PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN SAMPANG - PAMEKASAN (Sta.84+000 – 97+000).
PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN
PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL
LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA
PADA RUAS JALAN SAMPANG - PAMEKASAN
(Sta.84+000 – 97+000)
TUGAS AKHIR
Diajukan oleh :
EUSEBIUS CERINO BEKA
0653010035
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2011
(2)
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL
LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN SAMPANG - PAMEKASAN
(Sta.84+000 – 97+000)
Dipersiapkan dan disusun oleh :
EUSEBIUS CERINO BEKA NPM. 0653010035
Telah Diuji, Dipertahankan dan Diterima Oleh Tim Penguji Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Tumur Pada Tanggal 1juni 2011
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa timur PEMBIMBING PENDAMPING
Nugroho Utomo., ST NPT. 3 7501040195 1
Ir. Made Astawa., MT NIP. 19530919 198601 1 00 1
Dra. Anna Rumintang., MT NIP. 19620630 198903 2 00 1
Masliyah., ST, MT NIP. 001110 Ibnu Sholichin., ST, MT
NPT. 3 7109 99 0167 1
PEMBIMBING UTAMA TIM PENGUJI
(3)
PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN
SAMPANG - PAMEKASAN (Sta.84+000 – 97+000)
EUSEBIUS CERINO BEKA 0653010035
Abstrak
Jalan merupakan suatu konstruksi yang berfungsi sebagai prasarana perhubungan darat yang memegang pranan penting dalam kehidupan manusia, dengan adanya jalan yang memadai dapat memperlancar distribusi barang dan jasa serta manusia.
Perencanaan perkerasan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan lalu lintas yang terjadi di pulau Madura, sehingga diperlukan penambahan kapsitas jalan yang tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan memerlukan unsur kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi pengguna jalan sehingga pengambilan batas ijin mengacu pada metode yang dikeluarkan oleh BINA MARGA. Dalam penulisan tugas akhir ini lokasi yang dipakai adalah jalan Sampang – Pamekasan dengan (Sta.84+000 – 97+000) dan juga menggunakan jenis perkerasan yang berbeda yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku, dari kedua hasil jenis perkerasan tadi dibuat suatu perbandingan beban operasional lalu lintas yang membuktikan efisiensi biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan perkerasan mana yang lebih baik dengan umur rencana 20 tahun.
Dari hasil perhitungan yang telah dibuat pada tugas akhir ini didapat beban operasional yang melewati jalan Sampang – Pamekasan pada tahun ke-20 sebesar 70.679 smp / hari. Untuk tebal perkerasan lentur didapat lapisan perkerasan LASTON MS 744 dengan tebal 10 cm, laston atas 15 cm dan lapisan pondasi bawah sirtu (kelasa A 70 %) dengan tebal 30 cm, dan untuk perkerasan kaku dengan lapisan pelat beton (surface) K-350 dengan tebal 21 cm, dengan sub-base
dengan tebal 15 cm. Diketahui juga biaya investasi awal dan biaya perawatan untuk perkerasan lentur pada tahun ke-20 sebesar Rp 16.581.985 / m’ sedangkan untuk perkerasan kaku sebesar 20.549.776, / m’.
(4)
KATA PPENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahma-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul, “Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku Terhadap Beban Operasional Lalu Lintas dengan Metode Bina Marga Pada Ruas Jalan Sampang – Pamekasan (Sta. 84+000 – 97+000)” Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T) pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” jawa timur.
Selesainya Tugasa akhir ini tidak lepas dari bantuan moral, materi dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yabg sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Ir. Naniek Ratni Jar, M.KES., selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa timur.
2. Ibu Ir. Wahyu Kartini, ST, MT., selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa timur.
3. Bapak Ibnun Sholichin,ST, MT., selaku Pembimbing I, terimah kasih atas ilmu , bimbingan, saran, dan waktu yang telah diluangkan untuk saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak Nugroho Utomo, ST., selaku Pembimbing II, terimah kasih atas ilmu , bimbingan, saran, dan waktu yang telah diberikan sehingga selesai tepat waktu.
5. Ibu Masliyah, ST, MT., selaku Tim Penguji I
6. Ibu Dra. Anna Rumintang, MT., selaku Tim Penguji II 7. Bapak Ir. Made Astawa, MT., selaku penguji III
(5)
8. Ibu Novie Handajani, ST,MT., selaku dosen wali yang telah membimbing saya baik saran maupun nasehat-nasehatnya.
9. Bapak dan Ibu staf pengajar, yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan.
10.Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendaral Bina Marga SNVT Perencanaan dan Penawasan Jalan dan Jembatan Jawa Timur (P2JJR) yang memberikan kemudahan dalam memenuhi data-data yang dibutuhkan.
11.Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur, yang telah memberikan kemudahan dalam memenuhi data-data yang dibutuhkan.
12.Kepada kedua Orang tua saya Agustinus Beka Ledaja, BA dan Dra. Theresia Esy Du’u, serta Kakak dan Adik-adik tercinta.
13.Semua Anak-anak kos Pak Edy (my best friend) Bang nyoman, A’an, Acong, Dudun, Tulang Edo, Wahyu Garong, Mike Terimah kasih atas suport dan pengertian dari kalian semua selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
14.My brother Rully, Rendy, Rifky, Iwan,Bowo, Dimas and shulton (PK), 15.Semua teman-teman angkatan 06 yang tidak disebutkan satu persatu,
terima kasih atas dukungan dan bantuan kalian.
16.Semua fasilitas kamarqu: laptop ACCER core i3, Komputer cortu duo, Printer T13, Kipas angin coca-cola, dan sound simbada 8000cst, yang selalu setia menemaniQU.
Semoga Tuhan membalas semua kebaikan dari pihak yang telah memberikan kesempatan, bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan Tugas akhir ini. Penulis smenyadari bahwa Tugas akhir ini baik materi maupun
(6)
penyajian masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan penulis yang masih dalam tahap belajar. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar dimasa mendatang pengembangan dan penulisan dari Tugas Akhir ini dapat lebih baik. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surabaya 11 juni 2011
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTARAK ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Peta Lokasi... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Perkerasan.. ... 5
2.2 Perkerasan Lentur... 7
2.2.1 Struktur Dan Jenis Perkerasan... ... 8
2.2.2 Persamaan Dasar.. ... 11
2.3 Perkerasan Kaku... 21
2.3.1 Krateristik Perkerasan Kaku... ... 21
(8)
2.3.3 Dasar Perencanaanencana.. ... 24
2.3.4 Penentuan Besar Rencana. ... 26
2.3.5 Prosedur Penentuan Lalu linas Rencana.... ... 26
2.3.6 Kekuatan Tanah Dasar. ... 28
2.3.7 Kekuatan Beton... 28
2.3.8 Prosedur Ketebalan Pelat ... 29
2.3.9 Arus dan Komposisi Lalu lintas... 31
2.3.10 Metode Rencana... 32
2.4 Tata Cara Perencanaan Penulangan ... 33
2.4.1 Jenis Sambungan... 35
2.4.2 Geometrik Sambungan... 36
2.4.3 dowel ... 39
2.4.3 batang pengikat... 39
2.5 Analisa Ekonomi Jalan Raya... 40
2.5.1 Karateristik Keputusan dan Batasan – Batasannya... 40
2.5.2 Faktor Faktor Biaya dan Keuntungan Perkerasan Jalan... 41
2.5.3 Dasar Pertimbangan Dalam Memilih Metode Evaluasi... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Dasar Dasar Perencanaan ... 44
3.2 Pengambilan Data ... 44
(9)
3.4 Metode Analisa Data ... 45
3.5 Bagan Alur Metode Penelitian ... 46
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perencanaan dan Perhitungan Konstrruksi Perkerasan... 47
4.1.1 perhitungan lalu lintas harian rata – rata pada awwal umur rencana ...48
4.1.2 Menghitung Angka Ekivalen Masing - Masing Kendaraan... 53
4.1.3 Menghitung Lintas Ekivalen Pertama... 54
4.1.4 Menghitung Lintas Ekivalen Akhir... 54
4.1.5 Menghitung Lintas Ekivalen Tengah... 55
4.1.6 Menghitung Lintas Ekivalen Rencana... 55
4.2 Menghitung Tebal Lapisan Perkerasan... 55
4.2.1 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana... 56
4.2.2 Indeks Permukaan Akhir Pada Umur Rencana ... 56
4.2.3 Mencari Nilai DDT... 56
4.2.4 Indeks Tebal Perkerasan... 55
4.2.5 Perencanaan tebal perkerasan... 59
4.2.6 Susunan Perkerasan... 60
4.3 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Kaku... 61
4.3.1 Beban Lalu Lintas Rencana... 61
4.3.2 Penentuan Jumlah Repetisi Sumbu Kumulatif Tiap Tiap Sumbu... 63
(10)
4.3.4 Kekuatan Pelat Beton... 65
4.3.5 Perhitungan Penulangan... 69
4.3.6 Perencanaan Sambungan... 71
4.5 Penilaian Analisa Ekonomi Pada Perkerasan Jalan... 73
4.5.1 Konstruksi Flexible / Lentur... 73
4.5.2 Konstruksi Rigid Kaku... 79
4.5.3 Perbandingan Analisa Biaya Perencanaan Tebal Perkerasan... 82
BAB V KEIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 85
5.2 Saran... 86 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 : Peta Lokasi ... 4
Gambar 2.1 : Susunan Perkerasan Kaku ... 8
Gambar 2.2 : Grafik Korelasi CBR - DDT ... 15
Gambar 2.3 : Penggunaan Nomogram ... 16
Gambar 2.4 : Struktur Perkerasan Kaku ... 22
Gambar 2.5 : Hubungan Antara CBR dan Modukus Reaksi Tanah Dasar 28 Gambar 2.6 : Tata Letak Sambungan Pada Perkerasan Kaku... 38
Gambar 3.1 : Flow Chart... 46
Gambar 4.1 : Grafik CBR ... 53
Gambar 4.2 : Grafik Korelasi CBR - DDT ... 57
Gambar 4.3 : Nomogram Perkerasan Lentur ... 58
Gambar 4.4 : Lapisan Perkerasan Lentur... 60
Gambar 4.6 : Susunan Lapisan Perkerasan Kaku ... 70
Gambar 4.7 : Tata Letak Sambungan dan Tulangan... 72
Gambar 4.8 : Sambungan Memanjang... 72
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Penentapan jumlah Jalur ... 12
Tabel 2.2 : Koefisien Distribusi Kendaraan Dalam Jalur (C) ... 52
Tabel 2.3 : Angka Ekivalen... 13
Tabel 2.4 : Faktor Regional... 17
Tabel 2.5 : Indeks Permukaan Pada Akhir Usia Rencana... 17
Tabel 2.6 : Indeks Permukaan Pada Awal Usia Rencana ... 18
Tabel 2.7 : Koefisien Kekuatan Relatif... 19
Tabel 2.8 : Batas – Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan ... 20
Tabel 2.9 : Koefisien DistribusiKendaraan Niaga Pada Lajur Rencana .... 27
Tabel 2.10 : Faktor Keamanan Pada Perkerasan Kaku ... 27
Tabel 2.11 : Perbandingan Tegangan dan Jumlah Penulangan... 30
Tabel 2.12 : Distribusi Beban Sumbu Dari Berbagai Jenis Kendaraan ... 12
Tabel 2.13 : Koefisien Gesekan Antara Pelat Beton Semen Dengan Lapi- san Pondasi di Bawahnya... 34
Tabel 2.14 : Ukuran dan Jarak Dowel... 39
Tebal 4.1 : Data Volume Lalu lintas Harian Rata - Rata Selama 5 Tahun 47 Tabel 4.2 : Jumlah LHR Tahun 2010 ke Tahun 2012... 48
Tabel 4.3 : Jumlah LHR Tahun 2012 ke Tahun 2022... 49
(13)
Tabel 4.5 : Harga CBR... 51
Tabel 4.6 : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga ... 62
Tabel 4.7 : Persentase Jumlah Repetisi Sumbu Kumulatif Tiap sumbu... 62
Tabel 4.8 : Jumlah Repetisi Sumbu Komulatif Tiap-Tiap sumbu... 48
Tabel 4.9 : Persentase fatiqque Berdasarkan Jumlah Repetisi Yang Diijinkan (tebal pelat 18 cm)... 66
Tabel 4.10 : Persentase fatiqque Berdasarkan Jumlah Repetisi Yang Diijinkan (tebal pelat 20 cm)... 66
Tabel 4.11 : Persentase fatiqque Berdasarkan Jumlah Repetisi Yang Diijinkan (tebal pelat 21 cm)... 66
Tabel 4.12 : Perhitungan Jarak Tie Bar... 72
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jalan merupakan suatu konstruksi yang befungsi sebagai prasarana perhubungan darat yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya jalan yang memadai dapat memperlancar distribusi barang dan jasa sehingga kebutuhan pemakai jalan dapat terpenuhi.
