi berangkat dari masalah. Melalui masalah siswa dapat
mempelajari fakta. 2.
Anak yang belajar merupakan keseluruhan Prinsip ini mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak bukan hanya
mengembangkan intelektual saja, tetapi mengembangkan seluruh kepribadiannya. 3.
Belajar berkat “insight” Insight
merupakan pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Belajar bukanlah menghafal fakta. Melalui persoalan yang
dihadapi, anak akan mendapatkan insight yang sangat berguna untuk menghadapi suatu problema.
4. Belajar berdasarkan pengalaman
Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap pelaku individu. Proses pembelajaran adalah proses memberikan
pengalaman-pengalaman yang bermakna untuk kehidupan anak. Salah satu hukum belajar yang dikemukakan Thorndike dan dikutip
Bigge adalah “hukum latihan” atau “The Law of Exercise or Repetion”. Hukum ini sangat mempengaruhi perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah
laku terjadi karena adanya individu yang belajar. Perubahan tingkah laku akan bertambah bila dilakukan banyak latihan praktik dan pembiasaan.
Menurut Olivia 1977 istilah kompetensi dipahami sebagai kemampuan yang tampak dan tidak tampak. Kemampuan yang tampak disebut performance
penampilan. Performance itu tampil dalam bentuk tingkah laku yang dapat
didemonstrasikan, sehingga dapat diamati, dilihat, dan dirasakan. Kemampuan yang tidak tampak disebut juga kompetensi rasional, yang dikenal dalam taksonomi Bloom
sebagai kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kedua komponen itu saling terkait. Kemampuan performance akan berkembang manakala kemampuan rasional
meningkat. Hal senada diungkapan oleh Dauer dan Pangrazi 1990, latihan adalah kunci keberhasilan belajar dan merupakan suatu cara yang penting dan
efisien untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki menjadi pemahaman. Bila latihan sering dilakukan akan menjadi suatu kebiasaan yang permanen.
Kolb yang dikutib Holzer dan Andruet 1999 mengemukakan teori belajar yang berdasarkan pengalaman experiential learning terhadap suatu
materi pengetahuan akan meningkat melalui pengalamannya. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut dibutuhkan model-model pembelajaran yang menarik
minat siswa untuk belajar. Model pembelajaran tentang issu lingkungan di sekolah hendaknya
dikemas secara menarik dan menantang sehingga tidak membosankan, untuk itu perlu adanya inovasi pembelajaran dengan cara permainan-permainan sehingga
peserta didik tertarik dan paham akan arti pentingnya memelihara lingkungan hidup. Model pembelajaran ceramah seringkali kurang efektif, hal ini disebabkan
karena proses belajar mengajar ceramah menempatkan peserta didik sebagai pihak yang pasif sehingga siswa cenderung bosan dan kurang memperhatikan Hamalik,
1997. Bagi anak-anak usia sekolah dasar, bermain masih merupakan kebutuhan.
Model pembelajaran yang menarik akan membuat setiap anak menjadi aktif dan merasa senang. Model-model permainan seperti games, bermain peran role play
atau simulasi bisa menarik minat dan memudahkan anak-anak memahami tujuan pengajaran. Permainan-permainan tersebut antara lain flipchart, pictuter is
worth a thousand word, dan flow learning. Pendidikan lingkungan membutuhkan
model-model pengembangan pembelajaran yang cocok, sehingga pemahaman tentang issu lingkungan hidup dapat tersampaikan sejak dini.
Pola pembelajaran dalam model pembelajaran merupakan karakteristik dan tahapan-tahapan kegiatan guru-siswa dalam peistiwa pembelajaran atau
dikenal dengan istilah sintaks. Joyce et al., 1992 menggolongkan karakteristik model pembelajaran ke dalam empat rumpun, yaitu :
a. Rumpun model-model pengelolaan informasi
Model pembelajaran rumpun ini bertitik tolak dari prinsip-prinsip pengelolaan informasi. Model pengelolaan informasi ini dikembangkan berdasarkan cara-
cara bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengenali masalah dan mencari solusinya, serta
mengembangkan konsep-konsep dan bahasa untuk menangani masalah tersebut. Contoh model pembelajaran rumpun ini adalah: berpikir induktif, latihan
inkuiri, concept attainmen, mnemonic strategi mengingat dan menerima informasi, ceramah, perkembangan kognitif, advance organizer, dan synectics.
b. Rumpun model-model pribadi
Model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pribadi ini menekankan pada pengembangan pribadi siswa. Model ini menekankan proses
membangun dan mengorganisasi realita yang memandang manusia sebagai pembuat makna. Contoh model pembelajaran rumpun ini adalah: pengajaran
non-direktif, latihan kesadaran, sistem konseptual dan pertemuan kelas. c.
