Ayat tentang Hak Laki-laki dan Perempuan

penting untuk menuju ke sana adalah adanya kesadaran untuk menegakkan kebenaran, mendorong terwujudnya hal-hal yang baik dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak benar. Tugas ini tidak mungkin dilakukan oleh satu jenis manusia, sementara satu jenis yang lain melakukan hal yang sebaliknya. Sebagai manusia yang sama-sama mengemban tugas kekhalifahan, laki-laki dan perempuan diperintahkan oleh Tuhan untuk saling bekerja sama, bahu-membahu dan saling mendukung dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar demi menciptakan tatanan dunia yang benar, baik, dan indah dalam ridha Allah. 59 Allah berfirman: t b q ã Z Ï B ÷ s ß J ø 9 u r àM » o Y Ï B ÷ s ß J ø 9 u r ö N ß g àÒ ÷è t â ä u Š Ï 9 ÷ r r Ù ÷è t 4 š c r â•ß D ù t ƒ Å r ã•÷è y J ø 9 Î t b ö q y g ÷ Z t ƒ u r Ç ` t ã Ì• s 3 Z ß J ø 9 š c q ß J Š É ã ƒ u r n o 4 q n = ¢Á 9 š c q è?÷ s ã ƒ u r n o 4 q x . ¨“ 9 š c q ãè Š ÏÜã ƒ u r © ÿ ¼ ã s q ß ™ u ‘ u r 4 y 7 Í ´ ¯ » s 9 r é ã N ß g ç H x q ÷Ž z • y ™ ª 3 ¨ b Î © î“ ƒ Í• t ã Ò OŠ Å 3 y m ÇÐÊÈ HAMKA menerjemahkan ayat di atas dengan, “Dan laki-laki yang beriman dan perempuan-perempuan yang beriman, yang setengah mereka adalah pemimpin bagi yang setengah. Mereka itu menyuruh berbuat ma’ruf dan melarang yang munkar, dan mereka mendirikan sembahyang dan mengeluarkan zakat, dan mereka pun ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan diberi Rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Gagah, lagi Maha Bijaksana,” QS. At-Taubah [9]: 71. 60 59 Musdah, Muslimah Reformasi: Perempuan Pembaru Keagamaan, h. 32. 60 HAMKA, Tafsir Al-Azhar Juz X Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980, h. 291. Jika kita perhatikan terjemahan HAMKA di atas, maka kita akan mendapat kata yang sedang kita bicarakan, “pemimpin”. Kata ini diterjemahkan dari kata auliyâ. Maka kepemimpinan ini, seperti yang tergambar pada ayat di atas, bukanlah milik salah satu jenis kelamin tertentu secara pasti, melainkan bagi siapa saja yang beriman, laki-laki ataupun perempuan. Dalam tafsirnya HAMKA menceritakan suatu peperangan. Di sana, banyak perempuan yang ikut serta. Menurutnya, dalam Perang Khaibar, banyak perempuan pergi dan turut mengerjakan pekerjaan yang layak bagi perempuan. Kadang-kadang, lanjutnya, pun turut mengangkat senjata, sehingga seketika membagi ghanimah, mereka pun diberi bagian oleh Rasulullah saw. Sampai pun setelah beliau wafat, Binti Malhan turut pergi berperang ke Cyprus, menurutkan suaminya Ubbadah bin Shamit, dan syahid dalam peperangan itu. Sebab di waktu masih di Mekah sebelum pindah ke Madinah, Rasulullah pernah tertidur siang hari seketika berteduh di rumahnya, lalu beliau bermimpi bahwa kelak akan ada umatnya berjuang, jihad fi sabilillah menempuh lautan. Maka Binti Malhan memohon kepada Rasulullah supaya mendoakan agar dia turut hendaknya dalam Angkatan Laut itu. Lalu Rasulullah bersabda, “Engkau akan turut dalam peperangan itu” Lebih dua puluh tahun setelah Rasulullah wafat, barulah bertemu apa yang diharapkannya, dan terkabul doa Rasulullah, Binti Malhan turut dalam Armada Islam ke pulau Cyprus. Dengan contoh kejadian di zaman Rasulullah di atas, jelas HAMKA, kita melihat apa artinya bahwa laki-laki beriman dengan perempuan-perempuan beriman adalah yang sebagian jadi pemimpin bagi yang lain. Artinya perempuan pun ambil bagian yang penting di dalam menegakkan agama. Bukan laki-laki saja. 61 Namun Quraish Shihab menjelaskan bahwa pengertian kata auliyâ di sini, mencakup kerja sama, bantuan, dan penguasaan. Sedangkan pengertian menyuruh yang makruf mecakup segala segi kebaikanperbaikan kehidupan, termasuk memberi nasihatkritik kepada penguasa. Dengan demikian, setiap lelaki dan perempuan hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakatnya agar masing-masing mampu melihat dan memberi sarannasihat dan kritik dalam berbagai bidang kehidupan. 62 Apabila kita pandang ayat ini dari segala seginya, menurut HAMKA, niscaya akan kelihatanlah bahwa kedudukan perempuan mendapat jaminan yang tinggi dan mulia. Terang dan nyata kesamaan tugasnya dengan laki-laki. Sama- sama memikul kewajiban dan sama-sama mendapat hak. Pahit dan manis beragama sama-sama ditanggungkan. Lebih jelas lagi bahwa dalam beberapa hal, bukan saja laki-laki yang mejadi pemimpin perempuan, bahkan perempuan memimpin laki-laki ba’dhum auliyâu ba’din. 63 Dengan demikian, perempuan dan laki-laki memiliki peran dan tanggung jawab sosial yang sama. Hal ini sangat masuk akal karena tugas kekhalifahan tidak hanya dibebankan Alquran ke pundak laki-laki, tetapi juga ke perempuan. Seperti dijelaskan di atas, laki-laki maupun perempuan, sama mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar. 61 HAMKA, Tafsir Al-Azhar Juz X, h. 292-293. 62 Quraish Shihab, Perempuan Jakarta: Lentera Hati, 2009, h. 381. 63 HAMKA, Kedudukan Perempuan dalam Islam, h. 8.

