Dengan adanya modifikasi kimia, kelemahan karet alam dapat diatasi dengan modifikasi struktur karet alam. Salah satu cara untuk memperbaiki
kelemahan sifat fisik karet alam diatas adalah dengan melakukan modifikasi karet alam baik secara fisik maupun kimia melalui perubahan struktur molekulnya,
seperti depolimerisasi, hidrogenasi, siklisasi, klorinasi, kopolimerisasi cangkok, dan sebagainya. Degradasi rantai molekul karet yang bertujuan untuk melunakkan
atau sekedar menurunkan viskositas karet, dan untuk memperoleh karet dengan rantai molekul yang sangat pendek atau karet cair Elly Nurasih, 2006.
2.5.1. Depolimerisasi
Menurut Ramadhan, 2005, depolimerisasi adalah proses pemutusan atau pendegradasian polimer dengan cara menghilangkan kesatuan monomer secara
bertahap dalam reaksi. Depolimerisasi molekul karet dilakukan untuk memperoleh karet dengan bobot molekul rendah yang ditandai dengan rendahnya
viskositas Mooney. Depolimerisasi polimer dapat terjadi secara mekanik, termal, kimia, fotokimia, dan biodegradasi.
+
R R R R R R R R
R R R R
+
R
+
RH Pengguntingan rantai utama
Pengguntingan rantai samping
Eliminasi
Gambar 2.11. Mekanisme Degradasi Polimer Reaksi Rantai Surdia, 2000
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui kemungkinan reaksi pemutusan rantai polimer akibat pengaruh dari terbentuknya radikal bebas pada
tahap inisiasi. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi polimer dengan oksigen secara berurutan yang menghasilkan pemutusan rantai polimer pada rantai utama,
pemutusan rantai samping dan eliminasi Surdia, 2000.
2.5.2. Liquid Natural Rubber LNR
Liquid Natural Rubber dikenal sebagai karet alam cair yang dihasilkan dari
modifikasi kimia yang merupakan turunan lain yang penting dari karet alam yang dapat dengan mudah dihasilkan melalui degradasi oksidatif dengan proses yang
berbeda Brosse, 2000. karet cair liquid natural rubber merupakan depolimerisasi secara kimia dengan reaksi redoks dapat menghasilkan karet
dengan bobot molekul rendah. Semakin rendah bobot molekul yang dihasilkan akan menyebabkan karet menjadi semakin rendah viskositasnya. Karet dengan
rantai molekul pendek atau viskositas rendah relatif lebih mudah terpenetrasi ke dalam pori-pori permukaan, sehingga daya rekatnya relatif lebih kuat dan dapat
digunakan untuk membuat produk, seperti lem, cat, pernis, dan tinta cetak. Selain itu karena bentuknya cair maka karet cair dapat digunakan untuk membuat produk
yang bentuknya rumit Elly Nurasih, 2006.
Gambar 2.12. Reaksi pembentukan LNR Lairattanakul, 1993
Menurut Pudjosunaryo dan Siswantoro 1991, karet alam cair didefinisikan sebagai karet alam yang pada suhu kurang dari 100
o
C dapat dituang atau dipompakan tanpa bantuan medium lain. Bentuknya yang cair
menyebabkan karet ini sesuai untuk pembuatan barang jadi karet yang berbentuk rumit. Karet alam cair ada dua jenis, yaitu karet alam cair dengan berat molekul
tinggi dan karet alam cair dengan berat molekul rendah IRCA, 1985 diacu dalam
Universitas Sumatera Utara
Pudjosunaryo dan Siswantoro, 1991. Pemotongan rantai molekul karet alam dengan depolimerisasi akan menghasilkan karet alam cair. Karet cair dapat
dihasilkan dengan depolimerisasi panas maupun depolimerisasi kimia pada karet alam. Depolimerisasi panas dilakukan dengan memanaskan mastikasi karet alam
pada suhu 220-240
o
C. Sedangkan depolimerisasi kimia melibatkan reaksi oksidasi-reduksi salah satunya dengan menggunakan fenilhidrazin dan oksigen
Elly Nurasih, 2006.
2.5.2.1. Triton X-100
Triton X-100 C
14
H
22
OC
2
H
4
On adalah surfaktan emulsifier nonionik yang memiliki suatu rantai polyethylene oxide yang hidrofilik Secara rata-rata
memiliki 9,5 unit ethylene oxide dan suatu hidrokarbon aromatik yang bersifat lipofilik atau gugus hidrofobik. Gugus hidrokarbonnya adalah berupa gugus fenil
4-1,1,3,3-tetramethylbuthyl.
