Regulasi VEGF TINJAUAN PUSTAKA

tergantung pada elemen yang responsif terhadap hipoksia pada regio 5 dan 3 gen VEGF-A. Hypoxia inducible factor-1 HIF-1 merupakan mediator utama terhadap respon hipoksia tersebut. Kompleks protein HIF-1 yang diinduksi hipoksia berikatan dengan sekuensi enhancer dari gen VEGF-A. HIF-1 adalah heterodimer yang terdiri dari subunit HIF- 1α dan HIF-1β. HIF-1α terdegradasi pada kondisi cukup oksigen melalui ubiquitinasi yang ditingkatkan oleh ikatan pada protein von Hippel Lindau dan p53. Kondisi hipoksia menghambat ubiquitinasi dan menstabilkan protein HIF- 1α. HIF-1α akan mengalami dimerisasi dengan HIF-1 β agar dapat stabil di dalam kompartemen nuklear. Kompleks ini kemudian akan berikatan serta mengaktivasi promoter VEGF-A dan menyebabkan peningkatan transkripsi VEGF. 5,25,28 5,21,25,29,30 2.7.2 Growth factors dan sitokin inflamasi Tumor necrosis factor-alpha TNF- α adalah sitokin inflamasi dengan spektrum aktivitas biologi yang luas, termasuk dalam angiogenesis. TNF- α mempengaruhi pembentukan pembuluh darah baru secara tidak langsung. Pelepasan molekul angiogenik seperti PAF, VEGF-A dan VEGF- C dan juga pengaturan sistem proteolitik seperti uPA merupakan kejadian biologis yang dipicu oleh TNF- α. Lebih lanjut, telah terbukti bahwa TNF-α juga meningkatkan transkripsi gen VEGFR-2 dalam sel endotelial vaskular. Hal ini tentu akan menjelaskan peningkatan dalam ekspresi VEGFR-2. 5,18 Beberapa faktor pertumbuhan seperti tissue growth factor- β TGF-β, epidermal growth factor EGF dan platelet-derived growth factor PDGF menginduksi ekspresi mRNA VEGF-A. Sitokin seperti IL- 1α pada fibroblast synovial manusia, IL- 1β pada sel otot polos aorta dan IL-6 pada lini sel tumor telah memperlihatkan stimulasi ekspresi VEGF-A. 5,16 Salah satu kelainan ginekologi yang dihubungkan dengan keadaan inflamasi adalah endometriosis. Endometriosis adalah kelainan ginekologi yang paling sering ditemukan pada wanita usia reproduksi, dimana sekitar 10 wanita usia reproduksi didapati menderita endometriosis. Pada endometriosis, sejumlah besar leukosit direkrut dari sirkulasi darah ke dalam lesi endometriosis sehingga terjadi perubahan jumlah dan fungsi dari leukosit dalam cairan peritoneum dan juga dalam lesi endometriosis. Terdapat perubahan pada populasi sel T, sel B, sel mast, sel dendritik dan makrofag dalam lesi endometriosis ektopik yang mungkin diakibatkan oleh perubahan potensial pada sel T regulator yang mempengaruhi terjadinya endometriosis dan progresifitasnya. 31,32,33 Endometriosis juga ditandai dengan peningkatan volume cairan peritoneum, peningkatan konsentrasi sel darah putih cairan peritoneum terutama makrofag dan peningkatan sitokin inflamasi, faktor pertumbuhan, dan substansi penyokong angiogenesis. Makrofag dapat menyokong pertumbuhan sel-sel endometrium dengan cara mensekresi growth factor dan angiogenetic factor seperti Vascular Endothelial Growth Factor VEGF, epidermal growth factor EGF, macrophage-derived growth factor MDGF, fibronektin, dan adhesion molecule seperti integrin. Setelah perlekatan sel-sel endometrium ke peritoneum, terjadi invasi dan pertumbuhan lebih lanjut yang tampaknya diregulasi oleh matrix metalloproteinase MMP dan inhibitor jaringannya. Pada penelitian Bourlev et al. 2006 yang membandingkan antara wanita yang menderita endometriosis dengan wanita non-endometriosis, diketahui bahwa ekspresi VEGF-A lebih tinggi pada endometrium wanita dengan endometriosis. Ekspresi VEGFR-1 dan VEGFR-2 lebih rendah pada sel stroma dari wanita yang mengalami endometriosis dibandingkan wanita non- endometriosis. Ditemukan juga ekspresi VEGFR-2 pada pembuluh darah lebih tinggi pada wanita dengan endometriosis pada fase sekresi. Hal ini sejalan dengan penelitian Gagne et al. 2003 yang menjumpai ekspresi VEGF yang kuat pada lesi endometriosis terutama pada lesi merah aktif dibandingkan lesi hitam. 