Pada saat ini, sudah banyak diproduksi bahan-bahan yang dapat meningkatkan proses remineralisasi. Selain fluor, ternyata produk susu juga dapat meningkatkan
proses remineralisasi tersebut. Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate CPP-ACP merupakan suatu bahan remineralisasi berasal dari susu yang
dapat digunakan pada saat proses bleaching sedang dilakukan dan setelah proses bleaching selesai. Casein Phosphopeptide CPP merupakan derivat dari protein
kasein yang terkandung di dalam susu dan dapat menjadi tempat untuk menjaga kalsium dan fosfat serta dapat berikatan dengan plak dan pada permukaan gigi.
Dalam keadaan asam, CPP-ACP akan melepaskan ion kalsium dan fosfat sehingga dapat mempertahankan keadaan netral pada enamel gigi. Dengan demikian, proses
demineralisasi menurun dan proses remineralisasi dapat meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Vasconselos dkk 2012 menyatakan bahwa pasta yang mengandung
CPP-ACP dapat mencegah efek negatif dari bahan home bleaching terhadap kekerasan, kekasaran dan morfologi pada enamel gigi yang sudah dilakukan proses
bleaching.
8,9
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat efek aplikasi pasta CPP-ACP pada mikrostruktur permukaan enamel gigi
berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi setelah bleaching yang dianalisa melalui Scanning Electron
MicroscopeSEM.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah terdapat perubahan pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan
enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching. 2. Apakah terdapat perubahan pada mikrostrukur permukaan enamel gigi
berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan enamel gigi dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.
3. Apakah terdapat perbedaan pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan
enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk melihat efek aplikasi pasta CPP-ACP pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran
permukaan enamel gigi setelah bleaching.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk melihat perubahan pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan
enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching. 2. Untuk melihat perubahan pada mikrostrukur permukaan enamel gigi
berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan enamel gigi dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.
3. Untuk melihat perbedaan pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan
enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.
1.4 Hipotesis Penelitian
1. H = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada mikrostruktur
permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan
pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching. 2. H
α
= Terdapat perbedaanyang signifikan pada mikrostrukur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta
kekasaranpermukaan enamel gigitanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai data dan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi mengenai efektivitas dan kegunaan pengaplikasian pasta CPP-
ACPpada mikrostruktur enamel berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel
serta kekasaran permukaan enamel gigi setelah bleaching.
2. Sebagai data dan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas pengaplikasian pasta CPP-ACP pada kualitas maupun kuantitas
prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai data dan informasi untuk penelitian lebih lanjut mengenai solusi mengurangi efek negatif yang terjadi pada enamel gigi yang diakibatkan oleh bahan
bleaching. 2. Sebagai informasi mengenai keamanan melakukan perawatan bleaching
terhadap permukaan enamel gigi.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan warna gigi akan terjadi tergantung dari gaya hidup seseorang dan
hal ini akan memengaruhi penampilan dan kepercayaan diri seseorang pada saat bersosial dengan masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu, kebutuhan pelayanan
kosmetik gigi semakin meningkat. Salah satu bentuk pelayanan kosmetik gigi adalah proses pemutihan gigi atau bleaching. Namun, telah dilaporkan bahwa penggunaan
bahan bleaching dapat menimbulkan efek negatif terhadap enamel sehingga membutuhkan pengaplikasian bahan remineralisasi untuk mengurangi kerusakan pada
enamel.
9
2.1 Enamel
Enamel adalah jaringan yang hanya melapisi mahkota gigi dan merupakan jaringan yang paling keras yang terdapat pada tubuh manusia karena memiliki
kandungan mineral yang tinggi. Enamel memiliki ketebalan yang berbeda disetiap bagian gigi. Pada permukaan insisal dan oklusal, ketebalan enamel mencapai ± 2,5
mm dan semakin menipis pada bagian servikal gigi. Perbedaan ketebalan dari enamel akan memengaruhi warna gigi seseorang, karena warna kuning pada dentin akan
terlihat pada bagian gigi yang memiliki enamel yang tipis.
10,11
Enamel tidak memiliki pembuluh darah dan saraf sehingga tidak memiliki daya reparatif. Oleh karena itu,
enamel akan rusak pada saat terjadi karies gigi, atrisi, abrasi, erosi akibat asam yang menyebabkan demineralisasi dan enamel hanya dapat diperbaiki atau diganti dengan
melakukan perawatan restoratif.