b. Ayat tentang Ratu Balqis

Kaum perempuan pada masa Rasulullah digambarkan sebagai perempuan yang aktif, sopan, dan bebas, tetapi tetap terpelihara akhlaknya. Bahkan, dalam Alquran, figur ideal seorang muslimah disimbolkan sebagai pribadi yang mempunyai kompetensi di bidang politik, seperti figur Ratu Balqis yang mengepalai sebuah kerajaan adikuasa. 64 Dalam hal ini Allah berfirman: ’ Îo T Î ‘N ‰ y ` u r Z o r t • ø B ö N ß g à 6 Î = ô J s ? ôM u Š Ï? r é u r ` Ï B È e à 2 ä ó Ó x « o l m ; u r î¸ ö• t ã Ò OŠ Ïà t ã ÇËÌÈ HAMKA menerjemahkan ayat ini dengan, “Aku dapati seorang perempuan menjadi raja mereka dan dia dikurniai dari tiap- tiap sesuatu dan dia mempunyai suatu singgasana yang besar,” QS. An-Naml [27]: 23. 65 Ayat di atas merupakan berita tentang seorang perempuan yang menjadi raja di negeri Saba’. Berita inilah, seperti yang dikisahkan HAMKA dalam tafsirnya, yang diceritakan burung Hudhud kepada Raja Sulaiman. Ada dua tema yang diceritakan oleh Hudhud. Pertama tentang jawaban yang berisi keyakinan burung Hudhud bahwa hal rahasia yang diketahuinya ini belum diketahui oleh Baginda Nabi-Raja Sulaiman. Sebab itu dia berani mengatakan bahwa dia lebih tahu dari beliau dalam hal itu. Kedua dia katakan bahwa dia kembali dari perjalanan jauh, yaitu ke negeri Saba’ yang terletak di Selatan Jazirah Arab. Sedang Kerajaan Nabi Sulaiman terletak di sebelah Utara. Berita yang dibawanya ini bukan berita dari orang ke orang, melainkan hasil penyelidikannya sendiri. Sebab itu dikatakannya berita “yakin”. 64 Musdah, Muslimah Reformasi: Perempuan Pembaru Keagamaan, h. 43. 65 HAMKA, Tafsir Al-Azhar Juz XIX - XX Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, h. 199. “Aku dapati seorang perempuan menjadi raja mereka,” menurut HAMKA, sebagai lanjutan dari berita yakin itu, yang Raja tidak tahu. Seorang perempuan jadi raja dari negeri Saba’ tersebut, padahal di negeri-negeri lain hanya laki-laki yang menjadi raja. Lalu diteruskannya pula menerangkan keistimewaan dan kebesaran atau kekayaan negeri itu: “Dan dia dikaruniai dari tiap-tiap sesuatu.” Artinya, HAMKA menjelaskan, bahwa negeri Saba’ yang diperintah oleh raja perempuan itu adalah sebuah negeri yang kaya raya. Apa saja yang diingini oleh raja perempuan itu dapat saja disediakan. 66 Jika kita hendak mengetahui Ratu Balqis, tentu saja kita harus tahu kisahnya. Karena hanya kisahnya yang membuat kita percaya dan mengetahui bahwa kisah ini benar-benar ada dan telah dicatat abadi dalam kitab suci, Alquran. Diceritakan, pada suatu ketika Hudhud seekor burung milik Nabi Sulaiman terbang jauh, terpisah dari Sulaiman dan rombongannya. Mungkin keasyikan menikmati cakrawala yang luas tak terbatas, ia lalu tersesat. Dengan kehendak Allah burung itu mengarah ke Selatan sampai ke negeri Yaman. Dari langit kota Ma’rab sebuah kota kuno, ibukota kerajaan Saba’, Hudhud melihat parade besar manusia dipimpin seorang wanita. Dari mahkota yang dikenakan di atas kepalanya, Hudhud tahu wanita itu adalah ratu mereka. Ia dikelilingi lautan manusia yang terdiri dari para pembesar kerajaan dan kaum pendeta. Semua menatap ke arah matahari, bukan Allah; tuhan yang dikenal Hudhud sebagai pencipta segala sesuatu dan pengatur semua urusan, termasuk matahari. 66 HAMKA, Tafsir Al-Azhar Juz XIX - XX, h. 201.