Kepercayaan Masyarakat Terhadap Tempat Keramat (Studi Kasus Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara)

(1)

KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP TEMPAT

KERAMAT

(Studi kasus Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio Kabupaten

Samosir Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Guna Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana

DISUSUN OLEH

HOTSRI HANTI TAMBA

100901028

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:

Nama : Hotsri Hanti Tamba

Nim : 100901028

Departemen : Sosiologi

Judul : Kepercayaan Masyarakat Terhadap Tempat Keramat

(Studi Kasus di Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Dra. Rosmiani Sembiring MA) (Dra. Lina Sudarwati, M.si)

NIP.196002261990032002 NIP. 196603181989032001

Dekan FISIP USU

( Prof. Dr. Badaruddin, M.si) NIP. 196805251992031002


(3)

KATA PENGANTAR

PujidansyukurpenulispanjatkankepadaTuhan yang MahaEsa, karena berkat rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan semestinya. Skripsi ini merupakan karya ilmiah penulis sebagai salah satu yarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik,Universitas Sumatera Utara, denganjudul: “Kepercayaan Masyarakat Terhadap Tempat Keramat (StudiKasus di Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir).

Skripsi ini khusus penulis persembahkan kepada orang tua tercinta dan tersayang yakni Ayahanda Jahamal Tamba dan Ibunda Tiopan Sitohang, atas semua doa, dukungan, pengorbanan dan kasih sayangnya yang diberikan kepada penulis sampai saat ini. Dorongan motivasi dan juga pengertian yang diberikan oleh orangtua penulis semakin menambah semangatpenulis dalam pengerjaan skripsi ini. Tidak lupa juga kepada abang dan kakak penulis tersayang, Abang Sastoro Tamba, Abang Arivson Tamba, Abang History Ludo Tamba, Abang Wolton Lamboyan Tamba, Abang Abdi Sakti Tamba, S.P. Kak Rita Lasboyara Tamba S.Pd., Kak Anyida Tamba, Kak Saurma Tamba S.Pd, Kak Risdoana TambaS.Kom, adik saya Nova LiaTamba sedang kuliah di Universitas Sriwijaya yang selalu mendoakan da memberikan motivasi, semangat kepada penulis, terimakasih atas pesan –pesan yang diberikan sehingga mampu menambah semangat penulis.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Baddaruddin,M.Si selaku Dekan FakultasIlmu Sosial dan

Ilmu Politik dan para pemabantu dekan seluruh staff pegawai dana dministrasi.


(4)

2. Ibu Dra.Lina Sudarwati,M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang sekaligus menjadi dosenPenguji dalam skripsi penulis yang memberikan banyak masukan sehingga mampu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapka kepada Dra.Rosiani

Sembiring,M.A, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak membingbing dari awal perkuliahan dan juga bersedia memberikan waktu, tenaga, ide. Kasih sayang dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang beliau berikan kepada penulis.

4. IbuDra. LinaSudarwati, M.Siselakuketuapenguji, terimakasihatas saran

danmasukan yang diberikankepadapenulis.

5. Bapak Drs.T. Ilham Saladin selaku sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen wali penulis.

6. Segenap Dosen ,staff dan seluruh pegawai Fakultas IlmuSosial danI lmu

Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa, Kak Betty, yang telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.

7. Untuk seluruh keluarga besar penulis dan sepupu penulis yang selalu

mendukungdanmendoakanpenulis yang tidakdapatdisebutkansatupersatu.

8. Buat teman- teman penulis anggota GMKI FISIP USU terima kasih buat doa

dan dukungan teman-teman sekalian penulis makin semangat mengerjakan skripsi ini, khususnya Senior GMKI kakanda Hotler Parsaoran Sitorus,S.Sos


(5)

yang bersedia mengorbankan waktunya membantu mengerjakan skripsi penulis.

9. Sahabat-sahabat terbaik saya di stambuk 2010 yang menjadi keluarga penulis selama menjalani perkuliahan yakni Trangta Tarigan, Drayeni Haloho, Elisabet Turnip, Santiur Manurung, Fitri Yati, Defi Ayuni, Siti sadrianti dan teman lainnya yang tidak dapat disebutkan disini satu persatu terimakasih atas kebersamaan dan semangat kalian.

10.Teman dekat penulis Wandri Gultom,S.P dan keluarga, yang selalu membantu

dan memberikan semangat, motivasi kepada penulis dan juga memberikan banyak pengorbanan buat penulis baik tenaga dan pikirannya kepada penulis.

11.Buat Senior dan Junior penulis di Departemen Sosiologi yakni Kakanda

RiamaSiringo S.Sos, Belman Siagian, S.Sos, Corry Turnip S.Sos, Michael Julpri Tarigan S.Sos,.

12.Para informan yangada di Daerah Tamba yang bersedia menyisakan

waktunya untuk memberikan penjelasan mengenai keseharian mereka, terimakasih untuk pengertiannya yang telah bersedia menerima kehadiran penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

13.Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini. Akan tetapi penulis menyadari bahwa skrips ini masih jauh dari kata sempurna.

Penulis,

Hotsri Hanti Tamba


(6)

ABSTRAK

Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang beragama namun masih ada kebiasaan Masyarakat Indonesia yang bertentangan dengan ajaran agama hingga saat ini masih tetap dipertahankan yaitu mempercayai tempat keramat yang menganggap bahwa tempat keramat adalah sakral dan suci. Daerah Tamba adalah salah satu daerah yang masih mempercayai tempat keramat dari zaman dahulu hingga pada saat ini. Masyarakat Daerah Tamba sudah mencapai kemajuan atau disebut sebagai daerah yang tidak tertinggal jika dilihat dari tingkat ekonomi, Ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui apa makna kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat dan bagaimana peran masyarakat mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat. Penelitian ini dilakukan melalui observasi dan wawancara kepada informan, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Tokoh pendidikan, tokoh agama, tokoh adat, kepala desa, mahasiswa dan orang yang berada di luar Daerah Tamba tetapi pernah dan mengetahui tempat keramat.

Dari hasil Penelitian ditemukan bahwa mempercayai tempat keramat memiliki makna bagi masyarakat Daerah Tamba. Hal ini dapat kita lihat dari kepercayaan masyarakat Daerah Tamba terhadap tempat keramat bisa bertahan sampai sekarang. Selain kepercayaan terhadap tempat keramat ini memiliki makna, Peneliti juga menemukan bahwa masyarakat Daerah Tamba juga memiliki peran untuk mempertahankan kepercayaan ini, sehingga sampai sekarang kepercayaan terhadap tempat keramat dapat bertahan.

Kata Kunci : Agama, Kepercayaan, Tempat keramat, Makna, Peran.

                                     


(7)

ABSTRAK

Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang beragama namun masih ada kebiasaan Masyarakat Indonesia yang bertentangan dengan ajaran agama hingga saat ini masih tetap dipertahankan yaitu mempercayai tempat keramat yang menganggap bahwa tempat keramat adalah sakral dan suci. Daerah Tamba adalah salah satu daerah yang masih mempercayai tempat keramat dari zaman dahulu hingga pada saat ini. Masyarakat Daerah Tamba sudah mencapai kemajuan atau disebut sebagai daerah yang tidak tertinggal jika dilihat dari tingkat ekonomi, Ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui apa makna kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat dan bagaimana peran masyarakat mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat. Penelitian ini dilakukan melalui observasi dan wawancara kepada informan, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Tokoh pendidikan, tokoh agama, tokoh adat, kepala desa, mahasiswa dan orang yang berada di luar Daerah Tamba tetapi pernah dan mengetahui tempat keramat.

Dari hasil Penelitian ditemukan bahwa mempercayai tempat keramat memiliki makna bagi masyarakat Daerah Tamba. Hal ini dapat kita lihat dari kepercayaan masyarakat Daerah Tamba terhadap tempat keramat bisa bertahan sampai sekarang. Selain kepercayaan terhadap tempat keramat ini memiliki makna, Peneliti juga menemukan bahwa masyarakat Daerah Tamba juga memiliki peran untuk mempertahankan kepercayaan ini, sehingga sampai sekarang kepercayaan terhadap tempat keramat dapat bertahan.

Kata Kunci : Agama, Kepercayaan, Tempat keramat, Makna, Peran.

                                     


(8)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beragama (Religius) yang mempercayai ajaran agama, sebagaimana tertulis dalam dasar Negara Indonesia sila yang pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Masyarakat sangat menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam lingkungan masyarakat semakin meningkatnya kesemarakan dan kehikmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual maupun bentuk kegiatan sosial agama. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sudah berkembang sejak masa silam, sebagai aliran kepercayaan yang membawa dampak bagi kehidupan manusia. Setiap masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih, mempraktikkan kepercayaannya, dan menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya, Hal ini tertuang dalam UUD 1945. Meskipun setiap masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya namun pemerintah hanya mengakui secara resmi enam agama yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khongucu.

Agama ditemui dalam setiap masyarakat bahkan dalam setiap individu yang dijadikan sebagai pedoman hidup di dunia. Masyarakat yang beragama (Religius) adalah masyarakat yang mempercayai Tuhan Yang Esa sebagai pencipta langit dan bumi, mempunyai kitab sebagai pedoman dalam melaksanakan perintah, dan larangannya untuk menjadi manusia seutuhnya. Dalam jurnal Muhadi (2009) menyatakan berdasarkan hasil konsensus dan konvensi bahwa secara filosofis, sosio-politipatis, dan historis agama di Indonesia sudah berakar dalam kehidupan bangsa, agama juga sudah menjadi bagian dari sistem kenegaraan.


(9)

Untuk menjadi manusia seutuhnya, mulai dari sejak ia lahir hingga akhir hidupnya tidak pernah lepas dari proses belajar. Proses belajar menjadi manusia seutuhnya tentu merupakan suatu proses yang tidak akan kunjung selesai. Seseorang harus mempelajari dirinya sendiri yang memiliki potensi yang bisa dikembangkan dan memiliki sifat-sifat yang unik yang membedakan dengan orang lain, mempelajari kehidupan masyarakat sesuai dengan sistem nilai, dan norma yang berlaku, mempelajari lingkungan secara luas sehingga dapat berperilaku secara tepat, dan mempelajari kaidah-kaidah agama yang membimbing hubungannya dengan Tuhan.

Meskipun Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang religius yang mempercayai ajaran agama namun, ada kebiasaan masyarakat indonesia sampai sekarang masih tetap berlangsung. Kebiasaan tersebut bertentangan dengan ajaran agama yaitu masih tetap percaya pada hal- hal yang bersifat mistis. Mempercayai hal yang bersifat mistis yaitu mempercayai suatu tempat yang mereka anggap bahwa tempat tersebut adalah tempat yang sakral atau suci. Tempat keramat ini dikatakan sakral atau suci karena dapat membantu kehidupan mereka dalam hal penyembuhan penyakit, sumber kekuatan dan keselamatan mereka. Masyarakat yang masih mempercayai hal demikian adalah masyarakat yang masih memegang kuat nilai-nilai agama terdahulu berupa kepercayan pada animisme dan dinamisme. Kepercayan animisme dan dinamisme adalah kepercayaan tradisional sebelum masuknya agama modern yang diakui pemerintah dalam kehidupan masyarakat saat ini. Menurut Geoffrey Parrinder dalam Daradjat, dkk (1996: 43) pada kenyataannya, orang-orang akan menolak kalau dikatakan mereka memuja orang-orang yang telah mati. Lebih tepat kalau dikatakan, mereka menggunakan arwah orang-orang yang telah mati itu sebagai perantara (wasilah) untuk menyampaikan doa atau keinginan mereka kepada Tuhan. Arwah itu pun bukan sembarang arwah, melainkan arwah dari orang-orang


(10)

yang semasa hidupnya dianggap sebagai tokoh, misalnya orang sakti. Masyarakat percaya bahwa tokoh-tokoh itu mempunyai keistimewaan spiritual tertentu. Ketika sudah meninggal, keistimewaan itu dipercaya masih ada dan bisa diperoleh dari tempat keramat tersebut. Oleh karena itu, masyarakat mempercayai tempat keramat sebagai tempat untuk mencari berkah.

