Analisis kelayakan penerapan just in time pada proses produksi ikan kaleng (studi kasus pada PT Indohamafish Jembrana)

(1)

ANALISIS KELAYAKAN PENERAPAN JUST-IN-TIME PADA PROSES PRODUKSI IKAN KALENG (Studi Kasus pada PT Indohamafish Jembrana)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Kadek Shindyana Primawardhani Agusta 132114192

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

ANALISIS KELAYAKAN PENERAPAN JUST-IN-TIME PADA PROSES PRODUKSI IKAN KALENG (Studi Kasus pada PT Indohamafish Jembrana)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Kadek Shindyana Primawardhani Agusta 132114192

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

Skr i ps i

AN

AH

t t S団

臨圏

3認

殿 器 組訛Ψ

( St udi Kas I I s pada PT I ndohama■ s h J embr ana)

29 ⅣI c i 2017

Tanggal

I r . Dr s . Hans i adi Y. Ha■ ant o, M. Si 。

, Ak. , Ql A. , CA Dosen Pembimbing


(4)

Ketua

Sekretaris

Anggota

Anggota

Anggota

Skr i ps i

AN

ALI SI S KELAYAKAN

PEN

ERAPAN

t t S駐

機 、物

PAD

A PRO

SES PRO

D

U

KSI I KAN

KALEN

G

( St udi Kas us pada PT I ndohamaf l s h J embr ana)

Di per s i apkan dan Di t ul i s ol c h: Kadek Shi ndyana Pr i l l na、、r ar dl l ani Agus t a

132114192

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada Tanggal 15 JuniZAlT

dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Nama Lengkap

Dr . Fr . kni Remo Anggr ai ni , Ⅳ l . Si . , Ak. , CA Li s i a Apr i ani , SE. , I Ⅵ . Si . , Ak. , QI A. , CA

I r . Dr s . Hans i adi Y. Hal t ant o, M. Si 。 , Ak, , QI A. , CA 1l s a Har ut i Suwandar i , SE. , SI P. , Ⅳ l . Sc . , Ak. , CA

Dr . FA. J oko Si s want o, MM. , Ak. , QI A. , CA

Yogyakar t a, 3 1 J l l l i 201 7 Fakul t as Ekononl l

niversitas Sanata Dharma

i Yuni ar t o, SE. , NI BA.


(5)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

For the one who has conquered the mind, the mind is the best of friends. But for one who has failed to do so, his very mind will be his greatest enemy.

Bhagavad Gita, Chapter 6-6

Kupersembahkan untuk:

Papa dan Mama tercinta, Kakak dan seluruh keluarga besar,


(6)

t

uNrVpnsrrAs

sANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI

-

PROGRAM STUDI AKUNTNASI

PERN

YATAAN

KEASLI AN

KARYA TU

LI S SKRI PSI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul:

ANALISIS KELAYAKAN PENERAPAN,TU,ST-IN- TIME

PADA PROSES PRODUKSI IKAN KALENG

(Studi Kasus pada PT Indohamafish Jembrana)

Dan diajukan untuk diuji pada tanggal l5 Juni 2071 adalahhasil karya saya. Dengan

ini

saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi

ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil

dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan fulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan

orang lain tanpa menrberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan

ini

saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil

tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya

sendiri, berarti gelar dan ljazah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta,3|

luh20l7

Yang membuat pemyataan,

Kadek Shindyana Primawardhani Agusta


(7)

LEⅣ

I BAR PERN

YATAAN

PERSETU

J U

AN

PU

BLI KASI KARYA I LⅣ

I I AⅡ

U

N

TU

K KEPEN

TI N

G

AN

AKAD

EⅣ

I I S

Yal l g bc r t al l dat al l gal l di baⅥ″出 i 面, s aya mahas i s wa Uni vc r s i t as Sal l at a Dh鍼Ⅱl a: Nal l l a : Kadek Shindyana Primawardhani Agusta

Nornor Mahasisr.va : 132114192

Derni pengembangan ihnu pengetahuan. saya memberikan kepada Pcrpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS KELAYAKAN PENERAPAN

"TU^ST-INT- TIME

PADA PROSES PRODUKSI IKAN KALENG

(Studi Kasus pada PT Indohamafish Jembrana)

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak

untuk

menyimpan,

mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta tzin dari saya untuk memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pemyataan ini yang saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di Yogyakrlta

Pada tanggal 3

i

.Iuli 2017 Yang rnenyatakan,

Vl Kadek Shindyana Primawardhani Agusta


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan karunia kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

2. A. Yudi Yuniarto, SE., MBA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

3. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Ak., QIA., CA. selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma.

4. Ir. Drs. Hansiadi Yuli Hartanto, M.Si., Ak., QIA., CA. selaku pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan kontribusi berupa masukan-masukan yang berguna pada saat penulis mengerjakan skripsi.

5. Nicko Kornelius Putra, M.Si., yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

6. Ignatius Aryono Putranto, M.Acc., Ak. yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. 7. Semua dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah

membagikan ilmu dan pengalamannya dalam proses perkuliahan.

8. Segenap karyawan Sekretariat Fakultas Ekonomi yang telah membantu untuk kelancaran penelitian ini.


(9)

viii

9. Bapak Putu Eka Yastika selaku Administrasi ISO, Ibu Eny Diah selaku

Kepala Quality Assurance, Bapak Eko Rahadian selaku Kepala Produksi,

dan seluruh karyawan PT Indohamafish Jembrana. Terimakasih kepada PT Indohamafish Jembrana yang telah berkenan memberikan ijin kepada saya untuk melakukan penelitian.

10.Mama dan Papa, yang selalu sabar membimbing, memberikan kasih sayang, menghibur disaat putus asa, dan mendukung segala keputusan saya. Saya ada di dunia ini karena cinta kalian.

11.Kakak, Gede Kharisma Primawardhana Agusta, yang telah menjadi kakak yang luar biasa yang senantiasa memberi semangat dan dukungan lewat candaan yang sangat menghibur saya.

12. Keluarga besar Mama dan Papa, untuk segala bentuk dukungan, semangat, motivasi, hiburan dan doa kalian.

13.Paman dan Bibi yang telah menyayangi dan mengurus saya selama saya berada di Yogyakarta.

14.Kakak-kakak kos yang telah lulus lebih dulu, Veronica Anggri Puspita dan Maharani Pratiwi, yang telah memberikan semangat dan senantiasa menjaga saya selama kita tinggal di kos yang sama, hingga sampai saat ini kalian masih memberikan saya dukungan untuk segera menyelesaikan studi.

15.Complices (Katarina Vivi Denniati, Restianti Ismail Tandi, Alvionita Patricia, Melchior Eugenndori Gare, Thomas Andika Permana, David Julian Nggebu, dan Evan Dika Pratama), persahabatan terindah kita sejak duduk di bangku semester satu hingga kini tidak akan pernah saya lupakan. Terimakasih sekali lagi atas segala yang telah kita lewati bersama, suka duka kita, saling mendukung dan menguatkan satu sama lain, hingga kini kita menghadapi skripsi kita masing-masing.

16.Teman-teman kelompok KKP, Thomas, Sesilia, dan Ester, kita pernah merasakan hidup bersama dalam satu rumah, segala yang telah kita lakukan bersama tak akan saya lupakan. Terimakasih segala dukungannya hingga saat ini.


(10)

17. Teman-teman kelas D Akuntansi 2013 yang selalu berbagi talva, cancla,

dan kenangan indah kebersamaan

kita,

serta masukan-masukarl yang berarti <lalam pcnulisan sklipsi ini.

18. Teman-teman Kelas MPAT

I,

terimakasih atas masukan, dinamika, clan

kebersamaannya selama ini.

i9. Teman-teman seperjuangan Akuntansi angkatan 2013 yang selalu berbagi

ilmu yang benlanfaat.

20. Serla semua pihak yang suclith membantu selarna penyelesaian Tugas

Akhir ini.

Penulis menyadari bahlva skripsi ini rlasih ada kekurangan, oleh kareua itu

penulis mengharapkan kritik dan saran, semoga skripsi ini clapat bemrantaat bagi pembaca.

Yogyakarta,3I Juh2017

Penulis

Kadek Shindyana Primawardhani Agusta


(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..ii

HALAMAN PENGESAHAN………...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS………v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………..vi

HALAMAN KATA PENGANTAR………..vii

HALAMAN DAFTAR ISI………..x

HALAMAN DAFTAR TABEL………..…….xiii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR………..xiv

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN………xv

ABSTRAK………..………..xvi

ABSTRACT……….xvii

BAB I PENDAHULUAN………...1

A. Latar Belakang Masalah……….1

B. Rumusan Masalah………..…3

C. Tujuan Penelitian………...………4

D. Manfaat Penelitian……….4

E. Sistematika Penulisan……….…5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….….6

A. Studi Kelayakan……….6

B. Pengertian Just-in-time……….…….7

C. Perbandingan Sistem Just-in-time dan Tradisional…………..12

D. Tujuan Just-in-tiime ………14


(12)

xi

F. Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) ……….16

G. Biaya Persediaan Bahan Baku.………19

H. Just-in-time Purchasing ………..21

I. Jidoka ………..22

J. Budaya Organisasi………...23

K. Penelitian Terdahulu………24

BAB III METODE PENELITIAN………..26

A. Jenis Penelitian……….26

B. Tempat dan Waktu Penelitian………..26

C. Subjek dan Objek Penelitian………26

D. Jenis dan Sumber Data……….27

E. Teknik Pengumpulan Data………...…27

F. Teknik Analisis Data………28

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN………..35 A. Deskripsi Perusahaan………...……35

1. Sejarah………35

2. Profil Perusahaan………...…36

3. Struktur Organisasi………39

4. Karyawan………...40

5. Layout ………41

B. Deskripsi Produk………..42

1. Jenis dan Merek………..42

2. Produksi………..44

3. Area Pemasaran………..52

C. Budaya Organisasi………...…53

1. Disiplin………...…53

2. Kerja Keras………54

3. Kreatif………54


(13)

xii

D. Dampak Lingkungan………55

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN………..56

A. Deskripsi Data……….…….56

1. Pemasok……….……57

2. Persediaan……….…….61

3. Tata Letak……….…….64

4. Penjadwalan……….……..67

5. Pemberdayaan Karyawan………...67

6. Produksi………..69

7. Kualitas………..……69

8. Jidoka ………70

9. Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) …………...…71

B. Analisis dan Pembahasan……….90

BAB VI PENUTUP………109

A. Kesimpulan………109

B. Keterbatasan Penelitian………..…109

C. Saran………...110

DAFTAR PUSTAKA………..112


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1 Perbedaan Metode Just-in-time dan Tradisional………12

