21
3.4.2.5. Fekunditas
Fekunditas ditentukan dengan metode gabungan, yaitu dengan menggunakan rumus Effendie 1979 :
F =
Q f
V G
Keterangan : F : fekunditas total butir F : fekunditas dari subgonad butir
G : berat gonad total gram Q : berat subgonad
V : volume pengenceran
Selanjutnya Effendie 1997 menyatakan hubungan fekunditas dengan panjang dan bobot melalui persamaan berikut :
Hubungan Fekunditas dengan Panjang total : F = a L
b
atau log F = log a + b log L
Hubungan Fekunditas dengan Bobot tubuh : F = a + Bw Keterangan : F
: fekunditas butir L
: panjang total ikan mm W
: berat tubuh ikan gram a dan b : konstanta hasil regresi
3.4.2. Mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas dan pendugaaan parameter pertumbuhan L
inf
dan K digunakan program FISAT FAO-ICLARM Stock Assesment Tools II versi 1.2.2.
Analisis parameter pertumbuhan digunakan metode ELEFAN I Electronic Length- Frequency Analysis. Sementara parameter-parameter laju mortalitas yang meliputi
laju mortalitas total Z digunakan model Beverton dan Holt berbasis data panjang dengan model sebagai berikut :
L-L L
- Linf
K Z
Keterangan : K = koefisien pertumbuhan per tahun Linf = Panjang asimtotik mm
L” = Panjang rata-rata ikan yang tertangkap mm
22
L’ = batas bawah dari interval kelas panjang yang memiliki tangkapan terbanyak mm
Z = Laju mortalitas total pertahun
Selajutnya laju mortalitas alami M digunakan rumus empiris Pauly yaitu :
T 0,4634log
K 0,6543log
inf 0,279logL
- -0,0066
M log
Keterangan : M = Laju mortalitas alami per tahun Linf = panjang asimtotik
K = koefisien pertumbuhan per tahun T = suhu rata-rata perairan
C Setelah laju mortalitas total Z dan laju mortalitas alami M diketahui maka
laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui rumus :
M Z
F
Selanjutnya Pauly 1984 menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan F dengan laju mortalitas total
Z
Z F
E
Keterangan : F = laju mortalitas penangkapan per tahun, Z = laju mortalitas total per tahun, M = laju mortalitas alami per tahun, E = tingkat eksploitasi
23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis, kabupaten Cirebon terletak di antara 6°43′ LS 108°34′ BT
. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah di pesisir pantai utara Pulau Jawa
dengan keadaan alamnya sebagian besar berupa daerah pantai. Perairan di wilayah kabupaten Cirebon ini berhubungan langsung dengan Laut Jawa, dimana merupakan
salah satu daerah perikanan yang memiliki keunggulan berupa sumberdaya ikan yang melimpah.
Selain memiliki garis pantai sepanjang 80.42 km, wilayah Cirebon juga memiliki hutan mangrove yang luas
www.wikipedia.com 2009 . Namun saat ini,
hutan mangrove hanya terdapat di Kecamatan Pangenan dan Losari. Luas arealnya hanya sekitar 70 hektare atau hanya 5,4 km garis pantai. Sisanya masih berbentuk
tanah kosong bekas tambak, bahkan perumahan penduduk. Berdasarkan pantauan, dari 54 km garis pantai di wilayah Cirebon hanya ada 10 dari yang kondisinya
baik dan masih ditumbuhi hutan mangrove. Selebihnya mengalami pendangkalan. yang antara lain disebabkan tumpukan sampah yang terdiri dari plastik hingga
kaleng, serta abrasi. Bahkan tidak hanya di tepi pantai sepanjang pesisir Cirebon saja, tumpukan sampah pun ditemukan di hampir semua muara sungai di sepanjang
pantai Cirebon, antara lain di muara Sungai Bondet, Kesenden, Cangkol, Mundu hingga Gebang Kurnia 2010.
Wilayah Cirebon termasuk dalam iklim tropis dengan suhu udara rata-rata 28°C. Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93 dengan kelembaban udara
tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus.
Rata-rata curah hujan tahunan di wilayah Cirebon ± 2260 mmtahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson in
Rachmawati 2008, iklim di wilayah Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5 persentase antara bulan kering dan bulan basah. Musin hujan jatuh
pada bulan Oktober-April musim barat, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni- September musim timur.