Dengan meningkatnya perkembangan sektor perekonomian dan perindustrian di Pulau Madura, maka meningkat pula kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi jalan yang baik dan aman tetapi mempunyai nilai guna dan manfaat dari segi ekonomis yang akan datang. Jalan Sampang - Pamekasan merupakan salah satu jalan yang digunakan untuk menunjang hal tersebut, dengan intensitas pengguna jalan yang rata-rata menggunakan kendaraan berat, sangatlah rentan jalan tersebut mengalami kerusakan akibat beban kendaraan yang melewatinya, dan tanpa adanya upaya lebih lanjut dapat mengakibatkan permasalahan lalu lintas.
Perencanaan peningkatan jalan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan lalu lintas. Sehubungan dengan permasalahan lalu lintas, maka diperlukan penambahan kapasitas jalan yang tentu akan memerlukan metoda efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar
(15)
diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur kenyamanan, keamanan dan keselamatan pengguna jalan.
Dalam penulisan tugas akhir ini lokasi yang dipakai adalah jalan Sampang – Pamekasan (Sta.84+000 – 97+000). Alasan dipilihnya lokasi ini sebagai sumber referensi untuk tugas akhir dikarenakan pada lokasi ini sering mengalami kerusakan, sehingga untuk mengukur dalam penyajian tugas akhir tentang perbandingan perkerasan lentur dan perkerasan kaku, maka pada perencanaan perkerasan ini menggunakan jenis perencanaan konstruksi perkerasan jalan yang berbeda yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Dari kedua hasil jenis perkerasan tadi dibuat suatu perbandingan beban operasional lalu lintas yang membuktikan efisiensi biaya pemeliharaan perkerasan dan biaya pemeliharaan perkerasan mana yang lebih baik dengan umur rencana 20 tahun.
1.2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Berapa tebal perkerasan lentur yang ditinjau dari beban operasional lalu lintas yang terjadi pada jalan Sampang - Pamekasan dengan menggunakan metode BINA MARGA?
2. Berapa tebal perkerasan kaku ditinjau dari beban operasional yang terjadi ?
(16)
3. Berapa perbandingan biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan pada perkerasan lentur dan perkerasan dengan umur rencana 20 tahun?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dari tugas akhir ini adalah: 1. Menghitung beban operasional lalu lintas yang yang melewati jalan
Sampang - Pamekasan.
2. Menghitung tebal perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
3. Menghitung perbandingan biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan pada perkerasan lentur dan perkerasan kaku dengan umur rencana 20 tahun.
1.4. Batasan masalah
Adapun batasan-batasan masalah yang muncul adalah:
1. Merencanakan lapisan perkerasan dan menghitung perencanaan tebal perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang disesuaikan dengan data- data dan sesuai persyaratan (Metode BINA MARGA) 2. Dalam pengerjaan tugas akhir ini parameter perencanaan daya
dukung tanah ditinjau
3. Tidak membahas sistem drainase
4. Alinyemen vertikal dan alinyemen horyzontal tidak dihitung 5. Umur rencana dari kedua jenis perkerasan adalah 20 tahun
(17)
1.5 Peta Lokasi
Gambar 1.1 Peta Lokasi STA 84+000
STA 97+000
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan Perkerasan
Dalam proses perencanaan perkerasan jalan, bahan perkerasan jalan merupakan bagian yang diutamakan dalam pertimbangan analisis parameter perancangan, karena salah satu perameter kekuatan konstruksi jalan terletak pada pemilihan yang tepat dan material yang digunakan dalam suatu rancangan perkerasan jalan.
Perkerasan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang direncanakan dapat memberikan tingkat pelayanan yang tinggi bagi lalu lintas yang lewat serta menghasilkan efisiensi, keamanan, kenyamanan yang paling optimal, namun tujuan agar tersedianya jalan yang mempunyai standar mutu yang tinggi sesuai dengan fungsinya, artinya dapat menyediakan lapisan perkerasan jalan yang berlapis dengan susunan tertentu.
Konstruksi perkerasan dipandang dari rasa nyaman dan keamanan berlalu lintas harus memenuhi syarat :
1. Permukaan jalan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan berlubang.
2. Permukaan jalan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja di atasnya.
(19)
3. Permukaan jalan yang cukup kasar, sehingga memberikan gesekan yang baik antara roda kendaraan dengan permukaan jalan.
Konstruksi perkerasan jalan yang dipandang dari kekuatan dalam memikul dan menyebarkan beban haruslah memenuhi syarat :
1. Ketebalan perkerasan yang cukup, sehingga dapat menyebarkan beban lalu lintas ke arah dasar.
2. Kedap terhadap air.
3. Permukaan mudah mengalirkan air.
4. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.
Jenis perkerasan dibedakan berdasarkan bahan pengikatnya adalah sebagai berikut:
1. Perkerasan lentur (flexible pavement)
Yaitu konstruksi perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
2. Perkerasan kaku (rigid pavement)
Yaitu konstruksi perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya, pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah, pelat tersebut yang memikul sebagian besar beban roda lalu lintas.
(20)
3. Perkerasan komposit (composite pavement)
Yaitu perkerasan gabungan baik itu berupa perkerasan lentur di atasnya perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
Berbeda dengan konstruksi bangunan yang lebih banyak mengacu pada prinsip kekuatan struktur material padat, persyaratan konstruksi jalan lebih mengacu pada teori elastisitas untuk semi padat, oleh karena itu struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapisan elemen struktur perkerasan. Pada struktur perkerasan lentur terdiri dari tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi bawah (sub-base course), lapisan pondasi atas (base course) dan lapisan permukaan (surface course). Pada struktur perkerasan kaku terdiri dari lapisan tanah dasar, lapisan pondasi bawah dan plat beton. Setiap elemen mempunyai nilai elastisitas bahan E sendiri. Sehingga boleh dikatakan elemen struktur perkerasan merupakan gabungan dari komposisi bahan yang masing masing berbeda elastisitasnya. Dengan demikian persyaratan konstruksi untuk konstruksi jalan lebih mengacu pada persyaratan toleransi tehadap suatu nilai kekuatan yang ditetapkan. Pada perkerasan jalan ada beberapa jenis perkerasan yang dipakai, perkerasan yang sering dipakai dintaranya perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
2.2. Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur adalah jenis konstruksi perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan pada lapisan bawah diberi
(21)
bahan butiran, jenis perkerasan ini elastis jika menerima beban dan penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para pengguna jalan. Dalam penulisan tugas akhir ini penentuan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode BINA MARGA, fungsi utama dari perkerasan lentur ini adalah memikul beban lalu lintas yang ada di atasnya secara nyaman dan selama umur rencana tidak terjadi kerusakan.
2.2.1. Struktur dan Jenis Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur adalah struktur yang terdiri dari tanah asli pondasi atas, pondasi bawah dan aspal. Subgrade merupakan lapisan tanah asli dimana tebal tanah asli disesuaikan dengan keadaan tanahnya, sub-base course merupakan pondasi pertama yang berasal dari batu kali, base course merupakan pondasi atas yang berasal dari batu kali dan kemudian bagian atas dilapisi dengan aspal
Gambar 2.1 Susunan perkerasan lentur
Surface course Base course Sub-base course
(22)
Konstruksi perkerasan lentur terdiri beberapa lapisan diantaranya sebagai berikut:
1. Tanah dasar (subgrade)
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut : a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam
tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan. d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah
pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
2. Lapisan pondasi bawah (sub-base course) Fungsi lapisan pondasi bawah adalah :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda.
(23)
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar ke dalam lapisan pondasi. d. Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan
lancar.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat atau karena lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR 20%, PI 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen Portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
3. Lapisan pondasi atas (base course) Fungsi lapisan pondasi atas antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda. b. Sebagai perletakan terhadap lapis perkerasan.
Bahan-bahan untuk lapisan pondasi umumnya cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan
(24)
pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknis.
