KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BAGI SISWA KELAS X SMA.

(1)

KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA

BAGI SISWA KELAS X SMA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Biologi

Disusun Oleh:

Prajawan Kusuma Wardhana 10304241017

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Setelah memuji Allah subhanahuwata’ala, kemudian saya persembahkan karya ini kepada kedua orangtua saya, kemudian kakak dan adik-adik saya, kemudian Jurusan Pendidikan Biologi dan Kelopok Studi Odonata Fakutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji hanya untuk Allah Rabb semesta alam. Amaba’du. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Keanekaragaman Capung di Jogja Adventure Zone Sebagai Bahan Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa Bagi Siswa Kelas X SMA”

Potensi keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone menyimpan banyak misteri ilmu pengetahuan yang belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber belajar bagi siswa. Hal ini yang menjadi latar belakang tugas akhir skripsi ini. Lembar Kegiatan Siswa ini didesain agar siswa dapat berinteraksi langsung dengan objek belajar secara nyata serta bagi guru dapat menjadi panduan pembelajaran yang mampu mengintegrasikan fenomena di alam dengan materi pelajaran di sekolah. Siswa diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone serta dapat berkontribusi dalam upaya pelestarian capung dan habitatnya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini, khususnya kepada Bapak Triatmanto, M.Si. dan Ibu Sukarni Hidayati, M.Si. selaku dosen pembimbing tugas akhir skripsi. Terimakasih atas kesediaan membimbing, memberi kritik, saran, dan masukan demi perbaikan dan kelancaran penyusunan tugas akhir skripsi ini.


(8)

viii

Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, terimakasih atas semua diskusi - diskusi yang mencerdaskan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir skipsi terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan, masukan, dan saran yang bersifat membangun dari semua kalangan yang menggunakan atau membacanya. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Allahuma shali’ala Muhammad, semoga shalawat serta salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Baginda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang senantiasa istiqomah dijalannya.

Yogyakarta, Desember 2016

Penulis


(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

Bab I. Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Operasional ... 7

BAB II. Kajian Pustaka ... 9

A. Kajian Keilmuan ... 9

1. Keanekaragaman Hayati ... 9

2. Keanekaragaman Jenis Capung... 11

3. Capung (Ordo Odonata) ... 11

a. Morfologi Capung ... 11

b. Klasifikasi Capung ... 13


(10)

x

d. Siklus Hidup Capung ... 14

e. Peran Capung bagi Kehidupan ... 17

B. Kajian Kependidikan ... 19

1. Hakikat Pembelajaran Biologi ... 19

2. Sumber Belajar ... 21

3. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Biologi ... 23

4. Research and Development ... 24

5. Lembar Kegiatan Siswa ... 26

a. Pengertian LKS ... 26

b. Bentuk LKS ... 26

c. Syarat Penyusunan LKS ... 27

d. Prosedur Penyusunan LKS ... 29

e. Komponen Penyusunan LKS ... 31

6. Penilaian Kualitas Produk ... 31

a. Aspek Materi ... 32

b. Aspek Penyajian ... 32

c. Aspek Bahasa dan Keterbacaan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 34

BAB III. Metode Penelitian ... 35

A. Metode Penelitian Biologi ... 35

1. Jenis Penelitian ... 35

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

4. Variabel Penelitian ... 36

5. Alat – Alat Penelitian ... 36

6. Teknik Pengumpulan Data ... 37

7. Analisis Data ... 38

8. Denah pengambilan data penelitian ... 40

B. Pengembangan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar ... 41

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41


(11)

xi

3. Subjek Penelitian ... 41

4. Prosedur Penelitian ... 42

5. Instrumen Penelitian... 44

6. Validitas Instrumen Penilaian ... 45

7. Teknik Pengumpulan Data ... 45

8. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

1. Penelitian Biologi ... 47

2. Penelitian Pengembangan Sumber Belajar ... 63

B. Pembahasan ... 75

1. Keanekaragaman Capung di Jogja Adventure Zone ... 75

a. Keanekaragaman Jenis Capung di Jogja Adventure Zone ... 75

b. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) ... 77

c. Indeks Dominasi dan Indeks Kemerataan Jumlah Jenis ... 78

d. Indeks Richness/Kekayaan Jenis (E) ... 80

e. Kelimpahan Relatif Capung di Jogja Adventure Zone ... 81

f. Faktor Abiotik di Jogja Adventure Zone ... 83

g. Karakteristik Habitat Capung di Jogja Adventure Zone ... 85

2. Pengembangan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar ... 87

a. Tahap Analisis ... 87

1. Analisis Potensi Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar .. 87

2. Analisis Peserta Didik ... 101

3. Analisis Kompetensi/Kurikulum... 101

4. Analisis Instruksional ... 102

b. Tahap Desain ... 102

1. Penyusunan Kerangka Struktur LKS ... 103

2. Penentuan Sistematuka Produk ... 106

3. Perancangan Alat Evaluasi ... 109

c. Tahap Pengembangan ... 110


(12)

xii

2. Penulisan Daf ... 110

3. Penyuntingan/Validasi ... 110

4. Revisi ... 112

5. Uji Coba Terbatas ... 113

BAB V. Penutup ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Organisasi data pertemuan jenis capung di kawasan Jogja Adventure

Zone, Banguntapan, Bantul, D.I. Yogyakarta ... 47

Tabel 2. Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominasi, dan Kelimpahan Relatif ... 49

Tabel 3. Pengukuran Faktor Abiotik dari Setiap Waktu Penelitian di Jogja Adventure Zone ... 47

Tabel 4. Foto, ciri morfologi, serta kebiasaan jenis-jenis capung yang ditemukan di Jogja Adventure Zone ... 50

Tabel 5. Fakta dan konsep yang diperoleh dari hasil penelitian keanegaragaman capung di Jogja Adventure Zone ... 63

Tabel 6. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pembelajaran 65 Tabel 7. Koreksi Konsep oleh Tim Ahli Materi ... 66

Tabel 8. Saran dan Masukan dari Tim Ahli Materi ... 67

Tabel 9. Masukan dan Saran dari Tim Ahli Media ... 68

Tabel 10. Penilaian dari dua orang Guru Biologi SMAN 1 Banguntapan ... 66

Tabel 11. Masukan dan Saran dari Guru Biologi SMAN 1 Banguntapan ... 70

Tabel 12. Tanggapan 12 orang siswa kelas X SMA N 1 Banguntapan, Bantul . 72 Tabel 13. Komentar dan saran dari 12 orang siswa kelas X SMA N 1 Banguntapan, Bantul ... 74

Tabel 14. Pemaknaan kategori kelimpahan relatif untuk melihat skala urutan kelimpahan sederhana ... 83


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir ... 34 Gambar 2. Peta lokasi pengambilan data keanekaragaman jenis capung di

Jogja Adventure Zone... 40 Gambar 3. Grafik jumlah jenis capung dan jumlah individu pada tiap waktu

pengamatan... 77 Gambar 4. Grafik jumlah individu capung pada setiap waktu pengamatan ... 77 Gambar 5. Grafik hasil perhitungan Indeks Shannon-Wiener (H') dan H'max .. 78 Gambar 6. Grafik hasil perhitigan Indeks Dominasi Simpson dan Indeks

Kemerataan Jumlah Jenis ... 80 Gambar 7. Grafik hasil Perhitungan Indeks Kekayaan Jenis (R)... 81 Gambar 8. Grafik hasil perhitungan nilai kelimpahan relative jenis - jenis

capung di Jogja Adventure Zone ... 82 Gambar 9. Grafik persentase penilaian guru terhadap kualitas LKS Mengamati

Capung di Jogja Adventure Zone ... 116 Gambar 10. Grafik presentase tanggapan siswa terhadap LKS ... 117


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian Penyusunan LKS Lampiran 2. Dokumentasi Surat – Surat


(16)

xvi

KEANEKARAGAMAN CAPUNG DI JOGJA ADVENTURE ZONE SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN LEMBAR KEGIATAN SISWA

BAGI SISWA KELAS X SMA Oleh :

Prajawan Kusuma Wardhana 10304241017

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis – jenis capung yang terdapat di Jogja Adventure Zone, menyusun Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja Adventure Zone untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa kelas X SMA, dan menilai kualitas Lembar Kegiatan Siswa yang telah disusun berdasarkan aspek materi, aspek desain, aspek penyajian, dan aspek bahasa.

Penelitian ini merupakan modifikasi jenis penelitian Research & Development yang mengacu pada Robert Maribe Branch 2009. Langkah-langkah penyusunan Lembar Kegiatan Siswa dilakukan dengan tahap analisis, desain, dan pengembangan sampai pada tahap uji coba terbatas pada peserta didik. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Jogja Adventure Zone terdapat sedikitnya 35 jenis capung yang berasal dari sub-ordo Anisoptera dan Zygoptera. Potensi keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone dapat diangkat sebagai bahan penyususan Lembar Kegiatan Siswa Mengamatai Capung karena telah memiliki kejelasan potensi ketersediaan objek dengan permasalahan yang diangkat, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, kejelasan sasaran materi dan peruntukannya, kejelasan informasi yang akan diungkap, kejelasan pedoman eksplorasi, dan kejelasan perolehan yang akan dicapai. Lembar Kegiatan Siswa yang dibuat dinilai sudah baik pada aspek penyajian, aspek desain, dan aspek bahasa, namun masih membutuhkan perbaikan pada aspek materi.

Kata Kunci : Keanekaragaman Capung, Jogja Adventure Zone, Lembar Kegiatan Siswa


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keanekaragaman jenis capung di Indonesia mencapai 900 spesies. Jumlah ini diperkirakan sekitar 15% dari total 5680 jenis capung yang ada di dunia (Wahyu Sigit. 2013: 3). Capung memiliki peranan penting bagi manusia karena merupakan salah satu bioindikator untuk memantau kualitas air. Nimfa capung tidak bisa hidup pada air yang tercemar atau yang tidak bervegetasi (Susanti, 1998: 24). Selain itu, capung juga berperan dalam bidang kesehatan maupun pertanian. Nimfa capung berperan sebagai pemangsa jentik-jentik nyamuk, sedangkan capung dewasa dikenal sebagai pengendali hama tanaman. Capung dewasa memangsa serangga lain seperti walang sangit dan ngengat (Mareyke Moningka. 2012: 91).