Rumpun model-model sosial Model-model pembelajaran ini dikembangkan dengan cara belajar
membangun lewat interaksi sosial dengan masyarakat. Model ini menggunakan sumber belajar dari kondisi lingkungan masyarakat. Contoh
model pembelajaran rumpun ini adalah: pathners in learning atau kerja kelompok, jurisprudential, role playing bermain peran.
d. Rumpun model-model perilaku
Model-model pembelajaran ini didasarkan pada suatu pengetahuan yang mengacu pada teori perilaku, seperti teori belajar sosial, dan modifikasi perilaku.
Model pembelajaran ini mementingkan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan penguatanan perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola
perilaku yang dikehendaki. Contoh model pembelajaran rumpun ini adalah: mastery learning, direct instruction
, dan social learning theory, self control, training
dan self training dalam bentuk learning from simulation, dan the condition of learning.
2.3.4. Aplikasi muatan lingkungan dalam kurikulum berbasis GGS
Judi dan Wood 1993 mengklasifikasikan kurikulum muatan lingkungan dalam dua metode yaitu metode infusi dan block.
1. Metode Infusi Metode ini disebut juga metode penyisipan, dimana muatan lingkungan dan
proses pelestarian alam diselaraskan dengan kurikulum yang telah ada dengan menganalisa standar kompetensi dan indikator masing-masing mata pelajaran.
Dalam KTSP, issu lingkungan yang berisi permasalahan pelestarian alam dan lingkungan tersebut secara tradisional telah masuk dalam mata pelajaran
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA, Ilmu Pengetahuan Sosial IPS, dan Sejarah. Selain itu permasalahan pelestraian alam dan issu lingkungan dapat
disisipkan ke semua mata pelajaran dalam KTSP. Pada tingkat Sekolah Dasar SD persoalan-persoalan pelestarian alam dan lingkungan dapat disampaikan
kepada siswa melalui mata pelajaran: a.
Pendidikan Agama b.
Pendidikan kewarganegaraan PKn c.
Bahasa Indonesia d.
M a t e m a t i k a e.
IPA Ilmu Pengetahuan Alam f.
IPS Ilmu Pengetahuan Sosial g.
Seni Budaya dan Ketrampilan h.
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Berikut ini adalah contoh cara menyisipkan pembelajaran pendidikan
lingkungan dan konservasi alam kedalam mata pelajaran pada KTSP: Tabel 1. Materi muatan lingkungan yang disisipkan pada KTSP
No Mata
pelajaran Standar Kompetensi
Kegiatan Pembelajaran 1. Pendidikan
Agama 1.
Kemampuan mengenal dan memahami keluarga, teman-teman dan masyarakat
majemuk sebagai anugerah Tuhan, untuk memperkembangkan kerja sama
dan kasih kepada sesama, hidup adil dan jujur dalam membangun kerukunan
hidup, dan ikut serta memberantas penyakit sosial.
1. Siswa membuat doa
tulisan gambar tentang kisah penciptaan bumi
. 2.
Simulasi atau drama dengan mengetengahkan
tema tentang lingkungan sebagai anugerah Tuhan
2. Kemampuan mengenal dan memahami
lingkungan rumah sekolah sebagai anugerah Tuhan, di era globalisasi ini
ditandai dengan kemajuan industri dan IPTEK, sehingga mampu bersikap
benar dan kritis terhadap kemajuan tersebut demi kesejahteraan bersama.
No Mata
pelajaran Standar Kompetensi
Kegiatan Pembelajaran 3.