4. Lapisan permukaan (surface course) Fungsi lapisan permukaan antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda. b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi penggunaan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertimbangkan daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana pertahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
2.2.1 Persamaan Dasar
Persamaan yang diturunkan oleh BINA MARGA untuk menghitung perencanaan perkerasan lentur adalah sebagai berikut:
1. Prosedur perencanaan
(25)
- Tetapkan lebar lajur lalu lintas berdasarkan tabel 2.1 standar perencanaan geometrik untuk jalan perkotaan 1992 atau tata cara perencanaan geometrik antar kota. - Jumlah lajur, sesuaikan dengan batas marka, tentukan
dengan tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Penetapan jumlah jalur
Lebar perkerasan Jumlah jalur
L > 5,50 m 1 jalur
5,50 m L < 8,25 m 2 jalur 8,25 m L < 11,25 m 3 jalur 11,25 m L < 15,00 m 4 jalur 15,00 m L < 18,75 m 5 jalur 18,75 m L < 22,00 m 6 jalur
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh: Shirley L. Hendarsin (224) b. Hitung koefisien distribusi kendaraan (C) mengikuti aturan
pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Koefisien distribusi kendaraan dalam jalur ( C ) Kendaraan ringan Kendaraan berat Jumlah lajur
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 lajur - 0,30 - 0,45
5 lajur - 0,25 - 0,425
6 lajur - 0,20 - 0,40
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh: Shirley L. Hendarsin (225)
Berat total ≤ 5 ton :mobil penumpang, pick up, mobil hantaran Berat total ≥ 5 ton : bus, truck, traktor, trailer
(26)
c. Hitung LHR pada awal tahun rencana (LHR0), untuk
masing maing jenis kendaraan yang ada
LHR0 = ( 1 + i )n . Ntipe ………..(2.1)
Dimana:
i = Faktor pertumbuhan kendaraan selama pelaksanaan n = Jumlah tahun, sejak data pengukuran
N = Masing-masing tipe kendaraan
d. Hitung LHR pada tahun akhir rencana (LHRt), untuk setiap
jenis kendaraan.
LHRt = (1 + i )UR .LHR0 ………(2.2)
Dimana UR = Umur rencana
i = Faktor pertumbuhan kendaraan selama umur rencana e. Hitung angka ekivalen (AE), gunakan tabel 2.3 dibawah
ini:
Tabel 2.3 Angka ekivalen ( E )
Beban satu sumbu Angka ekivalen ( AE )
Kg Ibs Sumbu tunggal Sumbu ganda
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 8160 9000 10000 11000 2205 4409 6614 8818 11023 13228 15432 17637 18000 19841 22046 24251 2205 4409 6614 8818 11023 13228 15432 17637 18000 19841 22046 24251 - 0,0003 0,0016 0,0050 0,0121 0,0251, 0,0466 0,0794 0,0860 0,1273 0,1940 0,2840
(27)
12000 13000 14000 15000 16000 26455 28660 30864 33069 35276 26455 28660 30864 33069 35276 0,4022 0,5540 0,7452 0,9820 1,2712
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh: Shirley L. Hendarsin f. Hitung lintas ekivalen permulaan (LEP) :
LEP = ∑ LHR0 x C x EA ………...(2.3)
g. Hitung lintas ekivalen akhir :
LEA = ∑ LHRt x C x EA ...………..(2.4)
h. Hitung lintas ekivalen tengah (LET) :
LET = 0.5 (LEP + LEA) …...…………..(2.5) i. Hitung faktor penyesuaian :
LER = LET x FP ...………...(2.6a)
FP = UR/10 ………..(2.6b)
j. Perhitungan daya dukung tanah dasar
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Daya dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau plate bearing test, DPC, dari nilai CBR yang diperoleh ditentukan nilai CBR rencana yang merupakan nilai CBR rata-rata untuk suatu jalur tertentu. Caranya adalah sebagai berikut:
Tentukan harga CBR terendah
Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari masing – masing nilai CBR
(28)
Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100 % dan lainya adalah persentase dari harga tersebut
Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut
Nilai CBR rata – rata adalah nilai yang didapat dari 90 % Catatan:
Hubungkan nilai CBR pada gambar 2.2 dengan garis mendatar ke sebelah kiri maka akan diperoleh nilai DDT
Gambar 2.2 Grafik korelasi CBR - DDT
(29)
k. Faktor regional
Faktor regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO (road test) dan disesuaikan dengan keadaan di indonesia. FR ini ditentukan oleh bentuk alinyemen, persentase kendaraan berat yang berhenti serta iklim.
l. Indeks tebal perkerasan
Untuk menentukan indeks tebal perkerasan maka perlu diperhatikan gambar lampiran nomogram di bawah ini:
Gambar 2.3 Penggunaan nomogram
Langkah-langkah yang harus diperhatikan:
(30)
Menentukan nilai CBR dari CBR rata-rata 90 %
Menentukan nilai DDT
Menentukan nilai LER
Mencari nilai Ip0 Mencari nilai ITP
Menentukan nilai FR Tabel 2.4 Faktor regional
Kelandaian I ( < 6 % )
Kelandaian II ( 6 – 10 % )
Kelandaian III >10 % % Kendaraan berat
≤ 30 %
>30 % ≤ 30 %
>30 % ≤ 30 %
>30 % Iklim I < 900
mm / th
0,5 1,0 -1,5 1,0 1,5 1,5 2,0-2,5 Iklim II > 900
mm / th
1,5 2,0 -2,5 2,0 2,5 2,5 3,0-3,5 Sumber: Perencanaan teknik jalan raya Shirley L. Hendarsin (228)
m. Indeks permukaan
Indeks permukaan adalah kerataan atau kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
Tabel 2.5 Indeks permukaan pada akhir usia rencana Klasifikasi jalan
LER*) Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 10 – 100 100 – 1000
> 1000 1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 - 1,5 1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 2,5 - - - 2,5
Tabel 2.6 Indeks permukaan pada awal usia rencana (Ip0)
(31)
Jenis lapisan
perkerasan Ipo
Roughness *) (mm/km)
Laston ≥ 4
3,9 – 3,5
≤1000 >1000
Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2000
> 2000
HRA 3,9 – 3,5
3,4 – 3,0
≤ 2000 >2000
Burda 3,9 – 3,5 <2000
Burtu 3,4 – 3,0 <2000
Lapen 3,4 – 3,0
2,9 – 2,5
≤3000 ≤3000
Latasbum 2,9 – 2,5 -
Buras 2,9 – 2,5 -
Latasir 2,9 – 2,5 -
Jalan tanah ≤ 2,4 -
Jalan kerikil ≤ 2,4 -
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin n. ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3 ...(2. 8)
Untuk mencari tebal perkerasan, dengan menyesuaikan data jenis bahan untuk mendapatkan masing-masing koefisien relatif, untuk mencari tebal LBP dalam alternatif jalan baru atau kombinasi tebal minimum LPA dan LPB untuk mencari tebal overlay dari lapisan permukaan.
(32)
Koefisien kekuatan relatif Kekuatan bahan Jenis bahan
a1 A2 A3 Ms (kg) Kt CBR
0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20 0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,14 0,12 0,014 0,13 0,12 0,13 0,12 0,11 0,10 744 590 454 340 744 590 454 340 340 340 590 454 340 22 18 22 18 100 60 100 80 60 70 50 30 20 Laston Asbuton HRA Macadam Lapen (mekanis) Lapen (manual) Laston atas Lapen (mekanis) Lapen(manual) Stabilisasi semen Kapur Macadam basah Macadam kering
Batu pecah kelas A Batu pecah kelas B Batu pecah kelas C
Sirtu kelas a Sirtu kelas b Sirtu kelas c Tanah / lempung
kepasiran
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya Shirley L. Hendarsin (230) Catatan:
Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7
Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21 Tabel 2.8 Batas – batas minimum tebal lapisan perkerasan
(33)
Itp Tebal minimum (cm)
Bahan 1. Lapisan permukaan :
< 3,00 3,00 – 6,70 6,71 – 7,49 7,50 – 9,99
≥ 10,00
5 5 7,5 7,5 10
Lapisan pelindung (buras / burtu / burda)
Lapen / aspal macadm hra, lasbutag, laston
Lapen aspal macadm hra, lasbutag, laston
Lasbutag, laston Laston
2. Lapisan pondasi atas < 3,00
3,00 – 7,49
7,50 – 9,99
10 – 12,14
≥ 12,25
15
20*)
10 20
15 20
25
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.
Laston atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam Laston atas.
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, lapen, laston atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, lapen, laston atas 3. Lapisan pondasi bawah
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin
(34)
Struktur jalan kaku (rigid pavement) disebut juga perkerasan jalan beton semen dan pelaksanaannya dilakukann pada kondisi daya dukung tanah dasar yang kurang baik (kecil, berkisar nilai 2%), atau beban lalu lintas yang dilayani relatif besar, maka dibuat solusi dengan perkerasan kaku (rigid pavement) atau disebut juga perkerasan beton semen karena bahan dasarnya terbuat dari beton semen.
Fungsi pokok perkerasan adalah untuk memikul beban lalu lintas agar cukup aman dan nyaman sehingga tidak terjadi kerusakan berat selama umur rencana. Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut perkerasan kaku harus memenuhi:
1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar (sebagai akibat beban lalu lintas) sampai batasan yang mampu dipikul tanah dasar tersebut, tanpa menimbulkan perbedaan lendutan atau penurunan yang berarti pada lapisan perkerasan.
2. Direncanakan sedemikian rupa sehingga mengatasi pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar, serta pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan.
2.3.1. Karateristik Perkerasan Kaku
Tiga faktor desain untuk perencanaan perkerasan kaku yang sangat penting adalah:
(35)
1. Kekuatan tanah dasar (subgrade), dan lapisan pondasi bawah (sub - base), yang diindikasikan lewat parameter k (subgrade reaction), atau CBR.
2. Modulus keruntuhan lentur beton (flexural strength) dan 3. Beban lalu lintas
Untuk mendapatkan pelayanan maksimal dari perkerasan kaku pelat beton harus terjamin mempunyai landasan yang kuat dan uniforms. Pada struktur perkerasan kaku hanya mempunyai lapisan pondasi bawah, sedangkan pada lapisan pondasi atas tidak diperlukan (dibandingkan dengan perkerasan lentur). Lapisan pondasi bawahpun tidak perlu terlalu kuat, kekuatan secukupnya asal bisa menjamin kedudukan pelat beton pada bidang rata, dan mampu mengatasi pumping, inflitrasi air dari bawah pondasi.
2.3.2. Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku adalah suatu struktur dari pelat beton semen (PC) yang bersambung (tidak menerus) atau menerus dengan atau tanpa tulangan, terletak di atas pondasi bawah (sub - base) dengan atau tanpa lapis sebagai lapisan permukaan.
Gambar 2.4 Struktur perkerasan kaku
Pelat Beton
Tanah Dasar
(36)
Dari penjelasan di atas Perkerasan kaku dapat dikelompokan kedalam beberapa macam diantaranya perkerasan beton semen (rigid pavement). Perkerasan beton semen, yaitu perkerasan kaku dengan beton semen sebagai lapis aus. Perkerasan ini dibagi menjadi :
Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
Yaitu jenis perkerasan beton yang dibuat tanpa tulangan dengan ukuran pelat mendekati bujur sangkar dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh sambungan melintang. Panjang pelat dari sambungan ini berkisar antara 5-6 meter.
Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
Yaitu jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan dengan ukuran pelat berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh sambungan melintang. Panjang pelat jenis ini berkisar antara 13-30 meter
Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
Yaitu jenis perkerasan yang dibuat dengan panjang pelat yang menerus yang hanya dibatasi oleh adanya sambungan muai melintang. Panjang pelat jenis ini berkisar antara 100 meter.
Perkerasan beton semen pratekan
Umumnya jenis perkerasan beton menerus, tanpa tulangan yang menggunakan kabel pratekan guna mengurangi pengaruh susut, muai dan lenting akibat temperatur dan kelembaban.
(37)
Perkerasan komposit yaitu perkerasan kaku dengan pelat beton sebagai lapisan pondasi dan aspal beton sebagai lapisan permukaan.
2.3.3. Dasar Perencanaan
Dalam perencanaan perkerasan kaku, tebal pelat beton dihitung agar mampu memiliki tegangan yang ditimbulkan oleh :
Beban roda kendaraan
Perubahan suhu dan kadar air
Perubahan volume pada lapisan di bawahnya
Untuk mengatasi repetisi pembebanan lalu lintas sesuai dengan konfigurasi dan beban sumbu, dalam perhitungan tebal pelat diterapkan prinsip “Kelelahan” (fatigue). Prinsip tersebut didasarkan pada anggapan bahwa apabila perbandingan tegangan lentur atau perbandingan antara tegangan lentur beton akibat beban roda dengan kuat beton (MR) menurun, maka jumlah repetisi pembebanan sampai runtuh (failure) akan meningkat.
Apabila perbandingan tegangan lentur tersebut rendah (di bawah batas ketahanan lentur beton), maka beton akan mampu memikul repetisi tegangan yang tidak terbatas, tanpa kehilangan kekuatannya. Sebaliknya pada perbandingan pada tegangan yang tinggi beton hanya mampu memikul reptisi tegangan yang sangat terbatas sebelum beton tersebut runtuh.
(38)
Untuk proses perencanaan tebal perkerasan pada jenis perkerasan kaku di dasarkan pada :
1. Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar. 2. Tebal dan jenis pondasi bawah yang diperlukan untuk melayani lalu
lintas pelaksanaan, mengendalikan pemompaan (pumping) dan perubahan volume tanah dasar, serta untuk mendapatkan keseragaman daya dukung di bawah pelat.
3. Kekuatan beton yang dinyatakan kuat lentur (MR) untuk mengatasi
tegangan yang diakibatkan beban roda dari lalu lintas rencana. Kekuatan beton tidak dinyatakan dalam kekuatan tekan (compressive strength), mengingat bentuk keruntuhan pada perkerasan beton berupa retakan yang diakibatkan tegangan lentur tarik yang lebih.
Adapun persyaratan dan pembatasan yang ditetapkan dalam perkerasan kaku adalah sebagai berikut :
1. Modulus elastisitas tanah dasar (k), minimal = 2kg/cm3
2. Kuat lentur tarik beton (MR), pada umur 28 hari dianjurkan = 40 kg/cm2 (dalam keadaan terpaksa diijinkan Mrmin = 30 kg/cm2)
3. Kelandaian maksimum = 10%
4. Pelaksanaan harus sesuai dengan petunjuk pelaksanaan perkerasan kaku (beton semen).
2.3.4 Penentuan Besaran Rencana
1. Dalam perencanaan perkerasan kaku umumnya umur rencana (r) dilaksanakan antara 20 tahun sampai 40 tahun.
2. Sedangkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu, berdasarkan data terakhir ( 2 tahun terakhir) dari pos-pos resmi setempat.
3. Untuk perkerasan kaku hanya kendaraan niaga dengan berat total minimal 5 ton yang ditinjau.
2.3.5 Prosedur Penentuan Lalu lintas Rencana Hitung volume lalu lintas (LHR)
Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana dengan persamaan:
(39)
JSKN = 365 x JKNH x R ...………..(2.9) Dimana :
JSKN = Jumlah sumbu kendaraan niaga maksimum JKNH = Jumlah kendaraan niaga kendaraan harian
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas (I), dan umur rencana (n) apabila pertumbuhan lalu lintas tahunan selama umur rencana
R dihitung dengan cara sebagai berikut:
Untuk i ≠ 0
R = ………..(2.10)
Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap-tiap kombinasi konfigurasi atau beban sumbu pada jalur rencana dangan mengalihkan jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) dengan persentase tiap-tiap kombinasi terhadap (JSKNH) dan koefisien distribusi (cd) jalur rencana
JSKN x % kombinasi terhadap JSKNHx Cd………(2.11)
Tabel 2.9 Koefisien distribusi kendaaraan niaga pada lajur rencana
Kendaraan niaga Jumlah jalur
1 arah 2 arah
1 jalur 1 1,00
2 jalur 0,7 0,5
3 jalur 0,5 0,475
4 jalur - 0,45
5 jalur - 0,435
( 1 + i )n-1
e
(40)
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin Sebagian besar rencana, beban sumbu untuk tiap konfigurasi harus dikalikan dengan faktor keamanan (FK) seperti pada tabel 2.10 berikut ini
Tabel 2.10 Faktor keamanan pada perkerasan kaku Peranan Jalan Faktor keamanan (FK)
jalan tol jalan arteri jalan kolektor
jalan lokal
1,2 1,1 1,0 1,0
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin 2.3.6. Kekuatan Tanah Dasar
kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam nilai modulus reaksi tanah dasar (k). nilai modulus reaksi tanah dasar (k) diperoleh berdasarkan korelasi antara nilai k dan CBR seperti pada gambar 2.5 dibawah ini.
(41)
Gambar 2.5 Hubungan antara CBR dan modulus reaksi tanah dasar
2.3.7. Kekuatan Beton
Kekuatan beton dinyatakan dalam nilai kekuatan tarik lentur pada umur 28 hari. Selain perbandingan hubungan antara kuat tarik lentur dan kuat tekan pada umur 28 hari dapat diperoleh pada gambar 2.6 di bawah ini:
2.3.8. Prosedur Ketebalan Pelat
Untuk mengetahui tebal pelat yang diperlukan maka diperhatikan langkah- langkah sebagai berikut:
(42)
b. Untuk setiap kombiasi konfigurasi atau beban maka harus diperhatikan:
Tegangan lentur pelat beton
Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan lentur pelat beton dengan MR beton
Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan berdasarkan harga perbandingan tegangan seperti yang ditunjukan pada tabel 2.11
c. Persentase fatigue untuk tiap-tiap kombinai konfigurasi atau beban sumbu
d. Langkah a sampai c diulang sampai sampai mendapatkan tebal terkecil dengan fatigue yang lebih kecil, mendekati atau sampai dengan 100%.
Tabel 2.11. Perbandingan tegangan dan jumlah penulangan yang diijinkan Perbandingan
tegangan*
Jumlah pengulngan deban yang diijinkan
Perbandingan tegangan *
Jumlah pengulangan beban
(43)
0.51+ 0.52 0.53 0.54 0.55 0.56 0.57 0.58 0.59 0.60 0.61 0.62 0.63 0.64 0.65 0.66 0.67 0.68 400,000 300,000 240,000 180,000 120,000 100,000 45,000 57,000 42,000 32,000 24,000 15,000 14,000 11,000 8,000 6,000 4,500 3,500 0.69 0.70 0.71 0.72 0.73 0.74 0.75 0.76 0.77 0.78 0.79 0.80 0.81 0.82 0.83 0.84 0.85 2,500 2,000 1,500 1,100 860 650 490 360 270 210 160 120 90 70 50 40 30
(44)
2.3.9. Arus dan Komposisi Lalu-Lintas
Dalam pengecekan manual nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp), semua nilai arus lalu lintas diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut:
(45)
Kendaraan ringan (LV) (termasuk mobil penumpang, mini bus, pick-up, truk kecil dan jeep).
Kendaraan berat (HV) (termasuk truk dan bus).
Sepeda motor (MC).
Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping, ekivalen mobil penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam.
2.3.10. Metode Rencana
Untuk memilih metode rencana tidak harus keluar dari periode yang dapat diramalkan untuk lalu lintas periode 20 tahun sering digunakan, untuk beberapa faktor periode 30 tahun tidak sesuai karena nilai sekarang (Present worth) dari biaya dan keuntungan dari periode 30 tahun tersebut tidak sesuai dengan keadaan sekarang yang mungkin dikarenakan keadaan moneter, inflasi yang tidak cocok dengan perkiraan dan lain-lain.
Dalam studi transportasi umur yang dipakai untuk perkerasan lentur adalah antara 10 tahun sampai dengan 20 tahun, dan menurut pengalaman di lapangan perkerasan lentur belum mencapai umur 20 tahun sudah rusak dan harus ada investasi ulang pada tahun ke-10, sedangkan untuk perkerasan kaku umur rencana antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun.
(46)
2.4. Tata Cara Perencanaan Penulangan
Tujuan dasar distribusi penulangan baja adalah untuk mencegah terjadinya retak pada pelat beton tetapi untuk membatasi lebar retakan yang timbul pada daerah dimana beban terkonsentrasi agar tidak terjadi pembelaan pelat beton pada daerah retak tersebut, sehingga kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan.
Banyaknya tulangan baja yang didistribusikan sesuai dengan kebutuhan untuk keperluan ini ditentukan oleh jarak sambungan susut, dalam hal ini dimungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan kenyamanan.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung luas tulangan:
Dimana :
As = Luas tulangan yang diperlukan
F = Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan di bawahnya L = Jarak antar sambungan (m)
H = Tebal pelat (m)
Fs = Tegangan tarik baja ijin (Mpa) (±240 Mpa)
Catatan :As minimum menurut SNI 03-2847-2002, untuk segala keadaan 0,14% dari penampang beton.
Fr = 0,62 f’c ( Mpa) ……….2.13 As =
11,76(F x L x H) fs
(47)
Tabel 2.13 Koefisien gesekan antara pelat beton semen dengan lapisan pondasi di bawahnya
Jenis pondasi Faktor gesekan (F)
Burtu, lapen, dan konstruksi sejenis Aspal beton, laston
Stabilisasi kapur Stabilisasi aspal Stabilisasi semen Koral sungai Batu pecah Sirtu Tanah
2,2 1,8 1,8 1,8 1,8 1,5 1,5 1,2 0,9
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shierly L H. hal. (249)
Pada beton dengan tulangan dihentikan 50 sampai 100 mm sebelum mencapai sambungan. Jarak yang sama harus disediakan diantara tulangan memanjang paling luar dengan tipe pelat. Bila digunakan anyaman dalam arah memanjang sama dengan jarak antara batang dalam arah melintang, sedangkan lebar tumpang tindih dalam arah melintang sama dengan jarak antara dalam arah memanjang.
