Tempat Tinggal Model Kerangka Konsep Karakteristik Balita Penderita TB Paru yang

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dengan menggunakan desain penelitian case control pada periode waktu tahun 2007 sampai dengan triwulan II tahun 2009 di Puskesmas Namlea Kabupaten Buru Provinsi Maluku, kontak serumah merupakan faktor risiko TB paru yang signifikan, dapat dilihat dari nilai OR=3,05 yang artinya seseorang yang memunyai riwayat kontak dengan penderita TB paru di rumahnya memiliki risiko 3,05 kali lebih besar untuk menderita TB paru dibandingkan dengan seseorang yang tidak memunyai riwayat kontak dengan penderita TB paru. 37

g. Tempat Tinggal

Kondisi kesehatan lingkungan rumah memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap kejadian penyakit TB paru. Lingkungan dan rumah yang tidak sehat seperti pencahayaan rumah yang kurang terutama cahaya matahari, kurangnya ventilasi rumah, kondisi ruangan yang lembab, hunian yang terlalu padat mengakibatkan kadar CO2 di rumah meningkat. Peningkatan CO2, sangat mendukung perkembangan Mycobacterium tuberculosis . 1 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Erwin dengan menggunakan desain penelitian case control di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang, kualitas fisik rumah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian TB paru, dapat dilihat dari nilai OR=45,50 yang artinya kualitas fisik rumah yang tidak sehat memiliki risiko 45,50 kali lebih besar untuk terjadinya TB paru dibandingkan dengan kualitas fisik rumah yang sehat. 28 Universitas Sumatera Utara 2.9. Pencegahan Tuberkulosis 2.9.1. Pencegahan Primer a. Memberikan promosi kesehatan dengan cara penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini. 33 b. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian. 33 c. Peningkatan daya tahun tubuh 10 Peningkatan daya tahan tubuh seseorang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: i. Mengkonsumsi makanan yang bergizi. ii. Melengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup. iii. Mengusahakan agar setiap hari tidur dengan cukup dan teratur. iv. Berolahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara segar. v. Vaksinasi Bacille Calmette-Guerin BCG 19,26 Vaksinasi BCG sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit TB dan menimbulkan sensitivitas terhadap tuberkulin. Vaksin BCG akan sangat efektif apabila diberikan segera setelah lahir atau paling lambat 2 bulan setelah lahir. Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi mengurangi risiko TB berat seperti meningitis dan TB milier. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi bervariasi antara 0-80. Hal ini mungkin disebabkan vaksin yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium apitik atau faktor pejamu umur, keadaan gizi, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara

2.9.2. Pencegahan Sekunder

a. Case finding penemuan kasus Case finding penemuan kasus yaitu menemukan kasus ataupun penderita TB paru baik secara aktif dengan mencari penderita TB paru di masyarakat maupun secara pasif dengan menunggu penderita TB paru yang mendatangi fasilitas kesehatan. Apabila ditemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB dan apabila sumbernya telah ditemukan, perlu dilakukan pelacakan sentrifugal yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular dengan cara uji tuberkulin. Sebaliknya, jika ditemukan penderita TB dewasa aktif, maka anak di sekitarnya atau yang kontak erat dengan orang dewasa tersebut harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. 16 b. Pengobatan TB paru pada anak Anak dengan TB tidak harus dirawat di rumah sakit karena jumlahnya cukup banyak dan dapat dirawat di rumah, kecuali telah terjadi komplikasi pada anak maka anak tersebut perlu dirawat di rumah sakit. Anak dapat sembuh benar jika anak dibawa berobat secara teratur dan mematuhi pengobatan dokter dengan pemberian obat minimum selama 6 bulan. Obat yang biasanya diberikan adalah yang sering dikenal sebagai kombinasi Obat Anti Tuberkulosis OAT untuk anak, yaitu Isoniasid INH, Rifampisin dan Pirazinamid. 19 Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik secara klinis maupun Universitas Sumatera Utara pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan. 17 Semua anak yang tinggal serumah atau kontak dengan penderita TB paru BTA positif beresiko lebih besar untuk terinfeksi bakteri TB paru. Infeksi pada anak ini dapat berlanjut menjadi penyakit TB paru dan pada sebagian anak akan menjadi penyakit yang lebih serius misalnya meningitis dan milier yang dapat menimbulkan kematian. 25 Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB paru BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan sistem skoring. Apabila hasil evaluasi dengan menggunakan sistem skoring menunjukkan skor 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid INH dengan dosis 5-10 mgkg BBhari selama 6 bulan. Apabila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai. 17 Dikarenakan diagnosis TB pada anak sulit dilakukan, maka Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor scoring system, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang ditemukan. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional oleh program nasional pengendalian TB untuk diagnosis TB anak. 17 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB Parameter 1 2 3 Jumlah Kontak TB Tidak jelas Laporan keluarga, BTA negatif atau tidak tahu, BTA tidak jelas BTA positif Uji tuberkulin Negatif Positif ≥10 mm, atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosu presi Berat badan keadaan gizi Bawah garis merah KMS atau BBU 80 Klinis gizi buruk BBU 60 Demam tanpa sebab jelas ≥ 2 minggu Batuk ≥ 3 minggu Pembesaran kelenjar limfe koli, aksila, inguinal ≥ 1 cm, jumlah 1, tidak nyeri Pembengkakan tulangsendi panggul, lutut, falang Ada pembengkaka n Foto toraks Normal tidak jelas Kesan TB Jumlah Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2011 Catatan : a. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. b. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara c. Jika dijumpai skrofuloderma TB pada kelenjar dan kulit, penderita dapat langsung didiagnosis TB. d. Berat badan dinilai saat penderita datang moment opname dengan melampirkan tabel berat badan. e. Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak. f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG reaksi lokal timbul 7 hari setelah penyuntikan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. g. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6, skor maksimal 14. h. Penderita usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut. i. Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi bakteri terhadap Obat Anti Tuberkulosis OAT. 17 Tujuan pengobatan TB pada anak adalah menyingkirkan resiko penyebaran dari lesi dan membunuh bakteri TB pada fokus primer dan kelenjar getah bening terkait yang merupakan bagian dari kompleks primer. 30 ii. Prinsip Pengobatan 17 Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dengan beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Sebaiknya tidak menggunakan OAT tunggal monoterapi. Pemakaian OAT- Universitas Sumatera Utara Kombinasi Dosis Tetap OAT-KDT lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. b. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, dilakukan pengawasan langsung DOT = Directly Observed Treatment oleh seorang Pengawas Menelan Obat PMO. iii. Pedoman Pengobatan Kategori Anak Prinsip pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun pada tahap lanjutan dan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak. Susunan panduan obat TB pada anak adalah dikenal sebagai 2HRZ 4HR yang terdiri dari tahap intensif dan tahap lanjutan. Tahap intensif terdiri dari Isoniasid H, Rifampisin R, dan Pirasinamid Z yang diberikan setiap hari selama 2 bulan. Tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid H dan Rifampisin R yang diberikan setiap hari selama 4 bulan. 17,25 Tabel 2.2 Dosis OAT Kombipak pada anak Jenis Obat BB 10 kg BB 10-19 kg BB 20-32 kg Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2011 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3 Dosis OAT KDT pada anak Berat badan kg 2 bulan tiap hari RHZ 7550150 4 bulan tiap hari RH 7550 5-9 1 tablet 1 tablet 10-14 2 tablet 2 tablet 15-19 3 tablet 3 tablet 20-32 4 tablet 4 tablet Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2011 Keterangan : a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg, dirujuk ke rumah sakit. b. Anak dengan berat badan 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet. c. Anak dengan berat badan lebih dari 33 kg, dirujuk ke rumah sakit. d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah. e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum . c. Pensterilisasian barang-barang yang telah tercemar oleh bakteri TB dengan cara menjemur misalnya sprei, kasur pakaian penderita TB di bawah sinar matahari secara langsung yang akan membunuh bakteri TB. d. Penetapan diagnosis TB paru anak Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum dahak, bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan dalam menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah bakteri paucibacillary dan sulitnya pengambilan spesimen sputum. Jumlah bakteri TB di sekret bronkus anak penderita TB lebih sedikit daripada pada orang dewasa dikarenakan lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru tidak Universitas Sumatera Utara seberat pada orang dewasa. Bakteri Tahan Asam BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop apabila jumlahnya paling sedikit 5000 bakteri dalam 1 ml spesimen sputum. 26 Karena berbagai alasan di atas, maka diagnosis TB anak tergantung pada penemuan klinis dan radiologis, pemeriksaan uji tuberkulin dan laboratorium. Adanya riwayat kontak dengan penderita TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif dan foto paru yang mengarah pada TB sugestif TB merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah menderita TB. 26 i. Uji Tuberkulin Pemeriksaan ini masih banyak digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anakbalita. Biasanya digunakan tes Mantoux yaitu dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD Purified Protein Derivative intrakutan berkekuatan 5 TU intermediate strength. 18 Hasil tes Mantoux dinyatakan positif apabila setelah menyuntikkan sejumlah kecil 0,1 ml bakteri TB yang telah dimatikan dan dimurnikan ke dalam lapisan dermis lapisan kulit teratas pada lengan bawah anak, indurasi tonjolan keras tetapi tidak sakit yang terbentuk memiliki diameter 10 mm atau lebih. Pada bayi dan anak kurang dari 2 tahun, hasil tes dinyatakan positif apabila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih, hal ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperoleh anak ketika baru lahir masih kuat. 19 Pada anak dengan kontak erat dengan penderita TB dewasa aktif dan BTA positif, atau anak dengan imunokompromais misalnya gizi buruk, keganasan dan lain-lain, diameter indurasi ≥5 mm harus dicurigai terinfeksi TB. Pada anak tanpa Universitas Sumatera Utara risiko tetapi tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan pada umur 1 tahun, 4-6 tahun dan 11-16 tahun. Tetapi pada anak dengan risiko tinggi di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan setiap tahun. 26 ii. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi TB. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan dengan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal pemeriksaan ini memberikan keuntungan seperti pada TB anak dan TB milier. 18 Secara umum, gambaran radiologis yang mengarah pada TB adalah pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat, konsolidasi segmental atau lobar, milier, kalsifikasi, atelektasis, kavitas dan efusi pleura. 26 Pada anak, pemeriksaan radiologis biasanya dilakukan dengan foto rontgen dada yang dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Foto sebaiknya dilakukan dari arah depan dan dari arah samping, supaya adanya infiltrat tidak tertutup oleh bayangan jantung, karena pada anak-anak seringkali bakteri TB membangun sarang di kelenjar getah bening yang lokasinya berdekatan dengan jantung. 19 iii. Pemeriksaan Darah 19 Pada pemeriksaan darah, yang diperiksa adalah LED dan dan kadar limfosit, yang hanya digunakan sebagai data pendukung. Nilai LED dan limfosit yang tinggi diatas batas normal hanya menunjukkan terjadinya infeksi dalam tubuh. iv. Pemeriksaan Patologi Anatomi 34 Pada pemeriksaan patologi anatomi, biasanya yang diperiksa adalah kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritonium, kulit, dan lain-lain. Apabila anak yang Universitas Sumatera Utara telah mendapat BCG, langsung terdapat reaksi lokal kemerahan yang lebih cepat dan besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan , maka harus dicurigai menderita TB dan diperiksa lebih lanjut.

