Pengaruh Kebijakan Lingkungan Hidup Dan Peran Serta Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan Di Daerah Aliran Sungai Kota Subulussalam Tahun 2009

(1)

PENGARUH KEBIJAKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PERAN SERTA MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN

SANITASI LINGKUNGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KOTA SUBULUSSALAM

TAHUN 2009

T E S I S

OLEH IRWANSYAH 077012012/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KEBIJAKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PERAN SERTA MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN

SANITASI LINGKUNGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KOTA SUBULUSSALAM

TAHUN 2009

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

IRWANSYAH

077012012/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KEBIJAKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PERAN SERTA MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KOTA SUBULUSSALAM TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Irwansyah Nomor Induk Mahasiswa : 077012012

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D) (Ir. Evi Naria, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 26 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes

2. dr. Wirsal Hasan, M.P.H 3. dr. Taufik Ashar, M.K.M


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KEBIJAKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PERAN SERTA MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN

SANITASI LINGKUNGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KOTA SUBULUSSALAM

TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 12 Maret 2010


(6)

ABSTRAK

Masyarakat yang berdomisili 0-10 m di daerah aliran sungai Kota Subulussalam sebagian besar belum mengelola sanitasi lingkungan seperti memiliki ketersediaan sarana kebersihan (jamban, air bersih, pengelolaan limbah dan sampah). Kebijakan dan peran serta masyarakat merupakan faktor penentu keberhasilan dalam mengatasi masalah pengelolaan lingkungan hidup karena manusia terlibat sebagai penyebab timbulnya berbagai masalah lingkungan.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh kebijakan lingkungan hidup dan peran serta masyarakat pada pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai Kota Subulussalam. Metode penelitian adalah jenis survai explanatory pada 100 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di sekitar aliran sungai pada tiga kecamatan (Kecamatan Rundeng, Sultan Daulat dan Longkip) Kota Subulussalam yang dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2009. Pengambilan sampel dengan cara stratified sampling pada KK yang berdomisili dalam jarak 0-10 m, Kecamatan Rundeng 42 KK, Kecamatan Sultan Daulat 40 KK dan 18 orang di Kecamatan Longkib. Pengumpulan data peranserta dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi pada pengelolaan sanitasi lingkungan. Data dianalisis dengan multivariat (logistic regression).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan di DAS Kota Subulussalam belum terlaksana dengan baik. Kebijakan yang dilaksanakan masih terbatas pada upaya meningkatkan kesehatan keluarga ibu dan anak serta peran serta masyarakat baik keikutsertaan, pemberian gagasan belum aktif dan kemampuan masih rendah dalam menyediakan sarana kesehatan lingkungan. Variabel kebijakan, keterlibatan, kontribusi dan tanggung jawab secara statistik berpengaruh nyata terhadap pengelolaan sanitasi lingkungan (p value 0,000 < α 0,05).

Disarankan perlunya para pengambil keputusan pada Dinas Kesehatan Subulussalam untuk menerbitkan kebijakan berupa peraturan daerah tentang upaya pengelolaan sanitasi lingkungan dan mengikutsertakan komponen masyarakat dalam berbagai promosi kesehatan lingkungan dengan menyediakan papan pengumuman, pamflet atau spanduk berupa larangan atau sanksi maupun pola hidup bersih sehat. Memberdayakan kader-kader atau penyuluh kesehatan untuk mengajarkan metode/ teknik pengelolaan air bersih dan pengelolaan limbah keluarga yang berbasis lingkungan. Bagi masyarakat dibentuk kelompok kerja lingkungan dan berbagai kegiatan gotong royong untuk meningkatkan kemampuan (tanggung jawab) agar masyarakat merasakan dampak (manfaat) sehingga timbulnya rasa kepedulian untuk menyediakan sarana sanitasi lingkungan meliputi penyediaan air bersih, jamban keluarga, sampah dan pengelolaan limbah rumah tangga.


(7)

ABSTRACT

Majority of the community who domiciled at 0-10 m of the river current of Subulussalam City still not have environmental sanitary management such as sanitary facilities (waste treatment, water closed,cleaning water and garbage). Policy and the participation of the community are important factor in successfull of the natural environment management problems because the human beings as a whole are involved as the cause of various environmental problems.

The objective of the study was to analyze the influence of natural environmental policy and participation of the community on sanitary management of the river stream of Subulussalam. The method of the study was explanatory survey of 100 headships who lived around the river stream of three subdistricts (Rundeng, Sultan Daulat and Longkip) of Subusussalam conducted within June–August 2009. The sampling was carried out by stratifiedsampling with headships who domiciled at 0-10 m in distance, consisting of Rundeng Subdistrict of 42 headhips, Sultan Daulat Subdistrict of 40 headships and 18 headships of Longkip Subdistrict. The data collection of participation was conducted by using questionnaire and observation of the environmental sanitary observation. The statistical analysis used multivariate (multiple logistic regression).

The result of the study showed that the policy of River Current Area of Subulussalam was still not implemented adequately. The implemented policy was still limited to the effort of improving maternal and fetal health and the participation of the community either their involvement, provision of ideas were not active and even their capability were still relatively lower in providing the environmental sanitary health. The statistic found that the variables of policy, involvement, contribution and responsibility had significant influence on the environmental sanitary management (p value 0,000 < α 0,05).

It is suggested the Health Department of Subulussalam that the decision-makers to issue the policy in regional rule in an effort of sanitary management and involve all the components of the community environmental in various sanitary promotion by providing the acknowledgement board, pamphlet or brochures containing the sanction or the healthy life pattern, empowering the cadre or health consultants to teach the methods/techniques of cleaning water treatment and environment-based domestic waste. It is also required to establish the environmental teamwork and various cooperative works for the community to improve their capability (responsibility) that they may enjoy the impact (benefit) leading to a sense of care for provision of the environmental sanitary facilities including supply drinking water, water closed, disposal place of garbage and domestic waste treatment.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan anugerah yang dilimpahkan-Nya kepada penulis dalam menuntut ilmu dan menyelesaikan hasil penelitian tesis ini. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk penyusunan tesis pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan judul Pengaruh Kebijakan Lingkungan Hidup dan Peran Serta Masyarakat pada Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Kota Subulussalam Tahun 2009.

Selama melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan moril dan materil dari berberbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besar kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A, (K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis mengikuti Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Dr. Drs. Surya Utama, M.S yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.


(9)

Sekretaris Program Studi Prof. Dra. Ida Yustina, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Ketua Komisi Pembimbing Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D, yang penuh perhatian dan kesabaran membimbing dan mengarahkan serta meluangkan waktu untuk membimbing mulai dari proposal sampai selesai penulisan tesis.

Anggota Komisi Pembimbing Ir. Evi Naria, M.Kes juga yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Ketua Komisi Penguji dan Anggota Komisi Penguji dr. Wirsal Hasan, M.P.H dan dr. Taufik Ashar, M.K.M yang telah banyak memberi masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Subulussalam Propinsi Aceh Zulkarnain, S.K.M, M.Kes, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus izin penelitian.

Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga tercinta Ibunda Rohana dan Ayahanda (alm) M. Nasir yang telah memberi dukungan dan doa restu serta saudara Erlina, Fitriana, Junahar, Syarul Mizar, Mauliadi, (Alm) Alfian di Banda Aceh yang telah membantu memberi dorongan moril dan materil serta doa yang tak terbatas. Teristiwa Istri tercinta Yulia Rovita dan anakku tersayang Afdhal


(10)

Hidayat dan Afif Liawan yang penuh perhatian dan kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta dalam menyelesaikan pendidikan.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian tesis masih memilki kekurangan, mohon saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Medan, 12 Maret 2010 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Irwansyah lahir pada tanggal 4 Juni 1973 di Aceh Besar Propinsi Aceh, anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm) M. Nasir dan Ibunda Rohana.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Blangme selesai tahun 1985, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Lhoong selesai tahun 1988, Sekolah Menengah Atas Islam Banda Aceh selesai tahun 1998, Sekolah Pembantu Penilik Hygiene Depkes Banda Aceh selesai tahun 1994, S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh selesai tahun 2004.

Mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 1997 di Aceh Selatan pada Puskesmas Simpang Kiri sebagai pengelola program kesehatan lingkungan sampai 1999. Pada tahun 2005 sampai 2007 ditunjuk menjabat sebagai Kasi Kesehatan Lingkungan di Dinas Kesehatan Aceh Singkil. Pada tahun 2007 sampai sekarang sebagai Kasi PMP dan Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Subulussalam.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan ... 10

2.2 Lingkungan ... 13

2.3 Sanitasi Lingkungan... 15

2.4 Kebijakan Lingkungan tentang Sanita Lingkungan di DAS 16 2.4.1 PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai ... 16

2.4.2 PP No. 69 Tahun 1996 tentang Peranserta Masyarakat ... 18

2.4.3 PP No. 16 Tahun 2005 tentang Sumber Daya Air yang Mencakup Pokok-pokok Bidang Sanitasi (Air Limbah dan Persampahan) ... 19

2.5 Peran Serta Masyarakat... 20

2.6 Daerah Aliran Sungai... 29

2.7 Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di DAS. ... 34

2.7.1 Saluran Pembuangan Air Limbah ... 38

2.7.2 Jamban Keluarga... 40

2.7.3 Sampah... 41

2.8 Kerangka Konsep ... 44

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 45

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.3 Populasi dan sampel... 46

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 52

3.6 Metode Pengukuran ... 54


(13)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

4.2 Analisa Univariat ... 60

4.2.1 Desksripsi Data Responden ... 60

4.2.2 Desksripsi Kebijakan Sanitasi Lingkungan ... 60

4.2.3 Desksripsi Peran Serta dan Pengelolaan Sanitasi Lingkungan ... 63

4.2.4 Distribusi Hasil Observasi Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 67

4.2.5 Deksripsi Kebijakan Lingkungan, Peran Serta Masyarakat dan Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 68

4.3 Analisa Bivariat... 71

4.3.1 Pengaruh Kebijakan Lingkungan terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan ... 71

4.3.2 Pengaruh Keterlibatan terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 72

4.3.3 Pengaruh Kontribusi terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 74

4.3.4 Pengaruh Tanggungjawab terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 75

4.4 Analisa Multivariat... 76

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Kebijakan Lngkungan terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 79

5.2 Pengaruh Peranserta Masyarakat terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 84

5.2.1 Pengaruh Keterlibatan terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 84

5.2.2 Pengaruh Kontribusi terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 88

5.2.3 Pengaruh Tanggungjawab terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 92

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 96

6.2 Saran... 96

DAFTAR PUSTAKA... 98


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kecamatan yang Terletak

Dekat DAS di Kota Subulussalam Tahun 2009... 48

3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabitas Butir Variabel X ... 50

3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabitas Butir Variabel Y ... 52

3.4 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian... 56

4.1 Distribusi Data Responden Menurut Kelompok Umur, Pekerjaan, Lama Menetap, dan Jarak Tinggal dari DAS di Kota Subussalam Tahun 2009 ... 60

4.2 Distribusi Frekuensi Kebijakan Sanitasi Lingkungan di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 62

4.3 Distribusi Frekuensi Keterlibatan dalam Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 63

4.4 Distribusi Frekuensi Kontribusi dalam Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 64

4.5 Distribusi Frekuensi Tanggungjawab dalam Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 66

4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Kegiatan Observasi Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 67

4.7 Distribusi Kebijakan Lingkungan, Peran Serta Masyarakat di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 69

4.8 Distribusi Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 70

4.9 Distribusi Kebijakan Lingkungan Terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 71


(15)

4.10 Pengaruh Keterlibatan Terhadap Pengelolaan Sanitasi

Lingkungan di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 73 4.11 Pengaruh Kontribusi Terhadap Pengelolaan Sanitasi Lingkungan

di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 74 4.12 Pengaruh Tanggungjawab Terhadap Pengelolaan Sanitasi

Lingkungan di Kota Subulussalam Tahun 2009 ... 75 4.13 Hasil Analisis Multivariat dengan Menggunakan Regresi

Logistik ... 77


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep ... 44 3.1 Lokasi Rumah KK sebagai Sampel Penelitian... 48


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 101

2 Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Subulussalam.... 102

3 Surat Izin Selesai Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Subulussalam... 103

4 Kuesioner Penelitian ... 104

5. Hasil Observasi Pengelolaan Sanitasi Lingkungan... 109

6 Hasil Pengolahan Data ... 114


(18)

ABSTRAK

Masyarakat yang berdomisili 0-10 m di daerah aliran sungai Kota Subulussalam sebagian besar belum mengelola sanitasi lingkungan seperti memiliki ketersediaan sarana kebersihan (jamban, air bersih, pengelolaan limbah dan sampah). Kebijakan dan peran serta masyarakat merupakan faktor penentu keberhasilan dalam mengatasi masalah pengelolaan lingkungan hidup karena manusia terlibat sebagai penyebab timbulnya berbagai masalah lingkungan.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh kebijakan lingkungan hidup dan peran serta masyarakat pada pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai Kota Subulussalam. Metode penelitian adalah jenis survai explanatory pada 100 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di sekitar aliran sungai pada tiga kecamatan (Kecamatan Rundeng, Sultan Daulat dan Longkip) Kota Subulussalam yang dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2009. Pengambilan sampel dengan cara stratified sampling pada KK yang berdomisili dalam jarak 0-10 m, Kecamatan Rundeng 42 KK, Kecamatan Sultan Daulat 40 KK dan 18 orang di Kecamatan Longkib. Pengumpulan data peranserta dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi pada pengelolaan sanitasi lingkungan. Data dianalisis dengan multivariat (logistic regression).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan di DAS Kota Subulussalam belum terlaksana dengan baik. Kebijakan yang dilaksanakan masih terbatas pada upaya meningkatkan kesehatan keluarga ibu dan anak serta peran serta masyarakat baik keikutsertaan, pemberian gagasan belum aktif dan kemampuan masih rendah dalam menyediakan sarana kesehatan lingkungan. Variabel kebijakan, keterlibatan, kontribusi dan tanggung jawab secara statistik berpengaruh nyata terhadap pengelolaan sanitasi lingkungan (p value 0,000 < α 0,05).

Disarankan perlunya para pengambil keputusan pada Dinas Kesehatan Subulussalam untuk menerbitkan kebijakan berupa peraturan daerah tentang upaya pengelolaan sanitasi lingkungan dan mengikutsertakan komponen masyarakat dalam berbagai promosi kesehatan lingkungan dengan menyediakan papan pengumuman, pamflet atau spanduk berupa larangan atau sanksi maupun pola hidup bersih sehat. Memberdayakan kader-kader atau penyuluh kesehatan untuk mengajarkan metode/ teknik pengelolaan air bersih dan pengelolaan limbah keluarga yang berbasis lingkungan. Bagi masyarakat dibentuk kelompok kerja lingkungan dan berbagai kegiatan gotong royong untuk meningkatkan kemampuan (tanggung jawab) agar masyarakat merasakan dampak (manfaat) sehingga timbulnya rasa kepedulian untuk menyediakan sarana sanitasi lingkungan meliputi penyediaan air bersih, jamban keluarga, sampah dan pengelolaan limbah rumah tangga.


(19)

ABSTRACT

Majority of the community who domiciled at 0-10 m of the river current of Subulussalam City still not have environmental sanitary management such as sanitary facilities (waste treatment, water closed,cleaning water and garbage). Policy and the participation of the community are important factor in successfull of the natural environment management problems because the human beings as a whole are involved as the cause of various environmental problems.

The objective of the study was to analyze the influence of natural environmental policy and participation of the community on sanitary management of the river stream of Subulussalam. The method of the study was explanatory survey of 100 headships who lived around the river stream of three subdistricts (Rundeng, Sultan Daulat and Longkip) of Subusussalam conducted within June–August 2009. The sampling was carried out by stratifiedsampling with headships who domiciled at 0-10 m in distance, consisting of Rundeng Subdistrict of 42 headhips, Sultan Daulat Subdistrict of 40 headships and 18 headships of Longkip Subdistrict. The data collection of participation was conducted by using questionnaire and observation of the environmental sanitary observation. The statistical analysis used multivariate (multiple logistic regression).

The result of the study showed that the policy of River Current Area of Subulussalam was still not implemented adequately. The implemented policy was still limited to the effort of improving maternal and fetal health and the participation of the community either their involvement, provision of ideas were not active and even their capability were still relatively lower in providing the environmental sanitary health. The statistic found that the variables of policy, involvement, contribution and responsibility had significant influence on the environmental sanitary management (p value 0,000 < α 0,05).

It is suggested the Health Department of Subulussalam that the decision-makers to issue the policy in regional rule in an effort of sanitary management and involve all the components of the community environmental in various sanitary promotion by providing the acknowledgement board, pamphlet or brochures containing the sanction or the healthy life pattern, empowering the cadre or health consultants to teach the methods/techniques of cleaning water treatment and environment-based domestic waste. It is also required to establish the environmental teamwork and various cooperative works for the community to improve their capability (responsibility) that they may enjoy the impact (benefit) leading to a sense of care for provision of the environmental sanitary facilities including supply drinking water, water closed, disposal place of garbage and domestic waste treatment.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan untuk mewujudkan manusia Indonesia yang sehat. Lingkungan sehat diarahkan melalui peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat serta pengendalian faktor resiko baik di perkotaan maupun di pedesaan. (Depkes RI, 2006).

