Efek Pemakaian Jangka Panjang Obat Anti Epilepsi terhadap Fungsi Hati dan Profil Lipid pada Pasien Epilepsi

(1)

EFEK PEMAKAIAN JANGKA PANJANG OBAT

ANTI EPILEPSI TERHADAP FUNGSI HATI

DAN PROFIL LIPID PADA PASIEN EPILEPSI

OLEH

SAULINA SEMBIRING

20083

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTERSPESIALIS DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN USU MEDAN

2015


(2)

ii

Epilepsi terhadap Fungsi Hati dan Profil Lipid pada Pasien Epilepsi

Nama : Saulina Sembiring Nomor Register CHS : 20083

Program Studi : Neurologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) Ketua

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS-I

dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) dr. Zainuddin Amir, M.Ked (Paru) Sp.P(K)


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Efek Pemakaian Jangka Panjang Obat Anti Epilepsi terhadap Fungsi Hati dan Profil Lipid pada Pasien Epilepsi.

Nama : Saulina Sembiring

Nomor Register CHS : 20083 Program Studi : Neurologi

Menyetujui

Pembimbing III

dr.Irina K. Nasution M.Ked (Neu), Sp.S NIP. 198009032006042001

Pembimbing II

dr.Puji Pinta OS, Sp.S NIP. 196105151989112001

Pembimbing I

dr. Rusli Dhanu,Sp.S(K)_ NIP. 19530916 198203 1 003

Mengetahui / Mengesahkan :

Ketua Departemen / SMF Neurologi FK USU/RSUPHAM Medan

dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) NIP. 19530916 198203 1 003

Ketua Program Studi/ SMF Neurologi FK USU/ RSUP HAM Medan

dr. Yuneldi Anwar.Sp.S(K) NIP. 19530601 198103 1 004


(4)

iv

1. Prof. Dr. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) 2. Prof. dr. Darulkutni Nasution, SpS(K) 3. dr. Darlan Djali Chan, SpS

4. dr. Yuneldi Anwar, SpS(K) 5. dr. Rusli Dhanu, SpS(K) 6. dr. Aldy S. Rambe, SpS (K)

7. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, SpS(K) 8. dr. Puji Pinta O. Sinurat, SpS

9. dr. Khairul P. Surbakti, SpS 10. dr. Cut Aria Arina, SpS 11. dr. Kiki M. Iqbal, SpS 12. dr. Alfansuri Kadri, SpS 13. dr. Aida Fitri, SpS

14. dr. Irina Kemala Nasution,M.Ked(Neu), SpS 15. dr. Haflin Soraya Hutagalung, SpS

16. dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked. (Neu) , SpS 17. dr. Iskandar Nasution, Sp.S FINS.

18. dr. RA. Dwi Pujiastuti, MKed. (Neu) ,SpS, 19. dr. Charil Amin Batubara, MKed. (Neu) ,SpS,


(5)

v

EFEK PEMAKAIAN JANGKA PANJANG OBAT EPILEPSI

TERHADAP FUNGSI HATI DAN PROFIL LIPID

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 27 Januari 2015

SAULINA SEMBIRING


(6)

vi

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME, yang atas segala berkat, dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyatakan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada saya kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku Guru Besar Tetap

Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

3. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K), Ketua Program Studi Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.

5. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), dr.Puji Pinta OS, Sp.S, dan dr. Irina K. Nasution, M.Ked (Neu), Sp.S selaku pembimbing, yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan


(7)

vii

penyelesaian tesis ini.

6. Guru-guru saya: Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K), dr. Darlan Djali Chan, Sp.S, dr. Aldy S Rambe, Sp.S(K), Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; dr.Iskandar Nasution, Sp.S FINS; dr. S. Irwansyah, Sp.S (alm); dr. Mayor (CKM) Antun Subono, Sp.S, MSc, Cut Aria Arina, Sp.S, dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S; dr. Alfansuri Kadri, Sp.S; dr. Dina Listyaningrum, M.Si.Med, Sp.S; dr. Aida Fitri, Sp.S; dr.Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S, dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S, dr. R.A. Dwi Pujiastuti, M.Ked(neu), Sp.S, dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S, dan guru lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf.

7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktunya yang berharga untuk berdiskusi dan membimbing saya dalam penulisan tesis ini.

8. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf.

9. Direktur RS.Haji Mina Medan beserta staf, Direktur Rumkit Tk. I Bukit Barisan Medan beserta staf, Direktur RS. Tembakau Deli Medan beserta staf, tempat saya menjalani pendidikan, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala fasilitas dan kerjasama yang baik selama ini.

10. Direktur RSUD. HKBP Balige beserta staf, tempat dimana saya pernah bertugas sebagai bagian dari pendidikan, saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala kebaikan, keramahan dan kerjasama yang baik selama penulis menjalani tugas.


(8)

viii

Li, dimana pun Ibu berada, semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada Ibu.

12. Kepada seluruh guru-guru saya sejak pendidikan taman kanak-kanak hingga universitas, terima kasih atas segala bekal ilmu dan suri tauladan yang Bapak/Ibu guru berikan, yang telah membentuk saya menjadi manusia seperti sekarang ini. Tak mampu saya membalas jasa dan budi baik Bapak/Ibu sekalian. Semoga Tuhan YME senantiasa melimpahkan berkat dan kebaikan dunia akhirat bagi Bapak/Ibu guru semua.

13. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, teristimewa kepada teman –teman seangkatan (dr.Fridameria Silitonga, dr. Inta Lismayani, dr.Anita Surya, dr.Leni Wardaini, dr. Seri Ulina Barus, dr. Suherman A.Tambunan) yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Saraf serta kakak-kakak senior dan adik-adik junior, terima kasih atas hari-hari yang penuh warna yang telah kita jalani bersama. Semoga kita semua akan mampu meraih segala yang kita cita-citakan.

14. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana saya pernah bertugas selama menjalani pendidikan ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.

15. Semua pasien yang berobat ke Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini

16. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya, Alm. M. Sembiring dan N.


(9)

ix

dan senantiasa memberi dukungan moril dan materi, bimbingan dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.

17. Teristimewa kepada suamiku tercinta Cardi Habeahan ST, yang selalu sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya.

18. Teristimewa kepada buah hatiku tercinta Kania Lydia Sweta Habeahan dan Titania Debora Diandra Habeahan yang telah menjadi motivasi dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini dan mendampingi mama dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka selama mama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi. 19. Ucapa terima kasih juga kepada kakak saya Bertiana Sembiring, Maria

P Sembiring,ST,MT, dan adik saya tercinta Jhonny Hartanta Sembiring,ST,MT yang senantiasa membantu dan memberi semangat buat saya untuk menyelesaikan pendidikan ini.

20. Kepada seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya. 21. Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan

satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga, Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua.

Semoga Bapa yang di surga membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.

Penulis

SAULINA SEMBIRING


(10)

x DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : dr.Saulina Sembiring Tempat / tanggal lahir : Medan, 28 Oktober 1974

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln .Pertambangan Komp. Perumahan Ambasador No.82 Medan

Pekerjaan : Dokter PNS di PEMKO Medan

Nama Ayah : M. Sembiring ( Almarhum )

Nama Ibu : N. Perangin-angin

Nama Suami : Cardi Habeahan, ST

Nama Anak : Kania Lydia Sweta Habeahan Titania Debora Diandra Habeahan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1981 – 1987 : SD PKMI 6 Medan Tahun 1987 – 1990 : SMP PKMI 6 Medan

Tahun 1990 – 1993 : SMA Negeri XI Medan,Sumatera Utara Tahun 1994 – 2001 : Pendidikan Dokter umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2010 – sekarang : Pendidikan Spesialis di bidang Ilmu Penyakit

Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2001-2002 : Dokter Jaga di RS Imelda Medan, Klinik Medika Medan,

Tahun 2002 - 2004 : Dokter PTT di Pusk. Pengalihan Keritang Indragiri Hilir Riau

Tahun 2005 – 2010 : Dokter Jaga RSU Martha Friska Medan Tahun 2005 – Sekarang : Dokter PNS di Pustu. Belawan Bahagia PEMKO Medan


(11)

x

DAFTAR SINGKATAN xiv

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xvii DAFTAR LAMPIRAN xviii

ABSTRAK xix

ABSTRACT xx

BAB.I PENDAHULUAN 1

I.1. Latar Belakang 1

I.2. Rumusan Masalah 6

I.3. Tujuan Penelitian 6

I.3.1. Tujuan Umum 6

I.3.2. Tujuan Khusus 7

I.4. Hipotesa 8

I.5. Manfaat Penelitian

BAB.II TINJAUAN PUSTAKA 10

II.1. Epilepsi 10

II.1.1. Definisi 10

II.1.2. Epidemiologi 11

II.1.3. Klasifikasi 12

II.2.1. Obat Anti Epilepsi 13

II.2.1. Sejarah Obat Anti Epilepsi 13

II.2.2. Farmakologi Obat Anti Epilepsi 13

II.2.3. Fenitoin 14

II.2.4. Karbamazepin 16

II.2.5. Asam Valproat 18

II.3. Profil Lipid 20

II.3.1. Definisi 20

II.3.2. Jenis Lipid dan Lipoprotein 20

II.3.3. Transport Lipid 22


(12)

xi

II.3.3.3.Transport Glycosphingolipid pada Golgi 24 II.3.3.4.Transport Phospholipid pada membran plasma 25 II.3.3.5.Transport Lipid oleh Protein ABC 25

II.4. Tes Fungsi Hati 26

II.4.1. Definisi 26

II.4.2. Serum Bilirubin 26

II.4.3. Alanine Amino Transferase (ALT) 27 II.4.4. Aspartate Amino Transferase (AST) 29

II.4.5. Ratio AST/ALT 30

II.4.6. Alkaline Phosphatase (ALP) 31

II.4.7. Gamma Glutamyl Transferase 32

II.4.8. Nucleotidase 34

II.4.9. Ceruloplasmin 35

II.4.10.ᾳ- fetoprotein (AFP) 35

II.4.11.Efek Pemakaian Obat Jangka Panjang Obat Anti 37 Epilepsi Dengan Profil Lipid dan Fungsi Hati