Gambar 2.13. Struktur Triton X-100 Hoffmeier, 2007
Triton X-100 secara umumnya digunakan sebagai detergensurfaktan,
pendispersi bahan karbon untuk bahan komposit ringan dan digunakan untuk menjaga lateks karet alam dengan mengurangi protein alergen lebih dari 95 .
Metode ini merupakan metode yang relatif lebih baik dan tidak akan mempengaruhi sifat mekanik untuk tingkat yang lebih besar Ichikawa, 1993;
Schloman, 2002. Triton X-100 larut pada 25 °C dalam air, toluena, xilena, trichloroethylene
, etilena glikol, etil eter, etil alkohol, isopropil alkohol, etilena diklorida. Tetapi, jika bahan penghubung seperti asam oleat yang digunakan,
Triton X-100 larut dalam minyak tanah Hoffmeier, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2.2. Fenilhidrazin Phenylhydrazine
Phenylhydrazine adalah senyawa kimia dengan rumus kimia C
6
H
5
NHNH
2.
Singkatan kimia organik dari senyawa tersebut sebagai PhNHNH
2
. Phenylhydrazine dipreparasi dengan reduksi anilin dengan natrium nitrat dengan
adanya hidrogen klorida untuk membentuk garam diazonium, yang mana secara bertahap direduksi menggunakan natrium sulfit dengan adanya natrium hidroksida
untuk membentuk produk akhir. Phenylhydrazine merupakan turunan hydrazine dikarakterisasi dan dilaporkan dengan Emil Fischer pada tahun 1875. Dia
membuat dengan cara reduksi garam phenyl diazonium menggunakan garam sulfit.
Gambar 2.14. Struktur Phenylhydrazine Hoffmeier, 2007
Fischer menggunakan phenylhydrazine untuk karakterisasi gula melalui pembentukan hydrazone Fischer, 1875. Oksidasi turunan dari hydrazine
Phenylhydrazine dapat ditulis dengan reaksi sebagai berikut :
Gambar 2.15. Oksidasi Phenylhydrazine Zhukova, 2000
Dengan adanya phenylhydrazine melalui degradasi oksidatif oleh oksigen terhadap karet alam 1,4-cis poliisopren menghasilkan polimer cair, dimana
dekomposisi yang terbentuk ini diharapkan meningkatkan dengan terjadi pembelahan-pembelahan acak dan bobot makromolekulnya De Barros, 1985.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kompatibilisasi
Kompatibilisasi campuran polimer dapat didefinisikan sebagai pencampuran miscibility dari dua atau lebih polimer pada skala molekul, campuran polimer
yang tidak menunjukkan pemisahan yang jelas, campuran polimer yang memenuhi sifat-sifat sepenuhnya kompatibel, semi kompatibel dan non
kompatibel D.R. Paul,1978. Campuran dikatakan sepenuhnya kompatibel apabila menunjukkan transisi
gelas tunggal, homogen dan ukuran partikel antara 5-10 nm. Sedangkan untuk campuran yang semi kompatibel akan menunjukkan dua Tg yang terpisah dimana
posisinya tergantung pada interaktif kekuatan antara batas fasa O. Olabisi, 1979.
Kompatibilisasi dapat digambarkan untuk sebagai suatu proses untuk mengurangi entalpi daripada campuran atau membuatnya menjadi semakin kecil.
Kompatibilisasi digunakan untuk campuran polimer yang sifat praktis berguna, terlepas dari apakah secara teoritis larut atau bercampur Utracki, 1990.
Kompatibilisasi berguna untuk : Mengurangi energi antar muka dan memperbaiki adhesi antara fase
sehingga memperkecil fase dispersi ukuran partikel. Memperoleh dispersi yang baik selama campuran.
