Saran Latar Belakang Karakteristik Karsinoma Serviks RSUP. H. Adam Malik Tahun 2011 - 2014

Serviks uteri atau serviks merupakan jaringan berbentuk silinder, dengan panjang 2,5 – 3 cm dan merupakan penghubung vagina dan uterus . Serviks uteri terbentuk dari jaringan ikat, pembuluh darah, otot polos, dengan konsistensi kenyal. Ada dua bagian utama serviks yaitu bagian ektoserviks dan bagian endoserviks. Bagian dari serviks yang dapat dilihat dari dalam vagina selama pemeriksaan ginekologi dikenal sebagai ektoserviks. Endoserviks, atau kanal endoserviks adalah bagian yang merupakan terusan dari os eksternal yang menghubungkan serviks dan rahim. Os eksternal adalah pembukaan kanal yang ada diantara endoserviks dan ektoserviks Huang, 2013. Serviks dan vagina berasal dari duktus Mulleri yang pada awalnya berada dalam barisan yang terdiri dari 1 lapis epitel kolumnar. Pada saat usia kehamilan 19 – 20 minggu, epitel kolumnar pada daerah vagina akan mengalami kolonisasi dan tumbuh ke atas. Hubungan antara epitel skuamosa pada vagina dan daerah ektoserviks dengan epitel kolumnar pada daerah kanalis endoserviks disebut hubungan skuamokolumnar original. Posisi sambungan skuamokolumnar original sangat bervariasi. 66 terletak di daerah ektoserviks, 30 di daerah forniks terutama pada bayi. Posisi sambungan skuamokolumnar menentukan daerah perluasan metaplasia skuamosa serviks. Metaplasia skuamosa adalah proses yang penting dalam terjadinya kanker pada serviks Putra, 2006 Permukaan pars vaginalis diselimuti epitel skuamosa, dan pars kanalis serviks uteri dilapisi oleh epitel kolumnar. Perbatasan antara epitel skuamosa dan kolumnar terdapat di ostium serviks, sambungan skuamo-kolumnar SSK atau zona transformasi yang merupakan tempat predileksi timbulnya tumor Huang, 2013.

2.1.2 Histologi Serviks

Gambar 2.2 Histologi Serviks SS = Skuamosa Berlapis ; J = Junction ; SC = Simpel Kolumnar Sumber : Mescher Al :Junqueira’s Basic Histology : Text and Atlas, 12 th Edition: http:www.accessmedicine.com Serviks adalah bagian terbawah dari uterus yang berbentuk seperti silinder dan berbeda secara histologi dengan bagian uterus lainnya. Lapisan mukosa endoserviks adalah epitel selapis kolumnar penghasil mukus pada lamina propia yang tebal. Bagian dari serviks dimana kanal endoserviks terhubung ke vagina disebut os eksternal, yang menonjol ke bagian vagina dan ditutupi mukosa eksoserviks yang dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis. Zona transformasi terjadi dimana epitel kolumnar selapis mengalami transisi ke epitel skuamosa berlapis. Semakin kedalam, lapisan tengah dari serviks memiliki sedikit otot polos dan mengandung lebih banyak jaringan ikat padat. Dibagian ini terdapat banyak limfosit dan leukosit lainnya menembus epitel berlapis untuk memperkuat pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme.

2.2 Prakanker Serviks

2.2.1 Lesi prakanker

Sejak tahun 1908, Schauenstein sudah mulai memperkenalkan bahwa terminologi karsinoma sel skuamosa serviks dimulai dari lesi prainvasif. Istilah karsinoma insitu digunakan untuk menggambarkan perubahan lokal epitel kearah keganasan. Karsinoma insitu disebut juga displasia. Menurut World Health Organization WHO, displasia didefinisikan sebagai sebuah lesi yang di tandai dengan terjadinya perubahan atipik pada permukaan epitel. Berdasarkan tingkat dan ketebalan perubahan epitel ini, displasia dibagi menjadi tiga yaitu : displasia ringan, sedang dan berat. Dan untuk lebih mengarah semua bentuk lesi prekursos kanker serviks, oleh Richart tahun 1973 dalam syahbani 2007 dikenalkan istilah neoplasia intraepithelial serviks NIS, termasuk didalamnya displasia dan karsinoma insitu pada serviks. Untuk mencapai suatu keadaan kanker serviks invasif, diperlukan proses panjang dan biasanya didahului oleh penyakit preinvasif. Penyakit preinvasif ini dikarakteristikan secara mikroskopis dari berkembangnya sel-sel atipik dari berbagai tingkatan displasia ataupun NIS sebelum berkembang menjadi karsinoma invasif Syahbani, 2007. Lesi prakanker sering juga disebut NIS, Cervical Intraepithelial Neoplasia CIN, atau Servikal Intraepithelial Lesion LIS. NIS adalah pertumbuhan sel abnormal yang mencakup berbagai lesi epitel yang secara histologi maupun sitologi berbeda dibanding epitel normal tetapi belum menunjukkan kriteria keganasan. Yang termasuk kedalam kriteria keganasan adalah peningkatan selularitas, abnormalitas nukleus dan peningkatan rasio nukleus ataupun sitoplasma. Broders 1932 dalam Syahbani 2007 memperkenalkan istilah karsinoma insitu CIS yang berarti suatu lesi epitel yang tidak mengalami invasif kedalam stroma, dan seluruh ketebalan epitelnya tidak mengalami diferensiasi. Perubahan epitel serviks dengan gambaran diantara karsinoma insitu dan epitel normal disebut sebagai displasia oleh Reagan dan Hamonic 1956 dalam Syahbani 2007.

