Pedoman Surveilans Epidemiologi Atribut Surveilans Epidemiologi

29 pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan membandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program Amiruddin, 2012: 48.

5. Menurunnya Frekuensi Kejadian Luar Biasa KLB Penyakit

Kejadian Luar Biasa KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi dalam waktu tertentu dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya Dinkes Prov. Jateng, 2010: 50. Sistem surveilans yang berjalan dengan baik dapat menurunkan frekuensi KLB. Keterlambatan dalam mendeteksi KLB akan menyebabkan peningkatan jumlah kasus, durasi wabah, dan kematian Arsyam, 2013.

6. Meningkatnya dalam Kajian SKD Sistem Kewaspadaan Dini Penyakit.

Salah satu upaya mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh letusan Kejadian Luar Biasa KLB suatu penyakit adalah melakukan pengamatan yang intensif dan dikenal dengan Sistem Kewaspadaan Dini SKD terhadap penyakit potensial KLB Dinkes Jateng, 2010: 41.

2.1.2.5.2. Pedoman Surveilans Epidemiologi

Pedoman yang digunakan dalam mengevaluasi sistem surveilans epidemiologi, yaitu: 1. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi yang diterbitkan oleh Dirjen P2PL Depkes RI tahun 2003. 2. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2003. 30 3. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan Pedoman Epidemiologi Penyakit Edisi Revisi tahun 2011 yang diterbitkan oleh Kemenkes RI tahun 2011. 4. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011. 5. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2005. 6. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2005. 7. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan KabupatenKota yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2009. 8. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2012. 9. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2006. 10. Kepmenkes RI No. 1116MenkesSKVIII2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. 11. Kepmenpan RI No. 17 KEP M.PAN 11 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya. 12. Permenkes RI No. 1501MenkesPerX2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. 13. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. 31

2.1.2.5.3. Atribut Surveilans Epidemiologi

Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi suatu sistem surveilans epidemiologi, yaitu: 1. Kesederhanaan Simplicity Kesederhanaan dari sistem surveilans kesehatan masyarakat dilihat dari struktur dan kemudahannya dalam pengoperasian CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 30. Kesederhanaan berkaitan dengan ketepatan waktu dan akan berpengaruh pada sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankaan sistem Amiruddin, 2012: 152. 2. Fleksibilitas Flexibility Suatu sistem surveilans dapat dikatakan fleksibel apabila dapat menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan di lapangan dengan sedikit perubahan pada kebutuhan biaya, tenaga, dan waktu CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 31. Sistem yang fleksibel dapat diterapkan pada keadaan penyakit dan kesehatan yang baru, perubahan definisi kasus, dan perubahan dari sumber pelaporan Amiruddin, 2012: 152. Pada umumnya semakin sederhana suatu sistem, maka semakin fleksibel untuk diterapkan pada masalah kesehatan lain dan komponen yang harus diubah akan menjadi lebih sedikit CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 31. 3. Akseptabilitas Accepbility Akseptabilitas menggambarkan keikutsertaan individu atau organisasi dalam pelaksanaan sistem surveilans CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 32. 32 Akseptabilitas mempunyai sifat subjektif yang besar meliputi keinginan dari orang-orang dimana sistem menguntungkan tersedianya data yang akurat, tetap, dan tepat waktu Amiruddin, 2012: 153. 4. Sensitivitas Sensitivity Sensitivitas dinilai dari tingkat pengumpulan data atau pelaporan kasus, proporsi kasus dari suatu masalah kesehatan yang dideteksi oleh sistem surveilans dan dapat dinilai dari kemampuannya untuk mendeteksi KLB CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 33. Pengukuran sensitivitas dari suatu sistem surveilans ditentukan oleh a Validitas informasi yang dikumpulkan oleh sistem; b Pengumpulan informasi di luar sistem untuk menentukan frekuensi dari keadaan yang ada dalam masyarakat Amiruddin, 2012: 154. 5. Nilai Prediktif PositifNPP Predictive Value Positive NPP adalah proporsi dari populasi yang diidentifikasikan sebagai kasus oleh suatu sistem surveilans dan kenyataannya memang kasus CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 34. Surveilans dengan NPP yang tinggi akan menyebabkan lebih rendahnya kegiatan sia-sia dan kurangnya pembuangan sumber Amiruddin, 2012: 156. 6. Kerepresentatifan Representativeness Suatu sistem surveilans dapat dikatakan representatif apabila dapat menggambarkan kejadian dari suatu peristiwa kesehatan dalam periode tertentu dan distribusi peristiwa tersebut dalam masyarakat menurut tempat dan orang secara akurat CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 35. Kerepresentatifan dinilai dengan membandingkan karakteristik dari kejadian yang dilaporkan dengan 33 semua kejadian yang ada Amiruddin, 2012: 156. Kualitas data merupakan bagian yang paling penting dari kerepresentatifan CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 36. 7. Ketepatan Waktu Timeless Ketepatan waktu menggambarkan kecepatan atau kelambatan diantara tahap-tahap dalam suatu sistem surveilans CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 37. Definisi lain menyatakan bahwa ketepatan waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menentukan kecenderungan trend, outbreaks, atau pengaruh dari adanya upaya kontrol Amiruddin, 2012: 158.

2.1.3. Difteri

2.1.3.1. Definisi Difteri

Penyakit difteri merupakan penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan bagian atas terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit, serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina James Chin, 2000: 172.

2.1.3.2. Epidemiologi Difteri

2.1.3.2.1. Etiologi

Kuman penyebab adalah Corynebacterium diphtheriae. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak invasif, tetapi kuman dapat mengeluarkan toksin, yaitu eksotoksin yang mempunyai efek patologik, sehingga menyebabkan orang jadi sakit. Ada 3 tipe dari Corynebacterium diphtheriae yaitu tipe mitis, tipe intermedius, dan tipe gravis. Kuman ini dapat hidup pada selaput mukosa tenggorokan manusia tanpa menimbulkan gejala penyakit. Keadaan ini disebut