Keberadaan capung sangat dipengaruhi oleh keberadaan perairan di suatu wilayah. Di Yogyakarta sudah mulai sulit menemui tempat yang masih mendukung kehidupan capung secara alami karena sebagian besar landscape di kota ini sudah beralih fungsi menjadi wilayah perkantoran dan perumahan. Sungai-sungai yang melintasi kota Yogyakarta juga mengalami pencemaran air serta beralih fungsinya bantaran sungai menjadi pemukiman warga. Kondisi ini memberi ancaman keberlangsungan hidup capung di Yogyakarta.

Salah satu lokasi yang masih mendukung kehidupan capung di Yogyakarta adalah di Jogja Adventure Zone. Jogja Adventure Zone adalah tempat outbond yang dikelola oleh Primkopau VI Skadik 104 Wingdik Terbang Lanud Adisutjipto yang meliputi area seluas 50.000 m2.. Jogja Adventure Zone sering dikunjungi oleh


(18)

2

pelajar SD/SMP/SMA bahkan Mahasiswa dan masyarakat umum untuk melakukan rekreasi maupun outbond. Kondisinya yang masih alami dan lokasi yang dekat dengan kota menjadikan Jogja Adventure Zone sebagai destinasi yang menarik untuk dikunjungi (Tabah, 2013).

Jogja Adventure Zone memiliki ekosistem yang menarik, terdapat dua kolam pancing dengan luas masing-masing 9.000 m2 dan 2.000 m2 yang dikelilingi oleh

pepohonan dan perdu. Kondisi ini menjadikan Jogja Adventure Zone memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi tidak terkecuali jenis serangga capung. Tercatat 32 jenis capung dari hasil survei yang pernah dilakukan oleh Indonesia Dragonfly Society pada bulan Mei 2014.

Keberadaan Jogja Adventure Zone memberi harapan kelestarian hidup bagi capung-capung yang masih bertahan di sana. Kondisi ini tentu perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Tidak hanya dari pengelola sendiri, namun juga pengunjung yang melakukan kegiatan. Diharapkan pengunjung (masyarakat) bisa mengetahui keberadaan keanekaragaman hayati terutama capung yang ada di kawasan tersebut. Keberadaan capung di Jogja Adventure Zone masih jarang digunakan sebagai sumber belajar untuk menambah pengetahuan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar, sehingga masih dipandang sebelah mata oleh pengunjung bahkan mereka sama sekali tidak mengetahuinya.

Jogja Adventure Zone memiliki potensi sebagai laboratorium alam yang dapat dijadikan ruang belajar karena kondisi lingkungannya yang masih terjaga dan tingginya biodiversitas jenis capung. Apabila potensi ini dapat diangkat menjadi bagian dari pembelajaran ko-kulikuler materi keanekaragaman hayati, maka siswa


(19)

3

akan memperoleh pemahaman materi kenaekaragaman hayati baik secara umum maupun mendapatkan pengetahuan spesifik tentang keanekaragaman capung beserta habitatnya. Selain itu, siswa akan lebih menghargai dan turut melestarikan keberadaan capung di sekitar mereka mengingat pentingnya peran capung di lingkungan sebagai bioindikator, predator hama alami, dan penyeimbang ekosistem.

Djohar (dalam Suratsih, 2010: 8) mengatakan, proses belajar biologi merupakan perwujudan dari interaksi subjek didik (siswa) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, serta proses dan produk. Seorang guru adalah mediator antara siswa dan objek belajar dituntut untuk bisa mengintegrasikan antara kegiatan belajar dengan fenomena yang ada di lingkungan sekitar. Sedangkan siswa dalam mempelajari suatu objek dituntut untuk aktif belajar melalui informasi-informasi yang diperoleh dari lingkungan, sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman yang utuh serta mengubah sikap siswa kearah yang lebih baik dalam mehadapi objek dan fenomena di sekitarnya. Hanya saja keterbatasan pengetahuan seorang guru dan kurang pekanya siswa terhadap fenomena di alam menjadikan kurang optimalnya pemanfaatan fenomena alam dalam pembelajaran biologi.

Alasan belum diangkatnya potensi keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone dalam dunia pendidikan adalah karena belum adanya suatu petunjuk yang mampu memadukan antara kegiatan belajar dengan potensi capung yang ada di sana. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis melakukan

penelitian dengan judul “Keanekaragaman Capung Di Jogja Adventure Zone


(20)

4 B. Identifikasi Masalah

1. Apa saja jenis – jenis capung yang ada di Jogja Adventure Zone?

2. Bagaimana cara mempertahankan wilayah perairan yang ada di Yogyakarta agar bisa menjadi habitat hidup bagi capung yang ada di sana?

3. Bagaimana cara mengangkat potensi Jogja Adventure Zone sebagai laboratorium alam yang dapat dijadikan ruang belajar yang menarik bagi siswa SMA?

4. Bagaimana cara meningkatkan interaksi antara siswa dengan objek belajar agar siswa mendapatkan pengetahuan yang utuh dan pengalaman belajar secara langsung?

5. Bagaimana cara meningkatkan kemampuan guru agar peran guru sebagai mediator yang mampu mengintegrasikan antara kegiatan belajar dengan fenomena yang ada di lingkungan sekitar dapat terlaksana?

6. Bagaimana cara mengangkat potensi keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone sebagai sumber belajar biologi dalam rangka mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa SMA?

7. Bagaimana penyusunan Lembar Kegiatan Siswa Keanekaragaman Capung di

Jogja Adventure Zone untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa SMA?


(21)

5 C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pemanfaatan keanekaragaman capung yang ditemukan di Jogja Adventure Zone sebagai Lembar Kegiatan Siswa (LKS) bagi siswa kelas X SMA untuk mempelajari materi pada kompetensi dasar keanekaragaman hayati.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa saja jenis – jenis capung yang terdapat di Jogja Adventure Zone?

2. Dapatkah hasil penelitian keanekaragaman capung di Jogja Adventrues Zone

dijadikan bahan penyusunan Lembar Kegiatan Siswa untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa kelas X SMA?

3. Bagaimana kualitas Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja Adventure Zone yang dinilai berdasarkan aspek materi, aspek desain/kregrafisan, aspek penyajian, dan aspek bahasa atau keterbacaan.

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jenis – jenis capung yang terdapat di Jogja Adventure Zone.

2. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja Adventure Zone

untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa kelas X SMA. 3. Mengetahui kualitas Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja

Adventure Zone yang dinilai berdasarkan aspek materi, aspek desain/kegrafisan, aspek penyajian, dan aspek bahasa atau keterbacaan.


(22)

6 F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai informasi mengenai keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone yang masih belum terungkap yang nantinya akan menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai sumber belajar yang dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

2. Manfaat bagi Siswa SMA

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang keragaman jenis capung, status keterancamanmya, dan peran capung di alam yang ada di kawasan Jogja Adventure Zone serta menambah motivasi siswa untuk mencintai satwa khususnya capung dan diharapkan mampu memaknai hal-hal yang diperoleh dalam berinteraksi langsung dengan objek yang dipelajari.

3. Manfaat bagi Guru

Menyediakan panduan kegiatan untuk mendukung pembelajaran di sekolah yang mampu mengangkat potensi lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Selain itu sebagai salah satu alternatif kegiatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk melakukan kegiatan belajar biologi dengan menghadap objek secara langsung di lapangan.

4. Manfaat bagi Pengelola Kawasan Jogja Adventure Zone

Menambah potensi Jogja Adventure Zone sebagai sumber belajar bagi masyarakat luas terutama siswa SMA yang berkunjung, selain itu juga memberi


(23)

7

alternatif sumber belajar yang inovatif sehingga dapat memotivasi wisatawan untuk belajar sambil berwisata.

5. Manfaat bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian dan mencoba memberi rekomendasi pengembangan sumber belajar dalam bentuk buku panduan belajar pengamatan capung yang khuhusnya ditujukan pada siswa kelas X SMA dan umumnya kepada pengunjung Jogja Adventure Zone yang ingin belajar mengenai keanekaragaman capung di kawasan tersebut.

6. Manfaat Bagi Capung (Objek Penelitian)

Menjadikan masyarakat mengenali keanekaragaman jenis dan peran capung di Jogja Adventure Zone pada khususnya dan di lingkungan sekitar pada umumnya sehingga masyarakat diharapkan mau ikut serta dalam upaya pelestarian capung dan habitatnya.

G. Definisi Operasional 1. Odonata/Capung

Odonata/Capung merupakan kelompok serangga terbang yang terdiri dari sub ordo Anisoptera (capung) dan Zygoptera (capung jarum) (Jill Silsby. 2001) yang ditemui di kawasan Jogja Adventure Zone.

2. Keanekaragaman jenis Capung

Keanekaragaman jenis capung adalah persamaan dan perbedaan yang terdapat pada satu jenis capung dengan jenis lainnya.


(24)

8

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan lembaran-lembaran yang berisikan petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas yang harus dilakukan dan diselesaikan oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai (Andi Prastowo. 2012:203-204)

4. Jogja Adventure Zone

Jogja Adventure Zone adalah tempat outbond yang dikelola oleh Primkopau VI Skadik 104 Wingdik Terbang Lanud Adisutjipto Yogyakarta. Luas area Jogja Adventure Zone adalah 50.000 m2 yang terdiri dari dua kolam pancing yang

dikelilingi oleh tumbuhan-tumbuhan dan area persawahan. Memiliki ekosistem kolam yang mendukung kehidupan berbagai hewan serta terdapat aliran air yang masuk dan keluar (Tabah. 2013)


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Keilmuan

1. Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati muncul karena adanya persamaan dan perbedaan cirri serta sifat yang dimiliki oleh makhluk hidup. Perbedaan ini dapat dilihat dari bentuk, penampilan, jumlah, ukuran, serta ciri-ciri lain yang dimiliki makhluk hidup. Mempelajari keanekaragaman hayati dapat dimulai dengan cara mengelompokkan organisme yang memiliki ciri morfologi yang sama dan memisahkannya berdasarkan perbedaan ciri morfologinya. Selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan karakteristik yang lebih mendalam dan spesifik (Satino, 2012:2-3). Keanekaragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keanekaan bentuk kehidupan di bumi, interaksi di antara berbagai makhluk hidup, serta antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Bappenas, 2004:6).

Keanekaragaman hayati umumnya dianggap memiliki tiga tingkatan yang berbeda yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman ekosistem. Keanekaragaman hayati meningkat ketika variasi genetik baru dihasilkan, spesies baru berevolusi, atau ketika satu ekosistem baru terbentuk. Keanekaragaman hayati akan berkurang dengan berkurangnya spesies, satu spesies punah atau ekosistem hilang maupun rusak. Konsep ini menekankan sifat keterkaitan dunia kehidupan dan proses-prosesnya (Satino, 2012:4).