2.2.2 Sambungan Skuamokolumnar Baru

Stimulasi hormonal memberi respon berupa perubahan volume serviks. Peningkatan sekresi estrogen saat pubertas dan kehamilan pertama, menyebabkan peningkatan volume serviks dan merupakan suatu eversi dari epitel kolumnar endoserviks ke penempatan ektoserviks. Eversi dari epitel kolumnar menjadi ektoserviks dikenal dengan ektropion, dan kesalahan dari ektropion disebut erosi Putra, 2006. Gelombang estrogen dari pubertas menetapkan lactobacilli sebagai bagian dari flora normal vagina. Mikroorganisme ini menghasilkan asam laktat, yang menurunkan PH vaginal menjadi 4 atau kurang. Epitel kolumnar endoserviks terekspos setelah pubertas pada kadar keasaman dari lingkungan vagina. Kerusakan pada epitel kolumnar yang tereversi disebabkan oleh kadar keasaman yang dihasilkan oleh proliferasi dari cadangan sel stroma epitel kolumnar dasar, dan hal ini akan menggantikan epitel dengan epitel imatur, undifferentiated, stratified, skuamosa dan epitel metaplastik. Metaplasia skuamosa yang imatur mengalami proses maturasi, produksi maturasi berupa pelapisan epitel metaplastik skuamosa yang sulit dibedakan dengan epitel skuamosa original. Hubungan awal linier original antara epitel skuamosa dan kolumnar tergantikan oleh zona metaplasia skuamosa yang mengalami maturasi. Bagian tepi atas dari bagian ini merupakan suatu demarkasi atau garis yang jelas antar epithelium, yang memperlihatkan morfologi skuamosa, dan vili epitel, serta kolumnar jika diliat dengan kolposkopi. Hubungan ini dikenal dengan sambungan skuamokolumnar Putra, 2006.

2.2.3 Zona Transformasi

Zona transformasi adalah area datar antara original sambungan skuamokolumnar dengan sambungan skuamokolumnar yang baru. Zona transformasi yang sudah matang, tidak bisa digambarkan atau dibedakan dengan sambungan skuamokolumnar original. Proses perubahan terjadi karena pengaruh hormonal tetapi pada akhirnya menghasilkan suatu epitel dewasa yaitu epitel skuamosa yang terglikogenasiPutra, 2006. Kalposkopi dapat mendiskripsikan dengan baik keadaan prakanker jika keseluruhan sambungan skuamokolumnar yang baru dapat terlihat. Kolposkopi dianggap tida adekuat jika keseluruhan sambungan skuamokolumnar tidak dapat terlihat. Zona transformasi juga dapat menggambarkan batas distal dari neoplasia intraepital glandular dengan lesi tinggi yang menjadi prekursor ke arah adenokarsinoma serviks Putra, 2006.

2.2.4 Batas Atas Metaplasia Skuamosa

Sambungan skuamokolumnar yang baru merupakan daerah yang tidak stabil. Penilaian kolposkopi serviks secara serial memperlihatkan sambungan skuamokolumnar baru bergerak ke arah cephal. Studi histologi dari spesimen biopsi kolposkopi secara langsung memperlihatkan adanya sel hiperplasia dan metaplasia skuamosa imatur awal yang terjadi di sepanjang epitel. Metaplasia skuamosa imatur tahap awal dapat meluas sejauh 10 mm di atas sambungan skuamokolumnar yang baru. Putra, 2006. Metaplastik epithelium imatur pada sambungan skuamokolumnar baru tidak termasuk dalam pengertian zona transformasi tetapi adanya epitel tersebut memberikan risiko terbesar dalam transformasi neoplastik pada masa yang akan datang. Selama fase dinamis metaplasia, terutama masa pubertas dan kehamilan pertama, sel-sel imatur secara aktif akan difagositosis Putra, 2006. Usia koitus pertama merupakan variabel epidemiologi penting dalam menentukan risiko terjadinya neoplasia serviks. Risiko terkena kanker serviks akan meningkat 26 kali jika usia awal hubungan antara setahun menstrual pertama dan berbeda pada usia 23 tahun atau yang lebih tua Putra, 2006.

2.2.5 Patogenesis Lesi Prakanker

Cow dan Cox, dkk dalam Syahbani 2007 faktor risiko displasia sesuai dengan kanker serviks, karena kanker serviks merupakan perkembangan lanjutan dari displasia. Sekita 15 displasia ringan menjadi displasia sedang, 30 displasia sedang menjadi displasia berat, 45 displasia berat menjadi kanker serviks insitu, dan selanjutnya 90 kanker serviks insitu menjadi kanker serviks invasif. Sebaliknya, 20 displasia berat menjadi displasia sedang, 40 displasia sedang menjadi displasia ringan, dan 75 displasia ringan mejadi metaplasia-normal.

2.2.6 Klasifikasi Lesi Prakanker

Pada tahun 1980, British Society of Clinical Cytology BSCC membuat pembagian berdasarkan korelasi antara sitologik dengan histopatologik diskariosis ringan, sedang dan berat dimana dipakai istilah CIN. Tetapi displasia berat dan kanker serviks insitu susah dibedakan. Istilah CIN ini juga belum mendapat kesepakatan dikarenakan tidak seluruh neoplasia berkembang menjadi kanker seviks. Pada tahun 1980-an, secara patologi ditemukan sel koilositik atau condylomatous atypia yang dihubungkan dengan infeksi HPV. Koilosit adalah suatu sel atipik di ruang perinuklear atau gambaran pada sitplasma,perubahan sitologi pada sel ini merupakan petanda adanya infeksi HPV. Dengan adanya petanda tersebut disederhanakan pembagian lesi prakanker menjadi dua grup secara histologi yaitu : 1. Low-grade CIN yang meliputi sel-sel koilosit atipik dan CINI 2. High-grade CIN yang meliputi CIN 2dan CIN 3 Gambar 2.3 CIN 1 – Low-grade Squamouse Intraepithelial Lesion Gambar 2.4 CIN 2 – High-grade Squamous Intraepithelial Lesion HSIL Gambar 2.5 CIN 3 – HSIL

2.3 Kanker Serviks

2.3.1 Definisi Kanker Serviks

Kanker serviks adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang lokasinya terletak di daerah serviks, daerah leher rahim atau mulut rahim Rasjidi, 2010. Karsinoma sel skuamosa pada serviks menggambarkan hasil dari perkembangan displasia atipik yang progresif pada epitel metaplastik di zona transformasi Putra, 2006.