TABEL 3.1 Analisis Kemungkinan Penerapan Just-in-time (belum terisi)……...31

TABEL 5.1 Ukuran Kaleng Setiap Kemasan………72

TABEL 5.2 Kapasitas Mesin Precooking ……….72

TABEL 5.3 Kapasitas Mesin Sauce & Oil Filling ………73

TABEL 5.4 Kapasitas Mesin Seamer ………...74

TABEL 5.5 Kapasitas Mesin Retort ……….74

TABEL 5.6 Waktu Proses Ukuran Kemasan 125 gram……….75

TABEL 5.7 Waktu Proses Ukuran Kemasan 155 gram……….78

TABEL 5.8 Waktu Proses Ukuran Kemasan 425 gram……….81

TABEL 5.9 Waktu Pemindahan Ukuran Kemasan 125 gram………...84

TABEL 5.10 Waktu Pemindahan Ukuran Kemasan 155 gram……….85

TABEL 5.11 Waktu Pemindahan Ukuran Kemasan 425 gram……….86

TABEL 5.12 Jumlah Waktu Ukuran Kemasan 125 gram………..88

TABEL 5.13 Jumlah Waktu Ukuran Kemasan 155 gram………..88

TABEL 5.14 Jumlah Waktu Ukuran Kemasan 425 gram………..88

TABEL 5.15 Persentase Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) …………...89

TABEL 5.16 Analisis Kemungkinan Penerapan Just-in-time (telah terisi)……...91


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 4.1 Lokasi PT Indohamafish………35

GAMBAR 4.2 Jarak dari Kota Denpasar ke PT Indohamafish……….37

GAMBAR 4.3 Struktur Organisasi………39

GAMBAR 4.4 Tata Letak Perusahaan………...41

GAMBAR 4.5 Macam-macam Merek Produk………..42

GAMBAR 5.1 Bangunan Pabrik PT Indohamafish………..56

GAMBAR 5.2 Persediaan Kaleng yang Akan Digunakan untuk Memproduksi Kemasan Ukuran 425 gram………...59

GAMBAR 5.3 Gudang Penyimpanan Kaleng………..62

GAMBAR 5.4 Tata Letak Perusahaan dan Mesin………65


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Surat Izin Penelitian………116

LAMPIRAN 2 Produksi Ikan Kaleng Tahun 2016………..121

LAMPIRAN 3 Layout Perusahaan………...134


(17)

xvi ABSTRAK

ANALISIS KELAYAKAN PENERAPAN JUST-IN-TIME PADA PROSES PRODUKSI IKAN KALENG (Studi Kasus pada PT Indohamafish Jembrana)

Kadek Shindyana Primawardhani Agusta 132114192

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2017

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan penerapan metode

just-in-time pada proses produksi ikan kaleng. Penelitian dilakukan di PT

Indohamafish yang bergerak di bidang industri pengalengan ikan. Pabrik akan berproduksi sesuai dengan ketersediaan bahan baku ikan.

Metode just-in-time biasa disebut sebagai sistem produksi tepat waktu dengan mengacu pada produksi tanpa persediaan. Analisis dilakukan berdasarkan kondisi dan budaya perusahaan dari segi pemasok, persediaan, tata letak, penjadwalan, pemberdayaan karyawan, produksi, kualitas, persentase manufacturing cycle effectiveness (MCE), dan penggunaan jidoka. Pengumpulan data dan informasi menggunakan tiga cara, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Berdasarkan analisis, diketahui bahwa perusahaan belum layak menerapkan metode just-in-time. Ketidaklayakan disebabkan oleh persediaan bahan baku yang selalu ada di gudang. Hal ini dikarenakan tidak mengikuti jadwal produksi dan pembelian persediaan bahan baku dilakukan dalam jumlah yang besar. Kecuali hal tersebut, perusahaan juga menghasilkan produk dalam ukuran lot besar, serta penataan letak gudang penyimpanan kaleng yang berada di luar kawasan bangunan pabrik.

Kata kunci: just-in-time, proses produksi, syarat just-in-time, kondisi perusahaan,


(18)

xvii ABSTRACT

ANALYSIS OF JUST-IN-TIME APPLICATION FEASIBILITY IN THE PRODUCTION PROCESS OF FISH CANNED

(Case Study at PT Indohamafish Jembrana)

Kadek Shindyana Primawardhani Agusta 132114192

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2017

This study aims to analyze the feasibility of applying just-in-time method in the process of canned fish production. The research was conducted at PT Indohamafish which is engaged in fish canning industry. The plant will operate in accordance with the availability of fish raw materials.

The just-in-time method is commonly referred to as a timely production system with reference to production without inventory. The analysis is based on the company's condition and culture in terms of supplier, inventory, layout, scheduling, employee empowerment, production, quality, percentage of manufacturing cycle effectiveness (MCE), and use of “jidoka”. The collection of data and information using three ways, namely observation, interviews, and documentation.

Based on the analysis, it is known that the company is not yet feasible to apply the just-in-time method. The inadequacy is caused by the raw material inventory that is always in the warehouse. This is caused by the production schedule and the purchase of raw material inventory in large quantities. Except that, the company also operates in large lot production, as well as the location of can warehouse is outside the factory building area.

Keywords: just-in-time, production process, manufacturing cycle effectiveness (MCE)


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persaingan dalam dunia bisnis akan menuntut setiap perusahaan untuk memiliki keunggulan tersendiri agar mampu bersaing dengan perusahaan lain pada level yang sama. Level yang sama dalam artian adalah perusahaan yang sejenis, seperti halnya antar perusahaan manufaktur dengan barang hasil produksi yang manfaatnya sama. Kesamaan manfaat dari barang hasil produksi inilah yang akan mendorong perusahaan untuk lebih memajukan produknya dalam hal kualitas dan harga yang terjangkau agar lebih terlihat baik di mata pelanggan. Kotler dan Keller (2009:19) mengatakan, konsumen menyukai produk yang menawarkan kualitas, kinerja, atau fitur inovatif terbaik.

Pada umumnya, perusahaan akan menarik hati para pelanggan untuk mendapatkan laba setinggi-tingginya dengan biaya yang serendah-rendahnya. Namun tidak hanya dari segi kualitas dan harga yang relatif bersahabat dengan konsumen, tetapi dalam proses yang menghasilkan barang untuk konsumen tersebut, perusahaan juga dapat mengoptimalkan produksi sehingga dengan biaya yang relatif rendah dapat menghasilkan barang produksi yang bernilai tinggi di mata konsumen. Seperti halnya sistem produksi just-in-time yang hanya memproduksi barang tepat pada saat bahan baku tersedia. Bahan baku diproses langsung ketika datang tanpa melewati proses penyimpanan. Produk yang disimpan, diperiksa, atau ditunda, maupun produk yang masih menunggu


(20)

dalam antrian, dan produk cacat tidak memberi nilai tambah, dianggap pemborosan. Aktivitas apapun yang tidak memberi nilai tambah dari suatu produk dari sisi pandang pelanggan merupakan pemborosan, Heizer dan Render (2005: 259).

Ohno (1978: 4) berpendapat just-in-time berarti bahwa dalam suatu rangkaian proses produksi, suku cadang yang diperlukan untuk perakitan tiba pada ujung lini rakit pada waktu yang diperlukan dan hanya dalam jumlah yang diperlukan. Oleh karena itu, untuk mencapai produksi yang tepat waktu dan sesuai dengan permintaan pasar, diperlukan suatu metode agar kemampuan yang dimiliki suatu perusahaan dapat mencapai tujuan tersebut. Dengan menerapkan metode just-in-time ini, maka diharapkan perusahaan dalam proses produksinya akan memiliki biaya yang rendah, harga jual yang murah, kualitas yang baik, dan kemampuan ketepatan waktu pengiriman kepada pelanggan, Putra dan Idayati (2014: 2).

Di negara asalnya, Jepang, metode just-in-time diperkenalkan pertama kali pada produksi mobil perusahaan Toyota, oleh Taichi Ohno. Maka, metode

just-in-time juga dikenal dengan sistem produksi Toyota (Toyota Production System/TPS). Selain just-in-time, juga diperkenalkan Jidoka, yang berarti otomatisasi (mengubah proses manual, yang semulanya dikerjakan oleh manusia, menjadi proses mesin) dan otonomisasi (mengubah proses manual, yang semulanya dikerjakan oleh manusia, menjadi proses mesin dengan menambah pengendalian terhadap barang produksi yang cacat secara otomatis). Tujuan utama just-in-time adalah mengurangi pemborosan dan


(21)

mengurangi variabilitas. Variabilitas adalah segala penyimpangan yang berasal dari proses optimal yang mengirimkan produk sempurna secara tepat waktu setiap saat, Heizer dan Render (2005:259).

Penelitian dengan judul “Analisis Kelayakan Penerapan Just-In-Time pada Proses Produksi Ikan Kaleng: Studi Kasus Pada PT Indohamafish

Jembrana” akan menguraikan mengenai kelayakan penerapan metode just-in-time pada proses produksi ikan kaleng perusahaan yang bersangkutan. Pada umumnya, metode just-in-time digunakan pada perusahaaan perakitan seperti alat elektronik dan pembuatan kendaraan bermotor. Namun dengan penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah metode just-in-time dapat diterapkan di industri pengalengan makanan dan dapat membantu mengurangi masalah persediaan (bahan baku maupun barang jadi) yang menjadi salah satu kunci utama dari just-in-time, seperti pada penelitian Perdana (2006) yang menunjukkan PT Garudafood menjalankan metode just-in-time untuk mengatasi kelebihan persediaan bahan baku yang terlalu lama disimpan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada perusahaan yang dijadikan lokasi penelitian, maupun para akademisi untuk dijadikan literatur dan referensi pada penelitian berikutnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Apakah metode just-in-time dapat diterapkan pada proses pengalengan ikan PT Indohamafish?”


(22)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang akan dibahas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan penerapan metode just-in-time pada proses produksi ikan kaleng.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan menambah koleksi literatur perpustakaan Universitas Sanata Dharma.

2. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pemahaman bagi pihak manajemen perusahaan, khususnya pada bagian produksi untuk mengetahui kelayakan penerapan just-in-time pada proses produksi ikan kaleng.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada para akademisi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dalam penelitian dimasa yang akan datang, serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi, khususnya di bidang akuntansi mengenai just-in-time, khususnya pada perusahaan manufaktur pengolahan makanan, yaitu ikan kaleng.