Undang-Undang No.23 tahun 1997 pasal 6 ayat (1) tentang lingkungan hidup menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan. Selanjutnya dalam penjelasan disebutkan bahwa, kewajiban setiap orang sebagaimana tersebut dalam ayat ini tidak terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat, yang mencerminkan harkat individu dan makhluk sosial. Hak dan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik tahap perencanaan maupun tahap-tahap pelaksanaan dan penilaian. Adanya peran serta masyarakat tersebut mempunyai motivasi kuat untuk bersama-sama mengatasi masalah lingkungan hidup, dan mengusahakan berhasilnya pengelolaan lingkungan hidup sehingga mutu dan kualitas lingkungan dapat terwujud. Pada hakekatnya peran serta masyarakat


(21)

tersebut merupakan keharusan, karena manusia secara keseluruhan terlibat sebagai penyebab timbulnya berbagai masalah lingkungan termasuk daerah aliran sungai.

Daerah aliran sungai merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumber daya alam, air dan vegetasi. DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul beban yang amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumber daya alamnya yang intensif sehingga terdapat beberapa indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi, sedimentasi, banjir dan kekeringan. Sebagai satu kesatuan air DAS dipengaruhi oleh kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang dibanyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial ekonomi dan tingkat pengelolaan yang erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (Dikun, 2003).

Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang kebijakan lingkungan sanitasi di daerah aliran sungai tertuang dalam PP No. 35 tahun 1991 tentang sungai. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Pendayagunaan sungai merupakan semua upaya untuk mewujudkan kemanfaatan sumberdaya sungai secara efisien, efektif, dan berkelanjutan untuk kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya yang meliputi kegiatan peruntukan,


(22)

pengembangan, pemanfaatan dan pengusahaan dari air sungai, sumber air sungai, dan prasarana sungai.

Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996 tentang peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan daerah aliran sungai tertuang dalam PP No 69 tahun 1996 yang mengatur tentang pelaksanaan hak dan kewajiban, serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Kebijakan pemerintah ini selain mengatur tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan DAS terpadu, juga mengatur sanksi (hukuman) bagi masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan pemerintah dalam pengelolaan DAS terpadu baik pada DAS lokal, regional maupun nasional.

Peraturan Pemerintah No.16 tahun 2005 tentang sanitasi lingkungan terkait dengan pengembangan sistem penyediaan air minum sebagai tindak lanjut dari UU No.7/2004 tentang sumber daya air dan pokok-pokok pengaturan bidang sanitasi (air limbah dan persampahan). PP No 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Air Minum. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman.

Jumlah penduduk yang meningkat tajam membuat kebutuhan tempat tinggal meningkat pula. Masyarakat cenderung memilih mendiami suatu kawasan yang dianggap mampu mendukung kehidupannya, misalnya di daerah sekitar bantaran sungai bahkan sangat dekat dengan tepi sungai. Semakin banyak penduduk yang


(23)

berdiam di tepi sungai, maka semakin banyak limbah rumah tangga yang akan dibuang langsung ke sungai.

Masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai memiliki sistem nilai dan menjunjung tinggi adat istiadatnya dan cenderung bersikap kooperatif. Kondisi ini menyebabkan terbatasnya akses pelayanan sosial termasuk kesehatan, ekonomi dan politik, sehingga berpotensi menimbulkan masalah bila tidak ditangani secara komprehensif. Oleh karena itu perlu mengoptimalkan peran serta semua pihak dalam upaya pemberdayaan masyarakat daerah aliran sungai (Depkes RI, 2006).

Pencemaran lingkungan yang terjadi di daerah sekitar aliran sungai disebabkan oleh adanya budaya masyarakat Indonesia yang menganggap sungai sebagai tempat pembuangan limbah padat, cair dan limbah lainnya. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan seperti yang banyak ditemukan di beberapa daerah di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung dan kota-kota besar lainnya. Kondisi sungai sangat memprihatinkan sehingga tidak layak dimanfaatkan sebagai sumber air untuk keperluan konsumsi.

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan selama ini baik yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah disadari masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat bila terjadi masalah lingkungan dilapangan sering kali belum atau tidak jelas pihak mana yang harus menanganinya. Ini terjadi karena adanya anggapan bahwa hal tersebut bukan kewenangannya. Disamping itu, masalah kewenangan dalam pengelolaan lingkungan seringkali dihadapkan pula pada kendala seperti belum terbentuknya kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup daerah. Bila sudah


(24)

terbentuk masih lemah serta kurang efisien serta adanya beberapa daerah yang kurang memberikan perhatian yang cukup pada aspek lingkungan hidup. Disamping itu, kurangnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan daerah aliran sungai, masyarakat cenderung untuk tidak berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan hidup di sekitarnya.

Kota Subulussalam mempunyai luas wilayah 3.578 km terdiri dari 5 Kecamatan dan 74 desa dengan jumlah penduduk 67,821 jiwa. Wilayah Kota Subulussalam terbagi menjadi 3 yaitu daerah perbukitan, dataran rendah dan rawa-rawa (aliran sungai). Pemukiman penduduk dibagi menjadi pemukiman daratan dan pemukiman daerah aliran sungai. Sanitasi lingkungan di Kota Subulussalam masih dibawah standar dalam persentase lingkungan sehat, dengan cakupan kepemilikan jamban keluarga di Kecamatan Rundeng dari 2442 KK yang diperiksa sebanyak 921 KK yang memiliki jamban keluarga dengan persentase 37,71 %, cakupan air bersih dari jumlah yang diperiksa sebanyak 2442 KK dan yang memiliki sarana air bersih sebanyak 1183 KK atau persentase 48,44 %, pengelolaan limbah dari yang diperiksa 2250 yang memiliki sarana limbah 192 KK atau dengan persentase 8,35%, tempat sampah dari yang di periksa 2442 KK yang memiliki 35 KK persentase 1,43 %. Pada Kecamatan Sultan Daulat dari 2340 KK yang diperiksa sebanyak 1179 kepala keluarga yang memiliki jamban keluarga dengan persentase 50,38 %, cakupan air bersih dari jumlah yang diperiksa sebanyak 2340 KK dan yang memiliki sarana air bersih sebanyak 1316 KK atau persentase 56,24 %, pengelolaan limbah dari yang diperiksa 2340 yang memiliki sarana limbah 790 KK atau dengan persentase 30,20% serta tempat sampah dari yang di periksa 2340 KK yang memiliki 1244 KK


(25)

persentase 54,71%. Pada kecamatan Longkip dari 953 kepala keluarga yang diperiksa sebanyak 423 kepala keluarga yang memiliki jamban keluarga dengan persentase 44,39 %, cakupan air bersih dari jumlah yang diperiksa sebanyak 953 KK dan yang memiliki sarana air bersih sebanyak 953 KK atau persentase 64,1 %, tempat sampah dari yang diperiksa 953 yang memiliki sarana limbah 378 KK atau dengan persentase 39,66% (Profil Kesehatan Kota Subulussalam, 2008).

Hasil observasi diperoleh bahwa sungai Lae Soraya arusnya melewati tiga kecamatan di Kota Subulussalam yaitu tiga Kecamatan Rundeng, Sultan Daulat dan Longkip. Pengelolaan sanitasi lingkungan masyarakat yang berdomisili 0-10 m dari aliran sungai sebagian besar belum memiliki ketersediaan sarana kebersihan seperti jamban, air bersih, pengelolaan limbah dan sampah. Pada umumnya masyarakat memilik prilaku kesehatan yang kurang baik, seperti kebiasaan membuang sampah keluarga di pekarangan atau sungai, pembungan tinja di sungai (memiliki jamban di atas sungai). Untuk keperluan rumah tangga seperti mencuci, memasak dan mandi menggunakan air sungai. Ini merupakan hal biasa dan sering terlihat serta tidak ada larangan dari masyarakat lainnya (tokoh masyarakat). Pada pemukiman masyarakat yang berdomisili bukan di bibir sungai cenderung memiliki prilaku hidup yang bersih sehat dibandingkan dengan berdomisili di pinggir sungai. Adanya sebagian masyarakat menggunakan mesin sanyo untuk mengambil air sungai untuk keperluan sehari-hari dan memiliki jamban keluarga, tempat sampah, dan sumur untuk penyediaan air bersih. Air yang diambil dari sungai dikumpulkan di bak mandi, kemudian diendapkan dengan prinsip kotoran yang berada di permukaan air akan turun ke bawah. Air permukaan bagian atas inilah yang dipergunakan untuk keperluaan sehari-hari.


(26)

Wilayah kerja Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai perpanjang tanganan Dinas Kesehatan Subulussalam dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan yang dilakukan terbatas pada program penyuluhan kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pembinaan masyarakat melalui Desa Siaga dan Posyandu tentang prilaku hidup bersih dan sanitasi rumah sehat dengan intensitas penyuluhan 3-4 kali setahun.

Masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai merupakan kelompok yang paling berisiko atau rentan terhadap penularan penyakit menular yang disebabkan oleh penyediaan air bersih secara kualitas dan kuantitas belum memadai, kebiasaan masyarakat buang air besar di sungai, pembuangan sampah dan air limbah belum dikelola dengan baik, bangunan tempat tinggal belum memenuhi syarat perumahan yang sehat. Hal ini merupakan faktor resiko berbagai penyakit menular berbasis lingkungan (Kusnoputranto, 1995).

Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan sanitasi di daerah aliran sungai di Kota Subulussalam adalah berbagai peraturan dan program pengelolaan dan pengendalian pencemaran sungai mengacu pada peraturan pemerintah pusat. Belum terbentuknya peraturan daerah tentang pengelolaan sanitasi menyebabkan peran serta dan keterlibatan masyarakat masih minim. Dalam pengelolaan sumber daya air perlu upaya yang mengintegrasikan masalah teknis, ekonomi, sosial dan budaya yang berkaitan erat dengan masyarakat. Tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam pencapaian suatu program pembinaan masyarakat dan dalam merumuskan suatu kebijakan tentang pengelolaan sanitasi lingkungan di Kota Subulussalam.


(27)

1.2 Permasalahan

Sanitasi lingkungan di kota Subulussalam masih dibawah standar dalam persentase lingkungan sehat, dengan cakupan kepemilikan jamban keluarga, cakupan air bersih dan pengelolaan limbah. Peraturan dan program pengelolaan dan pengendalian pencemaran sungai hanya sedikit yang mengikutsertakan masyarakat.

Upaya pemerintah dalam melaksanakan program sanitasi lingkungan dengan penyuluhan intensitasnya masih terbatas. Program yang dilaksanakan masih tertuju pada kesehatan ibu dan anak dalam meningkatkan derajat kesehatan yang bekerjasama dengan pusat kesehatan masyarakat (Desa Siaga) setempat.

Bertitik tolak dari uraian latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Ada pengaruh kebijakan lingkungan hidup (PP No. 35 tahun 1991, PP No.69 tahun 1996 dan PP No.16 tahun 2005) dan peran serta masyarakat (keterlibatan, kontribusi dan tanggungjawab) terhadap pengelolaan sanitasi lingkungan hidup di daerah aliran sungai Kota Subulussalam?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kebijakan lingkungan hidup dan peran serta masyarakat terhdap pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai Kota Subulussalam.


(28)

1.4 Hipotesis

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh kebijakan lingkungan dan peran serta masyarakat terhadap pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai Kota Subulussalam tahun 2009.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah Kota Subulussalam, peneliti ini bermanfaat sebagai masukan dalam menyusun kebijakan perencanaan program lingkungan berbasis pembinaan masyarakat, promosi dan kesehatan lingkungan.

2. Bagi Dinas Kesehatan dan Sosial pemerintah Kota Subulussalam, peneliti memberi masukan-masukan pemikiran yang didasarkan pada analisis teori dan kajian praktis dalam meningkatkan peran serta masyarakat.

3. Bagi masyarakat ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kajian tentang peran serta masyarakat, agar masyarakat mempunyai rasa tanggung jawab terhadap pengelolaan sanitasi lingkungan di tempat tinggalnya.

4. Untuk memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah terhadap peran serta masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan daerah aliran sungai di Kota Subulussalam tahun 2009.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan

Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan seringkali disamakan dengan istilah policy. Hal tersebut dikarenakan sampai saat ini belum diketahui terjemahan yang tepat terhadap istilah policy ke dalam bahasa Indonesia. Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggungjawab melayani kepentingan umum.

Menurut Hoogerwerf dalam Supriyadi (2007) pada hakekatnya pengertian kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu yaitu dengan tindakan yang terarah.

Secara harfiah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy science. Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian public itu sendiri dalam bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum. Dengan demikian perbedaan makna antara perkataan kebijaksanaan dan


(30)

kebijakan tidak menjadi persoalan, selama kedua istilah itu diartikan sebagai keputusan pemerintah yang relatif bersifat umum dan ditujukan kepada masyarakat umum. Perbedaan kata kebijakan dengan kebijaksanaan berasal dari keinginan untuk membedakan istilah policy sebagai keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat.

Kajian tentang kebijakan dalam arti yang luas sebagai usaha pengadaan informasi yang diperlukan untuk menunjang proses pengambilan kebijakan telah ada sejak manusia mengenal organisasi dan tahu arti keputusan. Kajian ini dilakukan mulai dari cara yang paling sederhana dan irasional sampai dengan cara-cara yang bersifat kombinasi kuantitatif dan kualitatif sekarang ini.

Kajian-kajian yang dilakukan di masa lampau biasanya merupakan suatu kajian dari satu disiplin ilmu untuk memecahkan suatu permasalahan yang dianggap termasuk dalam aspek tertentu yang relevan dengan disiplin ilmu itu. Kajian yang demikian mulai sulit memecahkan persoalan-persoalan yang kompleks dalam masyarakat modern sekarang ini.

Dalam masyarakat dewasa ini sering timbul keluhan bahwa hasil suatu analisis yang dilakukan dalam suatu bidang sulit diterapkan. Kesulitan dalam penerapan ini disebabkan oleh kenyataan bahwa masyarakat merupakan kancah pertautan berbagai aspek yang bersifat multidimensi. Dalam masyarakat berbagai aspek saling mempengaruhi, karena itu diperlukan analisis yang bersifat multidimensi.


(31)

Kebijakan menurut H. Hugh Heglo dalam Abidin (2002) “a course of action intended to accomplish some end” atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu.

Ibrahim (2004) menjelaskan kebijakan adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan tertentu. James E. Anderson yang dikutip Wahyuni dkk, (2002) kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan. Untuk pemahaman yang baik, definisi yang dikemukakan Dikun (2003) menyatakan kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan.

Terkait dengan ciri-ciri dari kebijakan tersebut, Anderson dan Charles (2000) mengemukakan beberapa ciri dari kebijakan, sebagai berikut :

a. Setiap kebijakan mesti ada tujuannya.

b. Setiap kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum.

c. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah.

d. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan.

e. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk memaksa masyarakat mematuhinya.


(32)

Sebagai sebuah sistem yang terdiri atas sub-sistem atau elemen, komposisi dari kebijakan dapat dilihat dari dua perspektif: dari proses kebijakan dan dari struktur kebijakan. Dari sisi proses kebijakan, terdapat tahap-tahap sebagai berikut: identifikasi masalah dan tujuan, formulasi kebijakan, pelaksanaan, evaluasi kebijakan. Dilihat dari segi struktur terdapat 5 (lima) unsur kebijakan (Supriyadi, 2007)

Berhasil tidaknya suatu kebijakan dalam masyarakat sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan itu. Ada 2 (dua) faktor yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan. Pertama, mutu dari kebijakan dilihat dari substansi kebijakan yang dirumuskan. Kedua, ada dukungan pada strategi kebijakan yang dirumuskan. Tanpa dukungan yang cukup, kebijakan tak dapat diwujudkan (Anderson, 2000).

2.2 Lingkungan

Berbicara tentang pengelolaan lingkungan hidup, maka terlebih dahulu perlu dipahami pengertian lingkungan hidup itu sendiri. Lingkungan hidup dapat dikatakan sebagai bahagian yang multak dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, manusia tidak terlepas dari berbagai kebutuhan hidupnya dikarenakan adanya lingkungan hidup. Manusia memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya dikarenakan adanya lingkungan hidup. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup dalam kesendirian tetapi bergantung kepada lingkungan sekitarnya atau lingkungan hidupnya.


(33)

Menurut Soemartono (2001) lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam satu ruangan yang kita tempat dan mempengaruhi kehidupan kita. Dalam penjelasan umum UU No. 23 tahun 1997 butir 2 dijelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup, yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.

Lingkungan dapat diartikan secara mudah sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar kita. Secara lebih terperinci, lingkungan di sekitar manusia dapat dikategorikan dalam a) lingkungan fisik, b) lingkungan biologi, c) lingkungan sosial (Kusnoputro, 1995).

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup atau untuk mendapat mutu lingkungan yang baik, dilakukan upaya memperbesar manfaat lingkungan hidup dan memperkecil resiko lingkungan agar pengaruh yang merugikan dapat dijauhkan sehingga kawasan lingkungan hidup dapat terpelihara.

Setiap pengelolaan lingkungan hidup harus pula dilakukan secara sadar dan berencana. Hubungan keserasian antara arah pembangunan kelestarian lingkungan hidup perlu diusahakan dengan memperhatikan kebutuhan manusia. Menurut Soerjani (2000) pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Lingkungan hidup terdiri dari tatanan kesatuan dengan berbagai unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu pengelolaan lingkungan hidup memerlukan keterpaduan pelaksanaan di


(34)

tingkat nasional, koordinasi pelaksanaan secara sektoral dan di daerah, sehingga semua ini terkait secara mantap dengan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dengan kesatuan gerak dan langkah mencapai tujuan pengelolaan hidup.

