Asas-asas Strategi Dakwah Strategi Dakwah

4. Asas Kemampuan dan Keahlian achievement and profesional, yaitu azas yang lebih menekankan pada kemampuan dan profesionalisme subjek dakwah dalam menjalankan misinya. Latar belakang subjek dakwah akan dijadikan ukuran kepercayaan mad’u; 5. Asas Efektifitas dan Efisiensi, yaitu asas yang menekankan usaha melaksanakan kegiatan dengan semaksimal mungkin sesuai dengan planning yang telah ditetapkan sebelumnya. Di dalam aktifitas dakwah harus menyeimbangkan antara biaya dan waktu dengan tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, bahkan kalau biaya, waktu dan tenaga yang sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Dengan kata lain ekonomis biaya, tenaga dan waktu tetapi dapat mencapai hasil yang maksimal atau setidak-tidaknya seimbang antara keduanya. Melihat asas-asas strategi dakwah yang begitu luas dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya, maka sebagai pelaku dakwah harus dapat menyikapi hal tersebut dengan memperkaya keilmuan dan pengetahuan yang berkenaan dengan asas-asas tersebut. Seluruh asas yang dijelaskan di atas termuat dalam metode dakwah yang harus dipahami oleh pelaku dakwah. Dimana Istilah metode atau methodos Yunani diartikan sebagai rangkaian, sistematisasi dan rujukan tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang matang, pasti dan logis. 33

3. Prinsip-prinsip Strategi Dakwah

Prinsip-prinsip strategi dakwah menurut Dr. Marwah Daud Ibrahim yang dikutip oleh Abdul Jalil, menyebutkan lima prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam strategi dakwah, yaitu: 34 1. Prinsip sinerji; setiap da’i haruslah mempertimbangkan bahwa apa yang ia lakukan hanya dapat lebih bermakna bila terintegrasi dengan yang lain. 2. Prinsip akumulasi; setiap yang ingin kita sampaikan perlu dilihat sebagai suatu proses akumulatif kebenaran-kebenaran relatif. 3. Prinsip konvergensi; walaupun kita berangkat dari tempat yang berbeda dalam memakai jalan beragam pada dasarnya kita menuju titik sentripental sempurna, yaitu tauhid. 4. Prinsip totalitas; bahwa dakwah perlu dipersepsikan sebagai multi dimensi dan semua dimensi yang harus disentuh. 5. Prinsip inklusif; kita harus melihat siapa saja sebagai bagian dari kita. Dengan kata lain da’i dipersepsikan sebagai mediator yang efektif menyatukan potensi-potensi umat yang selama ini berserakan. 33 H. Asep Muhiddin, Metode Pengembangan Dakwah Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 78. Dikutip dari Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, Jakarta: Paramadina, 1999, h. 100. 34 Abdul Jalil, “Mekanisme Dakwah dari Proses Penyadaran Menuju Implementasi P elembagaan dan Pengelolaan,” Jurnal Dakwah, Vol. 2, No. 1, 2000. h. 30.

D. Aktivitas Keagamaan

1. Pengertian Aktivitas Keagamaan

Aktivitas keagamaan terdiri dari dua kata atau istilah yaitu aktivitas dan “keagamaan”, istilah aktivitas berasal dari bahasa Inggris activity yang berarti aktivitas, kegiatan, kesibukan. 35 Sedangkan kata keagamaan berasal dari kata dasar agama yangmendapat awalan ke- dan akhiran-an. Agama itu sendiri mempunyai arti kepercayaan kepada Tuhan, ajaran kebaikan yang bertalian dengan kepercayaan. 36 Pengertian agama sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya tidak kacau. Agama diambil dari dua akar suku kata, yaitu yang berarti tidak, dan agama yang berarti kacau. 37 Jadi kalau ditelusuri dari makna-makna artinya, maka didapati arti dari agama yang sesungguhnya yaitu aturan atau tatanan untuk mencegah kekacauan dalam kehidupan manusia. 38 Jadi kata aktifitas keagamaan mempunyai arti segala aktifitas dalam kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai agama, yang diyakini agar tidak terjadi kekacauan di dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian agama bila ditinjau secara deskriptif sebagaimana yang telah diungkapkan oleh George Galloway, adalah sebagai keyakinan manusia terhadap kekuatan yang melampaui dirinya, kemana ia mencari 35 John Echols dan Hasan Sadeli, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Cet, X, Jakarta, 1981, hlm. 10 36 Dewi S. Baharta, Kamus Bahasa Indonesia, Bintang Terang, Surabaya, 1995, hlm. 4 37 Dr. H. Dadang Kahmad. M. Si., Sosiologi Agama, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,2002, hlm. 13 38 Prof. Dr. Harun Nasution, Islam; Ditinjau dari Berbagai Aspek, Penerbit UI, Jakarta,1979, hlm. 9 pemuas kebutuhan emosional dan mendapat ketergantungan hidup yang diekspresikan dalam bentuk penyembahan dan pengabdian. 39 Dari pengertian di atas yang diungkapkan oleh George Galloway dapat dijelaskan bahwa agama merupakan keyakinan yang diakui oleh seluruh manusia dengan mempercayai akan adanya sesuatu kekuatan yang lebih besar dari manusia, yakni kekuatan yang Maha Besar yang menjadikan manusia bergantung kepada-Nya dan menjadikan manusia menyembah. Pada dasarnya agama itu lahir dan timbul dalam jiwa manusia, karena adanya perasaan takut dan karena merupakan kebutuhan rohani yang tidak bisa diabaikan keberadaannya, karena hal tersebut dapat menimbulkan adanya perasaan yang menjadi pendorong utama timbulnya rasa keberagamaan. Menurut Hendropuspito, agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakan untukmencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat umumnya. 40 Dalam Kamus Sosiologi, pengertian agama ada tiga macam, yaitu kepercayaan pada hal-hal yang spiritual, perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri, serta ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural. 41 Sementara itu, Thomas F.O ’Dea mengatakan bahwa agama adalah pendayagunaan 39 Ahmad Norman P.ed., Metodologi Studi Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000,hlm. 9 40 D. Hendropuspito, O.C. Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1998, hlm. 34 41 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993,hlm. 430