Menstabilkan dispersi yang baik terhadap agglomeration penumpukan
selama berlangsungnya proses. Mencapai suatu morfologi yang seimbang yang akan memberikan
tegangan halus yang ditransfer dari satu fase ke fase yang lain dan digunakan untuk menahan gangguan kerusakan tegangan yang lebih
besar. Persyaratan dasar untuk kompatibiliser sebagai aditif dalam proses reaktif
yaitu dalam reaksi kompatibilisasi harus cepat dan irreversibel dan tegangan antarmuka harus dioptimalkan. Beberapa molekul polimer harus berisi kumpulan
kimia yang dapat bereaksi untuk membentuk ikatan primer salama dalam proses pencampuran Manh Hieu Nguyen, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.7. karbon Hitam Carbon Black
Karbon hitam Carbon black adalah suatu material bahan pengisi yang telah dikenal dan diproduksi sejak dulu dan hanya diketahui secara luas dalam industri
sebagai bahan yang cocok dicampurkan dengan karet sehingga dapat meningkatkan sifat mekaniknya Baranwal, 2001.
Tabel 2.5. Klasifikasi Dan Karakteristik Carbon Black
ASTM Designation
Type Code
Type Typical
N
2
SA m
2
g Typical
Average Particle
nm N110
SAF Super Abrasion Furnace 130
11-19 N220
ISAF Intermediate Super Abrasion Furnace
115 20-25
N330 HAF High Abrasion Furnace
79 26-30
N550 FEF Fast Extrusion Furnace
41 40-48
N660 GPF General Purpose Furnace
35 49-60
N762 SRF Semi Reinforcing Furnace
28 61-100
N990 MT
Medium Thermal 9
200-500 Baranwal, 2001
Karbon hitam pada hakikatnya adalah elemen atau unsur karbon dalam bentuk partikel koloid yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna gas atau
cairan hidrokarbon dibawa kondisi terkontrol. Secara fisik berwarna hitam dimana, terbagi atas pelet atau serbuk. Karbon hitam digunakan dalam pembuatan
ban, produk-produk karet dan plastik, tinta percetakan dan pelapisan yang disesuaikan dengan sifat-sifat spesifiknya yaitu luas permukaan, ukuran partikel
dan struktur, konduktivitas dan warna.
Karbon hitam seperti yang telah disebutkan diatas memiliki kegunaan sebagai bahan penguat dan bahan pengisi yang dimanfaatkan sejak lama dalam
industri karet dan lebih disukai dengan alasan diantaranya; material yang sepadan, pencampuran dan perekatan yang menghasilkan matriks yang lebih baik,
perubahan densitas keseluruhan tidak terlalu besar dan murah Tony Blythe, et al. 2005.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai bahan pengisi, karbon hitam harus memenuhi persyaratan berupa pengaruh pH karbon hitam pada proses vulkanisat karet, dimana karbon hitam
yang ber-pH asam dapat bertindak sebagai penghalang proses vulkanisasi sehingga untuk menanggulanginya pHnya harus basa dengan cara memanaskan
pada suhu tinggi Maurice Morton, 1959.
2.8. Komposit
Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu
sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut bahan komposit. Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka
komposit antar material harus berikatan dengan kuat, sehingga perlu adanya penambahan wetting agent.
Adanya dua penyusun komposit atau lebih menimbulkan beberapa daerah dan istilah penyebutannya; Matriks penyusun dengan fraksi volume terbesar,
Penguat Penahan beban utama, Interphase pelekat antar dua penyusun interface
permukaan phase yang berbatasan dengan fase lain. Pengambarannya penyusun komposit dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 2.16. Komposisi penyusun komposit Nurun Nayiroh, 2013
Interface Fiber
Matrix Interphase
Bonding Agent
Universitas Sumatera Utara
2.9. Karakterisasi Dan Pengujian Bahan Polimer 2.9.1. Analisa
Fourier Transform Infrared FTIR
Untuk dapat mengidentifikasi data infra merah polimer, persyaratan yang harus dipenuhi adalah zat tersebut harus homogen secara kimia. Spektrum infra merah
suatu zat polimer pada dasarnya adalah serapan-serapan monomer dan pengaruh kopling antara monomer-monomer diabaikan. Seringkali suatu polimer
mempunyai spektrum yang lebih sederhana dari pada spektrum monomer- monomernya, meskipun polimer dapat mengadung 10
4
atom. Hal ini disebabkan tidak ada perubahan tetapan gaya pada kelompok-kelompok atom sejenis. Atom-
atom dalam kelompok ini akan selalu bervibrasi pada frekuensi yang sama dan tidak tergantung pada sistem molekul dimana atom-atom tersebut berada,
bilamana syarat tetapan gaya pada kelompok tidak berubah dipenuhi. Faktor ini merupakan hal yang sangat penting untuk karaktererisasi
spektrum infra merah. Bila sinar infra merah dilewatkan melalui sampel maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi lain diteruskan tanpa diserap.
