Perumusan Strategi Pemasaran LANDASAN TEORI

Basu swastha DH menemukan beberapa alasan bagi perusahaan mengadakan segmentasi pasar, yaitu. 21 a. Pasar bersifat dinamis. Hal ini berarti bahwa pasar selalu terjadi perubahan secara terus menerus tentang sikap, keadaan keluarga, jumlah pendapatan, pola konsumsi, dan lain-lain. b. Pasar untuk satu produk berusaha sesuai dengan siklus kehidupan produk tersebut dari tahap penurunan keuntungan. 2. Penentuan Pasar Sasaran Penentuan pasar sasaran yaitu suatu suatu proses untuk mengevaluasi setiap daya tarik segmen pasar dan memilih satu atau lebih segmen yang akan dimasuki. 22 Dalam menentukan pasar sasaran, perusahaan dapat melakukan tiga strategi sesuai dengan kebutuhan yang hendak dicapai. Tiga strategi tersebut yaitu undifferentiated marketing, differentiated marketing, concentrate marketing. a. Undifferentiated marketing, strategi ini dipakai oleh perusahaan dalam mencoba mengembangkan produk tunggal yang dapat memenuhi keinginan banyak orang. b. Differentiated marketing, strategi ini digunakan oleh suatu perusahaan dalam mencoba mengidentifikasi kelompok-kelompok pembeli tertentu segmen pasar dengan membagi pasar kedalam berbagai kelompok sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. 21 Basu swastha DH, Asas-Asas Marketing, Yogyakarta: Liberty, 1983, h. 66 22 Ibid, h. 72 c. Concentrate marketing, strategi yang digunakan perusahaan dengan hanya memusatkan usahanya pada satu atau beberapa kelompok pembeli saja sehingga perusahaan dapat mengembangkan produk yang lebih ideal bagi kelompok tersebut. 23 3. Penentuan Posisi Pasar Penentuan posisi pasar adalah bagaimana mengatur sebuah produk untuk menempati tempat yang jelas, berbeda dan diinginkan terhadap produk-produk saingan didalam fikiran konsumen sasaran. 24 Hal ini dilakukan agar produk tersebut mendapatkan posisi menguntungkan sehingga memiliki kekhasan dan keunggulan dibanding produk-produk saingan.

D. Baitul Maal wat Tamwil BMT

1. Pengertian Baitul Maal wat Tamwil BMT

Istilah “Baitul Maal Wattamwil” BMT berasal dari penggabungan 3 unsur kata, yaitu “Bait” rumah, “Maal” harta, dan “Tamwil” harta. Ditinjau dari sudut gaya bahasa, istilah “Bait” tergolong kategori makna kononatif, dan makna konotatif dari penggunaan istilah “Bait” adalah lembaga keuangan semacam perbankan. Sementara istilah “Maal dan Tamwil” sama-sama bermakna harta. Perbedaan dari keduanya terletak pada sumber dan penggunaan harta yang diperoleh. Jika harta diperoleh dari pengumpulan zakat, infaq, shadaqah, wakaf, 23 Basu swastha DH, Asas-Asas Marketing, Yogyakarta: Liberty, 1983, h. 51 24 Ibid, h. 69 hibah dan hadiah, maka dikategorikan sebagai Baitul Maal. Oleh karenanya penggunaan harta wajib bersifat nirlaba. Sebaliknya, jika pengumpulan harta diperoleh melalui simpanan masyarakat, atau usaha-usaha lain bersifat bisnis, maka dikategorikan sebagai Baitul Tamwil. Oleh karenanya penggunaan hartapun bersifat untuk pembiayaan yang memungkinkan mendatangkan keuntungan. Dengan demikian Baitul Maal Wattamwil kiranya dapat dimaknai sebagai lembaga keuangan semacam bank yang bergerak pada sektor nirlaba sekaligus sektor bisnis, dan dalam menjalankan segala sesuatunya berlandaskan pada syariah. Untuk memperkuat pandangan penulis tentang hakekat BMT, di bawah ini penulis kutipkan pandangan- pandangan dari beberapa pakar. Menurut Abu A’la al Maududi bahwa baitul maal adalah lembaga keuangan yang di bangun atas landasan syariah, oleh sebab itu pengelolaannya harus dengan aturan syariah. 25 Adapun yang dimaksud dengan baitul maal dalam istilah fiqh Islam adalah suatu badan atau lembaga yang bertugas mengurusi kekayaankeuangan negara terutama berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan, maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain. 26 Definisi lain menjelaskan bahwa baitul maal ialah merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba sosial. 27 Sementara itu Irfan M. Ra’ana, mendefinisikan BMT sebagai pusat pembendaharaan umat, dimana 25 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, 5 ed. Jakarta: Iktikar Baru Van Hove, 1991, h. 186. 26 Ibid., 187. 27 Hertanto Widodo, Panduan Praktis Operasional BMT Bandung: Mizan, 1999, h. 81. umat yang pendapatannya dikumpulkan dari berbagai sumber seperti: zakat, jizyah, kharaj, beacukai dan yang lainnya, didalam pembendaharaan umat yang kemudian digunakan untuk pembiayaan bagi yang membutuhkan. 28 Ada juga yang memaknai Baitul Maal wat Tamwil sebagai lembaga ekonomi kerakyatan yang dapat dan mampu melayani nasabah usaha kecil-bawah berdasarkan sistem bagi hasil dan jual beli dengan memanfaatkan janjian dalam lingkungannya sendiri. 29 Atas landasan pengertian-pengertian BMT sebagaimana tersebut di atas, kiranya BMT memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut: a. Lembaga keuangan syariah semacam bank yang dalam operasionalnya memliki dua tujuan, yaitu sektor nirlaba dan sektor bisnis. b. Menggunakan manajemen Islami c. Dalam pembiayaan yang sifatnya bisnis tidak ada riba, tetapi menggunakan sistem yang lebih adil dan manusia, seperti sistem mudharabah bagi hasil. d. Dalam pembiayaan yang sifatnya sosial, diberlakukan pinjaman tanpa bunga, misalnya sistem qardhul hasan. 2. Tujuan dan Fungsi BMT merupakan usaha bisnis yang bersifat mandiri, ditumbuh kembangkan dalam swadaya dan dikelola secara profesional, serta berorientasi untuk kesejahteraan anggota dan masyarakat lingkungannya, BMT bertujuan: 30 28 Irfan M. Ra’ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Khatab, 2 ed. Jakarta: Pustaka Pridaus, 1992, h. 148. 29 Baihaqi Abd. Madjid Saifuddin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia Jakarta: PINBUK, 2000, h. 182. 30 BMT sebagai Alternatif Model Lembaga Keuangan Mikro LKM Jakarta: PINBUK, t.th, h .9.