Peran Pimpinan Dalam Melaksanakan Pengawasan Melekat Di Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur.

(1)

PERAN PIMPINAN DALAM MELAKSANAKAN

PENGAWASAN MELEKAT DI KANTOR DINAS TENAGA

KERJA PROPINSI JAWA TIMUR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

OLEH :

DWI WAHYUNINGSIH

0341 010 155

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

SURABAYA 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur yang sedalam – dalamnya atas segala nikmat karunia Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul "Peran Pimpinan Dalam Melaksanakan Pengawasan Melekat Di Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur".

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan yang diberikan dari berbagai pihak, baik itu dalam bentuk bantuan tenaga, pikiran, waktu, moril dan materiil yang bersifat membantu proses penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Lukman Arif, MSi, selaku dosen pembimbing utama dan bapak Drs. Anantha Pratama, MSi selaku dosen pembimbing pendamping yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Selain itu penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan FISIP Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Lukman Arif, MSi, selaku Ketua Jurusan Administrasi Publik FISIP Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Diana Hertati, MSi, selaku Sekretaris Jurusan Administrasi Publik Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.


(3)

vi

4. Bapak dan ibuku tercinta yang dengan penuh kesabaran dan cinta kasih selalu mendoakan yang terbaik untuk ananda.

5. Bapak Kamarudin selaku staf bagian Tata Usaha di Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur atas segala bantuan dan informasinya.

6. Sobat-sobatku ”GenkDa” yang selalu memberikan semangat dan doa, love you all.

7. Teman-teman kos ku tyas dan fida yang selalu menemani hari-hariku.

8. Buat big bos samsul dan teman-teman ku d’mitra net, terima kasih banyak untuk tambahan ilmu dan guyonan-guyonannya yang menghibur dikala sumpek.

9. Seseorang yang ”tak kan pernah terlupakan”, kamu akan selalu ada di hatiku, terima kasih untuk kesabaran, doa, semangat dan kasih sayang, semoga kamu mendapatkan yang terbaik, amin.

Sungguh penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terlalu jauh dari sempurna. Dengan harapan bahwa skripsi ini Insya Allah akan berguna bagi rekan-rekan di Jurusan Administrasi Negara, untuk itu kami senantiasa menerima dan mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, Februari 2010


(4)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan dan Pengesahan Skripsi ... ii

Halaman Persetujuan Revisi Skripsi... iii

Halaman Persetujuan Ujian Skripsi ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

Abstraksi ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori... 12

2.2.1 Pengawasan ... 12

2.2.1.1 Pengertian Pengawasan... 12

2.2.1.2 Maksud dan Tujuan Pengawasan ... 13

2.2.1.3 Macam-macam Pengawasan ... 16

2.2.1.4 Teknik Pengawasan... 19

2.2.2 Pengawasan Melekat... 21

2.2.2.1 Pengertian Pengawasan Melekat... 21

2.2.2.2 Tujuan Pengawasan Melekat ... 22


(5)

2.2.2.3 Prinsip-Prinsip Pengawasan Melekat... 25

2.2.2.4 Sarana Pengawasan Melekat ... 29

2.2.2.5 Pelaksanaan Pengawasan Melekat ... 35

2.2.2.6 Indikator keberhasilan Pengawasan Melekat ... 36

2.2.3 Kepemimpinan ... 40

2.2.3.1 Pengertian Kepemimpinan ... 40

2.2.3.2 Unsur-unsur dalam Kepemimpinan ... 43

2.2.3.3 Syarat-Syarat Kepemimpinan ... 44

2.2.3.4 Fungsi Dan Tipe Kepemimpinan ... 45

2.2.4 Kinerja Pegawai ... 50

2.2.4.1 Pengertian Kinerja Pegawai ... 50

2.2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai... 51

2.3 Kerangka Berfikir ... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 56

3.1 Jenis Penelitian... 56

3.2 Fokus Penelitian ... 57

3.3 Situs Penelitian... 59

3.4 Sumber Data... 59

3.5 Pengumpulan Data ... 60

3.6 Analisis Data ... 63

3.7 Keabsahan Data... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

4.1 Gambaran Umum Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur ... 67

4.1.1 Sejarah Dinas ... 67

4.1.2 Letak, Luas Lokasi Dan Visi Misi Dinas ... 73

4.1.3 Struktur Organisasi ... 76

4.1.4 Kedudukan, Tugas Pokok Dan Fungsi... 79

4.1.4.1 Kedudukan Dinas ... 79

4.1.4.2 Tugas Dan Kedudukan Masing-Masing Bagian ... 80


(6)

ix

4.1.5 Komposisi Pegawai... 103

4.1.6 Sarana Dan Prasarana... 106

4.2 Hasil Dan Pembahasan... 108

4.2.1 Hasil ... 108

4.2.2 Pembahasan... 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

5.1 Kesimpulan ... 134

5.2 Saran... 135


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berfikir... 53 Gambar 2. Proses Analisis Data... 65 Gambar 3. Struktur Organisasi... 78


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 138

Lampiran 2. Surat ijin penelitian... 139

Lampiran 3. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 46 tahun 2004 ... 140

Lampiran 4. Surat Keputusan Penempatan PNS Non structural... 142

Lampiran 5. Petikan Keputusan Penempatan PNS Non structural ... 144

Lampiran 6. Contoh Surat Perintah Tugas... 145

Lampiran 7. Contoh Surat Permohonan Ijin Belajar... 146

Lampiran 8. Contoh Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) ... 148

Lampiran 9. Foto-Foto Kegiatan Pegawai ... 152


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Pegawai Tidak Masuk Kerja Tanpa Keterangan ... 6

Tabel 2. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 104

Tabel 3. Komposisi Pegawai Berdasarkan Pendidikan... 105

Tabel 4. Komposisi Pegawai Berdasarkan Pangkat/Golongan ... 106

Tabel 5. Barang Inventaris Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur ... 107

Tabel 6. Jumlah Pegawai Yang Sakit, Ijin, Dinas Luar dan tanpa keterangan ... 113


(10)

ABSTRAKSI

DWI WAHYUNINGSIH PERAN PIMPINAN DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN MELEKAT DI KANTOR DINAS TENAGA KERJA PROPINSI JAWA TIMUR. (Studi Deskriptif Kualitatif).

Penelitian ini didasarkan pada munculnya fenomena pelanggaran disiplin waktu yang dilakukan oleh pegawai di Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur. Yaitu meninggalkan tempat kerja sebelum jam yang telah ditentukan tiba. Hal tersebut sangat berpengaruh pada peran pimpinan dalam melaksanakan pengawasan melekat

Penelitian ini menaruh perhatian pada masalah Peran Pimpinan Dalam Melaksanakan Pengawasan Melekat di Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur. Karena pada dasarnya pegawai merupakan Sumber Daya Manusia yang terpenting bagi organisasi dalam mencapai tujuannya. Agar tujuan dapat dicapai maka diperlukan pengawasan melekat yang dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, sehingga jika terjadi kesalahan maka dapat dikoreksi secara dini yang dapat dilanjutkan dengan melakukan tindakan perbaikan. Di samping pengawasan melekat itu dilakukan oleh atasan, maka sebaiknya pegawai tersebut harus bisa menunjukkan tingkat disiplin yang baik terhadap atasannya.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif, dengan menggunakan variable mandiri adalah Peran Pimpinan. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu meliputi Kepala Bagian, Kepala Sub Bagian Keuangan, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kepala Sub Bagian Penyusunan Program serta beberapa staf dari masing-masing sub bagian. Sedangkan data sekunder berasal dari hasil dokumentasi. Teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pemeriksaan didasarkan atas criteria: derajat kepercayaan, keteralihan, standar ketergantungan, kepastian. Fokus penelitiannya adalah pelaksanaan kegiatan pengawasan melekat yang dilakukan pimpinan meliputi pemantauan, pemeriksaan dan penilaian.

Dari data yang dianalisis maka dapat disimpulkan Peran Pimpinan Dalam Melaksanakan Pengawasan Melekat Di Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur adalah sangat berperan. Karena dalam melaksanakan Pengawasan Melekat Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 46 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tantangan dan persaingan di dunia bisnis semakin ketat, ditandai dengan perubahan lingkungan yang cepat dengan kemajuan teknologi informasi yang menuntut kepekaan organisasi dalam merespon perubahan yang akan terjadi agar tetap muncul dalam kancah persaingan global. Meskipun Indonesia masih dalam kondisi krisis tetapi tuntutan kesiapan organisasi terhadap restrukturisasi organisasi agar lebih fleksibel dan adaptif yang mampu bersaing dalam persaingan global. Hal tersebut tidak hanya berlaku bagi organisasi bisnis tetapi juga organisasi pemerintah.

Kejelasan misi organisasi merupakan prasyarat bagi keberhasilan suatu organisasi dalam bentuk apapun, baik bagi organisasi bisnis maupun organisasi pemerintah, tetapi juga harus didukung pula oleh kompetensi informasi baik dari dalam maupun dari luar organisasi, dan budaya yang selaras dan cepat beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Sehingga dapat mempengaruhi kinerja sumber daya manusia.