Mempercayai tempat keramat, berkaitan erat dengan unsur kepercayaan. Tempat keramat dalam banyak kebudayaan dan kepercayaan di seluruh dunia, menempati ruang spiritual yang istimewa, bahkan menjadi pusat kehidupan kepercayaan di seluruh dunia. Tempat keramat sebagai tempat beristirahat jasad orang yang sudah meninggal, tempat bersemayamnya roh-roh orang yang meninggal. Mengunjungi tempat keramat merupakan cara untuk berhubungan kembali secara spiritual dengan roh-roh tersebut. Mengunjungi tempat keramat berkaitan dengan kehidupan sosial. Jika ingin melakukan sesuatu atau untuk kebutuhan tertentu, seperti membuka lahan pertanian, melangsungkan perkawinan, merantau, mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Seseorang/kelompok merasa selalu ada kekurangan kalau belum meminta restu pada roh-roh nenek moyang. Roh-roh itu dipercaya dapat melindungi mereka, mengabulkan permohonan mereka, bahkan dapat pula menghukum jika mereka melakukan pelanggaran.

Menurut Parrinder dalam Daradjat (1996: 43) pemujaan terhadap orang-orang yang telah meninggal atau telah mati terdapat di semua masyarakat. Karena itu kepercayaan terhadap hidup setelah mati ini bersifat universal dan merupakan salah satu bentuk kuno dalam kepercayaan di kalangan suku-suku primitif. Di Cina, pemujaan dan penyembahan terhadap para leluhur adalah pemujaan yang sangat kuno dan merupakan salah satu unsur yang paling diutamakan dalam agama Cina. Di Yunani, terdapat kepercayaan bahwa arwah leluhur tinggal di makam-makam dan


(11)

memiliki kekuasaan atas baik dan buruk, sakit, dan mati. Begitu pula di Jepang, Mesir, Babylonia, Eropa, termasuk suku-suku di Indonesia.

Kepercayaan terhadap tempat keramat tersebut merupakan salah satu bentuk nilai yang dianggap masyarakat sangat berharga dalam kehidupan sosial mereka. Kehidupan sosial masyarakat memiliki sistem nilai dan norma yang disebut sebagai nilai dan norma sosial. Nilai yang ada dimasyarakat dianut dan diyakini berdasarkan perasaannya sendiri dan setiap masyarakat akan menjunjung tinggi nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Nilai dan norma merupakan bagian dari masyarakat yang melekat dalam kehidupan masyarakat secara turun temurun, serta dianggap sebagai kebaikan dan kebenaran itu sendiri. Antara nilai dan norma tersebut terwujud dalam kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Manusia selalu mencari sesuatu yang bernilai, nilai ini menjadi dorongan dan landasan seseorang atau kelompok untuk berperilaku. Nilai-nilai yang ideal yang menjadi keyakinan seperti yang dianggap paling berharga, paling benar, paling baik yang menjadi acuan atau pedoman berperilaku.

Meskipun nilai ada dalam setiap masyarakat dan nilai tersebut berharga dan baik bagi masyarakat namun, nilai- nilai yang ada dalam masyarakat yang satu dengan masyarakat lain tentu sangat berbeda- beda. Sesuatu yang dianggap ar, dan baik menurut masyarakat yang satu belum tentu berharga, benar, dan baik menurut massyarakat yang lain. Salah satu bentuk nilai yang ada di dalam masyarakat adalah kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat. Masyarakat saat ini khususnya di Indonesia masih ada yang percaya pada tempat keramat yang mereka anggap bahwa tempat itu adalah sakral atau suci. Padahal masyarakat Indonesia sudah beragama, mempercayai Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber penyelamat hidup. Umumnya unsur kepercayaan atau keagamaan berhubungan erat dengan tradisi ini. Menurut


(12)

Parsudi Suparlan dalam Jalaluddin (1996: 180) tradisi merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Dalam masyarakat pedesaan umumnya tradisi erat kaitannya dengan mitos dan agama.

Dalam web Samanto (hhtp : // ahmad samanto.wordpres.com / 2010 / 03 / kebudayaan-dan nasionalisme-indonesia) menyatakan bahwa Indonesia yang memiliki ragam budaya dan kebiasaan akan berkembang dinamis dan statis. Namun hal ini tergantung pada masyarakatnya. Begitu juga dengan mundurnya suatu kebudayaan atau kebiasaan tergantung pada komunitasnya dalam menjawab tantangan yang dihadapkan padanya. Apabila aspek nilai dan norma yang ada dalam masyarakat mengalami disintegrasi maka kebudayaan akan mengalami kemerosotan. Karena itu, sering dikatakan bahwa suatu kebudayaan itu didasarkan atas sistem nilai tertentu. Sistem ini ditransformasikan dalam norma-norma sosial, etika, etos, atau prinsip-prinsip moral.

Dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat, seseorang atau kelompok harus memahami sistem kehidupan masyarakat dimana ia menetap. Memahami adat istiadat, sistem nilai, sistem norma, dan kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat tersebut. Dalam masyarakat tentu ada beberapa hal yang berhubungan dengan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, yang baik atau yang tidak baik, yang tepat atau tidak tepat untuk dilakukan sehingga seseorang atau kelompok dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kehidupan sosial masyarakat.

Menurut Mutahhari (2007:103) menyatakan bahwa hal-hal yang mendorong manusia untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat keagamaan diantaranya adalah adanya emosi dan getaran jiwa yang sangat mendalam yang disebabkan rasa takut, terpesona pada pada sesuatu yang gaib dan keramat. Disamping itu juga adanya harapan-harapan yang mengiringi perjalanan hidupnya. Sejalan dengan Mutahhari,


(13)

Vegeer (1993:157) menyatakan bahwa Perasaan-perasaan itu terpencar dari daya misterius yang merupakan prinsip kemenyatuan dengan alam semesta. Pada masyarakat primitif, orang mengaitkan perasaan-perasaan itu dengan sejenis binatang atau tumbuhan yang dimaksudkan tersebut.

Pada masa sekarang pun kepercayaan tersebut masih ada dan masih bisa dijumpai di beberapa kepercayaan. Hal ini dapat kita jumpai pada masyarakat yang masih memiliki kepercayaan pada hal - hal yang bersifat tradisional seperti yang terjadi pada Masyarakat Lombok, Penelitian yang dilakukan Azis dalam jurnal “Kekeramatan Makam-Makam Kuno” (2004) di Lombok memperlihatkan bahwa Masyarakat Lombok masih percaya pada tempat keramat makam-makam kuno. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena ziarah makam merupakan tradisi turun-temurun dan sudah berakar kuat dikalangan umat Islam. Meskipun kritik yang mencurigai praktek semacam itu dapat menodai tauhid, tetapi dalam faktanya kegiatan mengunjungi makam-makam tidak pernah pudar sama sekali bahkan cenderung makin ramai terutama setelah terbukti makin keramatnya makam yang diziarahi. Meskipun demikian, kepercayaan tersebut tidaklah tunggal karena sangat tergantung pada pola pikir, pemahaman keagaamaan, dan tradisi yang melingkupinya.

Penelitian ini juga pernah dilakukan Muhadi dalam jurnal “Kepercayaan masayarakat terhadap sumur tua” (2009) di Kelurahan Tunggorono Kecamatan Binjai Timur memperlihatkan kepercayaan masyarakat terhadap Sumur Tua. Hasil penelitian ini bahwa kepercayaan ini pernah dimiliki nenek moyang masyarakat jawa yang dekat dengan potensi kultural yaitu untuk mempertahankan nilai-nilai luhur budaya jawa. Kepercayaan ini mendapatkan persepsi negatif (pelabelan) dari masyarakat tentang komunitas mereka. Fenomena ini telah dimulai sejak nenek moyang ada dan


(14)

ternyata masih berlanjut hingga saat ini, tidak terkecuali di kelurahan Tunggorono Kecamatan Binjai Timur.

Kluckhohn (1961 : 23) membuat suatu kerangka orientasi sistem nilai budaya, yaitu sebagai konsep yang menerangkan dasar-dasar sistem nilai budaya tentang masalah pokok dari kehidupan manusia yang sifatnya universal. Secara umum Kluckhohn menggambarkan bahwa dari masalah dasar sistem nilai budaya itu sekurangnya mencirikan tiga bentuk masyarakat, (1) masyarakat tradisional, (2) masyarakat transisional, dan (3) masyarakat modern. Pada masa sebelum terjadinya berbagai krisis yang menimpa masyarakat Indonesia, tidak sedikit orang Indonesia yang menyatakan bahwa secara umum masyarakatnya telah modern, hal ini terlihat dengan banyaknya intelektual dikalangan masyarakat yang menyatakan bahwa pendidikan tringgi bukan lagi barang asing untuk masyarakat Indonesia, sarana dan prasarana yang memadai untuk kehidupan orang modern, juga tingkat hidup yang mencirikan orang modern menurut Inkeles dalam (Weiner :189).

Daerah yang sudah keluar dari ketertinggalan dapat disebut sebagai manusia yang modern. Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan adat-istiadat lama karena mengalami perubahan dalam perkembangan zaman dewasa ini. Perubahan-Perubahan itu terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam mencapai kemajuan itu masyarakat modern berusaha agar mereka mempunyai pendidikan yang cukup tinggi dan berusaha agar mereka selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seimbang dengan kemajuan di bidang lainnya seperti ekonomi, politik, hukum, dan


(15)

sebagainya (http://shindohjourney.wordpress.com/seputar-kuliah/makalah-masyarakat modern-dan-kebudayannya/).

Daerah Tamba salah satu daerah yang masih percaya pada tempat keramat dimana Daerah Tamba terdiri dari 2 desa yaitu Desa Tamba Dolok dan Desa Janjimaria. Daerah Tamba adalah daerah yang berada di Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir yang terletak di 230 30’ - 2045’ LU- 98 0 30’- 45 ‘BT ,904-2.157

meter diatas permukaan laut . Luas wilayah Desa Tamba Dolok 6.74 KM 2 dan luas

wilayah Desa janjimaria 5.95 km 2. Jarak kantor kepala Desa Tamba Dolok 12 KM ke ibu kota kecamatan sedangkan jarak kantor kepala Desa Janjimaria 17 KM ke ibu kota kecamatan (Badan Pusat Statistika Kabupaten Samosir).

Masyarakat Daerah Tamba pekerjaannya dominan sebagai petani adapun yang bekerja selain petani adalah pemborong, pedagang kecil, guru PNS (Pegawai Negeri Sipil), dan pegawai tidak tetap. Penghasilan petani pada umumnya adalah sebagai petani kopi dan padi. Dari 66.7 ha luas lahan kopi menghasilkan 158 Ton kopi untuk Desa Tamba Dolok, sedangkan Desa Janjimaria 70.5 Ha menghasilkan 196 ton kopi sedangkan untuk lahan padi luasnya 145 Ha menghasilkan 9 Ton untuk desa Tamba Dolok dan 63 Ha menghasilkan 89.8 ton untuk Desa Janjimaria. Jika dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat Daerah Tamba masih sangat kecil yang mengeyam pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dapat kita ketahui dari tingkat pendidikan. Untuk Desa Tamba Dolok yang mengeyam pendidikan tingkat SD sebanyak 286,SMP sebanyak 110 orang,SMA sebanyak 223 orang,Diploma(D3) sebesar 5 orang dan sarjana sebanyak 22 orang, sedangkan untuk Desa Janjimaria yang mengeyam pendidikan tingkat SD sebanyak 237,SMP sebesar 91, SMA sebesar 137 oran, Diploma(D3) sebesar 5 orang dan Sarjana 39 orang.