11,12
Menurut penelitian yang dilakukan Dudea D dkk 2009 dengan menggunakan SEM, permukaan enamel gigi setelah dibersihkan
menunjukkan gambaran yang halus walaupun terdapat alurgroove yang dangkal dan prisma enamel serta interprisma enamel tidak terlihat karena masih ditutupi oleh
lapisan aprismatik dengan baik Gambar 1.
13
Gambar 1. Gambaran SEM permukaan enamel gigi 2000x
13
2.1.1 Komposisi Enamel
Komposisi kimia enamel adalah 96 dari berat 88-90 dari volume tersusun atas zat anorganik dalam bentuk kristal hidroksiapatit [Ca
10
PO
4 6
OH
2
], sekitar 3 dari berat 5-10 dari volume adalah air dan 1 zat organik.
11
Hidroksiapatit tersusun atas komponen-komponen kalsium dan fosfat yang ditemukan juga pada tulang, dentin dan sementum. Biasanya hidroksiapatit berbentuk sebuah
kristal segi enam heksagonal dengan lebar 70 nm dan tebal 25 nm. Satu unit sel kristal terdiri dari satu gugus hidroksil yang dikelilingi oleh tiga ion kalsium. Ketiga
ion kalsium ini dikelilingi oleh tiga ion fosfat.Sedangkan zat organik pada enamel gigi mengandung dua kelompok protein yaitu 90 sebagai non-amelogenin seperti
enamelin, tuftelin dan ameloblastin dan sebagian kecil sebagai amelogenin. Enamelin mengelilingi dan mengisi ruangan yang ada diantara kristal hidroksiapatit
serta berperan dalam permeabilitas atau daya serap enamel.
11,14
2.1.2 Struktur Enamel
Enamel terbagi menjadi dua bagian, yaitu 1 bagian luar yang disebut surface enamel dan 2 bagian dalam yang disebut subsurface enamel. Permukaan enamel
yang paling luar surface enamel merupakan tempat proses terjadinya karies dimulai, tempat bahan bleaching dan bahan remineralisasi diaplikasikan. Surface enamel
memperlihatkan gambaran yang berbeda-beda, dimana menunjukkan adanya aprismatik enamel, perikymata, gambaran prisma enamel, retak, pit dan elevasi.
Dibandingkan dengan bagian dalam subsurface enamel, surface enamel lebih banyak mengandung fluor dan sedikit mengandung karbonat sehingga permukaannya
lebih keras, porus lebih sedikit, tidak mudah larut dan lebih radiopak.
11
2.1.2.1 Prisma Enamel
Enamel terdiri atas prisma enamel atau enamel rod mulai dari batas enamel dan dentin Dentinoenamel Junction sampai ke permukaan enamel paling luar.
Prisma enamel merupakan struktur dasar dari enamel. Setiap prisma enamel terdiri dari empat ameloblast. Satu ameloblastmembentuk bagian kepala head, dua
ameloblast membentuk bagian leher neck dan satu ameloblast membentuk bagian ekor tail.
14
Pada potongan melintang dari enamel gigi manusia, prisma enamel biasanya berbentuk seperti lubang kunci atau key holeGambar 2a. Prisma enamel
memiliki diameter yang bervariasi antara 5-6 µm dengan panjang dari kepala sampai ekor sekitar 8-9 µm dan lebar bagian kepala sekitar 4-5 µm.
11,15
Ukuran dari prisma enamel sama besar dengan ukuran sel darah merah. Prisma enamel terdiri dari kristal-
kristal dan permukaannya dibungkus oleh selubung batang atau rod sheath serta memiliki inti pada bagian tengah yang sering disebut rod core. Rod sheath memiliki
lebih banyak zat organik dibandingkan dengan rod core Gambar 2b.
14
Pada permukaan terluar dari enamel gigi permanen yang baru erupsi terdapat lapisan non-prismatik enamel atau aprismatik enamel. Lapisan ini menutupi bagian
dari prisma-prisma enamel. Aprismatik enamel terbentuk akibat tidak adanya prosesus Tomes pada tahap akhir pembentukan enamel.