Pengawasan adalah salah satu dari fungsi manajemen yang merupakan landasan fungsional setiap pejabat negara untuk menempati posisi pimpinan dari tingkat tertinggi sampai tingkat yang terendah. Berdasarkan landasan fungsional yang seperti itu berarti bahwa kewenangan pengawasan berada pada pejabat pimpinan, baik pejabat pimpinan struktural sebagai atasan terhadap bawahan,


(12)

maupun pejabat pimpinan sesuai dengan bidang tugas (substansi) yang dipimpinnya. Pengawasan pada hakekatnya melekat pada jabatan pemimpin sebagai pelaksana fungsi manajemen, disamping keharusan melaksanakan fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan. Dalam melaksanakan fungsi-fungsinya tersebut harus ada kerja sama antara pimpinan dan bawahan.

Pada dasarnya pegawai merupakan sumber daya manusia yang terpenting bagi organisasi dalam mencapai tujuannya. Agar tujuan dapat dicapai maka diperlukan pengawasan yang disebut dengan pengawasan melekat yang dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, sehingga jika terjadi kesalahan maka dapat dikoreksi secara dini yang dapat dilanjutkan dengan melakukan tindakan perbaikan. Di samping pengawasan melekat itu dilakukan pimpinan maka pegawai tersebut harus bisa menunjukkan tingkat disiplin yang baik terhadap atasannya.

Pengawasan melekat sebagai salah satu kegiatan pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan yang harus menyelenggarakan manajemen/administrasi yang efektif dan efisien di lingkungan kerja masing-masing. Dalam kenyataannya, setiap pimpinan organisasi/unit kerja akan selalu ingin berusaha mengetahui keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan berbagai kegiatan dalam lingkup tanggung jawabnya. Berusaha mengetahui apakah semua kegiatan sudah berlangsung sesuai perencanaan, peraturan yang berlaku dan kebijaksanaan yang telah digariskan sebelumnya. Untuk itu setiap pemimpin harus melakukan pengawasan terhadap berbagai kegiatan yang dikerjakan oleh bawahannya.


(13)

Dalam kaitan inilah kebijaksanaan pengawasan yang tertuang dalam Inpres No.1 Tahun 1989 menekankan pentingnya pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan dalam satuan kerja atau organisasi terhadap bawahannya disamping oleh aparat pengawasan yang bertanggung jawab. Hal ini disebabkan karena atasan langsung lebih tahu situasi dilingkup kerja daripada orang luar. Dengan demikian adanya penyelewengan dapat dikurangi atau bahkan dicegah, karena jika tidak penyimpangan yang dilakukan bawahan dari satuan kerja atau organisasi dapat menghambat pembangunan dan dengan pengawasan dapat diperoleh manfaat yang besar atas sumberdaya, dana dan waktu.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat tersebut tidak lepas dari sikap atau perilaku para pegawai itu sendiri, yang mana pegawai dituntut agar dengan penuh disiplin melaksanakan setiap tugas-tugas yang diembannya. Tanpa adanya pegawai yang penuh disiplin tersebut pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tidak berjalan dengan semestinya, tidak efektif dan tidak efisien.

Sebagaimana digariskan dalam Inpres No.15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, Pengawasan Melekat pada hakekatnya mewajibkan agar setiap atasan langsung atau pejabat pimpinan lainnya langsung mengetahui kegiatan nyata dari setiap aspek serta permasalahan pelaksanaan tugas dalam lingkungan satuan organisasi masing-masing untuk selanjutnya bilamana terjadi penyimpangan dapat langsung mengambil langkah-langkah perbaikan dan tindakan sepenuhnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(14)

Seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 46 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat, dijelaskan bahwa pengawasan melekat merupakan salah satu bentuk pengendalian aparat pemerintah di setiap instansi dan satuan organisasi dalam meningkatkan mutu kinerja di dalam lingkungan tugasnya masing-masing agar tujuan instansi/organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Pengawasan melekat dapat diwujudkan melalui kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan penilaian yang dilakukan pimpinan kepada para bawahannya. Dalam pelaksanaan pengawasan melekat seorang pimpinan harus senantiasa memantau semua kegiatan yang dilakukan oleh bawahannya, apakah sesuai dengan program yang telah ditetapkan atau tidak, karena yang dimaksud dengan kegiatan pemantauan adalah rangkaian tindakan yang mengikuti pelaksanaan suatu kegiatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk mengetahui sedini mungkin kemungkinan terjadinya penyimpangan pelaksanaan pekerjaan dilihat dari kebijakan maupun program yang telah ditetapkan. Selain melakukan kegiatan pemantauan seorang pimpinan harus melakukan tindakan pemeriksaan terhadap semua kegiatan yang telah dilaksanakan oleh bawahannya. Karena yang dimaksud dengan kegiatan pemeriksaan adalah rangkaian tindakan mencari dan mengumpulkan fakta yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Pemeriksaan dapat pula diikuti dengan melakukan kunjungan ke obyek-obyek pemeriksaan. Setelah melakukan kegiatan pemeriksaan maka langkah selanjutnya dengan mengadakan penilaian terhadap semua kegiatan yang dilakukan bawahan. Penilaian diberikan setelah pimpinan


(15)

menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan. Karena yang dimaksud penilaian adalah kegiatan berupa perbandingan antara hasil/prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana atau norma-norma yang telah ditentukan serta menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu rencana. Penilaian dilakukan berdasarkan hasil pemantauan atau pemeriksaan. Hasil penilaian menjadi pertimbangan untuk penentuan tindak lanjut yang tepat, disamping merupakan umpan balik bagi penyempurnaan rencana kegiatan di waktu yang akan datang.

Pengawasan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka peningkatan Pendayagunaan Aparatur Negara dalam pelaksanaaan tugas – tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menuju tercapainya kepemerintahan yang baik (Good Governance).

Berdasarkan hasil pengamatan penulis dengan pengamatan langsung kepada pegawai Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur, penulis melihat adanya pelanggaran disiplin waktu yang dilakukan oleh pegawai Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur. Yaitu ada beberapa pegawai yang pulang meskipun belum waktunya pulang kantor (korupsi waktu), tetapi hal ini dibiarkan oleh pimpinan karena pekerjaan mereka telah selesai. Selain itu juga ada pegawai yang tidak masuk kerja tanpa memberikan keterangan, berikut tabelnya :


(16)

Tabel 1

Jumlah Pegawai Yang Tidak Masuk Kerja Tanpa Keterangan No Tahun

2008

Jumlah pegawai tidak masuk kerja tanpa keterangan

1 Triwulan I

(Januari-Maret ’08)

15

2 Triwulan II

(April-Juni ’08)

12

3 Triwulan III

(Juli-September ’08)

21

4 Triwulan IV

(Oktober-Desember ’08)

29

Sumber : Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur 2008

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pada triwulan IV (Oktober-Desember’08) banyak pegawai yang tidak masuk kerja tanpa keterangan, hal ini dikarenakan pada bulan-bulan tersebut bertepatan dengan libur Lebaran dan hari Natal. Banyak pegawai yang memanfaatkannya untuk pulang kampung, akan tetapi dikarenakan waktu libur yang sangat sempit dan tidak mendapatkan ijin cuti dari pimpinan, maka pada akhirnya banyak pegawai yang bolos kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Suhartoyo, MM selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha saat ditemui penulis, berikut pernyataannya:

”Begini ya mbak, pada bulan-bulan tersebut kenapa banyak pegawai yang membolos kerja, itu biasanya dikarenakan banyak pegawai yang menggunakan moment-moment lebaran dan natal untuk pulang ke kampungnya masing-masing. Selain itu juga bisa dikarenakan ijin cuti yang mereka ajukan tidak disetujui maka pada akhirnya mereka membolos kerja”. (wawancara tanggal 20 Oktober’09 pukul 10.00 wib).

Fenomena ini perlu diangkat oleh penulis karena kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur yang mengurus masalah ketenagakerjaan. Apabila disiplin pegawai tidak ditegakkan maka semua kegiatan dan tugas akan terbengkalai dan urusan ketenagakerjaan akan tertunda.


(17)

Pengawasan melekat sangat diperlukan untuk mencapai disiplin pegawai yang tinggi, karena sorotan dan kritikan transparan datang bukan hanya dari sarana pegawai tetapi juga dari masyarakat yang selalu menyoroti sikap, tingkah laku dan kinerja dari pegawai negeri sipil. Kinerja yang baik dari pegawai mencerminkan performance yang baik pula dari suatu organisasi. Kinerja yang dikatakan baik dikarenakan adanya kemampuan pimpinan untuk mencapainya.

Dalam penelitian ini adapun yang dimaksud dengan pimpinan adalah Kepala Bagian di Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur. Karena penelitian ini lebih menyoroti pelaksanaan pengawasan melekat yang dilakukan Kepala Bagian sebagai atasan langsung dari Kepala Sub bagian Tata Usaha, Kepala Sub bagian Penyusunan Program dan Kepala Sub bagian Keuangan. Pimpinan terus menerus menciptakan suatu semangat, memberikan pengarahan, bimbingan dan dorongan bagi bawahan. Kinerja pegawai dapat terwujud dikarenakan adanya pengawasan melekat yang dilakukan pimpinan secara terus menerus. Apabila kinerja sudah terwujud maka fungsi Dinas Tenaga Kerja dalam menangani masalah ketenagakerjaan dapat terlaksana dengan baik.