2.3.2 Etiologi Kanker Serviks

Pada awalnya sel kanker serviks berasal dari epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetic yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini Edianto, 2006 Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV. Lebih dari 90 kanker serviks jenis skuamosa mengandung deoxyribose-nucleic acid DNA virus HPV dan 50 kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 mempunyai peranan penting melalui sekuensi gen E 6 dan E 7 dengan mengkode pembentukan protein-protein yang penting dalam replikasi virus Edianto, 2006. Onkoprotein dari E 6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor p53 menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E 7 akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastoma pRb menjadi tidak aktif Edianto, 2006.

2.3.3 Faktor Risiko Kanker Serviks

Faktor risiko perilaku Sebagian besar pasien kanker serviks uteri adalah wanita yang sudah menikah, sedangkan pada wanita yang belum menikah khususnya biarawati, sangat jarang ditemukan Edianto, 2013. Aktivitas seksual terlalu muda 16 tahun, serta jumlah pasangan seksual yang tinggi 4 orang juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker serviks. Karena hubungannya yang erat dengan infeksi HPV, wanita yang mendapat atau menggunakan penekanan kekebalan immunosuppessive dan penderita HIV berisiko menderita kanker serviks Edianto, 2006 . Peranan HPV Human Papilloma Virus Virus HPV termasuk family papovavirus suatu virus DNA yang bersifat mutagen. HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid. Infeksi virus HPV sudah terbukti menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminata dan kanker. Meskipun HPV ini pada umumnya menyerang wanita, tetapi virus ini juga memiliki peranan dalam timbulnya kanker pada anus, vulva, vagina, penis dan beberapa kanker orofaring Putra, 2006. Terdapat 138 strain HPV yang sudah dapat diidentifikasi, 30 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Walaupun umumnya HPV ditulakan melalui kontak seksual, tidak seorang dokter pun dapat memperkirakan kapan infeksi itu terjadi. Kebanyakan infeksi HPV juga dapat mengalami remisi setelah beberapa tahun. Beberapa diantaranya akan menetap tanpa atau dengan menyebabkan abnormalitas pada sel Putra, 2006. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa lebih dari 90 kanker serviks disebabkan oleh HPV, yang 70 -nya disebabkan oleh tipe 16 dan 18 sesuai dengan yang dipublikasikan dalam Lancet Oncology bulan April 2005. Dari kedua tipe ini, HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50 kanker serviks. Seseorang yang sudah terkena virus HPV tipe 16 memiliki kemungkinan terkena kanker serviks sebesar 5. Kanker serviks yang disebabkan oleh HPV umumnya berjenis karsinoma sel Putra, 2006. Virus ini menginfeksi membran basalis pada daerah metaplasia dan zona transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya untuk berkembang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang. Genom HPV berupa episomal bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi dengan DNA inang dijumpai pada CIN dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker invasive. Pada percobaan in vitro HPV terbukti mampu mengubah sel menjadi immortal Edianto, 2006. Hubungan antara infeksi HPV dengan kanker serviks pertama kali dicetuskan oleh Harold zur Hassen pada tahun 1980. Hubungan anatara infeksi HPV dengan kejadian kanker serviks terlihat jauh lebih kuat di banding faktor pencetus lainnya seperti merokok dan metastasis dari kanker pada organ lain Edianto, 2006. Dikarenakan terus meningkatnya infeksi HPV dilakukan usaha-usaha untuk mengidentifikasi tipe dari virus ini. Dari hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda hingga saat inidikenal lebih dari 200 tipe HPV. Kebanyakan dari virus ini bersifat jinak. Tiga puluh diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual dengan masing-masing kemampuan mengubah sel epitel serviks. Tipe risiko rendah seperti tipe 6 dan 11 berhubungan dengan kondiloma dan displasia ringan. Sebaliknya, tipe risiko tinggi seperti tipe 16, 18, 31,33 dan 35 berhubungan dengan displasia sedang sampai karsinoma in situ Edianto, 2006 Infeksi terjadi melalui kontak langsung. Pemakaian kondom tidak cukup aman untuk mencegah penyebaran virus ini karena kondom hanya menutupi sebagian organ genital saja, sementara labia, skrotum, dan daerah anal tidak terlindungi Edianto, 2006 Tipe virus risiko tinggi menghasilkan protein yang dikenal dengan protein E 6 dan E 7 yang mampu berikatan dan menonaktifkan protein p53 dan pRb epitel serviks. P53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan siklus sel. Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksi HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya. Ikantan E 6 dan E 7 serta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker Edianto,2006. Faktor lainnya Merokok juga sering dikaitkan dengan terjadinya keganasan. Terdapat data yang mendukung rokok sebagai penyebab kanker serviks dan hubungannya dengan kanker sel skuamosa pada serviks. Mekanisme kerjanya bisa secara langsung melalui aktivitas mutasi mukus serviks cairan pada permukaan mulut rahim pada perokok atau melalui efek imunosupresive mengurangi daya tahan tubuh yang muncul dari kebiasaan merokok. Tembakau pada rokok juga mengandung bahan-bahan karsinogenik penyebab kanker baik yang dihisap sebagai rokok maupun cigarette yang dikunyah. Asap rokok sendiri menghasilkan polycyclic aromatic hidrocarbons heterocyclic amine yang sangat karsinogen penyebab kanker dan mutagen penyebab mutasi. Bahan yang berasal dari tembakau yang diisap terdapat pada mukus serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko-karsinogen infeksi virus. Bahan- bahan tersebut juga terbukti dapat menyebabkan kerusakan epitel DNA serviks sehingga dapat menyebabkan neoplasma serviks Rasjidi, 2010.