Untuk tulangan biasa, tumpang tindih yang diperlukan adalah 30 kali diameter atau minimum 480 mm. Tulangan pada perkerasan beton bertulang bersambung dipasang pada kedalaman tidak kurang dari 50 mm tetapi tidak lebih besar dari 1/3 tebal pelat (diukur dari permukaan pelat).
Perencanaan ‘’sambungan’’ pada perkerasan kaku, merupakan bagian yang harus dilakukan pada perencanaan baik jenis perkerasan beton bersambung tanpa atau dengan tulangan maupun pada jenis perkerasan beton menerus dengan tulangan.
(48)
2.4.1. Jenis Sambungan
Sambungan dibuat atau ditempatkan pada perkerasan beton dimaksudkan untuk menyiapkan tempat muai dan susut akibat terjadinya tegangan yang disebabkan perubahan lingkungan (suhu dan kelembaban), gesekan dan keperluan konstruksi (pelaksanaan).
Sambungan pada perkerasan beton umumnya terdiri dari 3 jenis yang berfungsi sebagai:
Sambungan susut atau sambungan pada bidangnya yang diperlemah (dummy) dibuat untuk mengalihkan tegangan tarik akibat suhu, kelembaban, gesekan sehingga mencegah retak. Jika sambungan susut tidak dipasang maka akan terjadi retak acak pada permukaan beton.
Sambungan memuai, fungsi utamanya untuk menyiapkan ruang muai pada perkerasan sehingga mencegah terjadinya tegangan tekan yang akan menyebabkan perkerasan tertekuk.
Sambungan konstruksi (pelaksanaan), diperlukan untuk kebutuhan konstruksi (berhenti dan mulai pengecoran). Jarak antar sambungan memanjang disesuaikan dengan lebar alat atau mesin penghampar (paving machine) dan oleh tebal perkerasan.
Selain tiga jenis sambungan tersebut, jika pelat perkerasa cukup lebar (>7m kapasitas alat) maka diperlukan sambungan ke arah memanjang yang berfungsi sebagai penahan gaya lenting
(49)
(warping) yang berupa sambungan engsel dengan diperkuat batang pengikat.
2.4.2. Geometrik sambungan
Geometrik sambungan adalah tata letak secara umum dan jarak antara sambungan.
Jarak sambungan
Pada umumnya jarak sambungan konstruksi memanjang dan melintang tergantung keadaan bahan dan lingkungan setempat, dimana sambungan muai dan tata letaknya. Untuk sambungan muai, jarak untuk mencegah retak sedang akan mengecil koefisien panas, perubahan suhu atau gaya gesek tanah dasar bertambah jika tegangan tarik beton bertambah. Jarak berhubungan dengan tebal pelat dan kemampuan daya ikat sambungan untuk menetukan jarak sambungan yang akan mencegah retak, yang terbaik dilakukan dengan mengacuh petunjuk dari catatan kemampuan pelayanan setempat. Pengalaman setempat penting diketahui karena perubahan jenis agregat kasar akan memberi dampak yang nyata pada koefisien panas beton konsekuensi jarak sambungan yang dapat diterima. Sebagai petunjuk kasar, jarak sambungan untuk beton biasa ≤ 2 h (dua kali tebal pelat beton) dalam satuan berbeda misalkan tebal pelat h = 8 inci maka jarak sambungan = 16 kaki, jadi kalau dengan SI unit jarak sambungan = 24 – 25 kali
(50)
tebal pelat, misalkan tebal pelat = 200 mm maka jarak sambungan = 4800 mm dan secara umum perbandingan antara lebar pelat dibagi panjang pelat ≤ 1,25. Penggunaan sambungan muai biasanya pada proyek dengan pertimbangan masalah biaya, kompleksitas dan penampilannya, sehubungan digunakan pada struktur dimana jenis perkerasan berubah (misalnya : dari jenis menerus ke jenis bersambung) pada persimpangan. Jarak antara sambungan konstruksi biasanya di lapangan dan kemampuan peralatan. Sehubungan konstruksi memanjang harus ditempatkan pada tepi lajur untuk memaksimalkan kerataan perkerasan dan meminimalkan persoalan pengalihan beban. Sambungan konstruksi melintang terjadi pada akhir pekerjaan atau penghentian pengecoran.
Tata letak sambungan
Sambungan menyerong atau acak (random), akan meminimalkan dampak kekerasan sambungan sehingga dapat diperbaiki mutu pengendalian. Sambungan melintang serong akan meningkatkan penampilan dan menambah usia perkerasa kaku, yaitu biasa atau bertulang, dengan atau tanpa ruji. Sambungan harus serong sedemikian agar beban roda dari masing - masing sumbu dapat melalui sambungan pada saat yang tidak bersamaan. Sudut tumpul pada sisi luar perkerasan harus dibagian depan sambungan pada arah lalu lintas, karena sudut akan menerima dampak beban roda
(51)
terbesar secara tiba-tiba. Keuntungan dari sambungan serong adalah sebagai berikut:
Mengurangi lendutan dan tegangan pada sambungan, sehingga menambah daya dukung beban pelat dan memperpanjang usia pelat.
Mengurangi dampak reaksi kendaraan pada saat melintas sambungan dan memberikan kenyamanan yang lebih. Untuk lebih meningkat penampilan perkerasan biasa adalah dengan menggunakan sambungan serong pada jarak saat acak atau tidak teratur. Pada jarak acak mecegah irama atau resonansi pada kendaraan yang bergerak pada kecepatan normal. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pada pola jarak 2,5 m harus dihindarkan.
Tie bar Bahu
Tepi luar Samb. Melintang serong
Dowel Tie bar
Jarak sambungan melintang lajur 1
lajur 2
lajur 3
Tepi dalam Samb. memanjang
Dowel Tie bar
(52)
2.4.3. Dowel
Dowel berupa batang baja tulangan polos maupun profil, yang dugunakan sebagai sarana penyambung atau pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan jalan.
Tabel 2.14 Ukuran dan jarak dowel (ruji) yang disarankan
Tebal slab beton Diameter Panjang Jarak
6-7 in (15-18cm) 8-12 in(21-34 cm) 13-16 in (33-41 cm) 17-20 in (43-51 cm) 21-24 in (56-61 cm)
3/4in (20 mm) 1 in (25 mm) 11/4 in (30 mm)
11/2 in (40 mm)
2 in (50 mm)
18 in (46 cm) 19 in (46 cm) 20 in (51 cm) 20 in (51 cm) 24 in(61 cm)
12 in (31 cm) 12 in (31 cm) `15 in (38 cm)
18 in (46 cm) 18 in (46 cm) Sumber : Merancang dan merencanakan lapangan terbang, oleh Heru Basuki,
Dowel berfungsi sebagai penyalur beban pada sambungan, yang dipasang dengan separuh panjang terikat dan separuh panjang dilumasi atau di cat untuk memberikan kebebasan bergeser.
2.4.4. Batang pengikat (tie bar)
Batang pengikat (tie bar) adalah potongan baja yang diprofilkan yang dipasang pada sambungan lidah alur dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak horisontal
(53)
2.5. Analisa Ekonomi Jalan Raya
Penerapan dari prinsip ekonomi teknik untuk managemen perkerasan jalan, terjadi dua tingkat:
1. Pada tahap penetapan keputusan management, dimana segi-segi ekonomi dibutuhkan untuk menentukan kelayakan dan ketetapan waktu dalam sebuah proyek.
2. Kebutuhan untuk mencapai maksimum ekonomi dalam proyek, jika dari segi ekonomi hal itu layak secara keseluruhan. Tingkat kedua ini dapat memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan akhir yang merupakan bagian dari optimalisasi dengan memperhatikan tingkat pertama. Kelayakan proyek ditentukan pada tingkat network, dengan membandingkan satu proyek yang menggunakan struktur pekerjaan yang berbeda, dengan mempertimbangkan variasi alternatif yang sanggup memenuhi ketentuan-ketentuan keseluruhan proyek.
2.5.1. Kriteria Keputusan dan Batasan-Batasannya
Tiap badan untuk jalan raya memenuhi batasan-batasan yang mana limitasi untuk dan mencakup pelayanan-pelayanan yang memungkinkan diberikan. Batasan-batasan yang utama biasanya bersifat ekonomis misalnya kegunaan anggaran daerah, departemen atau program. Disamping itu masih banyak batasan-batasan yang lain misalnya tenaga
(54)
kerja, material dan alat-alat, tingkat pelayanan minimum untuk dipelihara atau stabilitas tenaga kerja dan umur pemakaian alat.
Tidak ada strategi yang dapat didekati tanpa mengetahui semua batasan-batasan yang ada, maka fungsi utama analisa ekonomi yang dimaksud dalam tugas akhir ini adalah untuk membandingkan struktur dari segi biaya. Beberapa lembaga jalan raya merencanakan anggaran yang terpisah untuk pembangunan konstruksi yang baru, rehabilitas dan pemeliharaan. Sementara lain mempunyai rencana pembangunan konstruksi yang baru.
Sebaiknya, seperti beberapa departemen transportasi yang mengalokasi anggaran-anggarannya menurut kemampuan dan kebutuhan daerah atau wilayah yang ada.
2.5.2. Faktor-Faktor Biaya dan Keuntungan Perkerasan Jalan
Banyaknya faktor-faktor ekonomi harus dipertimbangkan dalam rencana investasi perkerasan jalan. Faktor-faktor ini termasuk semua biaya dan keuntungan-keuntungan yang berhubungna dengan pemilihan metode perkerasan jalan.
Tidak semua biaya dan keuntungan memungkinkan dimasukan dalam analisa ekonomi, karena ada beberapa alasan antara lain:
1. Tidak semua biaya atau keuntungan dengan mudah ditentukan jumlahnya. Faktor-faktor yang tidak dapat dimasukan dalam
(55)
analisa. Meskipun faktor-faktor tersebut penting, misalnya biaya operasional kendaraan, keuntungan dan lain sebagainya.
2. Beberapa keuntungan dari pengukuran yang melibatkan faktor-faktor non ekonomi yang utama dan diperhatikan selama analisa teknik.
3. Batasan-batasan waktu dan anggaran yang tidak memungkinkan pertimbangan secara terperinci faktor-faktor ekonomi untuk masing-masing strategi alternatif.
Secara terperinci faktor-faktor ekonomi untuk masing-masing strategi alternatif, pada umumnya biaya-biaya dan keuntungan-keuntungan yang dipergunakan dalam suatu management perkerasan jalan dapat digolongkan dalam 3 macam, yaitu:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi lembaga transportasi, misalnya biaya pemeliharaan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakai jalan, misalnya biaya operasional kendaraan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat pada umumnya, misalnya perubahan-perubahan yang terjadi di dalam harga barang-barang akibat transportasi yang lebih lancar.
