Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan siswi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tentang antibiotika melalui metode seminar.

(1)

INTISARI

Kurangnya pengetahuan mengenai penggunaan antibiotika menyebabkan semakin meningkatnya resistensi antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan tentang antibiotika melalui metode seminar.

Penelitian ini merupakan quasi-experimental dengan rancangan pre-post intervention yang dikombinasikan dengan time-series. Pengukuran menggunakan kuesioner dilakukan sebelum (pretest), sesaat (posttest-I), sebulan (posttest-II) dan dua bulan setelah seminar (posttest-III) di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dengan jumlah 38 responden dengan teknik quota sampling. Uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk dan uji hipotesis menggunakan Wilcoxon, Friedman dan Post-Hoc Tukey’s.

Hasil penelitian menunjukkan pada aspek pengetahuan terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis perbandingan antara selisih posttest.I-pretest dengan selisih posttest.II-pretest berbeda bermakna dan selisih posttest.I-pretest dengan selisih posttest.III-pretest serta selisih posttest.II-pretest dengan selisih posttest.III-pretest tidak berbeda bermakna secara statistik. Pada aspek sikap terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest dan posttest-III dengan pretest tidak berbeda bermakna secara statistik. Pada aspek tindakan terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest dan posttest-III dengan pretest tidak berbeda bermakna secara statistik.

Dengan demikian disimpulkan bahwa metode seminar dapat meningkatkan pengetahuan sampai pada posttest-II dan meningkatkan sikap dan tindakan responden sampai posttest-III.


(2)

ABSTRACT

Lack of knowledge antibiotic causes increasing of antibiotic resistance. This study aimed at improving knowledge, attitudes and practices of antibiotics through seminar methods.

This research used quasi-experimental study with pre-post intervention design that combined with time-series. Measurements with questionnaires conducted before (pretest), immediately (posttest-I), a month (posttest-II) and two months after seminar (posttest-III) in SMA Stella Duce 2 Yogyakarta with 38 respondents chosen by quota-sampling technique. Normality analyzed using Shapiro-Wilk test and hypothesis analyzed using Wilcoxon, Friedman and Post-Hoc Tukey’s test.

The results showed that there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0,05) and the analysis on the difference of posttest.I-pretest with posttest.II-posttest.I-pretest showed significant difference, the difference of posttest.I-pretest with pretest and posttest.II-pretest with posttest.III-pretest showed no significant difference in knowledge level. In attitude level, there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0,05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and posttest-III with pretest showed no significant difference. In practice level, there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0,05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and posttest-III with pretest showed no significant difference.

It can be concluded that seminar could improve knowledge until posttest-II and improve attitudes and practices of respondents until posttest-posttest-III.


(3)

i

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN SISWI DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA TENTANG ANTIBIOTIKA

MELALUI METODE SEMINAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Ester Novitayanti Silaban NIM : 118114123

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Dan apa saja yang kamu minta dengan doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya”

(Matius 21:22)

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu”

(1 Petrus 5:7)

Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus Bapak (Adden Silaban), Mama (Rusmiyati Sipayung) Adik-adikku (Ruth Novelina Silaban & Wahyu O.M Silaban) Sahabat-sahabat terbaikku

Teman-teman seperjuangan dan Almamaterku


(7)

(8)

(9)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya dengan perkenanan-Nyalah skripsi ini dapat selesai tepat waktu.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan dan dukungan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada setiap pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah ini.

1. Ibu Dra. Th. B. Titien Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang sabar dalam memberikan bimbingan selama proses penyusunan karya ini.

2. Semua responden yang berkontribusi besar selama dilaksanakannya penelitian ini.

3. Bapak Enade P. Istyastono, Ph.D., Apt. dan Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah menguji dan membimbing penulis selama penyusunan karya ini.

4. Seluruh pihak yang memberikan izin penelitian, Kepala SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, Wakil Koordinator Penelitian SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dan Suster Renata yang telah berbaik hati memberikan waktu mengajarnya untuk pengambilan data penelitian ini.

5. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang mendukung dilakukannya penelitian ini.

6. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang selalu mendukung, mendoakan dan menyemangati penulis dalam menuntaskan karya ini.

Akhir kata, penulis mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan karya ini. Penulis berharap semoga karya ini bermanfaat.

Yogyakarta, Juli 2015


(10)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARY A ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENGANTAR ... 1

A.Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian... 4

3. Manfaat penelitian ... 6

B.Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan umum ... 7

2. Tujuan khusus ... 7

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A.Pengetahuan ... 8

1. Pengertian ... 8

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 8

3. Pengukuran pengetahuan ... 9

B.Sikap ... 9


(11)

ix

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 10

3. Pengukuran sikap ... 11

C.Tindakan ... 11

1. Pengertian ... 11

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ... 12

3. Pengukuran tindakan ... 12

D.Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 13

1. Kelompok besar ... 14

a. Seminar ... 14

b. CBIA ... 15

2. Kelompok kecil ... 16

a. Diskusi kelompok ... 16

b. Memainkan peran (role play) ... 16

E. Antibiotika ... 17

1. Pengertian dan mekanisme kerja antibiotika ... 17

2. Penggolongan antibiotika ... 17

3. Pengertian dan penyebab resistensi ... 18

4. Pencegahan resistensi ... 18

F. Landasan Teori ... 19

G.Hipotesis ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B.Variabel dan Definisi Operasional ... 21

1. Variabel ... 21

2. Definisi operasional ... 22

C.Subyek Penelitian ... 23

D.Tempat Penelitian ... 23

E. Waktu Penelitian ... 24

F. Instrumen Penelitian ... 24

G.Tata Cara Penelitian ... 26


(12)

x

2. Analisis situasi ... 26

3. Pembuatan kuesioner ... 27

4. Seminar dan penyebaran kuesioner ... 30

5. Analisis hasil ... 30

H.Kelemahan Penelitian ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A.Karakteristik Demografi Responden ... 36

1. Jenis kelamin ... 36

2. Usia ... 36

B.Proporsi Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Mengenai Antibiotika Sebelum dan Setelah Edukasi Seminar ... 37

1. Aspek pengetahuan ... 37

2. Aspek sikap ... 39

3. Aspek tindakan ... 41

C.Perbandingan Perubahan Nilai dan Selisih Nilai Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Tentang Antibiotika Sebelum dan Setelah Seminar . 42 1. Aspek pengetahuan ... 43

2. Aspek sikap ... 46

3. Aspek tindakan ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A.Kesimpulan ... 51

B.Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56


(13)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan

Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 26 Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan

Tindakan ... 51 Tabel III. Hasil Uji Normalitas Data pada Aspek Pengetahuan, Sikap


(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Perbandingan Kelompok Usia Responden ... 37 Gambar 2. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Aspe k

Pengetahuan Mengenai Antibiotika Pada Pretest, Posttest-I, Posttest-II dan Posttest-III ... 39 Gambar 3. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Aspe k

Sikap Mengenai Antibiotika Pada Pretest, Posttest-I, Posttest-II dan Posttest-III ……… 40 Gambar 4. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan As pek

Tindakan Mengenai Antibiotika Pada Pretest, Posttest-I, Posttest-II dan Posttest-III ……… 42 Gambar 5. Distribusi Mean Nilai Responden Berdasarkan Aspek

P e n g e t a h u a n P a d a P r e t e s t , P o s t t e s t - I , P o s t t e s t - I I

dan Posttest-III ………... 44

Gambar 6. Distribusi Mean Nilai Responden Berdasarkan Aspek Sikap Pada Pretest, Posttest-I, Posttest-II dan Posttest-III ……… . 47 Gambar 7. Distribusi Mean Nilai Responden Berdasarkan Aspek

T i n d a k a n P a d a P r e t e s t , P o s t t e s t - I , P o s t t e s t - I I dan Posttest-III ………. . 49


(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Keterangan Izin Penelitian ... 57

Lampiran 2. Informed Consent ... 58

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Uji Validasi Konten I ... 59

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian Uji Validasi Konten II ... 64

Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Aspek Pengetahuan (Point Biserial) ... 67

Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Aspek Sikap (Pearson Product Moment) 67 Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Aspek Tindakan (Pearson Product Moment) ... 68

Lampiran 8. Kuesioner Penelitian Uji Reliabilitas ... 69

Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Pengetahua n Dengan Metode Cronbach-Alpha ... 73

Lampiran 10. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Sikap Dengan Metode Cronbach-Alpha ... 73

Lampiran 11. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Tindakan Dengan Metode Cronbach-Alpha ... 73

Lampiran 12. Instrumen Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siap Pakai ... 74

Lampiran 13. Hasil Total Scoring Kuesioner Penelitian Pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 79

Lampiran 14. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Pengetahuan ... 80

Lampiran 15. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Sikap ... 81

Lampiran 16. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Tindakan ... 82

Lampiran 17. Hasil Uji Hipotesis Pada Aspek Pengetahuan ... 83

Lampiran 18. Hasil Uji Hipotesis Pada Aspek Sikap ... 84


(16)

xiv INTISARI

Kurangnya pengetahuan mengenai penggunaan antibiotika menyebabkan semakin meningkatnya resistensi antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan tentang antibiotika melalui metode seminar.

Penelitian ini merupakan quasi-experimental dengan rancangan pre-post intervention yang dikombinasikan dengan time-series. Pengukuran menggunakan kuesioner dilakukan sebelum (pretest), sesaat (posttest-I), sebulan (posttest-II) dan dua bulan setelah seminar (posttest-III) di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dengan jumlah 38 responden dengan teknik quota sampling. Uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk dan uji hipotesis menggunakan Wilcoxon, Friedman dan Post-Hoc Tukey’s.

Hasil penelitian menunjukkan pada aspek pengetahuan terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis perbandingan antara selisih posttest.I-pretest dengan selisih posttest.II-pretest berbeda bermakna dan selisih posttest.I-pretest dengan selisih posttest.III-pretest serta selisih posttest.II-pretest dengan selisih posttest.III-pretest tidak berbeda bermakna secara statistik. Pada aspek sikap terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest dan posttest-III dengan pretest tidak berbeda bermakna secara statistik. Pada aspek tindakan terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest dan posttest-III dengan pretest tidak berbeda bermakna secara statistik.

Dengan demikian disimpulkan bahwa metode seminar dapat meningkatkan pengetahuan sampai pada posttest-II dan meningkatkan sikap dan tindakan responden sampai posttest-III.


(17)

xv ABSTRACT

Lack of knowledge antibiotic causes increasing of antibiotic resistance. This study aimed at improving knowledge, attitudes and practices of antibiotics through seminar methods.

This research used quasi-experimental study with pre-post intervention design that combined with time-series. Measurements with questionnaires conducted before (pretest), immediately (posttest-I), a month (posttest-II) and two months after seminar (posttest-III) in SMA Stella Duce 2 Yogyakarta with 38 respondents chosen by quota-sampling technique. Normality analyzed using Shapiro-Wilk test and hypothesis analyzed using Wilcoxon, Friedman and Post-Hoc Tukey’s test.

The results showed that there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0,05) and the analysis on the difference of posttest.I-pretest with posttest.II-posttest.I-pretest showed significant difference, the difference of posttest.I-pretest with pretest and posttest.II-pretest with posttest.III-pretest showed no significant difference in knowledge level. In attitude level, there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0,05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and posttest-III with pretest showed no significant difference. In practice level, there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0,05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and posttest-III with pretest showed no significant difference.

It can be concluded that seminar could improve knowledge until posttest-II and improve attitudes and practices of respondents until posttest-posttest-III.


(18)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Antibiotika adalah pengobatan lini pertama yang digunakan untuk mengobati infeksi. Antibiotika pertama yang ditemukan adalah Penicilin pada tahun 1928 oleh Fleming, serta mulai digunakan secara luas pada awal tahun 1940 dan selama dua dekade berikutnya beberapa kelas antibiotika diperkenalkan untuk membantu menghentikan penyebaran infeksi (Conly, 2005).

Berbagai studi menemukan 40-62% antibiotika digunakan secara tidak tepat, antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotika (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Di negara berkembang, sekitar 44-97% peresepan antibiotika untuk pasien di rumah sakit sering tidak tepat. Beberapa faktor seperti sosial-ekonomi serta faktor kebiasaan turut berkontribusi pada ketidaktepatan dalam penggunaan antibiotika dan konsekuensinya adalah peningkatan resistensi antibiotika di negara berkembang (Hadi, 2009).

Antibiotika dan resistensi, dua hal yang tak terpisahkan. Seiring perjalanan waktu, pemakaian antibiotika dalam bidang kesehatan semakin luas. Manfaat yang diperoleh pun semakin besar. Namun semakin tinggi pula angka kejadian resistensi terhadap antibiotika (Risca, 2011). Tingginya kasus resistensi antibiotika di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban tinggi kekebalan obat terhadap kuman


(19)

2

(Multidrug Resistance/MDR) di dunia berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2009 (Suara Pembaruan, 2011).