33,34 35,36 2.7.3 Hormon Estrogen merangsang transkripsi gen VEGF-A dan menstabilkan mRNA VEGF-A sehingga memperlama waktu paruh transkripsi. Kelima regio pengaturan VEGF-A masih belum ditemukan mengandung elemen yang langsung merespon estrogen, namun mengandung beberapa lokasi AP-1 dan Sp1, yang dapat memediasi kerja estrogen. Progestin juga meningkatkan ekspresi VEGF-A pada uterus manusia dan pada sel kanker payudara manusia T47-D, terkait dengan aktivasi transkripsional gen VEGF. 5,16,20 Pengaruh dari testosterone terhadap ekspresi VETGF-A juga telah diteliti pada lini sel kanker payudara pada tikus S115 yang tergantung androgen dan pada jaringan prostat manusia. Aktivasi transkripsional menyebabkan peningkatan dalam ekspresi VEGF-A termasuk stabilisasi dari mRNA. Bagian pengaturan dari gen VEGF ini tidak mengandung elemen yang berespon terhadap androgen atau gonadotropin. Namun demikian, reseptor androgen terikat ligand telah ditemukan dapat memodulasi transkripsi secara tidak langsung melalui faktor transkripsi lain, seperti kompleks AP-1. 5,20 2.7.4 Onco-genes dan tumor suppressor genes Beberapa onkogen berperan dalam regulasi VEGF seperti c-src dan PI3ras gambar 2.2. Protoonkogen c-src mengkode protein tyrosine kinase, yang terlibat dalam regulasi ekspresi VEGF dan dalam meningkatkan neovaskularisasi tumor yang sedang tumbuh. Ekspresi onkogen ras mutan merupakan salah satu perubahan genetik yang dideteksi menginduksi ekspresi VEGF. Aktivasi ras juga menjadi bagian dari rangkaian sinyal yang diawali beberapa reseptor faktor pertumbuhan seperti EGFR. 16,29 Gambar 2.2. VEGF sebagai mediator angiogenesis dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi VEGF Gen supressor tumor p53 merupakan salah satu gen supresor tumor yang paling intensif dipelajari dalam patogenesis tumor solid. Keterlibatan mutasi gen p53 dijumpai pada ekspresi fenotip tumor yang agresif dan invasif. Gen ini berperan penting dalam regulasi VEGF. Perubahan genetik yang terjadi pada p53 akan meningkatkan ekspresi VEGF dengan menginduksi aktivitas HIF- 1. 16 2.8 Ekspresi Kuat VEGF 16,20,28,29 Ekspresi kuat VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas tumor dan prognosis buruk dalam berbagai macam tumor, termasuk karsinoma kolorektal, karsinoma lambung, karsinoma pankreas, kanker payudara, kanker paru dan melanoma, myeloid leukemia, karsinoma hepar dan kanker ovarium. Penelitian oleh Matei et al. 2007 menjumpai 13 dari 21 kasus karsinoma ovarium 61 yang diperiksa secara imunohistokimia menunjukkan pulasan sitoplasma positif kuat +3 untuk ekspresi VEGF. 22,37 Yamamoto dkk memanfaatkan pewarnaan immunohistokimia dan kadar serum, untuk meneliti hubungan antara ekspresi VEGF dalam neoplasma ovarian dengan faktor klinikopatologi. Pewarnaan positif diamati pada 97 kasus 68 dari 70 kasus karsinoma ovarium dan 33 kasus 5 dari 15 kasus cystadenoma jinak. Diantara pasien dengan karsinoma ovarium, pewarnaan immunohistokimia untuk faktor VEGF terkait dengan kelangsungan hidup yang kurang baik. Fa”rkkila et al. 2011 melakukan pemeriksaan imunohistokimia pada jaringan tumor sel granulosa ovarium dari pasien yang didiagnosa sejak tahun 1965-2009 di Helsinki University Central Hospital. Dari 91 tumor sel granulosa, 65 74 menunjukkan pulasan kuat untuk VEGF, 23 26 pulasan lemah dan hanya 6 7 yang negatif terhadap antibodi VEGF. Hasil pewarnaan tersebut tersebar merata pada sel tumor dan lapisan endotel pembuluh darah tumor. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan pentingnya peran VEGF dalam patologi tumor sel granulosa dan mendukung kemungkinan penerapan terapi berbasis target pada pasien dengan tumor sel granulosa. 2 Sebaliknya dari penelitian oleh Duncan et al. pada 339 kasus kanker ovarium primer, ekspresi kuat VEGF hanya dijumpai pada 7 dari seluruh kasus 22 kasus. Penelitian ini bertujuan menilai pola ekspresi VEGF dan perannya dalam menentukan prognosis pasien dengan kanker ovarium yang diperkirakan sesuai untuk mendapat terapi antiangiogenik. Penelitian ini akhirnya menyimpulkan tidak ada hubungan antara ekspresi VEGF dan varibel klinis sehingga peran antiangiogenik dinilai terbatas. 11 12