Seperti kebiasaan pada umunya, faktor yang diseleksi hanya kedua faktor yang pertama, yang dipakai dalam analisa ekonomi untuk management perkerasan jalan. Untuk faktor ketiga bagaimanapun juga harus diketahui oleh pengambilan keputusan, dan hal ini tidak secara
(56)
langsung dimasukan dalam proses penentuan keputusan dimana faktor ini akan menyangkut umumnya hal yang bersifat kuantitatif
2.3.5. Dasar Pertimbangan Dalam Memilih Metode Evaluasi
Beberapa dasar pertimbangan dalam memilih metode evaluasi ekonomi antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana penting atau tidaknya biaya modal awal dibandingkan dengan pengeluaran dengan waktu-waktu yang akan datang.
2. Metode analisa apa yang paling dipahami oleh pengambilan keputusan, serta pertimbangannya mampu menggambarkan perbandingan antara kedua jenis perkerasan jalan tersebut.
(57)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Dasar-Dasar Perencanaan
Metode yang dipakai dalam perencanaan perkerasan ini adalah metode yang mengacu pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh BINA MARGA, sehingga pengambilan koefisien, angka keamanan maupun batasan-batasan injin perencanaan menggunakan aturan atau cara-cara telah ditetapkan.
3.2. Pengambilan Data
Data-data dalam perencanaan ini diambil dari DPU Bina Marga Jawa Timur yang meliputi :
1. Jenis tanah (tanah dasar / sub grade) 2. Jenis lapisan perkerasan
3. Data-data pada perencanaan geometrik jalan meliputi :
Kendaraan rencana
Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) 4. Hasil test CBR tanah dasar
3.3. Survei Lapangan
Tujuan dari survei lapangan pada perencanaan ini adalah untuk melihat secara langsung keadaan kondisi sesungguhnya dari struktur jalan
(58)
tersebut. Serta pengambilan data yang bertujuan untuk menunjang terselesaikannya tugas akhir ini.
3.4. Metode Analisa Data
Data-data yang diperoleh akan dianalisa dan dihitung sesuai dengan rumus-rumus yang telah ditentukan sesuai dengan literatur dan perhitungannya sesuai dengan pedoman perencanaan yang berlaku di Indonesia.
Pada perencanaan ini data-data yang akan dianalisa adalah sebagai berikut:
1. Data lalu lintas dan data CBR tanah dasar untuk menetapkan tebal perkerasan jalan.
2. Data curah hujan untuk memperoleh faktor regional (FR)
3. Metode yang digunakan pada analisa ekonomi adalah Metode Future Worth dan perhitungan masing - masing konstrusi per m3
(59)
3.5. Flow Chart Metode Penulisan
Gambar 3.1 Flow chart Perbandingan Beban Operasional Kendaraan pada Struktur Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku Jalan Sampang - Pamekasan
Mulai
Analisa data :
- Data tanah (CBR)
- Data LHR
- Data curah hujan
Perhitungan tebal perkerasan lentur metode BINA MARGA
Perhitungan tebal perkerasan kaku metode BINA MARGA
Kesimpulan
Selesai
Menghitung Perbandingan Biaya Pelaksanaan dan Biaya Pemeliharaan Untuk 20 Tahun Pada Perkerasan Lentur
Dan Perkerassan Kaku
Perhitungan beban operasional lalu lintas Survey lokasi
Pengambilan Data di Kantor Dinas Pekerjaan
(60)
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Perencanaan dan Perhitungan Konstruksi Perkerasaan
Data perencanaan untuk ruas jalan Sampang – Pamekasan adalah sebagai berikut:
Fungsi jalan : Arteri
Tipe jalan : 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 UD)
Lebar jalan : 5,02 meter
Umur rencana : 20 tahun
Tabel 4.1 Data volume lalu lintas harian rata-rata selama 5 tahun
Volume lalu lintas harian rata - rata (kend/jam)
Penggolongan jenis
kendaraan 2006 2007 2008 2009 2010 Sepeda motor
(MC) 8126 8645 9197 9784 10371 Kendaraan
Ringan (LV) 1778 1892 2013 2141 2269
Bus Kecil
(MHV) 454 483 514 547 580 Bus Besar (LB) 120 128 136 145 154
Truk tangki 2
sumbu (LT) 1930 2053 2184 2323 2462
Truk tangki 3
sumbu (LT) 68 72 77 82 87
Truk tangki
(61)
trailer (HV)
Jumlah 12494 13292 14141 15034 15945
Dari tebel di atas diketahui total LHR dari tahun 2006 sampai tahun 2010 = 70.906 kendaraan/hari/2
4.1.1. Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata Pada Awal Umur
Rencana
Dari tabel 4.1 dapat dihitung nilai i (pertumbuhan lalu lintas) maka LHR awal umur rencana adalah :
% 65 , 27 % 100 12494 12494 15945 % 100 2006 2006 2010 i x i x LHR LHR LHR i
Jadi pertumbuhan rata–rata lalu lintas tahun 2006 sampai tahun 2010
: 5,5% 6%
5 65 , 27 i
Proyeksi pertumbuhan lalu lintas ke depan untuk 2 tahun:
LHR : ( 1 + i )n x jumlah masing – masing kendaraan (persamaan 2.1) LHR : Volume lalu lintas dalam satuan mobil penumpang
i : Pertmbuhan lalu lintas n : Jumlah umur rencana
Dari data LHR tahun 2010 di proyeksikan ke tahun 2012 dengan i = 6 %, maka diperoleh LHR2012 sebagai berikut :
(62)
Penggolongan jenis
kendaanar LHR tahun 2010 LHR tahun 2012
Sepeda motor ( MC ) ( 1 + 0,06 )2 x 10371 11653 Kendaraan ringan ( LV ) ( 1 + 0,06 )2 x 2269 2549
Bus kecil ( MHV ) ( 1 + 0,06 )2 x 580 652
Sambungan tabel 4.2
Bus besar ( LB ) ( 1 + 0,06 )2 x 154 173 Truck tangki 2 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 )2 x 2462 2766 Truck tangki 3 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 )2 x 87 97 Truck gandeng tarailer ( HV ) ( 1 + 0,06 )2 x 22 25
Total 17.818 smp / hari /
2 hari
Untuk proyeksi jumlah kendaraan pada akhir umur rencana 20 tahun (tahun 2012 - 2032) maka dilakukan perhitungan secara bertahap (per 10 tahun):
10 tahun pertama (2012 - 2022) LHR2022 = LHR2012 ( 1 + i )n :
Tabel 4.3. Jumlah LHR tahun 2012 ke tahun 2022 Penggolongan jenis
kendaanar LHR tahun 2012 LHR tahun 2012
Sepeda motor ( MC ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 11.653 20.869 Kendaraan ringan ( LV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 2.549 4.564
(63)
Bus besar ( LB ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 173 310 Truck tangki 2 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 2766 4.953 Truck tangki 3 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 97 155 Truck gandeng tarailer ( HV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 25 45
Total 32.063 smp / hari /
2 hari
10 tahun kedua (2022 – 2032) LHR2022 = LHR2022 ( 1 + i )n :
Tabel 4.4. Jumlah LHR tahun 2022 ke tahun 2032 Penggolongan jenis
kendaanar LHR tahun 2022 LHR tahun 2032
Sepeda motor ( MC ) ( 1 + 0,06 )10 x 20.869 37.373 Kendaraan ringan ( LV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 4.564 8.173
Bus kecil ( MHV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 1.167 2.089 Bus besar ( LB ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 310 555 Truck tangki 2 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10x 4.953 8.870 Truck tangki 3 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 155 277 Truck gandeng tarailer ( HV ) ( 1 + 0,06 ) 10x 45 80
Total 57.417 smp / hari /2
(64)
Dari perhitungan sebelumnya diperoleh jumlah lalu lintas pada tahun 2012 – tahun 2032 sebanyak:
Untuk tahun 2012 sebanyak: 32.063 smp / hari
Untuk tahun 2032:
= 10 tahun pertama + 10 tahun kedua
= 30.063 + 57.417
= 89.477 smp / hari / 2 hari
Tabel 4.5. Harga CBR
No CBR
Jumlah yang sama atau lebih besar
Persentase (%) yang sama atau lebh besar
1 3.07 69 100%
2 3,26 68 98,55%
3 3,26 - -
4 3,26 - -
5 3,26 - -
6 3,30 64 92,75%
7 3,31 63 91,30%
8 3,32 62 89,85%
9 3,34 61 88,40%
10 3,34 - -
11 3,35 59 85,50%
12 3,36 58 84,05%
13 3,36 - -
14 3,39 - -
(65)
16 3,44 54 78.26
17 3,46 53 76.81
18 3,51 52 75,36%
19 3,52 51 73,91%
20 3,53 50 72,46%
21 3,53 - -
22 3,54 48 69,56%
23 3,55 47 68,11%
24 3,56 46 66,67%
25 3,56 - -
26 3,59 44 63,76%
27 3,59 - -
28 3,60 42 60,86%
29 3,61 41 59,42%
30 3,62 40 57,97%
31 3,62 - -
32 3,62 - -
33 3,65 37 53,63%
34 3,65 - -
35 3,65 - -
36 3,67 34 49,27%
Sambungan tabel 4.5.
37 3,67 - -
38 3,67 - -
39 3,67 - -
40 3,68 30 43,47%
41 3.69 29 42,02%
42 3,70 28 40,54%
43 3,76 27 39,13%
44 3,76 - -
45 3,78 25 36,23%
46 3,78 - -
47 3,80 23 33,34%
48 3,83 22 31.88
49 3,84 21 30,43%
50 3,84 - -
51 3,85 19 27,53%
52 3.86 18 26.08%
(66)
54 3,87 - -
55 3,87 - -
56 3,87 - -
57 3,90 13 18,84%
58 3,90 - -
59 3,93 11 15,92%
60 3.95 10 14.49%
61 3,96 9 13,04%
62 3,97 8 11.58%
63 3,97 - -
64 3,97 - -
65 3,97 - -
66 3,98 4 5,79%
67 4,04 3 4,34%
68 4,06 2 2,89%
69 5,58 1 1,44%
Gambar 4.1 Grafik CBR 3.315
(67)
Hasil test DCP didapatkan nilai CBR adalah 90 % dengan harga CBR Dari grafik di atas didapat harga CBR rencana adalah 3,315 %.