Kemampuan sistem pengelolaan lingkungan hidup menentukan keberhasilan upaya pelestarian fungsi lingkungan. Sistem pengelolaan ini terdiri dari organisasi dan tata cara, mulai dari pusat sampai ke daerah. Dalam bentukan ini juga termasuk lembaga dan organisasi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Kerusakan lingkungan hidup seringkali disebabkan oleh sistem pengelolaan yang belum efektif dan efisien. Oleh karena itu sasaran pengelolaan lingkungan hidup lainnya adalah terbentuknya sistem kelembagaan yang lebih efisien dan efektif mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah baik dalam lingkungan pemerintah, dunia usaha maupun organisasi masyarakat (Depkes, 2006).

2.3 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah, instansi-instansi pemerintah ataupun masyarakat terhadap pencemaran yang terjadi di darat, air maupun udara yang memberi kontribusi dalam pelestarian lingkungan hidup serta berperan dalam menghilangkan sumber vector dan reservoir penyakit dan memutus rantai penular (Depkes, 2008).

Sanitasi adalah bagian dari sistem pembuangan air limbah, yang khususnya menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga, kantor, hotel, pertokoan (air buangan dari WC, air cucian, dan lain-lain). Selain berasal dari rumah tangga, limbah


(35)

juga dapat berasal dari sisa-sisa proses industri, pertanian, peternakan, dan rumah sakit (Said,1987).

Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus dihadapi dan sangat menganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem. Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah elemennya, tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut. Perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan timbulnya sejumlah permasalah sanitasi.

2.4 Kebijakan Lingkungan tentang Sanitasi Lingkungan di Daerah Aliran Sungai

2.4.1 Peraturan Pemerintah No 35 tahun 1991 tentang Sungai

Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengaliran sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai.

Sungai merupakan salah satu ekosistem perairan terbuka yang mengalir dari bagian hulu hingga ke hilir. Badan sungai, bantaran dan daerah tangkapan air sepanjang daerah aliran sungai (DAS) tersebut kualitasnya dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Sungai sebagai sebuah ekosistem memiliki daya homeotasis yaitu suatu kemampuan untuk menahan berbagai jenis perubahan untuk mempertahankan keseimbangannya.


(36)

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.

Pendayagunaan sungai merupakan semua upaya untuk mewujudkan kemanfaatan sumberdaya sungai secara efisien, efektif, dan berkelanjutan untuk kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya yang meliputi kegiatan peruntukan, pengembangan, pemanfaatan dan pengusahaan dari air sungai, sumber air sungai, dan prasarana sungai. Pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai merupakan semua upaya untuk mempertahankan fungsi pelayanan, keamanan dan kelestarian hutan/vegetasi, tanah dan air serta lingkungan secara berkelanjutan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perlindungan kelestarian Daerah Aliran Sungai.

Upaya pendayagunaan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian sungai, penanganannya diprioritaskan pada sungai yang strategis dengan memperhatikan tingkat perkembangan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah, tuntutan kebutuhan dan tingkat pemanfaatan air, ketersediaan air, dan sumber air. Upaya pendayagunaan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian daerah aliran sungai, penanganannya diprioritaskan pada daerah aliran sungai yang kritis dan prilaku masyarakatnya belum berprilaku hidup bersih sehat.


(37)

2.4.2 Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996

Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. Peran serta masyarakat dapat berbentuk : a. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah nasional

termasuk kawasan tertentu yang ditetapkan.

b. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan.

c. Pemberian masukan dalam perumusan rencana termasuk kawasan tertentu.

d. Pemberian informasi atau pendapat dalam penyusunan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara.

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan daerah aliran sungai tertuang dalam PP No 69 tahun 1996 yang mengatur tentang pelaksanaan hak dan kewajiban, serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Kebijakan pemerintah ini selain mengatur tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan DAS terpadu, juga mengatur sanksi (hukuman) bagi masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan pemerintah dalam pengelolaan DAS terpadu baik pada DAS lokal, regional maupun nasional.


(38)

2.4.3. Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 tentang Sumber Daya Air Yang Mencakup Pokok-pokok Pengaturan Bidang Sanitasi (Air Limbah dan Persampahan)

Peraturan Pemerintah No. 16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum sebagai tindaklanjut dari UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air terdapat pokok-pokok pengaturan bidang sanitasi (air limbah dan persampahan). Dalam pokok-pokok pengaturan tersebut terdapat pula keterpaduan pengaturan pengembangan Sistem Pelayanan Air Minum (SPAM) dan prasarana sarana sanitasi, pengembangan sanitasi yang berpihak pada masyarakat miskin dan rawan air, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, pemenuhan standar pelayanan dan tidak menimbulkan dampak sosial, serta kualitas hasil pengolahan yang tidak mencemari sumber air baku.

Selain itu, pengembangan sistem air minum air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman. Limbah padat berasal dari lingkungan permukiman, bukan bahan berbahaya dan beracun, yang dianggap tidak berguna lagi.

Agoes (2008) mengemukakan kebijakan dan strategi bidang air limbah, persampahan dan drainase memerlukan pengembangan sesuai kebutuhan masa kini dan mendatang. Oleh karena itu perlu penekanan kegiatan yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perlindungan kesejahteraan


(39)

masyarakat terhadap perlindungan kualitas kehidupan dan lingkungan. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai PP No. 25/2000 menyebutkan bahwa penanganan persampahan dan pembangunan bidang penyehatan lingkungan permukiman (PLP) menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota.

2.5 Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian integral yang harus ditumbuhkan dan dikembangkan yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki serta rasa tanggungjawab dari masyarakat secara sadar dan bertanggung jawab. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989) menyatakan secara umum bahwa peran serta (partisipasi) diartikan sebagai keikutsertaan dalam mengambil peran tertentu dalam suatu kegiatan.

Peran merupakan sebagai keikutsertakan dalam mengambil peran tertentu dalam suatu kegiatan. Secara sederhana peran serta masyarakat dapat diartikan sebagai upaya yang terencana untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan (Slamet, 2007). Peran serta juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pihak yang akan memperoleh dampak positif atau negatif ikut mempengaruhi arah dan pelaksanaan kegiatan dan tidak hanya dalam arti menerima hasilnya.

Irawan (2002) mengatakan bahwa peran serta masyarakat adalah sebagai suatu proses dimana orang-orang yang ada dengan pejabat-pejabat pemerintah berusaha untuk memperbaiki keadaan ekonomi, sosial dan kebudayaan, mengintegrasikan masyarakat didalam kehidupan bangsa dan dapat membantu bangsa dan negara.


(40)

Untuk menumbuhkan kegiatan peran serta masyarakat diperlukan suatu keterampilan dan pengetahuan agar dapat mencapai berbagai tingkatannya, dan untuk itu selalu dapat ditemukan titik tolaknya untuk mengawalinya. Dengan memperhatikan perbedaan tingkatan yang ada, Sastropoetro (2004) mengemukakan pada dasarnya ada tiga tingkatan peran serta masyarakat, yaitu:

1. Tingkat saling mengerti. Tujuannya adalah untuk membantu para anggota kelompok agar memahami masing-masing fungsi dan sikap, sehingga dapat mengembangkan kerja sama yang lebih baik. Dengan demikian secara pribadi mereka akan menjadi lebih banyak terlibat, bersikap kreatif dan juga menjadi lebih bertanggung jawab.

2. Tingkat sugesti yang dibangun atas dasar saling mengerti, oleh karena para anggota kelompok pada hakikatnya sudah cenderung siap untuk memberikan suatu usul/saran kalau telah memahami masalah dan ataupun situasi yang dihadapkan kepada mereka. Dalam partisipasi bentuk penasihatan, seseorang dapat membantu untuk mengambil keputusan dan memberikan saran-saran yang bersifat kreatif, namun ia sendiri tidak dapat menentukan suatu keputusan. Banyaklah keputusan teknis yang dilakukan sedemikian atas dasar kompetensi teknik, dalam mana si pemimpin mengesahkan keputusan-keputusan tersebut. Cara demikian nampak meningkatkan inisiatif, kreativitas, disiplin, dan semangat, selain mengurangi sesuatu sifat yang ketat dan kaku maupun mengurangi pengarahan/petunjuk dari atasan.


(41)

3. Tingkat otoritas. Otoritas pada dasarnya memberikan kepada kelompok suatu wewenang untuk memantapkan keputusannya. Kewenangan sedemikian dapat bersifat resmi kalau kelompok hanya memberikan kepada pimpinan konsep keputusan yang kemudian dapat diresmikan menjadi keputusan oleh si pemimpin.

Dalam setiap pelaksanaan penataan ruang, peranan masyarakat sangat menentukan keberhasilan dan kesinambungan penataan ruang yang diinginkan. Hal ini erat kaitannya dengan kondisi dan situasi masyarakat yang bersangkutan, hanya masyarakat itu sendiri yang mengetahui kebutuhan berkenaan penataan ruang yang perlu diprioritaskan. Demikian pula peran serta masyarakat dalam suatu penataan ruang harus sudah dimulai sejak saat perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Peran serta masyarakat merupakan satu bentuk peran serta atau keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan. Peran serta masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat merasa terlibat dan merasa menjadi bagian dari pembangunan. Hal ini akan berdampak positif terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program pembangunan.