II.5. Kerangka Teori 39

II.6. Kerangka Konsep 40

BAB III. METODE PENELITIAN 41

III.1. Tempat dan Waktu 41

III.2. Subjek Penelitian 41

III.2.1. Populasi sasaran 41

III.2.2. Populasi terjangkau 42

III.2.3. Besar sampel 42

III.2.4. Kriteria inklusi Kasus 43

III.2.5. Kriteria eksklusi Kasus 43

III.2.6. Kriteria inklusi Kontrol 44

III.2.7. Kriteria eksklusi Kontrol 44

III.3. Batasan Operasional 44


(13)

xii

III.6.2. Kerangka Operasional 48

III.6.3. Variabel yang diamati 49

III.6.4. Analisa Statistik 49

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 51

IV.1. Hasil Penelitian 51

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian 51

IV.1.2. Efek Pemakaian Jangka Panjang Obat Anti Epilepsi 54 Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar Tes

Fungsi hati

IV.1.3. Efek Pemakaian Jangka Panjang Obat Anti Epilepsi 56 Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar Tes

Profil Lipid

IV.1.4. Efek Pemakaian Jangka Panjang Dosis Obat Anti 58 Epilepsi Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar

Tes Fungsi Hati

IV.1.5.EfekPemakaianJangkaPanjangDosisObatAntiEpilepsi 59 Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar Tes

Profil Lipid

IV.1.6.Efek Pemakaian Jangka Panjang Durasi Obat Anti 61 Epilepsi Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar

Tes Fungsi Hati

IV.1.7. Efek Pemakaian Jangka Panjang Durasi Obat Anti 62 Epilepsi Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar

Tes Profil Lipid IV.2. Pembahasan

IV.2.1. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian 63 IV.2.1.1.Karakteristik Demografi Subjek Penelitian 64 Kelompok Kasus Monoterapi, Politerapi

dengan Kontrol


(14)

xiii

IV.2.3. Efek Pemakaian Jangka Panjang Obat Anti Epilepsi 66 Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar

Tes Profil Lipid

IV.2.4. Efek Pemakaian Jangka Panjang Durasi Obat 67 Anti Epilepsi Monoterapi dan Politerapi Terhadap

Kadar Tes Fungsi Hati

IV.2.5. Efek Pemakaian Jangka Panjang Durasi Obat 68 Anti Epilepsi Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar Tes Profil Lipid

IV.2.6. Efek Pemakaian Jangka Panjang Dosis Obat 70 Anti Epilepsi Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar Tes Fungsi Hati

IV.2.7. Efek Pemakaian Jangka Panjang Obat Anti Epilepsi 71 Monoterapi dan Politerapi Terhadap Kadar

Tes Profil Lipid

IV.2.8. Keterbatasan Penelitian 72

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 74

V.1. Kesimpulan 74

V.2. Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 76

LAMPIRAN 79


(15)

xiv DAFTAR SINGKATAN

AED : Anti Epileptic Drug

AFP : α-fetoprotein

ALP : Alkaline phosphatase

ALT : Alanine aminotransferase AST : Aspartate aminotransferase

ATP : Adenosine triphosphate CBZ : Carbamazepin

CADP : Chronic Active Liver Disease DB : Direct bilirubi

ER : Endoplasmic Reticulum GGT : Gamma glutamyltransferase

HCC : Hepatocellular Carcinoma HDL-C : High-Density Lipoprotein-C

LDC-C : Low-Density Lipoprotein-C

LPL : Lipoprotein lipase

Lp : Lipoprotein PB : Phenobarbital

PC : Phosphatidylcholine

PE : Phosphatidylethanolamine


(16)

xv

SGPT : Serum Glutamic-Pyruvic Transaminase

SSP :Susunan Saraf Pusat

SIDS :Sudden Infant Death Syndrome TB :Total bilirubin

TC :Total Cholesterol

TG :Trygliceride

UDP-Glucuronyltransferase:Uridine5'DiphosphoGlucuronosyltransferase VA :Valproic Acid

VLDL :Very Low-Density Lipoprotein WD :Wilson Disease


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel.1 Klasifikasi Internasional Epileptic Seizure

Tabel.2 Dosis Obat Anti Epilepsi

Tabel.3 Klasifikasi plasma Lipoprotein berdasarkan densitasnya Tabel.4 Apolipoprotein yang muncul pada plasma lipoprotein manusia Tabel.5 Metabolisme dari obat anti epilepsi

Tabel.6 Karakteristik Demografi Subjek Penelitian Kelompok Kasus Monoterapi dengan Kelompok Kontrol.

Tabel.7 Karakteristik Demografi Subjek Penelitian Kelompok Kasus

12 14 21 22 38 53 54 Politerapi dengan Kelompok Kontrol

Tabel.8 Besar Resiko Pemakaian Obat Anti Epilepsi Monoterapi dibandingkan dengan Kontrol Terhadap Tes Fungsi Hati

55

Tabel.9 Besar Resiko Pemakaian Obat Anti Epilepsi Politerapi dibandingkan dengan Kontrol Terhadap Tes Fungsi Hati

Tabel.10 Besar Resiko Pemakaian Obat Anti Epilepsi Monoterapi dibandingkan dengan Kontrol Terhadap Tes Profil Lipid

Tabel.11 Besar Resiko Pemakaian Obat Anti Epilepsi Politerapi dibandingkan dengan Kontrol Terhadap Tes Profil Lipid

56 57

58

Tabel.12 Besar Resiko Pemakaian dosis Obat Anti Epilepsi 59 Monoterapi dan Politerapi Terhadap Tes Fungsi Hati

Tabel.13 Besar Resiko Pemakaian dosis Obat Anti Epilepsi 61 Monoterapi dan Politerapi Terhadap Tes Profil Lipid

Tabel.14 Besar Resiko Pemakaian durasi Obat Anti Epilepsi 62


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kimiawi obat anti epilepsi 13


(19)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian 79 Lampiran 2. Surat persetujuan ikut dalam penelitian 81 Lampiran 3. Lembar pengumpulan data penelitian 82 Lampiran 4.

Lampiran 6.

Surat Komite Etik Bidang Kesehatan

Data Dasar Penelitian


(20)

xix dan membutuhkan pengobatan jangka panjang. Penelitian ini secara retrospektif meneliti efek pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi baik yang monoterapi maupun politerapi, durasi, dosis terhadap kadar fungsi hati dan profil lipid.

Metode : Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol pada 48 pasien, yang diambil dari april 2014 hingga januari 2015. Terdapat tiga kelompok dalam studi ini, yaitu dua kelompok kasus dan satu kelompok kontrol. Kelompok kasus merupakan pasien epilepsi yang diterapi obat anti epilepsi lebih dari 3 bulan baik yang monoterapi maupun politerapi. Kelompok kontrol merupakan pasien yang tidak menderita epilepsi. Pada kelompok kasus maupun kontrol dilakukan pengambilan darah untuk dilakukan tes fungsi hati dan tes profil lipid. Data dianalisa menggunakan menggunakan uji Chi-Square. Hubungan dinyatakan sebagai OR (odds ratio) dengan Confidence Interval (CI) 95%. Hasil : Jumlah total adalah 48 subjek yang memenuhi kriteria, masing-masing kelompok terdiri dari 16 pasien. Pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar fungsi hati namun bersifat tidak signifikan kecuali pada bilirubin total dan bilirubin direk yan signifikan. Pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar profil lipid namun bersifat tidak signifikan kecuali pada kadar trigliserida.Pemakaian jangka panjang dosis obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar fungsi hati, namun tidak signifikan. Pemakaian jangka panjang dosis obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar profil lipid namun tidak signifikan kecuali asam valproat yang menurunkan resiko peningkatan kadar HDL, LDL kolesterol total. Pemakaian durasi jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR<1) menurunkan kadar pada kadar fungsi hati kecuali pada SGOT. Pemakaian durasi jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar profil lipid kecuali HDL (OR<1).

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa pemakaian obat anti epilepsi jangka panjang mempunyai efek terhadap peningkatan kadar fungsi hati dan profil lipid.

Kata Kunci : obat anti epilepsi jangka panjang, monoterapi, politerapi, tes fungsi hati, tes profil lipid


(21)

xx Background: Epilepsy is one of the most common disorders of the nervous system and needed to long-term treatment. This study retrospectively investigated the effects of long-term use of anti epileptic drugs either monotherapy or polytherapy, duration, dose to levels of liver function and lipid profile.

Methods : This study is case- control study on 48 patients, who were taken from April 2014 untill january 2015. There were 3 groups in this study, two case groups and one control group. Case groups were patients with epilepsy who treated with anti epileptic drugs more than 3 month Control subjects were patients other than epilepsy. Both case and control subjects were taked blood sampling to assed liver function test and lipid profile test.about anger expression style using a structured questionnaire. Data were analyzed with Chi-Square. Associations are presented as odds ratio (OR) with 95% confidence intervals (CI).

Results : A total of 48 subjects were eligible, each group consisted of 16 subjects. Odds ratio for long-term of anti epileptic drugs monotherapy or polytherapy were elevated levels of liver function, but not significantly,excepted in total bilirubin and direct bilirubin were significanly.Odds ratio for long-term of anti epileptic drugs monotherapy or polytherapy were elevated levels of lipid profil, but not significantly,excepted in triglycerides was significanly. Odds ratio for long-term of drugs dose anti epileptic, monotherapy or polytherapy were elevated levels of liver function, but not significanly.Odds ratio for long-term of drugs dose anti epileptic monotherapy or polytherapy were elevated levels of lipid profile, but not significantly excepted valproid acid decreased level of profile lipid. Odds ratio for long-term of drugs dose anti epileptic, monotherapy or polytherapy were elevated levels of liver function, but not significanly excepted in SGOT was significanly but Odds ratio for long-term of drugs duration anti epileptic monotherapy or polytherapy were elevated levels of lipid profile, but not significantly excepted HDL was decreased .

Conclusion : This study showed that effects of long-term anti epileptic drugs increased the risk of eleveted level of liver function and lipid

Keywords : long-term anti epileptic drugs, monotherapy,polytherapy, liver function test, lipid profile test.


(22)

xix dan membutuhkan pengobatan jangka panjang. Penelitian ini secara retrospektif meneliti efek pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi baik yang monoterapi maupun politerapi, durasi, dosis terhadap kadar fungsi hati dan profil lipid.