11
Gambar 2. Prisma enamel berbentuk key hole. a Gambaran struktural dari prisma enamel; b Gambaran mikroskopik dari prisma
enamel
14,15
2.1.2.2 Incremental Lines
Incremental lines merupakan garis yang terbentuk karena adanya aktivitas sel pembentuk enamel yang disebut ameloblast. Incremental lines terdiri dari dua tipe,
yaitu 1 cross-striation Gambar 3dan 2 retzius lines Gambar 4.
16
Gambar 3. Cross-striation panah hitam dan prisma enamel panah putih pada gigi molar dua desidui
mandibula
16
a b
Gambar 4.Retzius lines panah hitam dan prisma enamel panah merah pada gigi molar dua desidui
mandibula
16
Kedua garis ini dapat digunakan untuk menghitung lama dari proses pembentukan enamel amelogenesis. Cross-striation terbentuk setiap 24 jam
sedangkan retzius lines terbentuk setiap 6-12 hari. Retzius lines merupakan garis pertumbuhan enameldan menunjukkan jumlah lapisan dari enamel serta berakhir pada
permukaan enamel yang disebut perikimata.
16
2.1.2.3 Dentinoenamel Junction
Perbatasan antara enamel dan dentin dikenal dengan istilah dentinoenamel junction. Bagian enamel yang dapat dilihat pada bagian dentinoenamel junction
adalah 1 enamel spindle, 2 enamel tuft dan 3 enamel lamellae.Enamel spindle merupakan odontoblast yang tertanam pada enamel dengan panjang 25 µm. Pada
potongan memanjang longitudinal, enamel spindle dapat dilihat dengan jelas. Enamel tuft merupakan enamel rods yang mengalami hipomineralisasi. Berbentuk
seperti rumput dengan panjang sekitar 100 µm dan berjalan searah dengan prisma enamel.Enamel tuft dapat dilihat dengan jelas pada potongan melintang. Enamel
lamellae merupakan celah tipis sehingga saliva dan debris dapat masuk ke dalamnya. Panjang dari enamel lamellae tergantung dari ketebalan enamel seseorang. Pada saat
proses perkembangan enamel, enamel lamellae akan diisi oleh protein enamel. Pada potongan melintang, enamel lamellae dapat dilihat dengan jelas Gambar 5.
11
Gambar 5. Bagian-bagian dari dentino-enamel junction
14
2.1.2.4 Cementoenamel Junction CEJ
Cementoenamel junction CEJ adalah perbatasan antara enamel yang melapisi mahkota gigi dengan sementum yang menutupi bagian akar gigi. CEJ
merupakan tempat dimana serat-serat gingiva melekat pada gigi yang sehat.Pada orang dewasa muda, CEJ dilindungi oleh jaringan gingiva. Namun dengan
meningkatnya usia dan terjadinya erupsi pasif yang terus menerus, terjadi pergeseran dari CEJ ke sulkus gingiva. Pergeseran ini akan menyebabkan CEJ menjadi
tersingkap dan hal ini dapat membuat daerah CEJ menjadi rentan terhadap keadaan patologis seperti karies akar, erosi pada bagian servikal gigi, resorpsi akar dan
abrasi.
17
Ada tiga kemungkinan bentuk hubungan CEJ, yaitu 1 sekitar 60 enamel yang tumpang tindih dengan sementum overlapped, 2 30 enamel yang bertemu
dengan sementum edge-to-edge dan 3 10 enamel yang tidak bertemu dengan sementum sehingga ada bagian dentin yang tidak terlindungi Gambar 6.
17
Penelitian yang dilakukan oleh Arambawata dkk 2009 menyatakan bahwa ada 55,1 gigi memiliki hubungan CEJ yang edge-to-edge dan 30,7 enamel yang
tidak bertemu dengan sementum. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya enamel yang tidak bertemu dengan sementum lebih besar dari penelitian yang telah
dilaporkan sebelumnya. Oleh karena itu, hubungan CEJ harus selalu diperhatikan sebelum melakukan perawatan gigi seperti perawatan ortodonti, pemasangan stainless
steel crown dan terutama dalam perawatan bleaching.