(26)

10

Pembagian keanekaragaman hayati menjadi tiga tingkatan tersebut didasarkan pada keterwakilan dari ranah organisasi molekuler. Dalam mempelajari makhluk hidup dikenal ada tiga pengelompokan yang didasarkan pada ranah yang berbeda, yaitu :

a. Pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan Taksonomi

Pengelompokan makhluk hidup didasarkan pada persamaan dan perbedaan dan disusun secara bertingkat yang bertujuan untuk mempermudah dalam mempelajarinya dan dikenal dengan istilah tingkatan taksa/taksonomi. Secara umum ada beberapa tingkatan taksa yang telah dikenal antara lain: Kindom, Filum/Devisio, Class (Kelas), Ordo (Bangsa), Famili (Suku), Genus (Marga), dan Spesies (Jenis). Dari pengelompokkan ini lahirlah keanekaragaman hayati tingkat jenis yang dianggap dapat mewakili keanekaragaman organism secara taksonomi.

b. Pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan komplektisitas materi penyusun. Pengelompokkan ini didasarkan pada komplektisitas penyusunnya tanpa mempertimbangkan adanya interaksi sebagai sebuah sistem. Hasilnya didapatkan pengelompokkan makhluk hidup dari yang sederhana hingga yang paling kompleks, meliputi: atom, molekul, gen, sel, jaringan, organ, individu, populasi, dan komunitas. Kemudian lahirlah keanekaragaman hayatitingkat gen yang dianggap mewakili keanekaragaman hayati berdasarkan komplektisitas meteri penyusunnya.

c. Pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan koplektisitas materi penyusun dan interaksinya.


(27)

11

Dikenal dengan istilah biosistem, yaitu organisasi kehidupan dipandang sebagai sebuah sistem yang saling berinteraksi dan tidak berdiri sendiri. Secara bertingkat dikenal dengan istilah: sistem atom, sistem molekul, sistem gen, sistem sel, sistem jaringan, sistem organ, sistem individu (organism), sistem populasi, dan sistem komunitas (ekosistem). Dari pengelompokan ini lahirlah keanekaragaman hayati tingkat ekosistem yang dianggap dapat mewakili dalam mempelajari salah satu keanekarahaman hayati. (Satino, 2012:5-10)

2. Keanekaragaman Jenis Capung

Keanekaragaman jenis adalah keanekaan spesies organisme yang menempati suatu ekosistem, di darat maupun di perairan. Dengan demikian masing-masing organisme mempunyai ciri yang berbeda satu dengan yang lain (Bappenas, 2004 : 6). Keanekaragaman tingkat jenis ditunjukkan dengan adanya beraneka macam jenis makhluk hidup baik tumbuhan, hewan, maupun mikroba. Keanekaragaman jenis capug ditunjukkan dengan adanya persamaan dan perbedaan yang terdapat pada satu jenis capung dengan jenis lainnya. Perbedaan yang terdapat diantara organise berbrda jenis leboh banyak dibandingkan dengan perbedaan yang terdapat diantara organisme satu jenis. Dua organisme yang berbeda jenis mempunyai susunan gen yang lebih banyak perbedaanya dari pada yang tergolong satu jenis (IGP Suryadharma dkk, 1997 : 27).

3. Capung (Ordo Odonata) a. Morfologi Capung

Istilah capung dalam bahasa Indonesia biasa ditujukan kepada kedua sub ordo odonata, yaitu Anisoptera atau capung biasa dan Zygoptera atau capung jarum. Capung termasuk ke dalam kelas Insecta/Serangga. Secara umum,


(28)

12

serangga merupakan kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam, oleh karena itu mereka disebut pula Hexapoda atau berkaki enam. Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa tersebut adalah kepala (caput), dada (thoraks), dan perut (abdomen) (Andika Prasetya. 2014)

Kepala atau caput capung berbentuk kapsul, merupakan bangunan yang kuat yang dilengkapi dengan mulut, antena, dan mata (Mochamad Hadi. 2009:3). Capung memiliki sepasang mata yang mampu melihat kesegala arah, berukuran besar dan hampir memenuhi seluruh kepala yang terdiri dari mata majemuk dan mata tunggal. Terdapat sepasang antena yang bertipe setaceus berbentuk seperti duri, ruas-ruasnya lebih mengecil pada bagian ujung (Suhara. 2014:11). Mulut capung bertipe pengunyah yang dapat digunakan untuk memegang, menggerakkan, dan mengunyah makanan.

Dada atau toraks relatif kecil dengan dilengkapi sayap dan tungkai. Capung memiliki sayap bertipe sayap membran yang terdiri dari dua pasang, biasa disebut sayap depan dan sayap belakang. Bentuk sayap memanjang, berangka, dan berselaput. Pada sub ordo Anisoptera, mempunyai sayap belakang yang lebih lebar. Pada waktu istirahat, sayap diletakkan secara horizontal atau membuka. Sedangkan pada sub ordo Zygoptera atau capung jarum, sayap dapan dan sayap belakang memilik memiliki bentuk yang relatif serupa dengan bagian dasar sayap menyempit. Pada saat istirahat umunya capung jarum meletakkan sayapnya dalam keadaan menutup (Borror. 1992:240-254). Tungkai capung


(29)

13

relatif pendek berjumlah 3 pasang yang bertipe raptorial yang berfungsi untuk menangkap mangsa dan hinggap.

Perut atau abdomen berbentuk memanjang, agak silindris, beruas-ruas, meruncing dibagian ujung, dan terdapat kelenjar kelamin. Ruas abdomen berjumlah sepuluh yang bersifat fleksibel. Menurut William dan Feltmate (1992 dalam Siti Nurul. 2008:5) ukuran abdomen pada ruas pertama, kedua, kedelapan, dan kesepuluh lebih pendek daripada ruas lain. Kelenjar kelamin dan lubang kelamin berada di ujung abdomen, namun pada capung jantan alat penyampai (penis) dan cantol-cantol pelengkap berada di dasar abdomen pada ruas ke dua dan tiga, sedangkan pada capung betina berada di ujung abdomen (Redaksi Ensiklopedi Indonesia.1989:37)

b. Klasifikasi Capung

Secara keseluruhan, capung terdiri dari dua sub ordo yaitu Anisoptera dan Zygoptera, keduanya terbagi lagi ke dalam 29 famili, 58 sub famili dan 600 genus. Jumlah nama spesies capung di dunia mencapai 6000 nama (Silsby, Jill. 2001 : 71). Pembagian Ordo Odonata menjadi Sub Ordo Anisoptera dan Zygoptera didasarkan pada bentuk sayap dan sifat-sifat sayapnya. Pembagian dari sub ordo ke famili didasarkan pada sifat sayap, meliputi susunan vena, corak sayap, dan bentuk sayap. Serta pada mata facet, alat mulut terutama labium, dan lobus pada ruas ke-2 abdomen dari yang jantan.

Sub Ordo Anisoptera memiliki tubuh yang kuat dengan panjang berkisar antara 2,5-9 cm. Sayap depan lebih kecil dari pada sayap belakang. Pada saat istirahat, posisi sayap dalam keadaan terbuka/horizontal. Pada jantan


(30)

14

mempunyai alat tambahan (terminal appendages) sebanyak 3 buah (2 diatas dan 1 dibawah). Sedangkan pada betina mempunyai 2 buah dorsal terminal appendages. Nimfa berukuran besar mempunyai insang di rectum.

Sub ordo Zygoptera memiliki bentuk dan ukuran sayap depan dan belakang relatif sama. Pada saat istirahat posisi sayap dalam keadaan tertutup dan tegak lurus dengan tubuh. Abdomen berbentuk ramping. Pada jantan memiliki 4 buah alat tambahan, betina memiliki ovivositor yang berkembang dengan baik. Nimfa Zygoptera mempunyai insang yang berbentuk daun dan berjumlah 3 buah (Mochamad Hadi. 2009:132-133).

c. Habitat Capung

Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka , terutama diperairan tempat mereka berbiak dan mencari makan. Capung dan capung jarum menyebar luas di hutan-hutan, kebun, sawah, sungai, dan danau, hingga ke pekarangan rumah lingkungan perkotaan, tepi pantai hingga ketinggian lebih dari 3000 m dpl. Sebagian besar capung senang hinggap di pucuk rumput, perdu, dan ranting-ranting pohon yang tumbuh di sekitar perairan (Shanti Susanti. 1998:11). Beberapa jenis capung dewasa merupakan penerbang yang sangat kuat, sehingga sering kali dapat ditemukan jauh dari wilayah perairan.

d. Siklus Hidup dan Reproduksi Capung

Capung merupakan salah satu contoh serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna atau hemimetabola. Di masa hidupnya, capung mengalami tiga tahap perubahan bentuk yaitu telur, nimfa, dan capung dewasa


(31)

15

(Shanti Susanti. 1998:14). Saat terjadi kopulasi, capung jantan mengaitkan ujung abdomennya di leher betina kemudian betina akan membengkokkan abdomennya ke atas dan mengaitkan ujung abdomennya ke organ genital jantan yang ada di ruas 2-3 abdomen jantan. Kopulasi bisa terjadi dalam keadaan terbang maupun tengger. Setelah terjadi kopulasi, capung betina akan meletakkan telurnya di air atau disisipkan pada tanaman air (Wahyu Sigit. 2013:23).

Telur capung ada yang berbentuk panjang silindris dan ada yang bulat, di salah satu sudut ada satu atau beberapa lubang yang sangat kecil yang digunakan untuk jalan memasukkan sperma sebelum telur diletakkan di air. Telur tersebut kemudian akan menetas menjadi nimfa. Lama masa penetasan ini bervariasi satu jenis dengan jenis lain, antara 1-3 minggu. Predator utama telur capung adalah ikan dan siput.

Nimfa capug memilik bentuk yang mirip dengan bentuk capung dewasa, kecuali sayap dan organ reproduksi. Organ reproduksi dan sayap pada nimfa belum berkembang (Aprizal Lukman. 2009 : 43) Nimfa capung dapat hidup di air selama beberapa bulan hingga tahun dan sangat sensitif terhadap kondisi air yang tercemar. Sebagian besar kehidupan capung dihabiskan dalam tahap ini dan bernafas dengan menggunakan insang. Pada masa perkembangannya sebelum menjadi capung dewasa, nimfa capung akan mengalami pergantian kulit (moulting) sebanyak 6-15 kali, tergantung jenis capungnya, atau yang disebut dengan tahap instar. Nimfa jenis capung


(32)

16

tertentu dapat mengalami masa istirahat yang menunda perkembangan hingga musim tertentu yang sesuai bagi kehidupannya (Shanti Susanti.1998:16-17).