Metode : Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol pada 48 pasien, yang diambil dari april 2014 hingga januari 2015. Terdapat tiga kelompok dalam studi ini, yaitu dua kelompok kasus dan satu kelompok kontrol. Kelompok kasus merupakan pasien epilepsi yang diterapi obat anti epilepsi lebih dari 3 bulan baik yang monoterapi maupun politerapi. Kelompok kontrol merupakan pasien yang tidak menderita epilepsi. Pada kelompok kasus maupun kontrol dilakukan pengambilan darah untuk dilakukan tes fungsi hati dan tes profil lipid. Data dianalisa menggunakan menggunakan uji Chi-Square. Hubungan dinyatakan sebagai OR (odds ratio) dengan Confidence Interval (CI) 95%. Hasil : Jumlah total adalah 48 subjek yang memenuhi kriteria, masing-masing kelompok terdiri dari 16 pasien. Pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar fungsi hati namun bersifat tidak signifikan kecuali pada bilirubin total dan bilirubin direk yan signifikan. Pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar profil lipid namun bersifat tidak signifikan kecuali pada kadar trigliserida.Pemakaian jangka panjang dosis obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar fungsi hati, namun tidak signifikan. Pemakaian jangka panjang dosis obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar profil lipid namun tidak signifikan kecuali asam valproat yang menurunkan resiko peningkatan kadar HDL, LDL kolesterol total. Pemakaian durasi jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR<1) menurunkan kadar pada kadar fungsi hati kecuali pada SGOT. Pemakaian durasi jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi berefek (OR>1) pada peningkatan kadar profil lipid kecuali HDL (OR<1).

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa pemakaian obat anti epilepsi jangka panjang mempunyai efek terhadap peningkatan kadar fungsi hati dan profil lipid.


(23)

xx Background: Epilepsy is one of the most common disorders of the nervous system and needed to long-term treatment. This study retrospectively investigated the effects of long-term use of anti epileptic drugs either monotherapy or polytherapy, duration, dose to levels of liver function and lipid profile.

Methods : This study is case- control study on 48 patients, who were taken from April 2014 untill january 2015. There were 3 groups in this study, two case groups and one control group. Case groups were patients with epilepsy who treated with anti epileptic drugs more than 3 month Control subjects were patients other than epilepsy. Both case and control subjects were taked blood sampling to assed liver function test and lipid profile test.about anger expression style using a structured questionnaire. Data were analyzed with Chi-Square. Associations are presented as odds ratio (OR) with 95% confidence intervals (CI).

Results : A total of 48 subjects were eligible, each group consisted of 16 subjects. Odds ratio for long-term of anti epileptic drugs monotherapy or polytherapy were elevated levels of liver function, but not significantly,excepted in total bilirubin and direct bilirubin were significanly.Odds ratio for long-term of anti epileptic drugs monotherapy or polytherapy were elevated levels of lipid profil, but not significantly,excepted in triglycerides was significanly. Odds ratio for long-term of drugs dose anti epileptic, monotherapy or polytherapy were elevated levels of liver function, but not significanly.Odds ratio for long-term of drugs dose anti epileptic monotherapy or polytherapy were elevated levels of lipid profile, but not significantly excepted valproid acid decreased level of profile lipid. Odds ratio for long-term of drugs dose anti epileptic, monotherapy or polytherapy were elevated levels of liver function, but not significanly excepted in SGOT was significanly but Odds ratio for long-term of drugs duration anti epileptic monotherapy or polytherapy were elevated levels of lipid profile, but not significantly excepted HDL was decreased .

Conclusion : This study showed that effects of long-term anti epileptic drugs increased the risk of eleveted level of liver function and lipid

Keywords : long-term anti epileptic drugs, monotherapy,polytherapy, liver function test, lipid profile test.


(24)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Epilepsi merupakan salah satu gangguan yang paling umum dari sistem saraf. Prevalensi epilepsi diperkirakan lebih dari dua juta kasus di Amerika Serikat dan ada sekitar enam juta orang yang menderita epilepsi di India dengan tingkat prevalensi 9/1000. Pada kebanyakan studi, tingkat prevalensi terletak antara 4 dan 10 per 1000 penduduk (P Kumar, 2008).

Di Amerika Serikat, sekitar 100.000 kasus baru dengan diagnosa epilepsi. Di Inggris, antara 1 dari 140 dan 1 dari 200 orang (setidaknya 300.000 orang) saat ini sedang dirawat karena epilepsi. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa antara 70% dan 80% epilepsi akan masuk ke remisi, sedangkan pasien yang tersisa terus mengalami kejang dan refrakter terhadap pengobatan dengan terapi yang tersedia (Khot SS, dkk, 2010).

Perubahan keadaan akibat dari hasil hypersynchronous

abnormal dan berlebihan yang terjadi pada sekelompok neuron epileptik di otak. Menurut Epilepsi Kanada, epilepsi mempengaruhi sekitar 0,6% dari populasi Kanada. Lebih khusus lagi, epilepsi mempengaruhi sekitar 0,3% dari anak-anak usianya antara 0-11


(25)

tahun, 0,6% dari anak-anak antara usia 12-14 tahun, dan 0,6% dari remaja antara usia 16-24 tahun (Cheng LS, dkk 2010).

Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil dari studi berbasis populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar 0,7-1,0% dan bila jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta maka sekitar 1,5-2 juta orang kemungkinan mengidap epilepsi dan kasus baru sekitar 250.000 pertahun (Hawari, 2012).

Hati adalah organ utama untuk metabolisme dan eliminasi pada banyak obat antiepilepsi (AED) dan dengan demikian subjek bisa terkena drug-induced toxicity. Ada berbagai macam reaksi hepatotoksik, dari elevasi ringan dan sementara enzim hati sampai kegagalan hati yang fatal (Husein RRS, dkk 2012).

Beberapa penulis telah melaporkan bahwa beberapa obat antiepilepsi, terutama fenitoin, fenobarbital, dan karbamazepin, dapat meningkatkan konsentrasi High-Density Lipoprotein-C ( HDL-C), efek ini telah dikaitkan dengan aktivitas enzim hati yang dinduksi obat ini. Penelitian lain telah menyarankan bahwa pengobatan dengan karbamazepin mengarah kepada kenaikan jangka panjang semua fraksi kolesterol atau pengobatan jangka pendek dengan obat antiepilepsi yang menginduksi enzim hati


(26)

menyebabkan peningkatan kadar Total Cholesterol (TC) tetapi tidak pada HDL-C (Yilmaz E dkk, 2001).

Pada penelitian yang dilakukan Suzanne Bramswig dkk, 2003 pengobatan karbamazepin (CBZ) menyebabkan perubahan yang signifikan pada Lipoprotein( Lp) (a) serta fraksi lipoprotein lain (total dan low-density lipoprotein (LDL)-cholesterol,trigliserida). Konsentrasi Lp (a) meningkat secara signifikan dengan median (kisaran) dari 14,0 (1,0-75) mg / dl sebelumnya dibandingkan 19,8 (1,0-103) mg / dl selama administrasi obat (p <0,001). Kadar kolesterol total dan LDL kolesterol masing-masing signifikan meningkat dari 190 ± 30-209 ± 25 mg / dl (p <0,006) dan dari 126 ± 27-142 ± 25 mg / dl (p <0,011). Selain itu, peningkatan yang signifikan dalam konsentrasi trigliserida (TG) yang diamati (95 ± 39 vs 107 ± 37 mg / dl, p <0,025), sedangkan kolesterol HDL tetap tidak berubah (45 ± 8 vs 45 ± 7 mg / dl).

Pada penelitian Nikolaos T dkk, 2004 rata-rata kadar serum TC secara signifikan lebih tinggi (p <0,001) pada kelompok yang mendapat CBZ daripada kontrol. Rata-rata kadar serum TC juga lebih tinggi, tapi tidak signifikan pada kelompok yang menerima fenitoin (PHT) atau fenobarbital (PB). Rata-rata kadar serum TC secara signifikan lebih rendah (p <0,05) pada kelompok yang mendapat asam valproat (VA). Pada kelompok yang menerima CBZ, kadar HDL-C secara signifikan lebih tinggi (p <0,001),


(27)

sedangkan pada kelompok yang menerima PB atau PHT non-signifikan lebih tinggi dan non-non-signifikan lebih rendah pada kelompok yang menerima VA. Mean kadar serum LDL-C secara signifikan lebih tinggi (p<0,05) pada kelompok pasien yang menerima CBZ atau PHT, non-signifikan lebih tinggi pada kelompok yang mendapat PB, dan non-signifikan lebih rendah pada kelompok pasien yang menerima VA. Rata-rata serum TG tidak signifikan lebih tinggi pada kelompok pasien kecuali yang menerima VA yang memiliki kadar serum rendah TG dibandingkan dengan kontrol.

Pada penelitian EL Masri R dkk, 2013 pasien epilepsi yang menerima VA menunjukkan peningkatan signifikan yang tinggi secara statistik antara kasus dan kelompok kontrol dalam tingkat

Aspartate aminotransferase (AST)) (p <0,01), sedangkan tidak ada perbedaan signifikan dengan Alanine aminotransferase (ALT),

Alkaline phosphatase (ALP), tingkat Gamma glutamyltransferase (GGT) dan Total bilirubin (TB), Direct bilirubin (DB), urea, kreatinin dan konsentrasi asam urat dibandingkan dengan kontrol.

Pada penelitian Aggarwal A dkk, 2004 melakukan penelitian

untuk melihat efek karbamazepin terhadap fungsi hati dan profil

lipid dijumpai hasil signifikan meningkat pada kadar TC,LDL-C and

HDL-C dibandingkan dengan kontrol (P <0.001). Juga peningkatan


(28)

Bagaimanapun kadar very low-density lipoprotein (VLDL), TG,

LDL/HDL, TC/HDL, totalbilirubin dan SGPT tidak signifikan.

Pada penelitian Hussein RRS dkk, 2012 dijumpai perbedaan yang signifikan pada grup yang mengkonsumsi karbamazepin (p=0,048) dan asam valproat (p=0,027) tetapi tidak signifikan yang mengkonsumsi phenitoin (p=0,484) terhadap kadar dari AST, hanya pada kadar ALP yang menkonsumsi karbamazepin yang signifikan dengan p=0,029, sedangkan pada kadar ALT semuanya tidak ada yang signifikan.

Pada penelitian Dewan P dkk, yang dilakukan pada anak rata-rata kolesterol pada anak yang mendapat fenitoin 15.9% lebih tinggi dibandingkan anak yang mendapat asam valproat yang rata-rata TC lebih tinggi 5.5% dibanding kontrol . Anak yang mendapat fenitoin lebih tinggi rata-rata kadar HDL-Cdan LDL-C dibandingkan kontrol dan grup VA. Kadar TC, TC/HDL-C dan HDL-C/TC

sebanding pada ketiga grup. Korelasi yang signifikan secara

statistik diperoleh antara dosis fenitoin dan kadar serum TG ( r = 0,54, P < 0,001 ) serta kadar VLDL-C ( r = 0,55 , P < 0,001 ). Tidak ada korelasi antara durasi pengobatan fenitoin dan fraksi serum lipid. Proporsi masing-masing anak dengan serum TC yang

abnormal ( ≥ 200 mg / dL ) dan HDL ( ≥ 35 mg / dL ), secara signifikan lebih tinggi pada kelompok fenitoin dibandingkan dengan kontrol yaitu , 10/25 vs 27/2 ( P = 0,005, OR = 8,3, 95 % CI =


(29)

1,6-43,3 ), dan 18/25 vs 10/25 ( P = 0,012, OR = 4,4 , 95 % CI = 1,3-14,1). Tingkat serum alkali fosfatase pada anak-anak dalam kelompok fenitoin secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol ( P = 0,03 ).