4.1.2. Menghitung Angka Ekivalen Masing - Masing Kendaraan
1. LV : ( 1 + 1 ) = 0,0002+0,0002 = 0,0004
2. MHV : ( 1 + 2 ) = 0,0002+0,0036 = 0,003
3. LB : ( 3 + 5 ) = 0,0183+0,1410 = 0,159
4. LT 2 sumbu : ( 5 + 8 ) = 0,2410+0,7452 = 0,22
5. LT 3 sumbu : ( 6 + 14 ) = 0,2923+0,7452 =1,037
6. HV : ( 6+ 14 + 10 ) = 0,2923+0,7452+0,1940 = 1,231
4.1.3. Menghitung Lintas Ekivalen Pertama ( LEP )
1. LV : 0,5 x 0,0004 x 2269 = 0,453
2. MHV : 0,5 x 0,003 x 580 = 0,870
3. LB : 0,5 x 0,159 x 154 =12,243
4. LT (2 sumbu) : 0,5 x 0,22 x 2462 = 270,82
5. LT (3 sumbu) : 0,5 x 1,037 x 87 = 45,109
(68)
Total = 342,212
4.1.4. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Untuk menghitung lintas ekivalen akhir (perencanaan 20 tahun), maka dilakukan secara bertahap (per 10 tahun):
Untuk 10 tahun pertama LEA = LEP ( 1 + i ) UR
= 342,212 ( 1 + 0,06 )10
= 612,849
Untuk 10 tahun kedua LEA = LEP ( 1 + i ) UR
= 342,212 ( 1 + 0,06 )10
= 612,849
Sehingga total lintas ekivalen akhir untuk 20 tahun = 1.225,698
(69)
LET = 0,5 ( LEP + LEA )
LET = 0,5 x ( 342,212 + 1.225,698 )
= 789,950
4.1.6. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana ( LER )
LER = FP x LET
FP = UR / 10 dengan menstubsitusikan nilai LET maka :
LER = 789,950 (20 / 10)
= 1.579,90
4.2. Menghitung Tebal Lapisan Perkerasan Lentur
Dari data curah hujan pada lokasi studi diperoleh curah hujan rata-rata / tahun adalah 1407,95 mm/tahun > 900 mm/tahun.
Dari hasil perhitungan kendaraan berat diperoleh: Jumlah kendaraan berat
Jumlah total kendaraan 100% =
580 + 154 + 2462 + 22
15945 100%
=
= 20,72% < 30%
x
(70)
Sehingga dari tabel 2.4 faktor regional (FR) untuk kelandaian (< 6) maka diperoleh nilai faktor regional (FR) adalah 1,5
4.2.1. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ip0)
Jenis lapisan permukaan yang akan dipakai LASTON dengan roughness >1000 mm/km maka dari tabel 2.6 didapat Ip0 3,9 – 3,5
4.2.2. Indeks Permukaan Akhir Pada Umur Rencana (Ipt)
Untuk jalan Sampang - Pamekasan merupakan jalan arteri maka dari tabel 2.5 diperoleh nilai LER = 1.579,90 karena lebih dari 1000 mm / km
4.2.3. Mencari Nilai DDT
Untuk mengetahui nilai DDT maka dengan menarik garis lurus hubungkan nilai korelasi DDT dan CBR pada gambar di bawah ini:
(71)
Dari gambar di atas maka di peroleh nilai DDT = 4
4.2.4. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Nilai - nilai yang harus diketahui sebelum menentukan ITP adalah sebagai berikut:
1. CBR = 3,315 didapat dari grafik CBR ( 90% )
2. DDT = 4 didapat dari grafik korelasi antara nilai CBR dan DDT( gambar 4.2 )
3. LER = 1.579,90 didapat dari perhitungan lintas ekivalen rencana
4. Ip0 = 3,9 – 3,5 didapat dari tabel 2.6 indeks permukaan pada
awal usia rencana dengan roughness >1000 mm / km
5. Ipt = 2,5 didapat dari tabel 2.5 dengan indeks permukaan
akhir usia rencana (Ipt) karena nilai LER >1000 dan lokasi studi
termasuk jalan arteri.
(72)
Dari gambar nomogram di atas maka diperoleh nilai ITP = 14
4.2.5. Perencanaan Tebal Perkerasan
Dalam penentuan tebal perkerasan perlu ditentukan beberapa hal adalah sebagai berikut:
Penentuan jenis lapisan perkerasan dari tabel 2.7 1. Lapisan permukaan laston 744
2. Lapisan pondasi laston atas
3. Lapisan pondasi bawah sirtu (kelas A)
Penentuan nilai koefisien kekuatan relatif Gambar 4.3 Nomogram perkerasan lentur
ITP 14 FR = 1,5
(73)
1. Lapisan permukaan (a1) = 0,40
2. Lapisan pondasi atas (a2) = 0,28
3. Lapisan pondasi bawah (a3) = 0,13
Penentuan batas tebal minimum tiap lapisan perkerasan dalam penentuannya diperoleh dari tabel 2.8
1. D1 minimum = 10 cm
2. D2 minimum = 15 cm
Maka ITP = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 + D3 (dari persamaan 2.8 )
14 = 0,40 . 10 + 0,28 . 15 + 0,13 + D3
14 = 4 + 4,2 + 0,13 . D3
D3 = 26,05 ≈ 30 cm
4.2.6. Susunan Perkerasan
Dari hasil perhitungan di atas maka diperoleh tebal lapisan perkerasan lentur adalah sebagai berikut:
LASTON
LASTON ATAS
SIRTU KELAS A 70% CBR 3,315
10 cm 15 cm
(74)
Gambar 4.4 Lapisan perkerasan lentur
4.3. Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Kaku
Direncanakan perkerasan untuk 2 lajur 2 arah dengan umur rencana 20 tahun yang meliputi perkerasan beton bertulang.
Data perencanaan :
Peranan jalan = jalan arteri
(75)
Dimensi jalan 2 lajur 2 arah = 5,02 m
K = 30 kpa/mm ( Gambar 2.5 )
Pondasi bawah sirtu = 125 mm = 12,5 cm
MR 28 = 28 hari = 350 kg/cm2
Dari Persamaan 2.13
fr = 0,62 fc’ > 3,6 Mpa
fr =0,62 34 =3,6 Mpa > 3,5 Mp (minimum yang disarankan )
4.3.1. Beban Lalu lintas Rencana
Jumlah sumbu kendaraan niaga f’c =
350
10,2 = 34 Mpa > 30 Mpa f’c
f’c =
(76)
Tabel 4.6. Jumlah sumbu kendaraan niaga (tahun 2010)
Konfigurasi sumbu STRT STRG STdRG
Kendaraan penarik
Gandengan
BS JS BS JS BS JS
RD RB RGD RGB
Jenis kendaraan
ton ton ton ton
Jumlah kenda- raan Jumlah sumbu perkenda-raan (bh) Jumlah sumbu
(JSKN-bh) ton ton ton ton ton ton
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 MP 1 1 - - 2269 - - - -
2
Bus kecil
(MHV) 1 2 - - 580 2 1160 1
2
580 580
- - - -
3
Bus besar (LB) 3 5 - - 154 2 308 3 154 5 154 - -
4 Truck 2 as (LT)
5 8 - - 2462 2 4924 5 2462 8 2462 - -
5 Truck 3 as (LT)
6 14 - - 87 2 174 6 87 - - 14 87
6 Truck gandeng dan trailer
(HV)
6 14 5 5 22 4 88
6 10 10 22 22 22
- - 14 22
Jumlah 5574 6654 3929 2616 109
Catatan:
RD = Roda depan, RB =Roda belakang, RGD = Roda gandeng depan, RGB = Roda gandeng belakang, BS = Beban sumbu, JS = Jumlah sumbu, STRT = Sumbu tunggal roda tunggal, STRG = Sumbu tunggal roda ganda, STdRG = Sumbu tandem roda ganda.
(77)
Dari persamaan 2.10 untuk mencari harga R ( faktor pertumbuhan lalulintas selama umur rencana ).
