Penerapan biofilter untuk penghilangan NH3 dan H2S dengan menggunakan bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp di pabrik latek pekat

(1)

PENERAPAN BIOFILTER UNTUK PENGHILANGAN

NH

3

DAN H

2

S DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI

Nitrosomonas sp DAN Thiobacillus sp

DI PABRIK LATEKS PEKAT

Oleh :

HAIMAN SAPUTRA F34102124

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Haiman Saputra (F34102124). Penerapan Biofilter Untuk Penghilangan NH3 dan H2S Dengan Menggunakan Bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp di Pabrik Lateks Pekat. Di bawah bimbingan Mohamad Yani.

RINGKASAN

Karet merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang sangat besar. Jumlah produksi karet Indonesia pada tahun 2004 mencapai 1.851 juta ton yang terdiri dari perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Karena jumlah produksi karet yang sangat besar, maka industri karet di Indonesia mengalami perkembangan seperti industri RSS (Ribbed smoked sheet), karet remah dan lateks pekat. Berkembangnya industri ini menghasilkan masalah baru yaitu pencemaran lingkungan. Salah satunya adalah pencemaran udara yang dihasilkan dari parik lateks pekat dimana lateks pekat ini membutuhkan amoniak yang cukup banyak dalam proses produksinya dan menghasilkan gas H2S dari limbah cair dan lump.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan teknik biofilter dalam mengatasi permasalahan emisi gas yang dikeluarkan dari pabrik lateks pekat. Tujuan khususnya adalah menentukan kapasitas penyerapan emisi gas pada masing-masing biofilter dan menentukan campuran bahan pengisi tambahan terhadap kinerja biofilter berdasarkan kemampuan menghilangkan emisi gas amoniak dan hidrogen sulfida.

Penelitian dilakukan pada biofilter skala pilot dengan bahan pengisinya campuran dari kompos, tanah dan bahan pengisi tambahan (4:2:1) yang terdiri dari sekam, potongan daun karet dan potongan kulit kayu karet, serta penambahan sludge

yang merupakan variable perlakuan dalam penelitian ini. Perlakuan sebagai berikut : biofilter satu, ditambah sekam dan sludge; biofilter dua ditambah sekam; biofilter tiga ditambah serasah daun karet dan sludge; biofilter empat ditambah serasah daun karet; biofilter lima ditambah kulit kayu karet dan sludge; dan biofilter enam ditambah kulit kayu karet. Parameter yang diukur adalah inlet dan outlet gas amoniak (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) pada biofilter, setiap hari selama 30 hari. Kondisi media yang diukur setiap minggu adalah pH, kadar air, total N, S, C, ion nitrat, ion amonium dan populasi bakteri.

Karakteristik bahan pengisi awal memiliki kadar air yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yaitu berkisar antara 47 - 62%. Nilai pH sangat baik yaitu berkisar 7 untuk semua biofilter. Sedangkan jumlah karbon dan nitrogen juga sangat cukup bagi mikroorganisme. Jumlah karbon dari berkisar antara 21 - 32%. Jumlah nitrogen berkisar antara 0.43 - 0.57%. Porositas pada masing-masing biofilter sangat baik yaitu diatas 80%.

Selama 2 bulan operasi, kinerja penghilangan amoniak oleh keenam biofilter sangat baik karena efisiensi rata-rata adalah 97 - 100%. Efisiensi penghilangan hidrogen sulfida kurang baik yaitu 78 - 98%. Nilai pH setiap biofilter mengalami penurunan dari 7 menjadi 6 – 5 sebagai aktivitas mikroba. Populasi bakteri

Thiobacillus sp pada biofilter 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 berturut-turut berkisar pada nilai logaritma antara 0 – 4.95; 0 – 5.48; 0 – 6.78; 0 – 5.4; 0 – 5.18; 0 – 4 sel/g-contoh. Populasi bakteri Nitrosomonas sp pada biofilter 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 berturut-turut berkisar pada nilai logaritma antara 3.3 – 6.15; 3.18 – 6.85 ;1.88 – 5.3; 2.3 – 5.65;


(3)

2, 3, 4, 5 dan 6 berturut-turut berkisar nilai logaritma antara 4 – 9.85; 0 – 9.68; 5 – 9.68; 5 – 7.7; 5.3 – 8.15 dan 5 – 10.08 sel/g-contoh. Populasi bakteri Nitrosomonas

sp dan heterotrof relatif baik karena selalu ada di setiap biofilter, sedangkan bakteri

Thiobacillus sp kurang baik karena setiap biofilter pernah tidak terdeteksi pertumbuhannya.

Kinerja efisiensi penghilangan gas NH3 semua biofilter sangat baik yaitu diatas 98%. Efisiensi penghilangan H2S yang lebih baik yaitu pada biofilter 3 dan 6 yaitu rata-rata diatas 97%. Emisi pabrik lateks pekat untuk amoniak dan hidrogen sulfida adalah berkisar antara 1 – 600 ppm dan 0.3 - 80 ppm. Kapasitas penghilangan gas amoniak berkisar antara 57.99 – 68.53 g-N/kg bahan/hari, kemudian kapasitas penghilangan hidrogen sulfida berkisar antara 19.86 – 21.82 g-S/kg bahan/hari. Campuran bahan pengisi dari setiap biofilter baik untuk penghilangan amoniak, sedangkan campuran bahan pengisi untuk penghilangan hirogen sulfida yang terbaik adalah kompos, tanah, sludge dan serasah daun karet.


(4)

PENERAPAN BIOFILTER UNTUK PENGHILANGAN

NH

3

DAN H

2

S DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI

Nitrosomonas sp DAN Thiobacillus sp

DI PABRIK LATEKS PEKAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HAIMAN SAPUTRA F34102124

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENERAPAN BIOFILTER UNTUK PENGHILANGAN

NH

3

DAN H

2

S DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI

Nitrosomonas sp DAN Thiobacillus sp

DI PABRIK LATEKS PEKAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HAIMAN SAPUTRA F341021324

Dilahirkan pada tanggal 22 November 1983 di Jakarta

Tanggal lulus : 12 Juni 2006

Menyetujui, Bogor, 13 Juni 2006

Dr. Ir. Mohamad Yani, M. Eng Dosen Pembimbing


(6)

BIODATA PENULIS

Haiman Saputra dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 November 1983 dari bapak Muhamad Hairullah dan ibu Mursida Dahlan. Putra kedua dari tiga bersaudara ini menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Pagi Bintaro tahun 1989-1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP 19 Jakarta tahun 1995-1998 dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 6 Jakarta tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Pada bulan Juni 2006, penulis dinyatakan lulus dari perguruan tinggi tersebut setelah menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Penerapan Biofilter Untuk Penghilangan NH3 dan H2S Dengan Menggunakan Bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp di Pabrik Lateks Pekat”.

Selama kuliah, penulis mengikuti organisasi yang terdapat pada Fakultas Teknologi Pertanian yaitu Forum Bina Islami Fateta (FBI-F). Penulis diberikan kesempatan untuk melakukan praktikum lapang di PTP Nusantara VIII Wangunreja, Subang tahun 2005.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur selalu terpanjat kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmatnya sehingga saya dapat menulis Skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Penerapan Biofilter Untuk Penghilangan NH3 dan H2S Dengan Menggunakan Bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp di Pabrik Lateks Pekat” dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan di PTPN VIII Wangunreja Subang dan di Laboratorium Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta, IPB.

Melalui skripsi ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng, sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama ini.

2. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, Msi dan Dr. Ono Suparno, STP. MT, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan dan kritik kepada penulis.

3. Papa, ibu, abang Yaya serta adikku Nia yang selalu memberikan motivasi dan doa.

4. Seluruh staf dan karyawan Departemen Teknologi Industri Pertanian atas semua bantuannya selama ini.

5. Puji Rahmawati N yang telah memberikan bantuan dan dorongannya selama penelitian.

6. Rekan-rekan TIN ’39 dan Gibol yang telah memberikan semangat serta bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang seluasnya di kemudian hari dan mendapatkan ridho Allah SWT.

Bogor, Juni 2006


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I.PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang... 1

B.Tujuan... 2

II.TINJAUAN PUSTAKA... 3

A.Lateks pekat... 3

B.Biofilter... 4

C.Bahan Pengisi... 6

D.Amoniak(NH3)... 8

E.Bakteri Pengoksidasi Amoniak (NH3)... 10

F.Hidrogen Sulfida(H2S)... 11

G.Bakteri Pengoksidasi Hidrogen Sulfida (H2S)... 13

H.Bakteri Heterotrof... 14

III.METODE PENELITIAN... 16

A.Bahan dan Alat... 16

B.Reaktor Biofilter... 16

C.Bahan Pengisi... 17

D.Penelitian Utama... 18

E.Analisa Data... 19

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN... 20

A.Gas Pencemar dan Karakteristik Bahan Pengisi... 20


(9)

D.Bioflter 3... 36

E.Bioflter 4... 41

F.Bioflter 5... 47

G.Bioflter 6... 52

H.Kapasitas Penghilangan N dan S oleh Biofilter... 58

I. Total Penghilangan N dan S oleh Biofilter... 62

V.KESIMPULAN DAN SARAN... 65

A.Kesimpulan... 65

B.Saran... 65

DAFTAR PUSTAKA... 67


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses pengolahan lateks pekat... . 4

Gambar 2. Transformasi nitrogen yang terjadi dalam biofilter... 9

Gambar 3. Nitrosomonas sp... 11

Gambar 4. Siklus sulfur secara biologi... 12

Gambar 5. Penyebaran bakteri nitrifikan pada biofilm... 15

Gambar 6. Model kolom biofilter... 17

Gambar 7. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter satu... 23

Gambar 8. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter satu... 26

Gambar 9. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter satu... 27

Gambar 10. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter dua... 30

Gambar 11. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter dua... 33

Gambar 12. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter dua... 35

Gambar 13. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter tiga... 37

Gambar 14. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter satu tiga... 39

Gambar 15. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter tiga... 41

Gambar 16. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter empat... 43

Gambar 17. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter empat... 44

Gambar 18. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter empat... 45

Gambar 19. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter lima... 48

Gambar 20. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter lima... 50

Gambar 21. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter lima... 51

Gambar 22. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter enam... 54

Gambar 23. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter enam... 55

Gambar 24 Kandungan beberapa unsur dalam biofilter enam... 57

Gambar 25. Kapasitas penghilangan N terhadap beban yangmasuk ke dalam ke enam biofilter... 59

Gambar 26. Kapasitas penghilangan S terhadap beban yang masuk ke dalam ke enam biofilter... 61


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai ekspor karet Indonesia... 3

Tabel 2. Karakteristik bahan pengisi biofilter... 6

Tabel 3. Dampak amoniak... 8

Tabel 4. Bakteri-bakteri pengoksidasi amoniak dan nitrit... 10

Tabel 5. Dampak menghirup H2S... 14

Tabel 6. Bakteri pengoksidasi senyawa sulfur... 15

Tabel 7. Emisi yang terdapat pada pabrik karet... 20

Tabel 8. Karakteristik bahan yang digunakan... 21

Tabel 9. Total penghilangan H2S dan NH3... 62

Tabel 10. Kapasitas penyerapan beberapa polutan gas pada beberapa jenis bahan pengisi biofilter... 63

Tabel 11. Pebandingan hasil penelitian ruang lateks pekat dengan gudang lump menggunakan biofilter yang sama... 64


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1a. Kurva Standar NH3... 71 Lampiran 1b. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 1... 72 Lampiran 1c. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 2... 74 Lampiran 1d. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 3... 76 Lampiran 1e. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 4... 78 Lampiran 1f. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 5... 80 Lampiran 1g. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 6... 82 Lampiran 2a. Kurva standar H2S... 84 Lampiran 2b. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 1... 85 Lampiran 2c. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 2... 87 Lampiran 2d. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 3... 89 Lampiran 2e. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 4... 91 Lampiran 2f. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 5... 93 Lampiran 2g. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 6... 95 Lampiran 3. Metode analisa penelitian... 97 Lampiran 4. Cara Kerja Pengujian Mikroba... 103


(13)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tanaman karet masuk ke Indonesia pada abad ke-20 melalui Sumatra dari Malaysia, kemudian ke Pulau Jawa dan Kalimantan. Tanaman karet diusahakan baik oleh rakyat maupun oleh pihak perkebunan seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Wangunreja (Sadjad,1983). Meskipun Indonesia memiliki wilayah cukup luas untuk tanaman karet, tetapi produktivitasnya masih berada di bawah Thailand. Luas areal perkebunan karet di Indonesia mencapai sekitar 3.3 juta hektar, 2.6 juta hektar di antaranya lahan milik petani (80%) (SWO, 2005). Dengan luas lahan seperti di atas, Indonesia memiliki nilai ekspor karet sebesar 1.369 juta ton (946 juta dolar AS) untuk ekspor lateks segar dan 117.713 ton (250.446 juta dolar AS) ton untuk ekspor lateks olahan. Meskipun Indonesia mampu mengekspor karet, Indonesia juga mengimpor karet dalam jumlah kecil yaitu 330 ton (522 ribu dolar AS) untuk impor lateks segar dan 176 ton (607 ribu dolar AS) untuk impor lateks olahan (Data dan Statistik Agribisnis, 2005).