Mengembangkan dan membina peran serta masyarakat merupakan suatu pendekatan yang pelaksanaannya dilakukan secara kontinyu. Peran serta masyarakat merupakan perubahan prilaku kearah yang lebih positif untuk menyadari akan tanggung jawabnya. Peran serta masyarakat dapat terjadi dalam berbagai tingkatan, yaitu:


(42)

1. Tingkat peran serta masyarakat karena perintah atau karena paksaan, 2. Tingkat peran serta masyarakat karena imbalan atau karena insentif.

3. Tingkat peran serta masyarakat karena identifikasi, atau karena ingin meniru. 4. Tingkat peran serta masyarakat karena kesadaran,

5. Tingkat peran serta masyarakat karena tuntutan akan hak azasi dan tanggung jawab.

Peran serta masyarakat dalam penataan ruang wilayah sangat penting kedudukannya, sehingga ada tiga alasan utama mengapa peran serta masyarakat mempunyai sifat yang penting, yaitu :

1. Peran serta masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh suatu informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat yang tanpa kehadirannya, program pembangunan serta proyek – proyek akan gagal;

2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya;

3. Yang mendorong adanya peran serta masyarakat umumnya di banyak negara karena anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan itu sendiri.

Dalam peran serta masyarakat tersirat makna dan integritas keseluruhan dari proyek tata ruang yang merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan pihak lain, peran serta berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan atau perubahan yang akan dihasilkan suatu proyek tata ruang sehubungan dengan kehidupan masyarakat. Peran serta adalah kesadaran mengenai kontribusi yang dapat


(43)

diberikan oleh pihak–pihak lain untuk suatu kegiatan. Peran serta sebagai sarana pembangunan dimaksudkan agar tersaranakan potensi dan kemungkinan dari peran serta itu sendiri.

Bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan daerah aliran sungai dibedakan menjadi empat macam, yakni peran serta dalam bentuk :

1. Tahapan pembuatan keputusan. Dalam hal ini sejak awal masyarakat telah dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan atas rencana yang akan dilaksanakan.

2. Tahap implementasi. Keterlibatan masyarakat juga diupayakan pada tahap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengontrol bagaimana kegiatan dilakukan di lapangan.

3. Tahap evaluasi. Evaluasi secara berkala umumnya dilaksanakan pada tahap pelaksanaan dan pada akhir pelaksanaan kegiatan.

4. Peran serta untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan (Mitchell, 2000).

Untuk dapat mencapai tujuan kesehatan lingkungan air, maka mereka yang sangat berkepentingan dengan penyediaan air bersih dan sanitasi perlu diikutsertakan. Keberadaan sumber air bersih yang dapat diterima masyarakat akan sangat membantu dan mempermudah dan memperingan beban kehidupan masyarakat pada umumnya.

Untuk meningkatkan peran serta atau peran masyarakat harus mengikut sertakan dalam berbagai aktivitas program yang dilaksanakan, antara lain:


(44)

a. Anggota masyarakat ikut menghadiri pertemuan-pertemuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkajian ulang proyek, namun kehadiran mereka sebatas sebagai pendengar semata.

b. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan

c. Anggota masyarakat berperan serta aktif dalam semua tahapan proses pengambilan keputusan, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Menurut Davis dalam Sastropoetro (1998) peran serta atau peran serta adalah suatu keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagi tanggungjawab terhadap pencapaian tujuan tersebut. Ada tiga gagasan penting dalam defenisi tersebut yang mempengaruhi peran serta, yaitu :

1. Keterlibatan mental dan emosional.

Keikutsertaan dalam pengelolaan sanitasi lingkungan di Daerah Aliran Sungai meliputi peran serta langsung dalam menjaga kebersihan sekitar daerah aliran sungai. Keterlibatan dalam hal ini berarti bahwa masyarakat turut serta dalam satu kegiatan. Masyarakat terlibat dalam pengelolaan sanitasi lingkungan dalam arti memiliki jamban keluarga, memiliki persediaan air bersih, tidak membuang air limbah ke sungai dan tidak membuang sampah ke sungai. Bahwa keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan lebih dari keterlibatan jasmani. Peran serta berarti keterlibatan mental dan emosional ketimbang hanya berupa aktivitas fisik. Keterlibatan tersebut lebih


(45)

bersifat psikologis daripada fisik. Seseorang yang berperan serta sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya. Dengan keterlibatan dirinya berarti keterlibatan terhadap pikiran dan perasaannya.

2. Kontribusi.

Gagasan-gagasan, ide-ide dan aspirasi responden dalam pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai yang meliputi pemberian gagasan dan sumbangsih terhadap pemeliharaan kebersihan. Masyarakat memberikan ide atau masukan mengenai hal-hal yang perlu dilakukan untuk menjaga dan mengelola sanitasi lingkungan terkait dengan cara-cara yang baik dalam hal pembuangan air limbah dan limbah padat. Adanya kesediaan memberi sesuatu demi mencapai tujuan kelompok dimana pemberian itu didasari oleh rasa senang, sukarela untuk membantu. Gagasan yang penting dalam peran serta memotivasi seseorang memberikan kontribusi atau sumbangsih. Mereka diberikan kesempatan untuk menyalurkan sumber inisiatif dan kreativitasnya guna mencapai tujuan organisasi.

3. Tanggungjawab.

Kesanggupan dan kemampuan responden dalam melakukan pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai yang meliputi adanya tanggung jawab terhadap kebersihan daerah aliran sungai. Gagasan ini adalah peran serta mendorong orang-orang menerima tangungjawab dalam aktivitas kelompok. Masyarakat memiliki tanggungjawab untuk menjaga dan mengelola kesehatan sanitasi lingkungan. Hal ini merupakan proses sosial yang melibatkan


(46)

orang-orang dalam organisasinya sendiri dan mau mewujudkan keberhasilannya. Pada saat seseorang menerima tanggungjawab dalam kegiatan kelompok, mereka melihat adanya peluang untuk melakukan yang mereka inginkan. Adanya unsur tanggungjawab merupakan kewajiban mendasar sebagai anggota masyarakat.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peran serta merupakan keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu kegiatan, khususnya kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat.

Pada dasarnya sudah banyak peraturan dan kebijakan pemerintah yang memuat tentang keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan daerah aliran sungai. Namun sering dijumpai dalam aplikasinya, peraturan-peraturan tersebut sama sekali tidak menerapkannya sehingga kegiatan yang melibatkan peran serta kurang berjalan dengan lancar. Oleh karena itu perlu konsep yang mensukseskan peran serta masyarakat. Mitchell dkk (2000) menyatakan bahwa dalam mensukseskan keterlibatan masyarakat dalam suatu pengelolaan sumber daya alam dan menyelesaikan pertentangan perlu dimasukkan elemen-elemen kunci kesuksesan peran serta, antara lain kepercayaan, komunikasi, kesempatan dan fleksibilitas yang menentukan efektifnya program yang melibatkan peran serta masyarakat.

Kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya, seperti yang dikemukakan Salim (2005) dipandang belum cukup karena rangkaian


(47)

peraturan memberi kesempatan dan kemungkinan, tetapi bukan jaminan bagi pengelolaan sumber daya alam yang memperbaiki lingkungan. Selanjutnya, dikatakan bahwa kunci utama dalam lingkungan hidup adalah kesadaran dan penghayatan manusia dan masyarakat untuk sungguh-sungguh membangun lingkungan yang lebih baik.

Menurut Slamet (2007) untuk mencapai tingkat peran serta masyarakat yang tinggi, ada beberapa elemen yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut :

a. Adanya kepercayaan dan saling menghargai sesama partisipan. b. Manfaat bagi seluruh partisipan yang terlibat.

c. Wewenang dan keterwakilan yang sederajat. Tingkat peran serta akan melemah jika ada pihak yang terlalu mendominan sementara yang lainnnya tidak memiliki wewenang sama sekali.

d. Adanya komunikasi yang baik yang dibangun secara internal oleh partisipan dan dengan pihak luar yang terkait.

e. Adaptif terhadap perubahan yang terjadi.

Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah nasional termasuk kawasan tertentu dapat berbentuk: 1. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah nasional

termasuk kawasan tertentu yang ditetapkan.

2. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan. Termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah termasuk kawasan tertentu.


(48)

3. Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang wilayah Nasional termasuk kawasan tertentu.

4. Pemberian informasi atau pendapat dalam penyusunan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara.

5. Pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional termasuk kawasan tertentu.

Pada dasarnya sudah banyak peraturan dan kebijakan pemerintah yang memuat tentang keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Namun, sering dijumpai dalam aplikasinya, peraturan-peraturan tersebut sama sekali tidak menerapkannya sehingga kegiatan yang melibatkan peran serta kurang berjalan dengan lancar.

2.6 Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.