Pada penelitian Yilma dkk, 2001 yang dilakukan pada anak dijumpai karbamazepin peningkatan kadar yang signifikan Trigliserida, total kolesterol, HDL, LDL setelah mengkonsumsi

setelah 3 bulan dengan p<0,05, pada fenobarbital dijumpai hanya

meningkat pada kadar trigliserida setelah mengkonsumsi 3 bulan, sedangkan asam valproat tidak dijumpai peningkatan yang signifikan baik setelah 3 bulan dan setelah 1 tahun.

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah efek pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi terhadap kadar tes fungsi hati dan profil lipid pada pasien epilepsi?

I.3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan : I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar tes fungsi


(30)

hati dan profil lipid pada pasien epilepsi di RSUP H.Adam Malik dan jejaring.

I.3.2. Tujuan Khusus

I.3.2.1.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi tehadap kadar tes fungsi hati pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan jejaring.

I.3.2.2.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar profil lipid pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan jejaring. I.3.2.3.Untuk mengetahui efek pamakaian jangka panjang dosis

obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar tes fungsi hati pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan jejaring.

I.3.2.4.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang dosis obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar profil lipid pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan jejaring.

I.3.2.5.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang durasi obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar tes fungsi hati pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malikdan jejaring.


(31)

I.3.2.6.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang durasi obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar profil lipid pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan jejaring.

I.3.2.7.Untuk mengetahui karakteristik demografi, variabel obat anti epilepsi pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan jejaring.

I.4. HIPOTESA

I.4.1.Terdapat efek antara pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi dengan fungsi hati

I.4.2.Terdapat efek antara pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi dengan profil lipid

I.5. MANFAAT PENELITIAN

I.5.1.Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara keilmuwan tentang efek jangka panjang obat anti epilepsi terhadap tes fungsi hati dan profil lipid pada pasien epilepsi, sehingga diperlukan pemeriksaan tes fungsi hati dan profil lipid secara berkala pada pasien epilepsi.


(32)

I.5.2. Manfaat penelitian untuk penelitian

Penelitin ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian penelitian selanjutnya tentang efek pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi terhadaptes fungsi hati danprofil lipid

I.5.3. Manfaat untuk masyarakat

Dengan mengetahui adanya efek jangka panjang obat anti epilepsi dengan tes fungsi hati dan profil lipid bisa menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan obat anti epilepsi dan efek samping yang dapat ditimbulkannya sehingga pengobatan menjadi lebih maksimal.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1. EPILEPSI

II.1.1. Defenisi

Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi sindrom gangguan otak yang berbeda dari sistem saraf pusat yang ditandai dengan pelepasan berlebihan sejumlah besar neuron. Ini adalah suatu kondisi kecacatan, terutama gangguan yang dikarenakan ketidakpastian dan menjadi gangguan neurologis umum di seluruh dunia (Husein RRS dkk,2013).

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi adalah manisfestasi klinik yang disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron. Manisfestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan sementara berupa perubahan perilaku yang stereotipik, dapat menimbulkan gangguan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, otonom ataupun psikik. Sindrom epilepsi merupakan kumpulan gejala dan tanda klinik yang unik untuk suatu epilepsi. Dikenal juga istilah penyakit epilepsi yang merupakan suatu keadaan patologik dengan satu etiologi yang spesifik (Kelompok studi epilepsI, 2011).


(34)

II.1.2. Epidemiologi

Epilepsi adalah kondisi neurologis yang serius yang paling umum dan sekitar 50 juta orang di seluruh dunia memilikinya. Penyakit neurologis dengan akun penyakit 1% dari penyakit global (WHO). Hal ini sama dengan kanker paru-paru pada pria dan kanker payudara pada wanita. Di India diperkirakan memiliki 60-80 lakh orang dengan epilepsi .Di AS, sekitar 100.000 kasus baru didiagnosis epilepsi. Di Inggris, antara 1 di 140 dan 1 dari 200 orang (setidaknya 300.000 orang) saat ini sedang dirawat karena epilepsi. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa antara 70 dan 80% dari orang-orang dengan epilepsi akan masuk ke remisi, sedangkan pasien yang tersisa terus mengalami kejang dan refrakter terhadap pengobatan dengan terapi yang tersedia ( Khott SS dkk, 2012).

Menurut Epilepsi Kanada, epilepsi mempengaruhi sekitar 0,6% dari populasi Kanada. Lebih khusus lagi, epilepsi mempengaruhi sekitar 0,3% dari anak-anak antara usia 0-11, 0,6% dari anak-anak antara usia 12-14, dan 0,6% dari remaja antara usia 16-24. Bentuk yang paling umum dari pengobatan untuk kontrol kejang melibatkan penggunaan obat antiepilepsi (Cheng LS dkk, 2010).

Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil studi berbasis populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar 0,7-1,0% dan bila


(35)

jumlah penduduk sekitar 220 juta maka 1,5-2 juta orang kemungkinan mengidap epilepsi dengan kasus baru 250.000 pertahun (Hawari, 2012).

Meskipun prognosis untuk mayoritas pasien dengan epilepsi baik, > 30% pasien tidak memiliki remisi meskipun terapi obat antiepilepsi yang sesuai (Chuang CY dkk 2012).

II.1.3. Klasifikasi

Klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi menurut ILAE, dimana terdiri dari dua macam klasifikasi, yaitu jenis bangkitan epilepsi dan sindrom epilepsi (Kelompok studi epilepsi, 2011).

Tabel 1. Klasifikasi Internasional Epileptic Seizures

Dikutip dari Ropper, Allan H., Brown, Robert H. 2005. Adams and Victor’s: Principles of Neurology. 8th edition. United States of America. McGraw-Hill.


(36)

II.2. OBAT ANTI EPILEPSI II.2.1. Sejarah Obat Anti Epilepsi

Sebelum obat anti epilepsi ditemukan dan dikembangkan, pengobatan epilepsi dengan pemberian obat herbal dan ekstrak hewan. Pada tahun 1857, Sir Charles Locock melaporkan kesuskesan penggunaan potassium bromide pada pengobatan epilepsi. Pada tahun 1912, fenobarbital pertama kali digunakan untuk terapi epilepsi, dan 25 tahun berikutnya, 35 analog fenobarbital dipelajari sebagai antikejang. Pada tahun 1938, fenitoin ditemukan efektif melawan bangkitan pada kucing (Porter dkk, 2001).

II.2.2. Farmakologi Dasar Obat Anti Epilepsi

Hingga tahun 1990, 16 anti epilepsi telah ada, dan 13 diantaranya diklasifikasikan kedalam 5 kel. kimiawi, yaitu: barbiturat, hydantoin,

oxazolidinediones, succinimides dan acetylureas (Porter dkk, 2001).

Gambar 1. Struktur kimiawi obat anti epilepsi.

Dikutip dari: Lullmann, H., Mohr, K., Ziegler, A., Bieger, D. 2000. Color Atlas of Pharmacology. New York. Theme Stuutgart.


(37)

Obat anti epilepsi menunjukkan beberapa sifat farmakokinetik sama walaupun struktur dan sifat kimiawi lumayan berbeda. Walaupun, beberapa komposisi mudah larut, absorbsi biasanya baik dengan 80-100% dosis sudah mencapai sirkukasi (Porter dkk, 2001).

Tabel 2. Dosis obat anti epilepsi

Dikutip dari: Panayiotopoulos, C.P. 2010. Atlas of epilepsies. Springer-Verlag London Limited

II.2.3. Fenitoin

Merritt dan Putnam memperkenalkan fenitoin (PHT) sebagai antikonvulsan pada tahun 1938. Fenitoin adalah salah satu senyawa yang paling umum digunakan untuk mengobati kejang umum sekunder tonik-klonik dan status epileptikus. Sembilan puluh lima persen dari PHT adalah


(38)

bio-transformasi oleh hati dan kurang dari 5 % dieliminasi tidak berubah dalam urin. Fenitoin pada dosis yang dapat diterima secara klinis dapat diserap sistem enzim hati yang memetabolisme obat (zero-order kinetics). Hal ini sangat signifikan dengan adanya penyakit hati, dan peningkatan dosis seharusnya bertahap. Gamma GT meningkat pada 50-90 % pasien yang diterapi dengan PHT. Meskipun sejumlah studi telah menemukan ALP meninggi dengan terapi PHT angka-angka ini belum direproduksi dalam studi seks–dan usia yang disesuaikan. Peningkatan AST dan ALP dianggap sebagai penanda yang lebih spesifik dari penyakit hati dibandingkan ALT dan GGT. Dengan tidak adanya penyakit hati primer dan sindroma hipersensitivitas obat, elevasi ringan pada enzim secara klinis tidak signifikan. Kerusakan hati karena PHT adalah jarang terjadi, tapi kalau terjadi, 10-38 % kasus akan menjadi outcome yang fatal. Interval antara inisiasi terapi PHT dan timbulnya kelainan klinis berkisar dari 1 sampai 6 minggu pada sebagian besar pasien. Gejala yang paling umum adalah demam, ruam, penyakit kuning dan hepatosplenomegali adalah temuan yang umum juga, dan sebagian besar pasien mengalami komplikasi perdarahan. Fitur biokimia dari PHT hepatotoksisitas berubah-ubah tetapi umumnya termasuk bilirubin serum yang abnormal, transaminase, dan kadar ALP, serta eosinofilia dan leukositosis ( Ahmed SZ ).


(39)

Dalam banyak penelitian ditemukan peningkatan konsentrasi kolesterol total dan/atau LDL-C, dan peningkatan HDL-C juga sering dilaporkan. Studi terbaru menunjukkan bahwa PHT adalah menginduksi kuat dari sistem sitokrom P450 ( CYP450 ), yang memberikan efek yang kuat pada serum profil lipid. Oleh karena itu enzim ini menginduksi obat dapat secara substansial yang akan meningkatkan risiko aterosklerosis . PHT secara signifikan berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol total, aterogenik (non HDL) kolesterol dan trigliserida (Khott SS).