(16)

Berdasarkan hasil observasi yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat, kepercayaan masyarakat Daerah Tamba terhadap tempat keramat sudah ada sejak dulu dan sampai sekarang masih tetap berlangsung. Kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat ini tidak hanya 1 tempat keramat saja, tetapi tempat keramat yang mereka sakralkan atau sucikan adalah Gunung Ulu Darat, Gunung Tao Siaporas, Sumur Tamba, dan Sumur Panotari.

Daerah Tamba didominasi Suku Batak Toba dan beragama kristen, masyarakat Daerah Tamba sudah mengenal dan memiliki agama meskipun gereja mereka masing-masing berbeda-beda seperti HKBP, GKPI, HKI, Pentakosta, dan Khatolik. Meskipun masyarakat di daerah ini sudah memiliki agama sebagai sumber penyelamat hidup di dunia, namun masyarakat di daerah ini masih tetap percaya pada tempat keramat. Tempat keramat ini adalah tempat yang mereka sakralkan dan sucikan. Masyarakat Daerah Tamba mempercayai bahwa Tempat keramat ini adalah sebagai sumber keselamatan hidup dimana air, pohon, dan segala sesuatu yang ada di sumur dan gunung tersebut dapat dijadikan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, sumber keberhasilan pendidikan, sebagai tiang untuk mengkokohkan keluarga, dan menambah rejeki buat seseorang, membantu untuk menemukan jodoh, dan sebagainya. Namun untuk mendapatkan hal tersebut ada banyak aturan yang harus dilakukan oleh masyarakat Daerah Tamba saat mereka ingin berkunjung ke tempat tersebut. Aturan yang ada di masyrakat sudah terinternalisasi oleh masyarakat dari dulu hingga sekarang. Aturan tersebut diwariskan oleh orang tua kepada anak- anak mereka dan anak-anak mereka mematuhi aturan tersebut.

Adapun aturan-aturan yang harus dilakukan masyarakat Daerah Tamba adalah setiap orang yang berkunjung ke Gunung Ulu Darat, pengunjung tidak boleh


(17)

menyebut nama sesama teman mereka selama mereka berada di Gunung Ulu darat, sebab barang siapa menyebut nama maka, jalan mereka akan tersesat di Gunung, tidak boleh tertawa kuat-kuat karena mulut mereka bisa sumbing, bagi pendaki gunung yang pertama sekali tiba di puncak gunung dan mendapat Jeruk Purut didalam cawan maka akan mendapat rejeki yang melimpah. Setiap orang yang sudah pernah mendaki gunung tersebut jumlahnya harus terhitung ganjil, tidak boleh genap sebab mereka akan susah mendapat jodoh.

Aturan yang harus dilakukan saat mendaki Gunung Ulu Darat hampir sama dengan aturan pada Gunung Tao Siaporas. Perbedaannya adalah pendaki gunung ke Tao Siaporas tidak boleh membahas atau bercerita tentang alat-alat pertanian seperti cangkul, pisau, dan sebagainya karena mereka bisa masuk ke dalam jurang dan akan meninggal, jika danau yang ada di Gunung Tao Siaporas itu kotor maka rejeki mereka tidak bagus, jika mereka melihat ada bebek di danau tersebut maka akan mendapat rejeki yang melimpah dan jika sobuan (kulit padi) ada keluar dari danau tersebut maka nyawa pendaki gunung akan berakhir di gunung tersebut.

Selain aturan yang harus dilakukan dikedua gunung tersebut, di Sumur Tamba dan Sumur Panotari juga ada berbagai peraturan yang harus dilakukan oleh pengunjung. Aturan di Sumur Tamba yaitu jika para pengunjung ingin mengambil air dari sumur, maka para pengunjung cukup hanya mengucapkan sepatah dua kata pada sumur sebagai rasa penghormatan bagi para penghuni sumur dan apabila para pengunjung ingin menyembuhkan penyakit dan ingin memperoleh keselamatan hidup

maka para pengunjung harus membuat sesajen mereka berupa napuran (daun sirih),

lappet dan pisang. Selama mereka ada di sumur tidak boleh mengucapkan kata-kata kotor atau kata-kata tidak berkenan di hati para penghuni sumur. Peraturan ini hampir sama dengan peraturan yang harus dilakukan di Sumur Panotari. Perbedaannya adalah


(18)

ikan-ikan yang ada di sumur yang berada di bawah pohon juga tidak boleh diambil oleh para pengunjung karena ikan tersebut akan membawa kesengsaraan bagi para pengunjung. Aturan ini bila dilanggar ada sanskinya, tetapi sanski tersebut lebih berwujud abstrak dan sulit dibuktikan. Sanski yang berwujud abstrak tersebut adalah setiap orang yang melanggar aturan berlaku maka, mereka akan hidup menderita dan bahkan mereka bisa mati.

Melihat kondisi yang seperti ini maka penulis tertarik menjadikan Daerah Tamba sebagai lokasi penelitian skripsi yaitu tentang “Kepercayaan Masyarakat Terhadap Tempat Keramat”. Studi kasus di Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio

Kabupaten Samosir. Penelitian tentang kepercayaan terhadap tempat keramat

sebenarnya sudah pernah dilakukan di Kecamatan Binjai Timurr. Namun, dalam penelitian ini penulis tidak akan membahas bagaimana kepercayaan mereka terhadap tempat keramat tersebut. Dalam penelitian ini peneliti ingin lebih mendalami makna kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat dan peran masyarakat mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latarbelakang diatas maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah

1. Apakah makna kepercayaaan masyarakat terhadap tempat keramat

sehingga masyarakat mempercayai tempat keramat sampai saat ini ?

2. Bagaimana peran masyarakat mempertahankan kepercayaan terhadap


(19)

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka adapun yang menjadi tujuan yang dapat diharapakan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui makna kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat.

2. Untuk mengetahui bagaimana peran masyarakat mempertahankan

kepercayaan terhadap tempat keramat tersebut.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Setiap penelitian mampu memberikan manfaat, baik itu untuk diri sendiri, orang lain maupun ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1.4.1. Manfaat teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam

meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan sosiologi agama pada khususnya terutama kajian mengenai kepercayaan terhadap tempat keramat.

2. Sebagai bahan rujukan pada penelitian selanjutnya yang memiliki

keterkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

1.4.2. Manfaat praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis

dalam menulis karya ilmiah khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat.

2. Diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang terjadi


(20)

masyarakat luas dan masyarakat Daerah Tamba itu sendiri tentang kepercayaan terhadap tempat keramat.

1.5. DEFENISI KONSEP

Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah

1. Kepercayaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa sukup menegatahui dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.

2. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang berinteraksi satu sama lain

menurut suatu sistem adat tertentu yang bersifat berkelanjutan dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama kemudian munculah masyarakat yang hidup bersama di Daerah Tamba.

3. Tempat keramat adalah tempat atau sesuatu yang disucikan yang digunakan

untuk mengadakan sesuatu yang dianggap dapat menyembuhkan penyakit dan memberi keselamatan.

4. Agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri

orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu (benda-benda suci) dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat mendapat keselamatan. Sistem sosial yang dibuat dan dipraktekkan masyarakat (pendiri atau pengajar utama agama) untuk berbakti dan menyembah Ilahi.

5. Nilai adalah suatu hal yang dianggap baik atau buruk bagi kehidupan. Hal

tersebut menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat


(21)

dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi

6. Norma adalah Suatu perangkat yang mengatur masyarakat agar bertingkah

laku dalam suatu komunitas berdasarkan aturan yang berlaku dalam masyarakat.

7. Mitos adalah bentuk pengungkapan intelektual yang primordial dari berbagai sikap dan kepercayaan keagamaan. Mitos telah dianggap sebagai “ filsafat primitif ”, bentuk pengungkapan primitif yang paling sederhana, serangkaian usaha untuk memahami dunia, untuk menjelaskan kehidupan dan kematian, takdir dan hakikat, dewa-dewa dan ibadah ( Irwan :2008).

8. Makna adalah hal-hal yang dipandang penting, dirasakan berharga, dan

diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat dijadikan tujuan hidupnya

9. Menurut Winkel (1991:200) “proses belajar sosial adalah suatu aktivitas

psikis atau mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap”.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat

Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis. Perubahan ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika perubahan masyarakat berhenti maka berhenti pula kehidupan. Masyarakat yang mau menerima perubahan adalah masyarakat yang mau berkembang hidupnya artinya manusia tidak ingin berada pada suatu titik saja. Mengubah pola pikir seseorang atau kelompok dapat mengubah kehidupan manusia. Dalam hal perkembangan manusia, masyarakat tidak akan bisa berkembang apabila masyarakat tidak mengubah pola pikir mereka. Perkembangan masyarakat bersifat gradual atau bertahap, berjalan langkah demi langkah. Menurut Comte dalam Maliki (2012 : 60) bahwa perkembangan manusia berlangsung dalam 3 tahap diantaranya adalah teologis, metafisik,dan positivis.

2.1.1. Tahap Metafisik

Menurut Comte dalam Maliki (2012 : 62) bahwa dalam tahap ini masyarakat percaya pada kekuatan abstrak dan bukan pada kekuatan yang meniru gambaran Tuhan (Personifikasi) sebagai sumber kekuatan atau realitas sosial. Dalam tahap ini bahwa sumber kekuatan dunia ini bersumber dari hasil spekulasi manusia dengan menggunakan akal budi yang mereka miliki, sehingga diperoleh pengertian- pengertian metafisis. Prinsip-prinsip tentang realitas, fenomena, dan berbagai peristiwa dicari dari alam itu sendiri. Tahap ini sebenarnya disebut tahap transisi, yaitu tahap peralihan dari teologi menjadi metafisis. Didalam tahap ini manusia hanya


(23)

bisa berspekulasi atau berfikir abstraksi. Masyarakat dalam tahap ini belum bisa membuktikan (berfikir empiris) tentang apa yang mereka pikirkan. Dalam tahap ini kepercayaan kepada hal-hal yang bersifat abstrak dan spekulasi masih berkembang dalam kehidupan sehari-hari dikalangan sebagian besar masyarakat. Kepercayaan pada hal-hal yang bersifat spekulatif ini berkembang pada negara-negara yang belum modern, sebab mereka hanya memiliki akal budi untuk menyatakan suatu realitas sosial yang terjadi dan tidak memiliki kemampuan mencari suatu kebenaran.

2.2. Tindakan Sosial

Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang didasarkan pada perhitungan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Menurut Weber dalam Santosa (2011: 212) bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial. Sesuatu yang tidak dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Dilain pihak Weber dalam Sunarto (2000 : 14) menyatakan bahwa suatu tindakan dapat dikatakan tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain.

Weber dalam Idianto (2002 :35) menyatakan bahwa tindakan sosial dibagi kedalam empat tindakan yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan tradional, dan tindakan afektif.