2.3.4 Patogenesis Kanker Serviks

Gambar 2.6 Ilustrasi virus HPV Sumber : Nobel committee for physiology or medicine 2008 Penyebab utama terjadinya kanker serviks adalah virus HPV. Hubungan seksual yang terlalu dini dan berganti-ganti pasangan dapat meningkatkan risiko terkena virus HPV. Terdapat banyak jenis virus HPV, tetapi hanya beberapa yang bersifat persisten di tubuh dan akan menyebabkan terjadinya lesi prakanker yang menyababkan terjadinya kanker serviks. Terjadinya karsinoma serviks yang invasif berlangsung dalam beberapa tahap. Tahapan pertama dimulai dari lesi pre-invasif, yang ditandai dengan adanya abnormalitas dari sel yang biasa disebut dengan displasia. Displasia ditandai dengan adanya anisositosis sel dengan ukuran yang berbeda-beda, poikilositosis bentuk sel yang berbeda-beda, hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang bermitosis dalam jumlah yang tidak biasa. Displasia memilik 3 pembagian yaitu displasi ringan, sedang dan berat. Sedangkan pada tahap invasif, gejala yang dirasakan lebih nyata seperti perdarahan intermenstrual dan post koitus, discharge vagina purulen yang berlebihan berwarna kekuning-kuningan terutama bila lesi nekrotik, berbau dan dapat bercampur dengan darah, sistisis berulang, dan gejala akan lebih parah pada stadium lanjut di mana penderita akan mengalami cachexia, obstruksi gastrointestinal dan sistem renalEdianto, 2006.

2.3.5 Stadium kanker serviks

Penentuan stadium dilakukan setelah ditegakkannya diagnosis kanker serviks dengan pemeriksaan histologi jaringan biopsi. Penentuan stadium harus diikuti dengan kondisi klinis, didukung oleh bukti-bukti klinis dan sederhana. Penentuan stadium menurut FIGO International Federation of Gynecology Obstetrics tahun 2014 dilihat berdasarkan lokasi tumor primer, ukuran besar tumor dan adanya penyebaran keganasan. Staging ini dibuat untuk mempermudah perancangan terapi dan memperkirakan prognosis pasien.

2.1 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks menurut FIGO 2008

Stadium FIGO Keterangan Tidak ada dugaan tumor primer Tidak ada bukti tumor primer Karsinoma in situ karsinoma pervasif I Karsinoma masih terbatas diserviks penyebaran ke korpus uteri diabaikan IA Karsinoma invasif hanya dapat didiagnosa secara mikroskopis. Lesi telah menembus membran basalis dengan kedalaman 5 mm dan diameter 7mm IA1 Lesi telah menembus membran basalis dengan kedalaman 3 mm dan diameter 7 mm IA2 Lesi telah menembus membran basalis dengan kedalaman 3-5 mm dan diameter 7 mm IB Lesi terbatas diserviks atau secara mikroskopik ukuran lesi lebih besar daripada T1aIA2 IB1 Lesi berukuran 4 cm IB2 Lesi berukuran 4 cm II Lesi mencapai uterus tetapi belum meluas hingga dinding pelvis atau sepertiga bawah vagina IIA Lesi tanpa perluasan ke parametrium IIA1 Lesi berukuran 4 cm IIA2 Lesi berukuran 4 cm IIB Lesi meluas hingga ke parametrium III Lesi terbatas pada dinding serviks melibatkan sepertiga bawah vagina sehingga menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal IIIA Lesi mencapai sepertiga bawah vagina IIIb Lesi terbatas pada dinding pelvis sehingga menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal IVA Lesi mencapai mukosa kantung kemih atau rektum atau terbatas pada pelvis IVB Metastasis jauh Sumber : World Health Organization WHO, Breast and Female Genital, 2014

2.3.6 Jenis histopatologis pada kanker serviks

Epithelial tumours 1. Tumor skuamosa dan prekursor  Karsinoma sel skuamosa o Keratinizing o Non-keratinizing o Basaloid o Verrucous o Warty o Papillary o Lymphoepithelioma-like o Squamotransisional sel  Early invasive squamous cell carcinoma  Cervical intraepithelial neoplasia : prekursor dari karsinoma sel skuamos serviks

2. Tumor glandular dan prekursor

 Adenocarcinoma o Mucinous adenocarcinoma - Endocervical - Intestinal variant - Signet-ring cell variant - Minimal deviation variant - Villoglandular variant o Endometrioid adenocarcinoma o Clear cell adenocarcinoma o Serous adenocarcinoma o Mesonephric adenocarcinoma  Early invasive adenocarcinoma  Adenocarcinoma in situ