Mengenal diri sendiri, perasaan, kemampuan dan sikap-sikapnya
yang baik sebagai anugerah Tuhan, sehingga sebagai orang beriman
mampu memperkembangkan diri dan menentukan cita-citanya.
2 Pendidikan Kewarganeg
araan PKn 1.
Kemampuan siswa menujukkan sikap terhadap globalisasi di
lingkungannya 1.1.
Kemampuan siswa memberikan contoh sederhana pengaruh
globalisasi di lingkungannya. 1.2.
Kemampuan siswa menentukan sikap terhadap pengaruh
globalisasi yang terjadi di lingkungannya.
1.3. Kemampuan siswa
mengekspresikan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi
di lingkungannya drama singkat. 1.
Studi kasus dan diskusi tentang
dampak positif dan negative yang
ditimbulkan dari globalisasi terhadap
lingkungan
2. Simulasi atau drama
dengan mengetengahkan tema
tentang bencana alam akibat ulah manusia.
3. Bahasa Indonesia
1. Kemampuan siswa dalam mendengar
dan menyimak tentang issu lingkungan.
2. Kemampuan berekspresi dan
mengembangkan gagasan secara lisan tentang issu lingkungan.
3. Kemampuan membaca efektif dan
memahami isi wacana tentang issu lingkungan.
4. Kemampuan menulis gagasan
tentang issu lingkungan. 1.
Guru menceritakan suatu cerita fiksi atau
cerita nyata dengan tema lingkungan, setelah
selesai siswa diminta untuk mencatat dan
menceritakan kembali.
2. Siswa diminta untuk
bercerita tentang lingkungan, kemudian
guru mengkomentarinya dan dilanjutkan pada
siswa lainnya.
3. Guru memutar film cerita
atau film dokumenter yang bertemakan
lingkungan, selanjutnya siswa diminta
menceritkan.
4. Matematika 1.
Kemampuan menghitung. 2.
Kemampuan memahami data matematis.
3. Kemampuan mengelompokkan
data. Kemampuan membuat grafik.
1. Menyelesaikan soal cerita
tentang korban bencana alam.
2. Membuat grafik korban
bencana alam. 3.
Mengenalkan bentuk- bentuk segitiga, jajaran
genjang, persegi panjang, segi empat
dengan gambar-gambar flora dan fauna khas
daerah masing-masing.
No Mata
pelajaran Standar Kompetensi
Kegiatan Pembelajaran 5. IPA
Ilmu Pengetahuan
ALAM 1.
Pengetahuan tentang dinamika alam dan manusia yang
menyebabkan bencana. 2.
Pengetahuan tentang hubungan manusia dan alam.
3. Kemampuan mengamati sumber
daya alam. 4.
Kemampuan menyampaikan pikiran dalam karya tulis.
5. Kemampuan memanfaatkan
sumber daya alam. 6.
Kemampuan meneliti. 7.
Pengetahuan tentang keanekaragaman hayati
1. Ceramah dan diskusi
tentang permasalahan lingkungan. Guru dapat
memutarkan film dokumentar atau
membuat kliping dan didiskusikan dalam
kelas.
2. Wawancara. Guru
mengajak siswa untuk mewawancarai ahli
masyarakat mengenai permasalahan
lingkungan sesuai dg timpat tinggalnya.
3. Field Trip. Mengajak
siswa live in lingkungan 6. IPS
Ilmu Pengetahuan
Sosial 1.
Kemampuan memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman
suku bangsa di lingkungan kabupatenkota dan provinsi.
2. Kemampuan mengenal sumber daya
alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan
kabupatenkota dan provinsi 3.
Kemampuan memahami sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan
teknologi di lingkungan kabupatenkota dan provinsi.
1. Simulasi menghadapi
gempa bumi, tsunami dan banjir.
2. Bermain peran siswa
diminta membuat cerita drama tentang issu
lingkungan.
7. Seni Budaya
dan Ketrampil
an 1.
Kemampuan memanfaatkan sumber daya alam.
2. Pengetahuan keterampilan
memelihara lingkungan sekitar 3.
Kemampuan berekpresi 4.
Ketrampilan tangan 5.