(23)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi menjadi enam bab. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan mengenai pustaka teori dan penelitian terdahulu sebagai acuan dalam penelitian ini.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan mengenai jenis penelitian, sumber data dan teknik pengumpulan data, serta metode analisis yang digunakan. Bab IV Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini menguraikan mengenai gambaran umum perusahaan sebagai sumber data dalam penelitian.

Bab V Pembahasan dan Analisis Data

Bab ini menguraikan mengenai hasil penelitian berupa pembahasan berdasarkan analisis data.

Bab VI Penutup

Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian, serta saran-saran untuk penelitian selanjutnya.


(24)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Studi Kelayakan

Bentuk studi kelayakan disesuaikan dengan tujuan dan kepentingan, misalnya untuk apa studi kelayakan itu dibuat. Studi kelayakan yang akan dilakukan secara benar akan menghasilkan laporan yang komperhensif mengenai kelayakan suatu proyek/bisnis yang akan didirikan dan dikembangkan serta kemungkinan-kemungkinan risiko yang akan dihadapi. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah suatu proyek akan mendatangkan keuntungan atau kerugian, (Subagyo, 2007: 4).

Subagyo (2007: 15) juga menjelaskan, jika suatu kelayakan merekomendasikan bahwa proyek yang akan dikerjakan tidak layak, sebaiknya proyek tersebut dihentikan. Apabila ingin dilanjutkan, harus melakukan perbaikan terhadap aspek-aspek yang dinilai belum atau tidak layak. Di sinilah fungsi studi kelayakan bagi suatu investasi, yaitu untuk mendeteksi keadaan proyek sebelum melaksanakan investasi serta memproyeksi dan mengestimasi keadaan proyek di masa yang akan datang.

Adapun manfaat studi kelayakan bagi penganalisa, yaitu memberikan pengetahuan tentang cara berpikir secara sistematis dalam menghadapi suatu masalah dan mencari jawabannya, menerapkan berbagai disiplin ilmu yang telah dipelajari sebelumnya dan menjadikannya sebagai alat bantu dalam pengukuran, penilaian, maupun pengambilan keputusan, dan sebagai pengalaman berharga.


(25)

B. Pengertian Just-in-time

Ohno (1978: 4) berpendapat just-in-time berarti bahwa dalam suatu rangkaian proses produksi, suku cadang yang diperlukan untuk perakitan tiba pada ujung lini rakit pada waktu yang diperlukan dan hanya dalam jumlah yang diperlukan. Sedangkan Carter (2009: 348) menguraikan just-in-time

(JIT) merupakan filosofi yang dipusatkan pada pengurangan biaya melalui eliminasi persediaan. Semua bahan baku dan komponen sebaiknya tiba di lokasi kerja pada saat dibutuhkan dan tepat waktu. Produk sebaiknya diselesaikan dan tersedia bagi pelanggan yang menginginkannya dengan tepat waktu. Eliminasi persediaan di satu pihak menghilangkan kebutuhan akan tempat penyimpanan dan biaya penyimpanan. Carter juga menjelaskan, aspek yang paling mencolok dari JIT adalah usaha untuk mengurangi persediaan barang dalam proses (work in process–WIP) dan bahan baku. Kebanyakan tulisan mengenai JIT berkonsentrasi pada satu aspek ini, yang disebut dengan produksi tanpa persediaan (stockless production), produksi ramping (lean

production), atau produksi dengan persediaan nihil (zero inventory

production/ZIP).

Heizer dan Render (2005) memperkenalkan aplikasi JIT dengan para pemasok, tata letak, persediaan, penjadwalan, kualitas, dan pemberdayaan karyawan. Adapun aplikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:


(26)

1. Pemasok

Kemitraan JIT (JIT partnership) ada ketika pemasok dan pembeli bekerja sama dengan sebuah sasaran bertimbal balik untuk menghilangkan pemborosan dan menekan biaya. Ada empat sasaran kemitraan JIT menurut Heizer dan Render (2005: 262), yaitu:

a. Penghilangan aktivitas yang tidak perlu

Jika ada pemasok yang baik, maka aktivitas penerimaan dan inspeksi berikutnya tidak diperlukan.

b. Penghapusan persediaan di pabrik

Bagian atau komponen harus dikirimkan dalam lot kecil secara langsung ke departemen yang akan menggunakannya ketika dibutuhkan.

c. Penghapusan persediaan yang transit

Departemen pembelian modern saat ini menunjukkan pengurangan persediaan dalam transit dengan cara memberikan harapan kepada para pemasok dan calon pemasok untuk mengambil lokasi di dekat bangunan pabrik dan melakukan pengiriman kecil yang sering.

d. Penghilangan para pemasok yang lemah

Ketika sebuah perusahaan mengurangi sejumlah pemasok, maka berarti meningkatkan komitmen jangka panjang. Demi memperoleh kualitas dan keandalan yang terus meningkat, penjual dan pembeli memiliki pemahaman yang sama dan kepercayaan timbal balik.


(27)

2. Tata Letak JIT

Tata letak JIT (JIT layout) mengurangi bentuk lain pemborosan, yaitu pergerakan dan perpindahan. Sebuah lini perakitan harus dirancang dengan titik penyerahan didekat lini perakitan tersebut, sehingga material tidak perlu dikirimkan terlebih dahulu ke departemen penerimaan di tempat lain dalam pabrik, kemudian dipindahkan lagi. Penataan letak yang baik akan mengurangi jarak, sehingga dapat menghemat ruang dan menghapuskan area potensial untuk persediaan yang tidak dikehendaki. Penataan letak yang baik juga akan mengurangi bergeraknya orang dan material.Penanganan bahan baku tidak dipusatkan melainkan tersebar dibeberapa titik pelayanan yang dekat dengan setiap sel manufaktur. 3. Persediaan

Heizer dan Render (2005: 266) menjelaskan, persediaan just-in-time

(just-in-timeinventory) adalah persediaan minimum yang diperlukan untuk menjaga agar suatu sistem dapat berjalan dengan sempurna. Putra dan Idayati (2014) menjelaskan, bahwa hanya dibutuhkan tempat yang kecil untuk persediaan. Dengan persediaan just-in-time, barang tiba hanya pada saat diperlukan dengan jumlah yang tepat. Kunci menuju JIT adalah menghasilkan produk yang baik dalam ukuran lot kecil. Mengurangi ukuran lot bisa menjadi bantuan utama dalam mengurangi persediaan dan biaya persediaan. Pembelian persediaan dilakukan dalam jumlah yang kecil, namun dengan frekuensi pemesaanan yang tinggi, Saputra et al. (2014).


(28)

4. Penjadwalan

Penjadwalan yang lebih baik meningkatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan pelanggan, menurunkan persediaan dengan menjadikan ukuran lot yang lebih kecil, dan mengurangi barang setengah jadi. Jadwal bertingkat (level schedules) memproses lot kecil yang sering, dan bukan beberapa lot yang besar. Persediaan dipindahkan hanya pada saat dibutuhkan, maka hal ini dikenal sebagai “sistem tarik”. Jepang menyebut sistem ini sebagai kanban. Kanban adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti kartu. Kegunaan kartu kanban adalah untuk memberikan isyarat akan kebutuhan kontainer berikutnya. Penjadwalan yang tepat akan membuat produk siap sedia dan berjalan berantai sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan agar tidak terjadi oversupply dan produksi hanya dilakukan sesuai kebutuhan berdasarkan jumlah pesanan pelanggan (Lean Manufacturing-Lean Service, Konsep Kanban, 2016).

5. Kualitas

Heizer dan Render mengatakan hubungan antara JIT dan kualitas sangat kuat. Keterkaitannya terdapat dalam tiga cara. Pertama, JIT memotong biaya perolehan kualitas yang baik. Penghematan terjadi karena sisa, pengerjaan ulang, investasi persediaan, dan biaya kerusakan terkubur dalam persediaan.

Kedua, JIT meningkatkan kualitas karena JIT menyusutkan antrian dalam lead time, maka JIT mempertahankan bukti kesalahan tetap segar dan membatasi banyaknya sumber kesalahan yang potensial. Akhirnya,


(29)

kualitas yang lebih baik berarti lebih sedikit penyangga yang diperlukan. Oleh karena itu, bisa terdapat sistem JIT yang lebih baik, yang lebih mudah dilaksanakan. Jika terdapat kualitas yang konsisten, maka JIT memungkinkan perusahaan untuk mengurangi semua biaya yang berhubungan dengan persediaan. Dalam menjaga kualitas barang hasil produksi, bahan baku yang siap diproses tidak disimpan, tetapi langsung diproses untuk menghindari dari kerusakan saat disimpan, dan termasuk untuk meniadakan biaya penyimpanan.

6. Pemberdayaan Karyawan

Karyawan yang diberdayakan dapat membawa keterlibatan mereka untuk menghadapi permasalahan operasional harian yang merupakan filosofi just-in-time. Supriyono (2002: 68) memaparkan pada JIT produksi, seluruh karyawan pada bagian produksi dituntut untuk mampu mengoperasikan seluruh mesin yang ada. Perusahaan tidak hanya memberikan pelatihan dan melakukan pelatihan secara bersilang, tetapi juga dapat mengambil keuntungan yang berasal dari investasi dengan memperkaya pekerjaan. Sebuah artikel dari Lean Manufacturing-Lean Service yang berjudul “Sekilas tentang Just-in-time” menjelaskan, bahwa

karyawan cenderung bertahan dalam satu perusahaan dalam waktu yang lama. Hal ini membuka peluang bagi mereka untuk meningkatkan skill dan kemampuan sambil menawarkan banyak keuntungan kepada perusahaan. Karyawan juga diharapkan mampu untuk bekerja dalam tim yang


(30)

melibatkan kombinasi dari berbagai talent dan sharing pengetahuan, skill problem solving, ide, dan pencapaian dari suatu tujuan.