2.9.3. Pencegahan Tersier

35 a. Mencegah jangan sampai terjadi cacat atau kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya penyakit atau mencegah kematian dengan cara memperpanjang sistem pengobatan yang diberikan. b. Upaya rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat efek samping dari penyembuhan seperti pengembalian fisik, fungsi psikologis, dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi fungsi mental atau psikologis serta rehabilitasi sosial misalnya melalui pemberian nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein.

2.10. Model Kerangka Konsep Karakteristik Balita Penderita TB Paru yang

Dirawat Inap 1. Sosiodemografi a. Umur b. Jenis Kelamin c. Suku d. Agama e. Tempat tinggal 2. Status gizi 3. Status imunisasi BCG 4. Diganosa penyakit 5. Lama rawatan rata-rata 6. Keadaan sewaktu pulang 7. Sumber biaya Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan desain penelitian case series. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan atas dasar ketersediaan data yang dibutuhkan tentang balita penderita TB paru, kesediaan dari pihak Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar dalam memberikan izin penelitian dan di rumah sakit ini belum pernah dilakukan penelitian terhadap karakteristik balita penderita TB paru yang dirawat inap tahun 2010-2012.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2014. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita penderita TB paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010-2012 yang berjumlah 106 orang. Universitas Sumatera Utara