II.2.4. Karbamazepin

Karbamazepin efektif untuk pengobatan kejang tonik-klonik parsial dan umum sekunder. Biotransformasi hati merupakan jalur utama eliminasi. Epoksidasi dan hidroksilasi adalah jalur metabolisme utama meskipun reaksi konjugasi juga. Yang paling penting produk metabolik adalah CBZ epoxide, yang telah terbukti secara farmakologi aktif. Karbamazepin menginduksi metabolisme sendiri ( autoinduction ) yang dimulai dalam waktu 24 jam dari inisiasi terapi dan selesai setelah 3-5 minggu pengobatan. Karena itu, ketika mengukur kadar obat CBZ sebaiknya ditunda first measure sampai 4-5 minggu untuk menemukan kadar steady state berikut autoinduction. Terapi dengan obat anti epilepsi yang lain dan beberapa golongan obat lain juga menyebabkan metabolisme CBZ ( heteroinduction ). Karena interaksi ini, dosis tinggi


(40)

CBZ diperlukan untuk menjaga konsentrasi tetap dalam darah. Elevasi sementara dan asimtomatik enzim hati terjadi pada 25-61 % dari pasien yang menerima CBZ. Hepatotoksisitas serius yang terkait CBZ mengambil dua bentuk : reaksi hipersensitif dalam bentuk hepatitis granulomatosa yang disertai demam dan gangguan test fungsi hati , dan suatu hepatitis akut dan nekrosis hepatoseluler dengan demam, ruam, hepatitis dan limfadenopati simulasi infeksi saluran empedu, yang mungkin hasil langsung dari toksisitas obat. Reaksi hepatotoksik dari CBZ biasanya terjadi dalam waktu 3-4 minggu setelah mulai terapi dan independen terhadap tingkat CBZ serum. Gejala biasanya hilang setelah obat dihentikan, namun, hepatotoksisitas fatal dapat terjadi bahkan setelah intervensi dini dan penghentian obat. Pasien rentan terhadap hepatotoksisitas serius tidak bisa dipungkiri (Ahmed SZ).

Dalam banyak penelitian peningkatan kolesterol total dan LDL-C ditemukan, dan peningkatan HDL-C juga sering dilaporkan. Karbamazepin dikenal sebagai agen yang menginduksi kuat enzim sitokrom P - 450 dan dampaknya pada lipoprotein telah banyak dikaitkan dengan aksi enzim induksinya. Karbamazepin juga menginduksi enzim mikrosomal hati, sehingga mengubah metabolisme lipid, asam empedu dan bilirubin. Hal ini menyebabkan perubahan kadar lipid serum dan dengan demikian mempengaruhi perkembangan aterosklerosis. Beberapa studi telah gagal menunjukkan perubahan signifikan dalam lipid serum pada pasien yang menerima CBZ monoterapi, namun sebagian besar


(41)

telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam TC dan fraksi lipid lainnya pada anak-anak epilepsi yang menerima CBZ ( Khott SS ).

II.2.5. Asam Valproat

Asam valproat memiliki spektrum yang luas dari aktivitas terhadap kedua epilepsi fokal dan epilepsi umum . Asam valproat adalah 80-90 % terikat protein. Biotransformasi hati merupakan jalur utama eliminasi dan melibatkan glucuronidation, b-oxidation dan v-oxidation. Penelitian retrospektif telah menunjukkan elevasi sementara aminotransferases hati sampai dengan 10-15 % dari pasien VPA tetapi tidak direproduksi dalam studi prospektif dengan ukuran sampel yang relatif kecil. Jarang, kadar enzim hati lainnya termasuk ALP, laktat dehidrogenase ( LDH ) dan GGT juga akan naik di serum. Pengobatan dapat dilanjutkan jika kenaikan kadar enzim yang moderat : hingga dua sampai tiga kali kadar dasar dan pasien tetap asimtomatik. Jika perubahan dalam fungsi hati dengan gejala klinis dianjurkan untuk menghentikan obat dengan terapi suportif seperti menjaga glukosa serum, suplemen Vitamin K dan terapi karnitin. Langka, reaksi idiosinkrasi terhadap terapi VPA adalah kegagalan hati ireversibel . Insidensi VPA menginduksi disfungsi hati yang fatal tertinggi, 1/500 , pada anak di bawah 2 tahun, diobati dengan polifarmasi. Risiko menurun seiring dengan usia dengan rata-rata 1 /12.000 bila digunakan politherapi dan 1/ 37.000 bila digunakan monoterapi setelah 2 tahun pertama kehidupan. Faktor risiko untuk gagal hati yang diinduksi VPA telah


(42)

diidentifikasi dan meliputi: Usia yang lebih muda, keterbelakangan mental, riwayat gangguan metabolik atau kesalahan metabolisme bawaan, polifarmasi, kondisi stres seperti infeksi dan penyakit hati yang mendasari. Pada orang dewasa risiko reaksi idiosinkrasi lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak. Terapi VA dapat dikaitkan dengan hiperamonemia dengan AST, ALT dan ALP normal. Pada studi vitro telah menunjukkan kausalitas antara VA dan stres oksidatif, terutama ditemukannya defisiensi glutathione. Idiosinkrasi toksisitas hati terhadap VA biasanya terjadi selama 2-3 bulan pertama menyebabkan berkurangnya kewaspadaan, muntah, perdarahan, kejang, anoreksia,

joundice, edema dan asites. Tes laboratorium adalah prediktor hepatotoksisitas dengan VA karena reaksi hepatotoksik telah terjadi bahkan periode yang berkepanjangan setelah kadar enzim hati normal pada saat diterapi. Selanjutnya, parameter klinis diketahui mendahului kelainan laboratorium pada kebanyakan pasien yang memiliki efek samping hati terhadap VA. Penelitian baru menunjukkan adanya penyakit

fatty liver non-alkohol 61 % pada pasien yang diobati VA dibandingkan dengan 23 % yang menerima terapi CBZ (Ahmed SZ).

Enzim inhibitor VA juga berhubungan dengan efek metabolik yang merugikan berbeda dari yang terlihat pada induksi enzim. Obesitas terlihat pada 71 % dari pasien yang diobati dengan VA. Mekanisme mendalilkan termasuk efek pada nafsu makan atau deplesi karnitin yang menyebabkan penurunan metabolisme asam lemak. Sindroma metabolik,


(43)

abdominal obesity, intoleransi glukosa , peninggian trigliserida, HDL–C yang rendah, dan hipertensi - ditemukan pada 41 % wanita yang diobati dengan VA, dibandingkan dengan 5,3 % dengan CBZ dan tidak dengan lamotrigin atau topiramate. Sebuah penelitian prospektif baru-baru ini pada anak-anak yang diikuti selama minimal 2 tahun pada VA menemukan bahwa 40 % obesitas, 43 % berkembang sindroma metabolik, sedangkan pasien yang non - obesitas tidak ada . Meskipun bukti ini mendukung gagasan bahwa kenaikan berat badan akibat obat mendorong perkembangan sindrom metabolik. Efek metabolik berkontribusi terhadap peningkatan risiko vaskular pada pasien yang diobati VA dalam jangka panjang ( Lopinto C ).

II.3. PROFIL LIPID II.3.1. Definisi

Profil lipid adalah gambaran lipid-lipid didalam darah. Profil lipid biasanya memeriksa kadar kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL di dalam darah (Biology online dictionary, 2011).

II.3.2. Jenis Lipid Dan Lipoprotein

Lipoprotein terdiri dari TG, ester kolesterol, fosfolipid, dan apolipoproteins, yang memodulasi katabolisme lipoprotein. Dalam sistem transportasi ke depan, TG-rich very low-density Lipoprotein (VLDL) dikeluarkan oleh hati mengeluarkan asam lemak menjadi adiposit untuk penyimpanan dan untuk konsumsi energi otot jantung dan otot skeletal.


(44)

Lipoprotein lipase (LPL), disekresikan oleh adiposit, otot, dan makrofag, memainkan peran penting dalam pelepasan asam lemak VLDL, dan konversi berikutnya untuk LDL. Kolesterol yang kaya ester LDL, di sisi lain, memberikan kolesterol ke jaringan perifer untuk steroidogenesis dan menjaga integritas membran sel. Sebaliknya, reverse transport system, HDL mengangkut kelebihan kolesterol dari sel ekstrahepatik, seperti makrofag pada dinding pembuluh darah, menuju hati, di mana dapat didaur ulang atau katabolisasi oleh asam empedu (Lee CH dkk, 2003).

Tabel 3. Klasifikasi plasma Lipoprotein berdasarkan densitasnya

Dikutip dari Luthra K. 2007. Intermediary Metabolism :Lipid Metabolism. Komponen protein dari molekul lipoprotein adalah apolipoprotein. Beberapa apolipoprotein merupakan bagian integral dan tidak dapat dihapus sedangkan yang lain bebas untuk ditransfer ke lipoprotein lain (Lutra, 2007)


(45)

Tabel 4. Apolipoprotein yang muncul pada plasma lipoprotein manusia

Dikutip dari Luthra K. 2007. Intermediary Metabolism :Lipid Metabolism

II.3.3. Transport Lipid

Pada eukaryotes, protein dimediasi transportasi lipid yang telah ditemukan pada membran plasma dan pada beberapa membran organel. Protein membran yang tidak mengkonsumsi ATP dapat difasilitasi flip-flop dari lipid dalam arah elektrokimia dan gradien konsentrasinya, misalnya dengan menyediakan jalur untuk hydrophilic headgroup melalui inti hidrofobik dari membran. Ketika lipid yang secara aktif diangkut, melibatkan hidrolisis ATP, yang juga memungkinkan gerakan melawan gradien elektrokimia atau konsentrasi lipid (Pohl,2002).

Suatu transporter klasik membentuk pori hidrofilik menurut Higgins dan Gottesman memiliki enzyme-like substrate mengenal sisi yang


(46)

menentukan spesifisitas substrat masing-masing. Substrat berinteraksi dengan protein transport dari aqueous phase, dan terlindung dari lingkungan hidrofobik selama perjalanan melalui jalur hidrofilik yang disediakan oleh protein transport. Berbeda dengan mekanisme ini, Higgins dan Gottesman menyarankan transportasi substrat amphiphilic terjadi melalui mekanisme cleaner flippase / vacuum. Substrat harus partisi ke membran sebelum berinteraksi dengan protein transport. Interaksi substrat dengan situs pengikatan substrat dapat menjadi secondary importance.