Nilai ekspor Indonesia yang cukup besar menunjukkan bahwa industri karet telah berkembang termasuk industri lateks pekat. Seiring kemajuan industri karet mentah dan lateks pekat ini timbul permasalahan limbah dan emisi gas yang dihasilkan dari pabrik. Dalam industri beberapa macam pencemaran diantaranya limbah cair, padat, dan emisi gas berbau. Emisi Gas pencemar (polutan) udara antara lain yaitu CO, CO2, SO2, N2O, NOx, H2S, Hidrokarbon, dan lainnya (Manik, 2003). Emisi gas dihasilkan dari industri lateks yang paling dominan adalah hidrogen sulfida dan amoniak.

Sumber emisi gas dari industri karet ini dapat dihasilkan dari berbagai sumber dan kegiatan antara lain penyimpanan lump (gumpalan lateks yang sudah membeku), proses oksidasi anaerob limbah cair, pemberian amoniak cair dan gas pada pembuatan lateks pekat. Penyimpanan lump selama berhari-hari akan menimbulkan bau yang tidak enak. Bau dari lump ini tercium sepanjang hari pada pabrik karet. Sedangkan bau amoniak tercium pada saat pengolahan lateks pekat dan sesaat setelah pengolahan. Selain itu, dari


(14)

pelepasan atau kebocoran pada tabung gas amoniak atau pada tangki penyimpanan lateks pekat. Penghilangan emisi dengan biofilter pada gudang lump telah dilakukan melalui oleh Indriasari (2005), sedangkan penghilangan emisi di pabrik lateks pekat akan dilakukan dalam penelitian ini. Pada kedua tempat ini memiliki emisi yang masih dibahwah baku mutu.

Berbagai cara telah diusahakan untuk mengurangi emisi pada pabrik diantaranya dengan menyemprotkan cairan penghilang bau pada tumpukan lump. Sedangkan pada lateks pekat untuk mengurangi emisi digunakan blower

(Saputra, 2005). Pengendalian pencemaran udara (bau) dapat menggunakan proses biologi yaitu biofilter yang memiliki biaya relatif lebih murah (Raghuvanshi dan Babu, 2004). Biofilter telah banyak digunakan (populer) di negara-negara maju (Belanda, Jerman, Amerika, dan Jepang) karena efektif untuk mengolah gas-gas buangan industri dengan volume yang besar namun konsentrasi polutan yang rendah. Selain itu, dibandingkan dengan metode fisik-kimia, biaya investasi dan operasionalnya rendah, stabil pada penggunaan dalam waktu yang relatif lama dan memiliki daya penguraian atau pengolahan yang tinggi (Andrew and Noah, 1995).

B. TUJUAN

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan teknik biofilter dalam mengatasi permasalahan emisi gas yang di keluarkan dari pabrik lateks pekat

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan kapasitas penyerapan emisi gas pada masing-masing biofilter pada pabrik lateks pekat

2. Menentukan campuran bahan pengisi tambahan terhadap kinerja biofilter berdasarkan kemampuan menghilangkan emisi gas dari pabrik lateks pekat.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. LATEKS PEKAT

Karet merupakan salah satu hasil perkebunan yang cukup besar di Indonesia. Pada tahun 2003 produksi karet alam Indonesia mencapai 1.6 juta ton, dan merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand yang produksi karet alamnya mencapai 2.3 juta ton (Pusat Peneliti Karet, 2003), sedangkan jumlah produksi lateks cukup besar seperti pada PTPN II sebesar 2 224 ton/hari. Jumlah produksi karet Indonesia tahun 2000–2004 dari perkebunan besar dan perkebunan rakyat diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah produksi karet Indonesia

Penghasil Jumlah produksi (1000 ton)

2000 2001 2002 2003 2004 Perkebunan Besar 375.7 397.7 403.4 405.4 409.5 Perkebunan Rakyat 1125.2 1723.3 1226.6 1386.6 1441.5 Sumber : BPS (2005)

Salah satu komoditas karet adalah lateks pekat yang biasa digunakan untuk pembuatan produk karet busa, sarung tangan, kondom dan lainnya. Untuk menghasilkan lateks pekat yang bermutu tinggi maka diperlukan lateks segar yang baik. Lateks segar perlu diawetkan dengan cara penambahan bahan pengawet (anti koagulan). Bahan pengawet yang sering digunakan adalah amoniak (Goutara et al., 1985). Menurut Saputra (2005), apabila kadar amoniak dari setiap tangki penerima lebih rendah dari yang ditetapkan, penambahan amoniak perlu dilakukan secepatnya sampai kadar yang dikehendaki 70%. Proses pengolahan lateks pekat diperlihatkan pada Gambar 1.


(16)

Tidak harus dilakukan Bagian proses produksi

Gambar 1. Proses pengolahan lateks pekat (Suwardin, 1989).

B. BIOFILTER

Penghilangan gas secara fisik-kimia memiliki keterbatasan bila bahan penyerap gas (adsorban) jenuh maka harus diganti. Zat penyerap yang telah jenuh sering kali sulit untuk diregenerasikan, sehingga tidak dapat digunakan lagi. Kelemahan ini dapat diatasi dengan aktivitas mikroba. Menurut Ottenggraf (1986), metode biologi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu

bioscrubber, biotrickling filter, dan biofilter. Tempat pengumpulan hasil

Tangki penerima

Mesin pemusing Amoniak atau

pengawet sekunder

Pengolahan lateks skim

Tangki penyimpan Tangki pencampur

Pengolahan karet skim Lateks kebun

Amoniak

Lateks pekat Karet skim Skim

Penghilangan amoniak


(17)

Biofilter adalah teknologi yang relatif baru digunakan dalam menangani gas terkontaminasi dengan degradasi senyawa secara biologi (Hodge, 1993). Teknologi biofilter memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi secara biologi senyawa organik yang mudah menguap (VOC) dan gas pencemar (Raghuvanshi dan Babu, 2004). Desain biofilter didasarkan pada tingkat aliran volume, spesifikasi zat pencemar dan konsentrasi, karakteristik media, ukuran biofilter, pengendalian kelembaban, perawatan, dan biaya (Schmidt et al., 2004)

Menurut Devinny et al. (1999), terdapat keuntungan dan kerugian dari penggunaan biofilter ini. Keuntungan biofilter :

™ Biaya operasional dan modal yang sedikit.

™ Penghilangan efektif untuk senyawa.

™ Pressure drop rendah.

™ Tidak ada produk limbah lebih lanjut. Kerugian biofilter :

™ Keadaan medium yang mungkin memburuk.

™ Kurang cocok untuk konsentrasi tinggi.

™ pH dan kelembaban sulit untuk di kontrol.

™ Partikel mungkin bisa menyumbat medium.

Elemen kunci dalam penghilangan kontaminan gas adalah biofilm (Devinny et al., 1999). Mekanisme pembentukan biofilm menurut Schmidt et al. (2004), yaitu udara berbau disedot oleh kipas dari bangunan dan didistribusikan secara menyeluruh ke media biofilter. Mikroorganisme melekat pada media organik membentuk biofilm. Di dalam biofilm, mikroorganisme mengoksidasi gas yang dapat dibiodegradasi menjadi CO2, H2O, garam mineral, dan biomassa.

Secara umum biofilter konvensional menangani kontaminan pada konsentrasi antara 10-3 sampai 10 g per m3. Pada kisaran konsentrasi ini memungkinkan biofilm mendegradasi secara efisien (Devinny et al., 1999). Sedangkan menurut Vanotti (1999), dibutuhkan penyesuaian selama enam minggu untuk mengembangkan fungsi biofilm nitrifikasi di permukaan media dan diindikasikan dengan stabilnya aktifitas nitrifikasi.


(18)

C. BAHAN PENGISI

Dalam memilih media biofilter ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi diantaranya kandungan nutrien anorganik, kandungan organik, kimia dan aditif, kadar air, pH, porositas, karakteristik penyerapan, tambahan bakteri, peralatan mekanik, bau dari bahan pengepak, biaya pengepakan dan umur hidup, pembuangan pengepak (Devinny et al., 1999). Sedangkan menurut Hirai et al. (2001), syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemilihan bahan pengisi untuk biofilter antara lain mempunyai kapasitas penyangga air yang tinggi, mempunyai tingkat porositas yang tinggi, mempunyai daya memadat yang rendah, tidak mengalami penurunan kinerja walaupun kadar air menurun, tidak berubah dalam jangka panjang, ringan, murah, mampu menyerap gas penyebab bau, dan mempunyai kapasitas penyangga tinggi terhadap produk akhir yang bersifat asam.

Berbagai material digunakan sebagai bahan pengisi biofilter dengan berbagai tingkatan efektifitas, antara lain kompos, potongan kayu, kulit kayu, gambut, tanah dan campuran pasir, carbon aktif, batu lahar, dan organik sintetik (Boswell, 2004). Menurut Schmidt et al. (2004) untuk mengoperasikan biofilter yang efektif, lingkungan media harus baik untuk pertumbuhan mikroba dan menjaga agar porositas tetap tinggi untuk memudahkan penyediaan aliran udara.

Tabel 2. Karakteristik bahan pengisi Biofilter

Sumber : (Schmidt et al., 2004) Material Porositas Kapasitas

kelembaban

Kapasitas Nutrien

Umur Pemakainan

Komentar

Gambut Rata-rata baik baik baik Sumber yang

baik bagi mikroorganisme

Tanah Jelek baik baik baik

kompos Rata-rata baik baik baik

Kepingan kayu

Baik Rata-rata Rata-rata Rata-rata Penambahan dilakukan untuk meningkatkan porositas Jerami Baik Rata-rata Buruk Buruk


(19)

a. Kompos

Ketika kompos sebagai fasilitas biofilter didisain dan dioperasikan secara tepat, kompos dapat menghilangkan lebih dari 90% senyawa berbau (Spencer, 2003). Hal ini dikarenakan kompos memiliki karakter seperti pH netral, kandungan organik yang baik, dan menyimpan air dengan baik (Devinny, 1999).

Biofilter menggunakan beberapa tipe biomasa organik atau kompos sebagai substrat dan media atau ”bed” untuk mendukung dan pertumbuhan biofilm mikroba yang akhirnya dapat menyelesaikan degradasi senyawa yang ditargetkan (Boswell, 2004).

b. Tanah

Tanah dapat digunakan sebagai bahan pengisi pada biofilter sebab sangat murah, sangat mudah didapat, tersedia dalam jumlah yang melimpah, serta mengandung populasi mikroba yang tinggi (Devinny et al., 1999). Selain itu, tanah juga memiliki bahan organik yang merupakan sumber tenaga yang utama untuk mikroorganisme dalam tanah. Tidak adanya bahan organik akan membuat aktivitas biokimia terhenti (Buckman dan Brady, 1982).