3. Uncommon carcinomas and neuroendocrine tumours

 Adenosquamous carcinoma o Glassy cell carcinoma variant  Adenoid cystic carcinoma  Adeniod basal carcinoma  Neuroendocrine tumours o Small cell carcinoma o Large cell neuroendocrine carcinoma  Undifferentiated carcinoma Tumor Mesenkim 1. Malignant mesenchymal tumours  Leiomyosarcoma  Endometrioid stromal sarcoma, low grade  Undifferentiated endocervical sarcoma  Alveola soft part sarcoma  Angisarcoma  Malignant peripheral nerve sheath tumour Tumor campuran mesenkimal dan epithel  Karsinosarkoma  Adenosarkoma  Tumor Wilms Melanotik, limfoit dan tumor serviks sekunder  Malignant melanoma  Yolk sac tumour  Limfoma dan leukaemia  Secondary tumour

2.3.7 Gejala Klinis Kanker Serviks

Gejala klinis kanker serviks dalam Huang 2013 berupa: 1. Perdarahan per vagina : pada stadium awal terjadi perdarahan sedikit sesaat setelah koitus atau saat membersihkan vagina. Perdarahan akan terus bertambah dalam frekuensi maupun volume perdarahan akan terus bertambah dan dterkadang dapat menimbulkan hemoragi masif dengan penyebab eksfoliasi jaringan kanker. 2. Sekret per vagina : pada stadium awal berupa keputihan yang bertambah, disebabkan iritasi oleh lesi kanker atau peradangan dari glandula serviks yang mengalami hipersekresi. Dengan progresi penyakit, sekret bertambah, encer seperti air, berbau amis dan bila terjadi infeksi timbul bau busuk atau bersifat purulen. 3. Nyeri : umumnya pada stadium sedang, lanjut atau bila disertai infeksi. Nyeri terasa di lokasi bawah abdomen, regiogluteal atau sakrokoksigeal. 4. Gejala saluran urinarius : sering disertai infeksi, dapat menimbulkan polakisuria, urgensi dan disuria. Dengan perkembangan kanker dapat mengenai vesika urinari, dan menimbulkan hematuria, piuria hingga terbentuk fistel sisto-vaginal. 5. Gejala saluran pencernaan : ketika lesi kanker serviks menyebar ke ligamen kardinal, ligamen sakral dapat menekan rektum dan menimbulkan obstipasi. Bila tumor menginvasi rektum dapat menimbulkan hematokezia, akhirnya timbul fistel rektovaginal.

2.3.8 Deteksi Dini dan Penegakan Diagnosa Kanker Serviks

Deteksi dini untuk kanker serviks bertujuan agar penemuan lebih awal lesi kanker atau kelainan pada serviks yang beresiko lebih besar dalam terjadinya kanker serviks. Pemeriksaan sitologi seperti papsmear dan liquid-based cytology LBC, pemeriksaan DNA-HPV dan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat IVA merupakan tes skrining untuk prekanker atau kanker serviks American Cancer Society, 2014. Papsmear adalah pemeriksaan sitologi menggunakan spatula yang di usap pada zona transformasi serviks, dan hasil yang didapatkan diletakkan di gelas objek dan di teliti di laboratorium patologi anatomi. Lain halnya dengan papsmear, pemeriksaan LBC tidak menggunakan gelas objek melainkan spatula dimasukkan kedalam tabung yang berisi cairan khusus. Hasil LBC lebih baik dibandingkan pemeriksaan dengan papsmear, terbukti dari hasil false-negative yang lebih kecil. Pemeriksaan HPV-DNA berfungsi untuk melihat apakah pasien terinfeksi HPV, meskipun tidak semua pasien yang terinfeksi HPV akan mengalami kanker serviks tetapi telah dipastikan bahwa HPV merupakan penyebab terbesar dalam terjadinya kanker serviks. Pemeriksaan IVA Inspeksi Visual dengan Asam Asetat merupakan metode inspeksi yang sangat sederhana. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3 - 5 pada serviks sebelum melakukan inspeksi visual. Pemeriksaan ini disebut positif abnormal bila terjadi perubahan warna menjadi putih acetowhite pada daerah yang dioleskan asam asetat WHO, 2006. Langkah pertama dalam penentuan kanker serviks yang paling sering adalah hasil dari pemeriksaan papsmear yang abnormal. Papsmear bukanlah tes untuk menegakkan diagnosis melainkan tes skrining. Hasil papsmear yang abnormal membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat apakah ada tidaknya kanker atau prakanker di serviks. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik juga perlu diketahui. Hal ini berhubungan dengan faktor resiko dan gejala-gejala kanker serviks American Cancer Society, 2014. Berikut pemeriksaan yang dilakukan untuk penegakan diagnosis kanker serviks menurut American Cancer Society 2014: 1. Pemeriksaan kolposkopi : di bawah penerangan yang tinggi dan menggunakan kaca pembesar langsung mengamati lesi di serviks. Merupakan salah satu cara diagnosa penting untuk diagnosis dini karsinoma serviks. Dapat menemukan lesi preklinis yang tidak terlihat dengan mata normal. Jika terdapat bagian yang mencurigakan bisa dilakukan biopsi. 2. Biopsi serviks : untuk memastikan diagnosis CIN dan karsinoma serviks. Karsinoma serviks stadium dini tidak memperlihatkan lesi yang jelas, untuk dapat memperoleh jaringan kanker secara akurat, perlu dilakukan biopsi, lalu dilakukan pemeriksaan patologinya. 3. Kuretase endoserviks : pemeriksaan ini dilakukan jika hasil dari papsmear positif tetapi tidak terlihat ke abnormalannya melalui kolposkopi. 4. Sistoskopi dan proktoskopi. Sistoskpoi adalah tabung dengan lensa dan cahaya yang dimasukkan ke dalam vesika urinari melalui uretra. Pemeriksaan ini berguna untuk melihat pertumbuhan kanker. Proktoskopi adalah inspeksi rektum melalui tabung bercahaya untuk menglihat penyebaran kanker serviks ke rektum. 5. Pemeriksaan radiologi : pemeriksaan ini berguna untuk melihat perkembangan kanker. Menggunakan x-ray, computerized tomography CT scan dan magnetic resonance imaging MRI dengan gelombang radio dan magnet.