Substrat membalik melintasi membran dan dilepaskan ke membran (flippase) atau ke aqueous medium (vacuum cleaner). Langkah-langkah yang berbeda dari proses transport yang dipicu oleh perubahan konformasi protein pada ATP binding, hidrolisis atau pelepasan. Meskipun peta protein yang bertanggung jawab untuk transportasi lipid adalah filling in, banyak peristiwa protein dimediasi oleh transportasi lipid dapat masih belum jelas untuk aparticularprotein. Di bawah ini, sejumlah proses transport transmembran penting dijelaskan (Pohl,2002).

II.3.3.1. Transport Aminophospholipid pada membran plasma.

Pada membran plasma hampir semua eukaryotes, para aminophospholipids PS dan PE selektif dan cepat ( t1/2 5 menit) diangkut dari luar ke leaflet bagian dalam membran dalam proses ATP-dependent. Heinrich et al. telah menunjukkan, transport trans membran


(47)

yang pasif dari semua spesies lipid dan transport inward aktif PS dan PE yang cukup untuk menetapkan distribusi lipid asimetris ditemukan dalam membran eritrosit. Meskipun beberapa calon aminophospholipid translokasi telah diusulkan, percobaan pemulihan sejauh ini belum menghasilkan protein yang menunjukkan transport aminophospholipid sama efisien seperti yang terlihat di vivo(Pohl,2002).

II.3.3.2.Transport Phospholipid pada the Retikulum Endoplasma

Phosphatidylcholine (PC), PE dan PS, disintesa pada leaflet sitoplasma dari membran ER harus diangkut ke membran leaflet lumenal

agar harus diseimbangkan dengan jumlah molekul lipid pada salah satu leaflet. ATP protein independen muncul dengan cepat (t1 / 2 = detik ke menit) gliserofosfolipid transport (dengan afinitas rendah juga sphingomyelin) bidirectionally melintasi membran ER. Baru-baru ini, transport aktif fraksi protein ER telah diisolasi (Pohl,2002)

II.3.3.3 Transport. Glycosphingolipid pada Golgi

Disintesa pada leaflet sitoplasma dari Golgi, harus membalik ke leaflet lumenal untuk melayani sebagai substrat pada sintesa glicosphingolipid yang lebih tinggi. Protein yang memediasi transport ini (t1 / 2 sekitar 5 menit) yang diduga ATP independen belum diidentifikasi sampai sekarang (Pohl,2002).


(48)

II.3.3.4. Transport Phospholipid pada membran plasma

Fosfolipid yang diseimbangkan melintasi membran plasma platelet darah dan eritrosit (t1 / 2 sekitar 5 menit) ketika konsentrasi intraseluler Ca2 + meningkat. Sebuah Protein untuk memediasi dua arah ini, proses ATP independen disebut scramblase, merupakan anggota dari keluarga protein fosfolipid scramblase. Selain eritrosit dan trombosit, scramblase

juga aktif dalam berbagai jaringan lain. Hal ini tidak diselesaikan apakah paparan PS selama apoptosis dimediasi oleh scramblase juga, kandidat lain mungkin menjadi ABC protein ABCA1 (Pohl,2002)

1.3.3.5. Transport Lipid oleh protein ABC

Baru-baru ini, variasi transport lipid dapat langsung atau tidak langsung dikaitkan dengan anggota ABC protein superfamili. ABC transporter aktif utama ,yaitu mengikat substrat dan memindahkannya melalui membran menggunakan hidrolisa ATP untuk memompa melawan konsentrasi gradien substrat. ABC transporter adalah protein besar dengan 12 segmen trans membran dan dua situs mengikat nukleotida. Beberapa transporter ABC dirakit dari half-molecules atau quarter molecules (dua domain transmembran, dua domain ATP binding), yang lain dibuat dalam satu potong, seperti digambarkan P-glikoprotein (Pohl,2002, Borst P, dkk)


(49)

II.4. TES FUNGSI HATI II.4.1. Definisi

Tes fungsi hati adalah salah satu dari beberapa tes yang digunakan untuk mengevaluasi berbagai fungsi hati, termasuk metabolisme, penyimpanan, filtrasi, dan ekskresi. Jenis tes fungsi hati termasuk tes SGPT, tes alkaline phosphatase, waktu protrombin, serum bilirubin (medical free dictionary online).

III.4.1. Serum Bilirubin

Bilirubin adalah produk katabolik hemoglobin yang dihasilkan dalam sistem retikuloendotelial , dirilis dalam bentuk terkonjugasi yang masuk ke hati, diubah menjadi bentuk bilirubin terkonjugasi mono dan

diglucuronides oleh enzim UDP – glucuronyl transferase. Serum bilirubin total yang normal bervariasi dari 2 sampai 21μmol / L. Bilirubin tidak

langsung ( tak terkonjugasi ) kurang dari 12μmol / L dan bilirubin langsung ( terkonjugasi ) kurang dari 8μmol / L. Kadar serum bilirubin lebih dari

17μmol / L menunjukkan penyakit hati dan kadar diatas 24μmol / L mengindikasikan laboratorium tes hati abnormal. Joundice terjadi ketika bilirubin terlihat pada sklera, kulit, dan membran mukosa pada konsentrasi darah sekitar 40 umol / L. Terjadinya hiperbilirubinemia tak terkonjugasi karena over produksi bilirubin, penurunan ambilan hati atau konjugasi atau keduanya. Hal ini diamati pada cacat genetik dari UDP-


(50)

glucuronyltransferase menyebabkan Gilber ' s syndrome, sindrom Crigler - Najjar dan reabsorpsi hematoma besar dan tidak efektifnya eritropoiesis. Pada virus hepatitis, kerusakan hepatoseluler, tingkat kerusakan hati beracun atau iskemik terlihat lebih tinggi dari serum bilirubin terkonjugasi. Hiperbilirubinemia pada hepatitis virus akut berbanding lurus dengan tingkat cedera histologis hepatosit dan tentu saja lebih lama dari penyakitnya. Telah diamati bahwa penurunan serum bilirubin terkonjugasi adalah fashion bimodal ketika obstruksi bilier teratasi. Penyakit hati parenkim atau obstruksi ekstrahepatik lengkap karena kanalikuli empedu memberikan nilai serum bilirubin lebih rendah daripada yang terjadi dengan obstruksi ganas dari saluran empedu tetapi tingkat tetap normal pada penyakit infiltratif seperti tumor dan granuloma. Peningkatan serum bilirubin lebih dari 20,52 umol / L sampai 143.64μmol / L pada peradangan akut usus buntu. Pada wanita hamil yang normal tanpa gejala konsentrasi bilirubin total dan free bilirubin secara signifikan lebih rendah selama tiga trimester dan penurunan bilirubin terkonjugasi diamati pada trimester kedua dan ketiga. Studi terbaru menunjukkan bahwa kadar serum total bilirubin yang tinggi dapat melindungi kerusakan neurologis akibat stroke (Gowda S dkk, 2009).

II.4.3. Alanine amino transferase (ALT)

ALT ditemukan dalam ginjal, jantung, otot dan konsentrasi yang lebih besar dalam hati dibandingkan dengan jaringan lain dari tubuh. ALT


(51)

murni catalysing sitoplasma reaksi transaminasi. Serum ALT normal adalah 7-56 U / L. Setiap jenis cedera sel hati cukup dapat meningkatkan kadar ALT . Peningkatan nilai hingga 300 U / L dianggap spesifik. Ditandai peningkatan tingkat ALT lebih dari 500 U / L diamati paling sering pada orang dengan terutama penyakit yang mempengaruhi hepatosit seperti virus hepatitis, kerusakan hati iskemik (shock hati ) dan kerusakan toxin-induced liver. Meskipun hubungan antara kadar ALT yang sangat tinggi dan spesifisitas untuk penyakit hepatoseluler, puncak absolut dari peningkatan ALT tidak berkorelasi dengan tingkat kerusakan sel hati. Virus hepatitis seperti A, B, C, D dan E mungkin bertanggung jawab yang ditandai peningkatan dalam kadar aminotransferase. Peningkatan kadar ALT terkait dengan infeksi hepatitis C lebih cenderung dibandingkan dengan hepatitis A atau B. Selain itu pada pasien dengan hepatitis C akut serum ALT diukur secara berkala selama sekitar 1 sampai 2 tahun. Peningkatan serum ALT lebih dari enam bulan setelah terjadinya hepatitis akut digunakan dalam diagnosis hepatitis kronis. Peningkatan kadar ALT lebih besar pada orang dengan nonalcoholic steatohepatitis dibandingkan pada uncomplicated hepatic steatosis. Dalam penelitian terbaru akumulasi lemak hati pada obesitas dan penyakit nonalcoholic fatty liver

menyebabkan peningkatan serum ALT. Selain itu peningkatan kadar ALT dikaitkan dengan berkurangnya sensitivitas insulin, adiponektin dan toleransi glukosa serta peningkatan asam lemak bebas dan trigliserida. Munculnya bright liver dan kadar ALT plasma yang meningkat secara


(52)

independen terkait dengan peningkatan risiko sindrom metabolik pada orang dewasa. Kadar ALT biasanya meningkat selama trimester 2 kehamilan normal asimtomatik. Dalam salah satu penelitian, kadar serum ALT pada pasien hamil dengan gejala seperti pada hiperemesis gravidarum adalah 103.5U / L, pada pasien pre-eklamsia 115U / L dan hemolisis dengan hitungan trombosit yang rendah pasien menunjukkan 149U / L. Namun dalam studi yang sama ALT cepat turun lebih dari 50% dan nilai yang meningkat dalam waktu 3 hari ditunjukkan selama postpartum. Salah satu penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa konsumsi kopi dan kafeinmengurangi risiko aktivitas meningkatnya serum ALT pada konsumsi berlebihan alkohol, virus hepatitis, kelebihan zat besi, kelebihan berat badan, dan metabolisme glukosa (Gowda S dkk, 2009).

II.4.4. Aspartate amino transferase (AST)

Aspartate amino transferase (AST) mengkatalisis reaksi transaminasi. AST ada dua bentuk isoenzim yang berbeda secara genetik, mitokondria dan bentuk sitoplasma. AST ditemukan dalam konsentrasi tertinggi di jantung dibandingkan dengan jaringan lain dari tubuh seperti hati, otot rangka dan ginjal. Serum AST normal adalah 0 sampai 35U / L. Peningkatan AST mitokondria terlihat pada jaringan yang nekrosis luas selama infark miokard dan juga penyakit hati kronis seperti degenerasi jaringan dan nekrosis. Sekitar 80 % dari aktivitas AST hati merupakan kontribusi dari isoenzim mitokondria, sedangkan sebagian


(53)

besar aktivitas AST pada orang normal berasal dari isoenzim sitosol . Namun rasio AST mitokondria terhadap total aktivitas AST memiliki kepentingan diagnostik dalam mengidentifikasi kondisi tipe nekrotik sel hati dan hepatitis alkoholik. Elevasi AST sering mendominasi pada pasien dengan sirosis dan bahkan pada penyakit hati yang biasanya kadar ALT meningkat. Tingkat AST pada pasien hamil dengan bergejala pada hiperemesis gravidarum adalah 73U / L, pre - eklampsia 66U / L, dan 81U / L pada hemolisis dengan jumlah trombosit yang rendah dan enzim hati yang tinggi (Gowda S dkk, 2009).