Dari beberapa uraian diatas, mengingat akan pentingnya suatu pengawasan dilingkungan kerja diharapkan dengan adanya pengawasan yang intensif dari pimpinan dapat ditegakkan disiplin dilingkungan aparatur pemerintah khususnya pegawai Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur sehingga fungsi dinas dalam mewujudkan tenaga kerja berkualitas dapat tercapai.


(18)

1.2 Perumusan Masalah

Untuk menegakkan dan meningkatkan kedisiplinan di kantor maka perlu adanya pengawasan melekat agar para pegawai tidak berbuat semaunya sendiri, maka permasalahan yang diteliti adalah “Bagaimanakah Peran Pimpinan dalam Melaksanakan Pengawasan Melekat di Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur?”.

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian yang penulis lakukan ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Peran Pimpinan dalam Melaksanakan Pengawasan Melekat di Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur.

1.4Kegunaan penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti untuk menambah wawasan pengetahuan baik secara teori maupun praktek mengenai pengawasan melekat dan disiplin pegawai. 2. Bagi Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan pengawasan melekat dan meningkatkan disiplin pegawai.

3. Bagi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Jawa Timur, dapat digunakan untuk menambah perbendaharaan perpustakaan yang nantinya dapat dijadikan bahan referensi bagi mahasiswa yang tertarik untuk meneliti pengaruh pengawasan melekat terhadap disiplin pegawai.


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan pengkajian yang berkaitan dengan pengawasan melekat, yang dilakukan oleh :

1. Elly Ferawati (2005), Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dengan judul penelitian “Peran Kepala Badan Kepegawaian Daerah Dalam Melaksanakan Pengawasan Melekat (studi deskriptif di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tuban) ”. Penelitian ini didasarkan pada munculnya fenomena pelanggaran disiplin waktu yang dilakukan oleh Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tuban. Yaitu meninggalkan tempat kerja sebelum jam yang telah ditentukan tiba. Hal tersebut sangat berpengaruh pada peran pimpinan dalam melakukan pengawasan melekat.

Penelitian ini menaruh perhatian pada masalah Peran Kepala Badan Kepegawaian Daerah dalam melaksanakan pengawasan melekat di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tuban. Karena pada dasarnya pegawai merupakan sumber daya manusia yang terpenting bagi organisasi dalam mencapai tujuannya. Agar tujuan dapat dicapai maka diperlukan pengawasan yang disebut dengan pengawasan melekat yang dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, sehingga jika terjadi kesalahan maka dapat dikoreksi secara dini yang dapat


(20)

dilanjutkan dengan melakukan tindakan perbaikan. Disamping pengawasan melekat itu dilakukan oleh atasan, mana sebaiknya pegawai tersebut harus bisa menunjukkkan tingkat disiplin yang baik terhadap atasannya.

Fokus dan sasaran kajian yang digunakan adalah pemantauan dengan sasaran kajian inventarisasi dan penetapan kegiatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi yang akan dipantau, penyusunan JUKLAK dan JUKNIS, peningkatan ketaatan pelaksana untuk melakukan pemantauan dan pelaporan, pemanfaatan hasil-hasil WASMAS dan WASMAL, penyempurnaan mutu alat pemantauan dan bentuk laporan yang memuat data esensial. Pemeriksaan dengan sasaran kajian penyusunan dan penetapan kegiatan yang diperiksa, penggunaan tolok ukur kegiatan yang diperiksa, pelaksanaan pemeriksaan secara berkelanjutan, pemeriksaan atas kebutuhan (inspeksi mendadak) berdasarkan asas pengecualian. Dan penilaian.

2. Erlangga Wibisono (2002), Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bhayangkara Surabaya. Dengan judul penelitian “Hubungan pengawasan melekat dengan kinerja pegawai di Kantor Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Timur”. Maka hasil yang didapat adalah :

Berdasarkan hasil perhitungan hipotesa, maka ternyata setiap indikator yang menunjang di dalam pelaksanaan pengawasan melekat mempunyai hubungan yang positif dengan kinerja pegawai di Kantor Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Timur yaitu terbukti dengan diperolehnya t hitung sebesar 41,96 sehingga hipotesa yang diajukan yaitu diduga ada hubungan pengawasan melekat dengan kinerja pegawai dapat diterima dan dibuktikan bahwa harga t hitung melebihi


(21)

harga kritis dari t tabel = 2,6120. Dapat disimpulkan bahwa pengawasan melekat mempunyai hubungan yang kuat dan positif dengan kinerja pegawai. Hubungan yang positif dalam arti jika variabel independent pengawasan melekat ditingkatkan maka variabel dependent juga akan meningkat.

3. Anik Sujiati (2002), Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bhayangkara Surabaya. Dengan judul penelitian “Hubungan pengawasan melekat dengan efektifitas kerja pegawai pada perusahaan daerah air minum di Kotamadya Surabaya”.

Dan hasil yang didapat adalah dari koefisien korelasi antara pengawasan melekat sebagai variabel bebas (X) dengan efektifitas kerja sebagai variabel terikat (Y) ternyata mempunyai hubungan erat (sangat kuat) yaitu sebesar 0,8362. apabila korelasi tersebut diinterpretasikan dalam tabel interpretasi koefisien korelasi mempunyai tingkat hubungan antara pengawasan melekat dengan efektifitas kerja pegawai.

Penelitian Anik Sujiati menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dan kedua penelitian ini sama-sama mengkaji tentang pengawasan melekat.

Adapun perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah pada penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, tujuan penelitian untuk mendeskripsikan tentang peran pimpinan dalam melaksanakan pengawasan melekat pada Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur. Analisa data


(22)

menggunakan analisa deskriptif kualitatif yaitu memeriksa data yang terkumpul, mengelompokkan, mengklasifikasi, pengolahan data dan selanjutnya dianalisa dan ditemukan kesimpulannya, teknik pengumpulan data, menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi, fokus penelitiannya meliputi pemantauan, pemeriksaan dan penilaian dalam melakukan pengawasan pada pegawai Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur. Sedangkan persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang sama-sama mengkaji masalah Pengawasan Melekat.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pengawasan

2.2.1.1 Pengertian Pengawasan

Menurut Siagian (1990:107) dalam bukunya “Filsafat Administrasi” Pengawasan adalah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Situmorang dan Juhir (1994:19) memberikan definisi pengawasan sebagai berikut “Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.

Menurut Manullang (1997:136) dalam bukunya “Dasar-dasar Manajemen” Pengawasan yaitu “suatu proses untuk menetapkan


(23)

pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”.

Dari beberapa pengertian para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pengawasan adalah setiap usaha dan tindakan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tugas yang harus dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang hendak dicapai.

2.2.1.2 Maksud dan Tujuan Pengawasan a) Maksud Pengawasan

Dalam Situmorang dan Juhir (1994:22) pengawasan diadakan dengan maksud :

1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak. 2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh

pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.

3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan.

4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.


(24)

5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standart.

Sedangkan menurut White dalam Situmorang & Juhir (1994:23) bahwa maksud pengawasan adalah :

1. Untuk menjamin bahwa kekuasaan itu digunakan untuk tujuan yang diperintah dan mendapat dukungan serta persetujuan dari rakyat.

2. Untuk melindungi Hak Asasi Manusia yang telah dijamin oleh Undang-undang dari pada tindakan penyalahgunaan kekuasaan.

Kemudian mengenai maksud pengawasan menurut Rachman dalam Situmorang & Juhir (1994:23) adalah : 1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan.

2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan-perubahan untuk memperbaiki serta mencegah pengulangan kegiatan-kegiatan yang salah.


(25)

4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah tidak dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar

b) Tujuan Pengawasan

Tujuan dari suatu pengawasan menurut Situmorang dan Juhir (1994:26) adalah :

1. Agar terciptanya aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu system manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat serta bertanggung jawab.

2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparatur pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat. Agar adanya kelugasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.


(26)

Sedangkan pengawasan itu secara langsung juga bertujuan untuk :

1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan perintah.

2. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan 3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan

4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa yang dihasilkan.

5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi.

2.2.1.3 Macam-Macam Pengawasan

Menurut Situmorang dan Juhir (1994:27), untuk mencapai tujuan organisasi, maka dalam hal pengawasan ini dapat pula diklasifikasikan macam-macam pengawasan berdasarkan berbagai hal, yaitu:

1. Pengawasan Langsung dan Pengawasan Tidak Langsung a. Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi.


(27)

b. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa pengawasan “on the spot”.

2. Pengawasan Preventif dan represif a. Pengawasan Preventif

Pengawasan preventif dilakukan melalui preaudit sebelum pekerjaan dimulai.

b. Pengawasan represif

Pengawasan represif dilakukan melalui post-audit, dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya.

3. Pengawasan Intern dan Ekstern a. Pengawasan Intern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri.

b. Pengawasan Ekstern

Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri.

Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1989, ditegaskan mengenai macam-macam pengawasan. Adapun


(28)

macam-macam pengawasan menurut Instruksi Presiden tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengawasan Melekat (WASKAT)

Adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara berdaya guna sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengawasan melekat sebenarnya merupakan salah satu fungsi manajemen yang terus dilakukan oleh setiap atasan sebagai pimpinan di samping perencanaan dan pelaksanaan, karena itu pengawasan melekat sebenarnya bukan hal yang rumit, melainkan merupakan disiplin diri yang harus ditumbuhkan para atasan untuk melakukannya.

Pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat diharapkan sebagai “pendidik” terhadap anak buahnya, sehingga fungsi pengawasan melekat pimpinan pada bawahan atau yang dipimpinnya memiliki unsur pendidikan pula, yakni dalam bentuk pembinaan kepala suatu unit kerja organisasi terhadap anak buahnya.


(29)

2. Pengawasan Fungsional (WASNAL)

Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah maupun ekstern pemerintah, yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pengawasan Masyarakat (WASMAS)

Adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, disampaikan secara lisan atau tulisan kepada aparatur pemerintah yang berkepentingan berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau pengaduan yang bersifat membangun, baik secara langsung maupun media massa.

2.2.1.4 Teknik Pengawasan

Menurut Lubis (1994:163) pengawasan dapat dilakukan dengan mempergunakan cara-cara sebagai berikut :

a. Pengawasan langsung dilakukan oleh manajer pada waktu kegiatan-kegiatan sedang berjalan.

Pengawasan langsung dapat berbentuk: 1. Inspeksi langsung

2. Observasi di tempat (on the spot observation)

3. Laporan di tempat (on the spot report) yang berarti juga penyampaian keputusan di tempat bila diperlukan.


(30)

b. Pengawasan tidak langsung

Pengawasan ini adalah pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan.

Laporan ini dapat berbentuk : 1. Laporan lisan

2. Laporan tertulis

Kelemahan dari pengawasan bentuk ini adalah bahwa di dalam laporan-laporan itu hanya dibuat laporan-laporan yang baik saja yang diduganya akan menyenangkan atasan. Manajer yang baik akan meminta laporan tentag hal-hal yang baik maupun yang tidak baik. Sebab kalau laporan-laporan itu berlainan dengan kenyataan selain akan menyebabkan kesan yang berlainan juga pengambilan keputusan yang salah.

Sedangkan menurut Siagian (1996:139), teknik pengawasan terdiri dari :

a. Pengawasan langsung

Yang dimaksud pengawasan langsung adalah apabila pimpinan organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan.

b. Pengawasan tidak langsung

Yang dimaksud pengawasan tidak langsung adalah pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan.


(31)

2.2.2 Pengawasan Melekat

2.2.2.1 Pengertian Pengawasan Melekat

Menurut Situmorang dan Juhir (1994:72) dalam bukunya “Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan Aparatur Pemerintahan” mengemukakan bahwa “Pengawasan Melekat adalah proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan secara efektif dan efisien oleh pimpinan unit atau atasan organisasi kerja terhadap seluruh sumber kerja untuk mengetahui berbagai kekurangan dan kelemahan, supaya dapat diperbaiki oleh pimpinan yang berwenang pada jenjang yang lebih tinggi demi tercapainya tujuan yang sudah dirumuskan sebelumnya”.

Menurut Nawawi (1995:8) dalam bukunya “Pengawasan Melekat Di Lingkungan Aparatur Pemerintah” mengemukakan bahwa pengawasan melekat sebagai pelaksanaan fungsi kontrol dan manajemen/administrasi dapat diartikan sebagai berikut “Pengawasan Melekat (Waskat) adalah proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan secara berdaya dan berhasil guna oleh pimpinan unit/organisasi kerja terhadap fungsi semua komponen untuk mewujudkan kerja di lingkungan masing-masing, agar secara terus menerus berfungsi secara maksimal dalam melaksanakan tugas pokok yang terarah pada pencapaian tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya”. Serta dapat juga diartikan “Pengawasan Melekat (Waskat) adalah proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan


(32)

secara berdaya guna dan berhasil guna oleh pimpinan unit/organisasi kerja terhadap sumber-sumber kerja untuk mengetahui kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangannya, agar dapat diperbaiki atau disarankan untuk diperbaiki oleh pimpinan yang berwenang pada jenjang yang lebih tinggi, demi tercapainya tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya”.

Menurut Hasibuan (2001:197) mengemukakan pengawasan melekat adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah atau mengetahui kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara disiplin, meningkatkan pretasi kerja, mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-sistem kerja yang efektif, serta menciptakan sistem internal kontrol yang terbaik dalam mendukung terwujudnya perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan melekat adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahan, untuk mencegah secara dini adanya penyalahgunaan wewenang maupun kesalahan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan.

2.2.2.2 Tujuan Pengawasan Melekat

Untuk mewujudkan daya guna, hasil guna dan tepat guna dalam upaya tercapainya sasaran-sasaran yang telah direncanakan, maka perlu


(33)

ditetapkan adanya tujuan pengawasan melekat. Tujuan pengawasan melekat menurut Nawawi (1997 :25-27) adalah :

1. Untuk mencegah secara dini terjadinya masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan lainnya dilingkungan aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. 2. Dalam pelaksanaan sehari-hari pengawasan melekat juga bertujuan

agar atasan langsung atau pejabat pimpinan lainnya langsung mengetahui kegiatan nyata tentang setiap aspek dan permasalahan dalam pelaksanakan tugas bawahannya di lingkungan organisasi/unit kerja masing-masing.

Disamping itu pengawasan melekat berakhir pada diperolehnya temuan-temuan oleh atasan langsung dari hasil pemantauan, pemeriksaan dan penilaian terhadap bawahannya. Temuan-temuan itu hanya akan bermanfaat bagi tujuan pengawasan melekat bilamana diiringi dengan tindak lanjut oleh atasan yang mengemban fungsi-fungsi pengawasan melekat. Tindak lanjut itu dapat dibagi menjadi dua macam:

1. Tindakan Lanjut yang bersifat Preventif

Tindakan preventif adalah upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan berbagai penyelewengan lainnya dengan melakukan penyempurnaan unsur aparatur di bidang kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan untuk menjadikan


(34)

kelancaran pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Di samping itu tindakan preventif dilakukan juga dengan upaya mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, penyimpangan dan korupsi oleh bawahan yang mendapat kepercayaan mengelola kekayaan dan keuangan negara.

2. Tindak Lanjut yang bersifat Represif

Tindak lanjut ini dilakukan berupa penindakan terhadap perbuatan korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan negara dan berbagai bentuk penyelewengan lainnya. Tindakan penyelesaian ini dilakukan sesuai dengan batas-batas wewenang yang dilimpahkan pada pejabat atau pegawai yang memiliki legitimasi sebagai atasan. Tindakan represif ini antara lain berupa:

a. Tindakan administratif terhadap pegawai yang bersangkutan. b. Tindakan atau tuntutan perdata kepada pegawai dan atau pihak

ketiga.

c. Tindakan atau tuntutan pidana kepada pegawai dan atau pihak ketiga.

Dipihak lain tindak lanjut tidak saja perlu dilakukan terhadap bawahan, tetapi juga bagi atasan yang melakukan pemantauan, pemeriksaan dan penilaian, dengan mendayagunakan setiap temuan. Tindak lanjut semacam ini berguna untuk :


(35)

a. Memperbaiki dengan cara memberikan bimbingan dan pembinaan, sebagai tindakan-tindakan yang langsung dapat dilaksanakan oleh setiap atasan.

b. Memperbaiki dengan cara menyusun program atau mengirim pegawai untuk mengikuti pendidikan dan latihan sesuai keperluan. c. Memperbaiki perumusan kebijakan, perintah, perencanaan dan

pembagian tugas/pekerjaan, baik yang bersifat operasional maupun strategi.

Jika tindak lanjut dilakukan dengan sebaik-baiknya, maka dapat diharapkan pengawasan melekat mempunyai makna yang positif bagi terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa.

2.2.2.3 Prinsip-prinsip Pengawasan Melekat

Sebagai salah satu fungsi manajemen, pengawasan melekat mempunyai arti luas yang bersifat menyeluruh didalamnya tercakup kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan penilaian terhadap semua kegiatan organisasi, oleh karena pengawasan tersebut mempunyai sifat menyeluruh dan luas perlu adanya prinsip-prinsip pengawasan yang dapat dipatuhi dan dijalankan dalam melaksanakan pengawasan melekat tersebut.

Adapun prinsip-prinsip pokok pengawasan melekat diatur dalam Instruksi Presiden No 1 Tahun 1989 adalah sebagai berikut :


(36)

1. Bahwa pada dasarnya pengawasan melekat dilakukan secara berjenjang. Namun demikian setiap pimpinan pada saat tertentu dapat melakukan pengawasan melekat pada setiap jenjang yang ada dibawahnya.

2. Pengawasan melekat harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan secara sadar dan wajar sebagai salah satu fungsi manajemen yang penting dan tak terpisahkan dari perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.

3. Pengawasan melekat lebih diarahkan pada usaha pencegahan terhadap penyimpangan, karena itu perlu ada sistem yang jelas yang dapat mencegah terjadinya penyimpangan. Dalam pelaksanaan fungsi manajemen perlu dilakukan pengawasan melekat untuk menjamin agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien.