Proses pergantian kulit atau moulting ini dipengaruhi oleh hormon. Serangga memiliki tiga hormon yang berpedan dalam metamorfosis yaitu hormon otak (ecdysiotropin) yang dihasilkan dalam corpora cardiace, hormon moulting atau ecdyson (protoracic gland/PGH) yang dihasilkan oleh kelenjar protoraks, dan hormon juvenil (JH) yangdihasilkan oleh corpora allata yaitu sepasang kelenjar endokrin yang terletak di otak. Capung memiliki kerangka luar yang disebut eksoskleleton yang menutupi seluruh tubunhnya namun tidak bisa mengalami pertumbuhan, sedangkan tubuh nimfa capung terus mengalami pertumbuhan. Akibatnya nimfa capung harus melakukan moulting beberapa kali selama hidupnya (Aprizal Lukman. 2009 : 43).

Secara berkala sel-sel neurosekretori di dalam otak menghasilkan hormon otak/ecdysiotropin. Hormon ini merangsang kelenjar protoraks untuk menghasilkan hormon edyson yang kemudian merangsan pertumbuhan dan menyebabkan epidermis menggetahkan suatu kutikula baru yang menyebabkan dimulainya proses pengelupasan kulit atau moulting. Selain ecdyson, proses moulting juga dipengaruhi oleh hormon juvenil. Selama hormon juvenil masih diproduksi, rangkaian pengelupasan kulit yang terjadi di bawah pengaruh ecdyson hanya akan menghasilkan stadium tidak dewasa (masih tetap menjadi nimfa). Jika saat nimfa capung moulting dan tidak menghasilkan hormin juvenil maka nimfa tersebut akan menjadi bentuk dewasa (capung dewasa) (Aprizal Lukman. 2009 : 43-44).


(33)

17

Setelah nimfa tua/matang (mature) dan siap menjadi capung dewasa, nimfa capung akan memanjat tanaman air atau benda lain untuk keluar dari air. Pada waktu tersebut fungsi insang akan terhenti dan digantikan oleh lubang dubur. Proses ini umumnya terjadi di pagi hari sebelum matahari terbit. Capung dewasa keluar dengan merobek kulit nimfa tua, umumnya membutuhkan waktu 1-2 jam untuk bisa terbang. Jenis capung tertentu membutuhkan waktu lebih lama, bisa sampai seharian baru bisa terbang.

Periode pematangan reproduksi capung dewasa Zygoptera terjadi selama 2 sampai 30 hari sedangkan subordo Anisoptera berlangsung selama 6 sampai 45 hari yang dipengaruhi oleh jenis spesies, cuaca, lingkungan dan habitat. Masa reproduksi berlangsung selama satu sampai delapan minggu. Periode pematangan berlangsung sejak kemunculan naiad sampai kematangan seksual yang melibatkan; perubahan warna tubuh, warna sayap, perkembangan alat kelamin, ukuran dan kemunculan ektoparasit tertentu dan pertumbuhan jumlah lapisan pada endokutikula (William & Feltmate 1992 dalam Siti Nurul. 2008:6)

e. Peran Capung bagi Kehidupan

Capung memiliki manfaat secara tidak langsung bagi manusia. Dari sisi kesehatan, nimfa capung berperan sebagai predator jentik-jentik nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit malaria dan demam berdarah. Berdasarkan hasil temuan baru-baru ini telah terungkap bahwa capung merupakan pembasmi yang efektif terhadap nyamuk-nyamuk yang menyebabkan penyakit demam berdarah. Dari sisi pertanian, capung dewasa merupakan predator hama


(34)

18

tanaman. Makanan capung dewasa antara lain belalang, ngengat, lalat dan serangga lainnya (Susanti. 1998 : 24-25).

Capung dapat digunakan sebagai indikator lingkungan karena capung merupakan cerminan perubahan alam yang sangat nyata. Kehidupan nimfa capung sangat dipenngaruhi oleh kondisi air di tempat hidupnya. Eksistensi capung pada suatu wilayah secara langsung menunjukkan kondisi terkini alam yang sedang dipantau (Dan Brata. 2013 : 12).


(35)

19 B. Kajian Kependidikan

1. Hakikat Pembelajaran Biologi

Pembelajaran menurut Syamsu Mappa dan Anisah Basleman (1994: 11), merupakan suatu proses usaha untuk memenuhi kebutuhan dan untuk mencapai tujuan. Biologi merupakan ilmu yang mempelajari objek dan persoalan gejala alam. Semua benda dan kejadian alam merupakan sasaran yang dipelajari dalam ilmu biologi. Proses belajar biologi menurut Djohar (1987), merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak didik) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, proses dan produk.

Pendidikan biologi harus diletakkan sebagai alat pendidikan, bukan sebagai tujuan pendidikan, sehingga konsekuensinya dalam pembelajaran hendaknya memberi pelajaran kepada subyek belajar untuk melakukan interaksi dengan obyek belajar secara mandiri, sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep. Konsep belajar mengajar biologi memiliki tiga persoalan utama, yaitu hakekat mengajar, kedudukan materi meliputi arti dan peranannya, serta kedudukan siswa (Djohar, 1987: 7)

Suhardi (2007: 4), mengungkapkan bahwa proses pembelajaran/ proses belajar mengajar biologi merupakan suatu sistem. Sistem pembelajaran tersebut merupakan kesatuan tidak terpisahkan dari empat komponen pembelajaran yang berupa raw input (peserta didik), Instrumental input (masukan instrumental), lingkungan dan out putnya (hasil keluaran) dengan pusat sistem berupa proses pembelajaran.


(36)

20

Menurut Nuryani Y. Rustaman (2005: 5), dalam proses pembelajaran terkandung kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Interaksi dan komunikasi timbal balik antara guru dan siswa merupakan ciri dan syarat utama bagi berlangsungnya proses ini. Perlu dipahami, bahwa interaksi tersebut tidak hanya berupa penyampaian materi pelajaran, melainkan juga menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Selain interaksi antara guru dan siswa, juga interaksi antara siswa dan obyek yang dipelajarinya.

Suhardi (2007: 4), menegaskan bahwa hakikat proses belajar adalah interaksi antara siswa dengan obyek yang dipelajarinya sehingga proses pembelajaran tidak tergantung sekali kepada keberadaan guru sebagai pengelola pembelajaran. Hal tersebut menjadi alasan untuk tidak mengesampingkan peranan sumber dan media belajar dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut dikatakan oleh Wuryadi (1971: 88), bahwa dalam proses belajar mengajar pada diri siswa akan berkembang tiga ranah yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tiga ranah tersebut dapat diuraikan menjadi tujuan pendidikan biologi, yaitu: Pengembangan sikap dan pengharagaan, Pengembangan cara berfikir, Pengembangan ketrampilan, baik ketrampilan kerja maupun ketrampilan berfikir, dan Pengembangan pengetahuan dan pengertian serta penggunaan pengetahuan tersebut bagi kepentingan kehidupan manusia. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak hanya berfungsi sebagai pemberi ilmu pengetahuan (transmitter of knowledge) tetapi berfungsi juga sebagai pengelola proses belajar mengajar (Prawoto, 1989: 21).


(37)

21 2. Sumber Belajar

Mulyasa (2007: 177) menerangkan, sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat memberi kemudahan belajar, sehingga diperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan. Sumber belajar juga diartikan sebagai daya yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagian atau secara keseluruhan. Dari berbagai sumber belajar yang ada, pada garis besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Manusia, yaitu orang menyampaikan pesan secara langsung, seperti guru, konselor, dan administrator, yang dirancang secara khusus dan disengaja untuk kepentingan belajar (by design).

b. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran, baik yang dirancang secara khusus seperti film pendidikan, peta, grafik, buku, dan lain-lain yang disebut media pengajaran (instructional media), maupun bahan yang bersifat umum yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan belajar. c. Lingkungan, yaitu ruang dan tempat di mana sumber-sumber dapat

berinteraksi dengan para peserta didik. Ruang dan tempat yang dirancang secara sengaja untuk kepentingan belajar, misalnya perpustakaan, laboratorium, kebun, dan lain-lain.

d. Alat dan peralatan, yaitu sumber belajar untuk produksi dan atau memainkan sumber-sumber lain, misalnya: tape recorder, kamera, slide.

e. Aktivitas, yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan kombinasi antara teknik dengan sumber lain untuk memudahkan belajar.


(38)

22

Menurut IGP Suryadarma (1997: 5), biologi adalah ilmu yang memiliki ciri menggunakan benda hidup sebagai obyek studinya. Sumber belajar biologi tentunya memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan sumber belajar lainnya. Lebih lanjut Suhardi (2007: 5) menyatakan, sumber belajar biologi adalah segala sesuatu, baik benda maupun gejalanya yang dapat dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan permasalahan biologi tertentu. Keberadaan sumber belajar dapat memungkinkan dan memudahkan terjadinya proses belajar.

Sumber belajar dibedakan menjadi dua golongan yaitu sumber belajar yang siap digunakan tanpa ada penyederhanaan dan modifikasi misalnya kebun binatang dan sumber belajar yang disederhanakan atau dimodifikasi misalnya penggunaan sumber belajar menggunakan hasil penelitian. Hasil penelitian apabila akan digunakan sebagai sumber belajar yag digunakan siswa maka harus melalui tahapan-tahapan identifikasi proses dan produk penelitian, seleksi dan modifikasi hasil penelitian dan penerapan dan pengembangan hasil penelitian sebagai sumber belajar.

a. Identifikasi proses dan produk penelitian

Untuk diangkat sebagai sumber belajar, hasil penelitian harus dikaji berdasarkan kurikulum pendidikan biologi yang berlaku. Tujuan dari pengkajian ini untuk melihat kejelasan potensi ketersediaan objek dan permasalahan yang akan diangkat, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, sasaran materi dan peruntukan, informasi yang akan diungkap, pedoman eksplorasi dan perolehan yang akan dicapai.


(39)

23

b. Seleksi dan modifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber belajar. Seleksi dan modifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber belajar dilakukan dengan cara :

1) Menyesuaikan prosedur kerja penelitian dengan kegiatan pembelajaran 2) Menyesuaikan produk penelitian (fakta, konsep dan prinsip) dengan

kurikulum

c. Penerapan hasil penelitian sebagai sumber belajar ke dalam organisasi instruksional.