( 1 + i)n - 1 elog ( 1 + i )
( 1 + 0,06)20 – 1 elog ( 1 + 0,06 )
= 37,876
Dari persamaan 2.9 untuk mencari harga JKSN JKSN = 360 x JKNH x R
Maka JSKN = 365 x 6654 x 37,876 = 91.989.819,96 buah
4.3.2. Penentuan Jumlah Repitasi Sumbu Kumulatif Tiap - Tiap Sumbu
Tabel 4.7. Persentase masing-masing sumbu Konfigurasi
sumbu
Beban sumbu (ton)
Persentase konfigurasi sumbu
STRT 1 580 : 19041 = 0,034
STRT 2 652 : 19041 = 0,034
STRT 3 154 : 19041 =0,009
STRT 5 2766 : 19041 = 0,145 STRT 6 98 : 19041 = 0.0051
STRT 6 25 : 19041 = 0.0013
STRT 10 25 : 19041 = 0.0013
STRT 10 25 : 19041 = 0.0013
STRG 5 515 : 19041 = 0,027 R =
(78)
Sambungan Tabel 4.7. Konfigurasi
sumbu
Beban sumbu (ton)
Persentase konfigurasi sumbu STRG 8 2766 : 19041 = 0,145
STdRG 14 98 : 19041 = 0.0051
STdRG 14 25 : 19041 = 0.0013
Jumlah repetisi sumbu komulatif tiap tiap sumbu pada lajur rencana selama umur rencana
Dari persamaan 2.11 untuk mencari persentase konfigurasi sumbu: JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x cd
Dari tabel 2.9 didapat cd = 0,5 karena pada jalan arteri 2 lajur 2 arah Tabel 4.8 Jumlah repetisi sumbu komulatif tiap - tiap sumbu
Konfigurasi sumbu
Beban sumbu (ton)
Persentase konfigurasi sumbu
STRT 1 91.989.819,96 x 0,034 x 0,5 = 8.950.053 STRT 2 91.989.819,96 x 0,034 x 0,5 = 8.950.053 STRT 3 91.989.819,96 x 0,009x 0,5 = 2.390.191 STRT 5 91.989.819,96 x 0,145 x 0,5 = 38.169.347 STRT 6 91.989.819,96 x 0,0051 x 0,5 = 1.353.037 STRT 6 91.989.819,96 x 0,0013 x 0,5 = 342.208 STRT 10 91.989.819,96 x 0,0013 x 0,5 = 342.208 STRT 10 91.989.819,96 x 0,0013 x 0,5 = 342..208 STRG 5 91.989.819,96 x 0,027 x 0,5 = 71.073.956
(79)
STRG 8 91.989.819,96 x 0,145 x 0,5 = 38.169.347 STdRG 14 91.989.819,96 x 0,0051 x 0,5 = 1.353.038 STdRG 14 91.989.819,96 x 0,0013 x 0,5 = 342.208 4.3.3. Kekuatan Tanah Dasar
Dari gambar 2.5 diperoleh nilai k = 30 kpa / mm untuk CBR 3,315 dari rata rata harga CBR ( 90 %)
4.3.4. Kekuatan Pelat Beton (Tebal 18 Cm )
Sebagai langkah awal diperkirakan tebal pelat beton ( rencana dengan dowel ) = 180 mm > 150 mm ( minimum yang disarankan ). Dengan bantuan grafik pada lampiran apakah estimasi tebal pelat cukup atau tidak dari jumlah persentase fatigue yang terjadi (disyaratkan <100%)
Langkah – langkah perhitungan persentase fatique berdasarkan jumlah repetisi yang diijinkan :
1. Kolom 3 : perkalian kolom 2 dengan FK
2. Kolom 5 : dari grafik NAASRA, dengan nilai K = 30 Kpa/mm
3. Kolom 6 : kolom 5 dibagi dengan Fr = 3,6
4. Kolom 7 : dari tabel 2.11 dengan nilai kolom 6
(80)
(81)
Tabel 4.9. Persentase fatigue berdasarkan jumlah repetisi yang diijinkan (Dicoba tebal pelat = 18 cm)
Beban Beban` Repetasi Tegangan Perbandingan Jumlah Persentase
sumbu rencana beban yang terjadi tegangan repetasi beban fatigue
Koef sumbu
(Fk = 1,1) (105) (Mpa) yang diinginkan ( %)
1 2 3 4 5 6 7 8
STRT 1 3 89,50 5 - - -
STRT 2 1,1 89,50 - - - -
STRT 3 2,2 23,90 - - - -
STRT 5 3,3 381,6 1,72 0,47 - -
STRT 6 5,5 13,53 2,0 0,55 130.000 10,4
STRT 6 6,6 3,4 2,0 0,55 130.000 2,6
STRT 10 6,6 3,4 2,9 0,80 120 2833
STRT 10 11 3,4 2,9 0,80 120 2833
STRG 5 11 710,7 - - - -
STRG 8 5,5 381,6 2,0 0,55 130.000 294
STdRG 14 5,5 13,53 1,9 0,52 300.000 45,1
STdRG 14 5,5 3,4 1,9 0,52 300.000 1,13
Jumlah 6019,23
Dengan tebal pelat = 18 cm, ternyata jumlah fatigue 6019,23 > 100% maka perhitungannya harus diulang dengan tebal pelat = 20 cm (dicoba)
(82)
Tabel 4.10. Persentase fatigue berdasarkan jumlah repetisi yang diijinkan (Dicoba tebal pelat = 20cm)
Beban Beban` Repetasi Tegangan Perbandingan Jumlah Persentase
sumbu rencana beban yang terjadi tegangan repetasi beban fatigue
Koef sumbu
Fk = 1,1 105 (Mpa) yang diinginkan ( %)
1 2 3 4 5 6 7 8
STRT 1 1,1 89,50 - - - -
STRT 2 2,2 89,50 - - - -
STRT 3 3,3 23,90 - - - -
STRT 5 5,5 381,6 1,45 0,4 - -
STRT 6 6,6 13,53 1,67 0,46 - -
STRT 6 6,6 3,4 1,67 0,46 - -
STRT 10 11 3,4 2,5 0,69 2500 136
STRT 10 11 3,4 2,5 0,69 2500 136
STRG 5 5,5 710,7 - - - -
STRG 8 5,5 381,6 1,8 0,47 - -
STdRG 14 5,5 13,53 1,68 0,46 - -
STdRG 14 8,8 3,4 1,68 0,46 -
Jumlah 272
Dengan tebal pelat = 20 cm, ternyata jumlah fatigue 272 > 100% maka perhitungannya harus diulang dengan tebal pelat = 21 cm (dicoba)
(83)
Tabel 4.11. Persentase fatigue berdasarkan jumlah repetisi yang diijinkan (Dicoba tebal pelat =21 cm)
Beban Beban` Repetasi Tegangan yang terjadi Perbandingan Jumlah Persentase
sumbu rencana Beban yang terjadi tegangan repetasi beban fatigue
Koef sumbu
(Fk = 1,1) (105) (Mpa) yang diinginkan ( %)
1 2 3 4 5 6 7 8
STRT 1 1,1 89,50 - - - -
STRT 2 2,2 89,50 - - - -
STRT 3 3,3 23,90 - - - -
STRT 5 5,5 381,6 - - - -
STRT 6 6,6 13,53 1,59 0,46 - -
STRT 6 6,6 3,4 1,59 0,46 - -
STRT 10 11 3,4 2,33 0,69 11000 30,9
STRT 10 11 3,4 2,33 0,69 11000 30,9
STRG 5 5,5 710,7 - - - -
STRG 8 5,5 381,6 1,60 0,44 - -
STdRG 14 5,5 13,53 1,58 0,46 - -
STdRG 14 8,8 3,4 1,58 0,46 -
Jumlah 61,8
(1)
F = P ( F/P, i, n) + P16 (F/A, 15%, n)
= 1.257.359,227(F/A, 0,15, 20) +251.471,845(F/P,0,15,4 ) = 1.257.359,227(15,367) + 251.471,845 (4,883)
= 19.321.839,24 + 1.227.937,01 = Rp 20.549.776,25 /m’
4. Perbandingan
Dari perhitungan analisa ekonomi di atas dapat diperoleh hasil perbandingan biaya antara perkerasan lentur dan perkersan kaku adalah sebagai berikut:
Biaya konstruksi kaku = Rp 20.549.776,25 /m’ Biaya konstruksi lentur = Rp 16.581.985 / m’
4.5.3. Perbandingan Analisa Biaya Perencanaan Tebal Perkerasan
Dari perhitungan sebelumnya dapat dibuat perbandingan analisa biaya untuk jenis perkerasan lentur dan perkerasan kaku dengan menggunakan grafik di bawah ini:
1. Grafik perhitungan perkerasan lentur
Dari grafik diatas diperoleh total biaya perkerasan lentur pada 20
15 10
5 0
F = Rp16.581.985 / m’
(2)
2. Grafik perhitungan perkerasan kaku
0 8 16 17 18 19 20
Dari grafik di atas diperoleh total biaya untuk jenis perkerasan kaku pada tahun ke-20 sebesar Rp 20.549.776,25 /m’
Sehingga dari kedua grafik di atas diperoleh total biaya total biaya yang lebih murah pada perkerasan lentur Rp16.581.985 / m’
Perbandingan biaya perawatan dan biaya pemeliharaan pada perkerasan lentur dan perkerasan kaku untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.13 di bawah ini:
F = Rp 20.549.776,25 P = 1.257.359,227
(3)
Tabel 4.13. Perbandingan perkerasan lentur dan perkerasan kaku
Perkerasan
Perbandingan Kaku Lentur
Komposisi
perkerasan dan tebal perkerasan
Biaya investasi awal Biaya periodik
maintenance
Total investasi akhir pada tahun ke 20
Surface pelat beton Fc 35 , tebal 21 cm Sub-base, tebal 15 cm
Rp. 1.257.359,227/ m’
5 tahun
Rp 251.471,845/ m’ Rp 20.549.776,25 /m’
Lapisan Laston MS 744, tebal 10 cm Lapisan pondasi atas
Batu pecah kelas A tebal 15 cm
Lapisan pondasi bawah Sirtu kelas A
tebal 30 cm
Rp 943.194,32/ m’ 8 tahun
Rp 427.125,50/ m’ Rp16.581.985 / m’
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Dari perhitungan perkerasan jalan Sampang – Pamekasan terhadap beban operasional lalu lintas dengan menggunakan metode BINA MARGA dapat disimpulkan beberapa hal antara lain:
1. Dari perhitungan lalu lintas harian rata-rata (LHR), baban operasional lalu lintas yang terjadi pada jalan Sampang – Pamekasan sebesar 70.979 smp/hari.
2. Dari perhitungan perkerasan lentur dengan menggunakan metode BINA MARGA didapat suatu tebal perkerasan antara lain LASTON MS 774 10 cm, laston atas 15 cm, dan tebal lapisan pondasi bawah sirtu kelas A 70 % 30 cm. Dari perhitungan perkerasan kaku dengan menggunakan metode BINA MARGA didapat suatu tebal perkerasan antara lain tebal pelat 21 cm dengan pondasi bawah 15 cm.
(5)
adalah untuk perkerasan lentur sebesar Rp 16.581.985 / m’, sedangkan untuk perkerasan kaku Rp 20.549.776, / m ‘.
b. SARAN
Dari kesimpulan – kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan adalah :
1. Pemilihan penggunaan perkerasan yang tepat untuk mengurangi jumlah biaya. Dalam tugas akhir ini dihasilkan perbandingan yang dapat dianalisa jika tanah dasar yang kuat dan beban lalu lintas yang kecil lebih tepat menggunakan perkerasan lentur, sedangkan dengan tanah dasar yang kurang kuat dan beban lalu lintas yang lebih besar lebih tepat menggunakan perkerasan kaku.
2. Untuk mendapatkan akurasi yang lebih baik dapat dibandingkan dengan perhitungan perbandingan yang berbeda dalam hal ini metode yang dapat digunakan antara lain dengan metode AASTHO, atau menggunakan metode Road Note.
3. Untuk penelitian berikutnya dapat dilakukan perbandingan dalam penggunaan material pada lapisan tanah dasar (subgrade) yang menggunakan stabilisasi dan tanpa stabilisasi
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Ansyori A, Rekayasa Jalan Raya, Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2001.
Basuki, Heru, Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang, Penerbit PT. Alumni Bandung, 2008
Departemen Pekerjaan Umum “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen” Diterbitkan
Oleh Yayasan Badan Penerbit Pu, 1987.
Silvia Sukirman, “Perkerasan Lentur Jalan Raya”, Penerbit Nova, Bandung, 1995.
Hendrasin, Shirley L, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Penerbit Politeknik Negeri Bandung, Bandung, 2000.
Hamirhan Saodang, Konstruksi Jalan Raya dan Perancang Perkerasan Jalan Raya, Penerbit Nova Bandung, 2004
Konsultan teknik dan Manejemen Pekerjaan Perencanaan Jalan dan Jembatan
(Paket 13) Laporan Survey penyelidikan tanah Jalan, Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Jawa Timur, 2009
Konsultan teknik dan Manejemen Pekerjaan Perencanaan Jalan dan Jembatan
(Paket 13) Laporan Survey Lalu Lintas, Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jendral Bina Marga Jawa Timur, 2009
Lembaga Negara Republik Indonesia “Undang-undang Republik Indonesia No.
22 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan” Diterbitkan Oleh
Ditlantas Bibikan Polri, Jakarta Selatan, 2009.
Mukomoko, J.A, “Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan” Penerit Gaya Media Pratama, Bandung, 2007
N. Dita P. Putra, “Bahan Ajar Ekonomi Teknik” Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur, Surabaya, 2005.