Resistensi antimikroba dapat memberikan dampak negatif yang bertingkat dalam upaya penanggulangan penyakit infeksi. Baik pada tingkat individu, maupun di tingkat sarana pelayanan kesehatan dan masyarakat. Di tingkat individu, resistensi antimikroba dapat memperpanjang masa infeksi, memperburuk kondisi klinis, serta penggunaan antimikroba tingkat lanjut yang lebih mahal dapat menimbulkan efek samping dan toksisitas yang lebih besar. Sedangkan di tingkat sarana pelayanan kesehatan dan masyarakat, resistensi antimikroba menyebabkan potensi peningkatan jumlah pasien infeksi (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Banyaknya masalah serta dampak yang akan ditimbulkan dalam penggunaan antibiotika yang tidak rasional ini, maka diperlukan edukasi kepada masyarakat mengenai antibiotika agar masyarakat lebih memahami tentang antibiotika.

Pada zaman yang semakin maju ini pengobatan sendiri menggunakan obat antibiotika menjadi masalah yang sangat penting di seluruh dunia. Menurut laporan hasil Riskesdas (2013) 90,2% masyarakat rumah tangga di Yogyakarta menggunakan dan menyimpan antibiotika tanpa resep untuk swamedikasi. Salah satu akibat penyalahgunaan dalam pengobatan sendiri menggunakan antibiotika adalah terjadinya peningkatan resistensi kuman. Penyalahgunaan antibiotika ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai antibiotika. Oleh karenanya, untuk meminimalisasi kejadian resistensi antibiotika diperlukan pengetahuan yang baik tentang antibiotika. Berdasarkan uraian yang telah


(20)

disampaikan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika melalui edukasi seminar agar masyarakat lebih selektif serta lebih memahami sifat antibiotika termasuk bahaya resistensi jika antibiotika tidak digunakan secara benar.

Peneliti memilih siswi sebagai subyek penelitian karena perempuan lebih concern terhadap pengetahuan yang didapatkannya dibandingkan laki-laki sehingga diharapkan perempuan lebih memperhatikan dan aktif terhadap edukasi antibiotika yang diberikan (Azwar, 2011). Siswi usia remaja dipilih pada penelitian ini karena pada usia remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Pada masa remaja ini mereka belum memahami sepenuhnya mengenai antibiotika sehingga diharapkan setelah edukasi mereka akan meninggalkan sikap dan tindakan mereka yang salah mengenai antibiotika di masa kanak-kanak dan menggantinya dengan sikap dan tindakan yang baru yang lebih benar mengenai antibiotika di masa sekarang (Agustiani, 2006). Selain itu juga masa remaja merupakan masa menuju masa dewasa atau menjadi ornag tua sehingga mereka harus ditanamkan dasar-dasar yang benar mengenai penggunaan antibiotika (Gunawan, 2011). Peneliti juga memilih SMA Stella Duce 2 Yogyakarta sebagai lokasi penelitian karena di sekolah ini semua siswi berjenis kelamin perempuan sehingga dapat memudahkan peneliti dalam pengambilan data atau pelaksanaan edukasi seminar.

1. Rumusan masalah


(21)

4

b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden tentang antibiotika sebelum seminar (pretest), sesaat setelah seminar (posttest-I), satu bulan setelah seminar (posttest-II) dan dua bulan setelah seminar (posttest-III)?

c. Apakah terdapat perubahan nilai sebelum dan sesaat setelah seminar (posttest-I) seta apakah terdapat perbedaan selisih nilai sesaat setelah seminar (posttest-I), satu bulan setelah seminar (posttest-II) dan dua bulan setelah seminar (posttest-III) pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan responden tentang antibiotika?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka terkait penelitian mengenai “Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tentang Antibiotika Melalui Metode Seminar”, dapat dinyatakan bahwa belum pernah dilakukan penelitian seperti ini sebelumnya.

Beberapa penelitian yang ditemukan penulis terkait antibiotika yang pernah dilakukan sebelumnya, antara lain :

a. “Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta Tahun 2011”, yang dilakukan oleh Marvel, 2011. Penelitian non eksperimental ini menggunakan rancangan penelitian analitik deskriptif dengan subyek penelitian yaitu masyarakat di Kecamatan Gondokusuman baik laki-laki maupun perempuan dengan tingkat pendidikan minimal SD.


(22)

Sementara itu, pada penelitian Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tentang Antibiotika Melalui Metode Seminar merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan penelitian time series yang dilakukan di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta dengan subyek penelitian yaitu siswi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.

b. “Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Antibiotika di Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun 2011”, yang dilakukan oleh Thoma, 2011. Penelitian ini merupakan non eksperimental dengan rancangan penelitian analitik deskriptif dengan subyek penelitian yaitu masyarakat di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta baik laki-laki maupun perempuan dengan tingkat pendidikan minimal SD. Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh peneliti terletak pada subyek yang diteliti, lokasi penelitian, serta jenis dan rancangan penelitiannya.

c. ”Hubungan antara Karakteristik Masyarakat dengan Penggunaan Antibiotika yang Diperoleh Secara Bebas”, yang dilakukan oleh Djuang, 2009. Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh peneliti terletak pada lokasi penelitian serta fokus penelitian. Penelitian Djuang dilakukan di Medan dengan fokus penelitiannya yaitu hubungan karakteristik masyarakat (tingkat pendidikan, penghasilan rata-rata, jenis kelamin) dengan penggunaan antibiotika yang diperoleh secara bebas. Sementara itu, penelitian ini lebih memfokuskan pada peningkatan pengetahuan, sikap dan


(23)

6

tindakan siswi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tentang antibiotika melalui metode seminar.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoretis. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran informasi dan mendukung peningkatan ilmu pengetahuan sebagai acuan metode untuk pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai penggunaan antibiotika.

b. Manfaat praktis. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pihak-pihak terkait antara lain:

1) Bagi responden. Meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki sikap dan tindakan masyarakat terhadap penggunaan antibiotika dan meningkatkan motivasi untuk mencari dan memanfaatkan sumber informasi menggenai antibiotika sebagai penunjang kesehatan.

2) Bagi mahasiswa. Semakin meningkatkan peran apoteker di bidang kesehatan masyarakat sebagai public educator.

3) Bagi pemerintah. Dasar evaluasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mengenai penggunaan dan informasi tentang penggunaan antibiotika.