(24)

2.2.1. Tindakan Tradisional

Menurut Weber dalam Sunarto (2000 : 16) tindakan ini merupakan tindakan yang tidak rasional. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku didalam masyarakat tanpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan.

2.3. Kearifan Lokal

Dalam jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia ( 2011) menyatakan bahwa Kearifan lokal adalah sesuatu yang berkaitan dengan tradisi dan menggambarkan cara-cara hidup masyarakat tertentu yang memiliki nilai-nilai tradisi atau ciri-ciri lokalitas yang mempunyai daya guna untuk mencapai harapan atau nilai-nilai yang diinginkan oleh masyarakat yaitu kebahagian dan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal ini salah satu bentuk kearifan yang dilakukan oleh manusia untuk menjaga lingkungannya disuatu tempat atau daerah. Kearifan lokal ini tidak hanya diketahui, tetapi kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan, dan diwariskan dari generasi kegenerasi sekaligus untuk membentuk perilaku terhadap sesama manusia, alam, maupun gaib.

Kearifan lokal dapat dikatakan sebuah religi (kepercayaan) dimana masyarakat tidak hanya berhenti pada etika yang ada, tetapi masyarakat harus melaksanakan norma yang berlaku dalam konteks kehidupan sehari- hari. Kearifan lokal sebagai sebuah strategi masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan supaya terjadi keseimbangan ekologis dari bencana dan keteledoran manusia. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara


(25)

terus-menerus dijadikan pegangan hidup meskipun bernilai lokal, tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal

Menurut Haba dalam (Irwan Abdullah, 2008) kearifan lokal merupakan bagian dari kontruksi budaya. Kearifan lokal Ini merupakan kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat dikenal, dipercayai, dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu menguatkan kohesi sosial diantara warga masyarakat. Kearifan lokal memiliki 6 fungsi yang dapat digunakan sebagai alat ketika masyarakat mengalami masalah antara lain :

1. Sebagai alat untuk menunjukkan identitas suatu masyarakat atau

komunitas masyarakat.

2. Sebagai perekat (aspek kohesi) lintas warga, lintas agama, Dan

kepercayaan.

3. Kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas (top down), tetapi sebuah unsur kultural yang ada dalam hidup masyarakat.

4. Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan bagi sebuah komunitas.

5. Kearifan lokal akan mngubah pola pikir masyarakat baik individu maupun

kelompok sesuai dengan budaya yang mereka miliki.

6. Kerifan lokal berfungsi mendorong terbentuknya kebersamaan,

penghargaan (apresiasi), solidaritas komunal, dan komunitas yang terintegrasi.

Hal ini dapat diartikan bahwa pentingnya pendekatan yang berbasis nilai- nilai atau kearifan lokal, dimana sumber-sumber budaya dapat dijadikan sebagai alat untuk mempublikasikan identitas suatu kelompok masyarakat bagi kelangsungan hidup masyarakat tersebut maupun aliran kepercayaan suatu kelompok masyrakat. Masalah yang ada akan mampu diselesaikan secara arif tidak harus berdasarkan politik ataupun


(26)

hukum. Agama dan kearifan lokal menunjukkan bagaimana nilai-nilai dan kearifan lokal berfungsi sebagai pendekatan baru dalam studi agama. Kearifan lokal juga dinilai mampu mempertegas fungsi identitas teologis suatu kepercayaan agama tertentu.

2.4. Nilai Dan Norma Budaya

2.4.1. Nilai

Nilai adalah sesuatu yang abstrak yang mempunyai harga, mutu penting, dan berguna bagi seseorang atau kelompok sehingga, dijadikan oleh seseorang atau kelompok sebagai pedoman serta prinsip-prinsip mereka dalam bertindak dalam kehidupan sehari- hari. Menurut Koenjaranigrat (1987:85) bahwa nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia.

a. Nilai tradisional

Menurut Swarsono (1989 : 50) bahwa negara dunia ketiga memiliki sistem nilai yang heterogen. Di Negara Dunia Ketiga dapat dijumpai nilai tradisional kebesaran yang memiliki para elit masyarakatnya dan sekaligus juga nilai tradisional kebanyakan dimiliki oleh masyarakat banyak. Lebih dari itu masyarakat Dunia Ketiga tidak hanya memiliki berbagai sistem nilai dan budaya yang amat bervariasi, tetapi lebih dari itu, sistem budaya mereka penuh dengan konflik dan ketidakstabilan yang mewujud dalam protes petani, pergerakan nasional, dan peran agama.


(27)

Dalam masyarakat tradisional juga terdapat nilai-nilai modern. Disaat yang sama juga menekankan pentingnya kebutuhan berprestasi. Dilain pihak, nilai-nilai tradisional juga dijumpai dan hadir dengan tegar ditengah-tengah masyarakat modern. Nilai-nilai khusus seperti usia, suku, jenis kelamin, tidak mungkin dapat dihilangkan sama sekali. Oleh karena itu, nilai tradisional dan nilai modern akan selalu hidup berdampingan. Nilai-nilai tradisional memang masih akan selalu hadir ditengah modernisasi yang terkadang nilai-nilai tradisional sangat membantu dalam upaya modernisasi. Menurut Swarsono dalam (1989 : 51) seperti yang dijelaskan dalam teori kelambatan budaya (Cultur lag theory) bahwa nilai tradisional akan masih tetap hidup untuk menjaga waktu yang panjang sekalipun faktor dan situasi awal yang menumbuhkan nilai tradisional itu telah tiada. Kaitan antara nilai tradisional dan nilai modernisasi tidak hanya merupakan kaitan sepihak. Disatu sisi modernisasi mempengaruhi hilangnya sebagian nilai-nilai tradisional, tetapi disisi lain nilai-nilai tradisional juga mempengaruhi modernisasi dan terbentuknya nilai -nilai modern.s

2.4.2. Norma

Dalam organisasi masyarakat terdapat nilai, norma, dan pranata sosial. Norma ini yang mengatur anggota masyarakat untuk bertingkah laku yang kesemuanya berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Summer dalam Soekanto (1983: 167) bahwa dorongan-dorongan dasar yang ada pada seseorang menimbulkan urut-urutan perilaku yang menjadi norma-norma yang melembaga di dalam suatu kelompok. Kebanyakan perilaku dibentuk oleh sistem normatif tersebut walaupun demikian, norma-norma berasal dari dorongan-dorongan dasar atau kebutuhan- kebutuhan dasar.

Meskipun norma dan nilai yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat dengan tingkat peradaban berbeda namun, dapat dipastikan tidak akan pernah semua


(28)

anggotanya mengetahui sekaligus menyetujuinya karena tidak mungkin semua orang akan begitu saja berperilaku sesuai denga nilai dan norma yang berlaku. Kenyataan inilah yang menyebabkan ketidaksetaraan atau konflik ditengah masyarakat. Hakikat manusia sebagai individu dan mahluk sosial dalam banyak hal akan mendatangkan ketidakselarasan apabila tidak diatur dan diarahkan sebagaimana mestinya.

Nilai dan norma saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, norma mengandung sanksi yang relatif tegas memaksa seseorang untuk bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Basrowi ( 2005 : 88) secara sosiologis ada empat bagian- bagian norma sosial untuk membedakan kekuatan dari masing- masing norma yaitu Cara (Usage), Kebiasaan (Folkways), Tata kelakuan (Mores), Adat- istiadat (Custom).

a. Norma kebiasaan

Menurut Idianto (2004 : 112) norma kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama yang dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan yang jelas, yang dianggap baik dan benar. Kebiasaan mempunyai daya pengikat yang lebih kuat dibanding cara. Jika orang lain setuju atau menyukai perbuatan tertentu yang dilakukan seseorang maka, bisa jadi ukuran dalam masyarakat untuk melakukan suatu tindakan tertentu.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Studi kasus sebagai kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa tertentu. Studi kasus (case study) merupakan penelitian yang penelaahaannya kepada suatu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, dan mendetail. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat-sifat kasus diatas dapat dijadikan suatu hal yang bersifat-sifat umum (Sanafiah Failsal, 2007 : 22). Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati (Moleong, 2006). Dengan demikian peneliti akan memperoleh data atau informasi lebih mendalam mengenai kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat.

3.2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Daerah Tamba Kecamatan Sitio- tio Kabupaten Samosir Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih judul ini adalah karena :

1. Peneliti cukup mengetahui daerah lokasi penelitian dan mengenal

masyarakatnya sehingga memudahkan si peneliti dalam mengambil data karena kemudahan mengambil data adalah hal yang terpenting dan signifikan dalam sebuah penelitian.

2. Peneliti melihat bahwa masyarakat masih memiliki kepercayaan primitif


(30)

3.3. Unit Analisis Data dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikanto, 1999:132). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah semua anggota masyarakat yang tinggal di Daerah Tamba.

3.3.2. Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh pewawancara. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:

a. Informan Kunci

1. 2 orang tokoh agama, 2 orang tokoh masyarakat, 2 orang tokoh

pendidikan

2. Kepala Desa

3. Mahasiswa yang mempercayai tempat keramat.

b. Informan biasa

1. Orang yang berada di luar Daerah Tamba tetapi pernah dan

mengetahui tempat keramat tersebut.

3.4. Teknik pengumpulan data

Untuk mendapat data yang akurat maka teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah

1. Data primer

Untuk mengetahui data primer dalam penelitian ini maka, dilakukan dengan cara penelitian lapangan yaitu :

a. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti atau kolaborator mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian


(31)

terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat seobjektif mungkin (Gulo, 2002: 119). Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu oleh panca indera lainnya.

b. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam adalah dimana proses tanya jawab yang secara langsung ditujukan kepada informan dilokasi penelitian dengan menggunakan

pedoman atau panduan wawancara serta menggunakan alat bantu perekam tape

recorder atau jika memang dibutuhkan.

Wawancara adalah salah satu alat untuk mendapatkan informasi. Dalam hal ini peneliti sebagai interviewer guide dan jenis pertanyaan yang akan dipertanyakan bersifat terbuka dan peneliti yang bertindak sebagai interview guide akan menuliskan pertanyaan terlebih dahulu sesuai dengan topik penelitian. Peneliti akan mendatangi waktu yang tepat untuk mendatangi informan. Waktu penelitian yang akan dilakukan adalah malam hari karena pada waktu pagi sampai sore informan bekerja diladang dan dikebun.

2. Data sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data yang diperoleh dari buku-buku ilmiah, tulisan ilmiah, koran, bahan dari website, dan jurnal penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian yang dianggap relevan dan keabsahan dengan masalah yang diteliti.


(32)

3.5. Interpretasi data

Sesuai dengan disain penelitian yang telah saya tetapkan maka interpretasi data dengan menggunakan analisa kualitatif. Oleh sebab itu proses interpreatsi data diawali ketika setiap data diperoleh kemudian data-data dievaluasi serta dianalisis

secara simultan dengan proses pengambilan data (on going analisis) yang

dimaksudkan untuk memastikan objektivitas dan kesesuaian dengan masalah yang sedang diteliti.

Data yang dianalisis lalu diinterpretasikan selanjutnya dievaluasi serta dianalisis dengan mengacu pada konsep di lapangan. Konsep-konsep yang menjadi temuan dilapangan kemudian dicari relevansinya melalui studi kepustakaan ataupun melalui internet sehingga akhirnya data yang telah diperoleh dapat disimpulkan dan disusun menjadi laporan peneliti.