2.3.9 Penatalaksanaan Kanker Serviks

Secara umum jenis terapi yang dapat diberikan bergantung pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai Metode terapi kanker serviks berupa operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi dan lain-lain. Pada umumnya kasus stadium lanjut stadium IIb, III, dan IV dipilih pengobatan radiasi diberikan secara intrakaviter dan eksternal, sedangkan stadium awal dapat diobati melalui pembedahan atau radiasi. Terapi tunggal apakah berupa radiasi atau operasi merupakan pilihan bila kanker serviks dapat didiagnosis dalam stadium dini. Pada dasarnya untuk stadium lanjut IIb, III, dan IV diobati dengan kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter brakhiterapi. Penatalaksanaan prekanker 1. Cryotherapy : penatalaksanaan dengan cara membekukan daerah abnormal serviks menggunakan besi yang sangat dingin Gambar 2.7 Cryotherapy sumber : WHO cervical cancer control, 2006 2. LEEP Loop Electrosurgical Excision Procedure : pembuangan area serviks abnormal menggunakan kabel kecil yang sudah di panaskan dengan listrik. Prosedur ini berhasil untuk 9 dari 10 wanita dengan lesi prakanker. Gambar 2.8 Metode LEEP sumber : WHO cervical cancer control, 2006 3. Konisasi cold-knife : pembuangan berbentuk kerucut pada serviks abnormal. Gambar 2.9 Metode Konisasi sumber : WHO cervical cancer control, 2006 Penatalaksanaan Kanker Invasif Terapi primer 1. Operasi atau pembedahan - Trachelectomi adalah pembedahan dengan tujuan untuk membuang serviks. Bagian yang dibuang adalah parametria dan sebagian vagina atas. Gambar 2.10 Gambaran Pembedahan Trachelectomi sumber : WHO cervical cancer control, 2006 - Simpel histerektomi : pembuangan uterus dengan bedah secara keseluruhan termasuk serviks. Pembedahan bisa dilakukan melalui abdominal bawah atau pun melalui vagina. Tuba falopi dan ovarium tidak di buang, tetapi bisa dibuang bila terlihat abnormal. Gambar 2.11 Gambaran Simpel Histerektomi sumber : WHO cervical cancer control, 2006 - Radikal histerektomi : pembedahan dengan tujuan untuk membuang uterus, serviks, jaringan sekitar parametria dan 2 cm vagina atas. Gambar 2.12 Gambaran Radikal Histerektomi sumber : WHO cervical cancer control, 2006 2. Radioterapi : sering digunakan untuk penatalaksanaan kanker serviks stadium IB, IIA dan IV. - Teletherapy atau radiasi eksterna : sering juga disebut external beam radiation therapy EBRT. Gambar 2.13Teletherapy sumber : WHO cervical cancer control, 2006 - Brachytherapy atau radiasi interna : penatalaksanaan untuk kanker stadium lanjut dengan meletakkan alat radiasi berupa biji ke dalam tubuh mendekati area tumor. Gambaran 2.14 Brachytherapy sumber : WHO cervical cancer control, 2006 Kemoterapi : penatalaksanaan dengan pemberian obat melalui infus, tablet atau intramuskular. Kemoterapi tidak termasuk ke dalam terapi primer, tetapi biasa digunakan sebagai terapi gabungan bersamaan dengan pembedahan dan radioterapi. Penatalaksanaan Berdasarkan Stadium Penatalaksanaan kanker serviks dengan stage IA telah menunjukkan hasil yang efektif dengan simpel histerektomi, dimana 5 years survival rate berkisar 95. Tetapi hanya sedikit penderita kanker serviks yang didiagnosis dini sebelum terjadinya perjalanan penyakit lebih jauh. Maka dari itu penatalaksanaan yang dilakukan tidak hanya berupa surgical, diperlukan terapi gabungan untuk pentalaksanaan dari kanker serviks. Stadium Awal IA – IIA 1. NAC Neo Adjuvant Cemotherapy + Radikal histerektomi = Partial Komplit 2. NAC Neo Adjuvant Cemotherapy+ Radiasi = Stable Progresif Sejauh ini, adjuvant chemotherapy kemoterapi yang diberikan setelah terapi definitif seperti surgical belum ditemukan berguna dalam penatalaksanaan kanker serviks. Tetapi, pendekatan lain yang dilakukan berupa neoadjuvant chemotherapy, pemberian kemoterapi sebelum penatalaksanaan lainnya seperti radioterapi atau surgical, dikonsiderasi memberi dampak baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sardi et al 1986 dalam Dunlavey 2009 bahwa pemberian neoadjuvant sebelum pelaksanaan surgical lebih menjanjikan dibanding pemberian surgical saja. Walaupun demikian, tidak semua hasil dari penatalaksanaan bersifat komplit dikarenakan tidak semua tumor bersifat kemosensitif Dunlavey, 2009. Stadium Lanjut IIB 1. Kemoterapi + Radioterapi 2. Radioterapi Penatalaksanaan berupa surgical dikenal sangat efektif untuk kanker serviks IA, sedangkan radioterapi merupakan penatalaksanaan yang lebih dikenal untuk stadium lebih lanjut. Radioterapi bisa digunakan bersamaan dengan pelaksanaan surgery, tetapi hal ini sering dihindari dikarenakan peningkatan toxicity yang dapat timbul jika dua pengobatan ini dilakukan secara bersamaan. Pemberian Radioterapi tunggal dilakukan jika sudah terjadi metastasis sampai ke ginjal atau pun masalah ginjal lainnya yang dimiliki penderita. Hal ini dapat membahayakan penderita dengan gangguan ginjal jika diberi penatalaksanan kemoterapi karna dapat memperberat kerja dari ginjal itu sendiri Dunlavey, 2009.

2.3.10 Prognosa Kanker Serviks

Dari tumor yang ada di saluran reproduksi, kanker serviks uteri memiliki prognosis relatif lebih baik, khususnya karsinoma in situ dan karsinoma invasif stadium dini. Survival 5 tahun karsinoma serviks in situ hampir 100. Menurut FIGO dari laporan gabungan hasil terapi di 137 lembaga, 32.052 kasus kanker serviks uteri berbagai stadium Petterson, 1991, survival 5 tahun pasien stadium I,II,III,IV masing-masing adalah 81,6 , 61,3 , 36,7 , 12,1. Kanker serviks memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian prognosisnya seperti stadium klinis, tipe patologi, metastasis kelenjar limfe, manipulasi operasi dll. Setelah terapi masih harus dilakukan pemeriksaan ulang berkala Huang, 2013. Hasil dibawah ini di publiksikan di 7 th edition of the AJCC staging manual pada tahun 2010. Berdasarkan dari data yang dikumpulkan oleh National Cancer Data Base dari pasien yang didiagnosa tahun 2000 sampai 2002. Data ini merupakan data statistik terakhir yang ada untuk kasus survival berdasarkan staging. Tabel 2.2 5 Years Survival Rate Stage 5-year Observed Survival Rate 93 IA 93 IB 80 IIA 63 IIB 58 IIIA 35 IIIB 32 IVA 16 IVB 15 Sumber : American Cancer Society, 2014

2.3.11 Rekurensi Kanker Serviks

Rekuresi kanker serviks merupakan hal yang patut diwaspadai walaupun pembedahan dan kemoradioterapi telah mampu mengobati 80 – 95 lesi kanker derajat rendah stadium 1 dan 2 dan 60 stadium 3. Resiko rekurensi lebih rendah pasien denan CIN I, dan lebih tinggi pada pasien dengan CIN II, CIN III atau kanker. Namun, untuk CIN I dan CIN II rekurensi lebih sering terjadi kurang dari 20 tahun setelah pengobatan sedangkan CIN III lebih dari 20 tahun Clarissa, 2009. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara rekurensi kanker serviks dengan persistensi infeksi virus HPV, hal ini dilihat dari besarnya jumlah virus HPV risiko tinggi sebelum konisasi dan adanya DNA HPVdalam jaringan serviks setelah diterap Clarissa, 2009.