4. Pengawasan melekat harus bersifat membina, karena itu penentuan adanya suatu penyimpangan harus didasarkan pada kriteria yang jelas dan penyimpangan tersebut harus dideteksi secara dini. Tindak lanjut terhadap temuan-temuan dalam pengawasan melekat harus dilakukan secara tepat dan tertib, didasarkan pada penelitian yang obyektif melalui analisa yang cermat sesuai dengan kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk tindak lanjut yang berupa penghargaan bagi yang berprestasi baik.

5. Pengawasan melekat harus merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai kegiatan rutin


(37)

6. Pengawasan melekat merupakan pengawasan yang pokok, sedangkan pengawasan-pengawasan lainnya menunjang keberhasilan pengawasan melekat.

Menurut Situmorang (1994:75) prinsip-prinsip pengawasan pada umumnya adalah :

1. Obyektif dan menghasilkan fakta

Pengawasan harus bersifat obyektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhi.

2. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan

Untuk dapat mengetahui dan menilai ada tidaknya kesalahan-kesalahan dan penyimpangan, pengawasan harus bertolak pangkal dari keputusan pimpinan, yang tercermin dalam :

a. tujuan yang ditetapkan

b. rencana kerja yang telah ditentukan

c. kebijaksanaan dan pedoman kerja yang telah digariskan d. perintah yang telah diberikan

e. peraturan-peraturan yang telah ditetapkan 3. Preventif

Karena pengawasan pada dasarnya adalah untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yang harus efisien dan


(38)

efektif, maka pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan, berkembangnya dan terulangnya kesalahan-kesalahan.

4. Bukan tujuan, tetapi sarana

Pengawasan hendaknya tidak dijadikan tujuan, tetapi sarana untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan organisasi.

5. Efisien

Pengawasan haruslah dilakukan secara efisien, bukan justru menghambat efisien pelaksanaan pekerjaan.

6. Apa yang salah

Pengawasan janganlah terutama mencari siapa yang salah,tetapi apa yang salah, bagaimana timbulnya dan sifat kesalahan.

7. Membimbing dan mendidik

Manajemen merupakan pengembangan manusia, bukan benda. Sebagai suatu fungsi manajemen, maka pengawasan harus pula mengembangkan faktor manusia. Oleh karenanya pengawasan harus bersifat membimbing dan mendidik agar pelaksana atau pegawai meningkatkan kemampuan dan dedikasinya untuk melakukan tugas-tugas yang telah ditetapkan.


(39)

2.2.2.4 Sarana Pengawasan Melekat

Setiap atasan langsung dalam melaksanakan pengawasan melekat harus mengetahui secara tepat sarana yang sekaligus menjadi sasarannya. Dewasa ini masih tampak bahwa pada umumnya atasan langsung tidak mengetahui sarana dan sasaran pengawasan melekat yang tepat untuk dilaksanakan sehingga pengawasan tersebut masih kurang atau bahkan ada yang tidak dilaksanakan, meskipun tidak berarti pengawasan tersebut belum dilaksanakan.

Sarana dan sekaligus sasaran pengawasan, termasuk pengawasan melekat oleh pimpinan/atasan langsung dilingkungan satuan organisasi/satuan kerja sesuai dengan Inpres No. 15 Tahun 1983 terdapat 6 (enam) unsur sebagai berikut :

1. Pengorganisasian

Sebuah organisasi, baik sebagai wadah maupun proses kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu, merupakan alat dan bukan tujuan. Oleh karena itu organisasi harus disusun sedemikian rupa agar mampu mewadahi dan mengoperasikan volume dan beban kerja sebagai tugas pokok secara layak.

2. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan adalah penafsiran setiap peraturan atau ketentuan yang berlaku dengan maksud membimbing dan mengarahkan atau memberikan pembatasan pada tindakan. Kebijaksanaan dapat juga diartikan sebagai pengaturan pola tingkah


(40)

laku yang ditetapkan lebih dahulu untuk melengkapi pengaturan yang belum terdapat atau belum jelas di dalam peraturan atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku di lingkungan aparatur pemerintah. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan merupakan pernyataan kehendak atau pemikiran pimpinan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya pada saat pekerjaan akan dilaksanakan.

3. Prosedur kerja

Prosedur kerja adalah tata hubungan dan pentahapan kerjasama yang digunakan secara sistematis untuk melaksanakan tugas pokok dan tugas-tugas lainnya dalam batas-batas peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan kebijaksanaan yang ditetapkan di lingkungan satu satuan organisasi/unit kerja tertentu.

4. Perencanaan

Perencanaan harus dijadikan pedoman dan arahan dalam melaksanakan pekerjaan yang harus dilaksanakan secara berdisiplin, agar targetnya dapat dicapai, baik dari segi volume yang menyangkut kualitas dan kuantitas maupun dari segi waktu.

5. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dapat diartikan sebagai cara pengendalian dalam pendayagunaan berbagai sumber daya dalam melaksanakan


(41)

tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, terutama berupa sumber financial untuk mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam upaya mencapai tujuan negara.

Pencatatan merupakan landasan bagi pelaporan dan sarana bagi penilaian kegiatan. Oleh karena itu pelaporan harus dijadikan sarana untuk memberikan informasi yang actual tentang perkembangan, kemajuan atau prestasi dan hambatan-hambatan, yang dapat digunakan untuk mengadakan tindakan koreksi dalam menjalankan pengawasan dari jauh (tidak langsung) sebagai fungsi manajemen setiap pimpinan.

6. Pembinaan Personil

Dalam pembinaan personil, perekrutan calon pegawai pertama kali merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu sekurang-kurangnya perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menetapkan persyaratan pekerjaan yang akan dijadikan kriteria dalam menerima pegawai.

b. Menyeleksi personil dari dalam atau dari luar organisasi/unit kerja yang memerlukannya untuk mendapatkan yang kualitasnya sesuai tuntutan pekerjaan yang akan diembannya.

Apabila kedua langkah tersebut di atas dilakukan, dapat diharapkan diperoleh personil yang secara teknis menguasai dengan


(42)

baik bidang kerja yang dipercayakan kepadanya, sehingga dapat meringankan tugas pembinaan personil.

Sejalan dengan kedua langkah tersebut pembinaan personil yang menjadi tugas dan tanggung jawab pimpinan organisasi/unit kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Pembinaan personil dalam bidang teknis, bertujuan agar terus menerus memiliki kemampuan kerja yang serasi dengan perkembangan (metode), kerja dengan atau tanpa peralatan mutakhir yang paling efektif atau paling produktif.

b. Pembinaan personil dari segi sosial, bertujuan agar memiliki kepuasan kerja dalam hubunganya dengan dedikasi, loyalitas, hubungan kerja, disiplin, motivasi untuk berprestasi, pelayanan administrasi kepegawaian, pemberian insentif material dan nonmaterial, kerjasama, kesejahteraan dan keselamatan, keamanan kerja dll.

Sedangkan sarana pengawasan melekat menurut Adi (1992:31) dalam buku Pedoman Pengawasan Melekat meliputi :

1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi disusun untuk memberikan kejelasan mengenai pembagian tugas fungsi, wewenang, tanggung jawab serta hubungan antara satu unit organisasi dengan unit lainnya.

Struktur organisasi hendaknya :


(43)

b. Fleksibel agar memungkinkan perubahan struktur organisasi yang disebabkan oleh lingkungan, tujuan organisasi, kebijaksanaan atau perencanaan.

c. Berhasil guna atau berdaya guna.

Struktur organisasi yang ada perlu didukung oleh karyawan yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya.

2. Kebijaksanaan Pelaksanaan

Setiap pimpinan unit kerja wajib menyusun kebijaksanaan pelaksanaan sebagai petunjuk bagi setiap bawahannya. Kebijaksanaan pelaksanaan yang dibuat harus :

a. Berdasarkan kebijaksanaan yang lebih tinggi

b. Sesuai dengan kebijaksanaan yang lebih tinggi atau yang setingkat dalam masalah yang sama

c. Merupakan penjabaran kebijaksanaan yang lebih tinggi

d. Tertulis serta disusun secara sistematis, jelas, konsisten dan terinci

e. Dikomunikasikan secara sistematis kepada para pejabat/petugas. Komunikasi ini diperlukan agar usaha-usahanya dalam mencapai tujuan sejalan dengan kebijaksanaan yang telah ditentukan. 3. Rencana Kerja

Rencana kerja disusun untuk memberikan kejelasan tentang tujuan, sasaran dan cara pelaksanaannya.


(44)

4. Prosedur Kerja

Prosedur kerja disusun untuk memberikan petunjuk yang jelas tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menyelesaikan suatu kegiatan.

5. Pencatatan dan Pelaporan Hasil Kerja

Pencatatan dan pelaporan hasil kerja disusun untuk memberikan kejelasan tentang semua informasi pelaksanaan tugas baik yang menyangkut kemajuan maupun hambatan-hambatan untuk mengendalikan pelaksanaan kegiatan. Pencatatan dan pelaporan hasil kerja harus :

a. Berdasarkan fakta.

b. Melalui prosedur kerja yang telah ditentukan. c. Tepat waktu dan teratur.

d. Mencakup semua aspek pelaksanaan tugas. e. Mencakup semua tahap kegiatan.