Kadar dan komposisi udara dalam tanah sebagian besar ditentukan oleh hubungan tanah dan air. Udara tanah yang terdiri dari campuran gas bergerak menuju ke pori-pori yang belum diduduki air. Jika diberi air, yang mula-mula diisi air adalah pori besar lalu pori-pori sedang (Buckman dan Brady, 1982). Tanah secara alamiah bersifat hidrofilik dan tidak sulit untuk merehidrasi dibandingkan kompos atau gambut dalam rangka pengeringan yang kurang hati-hati (Devinny et al, 1999).

c. Bahan Pengisi Tambahan

Bahan pengisi tambahan yang ditambahkan dalam media biofilter berfungsi untuk meningkatkan porositas campuran kompos dan tanah yang digunakan. Bahan tambahan yang diberikan terdiri dari sekam,


(20)

kulit kayu karet, dan serasah daun karet dipilih dengan alasan kemudahannya dalam memperoleh bahan tersebut. Selain itu, menurut Buckman dan Brady (1982), bahwa bahan tambahan ini bisa menjadi sumber bahan organik bagi mikroorganisme karena jaringan asli seperti sisa akar, bagian atas dari tumbuhan seperti daun dan kulit batang menjadi sasaran penyerangan hebat oleh organisme tanah. Hasil penguraian ini lebih kokoh dan seperti agar-agar yang dibentuk oleh mikroorganisme dan dirubah dari jaringan tumbuhan asli menjadi humus.

D. AMONIAK (NH3)

Amoniak adalah senyawa dari nitrogen dan hidrogen dengan formula NH3. Pada suhu dan tekanan standar amoniak berbentuk gas. Amoniak bersifat toksik, dan korosif untuk beberapa bahan, dan memiliki bau tajam. Amoniak adalah gas tidak berwarna dengan karakteristik bau menyengat. Amoniak mudah dicairkan, menjadi uap cair pada suhu -33,7oC dan menjadi solid pada suhu-75oC berupa masa kristal putih (Wikipedia, 2002).

Tabel 3. Dampak amoniak

Konsentrasi dari berat molaritas klasifikasi

5-10% 2,87 - 5,62 mol/L Iritasi

10-25% 5,62 - 13,29 mol/L Korosif

>25% >13,29 mol/L Berbahaya bagi

lingkungan Sumber : Wikipedia (2002).

Menurut Solichin (1988), dalam industri lateks pekat amoniak digunakan sebagai bahan anti pembeku yaitu bahan yang digunakan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi lateks di kebun dan selama perjalanan ke tempat pengolahan. Amoniak digunakan oleh industri karet dengan


(21)

™ Mudah didapat di toko-toko bahan kimia, obat dan alat pertanian.

™ Harganya cukup murah dibandingkan dengan bahan anti pembeku lainnya.

™ Tidak menimbulkan pengaruh sampingan terhadap mutu produk akhir karena mudah dihilangkan dari lateks.

™ Bisa digunakan hampir semua jenis produk karet, kecuali jenis crepe

saja.

™ Untuk pengawetan jangka panjang bisa dicampurkan dengan bahan pengawet sekunder.

Amoniak (NH3) dari inlet

Emisi

Biomassa mikroba Nitrit

(NO2-) Emisi :

NO NH3 N2O N2

Bahan Pengisi Amonium

(NH4+)

Nitrat (NO3-)

Leaching denitrifikasi

Nitrifikasi

absorpsi

mineralisasi desorpsi

imobilisasi


(22)

E. BAKTERI PENGOKSIDASI AMONIAK (NH3)

Peningkatan konsentrasi amoniak di atmosfer berasal dari aktivitas mikroba, industri amoniak, pengelolaan limbah, dan pengelolaan batubara (Manik, 2003). Keadaan lingkungan yang aerobik akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi amoniak menjadi nitrit (NO2 -) dan selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat (NO3-). Organisme yang melaksanakan nitrifikasi diantaranya Nitrosomonas sp yang mengubah amoniak menjadi nitrit. Organisme yang mengubah nitrit menjadi nitrat adalah Nitrobacter

(Wikipedia, 2005). Menurut Schlegel dan Schmidt (1994) Nitrifikan (penitrifikasi) adalah bakteri gram-negatif yang disatukan dalam keluarga

Nitrobacteraceae. Bakteri Nitrosomonas sp merupakan bakteri kemolitrotropik yang menggunakan CO2 sebagai sumber karbon di dalam sintesa biomassanya.

Tabel 4. Bakteri-bakteri pengoksidasi amoniak dan nitrit Pengoksidasi amoniak Pengoksidasi nitrit

Nitrosomonas europaea Nitrobacter winogradsky Nitrosococcus oceanus Nitrobacter agilis Nitrosapira briensis Nitrospina gracilis Nitrosolobus multiformis Nitrococcus mobilis

Sumber : Schlegel dan Schmidt (1994).

Menurut Buckman dan Brady (1982) perubahan enzimatik pada proses nitrifikasi disajikan sebagai berikut:

2NH4+ + 3O2 2NO2- + 2H2O + 4H + energi 2NO2- + O2 2NO3- + energi

Menurut Broadbent dan Tyler (1957) di dalam Buckman dan Brady (1982) bahwa dalam keadaan lembab dan suhu tanah yang baik terjadi


(23)

nitrifikasi pada kecepatan yang sangat cepat. Kecepatan harian terdapat dari 6 sampai 22 pon nitrogen per 2 juta pon tanah, kalau 100 pon nitrogen dalam bentuk amonium ditambahkan, kecepatan jauh lebih tinggi.

Nitrosomonas sp merupakan bakteri kemolitrotrof berbentuk batang dengan metabolisme aerobik. Walaupun mereka tidak tumbuh dengan fotosintesis, mereka biasa melakukan metabolisme dengan mengurai amoniak. Membran dalam sel bakteri menggunakan elektron dari atom nitrogen amoniak untuk menghasilkan energi. Oleh karena itu, untuk melengkapi divisi sel, Nitrosomonas sp. harus mengkonsumsi amoniak dalam jumlah banyak (Wikipedia, 2005).

Gambar 3. Nitrosomonas sp

F. HIDROGEN SULFIDA

Hidrogen sulfida adalah gas tidak berwarna, toksik, mudah terbakar dan menyebabkan bau busuk seperti bau telor busuk. Sering dihasilkan ketika bakteri menguraikan bahan organik jika tidak ada oksigen, seperti rawa dan saluran air (selokan). Hidrogen sulfida juga bisa terjadi dalam gas vulkanik, gas alam dan beberapa mata air (Wikipedia, 2006)

Hidrogen sulfida adalah polutan udara yang korosif dan beracun, dikarakteristikan dalam bau yang tidak sedap (Martin et al., 2004). Sulfur tereduksi dalam bentuk H2S juga terjadi di biosfer sebagai hasil aktivitas vulkanik dan metabolisme mikrobial. H2S di alam hanya terkumpul dalam


(24)

kondisi anaerobik, tapi akan teroksidasi secara spontan dan cepat dengan adanya oksigen. H2S merupakan polutan yang tidak menyebar luas seperti SO2. Umumnya berasosiasi dengan sumber spesifik seperti bahan organik terdekomposisi, lumpur dan limbah industri. Hidrogen sulfida (H2S) mempunyai bau seperti telur busuk dan kadang lebih toksik daripada karbon monoksida (Turk et al.,1972).

Penghilangan H2S diperlukan dengan alasan kesehatan, keamanan, dan korosi. Selama penyebaran dan pendistribusian juga untuk mencegah polusi oleh sulfur dioksida karena pembakaran gas (Jensen dan Webb, 1995).

Gambar 4. Siklus sulfur secara biologi. SOB : sulfur compound oxidizing; SRB : sulfate reducing bacteria (Kleinjan, 2005).


(25)

G. BAKTERI PENGOKSIDASI HIDROGEN SULFIDA (H2S)

Menurut Saeni (1989), bakteri belerang hijau dan bakteri belerang purpel mendapatkan energi untuk proses metabolismenya melalui oksidasi H2S. Bakteri-bakteri ini menggunakan CO2 sebagai sumber karbon. Bakteri-bakteri ini sangat anaerobik. Sedangkan bakteri belerang tidak berwarna aerobik dapat menggunakan oksigen molekuler untuk mengoksidasi H2S, yaitu :

H2S + O2 2S + 2H2O 2S + 2H2O + 3O2 4H+ + 2SO4 2-S2O32- + H2O + CO2 2H+ + 2SO42-

H2S di atmosfer secara cepat dirubah menjadi SO2 melalui reaksi : H2S + 3/2 O2 SO2 + H2O

Beberapa bakteri yang dapat mengoksidasi senyawa sulfur adalah

Thiobacillus thioxidans dan Thiobacillus feroxidans. Kedua mikroorganisme ini mengoksidasi H2S dan membentuk sulfur elemen yang disimpan dalam selnya. Keduanya mengoksidasi bahan anorganik seperti hidrogen sulfida, sulfur elemen dan besi mengubahnya menjadi asam sulfat. Mereka dapat hidup pada keadaan yang sangat asam dengan nilai pH 2 (Edmons, 1978). Sedangkan menurut Peck (1959) bahwa Hidrogen sulfida dioksidasi menjadi sulfur elemen dengan ekstrak T.thioxidans dan

T. thioparus dan oleh Peck (1960) bahwa Ekstrak dari T. thioparus telah menunjukkan adanya beberapa aktivitas enzimatik yang mungkin terkait dengan oksidasi penguraian senyawa sulfur.

Menurut Schlegel dan Schmidt (1994), hidrogen sulfida oleh beberapa bakteri lembayung bebas dan oleh bakteri hijau dioksidasi menjadi sulfat. Pada proses ini belerang intermediasi oleh sebagian bakteri lembayung belerang ditimbun sementara waktu dalam sel.

Thiobacillus sp adalah sekelompok kecil organisme yang metabolisme energinya diubah untuk menghasilkan seluruh energi untuk pertumbuhan. Energi berasal dari oksidasi senyawa sulfur anorganik menjadi sulfat, dan memanfaatkan karbon dioksida sebagai sumber karbon


(26)

untuk sintesis material sel. Sebagian besar Thiobacilli (T. thioxidans, T. thioparus, T. denitrificans) bersifat khemolitroototrof dan memerlukan fiksasi CO2 (Schlegel dan Schmidt, 1994).

Tabel 5. Dampak menghirup H2S

Konsentrasi Efek Bagi Manusia

0.03 ppm Bisa dicium. Aman dihirup dalam 8 jam.

4 ppm Bisa menyebabkan iritasi mata. Harus menggunakan masker karena bisa merusak metabolisme.

10 ppm Maksimum terhirup selama 10 menit. Bau membunuh dalam 3 samapi 15 menit. Menyebabkan gas mata dan luka pada tenggorokan. Bereaksi secara keras dengan campuran isi raksa gigi.

20 ppm Terhirup lebih dari satu menit menyebabkan beberapa kerusakan urat saraf mata.

30 ppm Hilang penciuman, kerusakan sampai darah ke otak diteruskan dengan kerusakan organ penciuman.

100 ppm Kelumpuhan pernafasan dalam 30 sampai 45 menit. Pingsan dalam waktu singkat (maksimal 15 menit). 200 ppm Kerusakan mata serius dan kerusakan mata sampai pada

saraf. Melukai mata dan tenggorokan.

300 ppm Kehilangan keseimbangan dan fikiran. Kelumpuhan pernafasan dalam 30 sampai 45 menit.

500 ppm Menimbulkan kelumpuhan dalam 3 sampai 5 menit. Dibutuhkan segera penyadaran buatan.

700 ppm Akan menimbulkan terhentinya nafas dan kematian jika tidak segera ditolong. Kerusakan otak secara permanen jika tidak ada pertolongan cepat.

Sumber : AlkenMurray.com

H. BAKTERI HETEROTROF

Menurut Fromageot dan Senez (1960), banyak organisme heterotrof berkemampuan untuk mengoksidasi senyawa sulfur. Dalam kultur campuran organisme ini bisa mengubah senyawa sulfur menjadi senyawa sulfat. Hal ini juga dibenarkan oleh Peck (1962) bahwa banyak organisme heterotrof yang berkemampuan mengoksidasi untuk menguraikan senyawa sulfur dan produknya adalah sulfat atau politionat.


(27)

Beberapa bakteri heterotrof yang mempunyai kemampuan untuk melakukan fiksasi nitrogen adalah Azotobacter, Beijerinchia, Clostridium, Azotoccus dan sebagainya. Sedangkan bakteri heterotrof yang mempunyai kemampuan memfiksasi sulfur antara lain adalah Atrhrobacter, Bacillus, Mikrococcus, Mycobacterium dan Pseudomonas (Wild, 1995).