17
Gambar 6.Morfologi Cementoenamel Junction CEJ.I :Overlapped
sementum berada di atas enamel, II : Edge-to-
edge, III : Enamel tidak bertemu dengan sementum, IV : Overlapped
enamel berada di atas sementum
17
2.2 Diskolorisasi Gigi
Diskolorisasi pada gigi merupakan salah satu penyebab mengapa seseorang membutuhkan perawatan gigi.Hal ini disebabkan oleh karena diskolorisasi gigi dapat
memengaruhi estetik dan psikologi seseorang. Berdasarkan dari letaknya, diskolorisasi gigi dapat diklasifikasikan menjadi 1 diskolorisasi pada bagian luar
gigi ekstrinsik dan 2 diskolorisasi pada bagian dalam gigi intrinsik.
18
2.2.1 Diskolorisasi pada Bagian Luar Gigi Ekstrinsik
Diskolorisasi pada bagian luar gigi merupakan diskolorisasi yang terletak pada permukaan luar gigi dan disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar
gigi.Diskolorisasi ekstrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu secara 1 langsung dan 2 tidak langsung. Dan diskolorisasi ekstrinsik juga dapat
diklasifikasikan menjadi 1 non-metallic stains dan 2 metallic stains.
18
Diskolorisasi ekstrinsik secara langsung biasanya diakibatkan oleh karena diet dan zat yang biasa dimasukkan ke dalam mulut.Faktor diet dapat menyebabkan
diskolorisasi pada permukaan gigi yang berwarna coklat atau hitam tergantung dari makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari seperti teh, kopi, dan jenis
minuman lainnya.Faktor kebersihan rongga mulut dapat memengaruhi akumulasi plak, kalkulus dan sisa-sisa makanan yang dapat menyebabkan diskolorisasi yang
biasanya berwarna kuning atau coklat.Bakteri kromogenik yang ada di dalam rongga mulut dapat menyebabkan diskolorisasi pada gigi biasanya pada daerah margin
gingiva.Faktor kebiasaan seperti merokok dan mengunyah tembakau dapat menyebabkan diskolorisasi berupa warna coklat tua atau hitam pada satu per tiga
sampai setengah permukaan gigi.Faktor kebiasaan menggunakan obat-obatan dalam jangka panjang dapat menyebabkan diskolorisasi pada gigi seperti obat kumur
klorheksidin dapat menyebabkan gigi menjadi warna kuning kecoklatan. Tabel 1
18
Diskolorisasi ekstrinsik secara tidak langsung diakibatkan oleh karena adanya reaksi kimia pada permukaan gigi.Faktor obat-obatan yang mengandung logam
seperti larutan oral yang mengandung besi dapat menyebabkan diskolorisasi pada gigi berupa warna hitam.Faktor pekerjaan dan lingkungan juga dapat menyebabkan
diskolorisasi pada gigi oleh karena permukaan gigi terpapar zat seperti besi, mangan, perak, dan lain-lain. Tabel 1
18
Tabel 1. Penyebab diskolorisasi pada bagian luar gigi ekstrinsik
18
Klasifikasi Faktor
Penyebab Contoh
Warna
Diskolorisasi ekstrinsik
secara langsung non-
metallic stains Diet
Teh, kopi, dan makanan lainnya Coklat, hitam
Kebersihan mulut
Plak, kalkulus, dan sisa-sisa makanan
Bakteri kromogenik Kuning,
coklat Coklat,
hitam, hijau, oranye
Kebiasaan Merokok, mengunyah tembakau
Coklat tua, hitam
Obat-obatan Klorheksidin
Obat kumur yang mengandung fenolik
Antibiotik : Minocycline Kuning
kecoklatan Kuning
Hijau, abu Diskolorisasi
ekstrinsik secara tidak
langsung metallic
stains Obat-obatan
Larutan oral yang mengandung besi iron
Obat kumur yang mengandung copper salt
Obat kumur yang mengandung potassium permanganate
Flouride Silver nitrate
Hitam Hijau
Ungu, hitam Coklat
keemasan Abu-abu
Pekerjaan dan lingkungan
Terpapar besi, mangan, dan perak Terpapar merkuri
Tembaga dan nikel Asap dari asam kromat
Hitam Biru
kehijauan Hijau
Oranye tua
2.2.2 Diskolorisasi pada Bagian Dalam Gigi Intrinsik
Diskolorisasi pada bagian dalam gigi intrinsik dapat terjadi selama dan setelah proses odontogenesis. Selama proses odontogenesis pre-eruptive,
diskolorisasi gigi dapat terjadi akibat perubahan kualitas dan kuantitas dari enamel dan dentin. Faktor penyebab yang dapat memengaruhi diskolorisasi gigi selama
proses odontogenesis adalah kelainan metabolisme, gangguan akibat kuman patogen pada gigi, kelainan genetik, obat-obatan, dan lingkungan Tabel 2.