II.4.5. Ratio AST/ALT

Rasio AST untuk ALT memiliki utilitas klinis lebih daripada menilai kadar individu yang tinggi. Defisiensi coenzyme pyridoxal-5\'-phosphate

dapat menekan aktivitas serum ALT dan akibatnya meningkatkan rasio AST / ALT. Peningkatan rasio ditemukan pada gangguan fungsional hati yang progresif dan sensitivitas 81,3 % dan spesifisitas 55,3 % dalam mengidentifikasi pasien sirosis. Sedangkan rasio rata-rata 1,45 dan 1,3 ditemukan pada masing-masing penyakit hati alkoholik dan sirosis pasca nekrotik. Rasio lebih besar dari 1,17 ditemukan dalam satu tahun kelangsungan hidup pada pasien dengan sirosis penyebab virus dengan sensitivitas 87 % dan spesifisitas 52%. Rasio lebih besar dari 1 menunjukkan fibrosis hati dan infeksi hepatitis C kronis. Namun, rasio AST / ALT lebih besar dari 2 khas dalam hepatitis alkoholik. Studi baru-baru ini


(54)

dibedakan non alkohol steatohepatitis ( NASH ) dari penyakit hati alkoholik menunjukkan rasio AST / ALT dari 0,9 pada NASH dan 2,6 pada pasien dengan penyakit hati alkoholik. Rasio rata-rata 1,4 ditemukan pada pasien dengan sirosis yang terkait dengan NASH. Penyakit Wilson 's dapat menyebabkan rasio lebih dari 4,5 dan rasio tersebut berubah ditemukan pada Hipertiroidisme (Gowda S dkk, 2009).

II.4.6. Alkaline phosphatase (ALP)

Alkaline phosphatase (ALP) hadir dalam epitel mukosa usus kecil, tubulus proksimal ginjal, tulang, hati dan plasenta. melakukan transportasi lipid di usus dan kalsifikasi di tulang. Aktifitas Serum ALP terutama berlangsung di hati dengan 50% disumbangkan oleh tulang. Serum ALP normal adalah 41 sampai 133U / L. Pada hepatitis virus akut, ALP biasanya tetap normal atau meningkat sedang. Peningkatan ALP dengan gatal berkepanjangan terkait dengan Hepatitis A dengan kolestasis. Metastasis hati dan tulang juga dapat menyebabkan peningkatan kadar ALP. Penyakit lain seperti penyakit infiltratif hati, abses, penyakit hati granulomatous dan amyloidosis dapat menyebabkan kenaikan ALP. Kadar meningkat ringan dari ALP dapat dilihat pada sirosis hepatitis dan gagal jantung kongestif. Rendahnya kadar ALP terjadi pada hipotiroidisme, anemia pernisiosa, defisiensi zinc dan hypophosphatasia bawaan. Kegiatan ALP secara signifikan lebih tinggi pada trimester ketiga kehamilan normal tanpa gejala menunjukkan produksi tambahan dari


(55)

jaringan plasenta. Tingkat ALP dalam hiperemesis gravidarum adalah 21.5U / L, di pre - eklampsia 14U / L, dan 15U / L dalam hemolisis dengan jumlah trombosit yang rendah terlihat selama kehamilan simptomatik. Hyperphosphataemia pada bayi adalah suatu kondisi jinak yang ditandai dengan peningkatan kadar ALP beberapa kali lipat tanpa bukti penyakit hati atau tulang dan kembali ke level normal dalam 4 bulan. Serum ALP ditemukan meningkat pada penyakit arteri perifer, faktor risiko independen kardiovaskular tradisional lainnya. Seringkali dokter lebih bingung dalam membedakan penyakit hati dan gangguan tulang ketika kadar ALP meninggi dan dalam situasi yang sama pada pengukuran seperti gamma glutamil transferase pada gangguan kolestasis dan tidak dalam penyakit tulang (Gowda S dkk, 2009).

II.4.7. Gamma Glutamyl Transferase (GGT)

Gamma Glutamyl Transferase (GGT) merupakan enzim mikrosomal yang muncul hepatosit dan sel epitel empedu, tubulus ginjal, pankreas dan usus. Hal ini juga muncul dalam membran sel yang melakukan transport peptida ke dalam sel yang melintasi membran sel dan terlibat dalam metabolisme glutathione. Aktivitas serum GGT terutama disebabkan sistem hepatobilier meskipun itu ditemukan dengan konsentrasi lebih pada jaringan ginjal. Kadar normal GGT adalah 9-85 U / L. Pada hepatitis virus akut tingkat GGT akan mencapai puncaknya pada minggu kedua atau ketiga dari penyakit dan pada beberapa pasien tetap


(56)

tinggi selama 6 minggu. Peningkatan kadar terlihat pada sekitar 30 % pasien dengan infeksi hepatitis C kronis. Kondisi-kondisi lain seperti diabetes mellitus, pankreatitis akut, infark miokard, anoreksia nervosa, sindrom Gullian barre, hipertiroidisme, obesitas dan dystrophica miotonika menyebabkan peningkatan kadar GGT. Peningkatan kadar serum GGT lebih dari 10 kali diamati pada alkoholisme. Hal ini sebagian berkaitan dengan kerusakan hati struktural, induksi enzim mikrosomal hati atau kerusakan pankreas alkoholik. Serum GGT juga bisa menjadi penanda awal stres oksidatif karena serum antioksidan karotenoid lycopene yaitu,

α-karoten, β - karoten, dan β - cryptoxanthin yang berbanding terbalik dikaitkan dengan peningkatan serum GGT yang diinduksi alkohol ditemukan pada moderat dan berat peminum .Tingkat GGT mungkin 2-3 kali lebih besar dari nilai referensi yang tinggi pada lebih dari 50 % pasien dengan penyakit nonalcoholic fatty liver. Ada korelasi positif yang signifikan antara serum GGT dan trigliserida pada diabetes dan kadar berkurang terutama bila diobati dengan insulin. Sedangkan serum GGT tidak berkorelasi dengan hepatomegali pada diabetes mellitus. Aktivitas serum GGT secara signifikan lebih rendah pada trimester kedua dan ketiga kehamilan asimptomatik yang normal. Kadar GGT dalam hiperemesis gravidarum adalah 45U / L, pada preeklampsia 17U / L, dan 35U / L pada hemolisis dengan jumlah trombosit yang rendah dan enzim hati yang tinggi ditemukan selama kehamilan simptomatik. Kegunaan


(57)

utama dari GGT terbatas dalam mengesampingkan penyakit tulang seperti GGT tidak ditemukan dalam tulang (Gowda S dkk, 2009).

II.4.8. Nucleotidase (NTP)

Nucleotidase (NTP) adalah glikoprotein yang umumnya disebarluaskan seluruh jaringan tubuh berlokalisai pada sitoplasma membran yang dikatalisasi pelepasan fosfat anorganik dari nucleoside - 5 - fosfat. Kisaran normal dibentuk adalah 0 sampai 15U / L. Kadar aktivitas NTP meningkat ditemukan pada pasien dengan ikterus obstruktif, penyakit hati parenkim, metastasis hati dan penyakit tulang. Nucleotidase (NTP) merupakan penanda yang tepat dari awal tumor primer hati atau sekunder. Kadar ALP juga meningkat dalam konjugasi dengan NTP menunjukkan obstruksi hepatik intra atau ekstra karena keganasan. Peningkatan NTP ditemukan dalam infeksi akut hepatitis dan juga pada hepatitis kronis. Peningkatan aktivitas NTP pada hepatitis akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan hepatitis kronis dan dikaitkan dengan penumpahan membran plasma dengan aktivitas NTP ecto karena kerusakan sel, atau kebocoran empedu mengandung aktivitas NTP yang tinggi. Aktifitas serum NTP sedikit tetapi secara signifikan lebih tinggi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan (Gowda S dkk, 2009).


(58)

II.4.9. Ceruloplasmin

Ceruloplasmin disintesis di hati dan merupakan protein fase akut.

Ceruloplasmin berikatan dengan tembaga dan berfungsi sebagai pembawa utama tembaga dalam darah. Kadar normal plasma ceruloplasmin adalah 200 sampai 600mg / L. Kadar meningkat pada infeksi, rheumatoid arthritis, kehamilan, penyakit hati non Wilson dan ikterus obstruktif. Kadar rendah juga dapat dilihat pada neonatus, penyakit Menke, kwashiorkor, marasmus, kehilangan protein enteropati, defisiensi tembaga dan aceruloplasminemia. Kadar ceruloplasmin muram pada penyakit Wilson. Kadar sintesa ceruloplasmin menurun bertanggung jawab atas akumulasi tembaga dalam hati karena defek transport tembaga di aparat Golgi, karena pengaruh ATP7B. Kadar serum seruloplasmin meningkat pada penyakit hati aktif kronis (CALD), tetapi menurun pada penyakit Wilson (WD). Oleh karena itu tes skrining rutin kimia paling dapat diandalkan untuk membedakan antara CALD dan WD (Gowda S dkk, 2009).

II.4.10. α-fetoprotein (AFP)

Gen AFP sangat aktif di hati janin, tetapi secara signifikan represi segera setelah lahir. Mekanisme yang memicu transkripsi AFP represi pada post partum hati tidak dipahami dengan benar. α-fetoprotein (AFP) adalah protein serum utama pada perkembangan janin mamalia diproduksi pada level tinggi hati janin dan endoderm visceral dari yolk sac


(59)

dan pada level yang rendah oleh usus janin dan ginjal. α-fetoprotein

diperlukan pada wanita fertil selama perkembangan embrio dengan melindungi perkembangan otak perempuan dari paparan estrogen pralahir. Sebagai respon terhadap injuri hati dan selama tahap awal hepatocarcinogenesis kimia menyebabkan kesimpulan bahwa pematangan liver-determined tissue stem cells menimbulkan karsinoma hepatoseluler. Kadar normal AFP adalah 0 sampai 15μg / L. Nilai AFP di atas 400 - 500μg / L dianggap diagnostik untuk karsinoma hepatoseluler ( HCC ) pada pasien dengan sirosis. Konsentrasi tinggi AFP ≥ 400μg / L pada pasien HCC dikaitkan dengan ukuran yang lebih besar tumor, keterlibatan bilobar, Invasi portal vena dan tingkat rata-rata kelangsungan hidup lebih rendah. Kadar AFP yang tinggi secara independen memprediksi Sustained Virological Response ( SVR ) tingkat yang lebih rendah di antara pasien dengan hepatitis C kronis . Dilaporkan bahwa tingkat AFP-L3 sebesar 15% atau lebih berkorelasi dengan HCC terkait invasi vena portal. Rasio AFP-L3 / AFP sangat membantu dalam diagnosis dan prognosis HCC. Ada hubungan langsung antara serum alpha-fetoprotein tingkat maternal trimester kedua dan risiko Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) bayi, yang dapat dimediasi sebagian melalui gangguan pertumbuhan janin dan kelahiran prematur (Gowda S dkk, 2009).