Kemampuan bekerja kelompok dan kepemimpinan
1. Menuangkan
permasalahan permasalahan lingkungan
kedalam lukisan, naskah drama, tarian, puisi dan
lagu
2. Membuat mainan dari
tumbuhan dan barang- barang bekas.
8. Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan 1.
Mengembangkan kesadaran dan keterampilan untuk menolong
korban, dengan materi pembelajaran tentang tumbuhan obat-obatan, P3K,
teknik memindahkan korban, dan menerapkan budaya hidup sehat.
1. Permainan-permainan
2. Operasi semut.
2. Metode Block Metode ini disebut juga pelajaran khusus. Metode block adalah
pembelajaran pendidikan lingkungan dengan mata pelajaran yang berdiri sendiri. Ada dua cara dalam pembelajaran metode block ini, yaitu dengan
memasukkan ke dalam kurikulum sekolah dan di luar kurikulum sekolah. Jika dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, biasanya berupa mata pelajaran
muatan lokal mulok. Pendidikan Lingkungan jika tidak dimasukkan dalam kurikulum sekolah
maka dapat dimasukkan dalam ektrakurikuler. Alasan memasukkan permasalahan lingkungan hidup ke dalam ektrakurikuler adalah bagi anak
sekolah di Indonesia sudah terlalu banyak mata pelajaran yang diajarkan, sehingga jika mata pelajaran tentang pendidikan lingkungan diajarkan dengan
mata pelajaran tersendiri menambah beban siswa, sehingga dimasukkan kedalam ektrakurikuler Armanto et al., 2007. Kelemahan metode karena
susah membuat materi tentang pendidikan lingkungan. Metode infusi dan block punya kelebihan dan kelemahan dalam
penerapannya. Tabel 2. menjelaskan kelebihan dan kelemahan metode infusi. Tabel 2. Kelebihan dan kelemahan metode infusi
KELEBIHAN METODE INFUSI KELEMAHAN METODE INFUSI
1. Sumber Daya Manusia Guru tidak membutuhkan
khusus spesialis pendidikan lingkungan. 2.
Tidak membutuhkan waktu khusus dan tidak menambah pelajaran bagi siswa.
3. Gerakan peduli lingkungan didukung oleh semua guru
mata pelajaran. 4.
Mendorong transfer pembelajaran dan pemecahan masalah terpadu untuk lintas kurikulum.
5. Sesuai dengan tingkatan umur dan perkembangan siswa.
6. Dapat diterapkan secara berkesinambungan jenjang TK
SMA. 1.
Membutuhkan Sumber Daya Manusia Guru yang peduli
dengan lingkungan. 2.
Perlu analisa dalam pengembangan kurikulum.
3. Perlu pelatihan dan upaya guru
yang ektensif. 4.
Pesan pendidikan lingkungan menjadi samar karena disesuaikan
dengan mata pelajaran. 5.
Evaluasi lebih sulit.
Tabel 3. Berikut di bawah ini menjelaskan kelebihan dan kelemahan metode block.
Tabel 3. Kelebihan dan kelemahan metode block
KELEBIHAN METODE BLOCK KELEMAHAN METODE BLOCK
1. Lebih mudah diterapkan sebagai materi
tunggal dan lebih mendalam, sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah
dipahami. 2.
Evaluasi pelaksanaan lebih mudah dilaksanakan.
1. Membutuhkan Sumber daya manusia guru
sesuai dengan bidangnya lulusan ilmu lingkungan.
2. Perlu waktu untuk menyesuaikan dengan standar
kompetensi dengan mata pelajaran lain. 3.
Menambah beban pelajaran bagi siswa. 4.
Sulit mendapatkan guru berkualitas untuk merancang dan mengajar mata pelajaran ini.
5. Memungkinkan berimplikasi karena mata
pelajaran ini tidak interdisiplin.
Kebijakan pemerintah untuk menerapkan pendidikan lingkungan belum jelas benar apakah memilih metode infusi atau block.
2.4. Kebaruan Penelitian
Berdasarkan beberapa penelitian yang terdahulu yaitu: 1.
Yustina 2006 dengan judul: Hubungan Pengetahuan Lingkungan dengan Persepsi, Sikap dan Minat dalam Pengelolaan Lingungan Hidup pada Guru
Sekolah Dasar di Pakanbaru. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan signifikan skor pengetahuan lingkungan guru antara sebelum dan sesudah
diberikan pendidikan pengetahuan Lingkungan Hidup. 2.