Ritonga (2001) mendefinisikan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan menghasilkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau laut. Suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah kumpulan dari sub


(49)

DAS yang lebih kecil dengan ukuran maupun bentuk DAS yang berbeda dengan yang lainnya.

Menurut Suwardji (2007), Daerah Aliran Sungai atau DAS adalah hamparan pada permukaan bumi yang dibatasi oleh punggungan perbukitan atau pegunungan di hulu sungai ke arah lembah di hilir. DAS oleh karenanya merupakan satu kesatuan sumberdaya darat tempat manusia beraktivitas untuk mendapatkan manfaat darinya. Agar manfaat DAS dapat diperoleh secara optimal dan berkelanjutan maka pengelolaan DAS harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu, pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya.

Dengan perkataan lain, ekosistem DAS bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Pada DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi


(50)

kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Sedangkan DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.

Dari uraian di atas secara umum dapat dipahami bahwa pengelolaan kawasan sungai merupakan pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, yang dapat pulih (renewable), seperti air, tanah, dan vegetasi dalam sebuah kawasan sungai dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan kawasan sungai, agar dapat menghasilkan hasil air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan masyarakat yaitu air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi dan sebagainya. Namun dalam perkembangan permasalahan selanjutnya ternyata penyebab kerusakan sumberdaya air menyangkut berbagai tatanan kehidupan manusia dan pembangunan yang sangat kompleks. Sehingga semua aktors dan kegiatan pembangunan dalam satuan kawasan sungai bersangkutan, bahkan keterkaitannya antara kawasan sungai satu dengan lainnya, haruslah menjadi kesatuan dalam sistem pembangunan daerah bersangkutan.

Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumber daya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambaungan bagi kesejahteraan manusia. Selain itu,


(51)

pengelolaan DAS dipahami sebagai satu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang besifat manipulai sumber daya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumebr daya air dan tanah yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air dan keterikatan antara daerah hulu dan hilir.

Menurut Manan (1978) seperti yang dikutip Ritonga (2001), ada 5 butir perkembangan masyarakat sejalan dengan konsep pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) yakni :

1. Pengetahuan manusia yang terus bertambah tentang siklus hidrologi dan perananya.

2. Pertambahan penduduk yang pesat hingga mengakibatkan tekanan terhadap kebutuhan tanah dan air.

3. Meningkatnya kebutuhan air, disebabkan kemajuan teknologi dan meningkatnya taraf hidup masyarakat.

4. Timbulnya masalah kecurangan air, banjir, erosi, pencemaran,dll.

5. Perencana mulai mengakui DAS sebagai unit terbaik untuk tujuan manajemen sumber daya alam.

Untuk mewujudkan daerah aliran sungai yang baik dan sehat diperlukan adanya pengelolaan terpadu. Salah satu konsep pengelolaan terpadu daerah aliran sungai yang dianggap penting adalah peran serta masyarakat dalam pelestarian daerah aliran sungai.


(52)

Permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan daerah aliran sungai antara lain : (1) masih tumpang tindihnya peraturan antar sektor, (2) perbedaan visi, misi, persepsi dan tujuan antar stakeholder, (3) ego sektoral, (4) tidak adanya rencana induk pengelolaan sebagai rujukan, (5) penggunaan lahan tidak sesuai peruntukan, (6) tidak adanya sistem pengelolaan informasi terpadu, (7) kurangnya peran serta masyarakat dalam mengaplikasikan teknik-teknik konservasi sumber daya dan rendahnya kondisi sosial ekonmi, dan (8) keterbatasan dana dalam pelaksanaan konservasi, rehabilitasi lahan, pemeliharaan sarana dan prasarana pengairan.

Sistem pengelolaan daerah aliran sungai terdiri atas :

1. Perencanaan, dalam bentuk pola rencana jangka panjang, rencana teknik lapangan dalam jangka menengah untuk 5 tahun dan rencana tahunan.

2. Pelaksanaan, dalam bentuk kegiatan yakni pengaturan pemanfaatan lahan, konservasi tanah dan air dan untuk peningkatan peran serta masyarakat.

3. Monitoring dan evaluasi, dilakukan baik pada kegiatan proyek di lapangan maupun sasaran program pengelolaan daerah aliran sungai secara umum.

Agar pengelolaan daerah aliran sungai dapat dilakukan secara optimal, maka perlu ilibatkan seluruh stakeholders dan direncanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan, dan berawawasan lingkungan dengan daerah aliran sungai sebagai suatu unit pengelolaan. Pelaksanaan yang ditunjang oleh peraturan perundangan dna sistem pendanaan yang memungkinkan mekanisme kerjasama yang baik antar stakeholders, antar sektor dan adanya pembagian biaya dan keuntungan antar bagian


(53)

hulu dengan bagian hilir. Ini berarti aspek kelembagaan dalam pengelolaan daerah aliran sungai sangat penting untuk ditata.

2.7 Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Daerah Aliran Sungai

Pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai sebagai bagian dari pembangunan wailayah sampai saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait, antara lain ditunjukkan dengan masih belum adanya keterpaduan antar sektor, antar instansi dan antar daerah serta partisipasi masyarakat yang belum optimal dalam pengelolaan DAS yang berujung pada kerusakan DAS yang semakin mengkhawatirkan.

Budiharso (2008) mengemukakan DAS merupakan sumberdaya darat yang sangat komplek dan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai peruntukan. Dalam pengelolaannya, DAS hendaknya dipandang sebagai suatu kesatuan sumberdaya darat. Sehingga pengelolaan DAS yang bijak hendaklah didasarkan pada hubungan antara kebutuhan manusia dan ketersediaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Perubahan kualitas dan kuantitas air sungai akibat perubahan tutupan Lahan berpengaruh terhadap risiko penyakit bawaan air terhadap penduduk yang tinggal di sepanjang sungai DAS, dari hulu sampai ke hilir. Perkembangan kegiatan masyarakat yang tidak diikuti dengan pembangunan fasilitas pengolahan air limbah yang memadai akan menyebabkan memburuknya kualitas air sungai untuk keperuntukkan sumber air minum, budidaya ikan air tawar, pertanian dan pariwisata.


(54)

Degradasi kondisi DAS ditandai dengan semakin seringnya terjadi peristiwa banjir, tanah longsor dan kekeringan diakibatkan oleh pesatnya pemanfaatan sumber daya alam yang kurang terkoordinasi, telah menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Kecendrungan tersebut semakin meningkat pada era otonomi daerah, menimbulkan kerugian nasional yang sangat besar berupa kerusakan infrastruktur sosial ekonomi, rusaknya berbagai asset pembangunan dan pada gilirannya menyebabkan terganggunya tata kehidupan masyarakat.

Disisi lain, tidak bisa dipungkiri dalam konteks kebijakan makro, lebih-lebih kecendrungan ini meningkat pada era otonomi daerah, pengelolaan sumber daya alam pada DAS lebih diorientasikan pada peran perkembangan ekonomi dan mengabaikan wawasan lingkungan. Akibatnya kerusakan lingkungan yang seharusnya tidak terjadi malah menimbulkan kerusakan hutan dan lahan yang cukup parah pada daerah hulu dan semakin meluasnya daerah kritis. Sementara itu, terjadinya pertambahan penduduk dan meningkatkan berbagai aktivitas ekonomi dan sosial, telah menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan terhadap kualitas lingkungan. Kebutuhan terhadap lahan untuk menampung segala aktivitas semakin bertambah dan eksploitasi kekayaan alam semakin meningkat, kuantitas dan kelanjutan sumber daya air pada gilirannya menyebabknya langkanya air pada beberapa daerah tempat dalam kawasan DAS.

Pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan


(55)

bagi kesejahteraan manusia. Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS.

Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara terpadu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi dari kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data akademis maupun teknis, beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan perkembangan ekonomi dan sosial sebagai sebagai suatu keseluruhan dimana perkembangan daerah. Dengan beragamnya kondisi, maka beragam dan spesifik juga solusinya. Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan DAS secara berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja.

Permasalahan pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian komponen-komponen DAS dan penelusuran hubungan antar komponen yang saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan tidak hanya bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab utama kerusakan dan akibat yang ditimbulkan, serta dilakukan secara terpadu. Salah satu


(56)

persoalan pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu sungai yang biasanya berada pada suatu kabupaten tertentu dan melewati beberapa kabupaten serta daerah hilirnya berada di kabupaten lainnya. Oleh karena itu, daerah- daerah yang dilalui harus memandang DAS sebagai suatu sistem terintegrasi, serta menjadi tanggung jawab bersama.