Penerapan hasil penelitian sebagai sumber belajar dapat berwujud RPP dengan komponen-komponen yaitu konsep, subkonsep, KD, hasil belajar, indikator, uraian materi, sasaran, jenis kegiatan, waktu, metode, sarana dan prasarana, bentuk belajar, sistem interaksi dan alat evaluasi.

(Suhardi. 2007:3-17)

3. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Biologi

Salah satu sumber belajar yang sangat kaya adalah lingkungan. Menurut UNESCO lingkungan diartikan sebagai faktor-faktor fisik, biologi, sosial-ekonomi, dan budaya yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung, dan berinteraksi dengan kehidupan seseorang (Mulyasa, 2007: 182). Beberapa contoh lingkungan yang dapat digolongkan sebagai sumber belajar biologi antara lain Kebun Raya, Suaka Marga Satwa, Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Laut Asli dan Buatan, dan sebagainya (Suhardi, 2008: 7).

Hal yang selaras diungkapkan oleh Sudjoko (1984: 66), lingkungan yang cukup untuk mempelajari IPA dapat menjadi sumber belajar melalui kegiatan


(40)

24

pengamatan dalam bentuk studi lapangan. Studi lapangan biasanya berjarak cukup jauh dari sekolah dan waktu yang dipergunakan biasanya lebih lama, maka agar waktu dan biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia, dalam arti apa yang dilakukan dalam studi lapangan tetap bernilai bagi siswa yang sedang belajar IPA, persiapan yang matang sangat diperlukan.

4. Research and Development (R&D)

Terdapat banyak definisi Research and Development atau Penelitian dan Pengembangan. Secara sederhana R&D bisa di definikan sebagai metode penelitian yang secara sengaja, sistematis, bertujuan/diarahkan untuk mencaritemukan, merumuskan, memperbaiki, mengebangkan, menghasilkan, menguji keefektifan produk, model, metode/strategi/cara, jasa, prosedur tertentu yang lebih unggul, baru, efektif, efisien, produktif, dan bermakna (Nusa Putra. 2015:67). R&D diarahkan untuk mencaritemukan kebaruan dan keunggulan dalam rangka efektifitas, efisiensi, dan produktivitas. Oleh karena itu, R&D selalu dengan tegas dibedakan dari penelitian murni/dasar, walaupun tentu saja tidak dapat dipisahkan dari penelitian murni/dasar. Bahkan sering kali R&D didasarkan pada penelitian murni/dasar.

Penelitian dan pengembangan berfungsi untuk memvalidasi dan mengembangkan produk. Memvalidasi produk berarti produk itu telah ada dan peneliti hanya menguji efektivitas atau validitas produk tersebut. Mengembangkan produk dalam arti yang luas dapat berupa memperbarui produk yang telah ada (sehingga menjadi lebih praktis, efektif, dan efisien) atau menciptakan produk baru yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut Borg


(41)

25

and Gall (1989), salah satu jembatan antara penelitian dasar dengan penelitian terapan adalah R & D. Penelitian dasar bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru tentang fenomena yang ada, sedangkan penelitian terapan bertujuan untuk menemukan pengatahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan.

Metode penelitian dan pengembangan telah banyak digunakan pada bidang-bidang ilmu pengetahuan alam dan teknik. Hampir semua produk teknologi diproduksi dan dikembangkan melalui penelitian dan pengembangan. Penelitian dan pengembangan yang menghsilakn produk tertentu di bidang pendidikan masih sangat rendah. Borg and Gall (2003) mengatakan bahwa penelitian dan pengembangan dalam pendidikan digunakan untuk merancang produk baru dan prosedur, dan selanjutnya diuji lapangan secara sistematis, dievaluasi dan disempurnakan sampai memenuhi kriteria yang spesifik yaitu efektivitas, kualitas, dan memnuhi standar (Sugiyono. 2015:28-34)

Berikut ini gambaran langkah-langkah penelitian dan pengembangan dari berbagai penulis.

a. Borg and Gall (1989), mengemukakan sepuluh langkah dalam R & D yang telah dikembangkan, yaitu : research and information collecting, Planning, Develop preliminary form a product,Preliminary field testing, Main product revision, Main field testing, Operational product revision, Operational field testing, Final product revision, and Dissemination and implementation.

b. Thiagarajan (1974), mengemukakan bahwa ada 4 langkah dalam R & D yang disingkat degan 4D, yaitu : Define, Design, Development, dan Dissemination.


(42)

26

c. Robert Maribe Branch (2009), mengembangkan desain pembelajaran dengan pendekatan ADDIE, yaitu : Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaliation.

d. Richey and Klein (2009), menyatakan bahwa fokus dari perancangan dan penelitian pengembangan bersifat analilis dari awal sampai akhir, yang meliputi Perancangan, Produksi, dan Evaluasi (PPE).

(Sugiyono. 2015: 35-39)

5. Lembar Kegiatan Siswa a. Pengertian LKS

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan lembaran-lembaran yang berisikan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembaran-lembaran ini biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai (Andi Prastowo. 2012 : 203-204).

b. Bentuk LKS

Berdasarkan kelengkapan materi yang dipelajari, LKS dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) LKS Terbuka

LKS yang memberikan peluang bagi siswa mengembangkan kreativitas dan daya nalar. Arahan yang diberikan guru biasanya lebih bersifat sebagai stimulasi bagi siswa untuk mengerjakan seuatu kegiatan belajar. Selama kegiatan belajar, guru lebih banyak sebagai fasilitataor dan


(43)

27

motivator. Sifat menantang dan menumbuhkan sifat keingintahuan siswa menjadi kunci keberhasilan dalam memacu kreativitas belajar siswa. 2) LKS Tertutup

LKS yang dikemas sedemikan ketat sehingga tidak memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan daya nalar, kreativitas, minat, dan daya imajinasinya. Siswa dipaksa mengikuti arahan dan mengerjakan tugas-tugas sesuai petunjuk yang telah ditetapkan oleh guru. Penerapan LKS ini biasanya ditujukan kepada siswa yang sedang mulai belajar. 3) LKS Semi Tertutup

LKS yang hampir sama denga LKS tertutup namun dibeberapa bagian sengaja diberikan kepada siswa utuk dikembangkan. Bagian-bagian yang diserakhan kepada siswa umunya dirancang guru untuk mengembangkan beberapa kemampuan spesifik pada diri siswa. LKS semacam ini biasanya digunakan untuk belajar secara mandiri atau berkelompok. Peluang yang diberikan guru kepada siswa adalah pengembangan keterampilan melakukan pengamatan, menyusun tabel pengamatan, mendiskusikan dan merumuskan kesimpulan. (Surachman. 2001: 46).

c. Syarat Penyusunan LKS

Penyusunan LKS yang baik memnurut Hendro dan Kaligis (1992 : 41-46) harus memenuhi persyaratan didaktis, konstruksi, dan teknis.


(44)

28 1) Syarat Didaktis

a) Memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga LKS yang baik adalah yang dapat digunakan oleh siswa yang lamban, sedang, maupun pandai.

b) Menekankan ada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga LKS berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu. c) Memperhatikan variasi stimulus siswa melalui berbagai media dan

kesempatan kepada siswa untuk menulis, menggambar, berdiskusi, menggunakan alat, dan sebagainya.

d) Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, estetika, serta pengalaman belajar yang ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa.

2) Syarat Konstruksi

a) Harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan siswa.

b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.

c) Tata urutan pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. d) Menghindarkan pernyataan yang selalu terbuka.

e) Menggunakan kalimat sederhana dan pendek.

f) Menyediakan ruang yang cukup memberikan keleluasaan.

g) Menyediakan sumber buku sesuai dengan kemampuan keterbacaan siswa.


(45)

29

i) Memperhatikan kemampuan berpikir siswa. j) Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas.

k) Memiliki identitas untuk memudahkan administrasi. 3) Syarat Teknis

a) Tulisan dengan menggunakan huruf cetak, huruf tebal, yang agak besar untuk topik, tidak menggunakan lebih dari sepuluh kata dalam setiap kalimat, dan mengusahakan agar perbandingan besar huruf dengan gambar serasi.

b) Tata tulis yang pada umumnya memperhatikan ejaan yang telah disempurnakan berdasarkan tata bahasa Indonesia yang berlaku. c) Gambar disajikan dengan memperhatikan kejelasan isi atau pesan dan

tingkat sasaran peruntukannya.

d) Gambar secara utuh atau tidak, lengkap atau tidak, atau disajikan dengan bagian dipertimbangkan dalam penyajian gambar LKS.

e) Penampilan LKS diusahakan menarik bagi penggunanya. Kombinasi antara tata tulisn serta warna disesuaikan dengan tujuan LKS dan sasaran penggunaannya.

d. Prosedur Penyusunan LKS

1) Penentuan tujuan instruksional

Penentuan tujuan dimulai dengan melalukan analisis siswa yaitu mengenali siapa siswa, perilaku awal dan karakteristik awal yang dimiliki siswa. Tujuan pembelajaran ditulis untuk menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh siswa yang berhasil belajar dengan baik, kompetensi yang


(46)

30

akan dicapai siswa setelah melalui proses belajar. Tujuan pembelajaran yang baik akan memandu kita dalam memilih topik pembelajaran, menyusun strategi pembelajaran, memilih media dan metode pembelajaran, serta mengembangkan alat evaluasi belajar.

2) Pengumpulan materi

Menentukan materi dan tugas yang akan dimuat dalam LKS dan pastikan pilihan ini sejalan dengan tujuan instruksional. Kumpulkan bahan/materi dan buat rincian tugas yang harus dilakukan siswa. Bahan yang akan dibuat dalam LKS dapat dikembangkan sendiri atau memanfaatkan materi yang sudah tersedia.

3) Penyusuna elemen

Elemen LKS setidaknya ada unsur materi, tugas, dan latihan. 4) Cek dan penyempurnaan

a) Kesesuaian desain dengan tujuan instruksional. b) Kesesuaian materi dengan tujuan konstruksional. c) Kesesuaian elemen dengan tujuan instruksional.

d) Memastikan bahwa tugas dan latihan yang diberikan menunjang pencapaian tujuan instruksional.

e) Kejelasan penyampaian, meliputi keterbacaan, keterpahaman, dan kecukupan ruang untuk mengerjakan tugas.

f) Untuk langkah penyempurnaan dengan meminta tanggapan dan saran siswa kemudian melakukan evaluasi dan perbaikan seperlunya.


