Belajar menjadi lebih baik jika tuntutan kognitif, social, dan emosional dari kurikulum dapat dicapai oleh para siswa. Oleh karena itu harus
ada hubungan tertentu antara tuntutan kurikulum dan anggapan yang dibawa oleh setiap siswa ke dalam kegiatan kurikuler.
5 Menilai belajar siswa dalam konteks pembelajaran Dalam menilai belajar siswa dalam konteks pembelajaran harus
memperhatikan anggapan para siswa mengenai suatu pengetahuan, karena
setiap siswa memiliki anggapan
tertentu mengenai pengetahuan. Oleh karena itu, seorang guru harus memiliki
kemampuan kepribadian dan keterampilan kemasyarakatan dalam proses pembelajaran untuk menyiapkan siswa menjadi pribadi yang
memiliki pengetahuan dan kemampuan tertentu.
c. Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ciri yang dapat ditemukan dalam model pembelajaran
konstruktivisme adalah siswa tidak didoktrinasi dengan pengetahuan yang disampaikan oleh guru, melainkan siswa sendiri menemukan dan
mengeksplorasi pengetahuan tersebut dengan apa yang telah mereka ketahui dan pelajari sendiri. Secara rinci ciri-ciri model pembelajaran
konstruktivisme diuraikan oleh Driver dan Oldham dalam Matthews:
6
1 Orientasi; siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu konsep.
2 Elicitasi; siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan dalam wujud tulisan, gambar, atau poster.
3 Restrukturasi ide; dalam hal ini ada tiga hal: klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau teman melalui diskusi atau
pengumpulan ide, membangun ide yang baru, dan mengevaluasi ide baru dengan eksperimen.
4 Penggunaan ide dalam banyak situasi; idea atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada situasi yang
dihadapi.
6
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivismeme…, h. 69-70
5 Review, bagaimana ide itu berubah; dalam mengaplikasikan pengetahuannya seseorang perlu merevisi gagasannya baik dengan
menambahkan suatu keterangan ataupun dengan mengubahnya menjadi lengkap.
d. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Paham konstruktivisme, berpandangan bahwa mengajar bukan kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu
kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa. Dengan
demikian model pembelajaran ini tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran dan pembelajaran yang lama, dimana guru hanya mentransfer
ilmu kepada siswa tanpa siswa itu berusaha sendiri dan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki.
Menurut pendekatan konstruktivisme belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dan
lain-lain. Belajar
juga merupakan
proses mengasimilasi
dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan
pengertian yang sudah dimiliki siswa sehingga pengetahuan berkembang. Ada beberapa implikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran,
antara lain:
7
1 Memusatkan perhatian berpikir atau proses mental anak tidak hanya pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru juga harus
memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada jawaban yang dimaksud.
2 Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas konstruktivisme,
penyajian pengetahuan tidak mendapat penekanan. 3 Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan
pengajaran top down daripada bottom up.
7
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidikan dalam Implementasi Pembelajaran…, h. 152
4 Discovery Learning. Dalam Discovery Learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
5 Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran khas menerapkan Scafolding, dengan siswa semakin lama semakin bertanggung jawab
terhadap pembelajarannya sendiri.
e. Tujuan Pembelajaran Konstruktivisme