C. Perbandingan Sistem Just-in-time dan Tradisional

Perbandingan antara pemanufakturan just-in-time dengan pemanufakturan tradisional menurut Supriyono (2002: 68) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1: Perbedaan Metode Just-in-time dan Tradisional

No Faktor Pembeda Just-In-Time Tradisional 1 Karakteristik Pull-through system Push-through system

2 Kuantitas persediaan Sedikit Banyak

3 Struktur manufaktur Sel manufaktur Struktur departemen 4 Kualifikasi tenaga kerja Multidisiplin Spesialis

5 Kebijakan kualitas Pengendalian mutu Toleransi produk cacat

6 Fasilitas jasa Tersebar Terpusat

1. Karakteristik

Karakteristik pada sistem tradisional melakukan aktivitas pembuatan produk berdasarkan ramalan penjualan (sales forecasting) yang diperkirakan akan terjadi pada periode mendatang. Dengan dasar ini, maka bagian produksi akan memiliki jadwal produksi yang sudah pasti. Jika barang yang diproduksi belum dapat didistribusikan ke pasar, maka barang tersebut akan disimpan di gudang. Dengan demikian, sistem tradisional ini mendorong (push) aktivitas penjualan dan pemasaran. Sistem just-in-time


(31)

produksi hanya jika ada permintaan pasar/pelanggan yang sudah pasti. Jadi aktivitas produksi dalam sistem ini ditarik (pull) oleh permintaan pasar. 2. Kuantitas Persediaan

Kuantitas Persediaan merupakan salah satu pengaruh sistem just-in-time bagi perusahaan adalah mengurangi kuantitas persediaan secara signifikan. Jadi kuantitas persediaan dalam sistem just-in-time tetap ada namun jumlahnya sangat sedikit (insignificant). Dalam sistem tradisional, perusahaan melakukan proses produksi tanpa memperhatikan struktur dan kondisi permintaan.

3. Stuktur Manufaktur

Struktur manufaktur, dalam sistem ini manufaktur tradisional, mesin-mesin produksi yang sejenis disatukan dalam sebuah departemen. Just-in-time menggunakan struktur sel manufaktur (manufacturing cell). Mesin yang diperlukan untuk membuat sebuah produk, dikelompokkan ke dalam sebuah sel manufaktur.

4. Kualifikasi Tenaga Kerja

Dalam sistem konvensional, tenaga kerja biasanya berspesialisasi dalam satu bidang keahlian tertentu. Para karyawan dilatih untuk melaksanakan sebuah pekerjaan khusus, misalnya mengoperasikan sebuah mesin. Tugas yang dibebankan kepada mereka relatif tidak berubah dari waktu ke waktu. Mereka menjadi tenaga kerja spesialis. Dalam sistem


(32)

produksi dituntut untuk mampu mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam sebuah sel (multidiciplinary).

5. Kebijakan Kualitas

Dalam sistem just-in-time, perusahaan memproduksi barang dalam jumlah terbatas, yaitu sebanyak yang diminta oleh pasar/pelanggan dan tidak memiliki kelebihan produksi sama sekali. Kualitas barang yang dihasilkan harus sempurna, dan tidak ada toleransi sama sekali terhadap produk cacat.

6. Fasilitas Jasa

Sebagian besar aktivitas untuk membuat produk tertentu tidak lagi menggunakan fasilitas bersama. Dengan demikian, departemen jasa yang semula dipusatkan dan melayani kebutuhan dalam rangka menghasilkan berbagai jenis produk, sekarang mengalami perubahan yaitu tersebar di berbagai sel manufaktur. Sebagai contoh, just-in-time menghendaki bahwa pasokan bahan baku dilakukan secara tepat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut jelas penanganan bahan baku tidak dapat lagi dipusatkan, namun disebar di beberapa titik pelayanan yang dekat dengan setiap sel manufaktur.

D. Tujuan Just-In-Time

Tujuan just-in-time menurut Heizer dan Render (2005: 259) adalah mengurangi pemborosan dan mengurangi variabilitas. Produk yang disimpan, diperiksa, atau ditunda, maupun produk yang masih menunggu dalam antrian,


(33)

dan produk cacat tidak memberi nilai tambah, dianggap pemborosan. Aktivitas apapun yang tidak memberi nilai tambah dari suatu produk dari sisi pandang pelanggan merupakan pemborosan. Variabilitas adalah segala penyimpangan yang berasal dari proses optimal yang mengirimkan produk sempurna secara tepat waktu setiap saat. Semakin sedikit variabilitas, semakin sedikit pemborosan. Hilangnya variabilitas memungkinkan material yang baik dipindahkan secara just-in-time pada saat digunakan.

E. Just-in-time dan Lean Production

Kegiatan memproduksi atau menghasilkan barang-barang atau jasa merupakan kegiatan untuk menambah kegunaan dari masukan (input) menjadi keluaran (output), Assauri, (2008: 1). Heizer dan Render (2009: 19) menjelaskan, produksi yang tinggi dapat mencerminkan bahwa lebih banyak orang yang bekerja dan tingkat ketenagakerjaan tinggi (tingkat pengangguran rendah), tetapi belum tentu mencerminkan tingginya produktivitas. Produktivitas merupakan perbandingan antara output (barang maupun jasa) dibagi dengan input (sumber daya seperti tenaga kerja dan modal). Supriyono (2002: 68) menjelaskan just-in-time production hanya memproduksi jika ada permintaan pasar/pelanggan yang sudah pasti, aktivitas produksi ditarik (pull) oleh permintaan pasar. Konsep “tarik” merupakan isyarat untuk dilakukannya proses produksi. Ini juga berlaku untuk para pemasok, menarik material dengan ukuran lot kecilpada saat diperlukan, maka tumpukan persediaan dapat dihilangkan, Heizer dan Render (2005: 259).


(34)

Jacobs and Chase (2014: 3) menjelaskan, lean production atau produksi ramping merupakan suatu fokus terhadap penghapusan sebanyak mungkin pemborosan. Dasar pemikiran perampingan berasal dari konsep just-in-time

yang dipelopori Negeri Matahari Terbit, Jepang, oleh Taichi Ohno. Dalam konteks produk ramping, nilai pelanggan (customer value) didefinisikan sebagai sesuatu yang membuat pelanggan bersedia untuk membayar. Aktivitas bernilai tambah mentransformasikan bahan baku dan informasi menjadi sesuatu yang diinginkan pelanggan. Aktivitas tak bernilai tambah akan menghabiskan sumber daya dan secara tidak langsung berkontribusi terhadap hasil akhir yang diinginkan pelanggan. Dengan demikian, pemborosan merupakan sesuatu yang tidak bernilai tambah berdasarkan perspektif pelanggan. Lean production memasok pelanggan sesuai dengan keinginan pelanggan ketika pelanggan menginginkannya secara berkelanjutan, Heizer dan Render (2005: 258).

F. Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE)

Salah satu metode yang dapat mengukur efektivitas pada proses produksi yaitu manufacturing cycle effectiveness (MCE). Mulyadi (2007: 278) cycle effectiveness adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar nilai suatu aktivitas bagi pemenuhan kebutuhan customer. Saftiana et al. (2007) mendefinisikan MCE adalah persentase value added activities yang ada dalam aktivitas proses produksi yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan value bagi kustomer.


(35)

Saftiana et al. (2007) juga mengatakan, MCE dihitung dengan memanfaatkan data cycle time yang telah dikumpulkan. Cycle time ini terdiri dari aktivitas bernilai tambah (value added activities)dan aktivitas tak bernilai tambah (non value added activities). Value added activities yaitu waktu proses (processing time) dan non value added activities terdiri dari waktu inspeksi (inspection time), waktu pemindahan (moving time), waktu tunggu (waiting time), dan waktu penyimpanan (storage time).

1. Waktu Proses (Processing Time)

Saftiana et al. (2007) menjabarkan waktu proses merupakan waktu yang diperlukan dari setiap tahap yang ditempuh oleh bahan baku, produk dalam proses hingga menjadi barang jadi. Tidak semua waktu yang ditempuh bahan baku hingga menjadi barang jadi adalah waktu proses. 2. Waktu Inspeksi (Inspection Time)

Mulyadi (2001) dalam Saftiana et al. (2007) menjabarkan waktu inspeksi merupakan waktu yang dikonsumsi oleh aktivitas yang bertujuan untuk menjaga seluruh produk yang diproses tersebut agar dapat dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2009: 240), waktu inspeksi adalah waktu dan sumber daya yang digunakan untuk memastikan bahwa produk memenuhi spesifikasinya. Inspeksi dilakukan dengan tujuan menghindarkan barang cacat untuk samapai ke tangan konsumen.


(36)

3. Waktu Pemindahan (Moving Time)

Hansen dan Mowen (2009: 239) menjelaskan bahwa waktu pemindahan adalah aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk memindahkan bahan baku, produk dalam proses, dan produk jadi dari satu departemen ke departemen lainnya.

4. Waktu Tunggu (Waiting Time)

Hansen dan Mowen (2009: 239) menjelaskan bahwa waktu tunggu adalah aktivitas dimana bahan baku atau barang dalam proses menggunakan waktu dan sumber daya untuk menunggu proses berikutnya.

5. Waktu Penyimpanan (Storage Time)

Saftiana et al. (2007) berpendapat bahwa waktu penyimpanan merupakan aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya, selama produk dan bahan baku disimpan sebagai persediaan.

Proses produksi yang ideal akan menghasilkan cycle time sama dengan

processing time. Jika proses pembuatan produk menghasilkan cycle

effectiveness sebesar 100%, maka aktivitas bukan penambah nilai telah dapat

dihilangkan dalam proses pengolahan produk, sehingga customer produk tersebut tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitas bukan penambah nilai. Sebaliknya, jika proses pembuatan produk menghasilkan cycle effectiveness kurang dari 100%, berarti proses pengolahan produk masih mengandung aktivitas bukan penambah nilai bagi customer, Saftiana et al.


(37)

G. Biaya Persediaan Bahan Baku

Putra dan Idayati (2014: 9), mengatakan efisiensi biaya adalah tidak membuang waktu dan tenaga, tepat sesuai dengan rencana dan tujuan. Cara meningkatkan efisiensi biaya yaitu dapat dilakukan melakukan dengan melalui sistem perencanaan yang lebih baik, alat-alat produksi dan berbagai masukan yang tersedia yang lebih baik dengan berhubungan kerja dan kinerja yang lebih baik pula dengan menggunakan kebijakan-kebijakan diberbagai bidang yang tepat. Assauri (2008: 171) menjelaskan, persediaan bahan baku (raw

material stock) adalah persediaan dari barang-barang berwujud yang

digunakan dalam proses produksi, barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya. Handoko (1999: 336) mengatakan biaya persediaan terdiri dari:

1. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost)

Biaya penyimpanan terdiri atas biaya yang terlibat secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya-biaya yang termasuk biaya penyimpanan adalah:

a. Biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, pemanas, pendingin);

b. Biaya modal (opportunity cost of capital, yaitu alternative pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan);

c. Biaya keusangan;

d. Biaya perhitungan fisik dan konsiliasi laporan; e. Biaya asuransi persediaan;


(38)

f. Biaya pajak persediaan;

g. Biaya kerugian akibat pencurian, kerusakan, dan perampokan; h. Biaya penanganan persediaan.