Tabel 2. Penyebab diskolorisasi pada bagian dalam gigi selama proses odontogenesis
pre-eruptive
18
Faktor Penyebab
Contoh Warna
Kelainan Metabolisme Hyperbilirubinemia
Prophyria Alkaptonuria
Kuning-hijau Coklat kemerahan
Coklat Gangguan akibat kuman
pada gigi Turner tooth,
Infeksi, Defisiensi nutrisi,
Hipomineralisasi gigi molar satu dan insisivus
permanen Putih
Kuning Coklat
Kelainan genetik Amelogenesis imperfect
Dentin dysplasia Epidermolysis bullosa
Kuning kecoklatan, biru kecoklatan
Kuning Kuning
Obat-obatan Tetracycline
Minocycline Ciprofloxacin
Suplemen flouride Kuning, coklat, biru atau
keabuan Biru-hijau
Kehijauan Putih-coklat, hitam
Lingkungan Endemic Flourosis
Putih-coklat, hitam
Setelah proses odontogenesis post-eruptive, diskolorisasi gigi dapat terjadi akibat zat yang dapat merubah warna gigi masuk ke dalam jaringan keras. Zat ini
dapat berasal dari pulpa atau permukaan gigi.Faktor penyebabnya dapat berupa karies pada gigi, proses penuaan, trauma pada pulpa yang disertai dengan pendarahan,
resorpsi internal dan bahan-bahan kedokteran gigi seperti tambalan atau obat yang dimasukkan pada saluran akar Tabel 3. Proses penuaan dapat menyebabkan
diskolorisasi gigi oleh karena dipengaruhi kondisi enamel dan dentin. Pada proses penuaan, gigi akan mengalami perubahan secara fisiologis seperti penipisan enamel
akibat pemakaian gigi dalam jangka lama yang dapat mengakibatkan erosi, abrasi, atrisi gigi secara fisiologis, dan terjadi perubahan pada strukturnya, serta
terbentuknya dentin sekunder atau tersier. Oleh karena itu, warna gigi pada orang tua menjadi lebih gelap atau kekuningan.
18
Tabel 3. Penyebab diskolorisasi pada bagian dalam gigi setelah proses odontogenesis
post-eruptive
18
Faktor Penyebab Contoh
Warna
Kondisi gigi Saat karies baru mulai
Karies aktif Proses penuaan
Putih Coklat kekuningan
Kekuningan Pulpa
Trauma pada pulpa disertai dengan
pendarahan Resorpsi internal
Abu-abu-coklat
Merah jambu Bahan-bahan kedokteran
gigi Amalgam
Komposit GIC Obat yang dimasukkan
pada saluran akar, seperti iodoform, ledermix
Bahan-bahan obturasi Biru-abu-abu
Coklat kekuningan Abu-abu kecoklatan
Keabu-abuan
2.3 Bleaching
Bleaching merupakan perawatan kosmetik terhadap gigi yang telah mengalami perubahan warna dengan menggunakan larutan kimia yang dapat
mengubah warna gigi menjadi lebih putih. Walaupun pasca perawatan bleaching dapat menimbulkan efek yang negatif, perawatan ini masih tergolong aman dan
efektif untuk mengembalikan keindahan warna gigi seseorang.
19
2.3.1 Bahan Bleaching
Bahan yang biasa digunakan dalam perawatan bleaching adalah 1 hidrogen peroksida, 2 karbamid peroksida, 3 sodium perborate dan 4 kalsium
peroksida.Namun, hidrogen peroksida dan karbamid peroksida yang merupakan bahan utama untuk extra coronal bleaching pada gigi yang masih vital. Kedua bahan
ini dapat membuat warna gigi menjadi lebih putih namun memiliki efek dan keamanan yang berbeda.