(47)

31 e. Komponen LKS

Poppy (dalam Winarsih 2012) menerangkan bahwa sistematika Lembar Kegiatan Siswa secara umum dijabarkan sebagai berikut:

1) Judul, merupakan judul dari kegiatan yang akan dilakukan.

2) Pengantar, berupa uraian singkat yang mengetengahkan bahan pelajaran yang dicakup dalam kegiatan/praktikum.

3) Tujuan, memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan di pengantar.

4) Alat dan bahan, memuat alat dan bahan yang diperlukan.

5) Langkah kegiatan, merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan. Dibuat sistematis dan bila perlu menampilan sketsa.

6) Tabel pengamatan, dapat berupa tabel-tabel data untuk mencatat data hasil pengamatan yang diperoleh dari prakktikum.

7) Pengayaan, berupa pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk menemukan konsep yang dikembangkan atau untuk mendapatkan kesimpulan.

6. Penilaian Kualitas Produk

Berdasarkan Standar Penilaian Buku Pelajaran Sains oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003, standar penilaian dirumuskan ke dalam tiga aspek yaitu aspek materi, aspek penyajian, dan aspek keterbacaan atau bahasa.


(48)

32 a. Aspek Materi

Standar yang berkaitan dengan aspek materi adalah sebagai berikut : 1) Kelengkapan materi,

2) Keakuratan materi,

3) Kegiatan yang mendukung materi, 4) Kemutahiran materi,

5) Upaya meningkatkan kompetensi sains siswa,

6) Pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan,

7) Kegiatan pembelajaran mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir,

8) Materi merangsang siswa untuk melakukan inquiry, dan 9) Penggunaan notasi, simbol, dan satuan.

b. Aspek Penyajian

1) Organisasi penyajian umum, 2) Organisasi penyajian perbab,

3) Materi disajikan dengan mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan,

4) Melibatkan siswa secara aktif mengembangkan prooses pembentukan pengetahuan,

5) Tampilan umum menarik,

6) Variasi dalam cara penyampaian informasi, 7) Meningkaykan kualitas pembelajaran, 8) Anatomi buku pelajaran sains,


(49)

33

9) Memperhatikan kode etik dan hak cipta, dan

10)Memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan. c. Aspek Bahasa dan Keterbacaan

Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa atau keterbacaan adalah sebagai berikut :

1) Bahasa Indonesia yangbaik dan benar 2) Peristilahan

3) Kejelasan bahasa 4) Kesesuaian bahasa


(50)

34 C. Kerangka Berpikir

Secara garis besar, berikut adalah kerangka berpikir penelitian dalam bentuk skema:

Gambar 1. Skema kerangka berpikir penelitian keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone sebagai bahan Lembar Kegiatan Siswa bagi siswa kelas X SMA. Potensi Jogja Adventure Zone

- Salah satu habitat capung yang ada di Yogyakarta.

- Keragaman jenis capung yang tinggi - Berbagai persoalan biologi dapat dilihat

dan diamati untuk belajar dan menambah pengetahuan.

Analisis

Identifikasi Masalah di Lapangan:

-Pengunjung dari kalangan pendidikan kurang menyadari potensi Jogja Adventure Zone sebagai sumber belajar biologi

-Potensi keanekaragaman capung belum diperhatikan oleh sekolah untuk mendukung kegiatan belajar biologi.

-Belum adanya panduan yang dapat memandu siswa dalam mempelajari keanekargaman capung di Jogja Adventure Zone

Studi lebih lanjut potensi capung dan persoalan biologi

Hasil studi dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi bagi Siswa SMA yang

berkunjung ke Jogja Adventure Zone

Pengembangan hasil studi dalam bentuk LKS

Penyusunan LKS Mengamati Capung yang ada di Jogja Adventure Zone bagi siswa kelas X SMA.

Pengintegrasian pendidikan, konservasi, dan wisata di Jogja


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakann penelitain Research and Development (R & D), yaitu penelitian dan pengembangan sumber belajar biologi yang menghasilkan produk akhir berupa prototype panduan belajar berupa LKS. Penelitian dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian biologi yaitu tahap pengambilan data yang dilakukan dengan observasi langsung berupa data kuantitatif yang kemudian dianaalisis secara kualitatif. Tahap kedua adalah penelitian pendidikan biologi yaitu hasil analisis data tahap pertama diseleksi sesuai dengan SK dan KD Biologi SMA kelas X, untuk dijadikan panduan belajar berupa LKS pada materi keanekaragaman hayati Indonesia.

Prosedur penelitian mengacu pada tahapan penulisan bahan ajar yang diutarakan oleh Robert Maribe Branch 2009 (dalam Sugiyono. 2015) yaitu menggunakan tahapan analysis, design, development, implementation, evaluation

(ADDIE model). Namun dalam dalam penelitian ini hanya menerapkan pada ADD (analysis, design, development) atau hanya sampai tahap pengembangan.

A. Metode Penelitian Biologi 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptifeksploratif dengan menggunakan metode observasi.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian


(52)

36

Penelitian lapangan dilakukan di Kawasan Jogja Adventure Zone Kecamatan Banguntapan, Bantul yang meliputi kolam pancing dan sekitarnya.

b. Waktu Penelitian

Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada bulan Maret – April 2015 (akhir musim hujan), melalui tiga kali pengulangan pengambilan data dengan empat kali waktu pengamatan yaitu pukul 06.01-09.00, 09.01-12.00, 12.01-15.00, dan 15.01-18.00

3. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi Penelitian

Populasi penelitian meliputi seluruh capung yang hidup di kawasan Jogja Adventure Zone Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

b. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah capung dewasa yang dijumpai di kawasan Jogja Adventure Zone yang tertangkap secara purposive sampling pada waktu yang telah ditentukan.

4. Variabel Penelitian

a. Faktor abiotik meliputi: Temperatur udara, intensitas cahaya, kelembaban udara, dan kecepatan angin.

b. Faktor biotik, meliputi : Jenis-jenis Capung (Ordo Odonata) 5. Alat - Alat Penelitian

1) Alat tulis 2) Jaring serangga 3) Hygrometer

4) Termometer 5) Anemometer 6) Lux Meter


(53)

37 7) Kamera DSLR Canon 600D

8) Binokuler Nikon Action 8x42 CF

9) Loop / kaca pembecsar 10)Pedoman Identifikasi

i. Buku “A Photographic Guide to The Dragonflies of Singapore” karya Tang Hun Bun, Wang Luan Keng, dan Matti Hamalainen diterbitkan oleh National University of Singapore tahun 2010.

ii. Buku “A Pocket Guide Dragonflies of Peninsular Malaysia anSingapore” karya A.G. Orr diterbitkan oleh Natutal History Publications (Borneo) Kota Kinabalu tahun 2005.

6. Teknik Pengumpulan Data a. Pengambilan data lapangan

1) Penelitian menggunakan metode observasi. Cara pengambilan data mengikuti transek-transek yang sudah ada di sepanjang jalur wisata di Jogja Adventure Zone, kemudian memberi batas 2 meter kearah kanan dan dua meter kearah kiri di sepanjang jalur transek tersebut.

2) Menangkap capung dewasa yang ditemukan di lokasi pengamatan menggunakan insectnet. Penangkapan dilakukan maksimal 4 individu untuk tiap spesies (2 jantan dan 2 betina) dengan kondifi fisik yang paling baik. Kegiatan ini bertujuan untuk identifikasi jenis capung.

3) Melakukan pemotretan pada capung yang ditemukan untuk keperluan identifikasi dan dokumentasi.

4) Melakukan penghitungan jumlah jenis dan individu capung yang teramati selama pengambilan data.


(54)

38

5) Melakukan pengukuran terhadap faktor abiotik meliputi: suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya, dan kecepatan angin, dan memasukkan hasil pengukuran ke dalam table pengamatan.

b. Identifikasi

Melakukan identifikasi capung yang ditemukan melalui bentuk bentuk sayap, kepala, bentuk mata, panjang sayap, warna toraks, bentuk abdomen, panjang abdomen, dan bagian lain yang diperlukan. Identifikasi selanjutnya menggunakan acuan dari buku identifikasi capung yang ada.

7. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan hasil perhitungan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Whiener (H’), Indeks Dominasi Simpson (D’), Nilai Kelimpahan Relatif (Kr), dan Indeks Eveness/Kemerataan Jumlah Jenis (E), yang dihubungkan degan jenis-jenis capung dan faktor abiotik dengan ditunjang materi dari pustaka yang ada. Perhitungan menggunakan sistem komputer

Microsoft Excel untuk mempermudah kalkulasi rumus-rumus yang digunakan. Berikut adalah formula yang digunakan dalam analisis data:

a. Indeks Keanekaragaman Shannon-Whiener (H’)

Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Whiener pi = proporsi spesies i, dari total spesies N ln = antilog pi


(55)

39 b. Indeks Dominasi Simpson (D’)

Keterangan :

D’ = indeks dominasi Simpson ni = jumlah individu spesies i N = jumlah total spesies c. Kelimpahan Relatif (Kr)

� = ∑ � �

Keterangan :

Kr = Nilai Kelimpahan Relatif Ni = Jumlah individu spesies i T = Waktu Pengamatan (dalam jam) d. Indeks Eveness (E)

� =

�′

Keterangan :

E = Indeks Kemerataan Jumlah Jenis H’ = Indeks Shannon-Wiener


(56)

40 8. Denah pengambilan data penelitian

Gambar 2. Denah lokasi pengambilan data keanekaragaan jenis capung di Jogja Adventure Zone


(57)

41

B. Pengembangan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di FMIPA UNY yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2016. Uji coba terbatas dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di SMA N 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Objek Penelitian

Lembar Kegiatan Siswa Mengamati Capung di Jogja Adventure Zone yang telah disusun untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati bagi siswa kelas x SMA.

3. Subjek Penelitian

1) Ahli Materi , 1 orang dosen biologi dan 1 orang praktisi yang ahli dalam bidang ilmu serangga dan keanekaragaman hayati ditunjuk sebagai reviewer

panduan belajar yang telah disusun.

2) Ahli Media, 2 orang dosen pendidikan biologi yang ahli dalam bidang penyusunan panduan belajar dan media pembelajaran biologi ditunjuk sebagai reviewer panduan belajar yang telah disusun.

3) Guru Mata Pelajaran Biologi, 2 orang guru mata pelajaran biologi di SMA N 1 Banguntapan, Bantul ditunjuk untuk memberi penilaian mengenai kualitas panduan belajar yang telah disusun.

4) Siswa, 12 orang siswa kelas X SMA N 1 Banguntapan, Bantul ditunjuk untuk memberi tanggapan mengenai kualitas panduan belajar yang telah disusun.


(58)

42

4. Prosedur Penyusunan Panduan Belajar

Gambaran langkah-langkah penulisan panduan belajar keanegaraman capung untuk mempelajari materi keanekaragaman hayati dengan model ADD (analysis, design, development) adalah sebagai berikut :

a. Tahap analysis

1) Analisis Potensi Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar.

a) Identifikasi jenis-jenis capung yang ditemukan di kawasan Jogja Adventure Zone melalui penelitian tahap pertama.

b) Identifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber belajar. c) Seleksi hasil penelitian sebagai sumber belajar biologi yang sesuai

dengan persoalan biologi yang akan dimuat dalam penduan belajar. d) Penerapan dan pengembangan hasil penelitian sebagai suber belajar

biologi.

2) Analisis Peserta Didik

Peserta didik yang menjadi sasaran uji coba penggunaan panduan belajar adalah siswa SMA kelas X semester 2. Kondisi siswa yang dianalisis adalah kemampuan awal siswa, kesanggupan belajar, dan aspek-aspek penting lainnya.

3) Analisis Kompetensi

Analisis ini dilakukan terhadap kurikulum yang ada dengan mengidentifikasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada kurikulum 2006.


(59)

43 4) Analisis Instruksional

Analisis instruksional dalam penyusunan bahan ajar dilakukan dengan menjabarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam indikator-indiikator yang harus dicapai pada materi keanekaragaman hayati.

b. Tahap Design

1) Penyusunan kerangka struktur panduan belajar

Dari hasil analisis kompetensi, disusun kerangka isi media panduan belajar yang menggambarkan keseluruhan materi dan kegiatan yang akan dimuat dalam media panduan belajar

2) Penentuan sistematika produk

Tahap ini menentukan sistematika penyajian materi pada produk secara runtut sesuai dengan tahap-tahap dalam mempelajari isi materi media panduan belajar.

3) Perancangan alat evaluasi

Menentukan bentuk penilaian yang akan dilakukan untuk mengukur ketercapaian kompetensi hasil belajar.

c. Tahap Development

1) Pra penulisan

Pada tahap ini dilakukan kajian referensi dan sumber pustaka serta keperluan lain yang mendukung dalam proses penyusunan media panduan belajar.


(60)

44 2) Penulisan draf

Penulisan dilakukan sesuai dengan kerangka dan sistematikan penulisan media panduan belajar yang telah disusun.

3) Penyuntingan/validasi

Produk awal hasil penyusunan LKS kemudian di review oleh tim ahli yang relevan, dalam hal ini adalah ahli materi dan ahli media untuk memperoleh masukan dan komentar. Masukan dan komentar dari dosen ahli digunakan untuk menyempurnakan LKS sebelum diuji coba terbatas. Tujuan tahap ini adalah untuk menghindari adanya kesalahan konsep dan bahasa. 4) Revisi

Revisi dilakukan dari hasil penyuntingan oleh dosen ahli untuk menyempurnakan produk yang dihasilkan. Tahap ini merupakan tahap terakhir sebelum melakukan pelaian terhadap produk.

5) Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas dilakukan pada 12 orang siswa kelas X dan 2 orang Guru Biologi SMA N 1 Banguntapan, Bantul.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah beberapa instrumen berupa angket yang disesuaikan dengan tujuan dan subjek penelitian. Adapun instrumen tersebut terdiri dari:


(61)

45

a. Lembar review kualitas Produk oleh ahli materi berisi penilaian kualitas dan kelayakan LKS dari aspek kebenaran konsep dan aspek bahasa dengan menggunakan skala Guttman.

b. Lembar review kualitas Produk oleh ahli media berisi penilaian kualitas dan kelayakan LKS dari aspek media dan aspek bahasa dengan menggunakan skala Guttman.

c. Lembar penilaian kualitas produk oleh guru mata pelajaran biologi berisi penilaian kualitas dan kelayakan LKS ditinjau dari aspek media dan bahasa dengan menggunakan skala Guttman.

d. Lembar tanggapan siswa terhadap kualitas LKS dengan menggunakan skala

Guttman.

6. Validitas Instrumen Penilaian

Validitas yang digunakan untuk instrumen berupa angket adalah validitas muka. Validitas ini dilakukan dengan konsultasi kepada dosen pembimbing. Hasil validitas tersebut adalah instrumen yang siap digunakan untuk mengumpulkan data penelitian.

7. Teknik Pengumpulan Data

Data mengenai kualitas dan kelayakan LKS Mengamati Capung di Jogja adventure Zone diperoleh dari angket yang dibrikan kepada subjek penelitian yang dilakukan pada bulan oktober - Desember 2016.

a. Data berupa penilaian kualitas produk serta masukan dan saran dari ahli media dan ahli materi diperoleh dari lembar angket ahli yang diberikan kepada tim ahli materi dan tim ahli media.


(62)

46

b. Data mengenai penilaian kualitas produk dari guru mata pelajaran biologi diperoleh dari angket yang diberikan kepada Guru Biologi SMA N 1 Banguntapan, Bantul.

c. Data tanggapan kualitas produk dari siswa diperoleh dari angket yang diberikan kepada 10 orang siswa kelas X SMA N 1 Banguntapan.

8. Teknik Analisis Data

Data penilaian yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis data deskriptif.


(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Penelitian Biologi : Keanekaragaman Capung di Jogja Adventure Zone Dari hasil observasi keanekagaraman capung yang telah dilakukan di kawasan Jogja Adventure Zone pada bulan Maret-April 2015, telah ditemukan sebanyak 35 jenis capung yang terdiri dari 24 jenis capung biasa (Anisoptera) dan 11 jenis capung jarum (Zygoptera) dari 7 famili. Berikut ini merupakan data yang diperoleh di lapangan serta hasil perhitungan keanekaragaman capung di Jogja Adventure Zone yang disajikan dalam bentuk tabel:

Tabel 1. Organisasi data pertemuan jenis capung di kawasan Jogja Adventure Zone, Banguntapan, Bantul, D.I. Yogyakarta.

No

Sub-Ordo Famili Jenis

Total spesies /

famili

Perjumpaan K.S K.U T1 T2 T3 T4

1 AN IS OPT E RA

Aeshnidae Anax guttatus 1 √ √ √ √ √

2 Cordullidae Ephopthalmia sp 1 √ √

3

Gompidae Ictinogomphus decoratus

3

√ √ √ √ √

4

Macrogomphus

parallelogramma √ √

5

Paragomphus

reinwardtii √ √ √

6 Libellulidae Acisoma panorphoides

19

√ √ √ √ √ √

7 Aethriamanta aethra √ √ √

8 Brachidiplax chalybea √ √ √ √ √ √

9

Brachythermis

contaminata √ √ √ √ √ √

10 Crocothermis servillia √ √ √ √ √ √

11 Diplacodes trivialis √ √ √ √ √ √

12 Hydrobasileus croceus √ √ √ √

13 Macrodiplax cora √ √


(64)

48

15 Orthetrum sabina √ √ √ √ √ √

16 Pantala flavencens √ √ √ √ √ √

17 Potamarcha congener √ √ √ √ √ √

18 Rhodothemis rufa √ √ √ √ √ √

19 Rhyothemis phyllis √ √ √ √ √

20 Rhyothemis variegata √ √ √ √ √

21 Tholymis tillarga √ √ √ √ √

22 Urothemis signata √ √ √ √ √ √

23 Zyxomma obtusum √ √ √ √ √

24 Zyxomma ptiolatum √ √ √

25 Z YGOPT E RA Chlorocyphidae Libellago lineata 2 √ √ √ √ √

26 Rhinocypha fenestrata √ √ √

27 Coenagrionidae Agriocnemis femina

7

√ √ √ √ √ √

28 Agriocnemis pygmaea √ √ √ √ √ √

29 Ischnura senegalensis √ √ √ √ √ √

30

Pseudagrion

microcephalum √ √ √ √ √ √

31 Pseudagrion pruinosum √ √ √ √ √

32 Pseudagrion rubriceps √ √ √

33

Parasercion

malayanum √ √ √ √ √ √

34 Platycnemididae Copera marginipes 1 √ √ √ √

35

Protoneuridae Prodasineura

autumnalis 1 √ √ √ √

TOTAL JENIS CAPUNG 35 23 31 31 30 26 27

Keterangan:

K.S = Kolam Selatan K.U = Kolam Utara

T1 = Waktu ke-1 (06.01-09.00) T2 = Waktu ke-2 (09.01-12.00) T3 = Waktu ke-3 (12.01-15.00) T3 = Waktu ke-4 (15.01-17.30)


(65)

49

Tabel 2. Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominasi, Kelimpahan Relatif, dan Indeks Kemerataan jumlah jenis.

Penghitungan T1 T2 T3 T4

Jumlah Spesies 31 30 26 26

Jumlah Individu 3373 2612 2442 1717

Indeks Keanekaragaman (H) 1,914 2,178 2,063 2,197

Hmax 3,434 3,401 3,258 3,258

Indeks Dominasi (D) 0,242 0,166 0,178 0,172

Indeks Richnes/kekayaan jenis (R) 3,693 3,686 3,205 3,356 Indeks Eveness/Kemerataan jumlah

jenis (E) 0,557 0,640 0,633 0,674

Tabel 3. Pengukuran Faktor Abiotik dari Setiap Waktu Penelitian di Jogja Adventure Zone

Komponen Faktor Abiotik T1 T2 T3 T4

Kelemban Udara (%) 82,5 64,75 53 59

Suhu Udara (oC) 26,5 28,5 33 32

Suhu Air (oC) 28 28 28 28

Intensitas Cahaya (Lux) 16.701 382.130 451.745 9.231

Kecepatan Angin (m/s) 0 0,8 1,5 0,6


(1)

L A M P I R A N

No Kode Deskripsi Menuju

1. a Sayap panjang dan lebar, sayap depan dan sayap belakang berbeda bentuk. (Gambar 1.a)

2. Anisoptera b Sayap panjang dan sempit, sayap depan dan

belakang sama bentuk. (Gambar 1.b)

25. Zygoptera 2. a Mata majemuk terpisah.(Gambar 2.a) 3. Gomphidae

b Mata majemuk menyatu. (Gambar 2.b) 5.

3. a Mata majemuk berwarna hijau, ujung abdomen berbentuk tombak. (Gambar 3)

Ictinogomphus decoratus b Mata majemuk berwarna biru, ujung abdomen

tidak berbentuk tombak.

4. 4. a Ujung abdomen berbentuk seperti kait pancing.

(Gambar 4)

Paragomphus reinwardtii b Ujung abdomen tumpul, embelan berwarna

kuning. (Gambar 5)

Macrogomphus parallelogramma 5. a Tubuh besar, abdomen berbentuk silinder.

(Gambar 6.a)

6. b Tubuh sedang, abdomen pipih. (Gambar 6.b) 7. 6. a Warna tubuh cerah, warna dominan hijau dan

biru.

Anax guttatus b Warna tubuh gelap, warna dominan hijau dan

hitam.

Ephopthalmia sp 7. a Terdapat warna merah pada bagian tubuh. 8.

b Tidak terdapat warna merah pada bagian tubuh.

14. 8. a Terdapat warna selain warna merah pada

abdomen.

9. b Abdomen berwarna merah tanpa warna lain. 13.

9. a Sayap dominan tidak berwarna. 10.

Panduan Identifikasi Sederhana Capung Jantan Dewasa di Jogja Adventure Zone


(2)

8. a Terdapat warna selain warna merah pada abdomen.

9. b Abdomen berwarna merah tanpa warna lain. 13.

9. a Sayap dominan tidak berwarna. 10.

b Warna sayap merah, ujung sayap tidak berwarna dan terpisah dengan garis lurus. (Gambar 7)

Neurothemis terminata 10. a Terdapat garis hitam pada bagian dorsal

abdomen tanpa bercak hitam. (Gambar 8)

11. b Terdapat bercak hitam di bagian dorsal

abdomen.

12. 11. a Garis hitam di bagian dorsal abdomen

berbentuk tipis dan menyabung dari pangkal sampai ujung abdomen. (Gambar 8.a)

Crotothemis servilia

b Garis hitam di bagian dorsal abdomen berbentuk tebal seperti jam pasir dan putus-putus dari pangkal sampai ujung abdomen. (Gambar 8.b)

Macrodiplax cora

12. a Terdapat 2-3 bercak hitam di abdomen nomer 8-10. (Gambar 9)

Urothemis signata b Terdapat garis tipis menebal dari tengah ke

ujung abdomen dan terdapat bercak hitam di ujung abdomen. (Gambar 10)

Pantala flavescens

13. a Terdapat garis metalik di bagian dorsal thoraks hingga sebagian abdomen. (Gambar 11)

Rhodothemis rufa b Tidak terdapat garis metalik. Tholymis tillarga

14. a Warna tubuh dominan biru. 15.

b Warna tubuh tidak biru / hanya terdapat sedikit warna biru.

19. 15. a Tubuh berukuran kecil (<32mm). 16.

b Tubuh berukuran sedang (>32 mm). 18. 16. a Terdapat warna putih pada bagian tubuh. 17.

b Tidak terdapat warna putih pada bagian tubuh. Aethriamanta aethra 17. a Bentuk abdomen seperti terompet

(menggembung). (Gambar 12.a)

Acisoma panorpoides b Bentuk abdomen ramping. (Gambar 12.b) Diplacodes trivialis 18. a Warna abdomen biru dan jingga. Potamarcha congener

b Warna abdomen biru dan hitam. Brachidiplax chalybea 19. a Sayap tidak berwarna (transparan). 20.

b Sayap memiliki warna. 21.

20. a Tubuh berwarna cokelat. Zyxomma petiolatum b Tubuh berwarna loreng-loreng hijau dan hitam. Orthetrum sabina 21. a Warna corak sayap hitam dan kuning. 22.

b Warna corak sayap selain hitam dan kuning. 23. 22. a Terdapat bercak hitam di bagian ujung dan

pangkal sayap. (Gambar 13.a)

Rhyothemis phyllis b Tedapat bercak hitam di bagian ujung, tengah,

dan pangkal sayap. (Gambar 13.b)

Rhyothemis variegata 23. a Terdapat warna putih pada sayap, ujung sayap

berwarna hitam/coklat. (Gambar 14)

Zyxomma obtusum b Tidak terdapat warna putih pada sayap. 24. 24. a Terdapat bercak pada coklat pada sayap

belakang. (Gambar 15)

Hydrobasileus croceus b Tidak terdapat bercak pada sayap. Brachythemis

contaminata 25. a Sayap lebih panjang daripada abdomen.

(Gambar 18.a)

26. b Sayap lebih pendek daripada abdomen.

(Gambar 18.b)

27. 26. a Warna tubuh kuning dan hitam. Libellago linneata


(3)

Gambar 3

Gambar 4 Gambar 1

a b

Gambar 2

a b

Gambar 6

a b

Gambar 7

Gambar 8

a b

Gambar 9

Gambar 10

Gambar 11 Gambar 5


(4)

a b Gambar 12

b a

Gambar 13

Gambar 15 Gambar 14

a

b Gambar 18

a b

Gambar 19

a b

Gambar 19

a b

Gambar 20

Glosarium

Abdomen : Perut serangga

Abiotik : Bukan makhluk hidup

Anisoptera : Capung biasa, Sayap belakang lebih lebar daripada sayap depan, sayap terbentang ketika bertengger

Arthropoda : Hewan yang memiliki kaki beruas-ruas

Biotik : Makhluk hidup

Bioindikator : Organisme yang memiliki sensitifitas terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat

dijadikan sebagai tanda terjadinya perubahan tersebut

Caput : Kepala

Dikotomi : Pembagian dua kelompok yang saling bertentangan

Dimorfisme : Memiliki dua bentuk

Diurnal : Hewan yang aktif di siang hari Dorsal : Daerah punggung atau atas Embelan : Ujung abdomen capung

Endemik : Makhluk hidup yang hanya hidup di suatu wilayah tertentu

Genitalia sekunder : Alat kelamin sekunder (terlihat secara morfologis)

Habitat : Tempat hidup suatu populasi makhluk Identifikasi : Menemu-kenali ciri suatu objek

Imago : Bentuk dewasa serangga

Immature : Belum matang / Belum siap bereproduksi Insect net : Jaring untuk menangkap serangga

Insecta : Serangga, disebut juga hexapoda : hewan berkaki enam


(5)

Karnivora : Hewan pemakan hewan lain

Keanekaragaman : Persamaan dan perbedaaan pada makhluk hidup

Klasifikasi : Pengelompokan makhluk hidup berdasarkan persamaan dan perbedaannya

Konservasi : Upaya pelestarian lingkungan

Kopulasi : Bertemunya organ kelamin jantan dan organ kelamin betina pada hewan

Mata majemuk : Jenis mata pada serangga, terdiri dari banyak ommatidium.

Mating : Kawin

Mature : Matang / Siap bereproduksi

Metamorfosis : Perubahan bentuk larva menjadi dewasa Morfologik : Bentuk luar suatu objek

Morfometri : Pengukuran morfologi yaitu ukuran panjang Moulting : Pengelupasan kulit / berganti kulit

Nimfa : larva, serangga muda, fase setelah telur serangga menetas sebelum menjadi hewan dewasa/imago

Odonata : Bangsa capung

Ommatidium : Mata facet, satuan kecil dari mata majemuk serangga. Berbentuk segi enam memiliki bagian mata yang lengkap

Predator : Pemangsa, musuh

Tandem : Mengaitnya ujung abdomen capung jantan di leher capung betina

Toraks : Dada pada serangga Tungkai : Kaki / alat gerak

Zygoptera : Capung jarum, Sayap depan dan belakang sama bentuk dan ukuran, Sayap terkatup saat bertengger

Daftar Pustaka

A. G. Orr. 2005. A Pocket Guide : Dragonflies of Peninsular Malaysia and Singapore. Malaysia : Natural History Publications (Borneo)

Sdn. Bhd.

Joko Setyono., Siti Diniarsih., Elde Nur Respatika O., dan Nurdin Setio Budi. 2013. Dragonflies of Gajah Wong. Keanekaragaman Jenis Capung Sungai Gajah Wong Yogyakarta. Yogyakarta : Biologi

Pecinta Alam Sunan Kalijaga.

Shanti Susanti. 1998. Mengenal Capung, Seri Panduan Lapangan. Bogor : Puslitbang Biologi - LIPI.

Tang Hung Bun., Wang Luan Keng., and Matti Hamalainen. 2010.

A Photograpic Guide To The Dragonlies of Singapore. Singapore :

Natural University of Singapore.

Wahyu Sigit Rhd., Bambang Femriwibisono., Magdalena Putri Nugrahani., Bernadeta Putri ID., dan Tabita Makitan. Naga Terbang Wendit, Keanekaragaman Capung Perairan Wandit, malang, Jawa Timur. Malang : Indonesia Dragonfly Society.

Wildan Yatim. 1999. Kamus Biologi. Jakarta : Yayasan Obor


(6)

Prajawan Kusuma Wardhana, lahir di Boyolali tahun 1992 adalah seorang mahasiswa S1 jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Yogyakarta. Menyelesaikan pendidikan jenjang SD di Boyolali, SMP dan SMA di Sragen. Saat ini ia tinggal di Karangbendo, Caturtunggal, Depok, Sleman.

Laki-laki ini bergabung dengan Kelompok Pengamat Burung BIONIC UNY pada tahun 2011 hingga sekarang masih aktif berkegiatan sebagai pengamat burung. Pada Mei 2014, kali pertamanya berkenalan dengan capung dalam acara Jambore Capung Indonesia 2014 di Undip-Rawa Pening yang diadakan oleh Indonesia Dragonfly Society. Sejak saat itu ia aktif mengamati capung dan surve habitat capung di berbagai tempat.

Kontak penulis :

Email : [email protected] Instagram : @kprajawan

Tentang Penulis

Foto sampul depan : Libellagi lineata jantan Foto sampul belakang

atas : Ictinogomphus decoratus jantan bawah kiri : Macrodiplax cora jantan bawah kanan : Urothemis signata jantan

Capung, primadona mungil nan cantik yang sering menari - nari menghiasi udara, dengan tangkas mereka memainkan sayapnya, bermanuver, meliuk elok, indah dipandang mata.

Jogja Adventure Zone memiliki potensi sebagai laboratorium alam yang dapat dijadikan ruang belajar karena kondisi lingkungannya yang masih terjaga sehingga menjadi “rumah” bagi puluhan jenis capung.

Lembar Kegiatan Siswa ini akan membawa kita berjalan -jalan mengelilingi Jogja Adventure Zone, mengenali beragam jenis capung dan perilakunya, belajar mengenali habitatnya, agar mereka tetap lestari hidup berdampingan dengan manusia, menjadi serangga kecil penghias perairan, primadona mungil nan can k yang menyimpan banyak misteri.