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan

Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra proposal √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan proposal penelitian √ √

4 Seminar proposal penelitian √

5 Revisi proposal penelitian √

6 Penelitian kelapangan √ √ √

7 Pengumpulan dana dan analisis data √ √ √

8 Bimbingan skripsi √ √

9 Penulisan laporan akhir √


(33)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah mencakup kemampuan dan pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini juga terdapat kelemahan dalam melakukan wawancara mendalam. Kendala lain yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah masalah waktu saat melakukan wawancara dengan informan. Hal ini disebabkan aktivitas informan yang tidak memiliki jadwal yang pasti sehingga, saat peneliti akan mewawancarai informan seringkali tidak tepat waktunya bagi informan. Informan dari pukul 07.00 bekerja di ladang hingga pukul 18.00. Jadi, peneliti mewawancarai informan pada malam hari terkadang informan sudah tidur saat peneliti mendatangi rumah informan.

Keterbatasan lainnya dalam penelitian ini adalah kurangnya pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Hal ini mengakibatkan peneliti mengalami kesulitan dalam melakukan deskripsi data maupun menginterpretasi data-data yang diperoleh. Selain itu refrensi buku maupun jurnal yang dikuasai peneliti pun sedikit. Walaupun demikian peneliti tetap berusaha dalam melakukan penelitian ini dengan maksimal agar data yang diperoleh menjawab permasalahan dalam penelitian ini dapat selesai.


(34)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN

4.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1.1 Sejarah singkat Daerah Tamba

Daerah Tamba Kecamatan Sitio- tio Kabupaten Samosir dalam catatan sejarah

didirikan oleh Raja Tamba Tua anak dari oppung (Kakek) Bolas. Raja Tamba Tua

lahir bukan di Daerah Tamba, tetapi dia dilahirkan di Pangururan Pulo Samosir. Sejak kecil Raja Tamba Tua tinggal di Pangururan, setelah mulai remaja dia berkeinginan untuk keluar dari Pangururan mencari tempat yang sesuai dengan apa yang raja inginkan. Raja Tamba Tua mulai melangkahkan kakinya dari Daerah Pangururan ke Daerah Pintu Batu dan disana dia bertempat tinggal. Menurut Raja Tamba Tua tempat tersebut kurang sesuai untuk dijadikan tempat tinggal dan akhirnya Raja Tamba Tua mencari daerah yang sesuai untuk dijadikan tempat tinggal, untuk itu raja tersebut pindah dari Pintu Batu dia pergi menyebrang ke Daerah Sihotang tepatnya

bersebrangan dengan Daerah Pintu Batu dengan menggunakan solu (Sampan).

Raja Tamba Tua tiba di Daerah Sihotang dimana, di Daerah Sihotang terdapat gunung tinggi, Raja Tamba Tua memiliki rasa ingin tau yang cukup tinggi. Saat dia melihat ada gunung beliau berkeinginan untuk menaiki gunung tersebut, hingga beliau menaikinya sampai ke puncak gunung. Setelah tiba di puncak gunung, raja melihat ke bawah kaki gunung terdapat lahan kosong yang luas, dimana lahan ini hanya ada pepohonan dan daun-daunan yang masih tumbuh hijau. Raja turun ke bawah lalu menemukan sebuah sumur yang airnya sangat jernih. Sumur ini yang disebut sekarang Sumur Tamba Tua.


(35)

Raja Tamba Tua sangat senang saat menemukan air tersebut dan raja ini berkeinginan untuk bertempat tinggal di daerah ini. Lahan yang kosong tersebut dijadikan sebagai tempat tinggal dan sebagai sumber mata pencaharian raja. Raja memberikan nama daerah tersebut Daerah Tamba sesuai dengan marganya yaitu Marga Tamba dengan alasan Raja Tamba Tua yang pertama sekali menemukan atau tinggal di daerah ini. Daerah Tamba disebut dengan nama Negeri Tamba karena di daerah inilah daerah yang menurut raja yang cocok sebagai tempat untuk melanjutkan hidupnya sehingga disebut negeri.

Raja kemudian menikah dengan perempuan yang sangat cantik yaitu Boru

Malau, kemudian mereka marpinompar (beranak cucu) di negeri ini. Mereka

meninggal setelah beranak cucu kemudian keturunannya mengukir patung Raja Tamba Tua bersama istri raja yaitu Boru Malau. Patung ini diukir di depannya ada

babiat (harimau). Patung ini diukir dengan tujuan supaya ada sejarah untuk generasi

selanjutnya (keturunan) raja, bahwa Raja Tamba Tualah yang pertama sekali menjadikan daerah ini sebagai tempat tinggal atau perkampungan. Daerah pembangunan patung ini disebut Daerah si babiat (Harimau). Kemudian keturunan Raja Tamba semakin banyak hingga generasi sekarang. Melihat semakin banyaknya generasi dari Raja Tamba Tua kemudian Daerah Tamba ini dibagi menjadi 2 desa, masing-masing desa terbagi menjadi beberapa dusun. Daerah ini yaitu Desa Janjimaria dan Desa Pagar Batu atau sekarang disebut Desa Tamba Dolok. Demikianlah sejarah terbentuknya Daerah Tamba atau disebut Negeri Tamba.


(36)

4.1.2. Sejarah Tempat Keramat a. Gunung Ulu Darat

Gunung Ulu Darat dianggap keramat karena di tempat ini tinggal Boru Sarodi serta suaminya dimana, Suaminya adalah seorang dukun. Mereka bertempat tinggal di Gunung Ulu Darat karena suaminya mengajak boru Sarodi tinggal di gunung. Dukun ini sangat sakti, karena kesaktiannya siapapun yang dipinang maka perempuan tersebut haruslah menikah dengannya. Akhirnya Boru Sarodi dipinang dukun dari Daerah Samosir. Mereka tinggal di Gunung Ulu Darat hingga beberapa tahun kemudian mereka meninggal. Menurut masyarakat bahwa Boru Sarodi dan Dukun sudah menjadi hantu, dan arwah mereka memiliki kekuatan. Siapapun yang pergi ke Gunung Ulu Darat mereka harus meminta izin dengan cara berdoa di gunung tersebut atau bagi siapa yang ingin meminta kekuatan mereka harus bertapa untuk meminta kekuatan dari hantu tersebut karena hantu itu dianggap sakti oleh masyarakat. Dua tahun yang lalu (2012) di Gunung Ulu Darat dibangun sebuah rumah bertingkat berbentuk seperti rumah Batak Toba. Tujuan pembanguan rumah ini adalah sebagai tempat penyembahan kepada roh-roh para leluhur. ( Hasil wawancara dengan Pak J.Tamba).

b. Gunung Tao Siaporas

Gunung Tao Siaporas bentuknya seperti kuali, dimana di gunung Tao Siaporas ada danau yang sama persis dengan Danau Toba. Menurut sejarah bahwa di dalam Tao Siaporas ada rumah batak sebagai tempat para nenek moyang terdahulu. Kedalaman dan luas dari danau ini belum ada yang ketahui sampai sekarang hal ini dikarenakan adanya ketakutan jiwa dari seseorang untuk menyelam ke danau tersebut. Danau ini dikatakan memiliki kekuatan terbukti karena pada zaman dahulu pernah


(37)

terjadi peristiwa menakutkan, saat itu ada beberapa orang yang sedang menaiki gunung ini, saat itu ada salah seorang dari mereka sembarangan berbicara dan bersikap tidak sopan kemudian danau itu berputar, suasana hutan sangat gelap seperti hujan akan turun. Saat itu orang yang sembarangan berbicara tersebut tiba-tiba menghilang. Orang yang hilang akan kembali setelah setengah hari kemudian. Kejadian ini meyakinkan setiap orang bahwa tempat tersebut memiliki kekuatan. (Hasil wawancara dengan Pak J.U Tamba)

c. Mual Tamba (Sumur Tamba)

Sumur ini dipercaya sebagai sumber keselamatan karena pada zaman dahulu orang tua sering singgah di sumur tersebut. Dulunya air ini hanya sumber air yang sangat kecil yang keluar dari kaki gunung tersebut, seiring berjalannya waktu masyarakat selalu singgah ke sumur ini saat mereka merasa lelah datang dari perjalanan. Masyarakat menganggap bahwa sumur ini sangat bernilai bagi mereka hingga mereka menganggapnya sakral. Sumur ini dapat menyembuhkan penyakit, hal ini terbukti dengan suatu peristiwa yang sangat menakjubkan. Pada saat itu ada orang yang sedang sakit datang dari perjalanan, maka mereka diberi minum air sumur dan mencuci muka orang sakit, saat itu penyakitnya bisa sembuh setelah sehari dari sumur tersebut. Untuk itu hingga saat ini masyarakat selalu menganggap sumur itu sangat sakral karena mereka menganggap sumur ini dapat membebaskan mereka dari masalah mereka yaitu masalah sosial dan kesehatan. ( Hasil wawancara dengan pak J.Tamba).


(38)

d. Mual Boru Panotari (Sumur Boru Panotari)

Suatu ketika seorang perempuan dipaksa menikah dengan paribannya atau

anak saudara perempuan ayahnya. Perempuan ini tidak suka dengan paribannya dan akhirnya dia melawan orang tuanya atau tidak mau mengikuti perintah orang tuanya. Orang tua perempuan sangat kecewa dengan sikap anaknya, akhirnya dia dibawa ke kaki gunung dimana disana ada air, disana anak perempuannya dirantai oleh masyarakat dan kemudian ditinggalkan. Saat itu hujan sangat deras, saat itu dari tubuh perempuan tersebut tumbuh pohon dari tubuhnya dan akhirnya perempuan tersebut menjadi pohon dan dari pohon ini keluar air . Masyarakat terkejut dengan kejadian ini karena dari tubuh manusia bisa tumbuh pohon dan mengeluarkan air. Masyarakat mempercayai adanya keajaiban dari pohon tersebut, mengambil airnya yang dapat menyembuhkan penyakit. Selain dapat menyembuhkan penyakit air ini juga dapat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan hidup lainnya. Demikianlah hingga saat ini air itu dipercayai sabagai sumber keselamatan bagi masyarakat ketika mengambil air tersebut untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. (Hasil wawancara dengan Pak J. Tamba).

4.1.2. Letak Geografis Daerah Tamba

Suatu daerah memiliki letak geografis sebagai faktor yang menentukan perkembangan sosial ekonomi maupun budaya suatu daerah. Daerah Tamba merupakan salah satu daerah yang terdiri dari 2 desa yaitu Desa Tamba Dolok dan Desa Janjimaria yang terdapat di Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir. Kecamatan Sitio-tio terletak di 230 30’ - 2045’ LU- 98 0 30’- 45 ‘BT ,904-2.157 meter diatas

permukaan laut dengan luas wilayah Desa Tamba Dolok 6.74 km2 dan luas wilayah


(39)

kecamatan lain dan kabupaten lain. Untuk mencapai Daerah Tamba jarak yang ditempuh adalah 22 km dari ibu kota kabupaten dimana Desa Tamba Dolok 12 km dari ibu kota kecamatan dan Desa Janjimaria 17 km dari ibu kota kecamatan menggunakan sepeda motor, boat, kapal dan jalan kaki.

