B. 3. Peran orangtua dalam perkembangan harga diri remaja

20 tahap formal operation dalam perkembangan kognitifnya. Dalam tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun ini, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotetis dan abstrak sebagai realitas. 4. Implikasi Psikososial Semua perubahan yang terjadi dalam waktu singkat itu membawa akibat bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Individu akan bertanya: “Apa dasar dari perubahan ini?”, “Apa akibatnya pada saya?”, “Adakah saya sama dengan orang yang saya pikirkan?” Ketidakpstian- ketidakpastian seperti ini membawa seperangkat persoalan yang baru, persoalan ini adakaitannya dengan peran remaj secara sosial. Menurut Erikson 1968, seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi bagaimana dan dalam konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan. Dengan kata lain, identitas seseorang tergantung pula pada bagaimana orang lain mempertimbangkan kehadirannya. Karenanya bisa lebih dipahami mengapa keinginan untuk diakui, keinginan untuk memperkuat kepercayaan diri, dan keinginan untuk menegaskan kemandirian menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, terutama mereka yang akan mengakhiri masa itu.

II. B. 3. Peran orangtua dalam perkembangan harga diri remaja

Anak yang baru dilahirkan diibaratkan sebagai sehelai kertas putih, yang masih polos dan bagaimana jadinya kertas putih tersebut di kemudian hari, Universitas Sumatera Utara 21 tergantung dari orang yang menulisinya John Locke, 1690. Jadi, bagaimana kepribadian anak di kemudian hari, tergantung dari bagaimana ia berkembang dan diperkembangkan oleh lingkungan hidupnya. Mengenai lingkungan hidup yang menjadi tokoh pusatnya adalah orangtua. Walaupun aspek individual tidak bisa dihilangkan dalam membentuk kepribadian seseorang, orangtua lah yang berperan besar, langsung atau kadang-kadang tidak langsung, berhubungan terus menerus dengan anak, memberikan perangsangan melalui berbagai corak komunikasi antara orangtua terutama ibu dengan anak. Tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus kesemuanya adalah sumber-sumber rangsangan untuk membentuk sesuatu kepada kepribadiannya, dan kalau anak sudah lebih besar, lebih banyak lagi sumber-sumber perangsangan untuk mengembangkan kepribadian anak. Lingkungan keluarga acap kali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Mendasarkan pada hal tersebut di atas, orangtua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa Erikson dalam Gunarsa, 1994. Jadi gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seseorang setelah dewasa, banyak ditentukan oleh keadaan dan proses-proses yang ada dan terjadi sebelumnya. Henricson dan Roker dalam Parker 2004 berpendapat bahwa pengawasan dan dukungan dari orangtua berhubungan dengan harga diri yang lebih tinggi bagi remaja. Dari empat faktor yang disebutkan oleh Coopermith, keempat faktor tersebut berkaitan dengan orang tua. Orang tua adalah salah satu Universitas Sumatera Utara 22 orang yang signifikan bagi kehidupan banyak orang. Penanaman nilai bagi seseorang juga banyak dipengaruhi oleh orang tua. Ketika seorang anak mulai memasuki fase kehidupan praremaja, ia mulai meninggalkan keluarga dan memasuki ruang lingkup kehidupan yang lebih luas, yakni dunia luar, lingkungan sosial, lingkungan pergaulan. Dalam memasuki ruang lingkup kehidupan yang lebih luas inilah, anak tidak bisa dilepaskan begitu saja untuk menjelajahi dunianya tanpa bantuan, bimbingan dan pengarahan orang lain. Anak perlu dipersiapkan dan diperhatikan dalam pergaulan terutama pengaruh rendah dalam pergaulan dengan kelompok usia sebaya. Suatu keinginan memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dengan membiarkan anak mengalami sulitnya kehidupan, menghadapi dan mengatasi berbagai masalah sendiri memang tidak salah. Namun dalam batas-batas tertentu, anak masih memerlukan campur tangan untuk mengubah dan mengarahkan proses-proses perkembangan pada seluruh aspek kepribadiannya. Dengan kata lain, orangtua perlu berusaha mempersiapkan anak dalam mengahdapi masa remaja. II.C. Remaja Yatim Piatu Seorang yatim piatu adalah adalah seseorang yang kehilangan kedua orang tuanya, biasanya karena kematian. Definisi yang sah yang digunakan di USA adalah seseorang yang telah kehilangan edua orang tuanya karena kematian, ditinggalkan atau terpisah dari kedua orang tuanya. Remaja yatim piatu adalah seseorang yang berusia antara 12 – 22 tahun Konopka dalam Pikunas,1983 yang telah kehilangan kedua orang tuanya. Universitas Sumatera Utara 23 Seorang remaja sangat membutuhkan bimbingan dan perhatian dari orangtuanya dalam perkembangan kepribadiannya. Orang tua dapat memberikan kebutuhan sandang pangan yang bervariasi kualitas dan kuantitasnya. Orang tua juga memberikan pengalaman pendidikan, kebutuhan untuk sekolah, rasa tanggung jawab, perhatian akan kesehatan remaja, waktu bebas untuk berkreasi dan pandangan tentang masa depan kepada remaja Brigitte Zimmerman, 2005. Kehilangan orang tua dapat berakibat bahwa remaja akan kehilangan orang yang menjadi sumber untuk semua hal yang telah disebut di atas yang diperlukan untuk perkembangan kepribadian remaja. Dalam suatu studi di Botswana menunjukkan bahwa kehilangan orang tua pada umumnya berkaitan dengan semakin rendahnya pendapatan, kekurangan sandang pangan, perhatian dan kasih sayang yang dapat mengakibatkan dampak yang lebih buruk lagi bagi para remaja yatim paitu American Public Health Association, 2006. Para remaja yatim piatu membutuhkan peran pengganti dari orang tua mereka yang telah meninggal dunia untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan mereka yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian mereka.

II. D. Harga Diri pada Remaja Yatim Piatu