(24)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan responden tentang antibiotika melalui metode seminar.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden.

b. Mengukur perubahan tingkat proporsi subyek pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan responden tentang antibiotika sebelum seminar (pretest), sesaat setelah seminar (posttest-I), satu bulan setelah seminar (posttest-II) dan dua bulan setelah seminar (posttest-III).

c. Membandingkan perubahan nilai sebelum (pretest) dan sesaat setelah seminar (posttest-I) serta membandingkan perbedaan selisih nilai sesaat setelah seminar (posttest-I), satu bulan setelah seminar (posttest-II) dan dua bulan setelah seminar (posttest-III) pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan responden tentang antibiotika.


(25)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan diartikan sebagai hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan dan juga merupakan dasar terbentuknya sikap dan tindakan seseorang. Pengetahuan ini dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun dari orang lain. Pengetahuan juga dapat diperoleh dengan cara tradisional (non-ilmiah) ataupun dengan cara ilmiah (modern) yang dilakukan dengan penelitian (Notoatmodjo, 2010).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Suatu pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti umur, lingkungan, pendidikan, informasi dan jenis kelamin. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya serta berpengaruh pada tingkat kekuatan bepikir seseorang yang akan menjadi lebih matang, namun pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut maka kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Notoatmodjo, 2010). Adanya informasi dari berbagai media dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, meskipun orang tersebut memiliki pendidikan yang rendah. Pendidikan merupakan suatu faktor yang


(26)

berpengaruh pada pengetahuan dimana dengan adanya pendidikan baik formal maupun tidak formal maka akan mempengaruhi pengetahuan seseorang (Budiman dan Riyanto, 2013; Wawan dan Dewi, 2010). Perempuan selalu memikirkan faktor risiko dari perbuatannya dibandingkan laki-laki. Oleh karena itu, faktor jenis kelamin dapat mempengaruhi pengetahuan karena perempuan lebih concern terhadap pengetahuan yang didapatkannya dibandingkan laki-laki (Azwar, 2011).

3. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kuantitatif dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengukuran kualitatif dengan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori dalam pengukuran yaitu, kategori baik jika skor 76-100%, kategori cukup jika skor 56-75% dan kategori kurang jika skor <56% (Nursalam, 2013).

B. Sikap 1. Pengertian

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010). Sikap adalah bentuk pernyataan seseorang terhadap hal-hal yang ditemuinya, seperti benda, orang maupun fenomena. Sikap bisa


(27)

10

digolongkan dua jenis, sikap yang orientasinya memihak atau mendukung (favourable) atau sikap yang berorientasi sebaliknya (unfavourable). Sikap ini akan sangat mempengaruhi kesiapan individu untuk memberikan respon terhadap suatu objek (Budiman dan Riyanto, 2013).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, pengaruh kebudayaan dan pengaruh faktor emosional. Pengalaman pribadi merupakan dasar pembentukan sikap karena sifatnya kuat dalam meninggalkan kesan. Seseorang cenderung memiliki sikap searah dan patuh dengan orang yang dianggap penting. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Dalam penyampaian informasi, media massa membawa pesan yang berisi sugesti, apabila sugesti tersebut cukup kuat maka akan memberi dasar yang kuat juga dalam menilai sesuatu sehingga pembentukan sikap tergantung dari penilaian tersebut. Pengaruh kebudayaan tanpa disadari telah menanamkan dan mengarahkan sikap seorang individu terhadap berbagi masalah. Peran jenis kelamin sangat mempengaruhi keadaan emosional. Perempuan lebih merasa bertanggung jawab terhadap emosi orang lain sehingga mereka sangat memperhatikan keadaan emosi orang lain sehingga mampu untuk memahami perubahan


(28)

emosional. Oleh sebab itu perempuan jauh lebih memiliki empati terhadap orang lain daripada laki-laki (Azwar, 2011).

3. Pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan menanyakan pendapat subyek terhadap suatu obyek sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat dari subyek dengan menggunakan skala Likert yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Notoatmodjo, 2010). Pengukuran dengan menggunakan skala Likert terdiri dari dua bentuk pernyataan yaitu positif (favourable) dan negatif (unfavourable). Pernyataan positif ditunjukkan dengan dukungan, netral sedangkan negatif ditunjukkan dengan penolakan individu terhadap sikap tersebut (Budiman dan Riyanto, 2013). Sikap dapat dibagi menjadi tiga kategori dalam pengukuran dan skala yang digunakan sebagai acuan adalah kategori baik jika skor 76-100%, kategori cukup jika skor 56-75% dan kategori kurang jika skor <56% (Nursalam, 2013).

C. Tindakan 1. Pengertian

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Tindakan dapat tercermin setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, lalu mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui, tahap selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan apa yang diketahuinya (Fitriani, 2011).


(29)

12

Tindakan adalah hal yang dilakukan oleh responden terkait dengan apa yang diketahuinya (Notoatmodjo, 2010).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan

Tindakan seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor pendukung. Faktor predisposisi yaitu sesuatu hal yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan variasi demografi seperti umur dan jenis kelamin. Faktor pemungkin merupakan faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik dan yang termasuk didalamnya adalah sarana dan prasarana. Faktor pendukung adalah faktor yang meliputi sikap dan perilaku orang penting di masyarakat (Green dan Keuter, 2000).

3. Pengukuran tindakan

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu peneliti langsung mengamati atau mengobservasi perilaku atau tindakan subyek yang diteliti. Secara tidak langsung berarti peneliti tidak secara langsung mengamati perilaku responden. Untuk melakukan pengamatan metode tidak langsung maka dapat dilakukan dengan metode mengingat kembali atau ”recall”, melalui orang ketiga atau orang lain yang dekat dengan responden dan melalui indikator responden (Notoatmodjo, 2010). Pengukuran sikap dan tindakan sama yaitu dapat dibagi menjadi tiga kategori dalam pengukuran dan menggunakan sistem skoring, skala yang digunakan sebagai acuan adalah kategori baik jika skor 76-100%,


(30)

kategori cukup jika skor 56-75% dan kategori kurang jika skor <56% (Nursalam, 2013).

D. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Upaya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan adalah dengan melakukan edukasi kesehatan. Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah untuk mengurangi kesalahpahaman penggunaan antibiotika dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan antibiotika yang tidak tepat (Widayati et al, 2012). Selain itu peningkatan pengetahuan dalam bidang kesehatan bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu ataupun kelompok dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Wowiling, Goenawi, dan Citraningtyas, 2013).

Pendidikan kesehatan juga sebagai suatu proses, dimana proses tersebut mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan di samping masuknya sendiri juga metode, materi atau pesannya, pendidik atau petugas, yang melakukannya, dan alat-alat bantu/alat peraga pendidikan. Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan disesuaikan (Notoatmodjo, 2007).