Tim Peneliti Balitbank Provinsi Jateng yang berjudul Perilaku Sosial Anak Sekolah terhadap Lingkungan Hidup dan Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup.
Penelitian ini menghasilkan deskripsi penegasan pentingnya peran sekolah dan lingkungan tempat tinggal dalam pendidikan lingkungan hidup. Sekolah
menanamkan kepedulian pada lingkungan menunjukkan siswa punya kepedulian terhadap lingkungan termanifestasi dalam perilaku sosial dengan menjadi pelopor
bagi budaya peduli terhadap lingkungan hidup. 3.
Suroso Mukti Leksono 2008 meneliti tentang Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Konservasi, Lingkungan Hidup dan mitigasi Bencana Alam. Dalam
penelitian ini ditemukan dua cara untuk mengajarkan pendidikan lingkungan dan konservasi serta mitigasi bencana, yaitu metode infusi dan metode block.
Kedua cara tersebut dapat dipilih oleh pemerintah dan memasukkan ke dalam kurikulum KTSP untuk muatan lokal.
4. Vlasta Hus 2010 dengan judul The curriculum for the subject enviromental
studies in the primary school in Slovenia . Hasil penelitannya: The aim of the
present paper is to demonstrate the characteristic of the new curriculum for the subject Environmental studies. It is possible to conclude that the curriculum for
Environmental studies is designed very “openly”, is realisable and requires well trained teachers.
5. Al Fowehi Hazaa Abdul Karem, Kamisah Osman, T. Subahan Mohd Meerah
2010 dengan judul penelitian The effectiveness of classroom and non classroom activities on developing Saudi Arabian secondary students’ environmental values
. Analyses of findings reveal that students who were exposed to the classroom and
non-classroom environmental intervention module significantly improved their environmental values as compared to their counterparts in the control group.
When gender effect was measured, it was found that significant improvement occurred within both the female and male groups. The findings will lead to
several suggestions on how to improve the existing teaching of environmental issues within the context of Saudi’s Biology classes.
6. Amie Eisenhut and Diana Flannery 2005 dengan judul Fostering an
Environmental Ethic through Service . The findings of the study revealed that
students grew in their sense of environmental responsibility; significantly increased their “level of concern” for 18 of the 19 environmental variables
measured; and viewed community action as empowering. 7.
Resti Meilani 2009 meneliti tentang Implementasi Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah Sekitar. Dihasilkan Interaksi dengan siswa di kedua sekolah
menunjukkan bahwa wawasan mengenai hutan dan lingkungan yang dikuasai oleh siswa di SDN Gunung Bunder 04 relatif lebih luas dibandingkan siswa di SDN
Gunung Picung 05. Hal ini diduga berkaitan dengan metode dan media pembelajaran PLH yang digunakan oleh guru SDN Gunung Bunder 04 dalam
menyampaikan materi PLH kepada siswanya. 8.
Indyah Sulistyo Arty 2005 meneliti tentang Pendidilan Lingkungan Hidup tentang Bahaya Polutan. Pendidikan lingkungan hidup sangat dimungkinkan
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran IPA, biologi, fisika, kimia, dan geografi. Selain itu perlu mencoba pendidikan lingkungan sebagai muatan lokal untuk
mendukung misi pokok pendidikan lingkungan hidup. 9.
Kongsak Thathong 2010 dengan judul A study of suitable environmental education process for Thai schools context.
Seven guidelines for the suitable environmental education process for Thai schools context were 1 environmental
issues should be addressed in a vision of school-based curriculum, 2 environmental education should be indicated in school policy and action plan, 3
student-centered and integration instruction using community resource should be used in providing learning activities, 4 enhancement of self-directed improvement
of teachers awareness toward environmental activities by providing a workshop and promotion of cooperation among stakeholders in school, 5 providing
activities to develop the desired characteristics of the students and empowerment the students to launch the environmental projects by themselves, 6 physical
environment of school should be decorated to be learning resource, and 7 a school superintendent should allocate personnel, time, money, and continuous
support for environmental projects.