Faktor Penghambat Implementasi Tugas Hakim WASMAT Terhadap

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT IMPLEMENTASI TUGAS HAKIM WASMAT SERTA UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASINYA

A. Faktor Penghambat Implementasi Tugas Hakim WASMAT Terhadap

Pembinaan Narapidana di Lapas Klas IIB Siborongborong 1. Faktor hukum Menempatkan faktor peraturan hukum sebagai faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas Hakim WASMAT adalah sangat realistis. Barangkali inilah yang digambarkan Satjipto Rahardjo sebagai “penyakit-penyakit yang melekat pada hukum”. 145 Keadaan ini juga telah mampu menarik perhatian beberapa pengkaji hukum, di antaranya Lon L. Fuller yang meminta perhatian akan perlunya memahami gejala patologis pada hukum; “bahwa orang akan dapat melakukan pemahaman terhadap hukum secara lebih baik, manakala ia juga secara sengaja mempelajari penyakit-penyakit hukum”. 146 Memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas Hakim WASMAT dalam mendukung pola pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, maka dapat dikatakan bahwa belum ada sinkronisasi di antara perundang-undangan yang ada. Dalam Bab XX KUHAP, Pasal 277 - 283 telah ditentukan mengenai prosedur acara pengawasan dan pengamatan 145 Satjipto Rahardjo, Permasalahan Hukum di Indonesia, Bandung: Alumni, 1993, hal. 76. 146 Ahmad Mujahidin, Peradilan Satu Atap di Indonesia, Semarang: Refika Aditama, 2006, hal. 109. Thurman S.M. Hutapea : Peran Hakim Pengawas Dan Pengamat Terhadap Pola Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Siborongborong, 2009 pelaksanaan putusan pengadilan perampasan kemerdekaan, demikian pula dalam S.E. MA No. 7 Tahun 1985 yang mengatur lebih lanjut mengenai ruang lingkup pengawasan dan pengamatan serta petunjuk teknis pelaksanaannya, namun ironisnya ketentuan mengenai hal tersebut tidak ditemukan dalam Undang-undang Pemasyarakatan sebagai UU yang menjadi dasar pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Akibat tidak diaturnya Hakim WASMAT dalam UU Pemasyarakatan, maka tidak mengherankan lembaga Hakim WASMAT tersebut kurang bahkan tidak populer di kalangan Lapas. Apa yang diharapkan oleh Boy Mardjono Reksodiputro, “bahwa mudah-mudahan UU Pemasyarakatan yang akan datang yang dimaksud adalah UU Pemasyarakatan saat ini yakni UU No. 12 tahun 1995 berani untuk mengembangkan lebih lanjut pemikiran tentang Hakim WASMAT” 147 tidak menjadi kenyataan. Lembaga baru yang dimunculkan dalam UU Pemasyarakatan adalah Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan sebagaimana dimuat dalam Bab IV, Pasal 45, yang menentukan: 1 Menteri membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. 2 Balai Pertimbangan Pemasyarakatan bertugas memberi saran atau pertimbangan kepada Menteri. 3 Balai Pertimbangan Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 terdiri dari para ahli di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil instansi pemerintah terkait, badan non pemerintah dan perorangan lainnya. 147 Boy Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI, 1997, Hal. 76. Thurman S.M. Hutapea : Peran Hakim Pengawas Dan Pengamat Terhadap Pola Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Siborongborong, 2009 4 Tim Pengamat Pemasyarakatan yang terdiri dari pejabat – pejabat LAPAS, BAPAS, atau pejabat terkait lainnya bertugas : a. memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan; b. membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan; dan c. menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan. 5 Pembentukan, susunan, dan tata kerja Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri. 148 Apabila dicermati ketentuan pembentukan lembaga baru tersebut ternyata tidak mengakomodasi keberadaan Hakim WASMAT. Dalam ketentuan Pasal 45 ayat 3 dan ayat 4 disebutkan keanggotaan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan yang terdiri dari para ahli bidang pemasyarakatan sebagai wakil instansi terkait, badan non pemerintah dan perorangan lainnya; dan keanggotaan Tim Pengamat Pemasyarakatan terdiri dari pejabat-pejabat Lapas, Bapas atau pejabat terkait lainnya, serta menyebutkan dengan jelas keikutsertaan Hakim WASMAT. Lembaga tersebut padahal mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya mencegah pelanggaran hak-hak narapidana dan merekomendasikan kepada narapidana hak-hak tertentu, seperti hak atas asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas melalui Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP setelah mendengar pendapat anggota tim lainnya serta mempelajari laporan Litmas dari Bapas kepada Kepala Lapas. 149 148 Indonesia, Undang – undang Tentang Pemasyarakatan, UU No. 12, LN No. 77, Tahun 1995, TLN No. 3614, Pasal 45. 149 Perhatikan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.01.PK.04-04 tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Thurman S.M. Hutapea : Peran Hakim Pengawas Dan Pengamat Terhadap Pola Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Siborongborong, 2009 Oleh karena ketentuan Pasal 45 ayat 3 dan 4 UU Pemasyarakatan tidak dengan jelas menyebutkan keikutsertaan Hakim WASMAT dalam sidang TPP, namun dalam pelaksanaan tugasnya Hakim WASMAT di Pengadilan Negeri Tarutung tetap dilibatkan secara aktif, sebagai anggota. 150 Hal seperti ini juga dikatakan oleh Hakim WASMAT Pengadilan Negeri Tarutung, bahwa pelaksanaan sidang TPP di Lapas tidak harus dikonsultasikan kepadanya namun apabila ada pemberitahuan atapun undangan dari pihak Lapas hal tersebut sebagai bentuk kerjasama antara instansi dalam melakasanakan Keputusan Menteri. 151 Dengan demikian ketentuan Pasal 45 ayat 3 dan 4 memang tidak menyebutkan dengan jelas keberadaan Hakim WASMAT dalam TPP di Lapas kecuali sebatas dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI No. M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Badan Pengamat Pemasyarakatan TPP Lembaga Pemasyarakatan Kls II-B. Hal ini diduga kuat sebagai salah satu hal yang menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan tugas Hakim WASMAT khususnya menyangkut hak narapidana atas asimilasi, pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas serta cuti bersyarat. Disisi lain Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : E.PK.04.01-168 tanggal 31 Agustus 1999, tentang Pemberdayaan Seluruh Elemen Dalam Rangka Meningkatkan Program Pembinaan, menekankan pada butir 1 : 150 Hasil wawancara dengan Bapak SARDIAMAN, Op.,Cit. 151 Hasil wawancara dengan Bapak Frans Efendi Manurung, Op.,Cit. Thurman S.M. Hutapea : Peran Hakim Pengawas Dan Pengamat Terhadap Pola Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Siborongborong, 2009 Agar memberdayakan Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP baik di Unit Pelaksana Teknis maupun Kantor Wilayah dengan meningkatkan frekuensi sidang terutama menyangkut program pembinaan asimilasi dan integrasi bagi narapidana. Selanjutnya, dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas Hakim WASMAT, tidak pula ditentukan suatu sanksi bagi Hakim WASMAT apabila tidak melaksanakan tugasnya. Ketiadaan ketentuan mengenai kelalaian Hakim WASMAT dalam pelaksanaan tugasnya untuk mendukung pola pembinaan narapidana juga diduga kuat sebagai faktor lainnya pelaksanaan tugas Hakim WASMAT sebagaimana terjadi di Lapas Siborong- borong.

2. Faktor kelembagaan