2. Biaya pemesanan atau pembelian (order cost atau procurement cost) Setiap kali suatu barang dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan (order cost atau procurement cost). Biaya pemesanan atau pembelian meliputi:

a. Biaya pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi; b. Upah;

c. Biaya telepon;

d. Pengeluaran surat-menyurat;

e. Biaya pengepakan dan penimbangan; f. Biaya inspeksi penerimaan;

g. Biaya pengiriman ke gudang. 3. Biaya penyiapan (setup)

Apabila barang-barang tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk memproduksi barang yang dimaksud. Biaya-biaya terdiri dari:

a. Biaya mesin menganggur;

b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung; c. Biaya scheduling;


(39)

4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage cost)

Diantara semua biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan,

shortage cost adalah biaya yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini akan timbul ketika persediaan tidak mencukupi adanya permintaan. Biaya-biaya yang termasuk didalamnya adalah:

a. Kehilangan penjualan; b. Kehilangan pelanggan; c. Biaya pemesanan khusus; d. Biaya ekspedisi;

e. Selisih harga;

f. Terganggunya operasi dan tambahan pengeluaran kegiatan manajerial.

H. Just-In-TimePurchasing

Pembelian just-in-time (just-in-time purchasing) menurut Hansen dan Mowen (2009: G-9) merupakan metode pembelian yang mensyaratkan pemasok untuk mengirimkan suku cadang dan bahan baku tepat saat akan digunakan dalam produksi. Pembelian just-in-time adalah sistem pembelian penjadwalan pengadaan barang atau bahan yang tepat waktu sehingga dapat dilakukan pengiriman atau penyerahan secara cepat dan tepat untuk memenuhi permintaan, Putra dan Idayati (2014: 8). Just-in-time purchasing menekankan pada pengurangan jumlah pemasok serta memperbaiki mutu bahan baku, Carter (2009: 353). Just-in-time purchasing telah dikembangkan dengan baik menggunakan pesanan pembelian gabungan. Pesanan pembelian gabungan


(40)

merupakan perjanjian dengan pemasok yang menyatakan jumlah yang diperkirakan akan dibutuhkan selama tiga atau enam bulan ke depan.

I. Jidoka

Artikel dari Landingpress berjudul “Jidoka” (2013) menjelaskan jidoka

merupakan salah satu pilar terpenting dalam sistem produksi Toyota atau

just-in-time. Jidoka dalam bahasa Jepang artinya adalah otomatisasi dan

otonomasi. Otomatisasi adalah mengubah proses manual yang dikerjakan oleh manusia menjadi proses mesin. Dalam hal ini, yang diotomatisasi hanyalah operasionalnya, tanpa adanya umpan balik yang dapat mendeteksi kesalahan dan tidak ada sistem pemberhentian proses bila terjadi kesalahan. Sedangkan otonomasi adalah mengubah proses manual menjadi proses mesin dengan menambah pengendalian terhadap produk cacat secara otomatis. Selain melibatkan beberapa jenis sistem otomatisasi dalam proses mesin, juga melibatkan pengendalian mutu yang dapat menghentikan proses bila terjadi cacat atau kesalahan pada proses produksi.

Pengertian jidoka jika dilihat dari sudut pandang sistem produksi Toyota adalah suatu alat atau sistem yang digunakan untuk mengetahui atau mendeteksi ketidaknormalan proses dan bisa dikatakan sebagai alat yang berwenang untuk menghentikan proses produksi jika sesuatu yang abnormal. Pada mulanya, jidoka dimulai dari sebuah mesin tenun yang dapat otomatis berhenti, yang diciptakan oleh Sakichi Toyoda. Jidoka mencegah hasil


(41)

produksi cacat yang terkirim ke proses berikutnya. Landingpress juga memaparkan tujuan dari jidoka, yaitu:

1. Menjamin hasil produksi dan mencapai kualitas terbaik 2. Penyederhanaan man power pada proses produksi

3. Mencegah terjadinya down time (kehilangan produktivitas) akibat adanya kelainan pada proses produksi.

J. Budaya Organisasi

Kreitner dan Kinicki (1995: 532), mengemukakan bahwa budaya orgainsasi adalah perekat sosial yang mengikat anggota dalam organisasi, artinya agar suatu karakteristik atau kepribadian yang berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lain dapat disatukan dalam suatu kekuatan organisasi maka perlu adanya perekat sosial. Kartono (1994: 138), mengatakan bahwa bentuk kebudayaan yang muncul pada kelompok-kelompok kerja di perusahaan-perusahaan berasal dari macam-macam sumber, antara lain: dari stratifikasi kelas sosial asal buruh atau pegawai, dari sumber-sumber teknis dan jenis pekerjaan, iklim psikologis perusahaan sendiri yang diciptakan oleh majikan, para direktur dan manajer-manajer yang melatarbelakangi iklim kultur buruh-buruh dalam kelom pok kecil-kecil yang informal.

Pendapat lain oleh Beach (1993: 12), kebudayaan merupakan inti dari apa yang penting dalam organisasi. Seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan


(42)

yang mengatur perilaku anggota. Jadi budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan sehingga dapat dikatakan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk menjalankan aktivitas organisasi. Pada dasarnya Budaya organisasi dalam perusahaan merupakan alat untuk mempersatukan setiap invidu yang melakukan aktivitas secara bersama-sama.

K. Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Riyanto (2004), peneliti meneliti kemungkinan penerapan just-in-time pada Koperasi Tenun Mumbul Kulon Progo. Syarat

just-in-time yang dijadikan acuan oleh peneliti adalah mengenai layout pabrik, karyawan, aliran produksi, kanban pull system, pengendalian produk cacat, ukuran lot produksi, pemeliharaan mesin, pengendalian kualitas, hubungan dengan pemasok, dan persediaan. Di antara sepuluh syarat yang digunakan sebagai acuan kemungkinan penerapan just-in-time, hanya satu yang memenuhi syarat, yaitu hubungan dengan pemasok.

Penelitian oleh Perdana (2006) pada PT Garudafood menghasilkan bahwa PT Garudafood telah menerapkan metode just-in-time dengan maksud mengurangi persediaan bahan baku yang rusak karena terlalu lama disimpan dan diharapkan mampu bersaing secara kompetitif dengan perusahaan lain yang serupa. Hasil penelitian menunjukan rata-rata biaya persediaan bahan baku setelah penerapan metode just-in-time sebesar Rp13.532.031,79 dengan rata-rata biaya persediaan bahan baku sebelum penerapannya sebesar Rp17.336.265,71. PT Garudafood merasa metode just-in-time sesuai


(43)

diterapkan diperusahaan, karena berpengaruh secara signifikan terhadap efisiensi biaya persediaan bahan baku, meskipun ada keterbatasan dalam memperoleh bahan baku.

Penelitian oleh Hou et al. (2011), terdapat lima titik kunci yang menjadi sasaran penelitian, yaitu sistem informasi, perencanaan produksi, manajemen persediaan, manajemen kualitas, dan manajemen pemasok. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan dalam manajemen persediaan tidak semua bahan baku nol, ada beberapa bahan baku yang masih dalam persediaan. Sedangkan hasil lainnya menunjukkan pada manajemen pemasok, sebanyak 40% pemasok berada dekat dengan pabrik, sedangkan 60% berlokasi agak jauh dari pabrik. Perusahaan menyeleksi 60% pemasok yang berpotensi menyediakan bahan baku dengan standar yang baik (kualitas baik dan harga maupun biaya angkut yang terjangkau).

Penelitian oleh Sari, et al. (2014) pada PT Malang Indah Genteng Rajawali menghasilkan jumlah biaya yang dapat dihemat jika perusahaan menerapkan metode just-in-time, yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya pemakaian mesin langsung, dan biaya produksi. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berharap perusahaan yang bersangkutan dapat merapkan sistem produksi just-in-time untuk menghemat keempat biaya tersebut karena terbukti dapat dihemat.


(44)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus, peneliti turun langsung ke lokasi perusahaan untuk mengamati kondisi perusahaan dan mengumpulkan data mengenai kondisi dan situasi perusahaan untuk mendukung analisis mengenai kemungkinan penerapan just-in-time, sesuai dengan kondisi dan situasi perusahaan yang bersangkutan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tempat dan waktu sebagai berikut: Tempat : PT INDOHAMAFISH

Dusun Ketapang, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali

Waktu : 23 Januari - 3 Februari 2017

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah pada bagian produksi. Sedangkan objek penelitiannya adalah proses produksi ikan kaleng.


(45)

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan dikumpulkan adalah kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa data mengenai gambaran umum, situasi, budaya perusahaan, dan kondisi perusahaan sesuai dengan teori mengenai standar metode just-in-time. Sementara data kuantitatifnya berupa data cycle time (processing time, moving time, waiting time, inspection time, dan storage time) pada proses produksi yang digunakan untuk menganalisis efektivitas produksi terhadap aktivitas tak bernilai tambah (non value added activities) dengan metode MCE (manufacturing cycle effectiveness). Sumber data diperoleh secara langsung (data primer) dari lokasi penelitian, yaitu perusahaan yang bersangkutan.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian, yaitu perusahaan yang bersangkutan untuk melakukan pengamatan pada proses produksi ikan kaleng serta kondisi dan situasi lingkungan perusahaan yang berkaitan dengan metode just-in-time.

2. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan pihak perusahaan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, yaitu kepada kepala produksi. Wawancara dilakukan guna mendapatkan informasi gambaran umum perusahaan, informasi mengenai proses produksi, dan deskripsi produk, serta data lainnya yang diperlukan.


(46)

3. Dokumentasi

Peneliti melakukan pencatatan data yang diperoleh dari hasil observasi, berupa pencatatan cycle time (processing time, moving time, waiting time, inspection time, dan storage time) pada proses produksi.

F. Teknik Analisis Data

1. Membuat tabel sederhana dengan judul kolom “No”, “Kriteria”, “Syarat”, “Kondisi Perusahaan”, “Analisis Kelayakan”, dan “Layak/Belum Layak”. 2. Memasukan kriteria just-in-time pada kolom “Kriteria” dan diurutkan

berdasarkan bahan baku datang hingga proses selesai, mulai dari pemasok, persediaan, tata letak, penjadwalan, pemberdayaan karyawan, produksi, kualitas, jidoka, dan persentase manufacturing cycle effectiveness (MCE), tabel 3.1.

3. Melakukan pengamatan di lokasi penelitian dan melakukan wawancara terhadap kepala administrasi dan kepala produksi, maupun bagian lainnya, untuk mendapatkan informasi yang diperlukan berhubungan dengan gambaran umum perusahaan dan kondisi perusahaan mengenai syarat just-in-time, yaitu pemasok, persediaan, tata letak, penjadwalan, pemberdayaan karyawan, produksi, kualitas, dan penggunaan jidoka. Pertanyaan diajukan mengenai segala yang berhubungan dengan pernyataan pada tabel 3.1, yaitu “Analisis Kelayakan Penerapan Just-in-time”.