Daerah Tamba masuk dalam wilayah Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir dengan batas- batas sebagai berikut

a. Sebelah utara : Kabupaten Tapunuli Utara

b. Sebelah selatan : Kecamatan Harian

c. Sebelah Timur : Kabupaten Humbang Hasundutan

d. Sebelah Barat : Kabupaten Sitio-tio

4.1.3. Penduduk

Daerah Tamba berdasarkan data kependudukan tahun 2012 memiliki 381 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk yang terdata adalah 1553 orang, terdiri dari 774 orang laki-laki dan 779 orang perempuan. Hal ini dapat kita ketahui bahwa dari 1553 jumlah penduduk Daerah Tamba bahwa jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki dimana, di Daerah Tamba terdiri dari 2 desa, perincian jumlah penduduk di 2 desa tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Komposisi Penduduk Daerah Tamba Berdasarkan Jumlah Penduduk, Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin

Desa Jumlah KK L P Jumlah

Tamba Dolok 236 451 457 908

Janjimaria 145 323 322 645

Jumlah 381 774 779 1553

Sumber : Kantor Camat Kecamatan Sitio-tio

Berdasarkan Tabel diatas bahwa jumlah penduduk Daerah Tamba 1553 jiwa,


(40)

penduduk terkecil terdapat pada Desa Janjimaria sekitar 645 jiwa. Jumlah penduduk di Desa Tamba Dolok, laki-laki lebih kecil dibanding dengan jumlah penduduk perempuan, sedangkan di Desa Janjimaria jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibanding dengan jumlah penduduk perempuan.

Komposisi penduduk Daerah Tamba dapat dibagi berdasarkan beberapa aspek sebagai berikut :

Tabel 2. Komposisi Penduduk Berdasarkan pekerjaan.

No Jenis Mata Pencaharian

Jumlah

Persen (%)

1 Petani 943 94.20

2 Pemborong 1 0.09

3 Wiraswasta 10 0.99

4 Pedagang kopi 11 1.09

5 PNS 17 1.69

6 Pegawai tidak tetap 16 1.59

7 Pedagang Eceran 3 0.29

Jumlah 1001 100 %

Sumber : Data kependudukan Daerah Tamba tahun 2012

Berdasarkan data pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Daerah Tamba adalah mata pencaharian sebagai petani sedangkan sebagian lainnya adalah mata pencaharian sebagai pemborong, wiraswasta, pedagang kopi, PNS, Pegawai tidak tetap, pedagang eceran.


(41)

4.1.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan sumber penghasilan petani

Tabel 3. Komposisi penduduk berdasarkan sumber penghasilan Petani kopi dan padi.

Sumber : Data kependudukan Daerah Tamba tahun 2012.

Dari Tabel diatas dapat kita lihat bahwa Daerah Tamba Memiliki luas lahan padi 208 Ha dan Kopi 137.2 Ha sedangkan untuk produksi dari lahan tersebut adalah 898.8 ton padi dan 354 ton. Dapat kita simpulkan bahwa penghasilan Daerah Tamba lebih banyak produktivitasnya padi daripada kopi meskipun luas lahan untuk kopi lebih luas daripada lahan padi. Hal ini disebabkan karena Daerah Tamba berada di dataran tinggi karena semakin tinggi suatu daerah maka semakin dingin suhu udara. Padi Tumbuh pada zona panas pada ketinggian 0-700 meter dari permukaan laut sedangkan kopi tumbuh pada zona sedang pada ketinggian 700-1500 meter dari permukaan laut.(http://www.anneahira.com/klasifikasi-iklim-menurut-junghuhn.htm).

No Desa

Luas panen (Ha) Produksi (Ton)

Padi % Kopi % Padi % Kopi %

1 Tamba Dolok

145 69.71 66.7 48.61 9 0.09 158 44.63

2 Janjimaria 63 0.30 70.5 0.51 89.8 0.90 196 55.36


(42)

Tabel 4 . Komposisi penduduk berdasarkan sumber penghasilan tanaman palawija

No Desa

Jenis Tanaman (Ton)/ Luas

Tanaman (ha) Produksi

(Ton/Ha) Jagung Ubi Kayu Ubi

jalar

Kacang Tanah

1 Tamba Dolok 15/4 48/6 30/5 3/1.5 19.75

2 Janjimaria 21/6 26/3 18/2 1.5/0.5 24.1

Jumlah 7.25 16.6 15 5 43.85

Sumber : Data kependudukan Daerah Tamba tahun 2012.

Berdasarkan Tabel diatas bahwa selain masyarakat Daerah Tamba berpenghasilan kopi dan padi, masyarakat Daerah Tamba juga berpenghasilan dari tanaman palawija yaitu Jagung, Ubi kayu, Ubi jalar, Kacang Tanah.

Tabel 5. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan.

Sumber : Data kependudukan Daerah Tamba tahun 2012.

No Tingkat

Pendidikan

Desa Tamba

Dolok Persen Janjimaria Persen

1 Belum Sekolah 90 9.91 52 8.06

2 Tidak Tamat SD 174 19.16 84 113.02

4 Tamat SD 286 31.49 237

336.74

3 Tamat SMP 110 12.11 91 14.10

4 Tamat SMA 223 24.55 137 23.42

5 Tamat D3 5 0.55 5 0.77

6 Tamat S1 22 22.22 39 60.04


(43)

Berdasarkan data diatas dapat diasumsikan bahwa di Daerah Tamba masih sedikit yang mengeyam pendidikan yang tinggi. Namun, meskipun masih sedikit yang mengeyam pendidikan tinggi, peneliti berasumsi bahwa Daerah Tamba sudah termasuk maju dimana ada 67 orang yang mengeyam Pendidikan Tinggi dan 296 yang mengeyam pendidikan tingkat SMA.

4.1.3.4. Komposisi penduduk berdasarkan agama

Sebagai suatu sistem kepercayaan dan keyakinan, agama sangat penting masyarakat setempat yang memiliki peranan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sistem norma dan nilai agama yang terdapat dalam ajaran agama ditempatkan dalam posisi teratas dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh setiap masyarakat.

Agama yang dianut oleh masyarakat Daerah Tamba adalah agama Kristen yang terdiri dari Kristen Protestan dan khatolik. Kuatnya pengaruh Kristen terhadap kehidupan masyarakat menyebabkan masyarakat taat dan tekun dalam menjalankan perintah agama. Hal ini dapat kita lihat waktu ibadah ke gereja setiap hari minggunya di Daerah Tamba, perayaan hari-hari besar agama seperti hari kelahiran Tuhan Yesus, Hari pentakosta, Hari Wafatnya Tuhan Yesus dan Kenaikan Isa Almasih yang cenderung dirayakan di gereja masing-masing masyarakat. Gereja yang terdapat di Daerah Tamba ada 6 yang terletak di 3 di Desa Janjimaria dan 3 di Desa Tamba Dolok. (Hasil wawancara dengan Kepala Desa Tamba Dolok oleh bapak Uluan Rajagukguk).


(44)

4.1.3.5. Komposisi penduduk berdasarkan suku bangsa.

Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Suku bangsa atau etnis merupakan identitas dari individu atau suatu masyarakat yang merupakan bawaan lahir meliputi gambaran sosial budaya, tradisi dan adat istiadat, nilai-nilai, bahkan daerah kelahirannya. Satu-satunya suku bangsa yang terdapat di daerah ini adalah Suku Batak Toba.

4.1.4. Sarana dan prasarana

4.1.4.1. Sarana Transportasi

Sarana transportasi yang paling banyak digunakan masyarakat Daerah Tamba adalah sepeda motor selain itu, di daerah ini yang telah tersedia prasarana transportasi yaitu jalan yang beraspal sehingga untuk mencapai daerah ini dapat ditempuh dengan menggunakan mobil maupun sarana transportasi umum seperti bus.

Sarana transportasi yang dapat digunakan untuk mencapai desa ini dari medan adalah menggunakan bus “ Samosir Pribumi (SAMPRI) dan Pulo samosir Nauli (PSN)” dari terminal simpang pos Padang Bulan, Medan. Selain itu dapat pula dengan menggunakan royal yang disebut sebagai taksi, tetapi royal ini berhenti sampai Daerah Pangururan saja yang kemudian akan naik kapal lagi ke Daerah Tamba. Tarif untuk jasa transportasi yaitu RP. 65.000 perorang. Ketersediaan sarana dan prasarana ini menjadikan Daerah Tamba mudah untuk dijangkau. Hal ini penting bagi masyarakat Daerah Tamba karena tanpa sarana dan prasarana yang baik akan membuat terhambatnya perkembangan Daerah Tamba.


(45)

4.1.4.2. Sarana penerangan

Jaringan Listrik dan PLN sudah tersedia di Daerah Tamba sehingga semua rumah tangga telah menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

4.1.4.3. Sarana pendidikan

Sarana pendidikan di Daerah Tamba belum memadai, namun di Daerah Tamba telah tersedia 2 unit TK (Taman kanak-kanak), 3 unit SD (Sekolah Dasar), 1 unit SMP (Sekolah Menengah Pertama). Sementara untuk tingkat SMU, anak-anak Daerah Tamba harus bersekolah ke Kecamatan Palipi dan Kecamatan Pangururan. Di Daerah Tamba fasilitas untuk pendidikan tinggi juga belum tersedia, dimana masyarakat harus merantau ke luar daerah samosir seperti kota medan, Jakarta, Yogyakarta, dan sebagainya supaya mereka bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.

4.1.4.4. Sarana Peribadatan

Sebagai sarana peribadatan, di daerah ini mereka menjalankan ibadahnya di gereja setiap hari minggu. Dimana terdapat 6 gereja yakni gereja HKBP 3 unit, GKPI 1 unit, Khatolik 1 unit, dan Pentakosta 1 unit.

4.1.4.5. Sarana kesehatan

Daerah Tamba memiliki sarana kesehatan, meskipun jumlah tidak banyak. Untuk fasilitas kesehatan, Daerah Tamba memiliki 3 Puskesmas, serta 3 orang Bidan Desa. Selain itu masyarakat juga memiliki dukun yang dikenal sebagai dukun beranak namun, mereka belum memiliki tempat sebagai tempat untuk bersalin, mereka masih dipanggil oleh orang yang membutuhkan tenaga dari dukun tersebut.


(46)

4.1.4.6. Sarana Rekreasi

Daerah Tamba memiliki pemandangan alam yang sangat menarik, memiliki air terjun yang tinggi dan sangat indah. Sebenarnya Daerah Tamba belum dijadikan sebagai daerah wisata, tetapi daerah ini sudah sering dikunjungi oleh orang yang berada di luar Daerah Tamba karena daerah ini memiliki 2 gunung yang sangat tinggi yaitu Gunung Ulu Darat dan Gunung Tao siaporas. Gunung Ulu Darat memiliki air terjun yang sangat indah dan Gunung Tao Sia Poras memiliki Tao (Danau). Danau ini hampir sama dengan Danau Toba namun, luas dan kedalamannya belum ada yang mengetahuinya. Kedalaman danau ini belum ada yang mengetahui dikarenakan kekwatiran orang untuk menyelam ke danau tersebut. Tempat ini setiap tahun pasti dikunjungi oleh sekelompok orang untuk mengadakan rekreasi misalnya anak-anak sekolah yang ingin mengadakan acara perpisahan satu kelas atau pemuda-pemudi desa yang ingin rekreasi.

Selain gunung ini dikunjungi oleh Masyarakat Tamba atau sekitarnya, Daerah ini juga sudah pernah dikunjungi oleh pendatang luar indonesia seperti Negara Amerika Serikat dan Negara Jepang. Namun mereka tidak pernah lagi datang untuk hari selanjutnya mengadakan kunjungan. Perjalanan menuju Gunung ini juga menyegarkan karena kita dapat melihat hijaunya alam yaitu pepohonan, rumput-rumputan dan menikmati udara segar, serta keramahan masyarakat membuat lebih nyaman. Gunung ini berada di hutan dimana kita bisa melihat beberapa jenis binatang seperti tupai, monyet, burung-burung, dan sebagainya.