(31)

14

Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan (Notoatmodjo, 2007). Dibawah ini akan diuraikan beberapa metode pendidikan kelompok, yaitu:

1. Kelompok besar

Kelompok besar disini adalah apabila peserta lebih dari 15 orang. Metode edukasi atau pendidikan kesehatan yang sering dan dapat digunakan untuk sasaran kelompok besar antara lain metode cara belajar insan aktif (CBIA), metode seminar. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain :

a. Seminar. Metode seminar yaitu penyajian atau presentasi dari seorang atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya hangat di masyarakat atau pidato yang disampaikan oleh seseorang pembicara didepan sekelompok pengunjung. Metode seminar hanya cocok untuk sasaran kelompok besar yaitu >15 orang dengan latar belakang pendidikan menengah ke atas (Depkes, 2009; Notoatmodjo, 2012).

Keunggulan metode seminar yaitu penggunaan waktu yang efisien, tidak terlalu banyak melibatkan alat bantu pengajaran, mudah dilaksanakan, mudah menerangkan bahan pelajaran/materi berjumlah besar (Djamarah, 2002; Depkes, 2009). Kelemahan metode seminar adalah membuat peserta pasif dan bila terlalu lama


(32)

bisa membosankan, sukar mengontrol sejauh mana bahan ajar sudah dipahami peserta serta peserta didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya (Djamarah, 2002).

b. CBIA. Metode CBIA merupakan metode kelompok besar yang dalam pelaksanaannya dibentuk kelompok-kelompok kecil yang melakukan diskusi intensif berbasis masalah dan diikuti dengan tugas individu. Tiap kelompok tersebut terdiri dari 6-8 orang dan idealnya setiap intervensi harus melibatkan tidak lebih dari 6 kelompok kecil. Dalam metode ini terdapat beberapa faktor pendukung yaitu narasumber dan fasilitator. Narasumber hanya berfungsi untuk menjelaskan hal-hal yang tidak dapat ditemukan jawabannya dalam diskusi. Fasilitator berfungsi sebagai pemicu diskusi dan bila perlu menunjukkan cara untuk mendapatkan jawaban atas suatu masalah. Fasilitator dianjurkan tidak mendominasi diskusi, kecuali bila dinamika kelompok memang tidak berkembang. Satu kelompok kecil diperlukan satu fasilitator sedangkan dalam 1 kelompok besar dibutuhkan narasumber. Fasilitator dan narasumber disarankan ahli atau memang sesuai dengan materi diskusi yang akan diberikan (Hartayu, 2012).


(33)

16

2. Kelompok kecil

Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil menurut Notoatmodjo, 2007 antara lain :

a. Diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan diskusi atau penyuluh juga duduk diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Tepatnya mereka dalam taraf yang sama sehingga tiap anggota kelompok ada kebebasan atau keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat.

b. Memainkan peranan (role play). Dalam metode ini, beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka meragakan misalnya bagaimana interaksi atau komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.


(34)

E. Antibiotika 1. Pengertian dan mekanisme kerja antibiotika

Antibiotika (anti = lawan, bios = hidup) adalah zat-zat kimia atau senyawa yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri yang dapat digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri (Nugroho, 2012; Tjay dan Raharja, 2007). Mekanisme kerja antibiotika antara lain dengan merusak permeabilitas membran sel bakteri (imidazol dan polimksin), menghambat sintesis protein sehingga menyebabkan bakteri mati (makrolida, tetrasiklin, kloramfenikol, aminoglikosida dan linkomisin), bekerja pada dinding sel bakteri (sefalosporin dan penisillin) (Tjay dan Raharja, 2007).

2. Penggolongan antibiotika

Berdasarkan Permenkes RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000, antibiotika termasuk dalam daftar obat G (gevaarlijk atau obat-obat berbahaya). Adapun penandaan obat keras daftar G adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi (Menkes RI, 2000). Terdapat beberapa jenis antibiotika yang dapat diperoleh tanpa resep dokter yaitu antibiotika yang masuk dalam daftar obat wajib apotek (OWA). Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang obat wajib apotek, terdapat beberapa jenis antibiotika yang termasuk dalam daftar OWA sehingga dapat diperoleh tanpa resep dokter. OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter (Menkes RI, 1993).


(35)

18

3. Pengertian dan penyebab resistensi

Resistensi antibiotika didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotika secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya atau dalam kadar hambat minimalnya (Utami, 2012).

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah berkembangnya resistensi kuman terhadap antibiotika yaitu penggunaan antibiotika yang sering, penggunaan antibiotika yang irrasional misalnya dalam pemilihan antibiotika, dosis obat, durasi dan waktu penggunaan antibiotika, penggunaan antibiotika baru yang berlebihan dan penggunaan antibiotika dalam jangka waktu yang lama (Pulungan, 2010). Hal ini menyebabkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan peningkatan biaya kesehatan.

4. Pencegahan resistensi

Strategi penanganan maupun pencegahan yang dapat dilakukan yang pertama dan utama adalah terapi yang rasional yaitu pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (Utami, 2012). Selain itu dasar pemilihan antibiotika juga harus dipilih atas dasar cost effective dan aman bagi pasien (Kemenkes, 2011). Dalam masyarakat, strategi pengendalian resistensi yang paling utama yaitu memberi pendidikan dengan mempromosikan penggunaan antibiotika yang sesuai (Wowiling, Goenawi, dan Citraningtyas, 2013).


(36)

F. Landasan Teori

Pada zaman yang semakin maju ini pengobatan sendiri menggunakan obat antibiotika menjadi masalah yang sangat penting di seluruh dunia. Salah satu akibat penyalahgunaan dalam pengobatan sendiri adalah terjadinya peningkatan resistensi kuman terhadap antibiotika. Untuk mengatasi masalah resistensi antibiotika ini maka perlu dilakukan pemberian pendidikan kesehatan mengenai antibiotika untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang nantinya dapat memperbaiki sikap dan tindakan tentang antibiotika itu sendiri. Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah untuk mengurangi kesalahpahaman penggunaan antibiotika dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan antibiotika yang tidak tepat (Widayati et al, 2012). Pengetahuan merupakan dasar terbentuknya sikap dan tindakan seseorang. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak yang menjadi predisposisi tindakan suatu perilaku. Tindakan merupakan perwujudan dari pengetahuan dan sikap yang dimiliki menjadi perbuatan nyata.

Dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan serta merubah sikap dan tindakan masyarakat mengenai antibiotika salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan edukasi kesehatan yaitu dengan seminar. Metode seminar yaitu penyajian atau presentasi dari seorang atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya hangat di masyarakat atau pidato yang disampaikan oleh seseorang pembicara didepan sekelompok pengunjung. Menurut hasil penelitian Mayasari, 2012 setelah diberi intervensi berupa penyuluhan atau seminar terjadi peningkatan pada aspek pengetahuan dan sikap yang bermakna


(37)

20

secara statistik, tetapi pada aspek tindakan atau perilaku tidak ada hubungan yang bermakna, namun berdasarkan persentase perilaku sesudah penyuluhan atau seminar terjadi peningkatan bila dibandingkan sebelum penyuluhan/seminar. Selain itu pada penelitian Wowiling, Goenawi, dan Citraningtyas, 2013 yang meneliti pengaruh penyuluhan atau seminar terhadap tingkat pengetahuan didapatkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan secara bermakna setelah diberi edukasi.

Melalui keefektifan berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka peneliti tertarik menggunakan metode seminar, melalui seminar ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai antibiotika. Pada penelitian ini dilakukan edukasi seminar pada siswi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. Peneliti memilih responden siswi dikarenakan perempuan lebih concern terhadap pengetahuan yang didapatkannya dibandingkan laki-laki (Azwar, 2011) serta perempuan lebih peduli terhadap kesehatannya.

G. Hipotesis

Terjadi peningkatan nilai posttest-I terhadap nilai pretest secara signifikan dan sekurang-kurangnya terdapat satu perbedaan pada selisih nilai posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest dan posttest-III dengan pretest pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan.


(38)

21 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu karena peneliti tidak melakukan randomisasi pada pemilihan subyek penelitian (Seniati, 2008). Rancangan penelitian yang dilakukan adalah pre-post intervention. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran berulang secara time series untuk melihat seberapa lama peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan dapat bertahan. Pada penelitian ini peneliti melakukan pengukuran awal sebelum intervensi (seminar) diberikan (pretest), sesaat setelah seminar diberikan (postestt-I), satu bulan setelah seminar diberikan (posttest-II) dan dua bulan setelah seminar diberikan (posttest-III).

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah edukasi melalui seminar.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah nilai pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai antibiotika.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah informasi eksternal yang telah diperoleh responden melalui penyuluhan serta seminar mengenai antibiotika.


(39)

22

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah informasi mengenai antibiotika yang telah diperoleh responden melalui penjelasan dokter, apoteker dan atau media massa (televisi, radio, internet, surat kabar).

2. Definisi operasional

a. Pengetahuan merupakan pengetahuan responden mengenai penggunaan antibiotika yang akan diukur dengan menggunakan kuesioner dan dikategorikan baik jika skor responden antara 76-100%, dikategorikan cukup jika skor responden antara 56-75% dan dikategorikan kurang jika skor responden <55% (Nursalam, 2013).

b. Sikap merupakan kecenderungan responden dalam pemilihan dan penggunaan antibiotika yang akan diukur dengan menggunakan kuesioner dan dikategorikan baik jika skor responden antara 76-100%, dikategorikan cukup jika skor antara 56-75% dan dikategorikan kurang jika skor responden <55% (Nursalam, 2013).

c. Tindakan merupakan tindakan responden terkait dengan penggunaan antibiotika yang akan diukur dengan menggunakan kuesioner dan dikategorikan baik jika skor responden antara 76-100%, dikategorikan cukup jika skor responden antara 56-75% dan dikategorikan kurang jika skor responden <55% (Nursalam, 2013).

d. Peningkatan pengetahuan adalah terjadi peningkatan nilai responden pada posttest jika dibandingkan dengan pretest.


(40)

e. Peningkatan sikap adalah terjadi peningkatan nilai responden pada posttest jika dibandingkan dengan pretest.

f. Peningkatan tindakan adalah terjadi peningkatan nilai responden pada posttest jika dibandingkan dengan pretest.

g. Pretest adalah pengambilan data yang dilakukan sebelum edukasi seminar. h. Posttest-I adalah pengambilan data yang dilakukan sesaat setelah edukasi

seminar.

i. Posttest-II adalah pengambilan data yang dilakukan sebulan setelah edukasi seminar.

j. Posttest-III adalah pengambilan data yang dilakukan dua bulan setelah edukasi seminar.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang berusia 14-17 tahun, bukan dari latar belakang pendidikan kesehatan, tidak mengikuti seminar atau pelatihan tentang antibiotika dalam waktu 2 tahun terakhir serta yang bersedia mengikuti kegiatan selama periode penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah responden yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap.

D. Tempat Penelitian


(41)

24

E. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai dengan bulan Januari 2015.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah informed consent dan lembar kuesioner yang merupakan pengembangan dari penelitian oleh Marvel, 2011. Informed Consent merupakan lembar kesediaan responden untuk mengikuti penelitian, sedangkan lembar kuesioner berisi dua jenis pernyataan yaitu:

1. Pertanyaan mengenai fakta

Pertanyaan ini berisi tentang data-data demografi responden, misalnya pertanyaan tentang nama responden, usia, nomor handphone dan alamat tempat tinggal.

2. Pernyataan-pernyataan informatif

Pernyataan ini digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden yang meliputi pengertian antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, cara penggunaan antibiotika, bahaya penggunaan antibiotika yang tidak tepat, pengertian resistensi bakteri terhadap antibiotika dan sumber perolehan informasi responden mengenai antibiotika. Jumlah pernyataan-pernyataan informatif pada kuesioner ini ada 40 aitem pernyataan yang diformulasikan pada tahap awal penelitian. Adapun tanggapan yang diberikan merupakan jawaban berupa forced choice pada


(42)

aspek pengetahuan dan skala Likert pada aspek sikap dan tindakan. Aitem kuesioner yang diujikan sebagai berikut:

a. Aspek pengetahuan. Pengetahuan terdiri dari 20 pernyataan terkait tingkat pengetahuan yang terbagi dalam 10 aitem favorable dan 10 aitem unfavorable. Pokok bahasan aitem-aitem ini meliputi definisi, cara penggunaan, cara memperoleh, tempat memperoleh, aturan penggunaan dan definisi serta bahaya resistensi antibiotika.

b. Aspek sikap. Sikap terdiri dari 10 pernyataan yang terbagi dalam 5 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable. Pokok bahasan aitem-aitem ini meliputi gaya hidup, sumber perolehan informasi, tempat memperoleh dan upaya pencegahan resistensi antibiotika.

c. Aspek tindakan. Tindakan terdiri dari 10 pernyataan yang terbagi 5 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable. Pokok bahasan aitem-aitem ini meliputi cara penggunaan, gaya hidup, penghindaran, efek samping obat.

Aitem-aitem kuesioner ini secara terperinci dapat dilihat pada Tabel I:


(43)

26

Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan

Favorable Unfavorable

Pengetahuan

a.Pengertian 3 1,2

b.Cara penggunaan 5,6 4,11

c. Cara memperoleh 8,10 -

d.Tempat memperoleh 13 12,14

e.Aturan penggunaan 15,16 9,17

f. Definisi serta bahaya

resistensi 7,19 18,20

Jumlah Aitem 10 10

Sikap

a. Gaya Hidup 1,2,3,4

b. Sumber perolehan informasi 6,7

c.Tempat memperoleh 9 10

d.Upaya pencegahan resistensi

antibiotika 5,8

Jumlah Aitem 5 5

Tindakan

a. Gaya hidup 7 1,2,6

b.Cara penggunaan 4,9 3

c.Efek samping obat 5

d. Penghindaran 8 10

Jumlah Aitem 5 5

Total Aitem 20 20

G. Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka

Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka, yaitu membaca literatur-literatur atau dari website yang berhubungan dengan tingkat pengetahuhan, antibiotika, pembuatan kuesioner, metodologi penelitian, statistik dan perhitungan data yang diperlukan.

2. Analisis situasi

a. Penentuan lokasi penelitian. Penentuan lokasi penelitian dimulai dengan melakukan pengamatan ke beberapa wilayah. Setelah itu memilih salah satu SMA dan mengurus perizinan.


(44)

b. Perizinan penelitian. Perizinan dilakukan setelah ditentukan lokasi penelitian. Ethical clearance pada penelitian ini didapatkan melalui perizinan dari Kepala SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dengan SK No.0050/D.005/SMA.SD.2/II/2015 serta dari responden menggunakan informed consent.

c. Penentuan subyek penelitian (sampling). Penentuan subyek penelitian dilakukan secara non-random yaitu quota sampling dikarenakan responden yang diikutkan dalam penelitian ini langsung dipilih oleh pihak sekolah dengan memilih salah satu kelas yang dijadikan subyek penelitian dimana terlebih dahulu menentukan jumlah responden minimal dalam penelitian. Pada penelitian ini didapatkan responden sebanyak 38 orang. Pada penelitian kuantitatif agar hasilnya dapat dianalisa dengan statistik maka jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu minimal 30 sampel (Nursalam, 2008), maka jumlah sampel yang digunakan pada penelitian memenuhi syarat yang ditentukan.

3. Pembuatan kuesioner

Kuesioner dalam penelitian ini dikembangkan dari kuesioner yang pernah digunakan sebelumnya yang telah valid. Kuesioner yang digunakan telah diuji validitas menggunakan validitas konten dengan analisis melalui profesional judgement dan telah diuji reliabilitas dengan nilai α sebesar 0,759 (lebih besar dari r-tabelnya yaitu 0,361) yang menunjukkan bahwa kuesioner dapat dinyatakan reliabel (Marvel, 2011). Pengembangan kuesioner pada


(45)

28

penelitian ini dilakukan dengan menyusun pernyataan-pernyataan yang akan digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika, sikap serta tindakan responden dalam penggunaan antibiotika.

a. Uji validitas instrumen. Uji validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konten (Content Validity). Validasi ini merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional judgment. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah sejauh mana aítem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran. Validitas ini didasarkan pada penilaian ahli di bidang tersebut dengan cara menganalisis apakah aitem pernyataan dalam kuesioner sudah mencakup pokok-pokok bahasan yang telah dibuat (Azwar, 2011). Setelah dilakukan uji validitas konten oleh professional judgment maka kemudian dihitung korelasi masing-masing aitem. Uji korelasi pada aspek pengetahuan menggunakan Point-Biserial dan pada aspek sikap dan tindakan menggunakan Pearson Product Moment. Sebagai patokan, semua aitem yang berkorelasi ≥ 0,2 dengan total skor layak dipertahankan (Supratiknya, 2014), tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan seleksi pada aitem yang berkorelasi < 0,2 seharusnya dilakukan seleksi pada aitem yang < 0,2 tersebut. Hasil uji korelasi terlampir pada Lampiran 5-7.


(46)

b. Uji pemahaman bahasa. Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan mengujikan kuesioner yang dibuat kepada beberapa orang yang mirip subyek penelitian dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan yaitu siswi yang berusia diantara 14-17 tahun. Uji bahasa kuesioner ini dilakukan untuk melihat sejauh mana pemahaman responden terhadap maksud atau tujuan pernyataan yang dibuat oleh peneliti. Pada penelitian ini uji pemahaman bahasa dilakukan pada 35 orang yang mirip dengan subyek penelitian dengan hasil bahwa setiap pernyataan yang diajukan dimengerti oleh responden atau dengan kata lain bahwa bahasa yang digunakan dalam kuesioner tersebut cukup sederhana dan dapat dipahami oleh responden. Hal ini dapat diketahui oleh peneliti karena semua responden mengisi jawaban mengerti terhadap bahasa dari pernyataan pada kuesioner yang diberikan. c. Uji reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji

konsistensi dari instrumen. Semakin tinggi koefisien reliabilitas berarti semakin reliabel instrumen tersebut. Reliabilitas instrumen dihitung menggunakan alat ukur uji statistik Cronbach Alpha. Suatu variabel menunjukkan hasil yang reliabel dengan nilai koefisien Cronbach Alpha α > 0,6 (Budiman dan Riyanto, 2013). Pada penelitian ini, uji reliabilitas aspek pengetahuan, sikap dan tindakan dilakukan secara bersamaan. Setelah melakukan uji pemahaman bahasa kemudian diukur reliabilitasnya dengan


(47)

30

menggunakan uji statistik Cronbach Alpha pada program R dan kemudian didapatkan bahwa setiap aspek yang diukur menghasilkan nilai α > 0,6. Setelah didapatkan nilai α > 0,6 maka kuesioner yang telah diuji tersebut dapat siap digunakan untuk penelitian. Adapun hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 9-11.

4. Seminar dan penyebaran kuesioner

Penyebaran kuesioner dilakukan oleh peneliti ke lokasi penelitian. Pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh responden. Penyebaran kuesioner dilakukan sebelum dan setelah seminar. Tujuan seminar ini adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan responden terkait antibiotika. Kemudian 1 dan 2 bulan setelah seminar peneliti akan kembali mendatangi sekolah responden untuk memberikan kuesioner kembali. Hal ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan responden apakah masih bertahan, meningkat atau sudah mulai menurun.