20
2.3.1.1 Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida dikenal dengan sebutan dihidrogen dioksida, hidrogen dioksida, hidrogen oksida, oksidol dan peroksida.Rumus kimia dari hidrogen
peroksida adalah H
2
O
2
.Hidrogen peroksida merupakan oksidator yang kuat, berbentuk cairan bening, tidak bewarna dan larut di dalam air. Pada teknik in-office
biasanya menggunakan konsentrasi hidrogen peroksida yang tinggi yaitu 30-35, sedangkan pada teknik home bleaching konsentrasi hidrogen peroksida yang
digunakan adalah 10.
21
2.3.1.2 Karbamid Peroksida
Karbamid peroksida dikenal dengan sebutan urea peroksida, hidrogen peroksida karbamid dan urea hidrogen peroksida. Rumus kimia dari karbamid
peroksida adalah CONH
2 2
.H
2
O
2
. Karbamid peroksida dapat berbentuk kristal putih atau bubuk kristal, dapat larut dalam air dan dapat terurai menjadi urea dan hidrogen
peroksida. Karbamid peroksida dengan konsentrasi 35 sering digunakan sebagai bahan utama untuk pemutihan gigi pada teknik in-office, sedangkan karbamid
peroksida yang memiliki konsentrasi 16 digunakan untuk pemutihan gigi pada teknik home bleahing.
21
2.3.2 Teknik Bleaching
Bahan bleaching untuk gigi vital dapat diperoleh secara bebas over the counter atau dilakukan dibawah pengawasan dokter gigi in-office dan home
bleaching.
19,22
Teknik over the counter banyak diminati oleh pasien karena harganya lebih murah dan memiliki efek yang cukup memuaskan. Namun, bila seseorang
menginginkan warna gigi yang lebih putih dari bahan over the counter, mereka dapat memilih teknik in-office atau home bleaching.
22
2.3.2.1 Teknik In-officeBleaching
Teknik in-office bleaching merupakan teknik pertama yang dilakukan untuk mengubah warna gigi menjadi lebih putih. Teknik in-office dapat mengubah warna
gigi secara cepat sehingga sering disebut dengan istilah ”one-hour bleaching”.
23
Pada umumnya, teknik in-office memerlukan satu sampai enam kali kunjungan untuk
mendapatkan efek yang memuaskan. Dan setiap satu kali kunjungan memerlukan waktu sekitar 30-60 menit. Namun, teknik in-office juga menyediakan perawatan
dengan satu kali kunjungan saja 1-1,5 jam.
19,23
Kekurangan dari teknik ini adalah harganya lebih mahal dibandingkan dengan teknik home bleaching dan memiliki efek
negatif yang lebih besar terhadap jaringan keras dan jaringan lunak di rongga mulut. Hal ini disebabkan oleh karena teknik in-office menggunakan konsentrasi peroksida
yang tinggi.
22,23
2.3.2.2 Teknik Home Bleaching
Teknik home bleaching sering disebut juga dengan teknik night guard bleaching. Teknik ini memerlukan suatu alat berupa tray dan dilakukan oleh pasien di
rumah.Walupun demikian, home bleaching tetap berada dibawah pengawasan dokter gigi.Biasanya teknik ini memerlukan waktu sekitar 2-6 minggu untuk mendapatkan
warna gigi yang lebih putih. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa teknik home bleaching cukup efektif, tahan lama dan aman untuk dilakukan.
22,24
Pasien harus benar-benar memahami prosedur dari teknik home bleaching ini. Telah
dilaporkan bahwa sensitivitas pada gigi akan langsung terjadi pada pasien yang mengganti bahan pemutih gigi lebih dari satu kali dalam sehari dan menimbulkan
efek samping lainnya bila tidak mengganti bahan pemutih gigi.