Untuk masuk ke kawasan ini, kita harus berjalan kaki menaiki pegunungan yang sangat terjal. Setelah tiba di puncak gunung tersebut kita akan memasuki area hutan dimana hutan ini berada diatas gunung, dari gunung tersebut kita bisa melihat


(47)

seluruh Kabupaten Samosir. Untuk mengunjungi tempat ini pengunjung harus melakukan perjalanan malam supaya tidak terkena panas matahari dan saat mendaki gunung masing-masing orang harus membawa lampu penerang atau obor untuk menerangi jalan.

4.1.4.7. Sarana Komunikasi

Saat ini sarana masyarakat Daerah Tamba untuk berkomunikasi adalah telepon genggam. Telepon genggam dijadikan sebagai alat komunikasi dikarenakan masuknya jaringan/ sinyal yang disediakan oleh kartu telepon atau provider. Namun tidak semua sinyal kartu telepon berjalan lancar, yang cukup baik sinyalnya berupa kartu Telkomsel dan XL.

Sampai saat ini internet hanya bisa digunakan melalui telepon genggam dikarenakan warung internet (warnet) belum ada di Daerah Tamba sebagai sarana yang dapat digunakan sebagai komunikasi lainnya.

4.1.4.8. Sarana kilang padi

Masyarakat Daerah Tamba memilki kilang padi sebanyak 5 unit dimana Desa Tamba Dolok memiliki 3 unit dan Desa Janjimaria memilki 2 unit. Saat ini masyarakat menggunakan kilang ini saat petani panen padi. Kilang padi ini buka tepatnya hari selasa, kamis, dan hari minggu pada pukul 16.00 WIB. Sebelum kilang ini dibangun masyarakat menggunakan lesung untuk menumbuk padi.


(48)

4.2. Profil Informan

1. Nama : J. U. Tamba

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 75 Tahun

Agama : Protestan

Pekerjaan : Petani

Alamat : Janjimaria Tamba

Pendidikan : SMP

Pak J.U Tamba adalah salah satu tokoh adat di Daerah Tamba yang memiliki pekerjaan sebagai petani kopi. Pak J.U adalah tokoh adat yang paling tua di Daerah Tamba namun meskipun sudah tua fisiknya masih tetap kuat. Pak J.U Tamba memiliki 1 istri, 3 orang anak dan ketiga-tiganya sudah menikah. Pak J.U Tamba selain dia tokoh adat bapak ini juga bisa disebut sebagai dukun karena dia memiliki kemampuan tentang perdukunan. Meskipun Pak J.U Tamba sudah tua namun, masih banyak masyarakat yang datang ke rumah Pak J.U Tamba untuk meminta pertolongan Pak J. U Tamba misalnya pengobatan tradisional.

Menurut Pak J.U Tamba bahwa mempercayai tempat keramat tidak salah, meskipun menurut agama mempercayai tempat keramat adalah melanggar apa yang difiirmankan Tuhan, tetapi mempercayai tempat keramat merupakan suatu budaya yang diwariskan dari nenek moyang. Mungkin banyak orang yang beranggapan bahwa masyarakat disini menduakan Tuhan, tetapi itu tidaklah benar. Mempercayai tempat keramat ini adalah sebagai penghormatan kami terhadap para orang tua zaman dahulu.


(49)

2. Nama : O. Lbn Gaol Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 52 Tahun Agama : Protestan Pekerjaan : Petani

Alamat : Janjimaria Tamba Sekolah : SMA

Pak O.Lbn Gaol adalah asli penduduk Humbang Hasundutan. Pak O. Lbn Gaol menikah dengan istrinya yang penduduk asli Daerah Tamba sehingga mereka tinggal di Daerah Tamba. Namun meskipun Pak O.Lbn Gaol bukan penduduk asli, bapak ini cukup mengetahui kondisi Daerah Tamba.

Pak O.Lbn Gaol adalah salah satu anggota masyarakat yang tidak mempercayai tempat keramat. Sebenarnya Pak O.Lbn Gaol cukup mengetahui bagaimana tempat keramat namun, dia tidak pernah menyembah tempat tersebut dan melarang masyarakat lain untuk menyembah tempat tersebut. Menurut beliau mempercayai tempat keramat ini adalah tergantung kepada iman seseorang. kami dari institusi agama tidak boleh melarang masyarakat disini mempercayai tempat keramat , namun kami tetap menganjurkan melalui sosialisasi di gereja misalnya melalui khotbah.


(50)

3 Nama : M. Tamba Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 60 Tahun Agama : Protestan Pekerjaan : Petani

Alamat : Janjimaria Tamba

Sekolah : SMP

Pak M. Tamba adalah salah satu tokoh adat di Daerah Tamba namun, Pak M. Tamba ini sudah pernah menjadi tokoh agama di Gereja GKPI di Di Daerah Tamba. Pak M.Tamba sudah berkeluarga memiliki istri Boru Naibaho dan memiliki anak 5 orang dan semuanya sudah menikah. Pekerjaan Pak M. Tamba dan istrinya setiap hari adalah bertani kopi. Pak M. Tamba ini sudah pernah di penjara sebelumnya karena kasus pembunuhan. Banyak hal yang diperoleh ketika dia dalam kurungan penjara terutama kepercayaan terhadap Tuhan.

Pak M. Tamba adalah salah satu masyarakat yang masih mempercayai tempat keramat dari sejak kecil hingga sekarang. Pak M. Tamba belum pernah mengadakan upacara penghormatan ke tempat kermat tersebut, namun dia mempercayai bahwa tempat keramat itu adalah suci. Meskipun pak M. Tamba seorang tokoh agama sebelumnya tetapi pak M. Tamba masih mempercayai tempat keramat tersebut.

Menurut Pak M. Tamba tempat keramat ini memiliki makna yang sangat besar bagi kehidupan mereka, tempat keramat ini adalah sebagai warisan nenek moyang yang patut untuk dihormati oleh penerusnya. Saat generasi sekarang tidak menghormatinya maka kami tidak menghargai atau menghormati orangtua kami zaman dahulu. Mempercayai tempat keramat adalah sudah ada sejak zaman dahulu dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat sekarang.


(51)

4. Nama : J. Tamba

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 62 Tahun

Agama : Protestan

Pekerjaan : Petani

Alamat : Janjimaria Tamba

Sekolah : SMP

Pak J.Tamba adalah seorang Tokoh adat sekaligus sebagai tokoh agama. Pak J.Tamba pernah menjadi Penatua di gereja GKPI Janjimaria Namun, sekarang Pak J.Tamba menjadi penasehat gereja. Pak J.Tamba adalah salah satu tokoh adat yang sangat bijak dan cerdas tentang adat maupun agama. Pak J.Tamba pernah menjabat sebagai kepala Desa selama 2 periode yaitu 10 tahun. Pak J.Tamba mempunyai istri yaitu T.Sitohang dan memiliki 11 orang anak yaitu 5 laki-laki dan 6 perempuan. Diantara 11 anaknya yang menikah sudah 6 orang.

Pak J.Tamba salah satu tokoh adat yang orangnya sangat handal, ketika ada masalah bapak ini termasuk salah seorang yang tidak gegabah untuk bertindak, tetapi dia selalu berpikir dengan tenang untuk menyelesaikan masalah. Disetiap ada masalah di Desa Janjimaria bapak ini selalu diwajibkan untuk hadir terutama dalam masalah pertanahan. Pak J.Tamba adalah bukan orang kaya, tetapi karena kebaikannya kepada masyarakat sekitar sehingga beliau dikenal dan diakui oleh masyarakat yang ada di Desa Janjimaria.

Pendidikan Pak J.Tamba hanya tamatan SMP, tetapi dia bersama istrinya bisa tamatkan 11 orang anaknya 5 tamatan SMA dan 6 tamatan sarjana. Meskipun pak J.Tamba hanya tamatan SMP, tetapi Pak J.Tamba termasuk salah seorang warga yang suka berpolitik. Pak J.Tamba hanyalah seorang petani kopi sebagai sumber


(52)

penghasilannya. Disamping Pak J.Tamba seorang petani kegiatan sehari-harinya membantu istrinya untuk beternak babi. Pak J.Tamba tidak pernah menyerah dengan keadaannya yang hanya serba cukup, dia tetap mensyukuri kepada Tuhan atas apa yang dimiliki sehingga dia masih tetap bertahan untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Pak J.Tamba adalah salah satu masyarakat Daerah Tamba yang masih mempercayai tempat keramat. Sejak kecil beliau sudah mempercayai tempat keramat tersebut. Dia mempercayai tempat keramat ini sejak diajarkan oleh para orang tua yang ada di daerah tersebut. Pak J. Tamba adalah seorang tokoh agama dan pernah menjabat sebagai kepala desa namun, dia masih mempercayai tempat keramat tersebut sebagai tempat yang sakral hingga saat ini.

Pak J.Tamba juga mensosialisasikan kepercayaan ini kepada anak-anaknya. Mempercayai tempat keramat ini bukanlah suatu pelanggaran kepada Tuhan, tetapi ini adalah suatu penghormatan terhadap orangtua. Tuhan juga mengajarkan supaya kita bijak dalam hal apapun. Tuhan saja bisa menjadikan lumpur menjadi obat, dia mempercayai bahwa lumpur tersebut adalah obat, dia hanya berdoa dan meyakininya. Demikian juga dengan mempercayai tempat keramat ini sebagai penghormatan terhadap orang tua yang sudah menjadi kebiasaan.


(53)

5. Nama : Hotma Tamba

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 27 Tahun

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Guru honor

Alamat : Janjimaria Tamba

Sekolah : SMA

Hotma adalah seoarang wanita yang belum menikah. Ia adalah orang yang memiliki latar pendidikan SMA. Hotma bersuku Batak Toba lahir di Desa Janjimaria. Sebelumnya dia sudah merantau ke Batam untuk mengubah nasib walaupun hanya satu sampai lima tahun. Kehidupan sehari-harinya adalah tenaga pengajar sebagai guru honor di Sekolah Dasar (SD). Dia mengaku penghasilan sehari-harinya hanya Rp 300.000 per bulannya. Dia merasa penghasilan jika di hitung biaya yang dia dapat tidak cukup untuk membiayai hidupnya dan membantu orang tuanya. Hotma selain sebagai tenaga pengajar dia bekerja di ladang sore harinya untuk membantu orang tuanya karena dia tinggal bersama orang tua.

Hotma ini pernah pergi ke kedua gunung tersebut yaitu Gunung Ulu Darat dan Gunung Tao Sia Poras dalam acara rekreasi bersama pemuda/i Daerah Tamba. Hotma mengatakan bahwa mempercayai tempat keramat ini adalah sebagai budaya yang sudah diwariskan oleh nenek moyang dan saya sendiri mempercayainya karena warisan itu sangat peru dihargai. Selain itu juga tempat keramat ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan. Tempat keramat ini memaksa kita untuk berperilaku sopan santun misalnya dalam kehidupan sehari- hari kita kita tidak beretika berbicara tetapi di tempat ini kita tidak boleh seperti itu artinya ada etika kita berperilaku. Saya kagum dengan tempat keramat yang dapat menyembuhkan orang sakit. Tidak terlepas


(54)

dari saya juga tidak pernah merasa terganggu dengan adanya tempat keramat ini. Selama tidak menggangu buat saya tidak masalah. Menurut saya itu adalah kebebasan masing-masing dalam menjalankan sesuatu ajaran, saya berharap tempat keramat ini di rawat dan tetap dilestarikan untuk dapat dijadikan tempat perobatan bagi masyarakat, karena yang saya lihat juga ada sebuah keunikan di tempat keramat ini karena dapat membawa keberkahan dan keselamat hidup.