Spektrum infra merah akan dihasilkan bila dilukiskan persen serapan dengan frekuensi. Molekul hanya menyerap sinar infra merah jika dalam molekul ada
transisi energi sebesar h . Transisi yang terjadi di dalam serapan infra merah berkaitan dengan perubahan vibrasi molekul. Frekuensi vibrasi dihitung dengan
memakai hukum Hooke Kemp W, 1979.
2.9.2. Analisa Bobot Molekul Viskometer Ostwald
Metode viskositas mempunyai kelebihan daripada metode lain, yaitu lebih cepat dan mudah dalam pengerjaannya, menggunakan alat yang lebih murah, serta
perhitungan hasil pengukurannya lebih sederhana. Pada dasarnya metode viskositas intrinsik adalah untuk mengukur waktu yang diperlukan pelarut dan
larutan polimer untuk mengalir di antara dua garis pada viskometer atau mengukur laju alir cairan yang melalui tabung berbentuk silinder Bird, 1993.
Waktu alir diukur pada saat pelarut atau larutan polimer mengalir di antara dua tanda, x dan y. Waktu alir larutan polimer lebih besar daripada waktu alir
pelarutnya. Semakin tinggi konsentrasi polimer dalam larutan, maka akan
Universitas Sumatera Utara
semakin lama waktu alir yang dibutuhkan untuk melewati kapiler. Untuk mengukur bobot molekul viskositas, maka harus dihitung terlebih dahulu
viskositas larutan polimer η dan viskositas pelarut murni η , sehingga
viskositas jenis η
sp
larutan polimer akan ditentukan oleh persamaan : η
sp
= η – η
………………………………………………………………………………..……….
2.9.1 η
Perbandingan η
sp
c, dimana c adalah konsentrasi larutan polimer disebut viskositas reduksi. Nilai η
sp
c pada limit pelarutan disebut juga nilai viskositas intrinsik dan diberi lambang [η], yang secara matematis dapat dijelaskan sebagai :
l�m
→ η
= [η]……………………………………………….……..2.9.2 Karena massa jenis berbagai larutan yang dipakai dalam suatu percobaan
hampir sama dengan massa jenis pelarut, maka sebagai pendekatan dapat diandaikan viskositas tiap larutan hasil pengenceran berbanding lurus dengan
waktu alirnya, sehingga persamaan menjadi :
η =
−
……………………………………………………………………………….………..
2.9.3 Dimana t
2
adalah waktu alir untuk larutan, sedangkan t
1
adalah waktu alir untuk pelarut. Dengan diperolehnya waktu alir pada berbagai pengenceran, maka
nilai ηsp dan ηspc dapat dihitung. Selanjutnya nilai η
sp
c diplotkan dalam grafik linier terhadap konsentrasi c. Plot data ini diekstrapolasi ke konsentrasi 0
menghasilkan nilai [η]. Mark dan Houwink menemukan bahwa angka viskositas intrinsik dapat dikaitkan dengan penentuan bobot molekul relatif melalui rumus :
[η] = KM
a
………………………………………………………....….2.9.4 Dimana M adalah bobot molekul relatif, sedangkan k dan a adalah tetapan
yang khas untuk sistem polimer-pelarut tertentu. k dan a harus ditentukan dengan menggunakan paling sedikit dua sampel polimer yang mempunyai bobot molekul
relatif berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Viskositas diukur pada konsentrasi sekitar 0,5 g100 ml pelarut, dengan cara menetapkan lamanya aliran sejumlah volume larutan melalui kapiler yang
panjangnya tetap. Lamanya aliran dalam detik dicatat sebagai waktu untuk larutan polimer melewati antara dua tanda batas pada viskometer. Viskositas ditetapkan
pada suhu konstan, biasanya 30,0± 0,01 C Stevens, 2001. Metode viskositas
mempunyai kelebihan daripada metode lain, yaitu lebih cepat, lebih mudah, alatnya murah, serta perhitungan hasilnya lebih sederhana. Metode yang biasa
dipakai untuk mengukur viskositas pelarut dan larutan polimer adalah penggunaan viskometer Ostwald dan viscometer Ubbelohde Cowd, 1991.
Gambar 2.17. A Viskometer Ostwald dan B Ubbelohde Cowd, 1991
2.9.3. Uji Kelarutan