(47)

4. Mendeskripsikan hasil wawancara dengan pihak-pihak yang dimaksud, berupa gambaran umum, profil perusahaan, proses produksi, dan kondisi perusahaan.

5. Mengidentifikasi cycle time yang ada pada proses produksi dengan mencatat komponen cycle time berupa processing time, moving time, waiting time, inspection time, dan storage time dalam satu kali proses produksi, kemudian menghitung MCE (manufacturing cycle effectiveness) dengan rumus sebagai berikut (Mulyadi, 2007: 278-279):

Cycle Time = Processing Time + Inspection Time + Moving Time + Waiting Time +

Storage Time

��� = Processing TimeCycle Time � %

MCE yang ideal adalah sama dengan 1 atau 100%, yaitu perusahaan dapat menghilangkan waktu dari aktivitas tak bernilai tambah. Namun jika kurang dari 1 atau 100%, menunjukkan bahwa dalam proses produksi masih ada aktivitas tak bernilai tambah. Processing time mewakili aktivitas bernilai tambah (value added activities), sedangkan moving time, witing time, inspection time, dan storage time mewakili aktivitas tak bernilai tambah (non value added activities)

6. Memasukkan deskripsi hasil wawancara dan hasil perhitungan persentase MCE pada kolom “Kondisi Perusahaan”.


(48)

7. Menganalisis kondisi perusahaan mengenai kemungkinan kelayakan just-in-time yang dapat diterapkan pada perusahaan pada kolom “Analisis Kelayakan”.

8. Memberi keterangan “Layak/Belum layak” berdasarkan hasil analisis pada setiap item standar pada kolom.

9. Membuat kesimpulan, apakah perusahaan yang bersangkutan layak atau belum layak menerapkan just-in-time sesuai dengan kondisi perusahaan yang telah dideskripsikan.


(49)

31 Tabel 3.1: Analisis Kelayakan Penerapan Just-in-time

No Kriteria Syarat* Kondisi

Perusahaan Analisis Kelayakan

Layak/ Belum layak

1 Pemasok

Penghilangan aktivitas yang tidak perlu. Jika ada pemasok yang baik, maka

aktivitas penerimaan dan inspeksi

berikutnya tidak diperlukan.

Penghapusan persediaan di pabrik. Bahan baku dikirimkan dalam lot kecil secara langsung ke unit produksi yang akan menggunakannya ketika dibutuhkan. Penghilangan para pemasok yang lemah. Perusahaan mengurangi jumlah pemasok

dan meningkatkan komitmen jangka

panjang pada sedikit pemasok yang andal.

2 Persediaan

Pembelian persediaan bahan baku

dilakukan dalam jumlah yang kecil, namun dengan frekuensi pemesaanan yang tinggi. Barang (bahan baku) tiba hanya pada saat diperlukan dengan jumlah yang tepat. Hanya dibutuhkan tempat yang kecil untuk persediaan bahan baku.

Menghasilkan produk yang baik dalam ukuran lot kecil. Mengurangi ukuran lot bisa menjadi bantuan utama dalam mengurangi persediaan maupun biaya persediaan barang jadi.


(50)

32

No Kriteria Syarat* Kondisi

Perusahaan Analisis Kelayakan

Layak/ Belum layak

3 Tata Letak

Sebuah lini produksi harus dirancang dengan titik penyerahan (bahan baku) di dekat lini produksi tersebut, sehingga material tidak perlu dikirimkan terlebih dahulu ke departemen penerimaan di tempat lain dalam pabrik, kemudian dipindahkan lagi.

Penataan letak yang baik akan mengurangi jarak, sehingga dapat menghemat ruang dan menghapuskan area potensial untuk persediaan yang tidak dikehendaki.

Penataan letak yang baik akan mengurangi bergeraknya orang dan material.

Mesin yang diperlukan untuk membuat sebuah produk, dikelompokkan ke dalam sebuah sel manufaktur.

4 Penjadwalan

Persediaan bahan baku dipindahkan hanya pada saat dibutuhkan.

Produk siap sedia dan berjalan berantai sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan agar tidak terjadi oversupply dan produksi

hanya dilakukan sesuai kebutuhan

berdasarkan jumlah pesanan pelanggan. Memproses lot kecil yang sering, dan bukan beberapa lot yang besar.


(51)

33

No Kriteria Syarat* Kondisi

Perusahaan Analisis Kelayakan

Layak/ Belum layak

5 Pemberdayaan

Karyawan

Perusahaan tidak hanya memberikan pelatihan, tetapi juga dapat mengambil keuntungan yang berasal dari investasi dengan memperkaya pekerjaan.

Seluruh karyawan pada bagian produksi dituntut untuk mampu mengoperasikan seluruh mesin yang ada.

Karyawan diharapkan mampu untuk

bekerja dalam tim yang melibatkan kombinasi dari berbagai talent dan sharing

pengetahuan, skill problem solving, ide, dan pencapaian dari suatu tujuan.

Karyawan cenderung bertahan dalam satu perusahaan dalam waktu yang lama yang mengakibatkan terbukanya peluang bagi mereka untuk meningkatkan skill.

6 Produksi

Aktivitas produksi dilakukan hanya jika ada permintaan pasar/pelanggan yang sudah pasti. Jadi aktivitas produksi dalam sistem ini ditarik (pull) oleh permintaan pasar.

7 Kualitas

Kualitas yang konsisten memungkinkan perusahaan untuk mengurangi semua biaya yang berhubungan dengan persediaan barang jadi.


(52)

34

No Kriteria Syarat* Kondisi

Perusahaan Analisis Kelayakan

Layak/ Belum layak

7 Kualitas

Penghematan terjadi karena sisa,

pengerjaan ulang, investasi persediaan, dan biaya kerusakan terkubur dalam persediaan barang jadi.

JIT menyusutkan antrian dalam lead time.

8 Jidoka

Otomatisasi dari tenaga manusia (manual) menjadi tenaga mesin.

Otonomasi dari tenaga manusia (manual)

menjadi tenaga mesin terhadap

pengendalian barang cacat. 9

Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE)

Persentase MCE mencapai angka 100% atau mendekati 100%. MCE mewakili efektivitas produksi melalui cycle time.

*syarat diperoleh berdasarkan teori yang penulis paparkan pada Tinjauan Pustaka dengan adanya modifikasi sesuai dengan kondisi perusahaan

Keterangan:

1) Pemasok: syarat dikutip dari Heizer dan Render (2005)

2) Persediaan: syarat dikutip dari Saputra et al. (2014), Heizer dan Render (2005), dan Putra dan Idayati (2014) 3) Tata Letak: syarat dikutip dari Heizer dan Render (2005) dan Supriyono (2002)

4) Penjadwalan: syarat dikutip dari Heizer dan Render (2005) dan artikel Lean Manufacturing-Lean Service ”Konsep Kanban” (2016)

5) Pemberdayaan Karyawan: syarat dikutip dari artikel Lean Manufacturing-Lean Service ”Sekilas tentang Just-in-time” (2016) dan

Supriyono (2002)

6) Produksi: syarat dikutip dari Supriyono (2002)

7) Kualitas: syarat dikutip dari Heizer dan Render (2005)

8) Jidoka: syarat dikutip dari artikel Landingpress “Jidoka” (2013)


(53)

35 BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Deskripsi Perusahaan 1. Sejarah

Dua puluh delapan tahun silam, tepatnya pada tanggal 10 Maret 1989, PT Indohamafish berdiri. Berlokasi di tepi pantai barat Pulau Bali, Dusun Ketapang, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, pada mulanya menjalankan usaha di bidang pembuatan tepung ikan. Berluaskan tanah 3,5 hektar, berdiri dua bangunan yang terdiri dari bangunan kantor dan bangunan pabrik, dengan Akta Pendirian No. 19 tertanggal 27 Juni 1989. Pada masa itu, perusahaan masih berbentuk CV

(Commanditaire Vennootschap/ Persekutuan Komanditer) dan pada tahun

1995 perusahaan resmi menjadi PT (Perseroan Terbatas).


(54)

Setelah resmi berbentuk PT, PT Indohamafish membentangkan sayapnya dengan memproduksi sarden (ikan berkemasan kaleng) dengan beberapa merek, antara lain Atan, Atlantik, Fishing, Benua, Otan, Olympic, Indofish, Kaban, Vego, dan ACC yang khusus dipasarkan di dalam negeri. Selain dalam negeri, area pemasaran juga mencakup luar negeri, seperti Congo, Ghana, dan Afrika Selatan, dengan merek Africa Queen, Janus, Extra, dan Apollo.

Demi menjaga kualitas produk, diperlukan bahan baku berupa ikan yang segar, sehingga perusahaan memproduksi es batu sendiri yang bertujuan sebagai bahan penolong untuk mengawetkan ikan sebelum diproduksi. Selain untuk pemakaian sendiri, perusahaan juga melayani penjualan es batu untuk nelayan yang digunakan sebagai pengawet ikan dalam perahu, agar ikan tidak mengalami pembusukan selama berlayar. 2. Profil Perusahaan

PT Indohamafish beralamatkan di Jln. Gatot Kaca No. 86, Dusun Ketapang, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali. Perusahaan pengalengan ikan ini terletak kurang lebih 102 km dari Kota Denpasar. Terdapat 13 perusahaan pengalengan ikan di kawasan Desa Pengambengan, membuat PT Indohamafish tak gentar bersaing. Kepuasan konsumen merupakan prioritas utama perusahaan dan senantiasa menjaga kualitas produk melalui sistem yang baik. PT Indohamafish telah mengimplementasikan sistem keamanan pangan HACCP (Hazard Analysis


(55)

bahan pangan pada proses produksi. PT Indohamafish juga mengantongi sertifikat Halal dan ISO 9000 mengenai standar kualitas dan desain produk.

Gambar 4.2: Jarak dari Kota Denpasar ke PT Indohamafish

a. Visi

PT Indohamafish memiliki visi “Dengan menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi, perusahaan akan menjadi perusahaan yang kuat yang tumbuh dalam industri pengalengan ikan di tingkat Nasional maupun Internasional”.

b. Misi

1) Menerapkan jaminan mutu keamanan pangan dalam proses produksi;


(56)

2) Monitoring dan dokumentasi dengan berpedoman pada implementasi HACCP dan Halal sehingga perusahaan dapat memasarkan produk-produk olahan ikan/pengalengan ikan dengan memperhatikan aspek mutu secara menyeluruh;

3) Menjadikan masyarakat menjadi gemar makan ikan untuk meningkatkan asupan gizi, guna kecerdasan bangsa dengan tidak meninggalkan aspek kelestarian lingkungan hidup.

c. Nilai-nilai Perusahaan

1) Menempatkan kepuasan pelanggan sebagai prioritas utama;

2) Bekerja secara professional untuk menghasilkan produk yang aman, bermutu, legal, dan memberikan pelayanan yang prima; 3) Mengutamakan keselamatan kerja, pelestarian lingkungan, serta

memberdayakan masyarakat disekitar lingkungan. d. Budaya Perusahaan

1) Disiplin 2) Kerja Keras 3) Kreatif


(57)

3. Struktur Organisasi

Gambar 4.3: Struktur organisasi STRUKTUR ORGANISASI

PT INDOHAMAFISH JEMBRANA, BALI

Direktur

Factory Manager/Ketua Tim Keamanan Pangan

Pengadaan Quality Administrasi

Assurance

Produksi Teknik & Sipil

Bahan Baku Bahan Penolong Bahan Teknik/ Umum Kontrol Proses Sanitasi Kontrol Lab Kontrol Can Code Kontrol Ingredient (Sauce) Kontrol Packing Kontrol Dokumen-tasi Proses Sarden Seamer Sterilisasi /Retort Gudang Karton Kaleng Ingredient Barang Jadi Boiler Listrik/Air Keuangan Accounting Persum Marketing Pic


(58)

4. Karyawan

PT Indohamafish membagi karyawan menjadi tiga golongan, yaitu: a. Karyawan Bulanan

Karyawan bulanan merupakan tenaga kerja tetap dengan perhitungan gaji secara bulanan. Karyawan bulanan meliputi karyawan struktural dan satpam/security perusahaan. Jumlah dari karyawan bulanan adalah 40 orang.

b. Karyawan Harian

Karyawan harian merupakan tenaga kerja semi tetap dengan perhitungan gaji secara harian. Karyawan harian meliputi karyawan yang mengerjakan pekerjaan pabrik maupun kantor dibawah pengawasan karyawan bulanan. Jumlah dari karyawan harian adalah 102 orang.

c. Karyawan Borongan

Karyawan borongan merupakan tenaga kerja yang turun langsung melakukan pekerjaan selama proses produksi, seperti menggunting ikan, mencuci ikan, dan mengelap kaleng. Karyawan borongan dipekerjakan ketika pabrik mengadakan kegiatan produksi. Upah karyawan borongan diperhitungkan secara harian. Ketika pabrik sedang tidak melakukan kegiatan produksi, karyawan boronganpun tidak bekerja. Jumlah dari karyawan borongan adalah 35 orang untuk karyawan yang bertugas mengelap atau membersihkan kaleng sebelum di packing, 60 orang untuk karyawan yang bertugas mmenggunting


(59)

dan mencuci ikan, dan 40 orang untuk karyawan yang bertugas mengisi kaleng dengan ikan.

5. Layout

Dua bangunan utama berdiri di atas tanah seluas 3,5 hektar milik PT Indohamafish, yaitu bangunan pabrik dan bangunan kantor. Lokasinya tepat di tepi pantai membuat perusahaan mudah membeli ikan segar hasil tangkapan nelayan. Berikut adalah layout perusahaan PT Indohamafish:

G a m b a r 4 . 2

L a y o u


(60)

B. Deskripsi Produk 1. Jenis dan Merek

PT Indohamafish bergerak di bidang usaha pengalengan ikan yang berasal dari ikan segar hasil tangkapan nelayan lokal yang merupakan supplier tetap dan nelayan luar yang melakukan pelelangan ikan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan), sehingga mengurangi kemacetan produksi karena kurangnya persediaan bahan baku ikan.

Gambar 4.5: Macam-macam merek produk

a. Jenis Produk

Bahan baku ikan yang digunakan berupa ikan lemuru, ikan tembang, dan ikan makarel. Ada tiga kemasan ikan kaleng yang di produksi oleh PT Indohamafish, yaitu kemasan sarden 125 gram, sarden 155 gram, dan kemasan makarel dan sarden 425 gram. Kemasan 155 gram dan 425 gram memiliki merek berbeda-beda dengan varian berbeda juga, yaitu sarden saus tomat, sarden saus cabai, makarel saus tomat, dan makarel saus cabai. Sedangkan untuk


(61)

kemasan sarden 125 gram yang merupakan produk ekspor dengan merek yang juga bermacam-macam yang disajikan dengan dua varian, yaitu sarden dengan saus tomat atau cabai dan sarden dengan minyak sayur. Berat bersih ikan tidak termasuk saus/minyak.

b. Merek Produk

1) Sarden dalam Kemasan 125 gram

Sarden dalam kemasan kaleng 125 gram berisi 2-3 ekor ikan tergantung dari ukurannya. Ada dua varian, yaitu sarden dengan saus tomat atau cabai dan sarden dengan minyak sayur. Sarden kemasan 125 gram dengan saus tomat atau cabai diantaranya ada Vego dan Del Monte. Sedangkan sarden dengan minyak sayur diantaranya ada Janus, Africa Queen, dan Extra yang merupakan produk ekspor.

2) Sarden dalam Kemasan 155 gram

Sarden dalam kemasan kaleng 155 gram berisi 4-6 ekor ikan tergantung dari ukurannya. Ada dua varian, yaitu sarden dengan saus tomat dan sarden dengan saus cabai. Sarden kemasan ini diantaranya ada Atlantic, Otan, Atan, ACC, Fishing, Olympic, Benua, Kaban, Del Monte, Pronas, Diamond, dan Apollo. Dalam kemasan ini juga ada beberapa produk yang diekspor.

3) Makarel dan Saden dalam Kemasan 425 gram

Makarel dan sarden dalam kemasan kaleng 425 gram berisi 7-9 ekor ikan tergantung dari ukurannya. Ada dua varian, makarel


(62)

atau sarden saus tomat dan makarel atau sarden saus cabai. Sarden kemasan ini yaitu Del Monte, sedangkan untuk makarel ada merek Pronas.

c. Kerjasama

PT Indohamafish menjalin kerjasama dengan perusahaan lain, yaitu PT Lasallefood Indonesia dengan merek dagang Del Monte dan PT Canning Indonesian Product dengan merek dagang Pronas. Kedua perusahaan ini mengirimkan kaleng yang sudah diberi cetakan merek dari perusahaan masing-masing, namun ikan segar serta saus tomat maupun cabainya diproduksi oleh PT Indohamafish.

2. Produksi

Pabrik melakukan aktivitas produksi ketika bahan baku ikan tersedia. Ikan diperoleh dari nelayan setempat maupun dibeli dari Pulau Jawa. Jadi, ketika bahan baku ikan sedang tidak ada, pabrik tidak memproduksi ikan kaleng. Dalam satu bulan, biasanya pabrik bisa memproduksi ikan dalam 25 hari atau bahkan 30 hari penuh jika musim ikan sedang baik. Ikan paling sulit ditangkap ketika bulan terang (bulan Purnama), namun menjadi mudah ditangkap pada bulan mati (dalam istilah masyarakat Bali adalah Bulan Tilem), karena ikan naik ke permukaan laut.

a. Pemasok dan Bahan Baku 1) Kaleng

Salah satu bahan baku terpenting dalam proses pengalengan ikan adalah kaleng. Pemasok tetap yang bekerjasama dengan PT


(63)

Indohamafish ada empat, yaitu Sidoarjo, Surabaya, dan dua lainnya berlokasi di Jakarta. Kaleng dikirim terlepas dari seam atau tutupnya. Kaleng sudah dicetak dengan merek dagang yang terdaftar milik PT Indohamafish, namun ada juga kaleng yang masih polos, belum berlabel. Kaleng yang belum berlabel akan diberi stiker label ketika telah menjadi barang jadi. Contoh dari kaleng semacam ini adalah sarden merek Apollo kemasan 155 gram.

Biaya angkut pembelian dari bahan baku kaleng ini sendiri sudah termasuk dalam biaya kaleng. Pengiriman kaleng dilakukan dengan kontainer dan disimpan digudang kaleng. Lokasi gudang ada diseberang (sebelah barat) PT Indohamafish. Kaleng yang digunakan harus sesuai standar HACCP untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan yang ada di dalamnya.

2) Ikan

Bahan baku lainnya yang terpenting juga adalah ikan. PT Indohamafish menggunakan ikan lemuru, ikan tembang, dan ikan makarel dalam pembuatan ikan kaleng. Ketiga jenis ikan ini diperoleh dari nelayan setempat maupun luar pulau Bali. Di luar pulau Bali, perusahaan membeli ikan di TPI (tempat pelelangan ikan) yang berlokasi di Juwana, Probolinggo, Jakarta, dan wilayah Jawa Tengah lainnya yang memungkinkan ikan bisa dikirim dalam waktu yang singkat ke perusahaan. Lama waktu pengiriman


(64)

berkisar antar sehari semalam untuk ikan yang berasal dari wilayah Jawa Tengah dan dua hari semalam untuk ikan yang berasal dari Jakarta.

Ikan-ikan ini dikemas dalam kotak berisi es batu agar kesegarannya tetap terjaga. Ikan yang tiba di pabrik akan langsung di proses agar tetap segar. Sebelum di proses, ikan-ikan transit sementara waktu di lemari pendingin, menunggu giliran untuk digunting dan dicuci, kemudian ke tahap produksi selanjutnya. Aroma ikan segar yang tercium di seputaran pabrik, membuat karyawan PT Indohamafish bergurau “Jika tidak berbau, maka tidak ada uang!”.

3) Pasta Tomat dan Tepung Jagung

Sarden maupun makarel diberi saus tomat atau saus cabai untuk memberi rasa yang nikmat. Pasta tomat dan tepung jagung adalah bahan dasar membuat saus tomat dan cabai. Jika ingin mengisi kaleng dengan saus cabai, cukup diberi bubuk cabai, namun bahan utama saus tetap berasal dari pasta tomat dan tepung jagung. Pemasok pasta tomat dan tepung jagung berasal dari Surabaya. Pembuatan saus tomat maupun saus cabai berada di lantai dua gedung pabrik, tepat diatas mesin pengisian saus. Saus yang telah dimasak dan campur bumbu akan dialirkan melalui pipa ke lantai satu yang langsung terhubung dengan mesin pengisi saus.


(65)

4) Bumbu

Bumbu yang terkandung dalam ikan kaleng bersaus diantaranya ada garam, gula, bubuk pala, bubuk ketumbar, bubuk merica, bubuk jahe, dan bubuk bawang putih, serta pengawet makanan rendah kimia. Bumbu-bumbu ini diperoleh dari luar Pulau Bali, karena langsung diambil dari pusat pembuatan bumbu makanan dengan kualitas yang baik.

5) Minyak Sayur

Minyak sayur adalah bahan baku khusus untuk sarden kemasan kaleng 125 gram. Sarden yang berisikan minyak sayur tidak diberi saus maupun bumbu lainnya, hanya ikan dan minyak sayur. Rasa gurih ikan lebih terasa, karena berasal dari rasa asin alami garam laut yang masih melekat pada ikan. Kelebihan dari kemasan ini adalah tanpa bahan pengawet. Pasokan minyak sayur berasal dari Kota Negara, Jembrana, yang merupakan salah satu produsen minyak terbesar di Bali.

6) Mesin dan Bahan Bakar Mesin

Mesin yang digunakan dalam proses pembuatan ikan kaleng diantaranya:

a) Mesin precooking, yaitu mesin untuk pematangan tahap awal ikan dalam kaleng yang belum diberi saus maupun minyak. Mesin ini berjumlah empat unit, satu unit untuk ukuran kaleng


(66)

125 gram, dua unit untuk ukuran kaleng 155 gram, dan satu unit untuk ukuran kaleng 425 gram.

b) Mesin sauce filling dan oil filling, yaitu mesin untuk pengisian saus tomat atau saus cabai dan minyak sayur. Mesin ini juga berjumlah empat unit, satu unit untuk ukuran kaleng 125 gram (khusus pengisian minyak sayur), dua unit untuk ukuran kaleng 155 gram, dan satu unit untuk ukuran kaleng 425 gram.

c) Mesin seamer, yaitu mesin yang bertugas untuk menutup kaleng ikan yang telah diberi ikan dan saus atau minyak sayur. Sebelum dipasang, tutup kaleng diberi kode dan tanggal kadaluarsa di ruang jet print code. Mesin ini juga berjumlah empat unit, satu unit untuk ukuran kaleng 125 gram, dua unit untuk ukuran kaleng 155 gram, dan satu unit untuk ukuran kaleng 425 gram.

d) Mesin retort (sterilisasi), yaitu mesin yang digunakan untuk mensterilkan sarden yang telah ditutup kalengnya. Sterilisasi ini juga disebut proses pematangan tahap kedua. Mesin ini berjumlah sepuluh unit yang masing-masing dapat menampung 800 buah kaleng berukuran 125 gram, 1.300 buah untuk ukuran 155 gram atau 600 buah kaleng berukuran 425 gram. Sedangkan ada satu unit mesin retort berukuran besar yang dapat menampung 1.200 buah kaleng berukuran 125 gram,


(67)

1.600 buah untuk ukuran 155 gram atau 800 buah kaleng berukuran 425 gram.

e) Mesin jet print coding, yaitu mesin pencetak tanggal kadaluarsa dan nomor produksi pada tutup kaleng (seam). Mesin ini berjumlah dua unit. Mesin pertama untuk memberi kode pada produk yang dipasarkan dalam negeri dan mesin kedua untuk produk yang akan dipasarkan ke luar negeri. Mesin ini bekerja memberi kode pada setiap tutup kaleng yang masih dalam bentuk kepingan, tidak dalam bentuk kaleng yang telah berisi ikan.

Mesin-mesin yang disebutkan dibeli dan didatangkan dari Eropa secara terpisah dan baru dirakit setelah masuk pabrik. Perakitan mesin melibatkan para teknisi andal perusahaan, sehingga mesin tertata sesuai dengan fungsi dan tempatnya. Bahan bakar yang digunakan untuk menjalankan mesin-mesin ini adalah batubara dan kayu bakar. Batubara didatangkan dari Surabaya dan wilayah Jawa Timur lainnya, sedangkan kayu bakar dibeli dari penduduk setempat yang memiliki lahan dengan banyak pepohonan.

b. Proses

Pabrik mulai beroperasi pada pagi hari pukul 06.00 sampai sore hari, hingga malam hari ketika musim ikan sedang baik. Karyawan yang terlibat langsung dalam proses produksi mematuhi tata tertib


(68)

pabrik dengan baik, seperti memakai penutup kepala, masker mulut, sarung tangan, celemek, dan sepatu boot. Kebersihan saat proses produksi yang paling utama. Pemakaian jam tangan, kacamata, lensa kontak, kalung, cincin, gelang, maupun anting-anting tidak diperkenankan untuk mencegah benda-benda tersebut jatuh terlepas dan masuk ke dalam kaleng ikan yang membuat produk menjadi tidak steril.

Penggunaan ponsel di dalam pabrik juga tidak diperkenankan, karena getaran mesin yang cenderung kuat, bersuara keras dan bersuhu panas. Para pengawas pabrik tersebar di setiap sudut pabrik untuk mengawasi jalannya proses produksi. Berikut adalah proses produksi ikan kaleng pada PT Indohamafish:

1) Ikan dibersihkan dengan cara menghilangkan kepala dan ekor dengan gunting, kemudian di cuci bersih;

2) Kaleng yang telah ditata diatas rel yang berjalan kemudian diisi ikan sesuai ukuran kemasan oleh karyawan borongan;

3) Rel yang membawa kaleng berisi ikan bergerak ke mesin

precooking hingga terisi penuh, kemudian mulailah proses

precooking selama 10-15 menit dengan suhu 90 C;

4) Selama proses precooking, tutup kaleng diberi kode produksi dan tanggal kadaluarsa di ruang jet print code di seberang bangunan pabrik;

5) Rel bergerak kembali setelah proses precooking usai menuju mesin


(69)

ke dalam kaleng. Sementara proses ini berlangsung, tutup kaleng yang telah diberi tanggal kadaluarsa diangkut dan dimasukkan ke dalam mesin seamer;

6) Rel bergerak dari mesin sauce/oil filling membawa kaleng yang telah disisi saus atau minyak sayur dan mulailah proses penutupan kaleng oleh mesin seamer (proses seaming);

7) Setelah proses seaming selesai, rel membawa kaleng menuju keranjang besi yang berada di dasar kolam inspeksi melalui perosotan kecil. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan guna menyingkirkan produk cacat. Produk cacat dapat diketahui bilamana kaleng mengambang, artinya isi kaleng tidak sesuai dengan standar (kurangnya takaran ikan atau saus/minyak sayur). Produk cacat ini akan dipisahkan dan dibuang;

8) Pengangkatan dengan katrol dilakukan ketika semua kaleng (dalam satu kali proses produksi) telah masuk semuanya ke keranjang dalam kolam. Katrol yang mengangkut keranjang berisi kaleng dibawa ke mesin retort. Proses selanjutnya adalah sterilisasi oleh mesin retort selama 60-75 menit dengan suhu 150°C;

9) Setelah proses retort atau sterilisasi, kaleng dikeluarkan dari mesin

retort dan diletakkan di depan mesin retort. Proses cooling atau pendinginan kaleng dilakukan oleh tenaga manusia dengan menyemprotkan air pada keranjang besi berisi kaleng menggunakan selang selama 15-20 menit.


(70)

3. Area Pemasaran

Penjualan ikan kaleng hasil produksi PT Indohamafish melalui dua cara, yaitu berdasarkan pesanan dan penawaran. Perusahaan memproduksi barang pesanan dan sisanya akan ditawarkan kepada distributor lain. Berikut adalah area pemasaran produk ikan kaleng PT Indohamafish: a. Indonesia

PT Indohamafish memasarkan produknya di beberapa daerah yang tersebar di penjuru tanah air, diantaranya adalah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Sorong, Jawa Barat, dan Maluku. Sasaran konsumen utama dari perusahaan adalah masyarakat kalangan menengah ke bawah. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat mengkonsumsi ikan berprotein tinggi dengan kualitas baik, namun dengan harga yang terjangkau. Pengiriman produk menggunakan kontainer untuk jalur darat dan kapal laut untuk pengiriman luar pulau. b. Luar Indonesia

Selain memasarkan produk dalam lingkup nasional, PT Indohamafish melakukan penjualan ke luar negeri. Afrika adalah destinasi utamanya, diantaranya ada Ghana, Tema, Lome, Cotonou, dan wilayah lainnya di Benua Afrika. Sebelum diekspor ke negara tujuan, produk lebih dulu dikarantina selama kurang lebih dua minggu lamanya di Surabaya. Pengiriman menggunakan kapal laut dengan lama perjalanan kurang lebih tiga bulan. Tingkat konsumsi ikan yang tinggi oleh masyarakat Afrika membuat sarden kemasan dengan


(71)

minyak sayur lebih digemari daripada sarden kemasan saus tomat maupun saus cabai, karena rasa gurih ikannya lebih terasa dan tanpa tambahan bumbu apapun.

C. Budaya Perusahaan 1. Disiplin

Karyawan PT Indohamafish bekerja tepat waktu. Setiap karyawan borongan, harian, dan bulanan bekerja pada jam yang telah ditentukan. Masing-masing golongan karyawan juga mendapatkan kartu presensi yang jam dan tanggal tiba maupun meninggalkan tempat bekerjanya dicetak secara otomatis. Begitu juga untuk mahasiswa yang melakukan magang dan penelitian juga mendapatkan kartu tersebut. Mesin presensi otomatis terletak di pos satpam dan setiap karyawan yang hendak presensi akan diawasi oleh satpam yang berjumlah dua sampai tiga orang.

Pada saat makan siang, karyawan sangat disiplin. Karyawan borongan makan siang secara bergantian agar produksi tetap berjalan. Mahasiswa magang dan penelitian mendapat pengawasan khusus dari karyawan bulanan dalam melaksanakan tugas maupun penelitiannya. Perlengkapan pada saat memasuki pabrik juga sangat penting digunakan, seperti penutup kepala, masker, jubbah, dan sepatu boot. Penggunaan sarung tangan wajib pada karyawan yang berhadapan langsung dengan proses produksi. Segala macam perhiasan, kacamata, jam tangan, dan


(1)

140

Lampiran 4

Foto-foto Lokasi Penelitian


(2)

141

Foto bersama dengan karyawan PT Indohamafish

Bangunan pabrik PT Indohamafish (tampak depan)


(3)

142

Bangunan pabrik PT Indohamafish (tampak samping)

Bangunan pabrik (kiri) dan laboratorium (kanan)


(4)

143

Pintu masuk PT Indohamafish (dari dalam)

Gudang penyimpanan kaleng PT Indohamafish


(5)

144

Gudang penyimpanan kaleng PT Indohamafish

Gudang penyimpanan karton PT Indohamafish


(6)

145

Pemandangan perjalanan menuju PT Indohamafish

Pemandangan perjalanan menuju PT Indohamafish