Pada dasarnya pengelolaan DAS merupakan upaya manusia untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumder daya air bagi manusia secara berkelanjutan. Hasil-hasil temuan dilapangan menunjukkan bahwa peran serta masyarakat terhadap pengelolaan DAS belum optimal. Meskipun keberadaan DAS secara hukum formal tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1970 tentang perencanaan hutan, akan tetapi pengelolaan DAS belum memberikan penyelesaian yang menyeluruh atas konflik-konflik yang timbul sebagia konsekuensi dari tekanan pertumbuhan populasi dan ekonomi dengan usaha-usaha perlindungan lingkungan. Hal ini ditambah dengan belum jelasnya tata ruang secara menyeluruh juga telah menambah beban atas berbagi konflik kepentingan. Konsep DAS sebagai unit perencanaan dan pengelolaan saat ini belum dihubungkan dengan pembangunan dalam arti luas. Hingga saat ini belum ada kelembagaan utuh atau forum tentang pengelolaan DAS yang benar-benar mempunyai aksi nyata di lapangan.

Masih banyaknya kasus pembuangan limbah padat ke sungai menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya tentang arti penting DAS sebagai sumber air bersih bagi masyarakat. Karena itu masih diperlukan kampanye penyadaran dan pendidikan tentang pentingnya penyelamatan dan pelestarian DAS.


(57)

Mengkaji Daerah Aliran Sungai dewasa ini tidak mungkin hanya didasarkan kepada satu atau beberapa undang-undang yang sejenis atau sebidang. Daerah aliran sungai harus dipandang sebagai satu kesatuan wilayah yang utuh-menyeluruh yang terdiri dari pembuangan air limbah, daerah tangkapan air, sumber-sumber air, sungai, danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan.

2.7.1 Saluran Pembuangan Air Limbah

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber daya air harus dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilaksanakan secara bijaksana yaitu dengan memperhitungkan generasi sekarang tanpa harus merugikan generasi yang akan datang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air. Dengan meningkatnya kepadatan penduduk dapat memberikan dampak pada kualitas dan kuantitas air. Hal ini dikarenakan adanya berbagai aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang. Selain itu permasalahan-permasalahan lain seperti kegiatan industri, domestik dan kegiatan lainnya akan berdampak negatif terhadap sumber daya air yang juga akan menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena itu, perlu diadakannya pengelolaan dan pelestarian sumber daya air secara seksama.

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya


(58)

mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 1995).

Sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan makhluk hidup. Apabila keseimbangan kualitas air mulai terganggu maka akan terjadi permasalahan lingkungan yang sangat merugikan bagi kelangsungan makhluk hidup, baik yang berada di dalam sungai maupun yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai tersebut. Sungai merupakan kawasan yang tidak mengenal batas wilayah. Apabila dari hulu tercemar maka akan mengakibatkan daerah hilir juga akan ikut tercemar. Oleh karena itu, sungai sering dikatakan sangat rentan terhadap pencemaran. Siapapun dapat mengakibatkan sungai tercemar, karena sungai merupakan tempat atau media yang sangat efektif untuk melakukan pembuangan limbah (padat dan cair). Orang tidak akan mempedulikan akibat yang akan timbul setelah itu, karena sudah menjadi budaya bahwa setiap orang mempunyai pikiran bahwa mereka membuang sampah tidak di tempatnya. Sungai dapat membawa limbah (padat dan cair) atau sampah yang masuk kedalamnya. Akan tetapi jika limbah atau sampah yang dibuang ke dalam aliran sungai tersebut melebihi ambang kemampuan sungai untuk menerimanya tentu akan mengakibatkan permasalahan baru yang akan sulit ditanggulangi. Banyak sekali sumber polutan air sungai diantaranya : limbah pabrik, limbah manusia dan bahan– bahan lain yang dapat mengganggu kualitas air sungai. Limbah dari manusia yang


(1)

10.Apakah anda ikut gotong royong untuk membersihkan lingkungan di sekitar sungai ?

a. Ya .

b. Tidak

2. Kontribusi

1. Apakah anda memberikan informasi tentang hidup bersih dan sehat kepada tetangga dan masyarakat ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anda mengusulkan untuk melaksanakan musyawarah dengan masyarakat tentang menjaga kebersihan sungai di desa saudara?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah anda memberikan informasi manfaat dan guna memiliki tempat pembuangan sampah dan limbah di rumah?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anda memiliki inisiatif untuk menyediakan sumur di rumah sendiri?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah anda memberikan masukan untuk menjaga kebersihan sungai?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah anda ikut memberi dorongan untuk melaksanakan gotong royong dalam membersihkan daerah sekitar daerah aliran sungai ?

a. Ya b. Tidak

7. Apakah anda mengajak warga lain untuk menjaga supaya sungai tidak tercemar?

a. Ya b. Tidak

8.Apakah anda ikut serta dalam menjaga kebersihan lingkungan di daerah anda dalam bentuk memberikan informasi dan masukan kepada masyarakat?

a. Ya b. Tidak

9.Apakah anda memotiviasi warga lain untuk menyediakan tempat pembuangan sementara?

a. Ya b. Tidak

10. Apakah anda memberi masukan kepada perangkat desa untuk ikut serta menjaga kebersihan sungai?


(2)

3. Tanggungjawab

1. Apakah anda punya tanggung jawab dalam menjaga sanitasi lingkungan ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah tanggungjawab yang diberikan tersebut pernah diawasi oleh petugas ?

a. Ya b. Tidak pernah

3. Apakah anda merasa bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan yang bersih dan sehat ?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anda bertanggungjawab dalam menjaga kebersihan di sekitar sungai?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah anda bertanggung jawab untuk tidak membuang air limbah langsung ke sungai ?

a. Ya b. Tidak

6.Apakah anda melakukan pertemuan dengan warga sekitar untuk membicarakan penyediaan air bersih ?

a. Ya b. Tidak pernah

7.Apakah anda membuat bak pengolahan air limbah rumah tangga sebelum dialirkan ke sungai?

a. Ya b. Tidak

8. Apakah anda melakukan penyaringan air terlebih dahulu sebelum dikonsumsi ?

a. Ya b. Tidak

9. Apakah anda menyediakan tempat pembuangan sampah sementara sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir?

a. Ya b. Tidak

10. Apakah anda ingin membentuk kelompok kerja masyarakat yang menangani sanitasi lingkungan?


(3)

C. Lembar Observasi

Lembar observasi ini diisi oleh peneliti berdasarkan hasil penilaian observasi yang ditemukan di lapangan.

Kegiatan Observasi Pengelolaan Sanitasi Lingkungan

No Penilaian Hasil Obervasi

1. Tersedia petunjuk, cara, informasi dan penyuluhan tentang cara-cara pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai

2. Responden tidak mendirikan rumah di bibir sungai. 3. Tersedia sarana pembuangan air limbah.

4. Rumah menyediakan jamban. 5. Sarana air bersih tersedia.

6. Responden mengambil air sungai untuk keperluan sehari-hari.

7. Responden tidak buang air besar ke sungai.

8 Responden menyediakan tempat pembuangan sampah sementara.

9. Responden melakukan kegiatan gotong royong menjaga kebersihan sungai.


(4)

(Analisis Multivariat) Logistic Regression Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent Included in Analysis 100 100.0

Missing Cases 0 .0

Selected Cases

Total 100 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 100 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original

Value Internal Value Tidak baik 0

Baik 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Predicted Pengelolaan Sanitasi

Lingkungan Observed Tidak baik Baik

Percentage Correct

Tidak

baik 61 0 100.0

Pengelolaan Sanitasi Lingkungan

Baik 39 0 .0

Step 0

Overall Percentage 61.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 0 Constant -.447 .205 4.760 1 .029 .639

Variables not in the Equation

Score df Sig. Kebijakan 62.383 1 .000 Step 0 Variables


(5)

Tanggungjawab 56.193 1 .000 Overall Statistics 77.543 4 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 101.276 4 .000

Block 101.276 4 .000 Step 1

Model 101.276 4 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 32.474a .637 .863

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Predicted Pengelolaan Sanitasi

Lingkungan Observed Tidak baik Baik

Percentage Correct

Tidak baik 58 3 95.1

Pengelolaan Sanitasi Lingkungan

Baik 3 36 92.3

Step 1

Overall Percentage 94.0

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Kebijakan 3.242 .991 10.699 1 .001 25.574 Keterlibatan 2.528 1.283 3.886 1 .049 12.532 Kontribusi 2.949 1.040 8.045 1 .005 19.090 Tanggungjawab 2.076 1.034 4.033 1 .045 7.972 Step 1a

Constant 14.960 3.135 22.775 1 .000 .000 a. Variable(s) entered on step 1: Kebijakan, Keterlibatan, Kontribusi, Tanggungjawab.


(6)

Kab. Aceh Tenggara

Lampiran 17 : Gambar Lokasi Rumah sebagai Sampel Penelitian

Sungai Lae Soraya

Kab. Singkil Kec.

Sultan Daulat

Kec. Rundeng

Kec. Longkib

Kec. Sultan Daulat

0-10m

Kec. Simpang Kiri

Kec. Rundeng

Kec. Longkib

0-10m 0-10m

0-10m

Ket:

- - - Batas kec.

Rumah sebagai sampel Batas dari pinggir sungai Sungai Lae Soraya