6. Pembinaan Personil

Pembinaan personil dilakukan untuk meningkatkan kemampuan, semangat dan gairah kerja, disiplin melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, dan tidak mempunyai sikap atau tindakan yang bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugas.


(45)

7. Formulir dan Alat Standar Kerja

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan pelaksanaan pengawasan melekat, hendaknya digunakan formulir dan alat standar kerja tertentu.

Agar memperoleh kejelasan, formulir-formulir dan alat standar kerja perlu :

a. Sederhana dan mudah dimengerti b. Mencakup unsur-unsur yang diperlukan c. Adanya keseragaman pola.

2.2.2.5 Pelaksanaan Pengawasan Melekat

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 46/2004 bahwa pelaksanaan pengawasan melekat diwujudkan melalui kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan. Ketiga kegiatan tersebut dapat pula berbentuk kegiatan tatap muka, pertemuan berkala dan sebagainya.

a. Pemantauan

Merupakan rangkaian tindakan mengikuti pelaksanaan suatu kegiatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk mengetahui sedini mungkin kemungkinan terjadinya penyimpangan pelaksanaan pekerjaan dilihat dari kebijaksanaan maupun program yang telah ditetapkan.


(46)

Pemantauan dilakukan melalui laporan / pertanggungjawaban lisan dan atau tertulis yang dapat berlangsung sewaktu-waktu atau berkala.

b. Pemeriksaan

Merupakan rangkaian tindakan mencari dan mengumpulkan fakta yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Pemeriksaan dapat pula diikuti dengan melakukan kunjungan ke obyek-obyek pemeriksaan. Pemeriksaan erat sekali hubungannya dengan pembinaan personil.

c. Penilaian

Merupakan kegiatan berupa perbandingan antara hasil/prestasi suatu kegiatan dengan standar rencana atau norma-norma yang telah ditentukan serta menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu rencana. Penilaian dilakukan berdasarkan hasil pemantauan atau pemeriksaan. Hasil penilaian menjadi pertimbangan untuk penentuan tindak lanjut yang tepat, disamping merupakan umpan balik bagi penyempurnaan rencana kegiatan di waktu yang akan datang.

2.2.2.6 Indikator Keberhasilan Pengawasan Melekat

Situmorang dan Juhir (1994:150-151) menyebutkan bahwa salah satu keberhasilan suatu organisasi pemerintah dalam mencapai tujuan banyak ditentukan oleh keberhasilan program pengawasan melekat.


(47)

Keberhasilan program pengawasan melekat itu sendiri dapat dilihat di berbagai macam indikator sebagai berikut :

1. Indikator meningkatnya prestasi dan pencapaian sasaran pelaksanaan tugas-tugas antara lain :

a. Berkurangnya tunggakan kerja

b. Rencana yang disusun dapat menggambarkan adanya sasaran yang jelas dan dapat diukur, terlihat keterkaitan antara rencana dengan program anggaran

c. Tugas dapat selesai sesuai dengan rencana baik dilihat dari aspek fisik maupun biaya

d. Tercapainya sasaran tugas seperti delapan sukses pembangunan di daerah

e. Berkurangnya kerja lembur

2. Indikator berkurangnya penyalahgunaan wewenang antara lain : a. Berkurangnya tuntutan masyarkat terhadap pemerintah

b. Terpenuhinya hak-hak pegawai negeri dan masyarakat sesuai dengan apa yang menjadi haknya, misalnya gaji pegawai negeri yang diterima oleh yang bersangkutan tepat dan waktu dan jumlahnya

3. Indikator berkurangnya kebocoran, pemborosan dan pungutan liar, antara lain :

a. Kualitas dan kuantitas kasus-kasus penyimpangan, penyelewengan, kebocoran, pemborosan dapat dikurangi


(48)

b. Berkurangnya tingkat kesalahan dalam pelaksanaan tugas

4. Indikator cepatnya penyelesaian perijinan dan peningkatan pelayanan masyarakat, antara lain :

a. Tidak ada lagi berdesaknya antrian di loket pelayanan b. Ketepatan waktu dalam pemberian perijinan dan pelayanan c. Berkurangnya tunggakan kerja

d. Pelayanan makin baik prestasinya, hal ini ditandai oleh berkurangnya pengaduan dan keluhan masyarakat

5. Indikator cepatnya pengurusan kepegawaian antara lain :

a. Berkurangnya keluhan pegawai dalam kenaikan pangkat dan pensiun

b. Berkurangnya keterlambatan pengangkatan calon pegawai menjadi pegawai.

Sedangkan menurut Adi (1992 : 49) dalam buku Pedoman Pengawasan Melekat mengatakan bahwa keberhasilan program pengawasan melekat dapat dilihat dari berbagai macam tolok ukur sebagai berikut :

1. meningkatnya disiplin, prestasi dan pencapaian sasaran pelaksanaan tugas, antara lain :

a. Tingkat kehadiran meningkat. b. Berkurangnya tunggakan kerja.


(49)

c. Rencana yang disusun dapat menggambarkan adanya sasaran yang jelas dan dapat diukur, terlihat kaitan antara rencana dengan program dan anggaran.

d. Tugas dapat selesai sesuai dengan rencana, baik dilihat dari aspek fisik maupun biaya.

e. Tercapainya sasaran tugas. f. Berkurangnya kerja lembur. g. Disiplin aparatur meningkat.

2. berkurangnya penyalahgunaan wewenang, antara lain : a. Berkurangnya tuntutan masyarakat terhadap Pemerintah.

b. Terpenuhinya hak-hak pegawai negeri dan masyarakat sesuai dengan apa yang menjadi haknya, misalnya gaji pegawai negeri yang diterima oleh yang bersangkutan tepat waktu dan jumlahnya.

3. berkurangnya kebocoran, pemborosan dan pungutan liar, antara lain: a. Berkurangnya kualitas dan kuantitas kasus-kasus penyimpangan

dan penyelewengan.

b. Berkurangnya tingkat kesalahan dalam pelaksanaan tugas.

4. cepatnya penyelesaian perijinan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, antara lain :

a. Ketepatan waktu dalam pemberian perijinan dan pelayanan. b. Berkurangnya tunggakan kerja.


(50)

c. Pelayanan makin baik prestasinya, hal ini ditandai dengan berkurangnya pengaduan dan keluhan masyarakat.

5. cepatnya pengurusan kepegawaian, antara lain :

a. berkurangnya keluhan pegawai dalam kenaikan pangkat, pensiun dan mutasi kepegawaian lainnya.

b. Berkurangnya keterlambatan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil.

c. Berkurangnya keterlambatan pengambilan sumpah Calon Pegawai Negeri Sipil setelah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.

6. berkurangnya temuan-temuan pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat :

a. Berkurangnya temuan pengawasan fungsional.

b. Berkurangnya pengaduan atau keluhan dari masyarakat.

2.2.3 Kepemimpinan

2.2.3.1 Definisi Kepemimpinan

Menurut Rivai (2004:2-3) dalam bukunya ”kepemimpinan dan perilaku organisasi” menyatakan bahwa definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para


(51)

pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, memperoleh dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita. Ada beberapa faktor yang dapat menggerakkan orang, yaitu karena ancaman, penghargaan, otoritas dan bujukan.

Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu: (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya.

Oleh karena itu, kepemimpinan itu pada hakekatnya adalah: a. Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada


(52)

b. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

c. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

d. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut dan situasi tertentu. e. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai

tujuan. Sumber pengaruh dapat secara formal atau informal. Pengaruh formal ada bila seorang pemimpin memiliki posisi manajerial di dalam sebuah organisasi. Sedangkan sumber pengaruh tidak formal muncul di luar struktur organisasi formal. Dengan demikian pengaruh pemimpin sangat ditentukan oleh statusnya, yaitu sebagai pimpinan formal atau pimpinan informal yang masing-masing dapat dibedakan dalam hal:

1) Pimpinan formal (lembaga,eksekutif,legislatif dan yudikatif), artinya seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin, atas dasar keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi dengan segala hak dan kewajiban yang melekat berkaitan dengan posisinya.

2) Pimpinan informal (tokoh masyarakat, pemuka agama, adat, guru, bisnis, dan lain-lain), artinya seseorang yang ditunjuk memimpin secara tidak formal, karena memiliki kualitas unggul,


(53)

Menurut Rivai (2004:2-6) konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan kekuasaan pemimpin dalam memperoleh alat untuk mempengaruhi prilaku para pengikutnya. Pada dasarnya kemampuan untuk mempengaruhi orang atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan tersebut ada unsur kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan oleh pihak lainnya.

2.2.3.2 Unsur-Unsur Dalam Kepemimpinan

Menurut Nawawi (1993:15) unsur-unsur kepemimpinan adalah: 1. Adanya seseorang yang berfungsi memimpin yang disebut

pemimpin.