(60)

II.4.11. EFEK PEMAKAIAN OBAT JANGKA PANJANG OBAT ANTI EPILEPSI DENGAN PROFIL LIPID DAN TES FUNGSI HATI

Obat anti epilepsi yang menginduksi enzim seperti fenitoin, karbamazepine, meningkatkan aktivitas sistem sitokrom hati P450, yang terlibat dalam sintesis serum kolesterol. Asam valproat, suatu obat yang menghambat enzim mengurangi metabolisme intermediet dan meningkatkan inhibisi umpan balik, sehingga mengurangi produksi kolesterol (Nicholaus , dkk ).

Enzim hati dapat berfungsi sebagai penanda cedera hepatoseluler aspartat aminotransferase ( AST), alanine aminotransferase (ALT ) atau obstruksi di aliran empedu-kolestasis alkali fosfatase ( ALP) dan gamma- glutamil transferase (GGT). Meskipun enzim ini meningkat pada penyakit hati, peningkatan juga dapat terjadi sekunder pada induksi enzim dengan ketiadaan patologi hati. Peningkatan Partial Thromboplastin Time ( PTT ) atau penurunan albumin bersama dengan peningkatan enzim hati merupakan penanda yang lebih spesifik disfungsi hati. Karbamazepine, fenobarbital dan fenitoin adalah enzim induser yang poten. Di sisi lain, topiramat memiliki karakteristik induksi enzim yang lemah. Terapi beberapa minggu sampai satu bulan dengan salah satu enzim induser, mengarah ke peningkatan ALT, AST, ALP dan GGT, sedangkan kurang dari dua kali lipat peningkatan pada ALT, AST dan ALP biasanya tidak signifikan. Gamma- glutamyl transferase merupakan penanda nonspesifik


(61)

penyakit hati dan sering meningkat selama terapi obat anti epilepsi. Karena ALP bisa berasal dari hati dan tulang, ALP tinggi, dengan tidak adanya peninggian GGT, menunjuk ke asal ekstrahepatik. Hiperamonemia juga merupakan penanda penyakit hati, dan empat sampai lima kali lipat peningkatan dikaitkan dengan manifestasi sistem saraf pusat (SSP) (Ahmed SZ 2006).

Tabel 5. Metabolisme dari obat anti epilepsi

Dikutip dari Ahmed SZ, Siddiqi AZ. 2006. Antiepileptic Drugs And Liver Disease Seizure 15, 156-164


(62)

II.5. KERANGKA TEORI

EPILEPSI

OBAT ANTI EPILEPSI JANGKA PANJANG

SITOKROM 450 BIOTRANSFORMASI

OBAT

KADAR PROFIL LIPID KADAR FUNGSI HATI Suzanne Bramswig dkk,

2003 pengobatan Carbamazepine

menyebabkan perubahan yang signifikan pada Lp (a),LDL, TG, TC, hanya HDL yang tidak berubah

Nikolaos T,dkk,2004 pengobatan CBZ menyebabkan peningkatan yang signifikanTC,HDL,LDL,p ada PHE menyebabkanpeningkat an yang signifikan LDL dan bersama PB tidak signifikan pada TC,HDL, pada PB tidak signifikan LDL, pada VA

menyebabkan signifikan rendah TC dan

nonsignifikan rendah pada HDL,LDL

El Masri,dkk,2013, VA menyebabkan peningkatan yang signifikan pada AST tetapi tidak pada ALT, ALP, GGT, TB, DB

Aggarwal A,dkk,2004 CBZ menyebabkan peningkatan signifikan pada

TC,LDL,HDL,ALP dan tidak signifikan pada

TG,LDL/HDL,TC?HDL

Hussein RRS dkk,2012 CBZ dan VA signifikan meningkat pada AST, ALP namun tidak signifikan pada VA dan sinifikan pada CBZ, pada ALT tidak signifikan pada

CBZ,VA,PHE, dan PHE tidak signifikanpada AST

Dewan P. Pemberian PHE menyebabkan lebih tinggi kadar HDL.LDL , ALP dengan korelasi yg signifikan TG,VLDL, sedangkan pada VA tidak ada yang peningkatan yg

signifikan dibanding kontrol

Yilma dkk,2001 CBZ meningkatkan kadar TG,TC,HDL,LDL setelah menkonsumsi selama 3 bulan, pada PB hanya meningkat pd TG, seangkan pada as. Valproat tidak ada yang signifikan `pada


(63)

II.6. KERANGKA KONSEP

EPILEPSI

OBAT ANTI EPILEPSI JANGKA PANJANG

SITOKROM P450 BIOTRANSFORMASI

OBAT


(1)

LAMPIRAN 2

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORM CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Jenis Kelamin : Umur : Pekerjaan : Alamat :

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN

untuk dilakukan pemeriksaan kadar Lipid profile dan Liver function test terhadap diri/suami/istri/ ayah/ ibu / ___________________ saya :

Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pekerjaan :

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2014 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. Saulina Sembiring . ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ... 2. ... ...


(2)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PENGUMPULAN DATA

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Nama

:

2. Jenis Kelamin : Pria Wanita

3. Umur

:

4. Suku Bangsa :

5. Pendidikan

: Buta Huruf SD SLTP SLTA

Akademi Perguruan Tinggi

6. Pekerjaan

: Wiraswasta Pegawai Negeri

Pensiunan Ibu Rumah Tangga

Lain-lain

7. Bahasa yang biasa dipergunakan :

Bahasa Indonesia : Ya Tidak

8. Status Perkawinan : Belum Menikah Menikah

9. Alamat

:

10. No. MR

:

II. PEMERIKSAAN UMUM

A. Vital Sign

Sensorium

:

Nadi : x/i

Tekanan Darah

: mmHg

RR

: x/i

Temp

:

0

C


(3)

B. Riwayat Penyakit Hati

:

ada

tidak ada

C. Riwayat Diabetes Mellitus , Tyroid

: ada

tidak ada

D. Kebiasaan minum alkohol

: ada

tidak ada

E. Riwayat menggunakan obat-obatan

: ada tidak ada

III. PEMERIKSAAN LIPID PROFILE

1. Kolesterol total

=

mg/dL

2. Trigliserida

=

mg/dL

3. HDL

=

mg/dL

4. LDL

=

mg/dL

IV. PEMERIKSAAN LIVER FUNCTION TEST

1. Total bilirubin

2. Bilirubin direct

3. AST


(4)

(5)

Nama jenis kelamin umur pekerjaan pendidikan suku obat

EYH perempuan 19 pelajar SLTP batak as. Valproat 2x500 mg, f UN laki-laki 57 PNS SLTA batak As. Valproat 2x250 mg KP perempuan 53 PNS SLTA batak karbamazepin 2x200 mg SS perempuan 31 wiraswasta SLTA jawa depakote 2x250 mg M perempuan 35 IRT SLTA jawa fenobarbital 2x30 KSH laki-laki 48 wiraswasta SLTA batak

EMS perempuan 43 peg.swasta PT batak SM perempuan 50 wiraswasta SLTA batak KSS perempuan 48 PNS SLTA batak IG laki-laki 57 wiraswasta SLTP batak

RT perempuan 48 wiraswasta PT batak fenitoin 2x100 AG perempuan 32 IRT SLTA batak fenitoin 3x100

AR laki-laki 38 wiraswasta SLTA batak karbamazepin 1x200 mg HH laki-laki 39 wiraswasta PT batak karbamazepin 2x100 mg RS laki-laki 30 peg.swasta PT batak As. Valproat 2x250 mg

TM laki-laki 60 dll SD melayu

N perempuan 18 pelajar SLTP aceh

SS laki-laki 39 PNS PT batak

SMG perempuan 53 IRT SLTA batak

WS perempuan 54 IRT SLTA batak

NH perempuan 19 pelajar PT aceh As. Valproat 2x250 mg WA laki-laki 18 pelajar SLTA jawa As. Valproat 2x250 mg, AA laki-laki 17 pelajar SLTA melayu fenitoin 3x100 mg L perempuan 41 IRT SLTP melayu fenitoin 2x100 mg, as.v EK perempuan 42 IRT SLTA batak as . Valproat 2x250

AT laki-laki 52 PNS PT minang

RG perempuan 61 PNS PT batak

GNL perempuan 27 dll SLTA manado as. Valproat 2x250 mg, f EMS perempuan 35 IRT SD batak karbamazepin 3x200 mg SSG laki-laki 33 dll SLTA batak as. Valproat 2x500 mg, f AAL laki-laki 21 dll SD batak karbamazepin 2x200 mg RAS laki-laki 24 dll SD batak karbamazepin 2x200mg IS laki-laki 23 dll SLTP jawa as.valproat 2x500mg , fe LA laki-laki 19 pelajar SLTA batak fenitoin 3x100 mg, karb LI perempuan 53 wiraswasta PT aceh as.valproat 2x500mg , fe NS perempuan 20 dll SLTP melayu as.valproat 3x250 mg CI perempuan 53 IRT PT minang AS. Valproat 2x500 mg, M laki-laki 18 pelajar SLTA aceh as.valproat3x250 mg, fe H laki-laki 61 wiraswasta SLTA melayu karbamazepin 1x200 mg HG laki-laki 23 wiraswasta SLTP batak as.valproat 3x250 mg RS perempuan 51 wiraswasta SLTA batak karbamazepin 2x250 mg PS laki-laki 52 PNS SLTA batak fenobarbital 2x60 mg S perempuan 22 IRT SLTA aceh as.valproat 2x500 mg,fe AD perempuan 20 wiraswasta PT batak

TB perempuan 50 PNS SLTA batak

HP laki-laki 35 wiraswasta SLTA batak HA perempuan 33 wiraswasta SLTA batak


(6)