24
2.3.2.3 Teknik Over The Counter OTC
Teknik over the counter merupakan teknik yang menggunakan bahan pemutih gigi yang dijual secara bebas. Biasanya produk over the counter tersedia dalam
bentuk pasta gigi, obat kumur, paint-on bleaching dan permen karet yang mengandung bahan pemutih gigi. Efektivitasnya tergantung dari produk yang
digunakan dan warna gigi yang diinginkan. Penelitian Gerlach RW dkk 2004 membandingkan perubahan warna gigi pada saat menggunakan produk paint-on
bleachingColgate Simply Whiteyang mengandung 18 karbamid peroksida pasta gigi yang mengandung bahan pemutih gigi Crest Vivid White. Kedua produk tersebut
memiliki efek yang sama dalam mengubah warna gigi. Gerlach RW dkk 2004 juga membandingkan efektivitas produk home bleaching dengan konsentrasi karbamid
peroksida yang rendah yaitu 5 dengan produk OTC berupa paint-on bleaching dengan konsentrasi karbamid peroksida 18 dan pasta gigi dengan konsentrasi
hidrogen peroksida 1. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa produk OTC tidak efektif dibandingkan dengan home bleaching.
24
2.3.3 Mekanisme Bleaching
Proses perubahan warna gigidengan menggunakan teknik bleaching apapun dan dengan konsentrasi peroksida yang berbeda merupakan proses reaksi kimia
oksidasi dan reduksi. Pada proses ini terjadi reaksi antara zat pewarna pada gigi sebagai pereduksi dengan molekul bahan bleaching sebagai oksidator.
25
Bahan yang dapat menyebabkan diskolorisasi pada permukaan gigi merupakan senyawa organik yang memiliki rantai konjugasi yang panjang baik dalam
bentuk ikatan tunggal maupun ikatan rangkap.Bahan tersebut mengandung heteroatom, karbonil, dan cincin fenil yang sering disebut kromofor. Proses
diskolorisasi dan pemutihan kromofor dapat terjadi melalui perusakan satu atau lebih ikatan rangkap dalam rantai konjugasi, dengan memotong rantai konjugasi, atau
dengan mengoksidasi molekul kimia lainnya dalam rantai konjugasi.
26
Bahan pemutih gigi memiliki berat molekul yang sangat rendah sehingga bahan pemutih dapat berdifusi ke dalam enamel dan dentin, selanjutnya hidrogen
peroksida akan membentuk radikal bebas yang akan mengganggu kromofor di dalam struktur gigi melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Proses ini akan mengubah struktur
substansi organik yang berinteraksi pada gigi sehingga menghasilkan perubahan warna.
26
Gambar 7. Mekanisme bleaching oleh agen aktif peroksida. a
Diskolorisasi yang disebabkan oleh kromofor ekstrinsik dan ekstrinsik, b peroksida berpenetrasi dengan
mengoksidasi kromofor dan c terjadi diskolorisasi enamel dan dentin melalui pemecahan kromofor menjadi fragmen
kecil oleh radikal bebas
26
Hidrogen peroksida merupakan bahan utama yang digunakan dalam perawatan pemutihan gigi dan dihasilkan dengan reaksi sebagai berikut :
25
Air +
Oksigen Hidrogen Peroksida
H
2
O ½ O
2
H
2
O
2
Karbamid peroksida mengandung 30 hidrogen peroksida. Artinya, larutan karbamid peroksida 10 akan bereaksi membentuk 3 hidrogen peroksida dengan
reaksi :
25
Karbamid peroksida Urea + Hidrogen Peroksida
H
2
N-CO-NH
2
.H
2
O
2 di dalam air
H
2
NCONH
2
H
2
O
2
2.4 Pengaruh Bleaching terhadap Enamel
Bahan peroksida yang digunakan pada saat perawatan bleaching memang masih tergolong aman.Namun ternyata bahan bleaching ini menimbulkan efek
samping terhadap enamel. Beberapa penelitian menyatakan bahwa peroksida yang terkandung dalam bahan bleaching dapat menyebabkan pelepasan mineral enamel,
perubahan kekerasan pada surface enamel dan subsurface enamel, serta perubahan morfologi pada surface enamel.
27,28
2.4.1 Pelepasan Mineral Enamel
Bahan bleaching yaitu karbamid peroksida dan hidrogen peroksida dapat mengakibatkan hilangnya zat organik dari permukaan enamel. Karbamid peroksida
akan terurai bila berkontak dengan air atau saliva menjadi hidrogen peroksida dan urea, dimana hidrogen peroksida dan urea ini akan menghasilkan air, oksigen, karbon
dioksida, dan ammonia. Hasil dari reaksi karbamid peroksida tersebut akan sedikit membuat pH bahan bleaching semakin asam sehingga akan berpengaruh terhadap
larutnya mineral enamel. Hidrogen peroksida dalam proses bleaching akan menghasilkan radikal bebas dan ion perhydroxyl. Larutnya mineral enamel terjadi
akibat adanya reaksi antara ion hidrogen dengan hidroksiapatit, dengan reaksi sebagai berikut :
29
Ca
10
PO
4 6
OH
2
+ 8H
+
10Ca
2+
+ 6HPO
4 2-
+ 2H
2
O Jose P dkk 2010 menyatakan bahwa terjadi penurunan jumlah mineral pada
sampel gigi setelah diaplikasikan 10 karbamid peroksida. Dan ditemukan adanya kehilangan seluruh fluoride dan fluorapatite pada beberapa sampel gigi.
29
2.4.2 Penurunan Kekerasan Enamel Microhardness
Penurunan kekerasan enamel setelah bleaching terjadi akibat hilangnya mineral pada permukaan enamel. Kamath U dkk 2013 meneliti tentang kekerasan
enamel setelah bleaching dengan pengaplikasian Remin Pro
®
melaporkan bahwa terjadi penurunan kekerasan enamel setelah diaplikasikan bahan bleaching dengan
merek McInnes yang mengandung 1 ml asam hydrochloric 36, 1 ml hidrogen peroksida 30 dan 0,2 ml bahan anestetik selama 5 menit. Kekerasan meningkat
kembali setelah diaplikasikan bahan remineralisasi yaitu Remin Pro
®
.
30
2.4.3 Perubahan Morfologi Permukaan Enamel
Scanning Electron Microscope SEM merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menganalisa kualitas dari morfologi permukaan enamel setelah
bleaching. Selain SEM, profilometry juga dapat digunakan untuk memastikan adanya perubahan kekasaran dan hilangnya zat organik dari permukaan enamel.
28
Pada penelitian Kemaloglu H dkk 2014 dengan menggunakan SEM menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada morfologi permukaan enamel setelah
diaplikasikan bahan bleaching dengan konsentrasi yang berbeda. Pada sampel yang diaplikasikan karbamid peroksida 10 menunjukkan adanya porositas yang ringan
pada permukaan enamel dibandingkan dengan sampel yang diaplikasikan hidrogen peroksida 38.
31
2.5 Demineralisasi Enamel
Demineralisasi merupakan proses hilangnya kandungan mineral pada enamel. Kandungan mineral yang tinggi pada enamel membuat enamel menjadi rentan
terhadap proses demineralisasi oleh asam. Demineralisasi akan terjadi bila pH dari rongga mulut berada di bawah pH kritis hidroksiapatit pH= 5,5. pH berperan pada
proses demineralisasi karena pH yang rendah akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dan ion ini akan merusak hidroksiapatit enamel gigi yang menyebabkan
terurainya ion kalsium dan fosfat. Selain dipengaruhi oleh pH, proses demineralisasi juga tergantung pada substansi gigi enamel dan dentin, konsentrasi asam, frekuensi
dan durasi gigi terpapar oleh asam.
32,33
Proses demineralisasi akan dimulai pada saat rongga mulut dalam keadaan asam. Hidroksiapatit Ca
10
PO
4 6
OH
2
dan Flouroapatit Ca
10
PO
4 6
F
2
yang merupakan mineral dari enamel gigi akan larut menjadi Ca
2+
, PO
4 -9
, dan F
-
atau OH
-
. Ion H
+
akan bereaksi dengan gugus PO
4 -9
, dan F
-
atau OH
-
yang akan membentuk HSO
4 -
, H
2
SO
4 -
, HF atau H
2
O, sedangkan yang kompleks terbentuk CaHSO
4,
CaPO
4
dan CaHPO
4
.
33
Mengingat bahwa kalsium merupakan komponen utama dalam struktur gigi dan demineralisasi enamel terjadi akibat lepasnya ion kalsium dari enamel gigi, maka
pengaruh asam pada enamel gigi merupakan reaksi penguraian. Demineralisasi yang terus-menerus akan membentuk porositas pada permukaan enamel yang sebelumnya
tidak ada. Saliva yang mengandung kalsium dan fosfat dengan konsentrasi yang cukup dapat melindungi enamel dari proses demineralisasi.
32,33
2.6 Remineralisasi Enamel