2. Adanya orang lain yang dipimpin.

3. Adanya kegiatan menggerakkan orang lain yang dilakukan dengan mempengaruhi dan menggerakkan perasaan, pikiran dan tingkah lakunya.

4. Adanya tujuan yang hendak dicapai, baik yang dirumuskan secara sistematis maupun secara seketika.

5. Berlangsung berupa proses kelompok/organisasi, baik besar dengan banyak maupun kecil dengan sedikit orang-orang yang dipimpin.


(54)

Menurut Kartono (1993:138) kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan suatu faktor yang menentukan atas berhasil tidaknya suatu organisasi, sebab kepemimpinan yang menunjukkan suatu pengelolaan organisasi itu berhasil dilaksanakan dengan hasil yang sempurna atau sukses. Ini berarti bahwa pemimpin itu berhasil dalam 3 hal yaitu:

a. Mampu mengantisipasi perubahan yang tiba-tiba dalam proses pengelolaan organisasi.

b. Berhasil mengoreksi kelemahan-kelemahan yang ada.

c. Sanggup membawa organisasi kepada sasaran jangka waktu yang telah ditetapkan.

Dengan demikian pemimpin tersebut ada bila terdapat kelompok atau satu organisasi. Maka keberadaan pemimpinnya itu selalu ada ditengah-tengah kelompoknya (anak buah, bawahan,rakyat) dan dirasakan keberadaannya oleh anggotanya.

2.2.3.3 Syarat Kepemimpinan

Menurut Kartono (1998:31) syarat-syarat kepemimpinan : 1. Kekuasaan

Kekuatan,otoritas dan legalisasi yang memberikan wewenang kepada pimpinan guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.


(55)

2. Kewajiban

Kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu “membawahi” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbedaan-perbedaan sesuatu.

3. Kemampuan

Segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau ketrampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

Yang jelas, pemimpin itu harus memiliki ketiga hal diatas sebagai upaya untuk meningkatkan kepekaan terhadap lingkungannya, serta dapat membentuk integritas kepribadian dalam dirinya sehingga dapat menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan mempunyai norma dalam bermasyarakat.

2.2.3.4 Fungsi Dan Tipe Kepemimpinan

1) Fungsi Kepemimpinan

Menurut Rivai (2004:53) dalam bukunya ”Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi”. Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pimpinan berada di dalam dan


(56)

bukan di luar situasi itu. Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:

a. Fungsi Instruksi

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.

b. Fungsi Konsultasi

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang di pimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed back) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan diputuskan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan


(57)

lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

c. Fungsi Partisipasi

Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan mencampuri atau mengambil tugas poko orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

d. Fungsi Delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan aspirasi.

e. Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga


(58)

memungkinkan tercapainya tujaun bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan.

2) Tipe Kepemimpinan

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan berlangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah, akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu:

a. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas.

b. Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama.

c. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai.

Berdasarkan ketiga pola dasar tersebut perilaku kepemimpinan yang terwujud pada kategori kepemimpinan yang terdiri dari tiga tipe pokok kepemimpinan, yaitu:

a. Tipe kepemimpinan otoriter

Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal.


(59)

Kedudukan dan tugas anak buah semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah dan bahkan kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah.

b. Tipe kepemimpinan kendali atas

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe-tipe kepemimpinan otoriter, pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan sebagai penasihat.

c. Tipe kepemimpinan demokratis

Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subyek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan


(60)

musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing.

2.2.4 Kinerja Pegawai

2.2.4.1 Pengertian Kinerja Pegawai

Menurut Anwar (2000:67), kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Sedangkan menurut Keban dalam Hessel (2003:1) Kinerja Pegawai adalah tingkat pencapaian hasil atau dengan kata lain kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.

Lain lagi menurut Abdurraman (1986:296) Kinerja Pegawai adalah perbuatan oleh suatu pihak terhadap perjanjian dimana ia akan menyelesaikan / melaksanakan pekerjaan berdasarkan perjanjian/perintah mengenai sesuatu yang harus diselesaikan.

Berdasarkan definisi diatas maka Kinerja Pegawai adalah perbuatan / tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi si salam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan yang telah dibebankan kepadanya.


(61)

2.2.4.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Menurut Mahmudi (2005:21) Kinerja Pegawai merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah : 1. Faktor personal/individual, meliputi : pengetahuan, ketrampilan

(skill), kemampuan, kepercayaan diri, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.

2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

3. Faktor tim, meliputi : kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.

4. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi.

5. Faktor konstitual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Sedangkan menurut Martoyo (2000:172) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai yaitu sebagai berikut :

a. Kuantitas kerja, merupakan jumlah pekerjaan yang dihasilkan oleh karyawan.


(62)

b. Kerjasama, merupakan kemampuan para karyawan untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam hal ini menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.

c. Inisiatif atau prakarsa, merupakan kemampuan seorang karyawan untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan tugas tanpa menunggu perintah dan bimbingan.

d. Adaptasi, merupakan penyesuaian diri karyawan terhadap lingkungan kerja.

e. Kehadiran atau presensi, merupakan kedatangan secara fisik karyawan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.

2.3 Kerangka Berpikir

Merupakan penjelasan spesifik mengenai alur pikir teoritis terhadap pemecahan permasalahan yang diteliti. Penjelasan tentang teori dasar yang digunakan untuk menggambarkan alur atau jalinan teori yang mengarah pada pemecahan masalah. Agar dalam suatu organisasi tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan, penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang, maka peranan pimpinan dalam melakukan pengawasan harus lebih ditingkatkan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam hal ini dapat dilihat pada gambar :


(63)

Gambar .1 Kerangka Berfikir

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 46 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat

Peran Pimpinan Dalam Melaksanakan Pengawasan Melekat

Pemantauan Pemeriksaan Penilaian

Terwujudnya Kinerja Yang Baik

Sumber :teori yang diolah

Pengawasan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka peningkatan pendayagunaan Aparatur Negara dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan bersih dan berwibawa. Agar kegiatan pengawasan dapat tercapai sasaran dan hasil yang diharapkan, maka perlu berpedoman pasa Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 46 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat.

Peraturan tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat yang terdapat dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.


(64)

46 Tahun 2004 dimaksudkan sebagai acuan bagi pemimpin di semua tingkat dan bidang kegiatan di lingkungan Instansi Pemerintahan dalam menyusun dan melaksanakan program-program operasional peningkatan pengawasan melekat. Dengan petunjuk ini diharapkan dapat diperoleh kesatuan bangsa, kesamaan tindak dan arah setiap pemimpin dalam mencapai sasaran dan hasil nyata dari pelaksanaan pengawasan melekat di lingkungan instansi/satuan kerja masing-masing. Sasaran pengawasan melekat adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan disiplin serta prestasi kerja dan pencapaian sasaran pelaksanaan tugas.

b. Menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan wewenang.

c. Menekan hingga sekecil mungkin kebocoran serta pemborosan keuangan Negara dan segala bentuk pungutan liar.

d. Mempercepat penyelesaian perijinan dan peningkatan pelayanaan kepada masyarakat.

Dengan dilaksanakannya sasaran dalam pengawasan melekat, maka setiap pemimpin baik struktural, fungsional maupun proyek dapat membina, mengupayakan serta mengembangkan tugas bawahannya atau instansi/satuan kerja yang dipimpinnya agar berjalan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan sesuai dengan sasaran yang telah direncanakan, kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun tujuan dari pengawasan melekat adalah terciptanya kondisi yang mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah dan pembangunan berdasarkan


(65)

kebijaksanaan, perencanaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melalui kegiatan-kegiatan nyata yang diupayakan oleh setiap pemimpin.

Sasaran dan tujuan pengawasan melekat tidak akan tercapai tanpa adanya peran dari pemimpin. Karena menurut Rivai (2004:2-3) dalam bukunya ”Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi” menyatakan bahwa definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.

Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam kepemimpinan menurut Rivai (2004:3) yaitu:

(1) Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut (2) Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan

anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya

(3) Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya.


(66)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Memilih metode yang tepat dalam penelitian maka tergantung dari maksud dan tujuan suatu penelitian. Karena penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya. Maka jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yang mencoba menggambarkan secara mendalam suatu obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif.

Prosedur penelitian ini diarahkan pada situasi dan individu secara utuh sebagai obyek penelitian sebagaimana dinyatakan Moleong (2007:4) bahwa pendekatan kualitatif diarahkan pada situasi dan individu tersebut secara holistic (utuh) dalam hal peneliti tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai suatu keutuhan. Sesuai dengan yang dikemukakan Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2007:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Sejalan dengan definisi tersebut, Krik dan Miller dalam Moleong (2007:4) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu


(67)

pengetahuan social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Dalam penelitian kualitatif digunakan variabel mandiri tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah Peran Pimpinan. Sehingga dalam penelitian ini, penulis berupaya menggambarkan dan ingin mengetahui peran pimpinan dalam melaksanakan pengawasan melekat di kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur.

3.2 Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2007 : 97), pembatasan masalah merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian kualitatif. Maka fokus penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan batas yang harus dilalui oleh seorang peneliti dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan hal tersebut bahwa fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya.