6. Nama : Sanri Tamba

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 60 Tahun

Agama : Kristen Katolik

Pekerjaan : Petani

Alamat : Sihotangs

Sekolah : SMP

Pak Sanri adalah seorang petani dan sekaligus yang memiliki kepercayaan terhadap tempat keramat. Ia memiliki 6 orang anak yang semuanya sudah tidak lagi sekolah karena semuanya sudah pada tamat SMA. Dalam kesehariannya dia harus bekerja di sawah maupun di ladang. Ia bekerja dalam satu hari sekitar 8 jam. Rumah bapak ini tidak dekat dengan tempat keramat ini. Dia tinggal di Desa Sihotang yang jauh dari Daerah Tamba. Untuk menempuh ke Daerah Tamba dia harus menggunakan sepeda motor. Bapak ini sekarang tidak memiliki istri lagi dikarenakan istrinya telah meninggal. Pak Sanri hanya menyelesaikan studinya hanya pada tingkat SMP.

Pak Sanri juga seorang yang menjalankan ajaran kepercayaan terhadap tempat keramat. Menurutnya kepercayaan ini adalah kepercayaan yang dibawa nenek moyang. Bapak ini sudah lama memiliki kepercayaan terhadap tempat keramat sejak ia kecil hingga sekarang. Kurang lebih 60 tahun. Beliau mengatakan bahwa tempat


(1)

melestarikan tradisi nenek moyang mereka yang sampai saat ini masih dilaksanakan.

1. Melaksanakan upacara.

Upacara akan dilakukan dengan membawa perlengkapan upacara seperti napuran (Daun sirih), tinopingan (Beras yang diwarnai dengan kunyit). Upacara ini dilakukan secara bersamaan oleh para pengunjung dimana tujuan daripada upacara ini untuk memohon dan meminta keselamatan serta berkah bagi keluarga atau sekaligus meminta kesembuhan dalam menyembuhan penyakit.

2. Pembacaan Doa pembukaan

Pada Tahap ini upacara akan dilakukan dengan membaca doa pembukaan. Saat pembacaan upacara sedang berlangsung seluruh peserta dalam keadaan mengheningkan cipta serta ikut membaca doa dalam hati. Isi doa penyembahan tersebut adalah doa permohan kepada para penghuni tempat keramat. agar harapan mereka dapat dikabulkan, misalnya keinginan untuk mendapat rejeki yang melimpah, kesehatan, dan keinginan memperoleh keturunan.

6.4. Faktor pendukung dan penghambat melestarikan tradisi nenek moyang. Dalam melestarikan tradisi nenek moyang ini ada beberapa pendukung dan penghambat masyarakat melaksanakannya .

1. Faktor penghambat.


(2)

Pada dasarnya pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi individu, untuk memberikan wawasan serta menerima hal-hal baru, juga memberikan bagaimana caranya dapat berfikir secara ilmiah. Pendidikan juga mengajarkan kepada individu untuk dapat berfikir secara obyektif. Hal seperti ini akan dapat membantu setiap manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan zaman atau tidak.

2. Faktor Pendukung

a. Sikap masyarakat yang tradisional

Adanya suatu sikap yang membanggakan dan mempertahankan tradisi-tradisi lama dari suatu masyarakat akan berpengaruh pada terjadinya proses perubahan karena adanya anggapan bahwa perubahan yang akan terjadi belum tentu lebih baik dari yang sudah ada.

b. Adanya prasangka buruk terhadap hal-hal baru.

Anggapan seperti ini biasanya terjadi pada masyarakat yang pernah mengalami hal yang pahit dari suatu masyarakat yang lain. Jadi bila hal-hal yang baru dan berasal dari masyarakat-masyarakat yang pernah membuat suatu masyarakat tersebut menderita, maka masyarakat itu akan memiliki prasangka buruk terhadap hal-hal yang baru karena adanya kekhawatiran jika hal yang baru tersebut diikuti dapat menimbulkan kepahitan atau penderitaan lagi.

c. Adat atau kebiasaan.

Biasanya pola perilaku yang sudah menjadi adat bagi suatu masyarakat akan selalu dipatuhi dan dijalankan dengan baik. Apabila pola perilaku yang


(3)

sudah menjadi adat tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan, maka akan sulit untuk merubahnya karena masyarakat tersebut akan mempertahankan alat, yang dianggapnya telah membawa sesuatu yang baik bagi pendahulu-pendahulunya. Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya proses perubahan tersebut, secara umum memang merugikan masyarakat itu sendiri. Karena setiap anggota dari suatu masyarakat umumnya memiliki keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang sudah didapatnya.

7. Norma dalam masyarakat Daerah Tamba.

Banyak norma atau aturan yang berlaku di dalam masyakarakat untuk menjaga nilai- nilai yang ada di masyarakat sejak zaman dahulu hingga sekarang. Norma tersebut diketahui, dimengerti, dan dihargai oleh setiap masyarakat Daerah Tamba. Setiap Norma yang ada tentu memiliki sanksi yang tegas, Namun berbeda dengan norma yang berlaku di masyarakat Daerah Tamba. Sanksi yang diperoleh oleh masyarakat ketika melanggar peraturan yang ada adalah bersifat abstrak, artinya masyarakat yang melanggar peraturan tidak mendapat sanksi yang tegas dari masyarakat Daerah Tamba itu sendiri, tetapi mendapat sanski dari para penghuni tempat. Sanski yang di peroleh saat masyarakat melanggar peraturan yang ada adalah hidup akan berkesusahan, sulit untuk mendapat apa yang kita butuhkan, dan lain sebagainya.

6.2. SARAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui penelitian ini tindakan yang dilakukan oleh masyarakat bersifat negative dan positip bagi Daerah Tamba. Peneliti memiliki beberapa saran bagi masyarakat Daerah Tamba antara lain :


(4)

1. Kepercayaan terhadap tempat keramat ini adalah sebuah tindakan yang dapat menghambat pembangunan, dimana tempat keramat ini tidak boleh dilestarikan karena adanya mitos yang menyatakan bahwa air serta pohonya tidak boleh diambil sembarangan, sehingga ada kekwatiran masyarakat untuk melakukan perbaikan, tetapi kepercayaan ini jika dikaji dari aspek sosialnya, memiliki sisi positip dimana masyarakat mampu melestarikan budaya yang diwariskan oleh para leluhur terhadap generasinya hingga sekarang meskipun jaman sudah modern.

2. Kepercayaan terhadap tempat keramat ini merupakan suatu keunikan bagi masyarakat yang dapat dijadikan sebagai kebudayaan tersendiri oleh masayarakat Daerah Tamba. Kepercayaan ini tidak semua masyarakat di dunia mampu menjadikannya sebagai alat untuk mendapat keselamatan akan tetapi, diharapkan jangan kita mengaitkannya dengan ajaran agama karena ini sangat bertentangan. Jika melalui kepercayaan ini kita menghargai para leluhur sebagai warisannya kepada kita, bukan berarti Tuhan mengajarkan kita untuk menyembahnya sebab secara ajaran agama menyatakan bahwa ketika manusia sudah mengakhiri hidupnya di dunia berarti roh manusia itu sudah diambil Tuhan kembali.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam tantamgan Global. Jogjakarta : Pustaka Belajar

Basrowi. 2005.Pengantar Sosiologi. BogPor: Ghalia Indonesia Bagus,Lorens.1996.Kamus Filsafat. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka. Daradjat, Zakiah,dkk. 1996. Perbandingan Agama, Jakarta: Bumi Aksara

Dove, Michael R.1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Geertz , Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius

Geertz, Clifford. 1983. The Relogion Of Java. London: The free Press Glenloe Ishomuddin. 2002. Sosiologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia

Idianto. 2000. Sosologi. Jakarta: Erlangga.

K. J.Veeger. 1985. Realitas Sosial. Jakarta: PT.Gramedia

Moleong, Lexi. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdayokarya.

Maliki, Zainuddin. 2012. Rekontruksi Teori Sosial Modern. Yogjakarta: Gajah Mada University Press.


(6)

Nasution, Pandapotan.2005.Adat Mandailing Dalam Tantangan Jaman. Medan: Forkala Provinsi Sumut.

Purwadi.2003. Sosiologi Mistik. Jogjakarta: Persada.

Peursen, Van. 2001. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Kanisius

Susanto, Hary. 1987. Mitos Menurut pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanasius Santosa, Imam. 2011. Sosiologi The Key Concept. Jakarta: PT.Grafindo Parsada. Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia

Muhadi,Muhammad. 2009. “http :// repository.usu,ac.id /bitstream/ 123456789/ 14990/19E01184. Pdf ” (Diakses pada Minggu 28 Juli 2013 pukul 22.00 WIB).

Oktaviany, Tia. 2010. http:Jurnalsolidality.ipb.ac.id/ jurnalpdf/3%20Tia%20 Oktaviani. Pdf “ (Diakses pada Jumat 1 agustus 2013 pukul 13.00 WIB) Aziz, Ahmad. 2004. “ Http;//idb3.wikisipaces.com/file/view/rkk3006.pdf ”( Diakses

pada Kamis 15 Agustus 2013 pukul 20.10 WIB ) Samanto. 2010. “ http://ahmadsamantho.wordpress.com/2010/03/31/kebudayaan-dan

nasionalisme-indonesia”( Diakses pada Kamis 15 Agustus 2013 pukul 20.00 WIB). http://id.shvoong.com/books/mythology-ancient-literature/234006 karakteristik-dan

aspek -agama/#ixzz2cg5jgjR2 (Diakses pada Senin 19 Agustus 2013 pukul 19.00 WIB)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23350/3/Chapter%20II.pdf (Diakses pada senin 13 Januari 2014 pukul 6.45 WIB).

http://rusmanhaji.wordpress.com/2013/05/03/artikel-sinkretisme/ (Diakses pada Senin 27 Januari 2014 pukul 16.00 WIB.


Dokumen yang terkait

Eksistensi Masyarakat Wilayah Pesisir Sumatera Utara Dalam Kegiatan Pembangunan (Studi Kasus Masyarakat Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara)

1 55 7

Inventarisasi Jenis-Jenis Anggrek di Samosir Utara Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara (Studi Kasus Kecamatan Ronggurnihuta dan Kecamatan Simanindo)

13 119 64

Inventarisasi Jenis-Jenis Anggrek di Samosir Utara Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara (Studi Kasus Kecamatan Ronggurnihuta dan Kecamatan Simanindo)

2 112 64

Persepsi Masyarakat dan Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu (Studi Kasus di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara)

10 70 78

Tempat Perkembangbiakan Anopheles Sundaicus Di Desa Sihepeng, Kecamatan Siabu, Kabupaten mandailing Natal, provinsi Sumatera Utara

0 31 7

Diversifikasi produk wisata di pulau samosir, kabupaten samosir, provinsi sumatera utara

3 35 121

24.PJI D.I SITIO TIO PARSINGGURAN

0 1 1

Eksistensi Masyarakat Wilayah Pesisir Sumatera Utara Dalam Kegiatan Pembangunan (Studi Kasus Masyarakat Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara)

0 0 7

Inventarisasi Jenis-Jenis Anggrek di Samosir Utara Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara (Studi Kasus Kecamatan Ronggurnihuta dan Kecamatan Simanindo)

0 0 10

Inventarisasi Jenis-Jenis Anggrek di Samosir Utara Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara (Studi Kasus Kecamatan Ronggurnihuta dan Kecamatan Simanindo)

0 0 9