Tabel 6. Bakteri pengoksidasi senyawa sulfur

Organisme Energi Sumber Karbon

pH

Pertumbuhan Referensi

Clorobiaceae fototropik autotropik

Brune, 1989 ß-Proteobakteria kemolitotrof autotropik

Thiobacillus

thioparus kemolitotrof autotropik 6 sampai 8

Schlegel, 1995

Thiobacillus

denitrificans kemolitotrof autotropik 6 sampai 8

Schlegel, 1995

Thiobacillus sp. W5 kemolitotrof autotropik 7 sampai 9

Visser et al, 1997

Xantomonas kemolitotrof heterotrof 7 Sumber : Kleinjan (2005)

Gambar 5. Penyebaran bakteri nitrifikan pada biofilm. Bakteri heterotrof hidup di permukaan dengan tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bakteri nitrifikasi yang melekat dalam biofilm (Golz et al., 1996).

Oksigen +alkalinitas

Nitrat

Nitrit

CO2 media

Biofilm

Bakteri Heterotrof

amoniak

Bakteri nitrifikasi

Karbon organik oksigen


(28)

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan untuk persiapan biofilter ini adalah: Na2S.9H2O, NH4Cl. xH2O. bahan untuk analisa proksimat, media sulfat bagi pertumbuhan bakteri yang terdiri atas: CaCl2, KH2PO4, MgSO4.7H2O. (NH4)2SO4, FeCl2, Fe-Sitrat, Fenol Red, larutan Penyerap Zn Acetat, Asam Borat, NaCl, larutan Diamin (N,N-Dimethyl-1,4-Phenylen Diamonium Diklorida), larutan FeCl3, larutan Natrium Thiosulfat 0.1 N, larutan Iodin 0.1 N, larutan Indikator Amilum dan larutan HCl.

Alat yang digunakan dalam persiapan biofilter ini adalah pipa paralon PVC ukuran 8 inci, tutup paralon, blower, plastik, kawat, rubber stop, kran udara, lem aquaproff, dan lain-lain.

Alat yang digunakan untuk analisa : erlenmeyer, cawan petri, tabung ulir, pipet mekanik, tabung sentrifusi, spektrometer, clean bench, autoclave, pH meter, inkubator, dan lain-lain.

B. REAKTOR BIOFILTER

Biofilter yang digunakan merupakan biofilter yang didesain oleh Indriasari (2005). Biofilter ini sebelumnya telah digunakan oleh Indriasari (2005) di gudang lump selama 33 hari, kemudian setelah beroperasi selama 33 hari biofilter ini sempat tidak beroperasi sekitar dua minggu. Selama tidak beroperasi biofilter hanya dijaga kadar airnya saja agar bakteri tetap hidup. Perancangan kolom biofilter ini adalah dengan menyiapkan pipa paralon PVC dengan diameter 8 inci dan panjang 70 cm sebanyak 6 buah (Gambar 6). Pipa paralon diberi lubang yang berfungsi untuk mengambil sampel tanah untuk mengukur parameter fisik kimia dan mikroba. Lubang inlet berada pada bagian atas sedangkan lubang outlet pada bagian bawah.


(29)

Gambar 6. Model kolom biofilter

C. BAHAN PENGISI

Pada biofilter ini digunakan bahan pengisi kompos, tanah, bahan tambahan (berupa sekam, serasah daun karet, kulit kayu karet) dan sludge. Perbandingan yang digunakan dalam bahan pengisi untuk kompos, tanah, bahan tambahan dan sludge adalah 4 : 2 : 1 : 1 (Devinny et al., 1999). Tinggi bahan pengisi ini adalah 40 cm. Komposisi bahan pengisi :

™ Biofilter 1 berisi kompos, tanah, sekam dan sludge.

™ Biofilter 2 berisi kompos, tanah dan sekam.

™ Biofilter 3 berisi kompos, tanah, serasah daun karet dan sludge.

™ Biofilter 4 berisi kompos, tanah dan serasah daun karet.

™ Biofilter 5 berisi kompos, tanah, kulit kayu karet dan sludge. ™ Biofilter 6 berisi kompos, tanah dan kulit kayu karet.

Kompos yang digunakan sebagai bahan pengisi biofilter diperoleh dari pedagang tanaman komersial. Jenis kompos yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompos dengan merk dagang Kompos Penyubur Tanaman Super yang diproduksi oleh Enka Saritani Jakarta.

Tanah yang digunakan sebagai bahan pengisi berasal dari tanah yang ada di sekitar gudang lump, PTPN VIII kebun Cimulang, Bogor. Hal ini

Lubang outlet Lubang 1 Lubang 2 Lubang 3


(30)

bertujuan untuk memperoleh mikroba alami yang tumbuh di sekitar tempat tersebut.

Sludge berasal dari endapan lumpur yang diperoleh dari sekitar pembuangan limbah PTPN VIII kebun Cimulang, Bogor. Sludge yang dipilih adalah sludge yang telah tua, bukan berasal air limbah segar. Penambahan

sludge ke dalam bahan pengisi bertujuan untuk meningkatkan kelimpahan serta keragaman populasi mikroba di dalam biofilter. Dengan penambahan

sludge ini diharapkan jumlah dan berbagai jenis mikroba dapat meningkatkan kinerja biofilter ini.

D. PENELITIAN UTAMA

Perlakukan dalam penelitian ini adalah perbedaan bahan pengisi tambahan yaitu sekam, serasah daun karet dan kulit kayu. Fokus penelitian ini adalah mengamati efisiensi biofilter, kapasitas penyerapan serta daya tahan masing-masing bahan pengisi dalam kolom biofilter. Aliran gas inlet yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 7 liter per menit.

Untuk mendapatkan hasil tersebut maka parameter-parameter utama yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut

a. Senyawa N dalam bentuk amoniak (NH3). Pengamatan dilakukan 30 hari dengan pengambilan sampel pada inlet dan outlet setiap hari yaitu pagi dan sore. Waktu sampling inlet dan outlet adalah 5 menit. Metode yang digunakan dalam pengukuran amoniak adalah Metode Nessler, prosedur pengukuran dapat dilihat pada lampiran.

b. Senyawa sulfida (total reduce sulfur, TRS) diukur sebagai hidrogen sulfida (H2S). Pengamatan dilakukan 30 hari dengan pengambilan sampel pada inlet dan outlet setiap hari yaitu pagi dan sore. Waktu sampling inlet dan outlet adalah 5 menit. Metode yang digunakan dalam pengukuran hidrogen sulfida adalah metode metilen blue, prosedur pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3.


(31)

c. Kadar air dan pH diukur satu minggu sekali untuk memastikan kondisi media biofilter agar mikroba dapat hidup secara baik. Parameter suhu diukur setiap hari. Prosedur pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3. d. Pengukuran parameter total C, total S, total N, NO3-, NH4+ dan sulfat

dilakukan seminggu sekali untuk mengetahui perubahan unsur-unsur dalam media biofilter. Prosedur pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3.

e. Penghitungan jumlah mikroorganisme pada bahan pengisi dilakukan setiap seminggu sekali selama dua bulan untuk Nitrosomonas sp dan

Thiobacillus sp, sedangkan penghitungan bakteri heterotrof dan fungi dilakukan pada setiap minggu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan serta perkembangan mikroba yang ada pada media biofilter.

Nitrosomonas sp dihitung menggunakan metode MPN, sedangkan

Thiobacillus sp, fungi dan bakteri heterotrof dihitung dengan menggunakan metode TPC. Prosedur pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 4.

E. ANALISA DATA

Data yang diperoleh akan disajikan dengan menggunakan Metode Deskriptif dengan grafik yang akan menggambarkan kondisi seluruh parameter selama penelitian dilaksanakan (Walpole, 1995). Kinerja biofilter akan diukur berdasarkan efisiensi, kapasitas penghilangan serta total penghilangan masing-masing kolom biofilter.


(32)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. GAS PENCEMAR DAN KARAKTERISTIK BAHAN PENGISI

a. Gas Pencemar

Hampir semua kegiatan manusia memasukkan pencemar ke dalam atmosfer. Menurut Neiburger et al. (1995), pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai terdapatnya zat dalam atmosfer yang bersifat racun, mengganggu, berbahaya bagi manusia atau bersifat merusak terhadap nabatah (nabati), hewan dan tanah. Oleh karena kegiatan manusia menghasilkan gas pencemar maka dibutuhkan pembatasan agar tidak terlalu menggangu kesehatan manusia, hewan maupun lingkungan sekitar.

Berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 13 tahun 1995 ada beberapa baku mutu emisi yang harus dipenuhi oleh beberapa akitvitas manusia termasuk dalam pengolahan pabrik lateks pekat yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Emisi yang terdapat pada pabrik karet

Gas Satuan

Nilai batas emisi (Kep-13/MenLH/3/1995)

Dalam ruang lateks pekat

luar ruang lateks pekat

Gudang lump (Indriasari,

2005)

NH3 ppm 2 137.8 4 98.361

H2S ppm 0.02 1.025 0.035 0.542

SOx ppm 0.8 0.031

NOx ppm 1 0.031

b. Karakteristik Bahan Pengisi

Bahan pengisi merupakan bahan utama dalam biofilter, karena biofilter bekerja dengan menggunakan pori-pori media padat untuk


(33)

mendukung hidup mikroorganisme dan memberikan akses untuk kontaminan dalam aliran udara (Devinny et al., 1999). Berikut merupakan kondisi bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 8. Karakteristik bahan pengisi yang digunakan

Biofilter

Berat Basah (g)

Kadar

Air (%) pH

N total (%)

S total (ppm)

C total (%)

1 9141 50.76 7.25 0.48 3885.3 25.05

2 9411 53.08 7.32 0.43 3153.3 27.9

3 9825 56.28 7.22 0.57 3265.8 22.13

4 10342 60.58 7.49 0.56 3322 30.87

5 8998 47.28 7.33 0.51 3434.8 21.87

6 10652 62.47 7.59 0.54 3096.8 32.28

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa berat basah pada masing-masing kolom berkisar antara 8998-10652 gram, sedangkan kadar air pada masing-masing biofilter berkisar antara 47-62%. Kadar air seperti ini cukup baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Secara umum diperlukan sekali media yang memiliki kapasitas air tinggi dan sifat media organik yang mungkin memiliki kandungan air 40% sampai 60% ketika jenuh (Devinny et al., 1999). Prosentase kadar air setiap biofilter memiliki kadar air di atas 40%. Kondisi ini sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme.

Nilai pH dari hasil pengukuran masing-masing bahan pengisi untuk biofilter berkisar antara 7.22-7.59. Nilai pH untuk masing masing biofilter hampir mendekati netral. Kondisi ini sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme hidup dengan baik pada kondisi pH antara 6 sampai 8 (Kleinjan, 2005).

Berdasarkan pengukuran, kandungan nitrogen total dalam bahan pengisi biofilter berkisar antara 0.43-0.57%. Nilai dari karbon total berkisar antara 21-32%. Menurut Degorce-Dumas et al. (1997), kompos memiliki nilai C total sebesar 37-50%, kemudian nilai sulfur total yang berada dalam media biofilter berkisar antara 3000-3900 ppm. Ketiga unsur ini dibutuhkan oleh ketiga mikroorganisme yang ada dalam biofilter ini untuk menghasilkan


(34)

energi. Nitrogen untuk bakteri Nitrosomonas sp, sulfur untuk bakteri

Thiobacillus sp dan karbon organik untuk bakteri heterotrof.

B. BIOFILTER 1 (kompos, tanah, sekam dan sludge)

1. Kinerja Penghilangan Amoniak

Kinerja penghilangan amoniak pada biofilter 1 selama pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 7. Bahan pengisi yang digunakan dalam kolom biofilter 1 ini merupakan campuran dari kompos, tanah, sekam dan sludge. Pada biofilter 1 ini terjadi ketidakstabilan kinerja proses filtrasi. Hal ini terbukti dengan efisiensi yang sangat fluktuatif. Efisiensi biofilter ini berselang antara 71% sampai 100%.

Konsentrasi gas inlet dan outlet dapat dilihat pada Gambar 7 (a), sedangkan efisiensi penghilangan amoniak dapat dilihat pada gambar 7 (b). Berdasarkan data, terjadi ketidakstabilan efisiensi mulai dari hari pertama sampai hari ke-30. Hal ini dikarenakan pada tiga hari pertama konsentrasi inlet sangat tinggi mencapai 604 ppm yang mengakibatkan efisiensi pada hari ke-6 turun menjadi 88% dan pada hari ke-9 turun menjadi 77%. Setelah hari ke-9 sampai hari ke-18 efisiensi kembali naik diatas 95%, kemudian pada hari ke-11 sampai hari ke-16 konsentrasi kembali tinggi mencapai 471 ppm sehingga terjadi penurunan efisiensi kembali pada hari ke-20 menjadi 71%. Selanjutnya efisiensi sampai hari ke-30 turun naik antara 75% sampai 100%. Konsentrasi yang tinggi ini terjadi pada saat proses pengolahan lateks pekat yang menggunakan amoniak sebagai pengawet dan juga karena kebocoran pada tangki penampung lateks pekat atau tabung gas amoniak.


(35)

Gambar 7. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter satu (a) inlet-outlet, (b) efisiensi dan kadar air, (c) pH, (d) jumlah bakteri.

0 20 40 60 80 100

0 7 14 21 28

ef isien si & K . A ir ( % ) 0 100 200 300 400 500 600 700

0 7 14 21 28

k ons e n tr a s i ( p pm ) 4 6 8

0 7 14 21 28

pH 0 2 4 6 8 10 12

0 7 14 21 28

hari ke-log c fu da n M P N Thio L-1 Thio L-2 Thio L-3 heterotrof L-1 heterotrof L-2 heterotrof L-3 Nitrosomonas sp

lubang 1:pH dan kadar air lubang 2:pH dan kadar air lubang 3:pH dan kadar air efisiensi inlet outlet (a) (b) (c) (d)


(36)

Efisiensi yang tidak stabil ini juga dikarenakan pada biofilter 1 belum terbentuk banyak biofilm. Amoniak yang tersebar berupa fase gas sampai pada biofilm akan dihentikan oleh mikroorganisme dan amoniak dioksidasi sampai menjadi produk yang tidak berbahaya yaitu NO2- dan NO3- (Shahmansouri, 2005). Rata-rata efisiensi pada biofilter 1 ini adalah 98%. Secara umum biofilter 1 ini mampu menghilangkan amoniak dengan baik, namun pada konsentrasi diatas 470 ppm efisiensi mengalami penurunan.

Populasi bakteri Nitrosomonas sp, Thiobacillus sp dan heterotrof dapat dilihat pada Gambar 7 (d). Populasi bakteri Nitrosomonas sp terus mengalami kenaikan setiap harinya, namun pada hari ke-9 dan ke-16 mengalami penurunan. Penurunan yang paling tajam terjadi pada hari ke-16 karena konsentrasi inlet pada minggu pertama sangat tinggi sehingga membuat beberapa bakteri Nitrosmonas sp menjadi mati. Pada hari ke-0 populasi bakteri Nitrosomonas sp berjumlah 6.15 sel/g-contoh. Pada minggu pertama kadar air cenderung stabil di masing-masing lubang sehingga populasi bakteri cenderung stabil. Pada hari ke-16 populasi bakteri menurun menjadi 3.3 sel/g-contoh karena selain konsentrasi inlet yang tinggi, kadar air pada lubang ke-3 mengalami penurunan menjadi 40.73%. Hari berikutnya populasi bakteri terus meningkat sampai hari ke-30. Populasi bakteri pada hari ke-30 adalah 5.3 sel/g-contoh. Secara keseluruhan terjadi peningkatan jumlah bakteri Nitrosomonas sp walaupun terjadi penurunan pada hari ke-16.

Populasi bakteri (log cfu) Thiobacillus sp cenderung tidak stabil karena mengalami penurunan dan kenaikan yang signifikan. Populasi bakteri pada hari ke-0 terdapat hanya pada lubang satu dan tiga masing-masing 9.48 cfu/g-contoh dan 4.48 cfu/g-contoh, kemudian pada hari ke-16 bakteri Thiobacillus sp tidak ada yang hidup. Hal ini merupakan dampak dari tingginya kosentrasi inlet H2S dan NH3 pada minggu pertama, kemudian pada minggu berikutnya bakteri Thiobacillus sp ada yang hidup tapi tidak pada masing-masing lubang karena kadar air yang tidak stabil pada lubang itu. Pada lubang ke-3 kadar air bahkan ada yang


(37)

hanya 10%. Pada hari ke-54 bakteri Thiobacillus sp yang hidup hanya terdapat pada lubang ke-1 (3.3 cfu/g-contoh) dan ke-2 (3.15 cfu/g-contoh). Meskipun kadar air pada lubang pertama terbilang stabil yaitu 57%, populasi bakteri Thiobacillus sp pada lubang satu mengalami penuruna pada hari ke-30 karena banyak berisi bakteri Nitrosomonas spdan bakteri heterotrof sehingga bakteri Thiobacillus sp tidak mendapatkan nutrien yang cukup.

Bakteri heterotrof tumbuh cukup stabil pada biofilter satu ini. populasi bakteri (log cfu) hari ke-0 adalah 9.26 cfu/g-contoh pada lubang ke-1; 7 cfu/g-contoh pada lubang ke-2 dan 9.85 cfu/g-contoh pada lubang ke-3. Bakteri heterotrof mengalami penurunan pada lubang ke-3 sampai di hari ke-23 (5.04 cfu/g-contoh) dan ke-30 (6 cfu/g-contoh) karena kadar air menurun di hari ke-23 (16%) dan hari ke-30 (13.8%). Perubahan kadar air dapat dilihat pada Gambar 7 (b).

Populasi bakteri heterotrof cenderung stabil. Pada lubang pertama berkisar antara 9.26 cfu/g-contoh - 6.7 cfu/g-contoh. Populasi bakteri yang stabil ini dikarenakan kadar air pada lubang ke-1 diatas 49%. Kadar air (kelembaban) optimal untuk pertumbuhan bakteri pada biofilter antara 20% sampai 60% (Williams, 1992). Kadar air yang rendah pada biofilter lubang ke-3 dikarenakan sekam kurang baik dalam menyerap air sehingga air yang disiram dari atas langsung turun.

2. Kinerja Penghilangan Hidrogen Sulfida (H2S)

Kinerja penghilangan hidrogen sulfida pada biofilter 1 selama pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 8. Pada biofilter 1, penghilangan hidrogen sulfida berlangsung kurang baik karena efisiensi penghilangan ini sebagian besar dibawah 90%. Efisiensi hari pertama biofilter ini adalah 91%. Hal ini dikarenakan tingginya konsentrasi amoniak di awal sebesar 140 ppm dan hidrogen sulfida 80 ppm. Dengan tingginya konsentrasi ini tidak memberikan kesempatan pada bakteri untuk beradaptasi lebih baik sehingga efisiensi penghilangan menjadi buruk.


(38)

Konsentrasi hidrogen sulfida ini masih tinggi sampai hari ke-2. Setelah itu turun dibawah 25 ppm. Turunnya konsentrasi tidak diikuti dengan meningkatnya efisiensi. Efisiensi mengalami fluktuatif yang sangat signifikan sejak hari ke-8 sampai hari ke-30. Nilai efisiensi berkisar antara 42% sampai 100%. Rata-rata penghilangan hidrogen sulfida selama pengoperasian adalah 78%. Pada biofilter 1 ini dengan konsentrasi 20 ppm dapat menurunkan efisiensi penghilangan.

Konsentrasi hidrogen sulfida pada pabrik karet ini berasal dari pembusukan lump dan konversi bahan hasil hidrolisis (organik) menjadi molekul sederhana (asam lemak, alkohol, CO2, NH3 dan H2S) (Suwardin, 1989). Lump yang ditumpuk semakin banyak akan menimbulkan bau busuk yang semakin menyengat. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi H2S tinggi.

Gambar 8. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter satu (a) inlet-outlet, (b) efisiensi. 0

20 40 60 80 100

0 7 14 21 28

ko

n

sen

tr

asi

(

p

p

m

)

0 20 40 60 80 100

0 7 14 21 28

hari

ke-e

fi

s

ie

n

s

i (

%

)

inlet

outlet (a)


(39)

3. Kandungan Nitrogen, Sulfur dan Karbon dalam Media Biofilter

Perubahan kandungan nitrogen, sulfur dan karbon dalam biofilter 1 dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.

Konsentrasi nitrat yang terbentuk pada biofilter ini cenderung mengalami peningkatan walaupun pada hari ke-16 terjadi penurunan. Pada hari ke-9 konsentrasi nitrat sebesar 1553.6 ppm, kemudian turun pada hari Gambar 9. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter satu (a) Nitrogen, (b)

Sulfur, (c) Karbon.

0 2000 4000 6000 8000 10000

0 7 14 21 28

ko n sen tr as i ( p p m ) 0 1000 2000 3000 4000

0 7 14 21 28

ko n s en tr a s i ( p p m ) 22 24 26 28 30 32

0 7 14 21 28

hari K a ndu nga n K a rbo n ( % ) N total Nitrat

ion am onioum

S total sulfat

(a)

(b)


(40)

ke-16 menjadi 914.9 ppm. Konsentrasi naik kembali pada hari ke-23, kemudian turun pada hari ke-30 menjadi 2353.58 ppm. Penurunan nitrat pada media ini dapat disebabkan oleh kelebihan air dari penyiraman yang menyebabkan kadar air merembas keluar dari media. Air ini disebut

leachet, bisa mengandung konsentrasi nitrat yang tinggi (Schmidt, 2004). Peningkatan konsentrasi nitrat juga diikuti oleh konsentasi nitrogen total dalam media. Nirogen yang biasanya terdapat dalam media biofilter berupa nitrat, nitrit, ion amonium dan nitrogen organik. Konsentrasi nitrogen total dalam media pada hari ke-0 adalah 4800 ppm, kemudian meningkat sampai pada hari ke-30 dengan konsentrasi 8400 ppm.

Ion amonium yang terdapat dalam media relatif kecil berkisar antara 96-290 ppm. Amoniak sangat mudah larut dalam air membentuk ion amonium. Ion amonium terbentuk karena pada larutan asam atau netral atom nitrogen bisa mengikat ion hidronium dan melepaskan air sehingga membentuk ion amonium.

Konsentrasi sulfat yang terbentuk pada biofilter ini cenderung meningkat walaupun terjadi penurunan di hari ke-9, ke-16 dan ke-30. Pada awalnya konsentrasi sulfat yang terbentuk sebesar 57 ppm, kemudian pada hari ke-30 sulfat yang terbentuk sebesar 111 ppm. Peningkatan sulfat juga diikuti oleh penurunan pH. Sulfat dan nitrat merupakan kedua senyawa yang menyebabkan pH media menjadi turun.

Konsentrasi sulfur total dalam media mengalami penurunan sampai hari ke-16, kemudian naik kembali sampai hari ke-30. Pada hari ke-0 konsentrasi sulfur total bernilai 3885 ppm, kemudian pada hari ke-16 bernilai 2646 ppm. Sedangkan pada hari ke-30 konsentrasi bernilai 2984 ppm. Terjadinya penurunan S total dikarenakan terjadinya perubahan senyawa sulfat menjadi hidrogen sulfida kembali. Pembentukan ini dikarenakan adanya bakteri anaerob yang terdapat dalam biofilm. Bakteri yang merubah sulfat menjadi hidrogen sulfida disebut Sulfate Reduction bacteria.


(41)

Kandungan karbon dalam media berhubungan dengan bakteri heterotrof. Bakteri heterotrof menggunakan karbon organik sebagai sumber energinya. Kandungan karbon pada biofilter 1 mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan jumlah karbon yang dikonsumsi oleh bakteri heterotrof lebih sedikit dibandingkan karbon yang dihasilkan dari hasil dekomposisi bahan tambahan dalam biofilter (sekam). Penurunan karbon dikarenakan pengkonsumsian oleh bakteri heterotrof. Penurunan kandungan karbon hanya sampai hari ke-9 yaitu dari 25% menjadi 23%, kemudian setelah hari ke-9 karbon naik sampai pada hari ke-30 menjadi 28%.

Nilai pH mengalami penurunan, namun masih dalam batas dimana bakteri Thiobacillus sp dan Nitrosomonsas sp masih bisa hidup. Penurunan pH ini dapat dilihat pada Gambar 7 (c). Nilai pH pada biofilter 1 ini berselang antara 5.76 sampai 7.25. Bakteri Thiobacillus sp hidup antara pada pH 6 sampai 8. Peningkatan nitrat dan sulfat ini juga ditandai dengan turunnya pH pada media. Nilai pH di awal untuk masing-masing adalah 7.23 pada lubang ke-1; 7.27 pada lubang ke-2 dan 7.25 pada lubang ke-3. Pada minggu terakhir pH turun menjadi 6.83 pada lubang ke-1; 6.59 pada lubang ke-2 dan 7.2 pada lubang ke-3.

C. BIOFILTER 2 (kompos, tanah dan sekam)

1. Kinerja penghilangan Amoniak (NH3)

Kinerja penghilangan amoniak pada biofilter 2 selama pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 10. Biofilter 2 ini menggunakan bahan pengisi kompos, tanah dan sekam. Konsentrasi inlet dan outlet pada biofilter dua dapat dilihat pada Gambar 10 (a), sedangkan efisiensi dapat dilihat pada Gambar 10 (b). Biofilter 2 yang berisi kompos, tanah dan sekam ini memiliki kinerja yang tidak jauh berbeda dengan biofilter 1. Hal ini dapat dilihat dari efisiensi yang tidak stabil selama beberapa hari. Pada hari ke-6 pagi efisiensi sudah turun menjadi 78%, kemudian naik kembali


(42)

pada sore harinya menjadi 90% dan turun lagi pada hari ke-9 dengan efisiensi 67%. 0 100 200 300 400 500 600 700

0 7 14 21 28

k o n s en tr as i ( p p m ) 0 20 40 60 80 100

0 7 14 21 28

e fisien si & K .A ir ( % ) 4 6 8

0 7 14 21 28

pH 0 2 4 6 8 10 12

0 7 14 21 28

hari ke-log c fu da n M P N Thio L-1 Thio L-2 Thio L-3 heterotrof L-1 heterotrof L-2 heterotrof L-3 Nitrosomonas sp

lubang 1:pH dan kadar air lubang 2:pH dan kadar air lubang 3:pH dan kadar air efisiensi inlet outlet (a) (b) (c) (d)


(43)

Efisiensi hari ke-9 merupakan efisiensi terendah dari proses selama 30 hari. Efisiensi yang tidak stabil dari hari ke-6 sampai hari ke-9 dikarenakan inlet NH3 yang sangat tinggi di awal, hari ke-0 sampai hari ke-3. Selanjutnya hari ke-10 sampai hari ke-19 efisiensi relatif stabil berselang antara 94% sampai 100%.

Hari ke-20 terjadi penurunan efisiensi kembali menjadi 72% dikarenakan konsentrasi inlet kembali tinggi di hari ke-14 sebesar 471 ppm dan hari ke-16 sebesar 439.5 ppm. Selanjutnya efisiensi stabil sampai hari ke-30 walaupun beberapa kali mengalami penurunan kemudian dapat naik kembali. Efisiensi rata-rata untuk biofilter dua adalah 97%. Efisiensi rata-rata biofilter dua lebih kecil dibanding biofilter pertama.

Populasi jumlah bakteri Nitrosomonas sp, Thiobacillus sp dan heterotrof dapat dilihat pada Gambar 10 (d). Populasi bakteri

Nitrosomonas sp mengalami beberapa penurunan. Seperti pada minggu hari ke-9 populasi bakteri turun dari 6.85 sel/g-contoh pada hari ke-0 menjadi 3.18 sel/g-contoh. Hal ini dikarenakan pada tiga hari pertama konsentrasi inlet amoniak sangat tinggi yang menyebabkan bakteri amoniak tidak bisa beradaptasi dengan baik. Tidak ditambahkannya sludge

juga menjadi faktor yang menyebabkan populasi bakteri sedikit. Menurut Hirai et al. (2001), keuntungan dari campuran sludge dengan kompos adalah meningkatkan populasi bakteri nitrifikasi untuk menurunkan waktu aklimasi dan untuk mencoba mengurangi kepadatan pada media biofilter.

Populasi bakteri Nitrosomonas sp mengalami penambahan dari hari ke-9 sampai hari ke-30. Pada hari ke-9 jumlah bakteri Nitrosomonas

sp sebanyak 3.18 sel/g-contoh, kemudian pada hari ke-30 jumlah bakteri sebanyak 6.3 sel /g-contoh.

Populasi bakteri (log cfu) Thiobacillus sp pada hari ke-0 adalah 5.3 cfu/g-contoh pada lubang pertama, 5.48 cfu/g-contoh ada lubang ke-2 dan tidak ada pada lubang ke-3, kemudian pada hari ke-9 bakteri

Thiobacillus sp tidak ada yang tumbuh karena tingginya konsentasi inlet amoniak dan hidrogen sulfida dalam tiga hari pertama. Menurut Chung et al. (1996), untuk mendapatkan energi, bakteri Thiobacillus thioparus


(44)

CH11 mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfat dengan beban inlet yang tendah.

Pada hari ke-16 sampai hari ke-30 populasi bakteri Thiobacillus

sp relatif stabil meskipun dalam jumlah yang sedikit. Populasi bakteri populasi bakteri dari hari ke-16 sampai ke-30 berkisar antara 2 cfu/g-contoh sampai 3.7 cfu/g-cfu/g-contoh.

Populasi bakteri heterotrof selalu ada pada setiap biofilter meskipun pada hari ke-16 di lubang ke-3 tidak ada bakteri yang tumbuh. Hal ini dikarenakan pada lubang ke-3, hari ke-16 kadar air hanya 22.5 %. Selain itu, pada hari ke-16, lubang ke-3 bakteri Thiobacillus sp mengalami peningkatan yang menyebabkan nutrien yang berada pada media digunakan oleh bakteri Thiobacillus sp.

Populasi jumlah bakteri (log cfu) heterotrof pada lubang ke-1 dan ke-2 relatif lebih stabil. Nilai logaritma bakteri pada lubang satu berkisar antara 5.48 cfu/g-contoh sampai 8 cfu/g-contoh. Populasi bakteri pada lubang dua berkisar antara 5 cfu/g-contoh sampai 9.68 cfu/g-contoh. Stabilnya populasi bakteri pada lubang satu dan dua dikarenakan kadar air pada lubang satu dan dua sesuai dengan pertumbuhan bakteri. Pada lubang satu kadar air berkisar antara 47% sampai 62%. Kadar air pada lubang dua berkisar antara 32% sampai 57%. Perubahan kadar air ini dapat dilihat pada Gambar 10 (b)

2. Kinerja Penghilangan Hidrogen Sulfida (H2S)

Kinerja penghilangan hidrogen sulfida pada biofilter dua selama pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 11. Kinerja penghilangan hidrogen sulfida tidak jauh berbeda dengan kinerja penghilangan pada biofilter 1. Namun, lebih baik sedikit. Hal ini dapat dilihat dari efisiensi yang rendah sejak hari ke-11 yaitu 59%. Efisiensi yang berada dibawah 90% lebih banyak dibandingkan yang diatas 90%.


(45)

Hari ke-13 sampai hari ke-20 efisiensi berada pada selang 51% sampai 89%, kemudian pada hari selanjutnya efisiensi terus mengalami penurunan dan kenaikan secara signifikan. Seperti pada hari ke-29 dengan efisiensinya 100% turun menjadi 61% pada hari ke-30. Rata-rata penghilangan hidrogen sulfida pada biofilter 2 ini adalah 82%. Efisiensi yang tidak stabil ini dikarenakan bakteri Thiobacillus sp yang jumlahnya tidak stabil (Gambar 10 (d)) dan lebih tingginya konsentrasi inlet. Selain itu, Pada konsentrasi NH3 rendah, efisiensi penghilangan H2S tinggi yaitu 99% pada waktu pengoperasian (Lee et al., 2002).

Berdasarkan grafik pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa akumulasi inlet pada awal pengoperasian yang cukup tinggi mengakibatkan kemampuan biofilter yang kurang baik sejak awal pengoperasian. Biofilter 2 ini membutuhkan adaptasi pada konsentrasi yang lebih rendah dari pada konsentrasi inlet untuk pertumbuhan bakteri. Gambar 11. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter dua (a) inlet-outlet, (b) efisiensi.

0 20 40 60 80 100

0 7 14 21 28

ko

n

se

n

tr

as

i (

p

p

m

)

0 20 40 60 80 100

0 7 14 21 28

hari

ke-e

fi

s

ie

n

s

i (

%

)

inlet

outlet (a)


(46)

3. Kandungan Nitrogen, Sulfur dan Karbon dalam Media Biofilter

Perubahan kandungan nitrogen, sulfur dan karbon biofilter 2 selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 12. Efisiensi penghilangan amoniak yang sebagian besar diatas 96% ini juga berdampak pada konsentrasi nitrat dalam media yang juga meningkat. Pada hari pertama konsentrasi nitrat adalah 1286.9 ppm, kemudian meningkat sampai pada hari terakhir menjadi 3638.8 ppm. Konsentrasi nitrat pada hari ke-16 ini lebih kecil dibandingkan hari ke-9 dikarenakan nitrat terbawa air yang setiap hari disiramkan untuk menjaga kadar air media (leachet) atau nitrat telah berubah menjadi nitrogen organik.

Konsentrasi nitrat yang meningkat juga dibuktikan dengan konsentrasi nitrogen total dalam media. Konsentrasi nitrogen total dalam media pada hari ke-0 adalah 4300 ppm, kemudian meningkat sampai pada hari ke-30 menjadi 8100 ppm. Selain itu, terjadi peningkatan ion amonium dari 86 ppm pada hari ke-0 menjadi 178 ppm pada hari ke-30.

Konsentrasi nitrat yang terus meningkat juga diikuti kenaikan konsentrasi sulfat dalam media. Pada hari ke-0 konsentarsi sulfat 69,7 ppm, kemudian terus meningkat sampai pada hari ke-30 menjadi 84 ppm. Konsentrasi sulfur total pada media mengalami penurunan dari hari ke-0 (3153 ppm) sampai hari ke-16 (2533 ppm), kemudian naik kembali sampai hari ke-30 (22759 ppm).

Kenaikan konsentrasi nitrat dan sulfat mengakibatkan pH media menjadi turun. Hari ke-0 pH biofilter masih diatas tujuh yaitu 7.3 pada lubang ke-1; 7.37 pada lubang ke-2 dan 7.3 pada lubang ke-3 sedangkan pada hari terakhir pH turun menjadi 6.51 pada lubang ke-1; 6.41 pada lubang ke-2 dan 6.95 pada lubang ke-3. Adapun terjadi peningkatan pH selama proses filtrasi seperti di lubang dua dari hari 16 sampai hari ke-30 hal ini disebabkan karena adanya akumulasi ion amonium di akibat kelebihan gas amoniak (Yani et al., 1998). Menurut Cho et al. (2000), bahwa polutan gas yaitu amoniak dan hidrogen sulfida yang masuk ke dalam suatu biofilter akan didegradasi oleh mikroorganisme membentuk


(47)

asam kuat yaitu nitrat dan sulfat yang selanjutnya akan terkumpul dalam media sehingga menyebabkan pH di dalam biofilter menjadi turun.

Kandungan karbon dalam media mengalami peningkatan yaitu dari 28% pada hari ke-0 menjadi 28.4% pada hari ke-30. Peningkatan karbon dikarenakan bakteri autotrof yang mengkonsumsi CO2 sebagai sumber energinya.

Gambar 12. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter dua (a) Nitrogen, (b) Sulfur, (c) Karbon.

0 2000 4000 6000 8000 10000

0 7 14 21 28

k ons e nt ra s i ( ppm ) 0 1000 2000 3000 4000

0 7 14 21 28

ko n sen tr a si ( p p m ) 25 26 27 28 29 30

0 7 14 21 28

hari K a ndu nga n K a rbon ( % ) N total Nitrat

ion am onioum

S total sulfat

(a)

(b)


(48)

D. BIOFILTER 3 (kompos, tanah, serasah daun karet dan sludge)

1. Kinerja penghilangan Amoniak (NH3)

Kinerja penghilangan amoniak pada biofilter 2 selama pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini. Biofilter tiga memiliki media dengan bahan pengisi kompos, tanah, serasah daun karet dan sludge. Perubahan outlet-inlet serta efisiensi dapat dilihat pada Gambar 13 (a) dan (b). Kinerja penghilangan amoniak biofilter tiga sangat baik karena efisiensi biofilter sampai hari ke-30 masih bertahan 100 %. Efisiensi mampu bertahan 100% meskipun beberapa hari di awal dan di pertengahan pengoperasian konsentrasi inlet sangat tinggi.