Fokus dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan rumusan masalah, dimana masalah penelitian dijadikan acuan dalam menentukan fokus penelitian. Dalam hal ini fokus penelitian dapat berkembang atau berubah sesuai dengan perkembangan penelitian di lapangan.

Pengawasan melekat yang dilakukan di Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur dilakukan secara hierarki. Adapun yang dimaksud pimpinan dalam laporan


(68)

ini adalah Kepala Bagian di Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur sebagai atasan langsung dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Sub Bagian Penyusunan Program dan Kepala Sub Bagian Keuangan beserta sejumlah staf dari masing-masing Sub Bagian. Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan dan sesuai dengan tujuan penelitian, dimana peran pimpinan dalam melaksanakan pengawasan melekat pada para bawahannya sangat diperlukan agar kinerja bawahan dapat menjadi baik, maka yang menjadi fokus penelitian adalah :

- Peran Pimpinan Dalam Melaksanakan Pengawasan Melekat sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 46 Tahun 2004 adalah sebagai berikut :

1. Pemantauan, meliputi :

a. Memantau tingkat kedisiplinan pegawai di lihat dari absensi. b. Memantau pelaksanaan pekerjaan pegawai.

2. Pemeriksaan, meliputi :

a. Memeriksa apakah pelaksanaan kegiatan yang diharapkan telah sesuai dengan rencana.

b. Menganalisis sebab-sebab jika terjadi penyimpangan, untuk selanjutnya melakukan langkah-langkah tindak lanjut.

3. Penilaian Pengawasan Melekat, meliputi : a. Penyelesaian pekerjaan yang tepat waktu.

b. Semua penilaian berdasarkan Dp3 (daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan ).


(69)

3.3 Situs Penelitian

Situs penelitian berkaitan dengan latar alamiah yang meliputi : tempat, lokasi atau dimana penelitian itu dilakukan Bungin (2003:44). Lokasi penelitian yang dituju adalah Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur yang terletak di jalan Dukuh Menanggal No. 124-126 Surabaya. Penelitian ini secara sengaja (purposive) yaitu lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa di kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur yang merupakan instansi pemerintah yang mengurusi masalah ketenagakerjaan di Propinsi Jawa Timur, masih didapati adanya beberapa pegawai yang melakukan tindak indisipliner (korupsi waktu).

3.4 Sumber Data

Sumber data adalah menyangkut orang atau pihak yang akan dijadikan sebagai nara sumber. Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2006:157) bahwa “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.

Dalam penelitian ini data akan diperoleh dari organisasi atau instansi yang diteliti yaitu Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur. Dari penjelasan diatas, maka yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Sumber data ini adalah sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan (Bungin,2001:129). Dalam memperoleh data primer ini peneliti akan secara sengaja menentukan orang-orang atau informan yang dianggap tahu dan dapat


(1)

pekerjaan dilakukan. Suksesnya organisasi tergantung kepada bagaimana pengawas mengarahkan kegiatan para pegawainya.

Pemimpin sebagai motor penggerak dalam organisasi, oleh karena itu harus ada timbal balik/kerja sama antara pimpinan dan bawahan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu hal yang dimiliki oleh seorang pimpinan adalah sikap kritis, karena sikap kritis ini perlu ditujukan kepada macam-macam kekuatan, kekuasaan dan otoritas yang terdapat di tengah-tengah masyarakat yang digunakan sebagai cermin perbandingan supaya pegawai/bawahan tidak melakukan kesalahan.

Berdasarkan pengamatan yang ada di lapangan, tindakan kurang disiplin sering terjadi di Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur, salah satu contohnya adalah adanya pegawai yang datang terlambat dan tidak mengikuti kegiatan apel pagi. Tetapi hal ini dirasa wajar oleh pimpinan, karena setiap manusia mempunyai urusan masing-masing di luar kegiatan kantor. Yang terpenting adalah kegiatan organisasi tetap jalan dan tugas tetap dapat terselesaikan tepat waktu.

Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pimpinan, dilaksanakan pula pelaksanaan pemeriksaan secara berkelanjutan. Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk menguraikan hasil yang penulis dapatkan dari lapangan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut, pimpinan berkewajiban membina, mengarahkan, memeriksa pegawainya guna mencapai tujuan dari organisasi. Begitu juga dengan memperhatikan kedisiplinan pegawainya, karena apabila pegawai tidak disiplin maka pekerjaan pun akan


(2)

terbengkalai. Apabila ditemukan adanya pelanggaran/penyimpangan yang dilakukan oleh bawahan, maka perlu dibentuk suatu tim pemeriksa guna mengevaluasi segala bentuk pelanggaran/penyimpangan untuk selanjutnya hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada pimpinan. Pimpinan wajib memberikan sanksi kepada pegawai yang melakukan pelanggaran. Dan pimpinan harus tetap melakukan penanganan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi secara terus menerus, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam tahap ini setiap pimpinan unit kerja melakukan pemeriksaan secara terus menerus kepada hasil pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya. 3. Penilaian

Penilaian merupakan rangkaian kegiatan pembandingan antara hasil/prestasi suatu kegiatan dengan standar rencana atau norma yang telah ditentukan/disepakati serta menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu rencana. Penilaian dilakukan berdasarkan hasil pemantauan dan pemeriksaan. Hasil penilaian menjadi pertimbangan untuk penentuan tindak lanjut yang tepat, disamping merupakan umpan balik penyempurnaan rencana kegiatan di waktu yang akan datang.

Di kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur, penilaian yang dilakukan dapat dilihat dari pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan bawahan, apakah bawahan mengerjakan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh dan bisa menyelesaikannya sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan atau tidak. Tetapi proses penilaian yang dilaksanakan di kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur, secara keseluruhan didasarkan pada


(3)

DP3 (daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan), dari penilaian tersebut maka dapat dilihat siapa saja pegawai yang berhak naik jabatannya, karena apabila bawahan tersebut nilainya belum memenuhi kriteria yang ada maka kenaikan jabatannya akan tertunda.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Peran pimpinan dalam pemantauan sangat berperan. Pimpinan telah melaksanakan proses pemantauan secara optimal. Pimpinan melaksanakan pemantauan dengan dibantu oleh masing-masing kepala sub bagian. Pemantauan yang dilakukan pimpinan meliputi terhadap absensi pegawai dan pemantauan terhadap pelaksanaan pekerjaan pegawai. Pimpinan akan selalu memantau disiplin pegawai, apabila ada pegawai yang melanggar peraturan maka pimpinan tidak segan-segan memberikan teguran atau sanski sesuai dengan ketetapan yang berlaku.

2. Peran pimpinan dalam proses pemeriksaan juga cukup berperan. Pemeriksaan yang dilakukan pimpinan meliputi memeriksa pelaksanaan pekerjaan pegawai dan menganalisis sebab-sebab jika terjadi penyimpangan untuk kemudian mengambil langkah-langkah tindak lanjut. Pimpinan akan selalu melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pekerjaan bawahan, apakah sudah sesuai dengan tupoksi atau belum. Pimpinan juga akan melakukan pemeriksaan apabila ada pegawai yang melakukan penyimpangan. Pimpinan melakukan pemeriksaan dibantu oleh masing-masing kepala sub bagian. Apabila ada pegawai yang melakukan pelanggaran yang sangat berat biasanya akan dibentuk tim pemeriksa


(5)

untuk mengambil tindakan atau sanksi yang tepat sesuai dengan peraturan yang ada.

3. Penilaian yang dilakukan oleh pimpinan juga sangat berperan. Dalam penilaian terhadap pegawai selain dilihat dari penilaian terhadap hasil pekerjaan pegawai akan tetapi penilaian pegawai juga menggunakan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) yang selalu dilaporkan setiap akhir tahun.

B. SARAN

1. Dalam meningkatkan disiplin dikalangan pegawai di Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur hendaknya selalu ditanamkan pada seluruh pegawai akan pentingnya mematuhi peraturan disiplin, system dan prosedur kerja yang ada, serta untuk tidak segan-segan dalam pemberian sanksi disiplin sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh bawahan sehingga pelanggaran yang dilakukan tidak berlanjut dan semakin mudah untuk diperbaiki.

2. Pelanggaran-pelanggaran disiplin yang terjadi tentu didasari oleh alasan tertentu bagi masing-masing pegawai. Maka dari itu masing-masing pimpinan perlu menjalin komunikasi yang intensif dan pendekatan yang bersifat individu terhadap pegawai yang sering melakukan pelanggaran sehingga akan diketahui apa factor penyebab tindak pelanggaran pegawai, apa motivasi yang menyebabkan pegawai melakukan pelanggaran, dan


(6)

bagaimana pribadi pegawai tersebut, sehingga dengan demikian akan semakin mudah untuk diarahkan dan melakukan pembinaan.

3. Selain dengan memberikan hukuman kepada pegawai yang melakukan pelanggaran, hendaknya masing-masing pimpinan juga senantiasa memberikan reward atau penghargaan kepada pegawai yang taat dan patuh terhadap peraturan, serta bagi mereka yang telah melaksanakan pekerjaan dengan baik. Sehingga dengan adanya reward atau penghargaan tersebut maka pegawai akan terpacu untuk bersikap lebih disiplin sesuai dengan peraturan disiplin pegawai yang berlaku di Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur.