Kerangka teori Kerangka Teori dan Konsepsional

bagaimana tanggungjawabnya terhadap surat hutang yang dijualnya jika tidak dibayar oleh emiten pada saat jatuh tempo; apa yang menjadi tanggungjawab perusahaan induk selaku guarantor jika anak perusahaan selaku emiten melakukan cidera janji. Demikianlah dapat ditegaskan bahwa tesis dengan judu l ”Tanggung Jawab underwriter terhadap Surat Hutang yang tidak dibayar pada saat Jatuh Tempo” Studi Kasus atas Surat Hutang yang dikeluarkan oleh Indah Kiat International Finance B. V., belum pernah diteliti sebelumnya. Tesis ini merupakan karya asli yang disusun berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, putusan-putusan pengadilan serta berbagai pihak yang membantu di dalam proses penyelesaiannya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik secara ilmiah maupun secara akademik. Oleh karena itu penelitian ini terbuka terhadap masukan dan kritik yang konstruktif terkait dengan data dan analisis didalamnya, serta diharapkan penelitian ini nantinya dapat melengkapi penelitian yang dilakukan sebelumnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

1. Kerangka teori

Kerangka teori yakni kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan problem, yang bagi si Universitas Sumatera Utara pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya. Ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca. 23 Dalam pembahasan mengenai ”Tanggung Jawab Underwriter terhadap Surat Hutang yang tidak dibayar pada saat Jatuh Tempo” Studi Kasus atas Surat Hutang yang dikeluarkan oleh Indah Kiat International Finance B. V., kerangka teori yang digunakan adalah: a. Teori Pertanggungjawaban Hukum Teori hukum mengatakan, jika pemegang hak dan kewajiban adalah manusia, berarti yang dibicarakan oleh teori tradisional adalah orang secara fisik physical person, dan apabila pemegang hak dan kewajiban itu entitas lain, berarti yang dibicarakan teori tradisional itu adalah badan hukum juristic person 24 Manusia bukanlah satu-satunya subyek hukum. Dalam lalu lintas hukum diperlukan sesuatu hal lain yang bukan manusia yang menjadi subyek hukum. Disamping orang dikenal juga subyek hukum yang bukan manusia yang disebut badan hukum. Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Negara dan perseroan terbatas misalnya adalah organisasi atau kelompok manusia yang merupakan badan hukum. Badan hukum itu bertindak sebagai satu kesatuan 23 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian Bandung: Mandar Maju, 1994 hal. 80 24 Hans Kelsen, Pure Theorie of Law, Barkley : University California Press, 1978, terjemahan oleh Raisal Muttaqien, Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif, Bandung: Nusamedia Nuansa, 2006, hal. 194. Universitas Sumatera Utara dalam lalu lintas hukum seperti orang. Hukum menciptakan badan hukum oleh karena pengakuan organisasi atau kelompok manusia sebagai subjek hukum itu sangat diperlukan karena ternyata bermanfaat bagi lalu lintas hukum. 25 Setiap subyek hukum baik orang maupun badan hukum pada umumnya dapat mempunyai hak dan kewajiban. Dikatakan pada umumnya oleh karena beberapa hak tertentu yang timbul dari hukum tentang orang dan hukum keluarga yang melekat pada manusia hanya dapat dimiliki oleh subyek hukum orang saja dan tidak dapat dimiliki oleh badan hukum. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila kepada subyek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya di satu pihak hak, sedang di pihak lain kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. 26 Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. Hak pada hakekatnya merupakan hubungan antara subyek hukum dengan obyek hukum atau subyek hukum dengan subyek hukum lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. 25 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yoyakarta: Liberty, 2005, hlm. 74 26 ibid ., hlm 41 Universitas Sumatera Utara Apa yang dinamakan kewajiban ialah suatu beban yang bersifat kontraktual. Hak dan kewajiban itu timbul apabila terjadi hubungan hukum antara dua pihak yang di dasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian. Jadi selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban kontraktual, ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya. sebaliknya apa yang dinamakan tanggungjawab adalah beban yang sifatnya moral. Pada dasarnya, sejak lahirnya kewajiban, sudah lahir pula tanggung jawab. Akan tetapi kalau kemudian kewajibannya tidak dilaksanakan dan hubungan hukumnya hapus karena kadaluarsa bukan karena berakhirnya hubungan hukum yang disebabkan karena telah dipenuhinya kewajiban, maka tanggungjawab itu tampak lebih menonjol. Jadi kewajiban merupakan beban kontraktual, sedang tanggung jawab merupakan beban moral. 27 Dilihat dari aspek lingkup bidang hukum, maka secara umum konsep tanggung jawab hukum liability akan merujuk pada tanggung jawab hukum dalam ranah hukum publik dan tanggung jawab hukum dalam ranah hukum privat. 28 Tanggungjawab hukum dalam ranah hukum publik misalkan tanggungjawab administrasi Negara dan tanggungjawab hukum pidana. Sedangkan tanggungjawab dalam ranah hukum privat, yaitu tanggung jawab 27 ibid., hlm 49 28 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, cet. 28, Jakarta:PT. Pradnya Paramita, 2000, hlm. 174. Bahwa Hukum Publik adalah pertaturan perundang-undangan yang obyeknya adalah kepentingan-kepentingan umum dan yang karena itu , soal mempertahankannya dilakukan oleh pemerintah, sedangkan hukum privat adalah peraturan perundang-undangan hukum yangobyeknya ialah kepentingan-kepentingan khusus dan yang soal akan dipertahankannya atau tidak diserahkan kepada pihak yang berkepentingan. Universitas Sumatera Utara hukum dalam hukum perdata dapat berupa tanggungjawab berdasarkan wanprestasi dan tanggungjawab berdasarkan perbuatan melawan hukum 29 tort Inggris onrechtmatigedaad Belanda selanjutnya disingkat PMH. Underwriter merupakan badan hukum perusahaan efek, yang memiliki organ-organ di dalamnya untuk membantu operasional perusahaan. Di dalam menjalankan peranannya sebagai badan hukum, underwriter memiliki tanggung jawab terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, perjanjian yang dituangkan dalam Underwriting Agreement Perjanjian Penjaminan Emisi juga mengikat underwriter untuk bertanggung jawab sesuai dengan apa yang sepakati di dalam perjanjian hingga berakhirnya kesepakatan. b. Teori Kehendak Will Theory oleh Roscoe Pound. 30 Menurut teori ini, suatu kesepakatan mengikat karena memang merupakan keinginan para pihak yang menginginkan kesepakatan itu mengikat. Para pihak sendirilah yang pada intinya menyatakan kehendaknya untuk mengikatkan diri. Sejalan dengan teori kehendak tersebut, Subekti mengungkapkan bahwa,“..Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian...” 31 . 29 Istilah Perbuatan Melawan Hukum merupakan terjemahan dari istilah onrechtmatigedaad, namun demikian ada juga yang menterjemahkannya perbuatan melanggar hukum. Namun demikian banyak ahli hukum yang menggunakan istilah perbuatan melawan hukum Moegni Djojodirjo.Istilah “melawan” lebih tetap dari “melanggar” karena pada katamelawan melekat kedua sifat aktif maupun pasif. Lihat Moegni Djojodirdjo,Perbuatan MelawanHukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1979., hlm. 13 30 Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional Bandung: Refika Aditama, 2007 hlm. 18 31 Subekti, Hukum Perjanjian Jakarta: Intermasa, 1979 hlm. 3 Universitas Sumatera Utara Perjanjian dapat diartikan sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perikatan adalah hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan yang menerbitkan kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut; atau dengan rumusan yang lebih singkat perikatan adalah kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Setiap perikatan membawa serta di dalamnya dua unsur pembentuknya, yaitu Schuld dan Haftung. Schuld berbicara soal kewajiban yang harus dipenuhi debitor kepada kreditor, terlepas dari ada tidaknya harta kekayaan debitor yang dapat dijadikan sebagai jaminan bagi pemenuhan kewajiban debitor. Sementara itu, Haftung berbicara soal keberadaan jaminan harta kekayaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban debitor, tanpa memperhatikan siapa yang berkewajiban untuk memenuhi kewajiban dalam lapangan harta kekayaan tersebut. Pada perikatan umumnya, Schuld dan Haftung senantiasa ada bersama- sama pada diri debitor. Dengan demikian, seorang debitor yang tidak memenuhi kewajibannya dapat dituntut pemenuhannya oleh kreditor dengan mengambil jaminan harta kekayaan atau kebendaan debitor yang ada, maupun yang akan ada di kemudian hari. Hal ini terefleksi dalam ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan sebagai berikut: Segala kebendaan debitor, baik yang bergerak Universitas Sumatera Utara maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. 32 Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku. 33 Dikarenakan perjanjian adalah sumber dari perikatan, maka perlu diketahui hal-hal yang menjadi syarat sah-nya suatu perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Jika suatu perjanjian tidak memenuhi keempat unsur diatas, maka perjanjian dianggap tidak sah bahkan batal demi hukum. Dan mengenai hapusnya suatu perikatan diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata yaitu: 1.Karena pembayaran; 2.Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 3.Karena pembaharuan utang; 4.Karena perjumpaan utang atau kompensasi; 5.Karena percampuran utang; 32 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Efek Sebagai Benda Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 33 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003 hal. 59 Universitas Sumatera Utara 6.Karena pembebasan utang; 7.Karena musnahnya barang yang terutang; 8.Karena kebatalan dan pembatalan; 9.Karena berlakunya syarat batal; 10. Karena lewat waktu. c. Prinsip-prinsip kontrak universal Pada kasus yang akan dianalisis didalam penelitian ini, perjanjian dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak tunduk pada satu sistem hukum, bahkan kontrak atau perjanjiannya dilakukan diluar dari negara Indonesia. Oleh karena sifatnya internasional, maka harus juga dipakai beberapa prinsip-prinsip atau asas-asas perjanjian atau kontrak yang diakui secara universal. Secara umum, di dalam hukum kontrak internasional dapat digolongkan kedalam dua bagian prinsip pengaturan, yaitu: 34 1. Prinsip Fundamental Hukum Kontrak Internasional, a. Prinsip Fundamental Supremasi Kedaulatan hukum Nasional, prinsip ini mensyaratkan bahwa hukum nasional tidak dapat diganggu gugat keberadaannya. Kekuatan mengikatnya adalah mutlak. Setiap benda, subjek hukum, perbuatan atau peristiwa hukum, termasuk didalamnya transaksi dagang yang dituangkan ke dalam kontrak, yang terjadi di dalam wilayah suatu negara tunduk secara mutlak pada hukum nasional tersebut. b. Prinsip Fundamental Kebebasan berkontrak 34 Huala Adolf, op.cit., hal. 19 Universitas Sumatera Utara prinsip ini mensyaratkan bahwa para pihak bebas menetapkan bentuk dan isi kontrak berdasarkan kesepakatan mereka. 2. Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Internasional a. Prinsip Pacta Sunt Servanda, prinsip ini mengatur para pelaku harus melaksanakan kesepakatan- kesepakatan yang telah disepakatinya dan dituangkan dalam kontrak. Dalam Black’s Law Dictionary diartikan : ”agreements must be kept”. The rule that agreements and stipulations, especially those contained in treaties must be observed” 35 Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat kedua belah pihak seperti mengikatnya sebuah undang-undang pasal 1338 KUHPerdata b. Prinsip Good Faith Itikad Baik Black’s Law Dictionary memberikan pengertian itikad baik adalah: 36 “in or with good faith; honestly, openly, and sincerely; without deceit or fraud. Truly; actually; without simulation or pretense”. Prinsip ini penting karena dengan hanya adanya prinsip inilah maka rasa percaya yang sangat dibutuhkan dalam bisinis agar pembuatan kontrak dapat direalisasikan. Namun prinsip ini mengandung makna yang berbeda diantara sistem hukum kontinental dan common law. 37 Dikarenakan penelitian ini nantinya juga akan membahas kasus yang melibatkan negara 35 Henry Campbel Black, Black’s Law Dictionary St. Paul: Minn., 5 th . ed, 1979 p. 1133 36 ibid 37 Subekti, op. cit. hal.24 Universitas Sumatera Utara dengan kedua sistem hukum tersebut, maka ada baiknya kita ketahui perbedaan antara keduanya Dalam sistem hukum kontinental, pendekatan terhadap prinsip ini didasarkan pada filosofi dari kontrak yang memusatkan hubungan para pihak. Artinya di berbagai negara penganut sistem hukum ini, seperti KUH Perdata Belgia, Jerman dan Italia, mensyaratkan itikad baik bukan saja ketika kontrak ditandatangani, tetapi juga sebelum kontrak ditutup. Dalam sistem common law, tidak mengenal bahwa dalam proses negosiasi para pihak terikat oleh prinsip itikad baik. Penganut sistem ini, seperti Inggris dan Amerika Serikat berpendirian sama, selama kontrak belum ditandatangani, para pihak tidak terikat satu sama lain dan tidak memiliki kewajiban apapun terhadap pihak lainnya hingga kontrak tersebut akhirnya ditandatangani. 38 Prinsip itikad baik ini juga diakui dan diwajibkan pelaksanaannya secara internasional, seperti UNIDROIT the UNIDROIT principles of International Commercial Contracts dan United Nations on Contracts for the International Sale of Goods CSIG. 39 c. Prinsip Resiprositas timbal balik Prinsip ini mensyaratkan bahwa para pihak dalam kontrak harus melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing secara timbal balik, 38 Huala Adolf, op. cit., hal. 25-26 39 ibid. Universitas Sumatera Utara serta memberi “keuntungan” timbal balik. Artinya, dimana ada hak satu pihak, disitu ada kewajiban pihak itu, demikian sebaliknya. Di Indonesia berlaku suatu asas dalam penyusunan perancangan kontrak perjanjian yang disebut dengan Asas Konsensualisme Consensus, yaitu dimana persetujuan-persetujuan dapat terjadi karena persesuaian kehendak konsensus para pihak yang membuat perjanjian, yang ditandai dengan apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak lainnya. Kedua kehendak itu bertemu dengan dalam “sepakat” tersebut. 40 Asas ini tercantum di dalam pasal 1320 KUH Perdata. Konsensus ini tidak ada bila terdapat 3 tiga hal pasal 1321 KUHPerdata yaitu: 1. Paksaan dwang; 2. Kekhilafan dwaling; 3. Penipuan bedrog.

2. Kerangka Konsep