Baiknya efisiensi ini disebabkan biofilm pada biofilter 3 ini sudah terbentuk. Penelitian sebelumnya yang menggunakan biofilter yang sama telah membantu proses terbentuknya biofilm. Menurut Vanotti et al.

(1999), dibutuhkan waktu penyesuaian enam minggu untuk mengembangkan fungsi dari biofilm nitrifikasi di atas permukaan media, yang ditandai dengan stabilnya aktifitas nitrifikasi. Biofilm terbentuk pada partikel padat media biofilter yang memiliki kadar air yang cukup untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri akan hidup pada permukaan media padat, kemudian akan berkembang biak sehingga membentuk biofilm (seperti selaput). Semakin tinggi porositas partikel, semakin banyak biofilm yang terbentuk.

Perubahan populasi bakteri selama pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 13 (d). Populasi bakteri Nitrosomonas sp pada hari ke nol adalah 1.88 sel/g-contoh, kemudian meningkat pada hari ke-9 menjadi 4.85 contoh. Hari ke-16 populasi bakteri turun menjadi 2.6 sel/g-contoh. Selanjutnya populasi bakteri kembali naik pada hari ke-23 menjadi 5.54 sel/g-contoh. sel/g-contoh.


(49)

Gambar 13. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter tiga (a) inlet-outlet, (b) efisiensi dan kadar air, (c) pH, (d) jumlah bakteri.

0 100 200 300 400 500 600 700

0 7 14 21 28

k on s e nt ra s i ( ppm) 0 20 40 60 80 100

0 7 14 21 28

e fisien si & K .A ir ( % ) 4 6 8

0 7 14 21 28

pH 0 2 4 6 8 10 12

0 7 14 21 28

hari ke-log c fu da n M P N Thio L-1 Thio L-2 Thio L-3 heterotrof L-1 heterotrof L-2 heterotrof L-3 Nitrosomonas sp

lubang 1:pH dan kadar air lubang 2:pH dan kadar air lubang 3:pH dan kadar air efisiensi inlet outlet (a) (b) (c) (d)


(50)

Populasi bakteri mengalami penurunan kembali pada hari ke-30 sebanyak 5.30 sel/g-contoh. Bakteri Nitrosomonas sp banyak tumbuh pada lubang satu dan dua karena memiliki kadar air yang baik yaitu 49%-57% pada lubang satu dan 30% - 56% pada lubang dua. Perubahan kadar air ini dapat dilihat pada Gambar 13 (b).

Populasi bakteri (log cfu) Thiobacillus sp pada hari ke-0 ada di lubang ke-2 dengan populasi 4.48 cfu/g-contoh, sedangkan hari ke-9 populasi bakteri tidak ada yang tumbuh. Bakteri kemungkinan dalam keadaan dorman atau mati dimana akibat tingginya konsentrasi inlet amoniak dan hidrogen sulfida di awal pengoperasian biofilter sehingga bakteri belum melakukan adaptasi dengan baik. Hari ke-16 bakteri sudah mulai tumbuh yaitu 3.95 contoh pada lubang pertama; 3.3 cfu/g-contoh pada lubang 2 dan 3.9 cfu/g-cfu/g-contoh pada lubang 3. Hari ke-23 sampai hari ke-30 bakteri hidup pada setiap lubangnya walaupun mengalami penurunan dan kenaikan jumlah. Jumlah bakteri dari hari ke-23 sampai hari ke-30 berkisar antara 2.18 - 6.78 cfu/g-contoh.

Populasi jumlah (log cfu) bakteri heterotrof pada lubang satu cenderung stabil berkisar antara 5.78 - 6.48 cfu/g-contoh, sedangkan lubang dua dan tiga mengalami beberapa penurunan yang signifikan. Pada lubang dua populasi bakteri mengalami penurunan dari 9.68 cfu/g-contoh pada hari ke-0, kemudian turun pada hari ke-16 menjadi 6 cfu/g-contoh. Setelah hari ke-9 populasi bakteri di lubang dua relatif stabil berkisar antara 5.7 cfu/g-contoh – 6.48 cfu/g-contoh. Pada lubang ke-3 penurunan terjadi dari 8.3 cfu/g-contoh pada hari ke-9 menjadi 5 cfu/g-contoh pada hari ke-16, selanjutnya bakteri stabil berkisar 5 contoh - 6 cfu/g-contoh.

Stabilnya jumlah bakteri heterotrof pada lubang satu juga di dukung dengan kadar air yang stabil pada lubang satu. Kadar air pada lubang satu berkisar antara 49.2% – 57.7%, sedangkan pada lubang tiga kadar air sangat rendah sejak hari ke-16 sampai hari ke-54. Kadar air pada lubang tiga hari ke-16 sampai hari ke-54 berkisar antara 7.2% - 12.7%. Pada lubang ke-3 ini kondisi bakteri tidak dapat hidup dengan baik


(51)

sehingga jumlah bakteri mengalami penurunan antara hari ke-9 dampai hari ke-16.

2. Kinerja Penghilangan Hidrogen Sulfida (H2S)

Kinerja penghilangan hidrogen sulfida pada biofilter tiga selama pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 14. Kinerja penghilangan hidrogen sulfida pada biofilter 3 yang berisi kompos, tanah, serasah daun karet dan sludge ini lebih baik dibandingkan biofilter satu dan dua. Hal ini terbukti dengan efisiensi yang stabil sampai pada hari ke-16. Efisiensi sampai pada hari ke-16 selalu diatas 95%. Pada hari ke-17 sore hari efisiensi menurun sampai 77%, kemudian naik beberapa saat dan turun lagi pada hari ke-19 sore menjadi 79%.

Penurunan ini bisa dikarenakan akumulasi dari konsentrasi inlet amoniak pada hari ke-0, ke-2, ke-14 dan ke-16 yang sangat tinggi Gambar 14. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter tiga (a) inlet-outlet, (b) efisiensi.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 7 14 21 28

ko

n

se

n

tr

asi

(

p

p

m

)

0 20 40 60 80 100

0 7 14 21 28

hari

ke-e

fis

ie

n

s

i (

%

)

inlet

outlet (a)


(52)

sehingga kemampuan mikroba pendegradasi hidrogen sulfida menurun pada hari ke-17 dan ke-19. Setelah hari ke-19 efisiensi kembali meningkat diatas 90% sampai hari ke-30.

3. Kandungan Nitrogen, Sulfur dan karbon dalam Media Biofilter

Perubahan kandungan nitrogen, sulfur dan karbon selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 15. Konsentrasi nitrat dalam media juga mengalami penambahan walaupun pada hari ke-16 mengalami penurunan. Pada hari ke-9 konsentrasi nitrat 2318.8 ppm, kemudian pada hari ke-16 turun menjadi 869.55 ppm. Konsentrasi nitrat terus naik sampai hari ke-30 dengan nilai 6052. Secara umum terjadi peningkatan konsentrasi nitrat.

Nitrogen total dalam media juga meningkat karena peningkatan nitrat dan juga ion amonium. Nitrogen total meningkat dari hari ke-9 sampai hari ke-30. Konsentrasi nitrogen total dalam media pada hari ke-9 sebesar 4600 ppm, kemudian pada hari ke-30 sebesar 8800 ppm. Peningkatan kadar nitrogen dikarenakan bertambahnya jumlah bakteri

Nitrosomonas sp yang mengubah gas amoniak menjadi nitrat ( Gambar 13 (d)).

Konsentrasi sulfat pada media terus bertambah dari hari ke-0 sampai hari ke-30. Pada hari ke-0 konsentrasi sulfat 34.86 ppm, kemudian hari ke-9, 16, 23 dan 30 berturut-turut adalah 38 ppm; 50.73 ppm; 63.8 ppm dan 77.2 ppm. Peningkatan konsentrasi sulfat tidak diikuti oleh peningkatan sulfur total. Pada hari ke-0 konsentrasi sulfur total sebesar 3266 ppm, sedangkan pada hari ke-30 sebesar 2703 ppm. Penurunan ini dikarenakan sulfur organik dimineralisasi menjadi hidogen sulfida.

Peningkatan konsentrasi nitrat dan sulfat ini menyebabkan pH media menurun dari hari ke-0 sampai hari ke-30 yaitu 7.21 pada lubang ke-1; 7.27 pada lubang ke-2 dan 7.18 pada lubang ke-3 menjadi 6.39 pada lubang ke-1; 6.78 pada lubang ke-2 dan 6.99 pada lubang ke-3.


(53)

Pada hari ke-0 kandungan karbon dalam media sebesar 22%, kemudian pada hari ke-30 menjadi 31.3%. Kandungan karbon mengalami peningkatan dari hari ke-0 sampai hari ke-30 .

E. BIOFILTER 4 (kompos, tanah dan serasah daun karet)

1. Kinerja penghilangan Amoniak (NH3)

Kinerja penghilangan amoniak pada biofilter empat selama pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 16 berikut ini. Kinerja biofilter empat dapat dilihat dari inlet-outlet serta efisiensi pada Gambar 16 (a) dan

Gambar 15. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter tiga (a) Nitrogen, (b) Sulfur, (c) Karbon.

0 2000 4000 6000 8000 10000

0 7 14 21 28

ko n sen tr asi ( p p m ) 0 1000 2000 3000 4000

0 7 14 21 28

k ons e nt ra s i ( p pm ) 22 24 26 28 30 32

0 7 14 21 28

hari K a n dung a n K a rbon ( % ) N total Nitrat

ion am onioum

S total sulfat

(a)

(b)


(54)

(b). Kinerja penghilangan amoniak pada biofilter 4 ini sangat baik karena mampu mempertahankan efisiensi sampai hari terakhir yaitu 100%. Hal ini karena sudah terbentuknya biofilm. Biofilter ini telah digunakan dalam penelitian sebelumnya sehingga ketika pada saat biofilter ini digunakan kembali efisiensi telah mencapai kestabilan. Efisiensi 100% mampu dipertahankan biofilter ini pada penelitian sebelumnya dari hari ke-31 sampai hari terakhir penelitian (hari ke-33) (Indriasari, 2005).

Perubahan populasi jumlah bakteri dapat dilihat pada Gambar 16 (d). Bakteri Nitrosomonas sp semakin meningkat dari hari ke-0 yang berjumlah 2.3 sel/g-contoh sampai hari ke-23 menjadi 5.65 sel/g-contoh. hari ke-30 populasi Nitrosomonas sp menurun menjadi 5.3 sel/g-contoh, penurunan bakteri Nitrosomonas sp tidak terlalu signifikan yaitu pada pada level 5 sel/g-contoh. Penurunan ini bisa disebabkan oleh tingginya kandungan asam nitrat yang mecapai 6600 ppm yang menyebabkan pertumbuhan bakteri terhambat.

Hari ke-0 pengoperasian biofilter populasi jumlah bakteri

Thiobacillus sp (log cfu) hanya terdapat pada lubang pertama sebanyak 5.4 cfu/g-contoh, sedangkan pada lubang kedua dan ketiga bakteri tidak ada yang tumbuh. Hari ke-16 bakteri Thiobacillus sp mulai ada yang tumbuh pada lubang 1,2,3 berturut-turut 3.3, 4.18 dan 3.48 cfu/g-contoh, kemudian pada hari ke-23 bakteri Thiobacillus sp meningkat pada lubang satu dan dua menjadi 4.9 dan 4.54 cfu/g-contoh. Selanjutnya bakteri stabil dengan rentang antara 2 – 4.9 cfu/g-contoh. Populasi bakteri pada lubang satu lebih banyak dibandingkan dengan lubang dua dan tiga karena kadar air pada lubang satu relatif stabil berkisar antara 62% - 67%, lihat Gambar 16 (b), sedangkan kadar air pada lubang satu sangat. Secara umum kadar air pada lubang satu dari hari ke-16 sampai hari ke-30 selalu dibawah 30%.