2.3.12 Pencegahan Kanker Serviks

Untuk mencegah kanker serviks, yang paling utama adalah menghindari faktor resiko. Berikut pencegahan terjadinya kanker serviks: 1 Tunda kontak seksual pertama di umur remaja 2 Hindari berganti-ganti pasangan seksual 3 Hindari pasangan seksual yang berganti-ganti pasangan seksual 4 Hidup sehat dengan cara mengkonsumsi makanan bergizi untuk menjaga ketahanan imun, serta hindari rokok 5 Wanita yg sudah menikah dianjurkan untuk melakukan skrining test berupa papsmear untuk deteksi awal kanker serviks. BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks adalah penyakit keganasan pada serviks uterus yang dapat berasal dari sel epitel, fibroblas, pembuluh darah, dan limfe dan bisa campuran. Sekitar 90 kanker serviks berasal dari jenis epitel dan sisanya nonepitel. Penyakit ini merupakan masalah karena insidennya tertinggi dan penyebab kematian tersering yang dikaitkan dengan penyakit kanker perempuan Huang, 2013. Kanker Serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-empat di dunia pada wanita setelah kanker payudara, kolorektal dan paru. Kanker Servik merupakan penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks terus menerus menjadi masalah kesehatan publik pada wanita di seluruh dunia, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 meunjukkan bahwa kanker serviks adalah keganasan ginekologi dengan prevalensi tertinggi di Indonesia dengan angka 0,8 diikuti oleh kanker payudara. Menurut American Cancer Society, kanker serviks adalah penyakit kanker wanita yang didiagnosis terbanyak ketiga di dunia pada tahun 2008, dengan perkiraan kasus baru sebanyak 529.800 di dunia, dimana lebih dari 85 terdapat pada negara berkembang. Kanker serviks juga merupakan penyebab kematian terbanyak pada penderita kanker wanita di dunia pada tahun 2008, dengan perkiraan 275.100 kasus kematian setiap tahunnya, dimana sekitar 159.800 kematian terjadi di Negara-negara Asia. Karsinoma serviks diawali dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks menjadi abnormal dan tidak terkendali. Penyebab utama dari karsinoma serviks adalah infeksi dari Human Papilloma Virus HPV. Dan beberapa hal tambahan seperti perilaku seksual, kontrasepsi dan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok akan mendukung terjadinya kanker serviks Edianto, 2006. Hal lain sebagai ko-faktor yang dapat mendorong HPV dalam perubahan epitel pada serviks adalah penggunaan produk tembakau, infeksi mikroba, defisiensi vitamin, pengaruh hormonal dan keadaan imunosupresi Putra, 2006. Ada dua hal pokok yang sangat membantu dalam penanggulangan kanker serviks yaitu : 1. Bahwa perjalanan perkembangan penyakit ini telah dapat diketahui, dimana sebelum menjadi kanker, penyakit kanker serviks ini didahului oleh adanya lesi prakanker. 2. Ditemukannya metode mendeteksi perubahan serviks uteri pada keadaan prakanker, dengan berbagai pemeriksaan untuk mendeteksi lesi prakanker. Berdasarkan keterangan di atas disimpulkan pentingnya deteksi dini kanker serviks dan upaya pencegahan kanker serviks dengan cara skrining dan pengetahuan tentang lesi prakanker. Sebelum terjadinya suatu keganasan atau kanker serviks, lapisan sel-sel serviks mengalami perubahan yang bertahap. Perubahan ini dibagi menjadi dysplasia atau Neoplasia Intraepitel Serviks NIS. Perubahan tersebut jarang memberikan tanda- tanda keganasan, tetapi dapat diketahui dengan metode skrining papsmear. Tingkat kematian yang tinggi di negara berkembang ini disebabkan oleh penggunaan metode skrining yang belum efektif dilakukan. Di Negara maju diperkirakan 40-50 perempuan mendapat kesempatan untuk skrining kanker serviks dan terbilang efektif, sementara di negara yang sedang berkembang diperkirakan hanya 5 wanita yang dapat menjalani skrining. Metode skrining ini menurunkan tingkat kejadian kanker serviks secara signifikan. Tujuan utama skrining adalah untuk menemukan lesi prakanker, mencegah terjadinya kanker serviks dengan cara memberi penatalaksanaan yang tepat dan cepat. Kemudahan untuk melakukan akses ke daerah serviks dan kemampuan untuk melakukan penilaian patologi yang ditemukan merupakan penentu dalam melakukan pendeteksian awal dari lesi prakanker. Terapi untuk karsinoma seviks antara lain operasi, radiasi, dan kemoterapi. Terapi radiasi dapat dilakukan dengan cara radiasi eksterna dan brachytherapy. Bila menggunakan radiasi eksterna, sinar radiasi difokuskan pada daerah panggul dari sumber luar tubuh. Pada daerah panggul terdapat organ-organ selain uterus seperti kandung kemih, ureter bagian ke tiga, kolon sigmoid dan rektum. Efek dari radiasi pada ureter dapat menimbulkan gangguan fungsi ginjal. Kanker serviks merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan penemuan lesi prakanker yang berkembang secara bertahap sebelum menjadi kanker yang bersifat invasif. Kanker serviks juga memberikan dampak yang sangat besar baik dari segi harapan hidup, angka kesembuhan, lama penderitaan serta tingginya biaya pengobatan. Berdasarkan hal-hal tersebut, perlu dilakukan studi untuk mengetahui data dasar karakteristik penderita kanker serviks di RSUP. H. Adam Malik selama 5 tahun terakhir.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian ini di rumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik penderita kanker serviks yang meliputi usia menikah pertama kali, jumlah pasangan seksual, jumlah paritas, riwayat perdarahan paska koitus, terhadap kejadian kanker serviks di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam Malik Medan. 2. Bagaimana gambaran stadium kanker serviks, luaran histopatologi pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran karakteristik karsinoma serviks di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2011-

2014. 1.3.2

Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik penderita kanker serviks yang meliputi usia menikah pertama kali, jumlah pasangan seksual, jumlah paritas, riwayat perdarahan paska koitus, terhadap kejadian kanker serviks di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam Malik Medan. 2. Mengetahui gambaran stadium kanker serviks, luaran histopatologi pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa : 1. Menambah bukti ilmiah mengenai karakteristik penderita kanker serviks, gambaran histopatologi pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK.USU – RSUP. H. Adam Malik Medan. 2. Mengurangi angka kejadian kanker serviks melalui pencegahan dan pengobatan. 3. Data dasar untuk perkembangan penelitian lebih lanjut untuk karakteristik dan distribusi karsinoma serviks. ABSTRAK Kanker serviks adalah penyakit keganasan pada serviks. Menurut American Cancer Society 2008, kanker serviks adalah penyakit kanker wanita yang didiagnosis terbanyak ketiga di dunia, dengan perkiraan kasus baru sebanyak 529.800 di dunia, dimana lebih dari 85 terdapat pada negara berkembang. Kanker serviks juga merupakan penyebab kematian terbanyak pada penderita kanker wanita di dunia pada tahun 2008, dengan perkiraan 275.100 kasus kematian setiap tahunnya, dimana sekitar 159.800 kematian terjadi di Negara-negara Asia. Kanker serviks juga memberikan dampak yang sangat besar baik dari segi harapan hidup, angka kesembuhan, lama penderitaan serta tingginya biaya pengobatan. Maka dari itu diperlukan suatu penelitian tentang data dasar karakteristik penderita kanker serviks. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan data sekunder berupa rekam medik penderita kanker serviks dari januari 2011 – desember 2014 RSUP. H. Adam Malik yang berstatus sebagai rumah sakit rujukan Sumatera Utara. Data yang didapatkan lalu diolah menggunakan program SPSS. Dari 313 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, ditemukan golongan terbanyak berumur diatas 45 tahun 70. Dengan usia koitus pertama tertinggi berumur 20 – 30 tahun 63,9. Memiliki jumlah pasangan satu orang sebanyak 90,7. Dengan rata-rata pendidikan sedang yaitu SMP - SMA 67,4. Paritas yang dimiliki terbanyak adalah 3 – 5 56,5. Jenis histopatologi tertinggi Karsinoma sel skuamosa 76,0. Stadium terbanyak yang ditemukan IIIB 57,5. Adanya riwayat perdarahan pervagina lebih dari setengah keseluruhan sampel 56,9. Pekerjaan suami terbanyak adalah wirawasta 44,1. Penatalaksanaan yang diberikan terbanyak adalah untuk terapi radiasi 60,4. Kata Kunci : Kanker serviks, Karakteristik