2.9 Terapi antiangiogenik

Terapi antiangiogenik termasuk kepada terapi berbasis target targeted therapy . Targeted therapy bekerja dengan berbagai pendekatan yang berbeda, antara lain dengan pendekatan langsung yang mentargetkan antigen tumor untuk mengubah sinyalnya baik dengan antibodi monoklonal atau dengan obat- obat bermolekul kecil yang mampu menganggu protein target gambar 2.3. 38,39 Gambar 2.3. Berbagai pendekatan targeted therapy Terapi antiangiogenik menghambat pertumbuhan pembuluh darah baru, menginduksi apoptosis sel endotel, menghambat koorporasi sel progenitor endotelial dan hematopoietik ke dalam pembuluh darah dan normalisasi pembuluh darah. Oleh karena peran pentingnya dalam angiogenesis tumor, jalur VEGFVEGFR telah menjadi fokus utama dalam pengembangan berbagai antikanker baru. Anti-VEGF bevazicumab Avastin telah banyak dievaluasi penggunannya sebagai agen tunggal atau dikombinasikan dengan kemoterapi pada kasus kanker. Agen anti-VEGF lainnya adalah aflibercept dan inhibitor reseptor tyrosine kinase. 20 30,38,40

2.9.1 Bevazicumab

Bevacizumab Avastin, Genentech adalah antibodi monoklonal rekombinan anti VEGF manusia. Bevacizumab merupakan immunoglobulin GIgG yang terdiri dari 2 rantai ringan yang identik, tersusun oleh 214 residu asam amino dan 2,453 residu rantai berat yang mengandung oligosakarida dan memiliki berat molekul sebesar 149-kDa. Bevacizumab secara selektif berikatan dengan afinitas yang tinggi dengan segala bentuk isoform dari VEGF manusia dan menetralisir aktivitas biologis VEGF melalui penghambatan sterik ikatan VEGF pada reseptornya yakni Flt-1 VEGFR-1 dan KDR VEGFR-2 ada permukaan sel endotel. Aktivasi reseptor secara normal merangsang fosforilasi tyrosine dan beberapa rangkaian tranduksi sinyal yang meningkatkan mitogenik dan sinyal aktivitas pro survival untuk sel endotel pembuluh darah. Ekspresi reseptor VEGF sangat rendah pada jaringan normal tetapi pada jaringan pembuluh darah tumor terjadi up regulasi VEGF. Penetralan VEGF oleh bevacizumab memberikan penghambatan yang relatif spesifik terhadap pembentukan pembuluh darah baru pada tumor sehingga terjadi penghambatan terhadap pertumbuhan tumor dan proses terjadinya metastasis. 21,41 Penggunaan bevazicumab telah disetujui oleh Food and Drug Administration FDA pada tahun 2004 sebagai lini pertama pengobatan kanker kolorektal yang telah bermetastase. Tromboembolisme merupakan efek samping yang paling signifikan. Efek samping lainnya berupa perforasi gastrointestinal, hipertensi dan epistaksis. 21,38,41,42 38,39