(55)

Gambar 16. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter empat (a) inlet-outlet, (b) efisiensi dan kadar air, (c) pH, (d) jumlah bakteri.

0 100 200 300 400 500 600 700

0 7 14 21 28

ko n sen tr as i ( p p m ) 0 20 40 60 80 100

0 7 14 21 28

e fi s ie n s i & K. Air ( % ) 4 5 5 6 6 7 7 8 8

0 7 14 21 28

pH 0 2 4 6 8 10 12

0 7 14 21 28

hari ke-log c fu da n M P N Thio L-1 Thio L-2 Thio L-3 heterotrof L-1 heterotrof L-2 heterotrof L-3 Nitrosomonas sp

lubang 1:pH dan kadar air lubang 2:pH dan kadar air lubang 3:pH dan kadar air efisiensi inlet outlet (a) (b) (c) (d)


(1)

5. Pengukuran Nitrat

Kadar nitrat diukur dalam bentuk NO3-. Sampel kompos basah sebanyak 10 gram diblender sampai hancur dan dilarutkan sampai 100 ml. Sampel disaring, kemudian dipipet sebanyak 2 ml dan diencerkan kembali sampai 50 ml. Hasil pengenceran diambil sebanyak 5 atau 10 ml. Kemudian ditambahkan dengan dengan 0,5 ml Brucine 5 % dan 2,5 ml H2SO4, kemudian didinginkan. Sampel tersebut kemudian diukur dengan spektrofotoeter pada panjang gelombang 410 nm.

6. Kadar Nitrogen

Contoh sebanyak 0.1 gram yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Contoh ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat, 1 gram katalis dan batu didih. Contoh selanjutnya didestruksi selama 1-1.5 jam atau hingga cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya diindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50 %, kemudian dibilas dengan air suling. Labu kocok berisi HCl 0.02 N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0.02 % dalam alkohol dan metil biru 0.02 % dalam alkohol dengan perbandingan 2 : 1). Ujung tabung kondensor harsu terendam dalam labu larutan HCl kemudian dilakukan destilasi sampai sekitar 25 ml destilat dalam labu kocok. Hasil destilat dalam labu kocok selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0.02 N sampai terjadi perubahan warna ungu menjadi hijau. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.

(ml titrasi contoh – ml ttrasi blanko) x N HCl x 14 x 100 % N = --- mg sampel

7. Ion Amonium

Reagen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya KCl (1 N), HCl (0.1 N), Mg, H3BO3 1%, HCl 0.02 N.


(2)

101 Prosedur

Sebanyak 10 tanah ditimbang, kemudian ditambah 50 ml pereaksi campuran (KCl + HCl). Setelah itu, dikocok selama setengah jam lalu disaring. Campuran tersebut dipipet sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan ke dalam alat penyuling dan diberi MgO. Ion amonia yang keluar di dalam 10 ml H3PO3 1 % lalu dititrasi.

7. Kadar Karbon Total (Anonymous, 1978)

Contoh kering udara sebanyak 0,25 gram dimasukan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N dan 2,5 ml H2SO4 perlahan-lahan. Larutan tersebut dikocok-kocok hingga reaksi sempurna.

Sebanyak 1 ml larutan di atas dimasukan ke dalam Erlenmeyer 125 mll dan ditambah 9 ml aquadest. Kemudian, dititrasi dengan Fe2SO4 0,1 N dengan indicator diphenilamin sebanyak 2 atau 3 tetes.

Titrasi dihentikan jika berubah menjadi warna hijau. Kadar karbon dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(ml titrasi blanko – ml titrasi contoh) x N Fe2SO4 x 3 x 100 x 10 %C = --- mg sampel

8. Penentuan Kadar Sulfat 1. Pembuatan Larutan

a. Penyangga A

Sebanyak 30 gram MgCl2.6H2O, 5 gram CH3COONa.3H2O, 1 gram KNO3 dan 20 ml asam asetat (99%) dilarutkan ke dalam 500 ml air suling, kemudian diencerkan hingga 1 liter.

b. Standard Sulfat 100 mg/l

Sebanyak 0,1479 gram Na2SO4 ditimbang dengan tepat, kemudian dilarutkan dengan air suling dan diencerkan hingga 1 liter. Larutan ini akan dijadikan larutan standard sulfat 100 mg/l yang akan digunakan untuk pembuatan kurva standar sulfat.


(3)

2. Pembuatan Kurva Standar

Larutan sulfat 100 mg/l dipipet secara serial dan diencerkan hingga volume tertentu. Kemudian sebanyak 10 ml hasil pengenceran secara serial tersebut dipipet, lalu ditambahkan 2 ml larutan penyangga dan dikocok dengan vortex selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 0,02 gram sampai 0,03 gram kristal BaCl2. Hasilnya dituangkan ke dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm. Kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi sulfat dan absorbansi.

3. Analisis Sulfat

Sebanyak 10 ml sampel ditambahkan dengan 2 ml larutan penyangga dan dikocok dengan vortex selama 1 menit. Kemudian tambahkan 0,02 gram sampai 0,03 gram kristal BaCl2. Hasilnya dituangkan kedalam kuvet dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm.


(4)

103 Lampiran 4. Cara Kerja Pengujian Mikroba

Pengujian Bakteri Heterotrof dengan Metode TPC (Anas, 1989) Pembuatan larutan fisiologis

Sebanyak 8.5 g NaCl dilarutkan ke dalam 1 liter akuades. Larutan ini kemudian disterilkan dengan diautoklaf pada temperatur 120oC selama 20 menit. Setelah dingin baru digunakan. Sebanyak 9 ml larutan fisiologis dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berjumlah 7 buah yang akan digunakan untuk pengenceran.

Pembuatan seri pengenceran

Tanah seberat 10 gr dimasukkan ke dalam 90 ml larutan fisiologis itempatkan dalam Erlenmeyerukuran 250 ml, dicampur secara merata. Kemudian larutan sampel diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis yang telah disiapkan. Pengenceran ini adalah pengenceran 10-1, pengenceran dilakukan sampai 10-7.

Baha yang disiapka per liter media adalah sebagai berikut : 1. Nutrient agar (NA) 10 gr

2. Akuades 1 lt

Bahan NA dilarutkan di dalam 1 liter akuades, kemudian diautoklaf selama 20 menit pda temperatur 120oC. Setelah itu media dituangkan ke dalam cawan petri masing-masing sebanyak 10 ml. Cawan petri yang disiapkan sebanyak 20 buah ( 4 pengenceran yaitu 10-4, 10-5, 10-6, 10-7 dengan 5 ulangan), Setelah kira-kira suhu media antara 40-45oC, larutan sampel yang telah dilakukan pengenceran siap dituangkan ke dalam cawan. Selanjutnya ditunggu sebentar hingga media bebar-benar padat, setelah media padat diinkubasi pada temperatur 28oC, dengan kondisi cawan petri terbalik. Pengamatan dilakukan setelah 3 hari, inkubasi untuk bakteri dan fungi yang tumbuh dengan cepat. Untuk memudahkan perhitungan digunakan Quebec Colony Counter.


(5)

Pegujian Thiobacillus sp dengan Metode TPC (Anas, 1989) Pebuatan larutan fisiologis

Pembuatan larutan fisiologis untuk Thiobacillus sp sama dengan pembuatan larutan fisiologis untuk pengujian bakteri heterotrof .

Pembuatan seri pengenceran

Cara pembuatan larutan sampel tanah juga sama dengan cara pembuatan seri pengenceran yang telah dilakukan sebelumnya.

Bahan yang disiapkan per liter medi adalah sebagai berikut :

1. Agar kosong 10 gr

2. KH2PO4 3 g/lt

3. MgSO4.7H2O 0.5 g/lt

4. (NH4)2SO4 0.3 g/lt

5. CaCl2 0.25 g/lt

6. FeCl3.6H2O 0.02 g/lt

7. Akuades 1 lt

Bahan yang telah disiapkan dilarutkan dalam 1 liter akuades, kemudian diautoklaf selama 20 menit pada temperatur 120oC. Setelah itu media dituangkan ke dalam cawan petri masing-masing sebanyak 10 ml. Cara selanjutnya sama dengan bakteri heterotrof. Pengamatan terhadap Thiobacillus sp juga dilakukan setelah 3 hari. Untuk memudahkan perhitungan digunakan Quebec Colony Counter.


(6)

105 Pengujian Nitrosomonas sp dengan metode MPN (Anas, 1989)

Pembuatan larutan fisiologis

Pembuatan larutan fisiologis untuk Nitrosomonas sp sama dengan pembuatan larutan fisiologis untuk pengujian bakteri heterotrof .

Pembuatan seri pengenceran

Cara pembuatan larutan sampel tanah juga sama dengan cara pembuatan seri pengenceran yang telah dilakukan sebelumnya.

Bahan yang disiapkan per liter media adalah sebagai berikut :

1. (NH4)2SO4 0.5 gr

2. KH2PO4 0.2 gr

3. CaCl2.2H2O 0.04 gr

4. MgSO4.7H2O 0.04 gr

5. Fe-sitrat 0.5 mg

6. Fenol-red (pH 6.2-8.4) 0.5 mg

7. Akuades 900 ml

Cara yang dilakukan yaitu semua bahan ini dicampur. Kemudian ditambahkan air sehingga volumenya menjadi 1 liter. Selanjutnya larutan media ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 20 buah ( 4 pengenceran yaitu 10-4, 10-5, 10-6, 10-7 dengan 5 ulangan), masing-masing sebanyak 9 ml, ditutup dan diautoklaf selama 20 menit pada suhu 120oC. Setelah media selesai dibuat, pengenceran yang telah dilakukan sebelumya diambil 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya tabung tersebut diikubasi pada suhu 28oC selama 4 minggu. Tabung media yang berubah warna menjadi kuning menandakan reaksi positif.

Perhitungan nilai MPN

Untuk menghitung MPN organisme yang ada dalam contoh, dipilih tabung dengan jumlah positif dengan konsentrasi pengenceran paling rendah, dimana semua tabung bereaksi positif. Untuk p2 dan p3 mewakili jumlah tabung positif pada pengenceran yang lebih tinggi dari p1. Selanjutnya angka dilihat pada Tabel Halvorson dan Ziegler untuk 5 tabung. Nilai diperoleh dari tabel tersebut dengan melihat angka p1, p2, dan p3, kemudian nilai dikalikan dengan faktor pengenceran pada p1.


Dokumen yang terkait

Viabilitas dan Kemampuan Bakteri Kitinolitik Bacillus sp. BK17 dalam Formulasi Tablet untuk Mengurangi Layu Fusarium pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

1 76 46

Pemanfaatan Bakteri Kitinolitik dalam Menghambat Pertumbuhan Curvularia sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Mentimun

0 78 54

Pemanfaatan Bakteri Kitinolitik Dalam Menghambat Pertumbuhan Curvularia sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun Pada Tanaman Mentimun

1 51 54

Viabilitas dan Kemampuan Bakteri Kitinolitik NR09 Dan Bacillus sp. BK17 Pada Berbagai Media Pembawa Dalam Menghambat Pertumbuhan Sclerotium rolfsii Dan Fusarium oxysporum Pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

0 52 72

Kemampuan Bakteri Antagonistik Dalam Menghambat Infeksi Saprolegnia sp. Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

2 51 71

Kemampuan Bakteri Kitinolitik Dalam Menghambat Infeksi Aspergillus sp. Pada Ikan Nila (Oreochromisniloticus)

3 48 68

Pengaruh Penambahan Pupuk Hayati (Biofertilizer) Dari Bakteri Rhizobium sp. Yang Diinokulasikan Ke Dalam Dolomit Sebagai Carrier Terhadap Produksi Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L)

7 101 62

Kajian Aplikasi Bakteri Nitrosomonas sp. pada Teknik Biofilter Untuk Penghilangan Emisi Gas Amoniak

2 28 131

Penghilangan Gas H2s Dengan Teknik Biofilter Menggunakan Bahan Pengisi Kompos Dan Arang Aktif H2s Gas Removal By Biofilter Using Compost And Activated Carbon As Packing Materials Vol 19, No 3, 2011

0 4 7

Biofiltrasi Gas Amonia Menggunakan Nitrosomonas Sp. dan Nitrobacter Sp. untuk Industri Karet

0 0 14