5. Analisis hasil

a. Editing. Editing yaitu melakukan penyuntingan data meliputi pemeriksaan kelengkapan jawaban dari kuesioner hasil penelitian dan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang tidak termasuk dalam ketentuan akan dikeluarkan.

b. Scoring. Setelah responden menjawab pernyataan-pernyataan yang telah diberikan oleh peneliti, maka peneliti melakukan skoring. Cara skoring untuk aspek pengetahuan atau pernyataan nomor 1-20


(48)

adalah dengan memberikan nilai 1 pada pernyataan yang dijawab dengan benar oleh responden dan memberikan nilai 0 pada pernyataan yang dijawab salah. Setelah dilakukan scoring lalu masing-masing responden dihitung jumlah skornya, kemudian dihitung persentase skor masing-masing responden dan dikategorikan jika skor 76-100% masuk kategori baik, jika skor 56-75% masuk kategori cukup dan jika skor <55% masuk kategori kurang.

Pada pernyataan aspek sikap dan tindakan digunakan skala Likert yang dimodifikasi dengan menghilangkan pilihan jawaban di bagian tengah yaitu ragu-ragu. Penilaian dibagi menjadi dua yaitu untuk jawaban pernyataannya positif (favorable) dan jawaban pernyataannya negatif (unfavorable). Adapun ketentuan pemberian skor untuk aspek sikap dan tindakan disajikan dalam Tabel II:

Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan

Tanggapan Pernyataan Aspek

Sikap dan Tindakan

Skor Pernyataan Favorable

Skor Pernyataan Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Setelah dilakukan scoring pada aspek sikap dan tindakan lalu masing-masing responden dihitung jumlah skornya, kemudian dihitung persentase skor masing-masing responden dan dikategorikan jika skor 76-100% masuk dalam kategori baik, jika


(49)

32

skor 56-75% masuk dalam kategori cukup dan jika skor <55% masuk dalam kategori kurang.

Setelah memasukkan persentase skor responden ke dalam masing-masing kategori kemudian dihitung jumlah total responden yang masuk ke dalam kategori tersebut.

c. Uji normalitas. Uji normalitas yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang telah didapat pada saat penelitian ini normal atau tidak, serta untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi sebaran yang normal. Pengujian normalitas pada data ini dengan menggunakan Saphiro Wilk dengan bantuan komputer (cit Dahlan, 2009). Pada penelitian ini digunakan teknik Saphiro Wilk karena jumlah sampel yang akan diteliti ≤ 50. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan yang diukur menggunakan Shapiro Wilk pada program R, menghasilkan data baik yang terdistribusi normal dan yang terdistribusi tidak normal. Data hasil uji normalitas disajikan dalam Tabel III:


(50)

Tabel III. Hasil Uji Normalitas Data pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Aspek p-value Keterangan

Uji Hipotesis

Utama

Pengetahuan Pretest 0,51 Normal

Posttest-I 0,00 Tidak normal

Sikap Pretest 0,15 Normal

Posttest-I 0,38 Normal

Tindakan Pretest 0,09 Normal

Posttest-I 0,04 Tidak normal

Uji Hipotesis Penunjang

Pengetahuan

Selisih Posttest-I -

Pretest 0,26 Normal

Selisih Posttest-II –

Pretest 0,18 Normal

Selisih Posttest-III -

Pretest 0,02 Tidak normal

Sikap

Selisih Posttest-I -

Pretest 0,26 Normal

Selisih Posttest-II –

Pretest 0,25 Normal

Selisih Posttest-III -

Pretest 0,36 Normal

Tindakan

Selisih Posttest-I -

Pretest 0,02 Tidak normal Selisih Posttest-II –

Pretest 0,43 Normal

Selisih Posttest-III -

Pretest 0,28 Normal

d. Uji hipotesis. Setelah uji normalitas maka akan dilanjutkan dengan uji hipotesis. Hipotesis pada peneliian ini dijelaskan sebagai berikut: 1) Hipotesis Utama

a. Pengetahuan H0 = µ1≥ µ2

H1 = µ1 < µ2

b. Sikap H0 = µ1≥ µ2

H1 = µ1 < µ2

c. Tindakan H0 = µ1≥ µ2

H1 = µ1 < µ2

Keterangan: µ1 = nilai pretest


(51)

34

2) Hipotesis Penunjang a. Pengetahuan

H0 = µ1 = µ2 = µ3

H1 = µ1≠ µ2≠ µ3

b. Sikap

H0 = µ1 = µ2 = µ3

H1 = µ1≠ µ2≠ µ3

c. Tindakan H0 = µ1 = µ2 = µ3

H1 = µ1≠ µ2≠ µ3

Keterangan: µ1 = selisih nilai posttest-I dengan pretest

µ2 = selisih nilai posttest-II dengan pretest

µ3 = selisih nilai posttest-III dengan pretest

Uji hipotesis utama dilakukan dengan membandingkan presentase skor masing-masing responden pada pretest dengan posttest-I kemudian data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon, jika p < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Setelah hasil dari uji hipotesis

utama dinyatakan ada perbedaan peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis penunjang. Uji hipotesis penunjang dilakukan dengan membandingkan selisih presentase skor masing-masing responden pada posttest I - pretest, posttest II - pretest, dan posttest III - pretest, kemudian data dianalisis dengan menggunakan uji Friedman, jika p < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Pada uji hipotesis penunjang akan

dihasilkan bahwa ada atau tidak ada perbedaan pada masing-masing aspek, setelah hasil dari uji hipotesis penunjang dinyatakan ada perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey’s untuk melihat dimana letak perbedaannya. Hasil dari uji hipotesis akan dibahas lebih lengkap pada Bab IV.


(52)

H.Kelemahan Penelitian

Kelemahan pada penelitian ini adalah menggunakan teknik non random yaitu quota sampling. Teknik sampling yang digunakan menyebabkan hasil yang diperoleh tidak dapat digeneralisasikan terhadap total populasi sampling, yaitu siswi SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. Untuk mendapatkan hasil yang sempurna sebaiknya digunakan teknik sampling acak, dimana setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.

Pada penelitian ini digunakan kuesioner yang sama untuk mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan pada pretest dan posttest seharusnya digunakan kuesioner yang berbeda antara pretest dan posttest, berbeda disini adalah berbeda dalam pengacakan nomor pernyataan, karena jika kuesioner antara pretest dan posttest sama kemungkinan akan mendapatkan hasil yang bias atau jawaban responden kemungkinan hanya hafalan saja tidak bisa mencerminkan pengetahuan yang sebenarnya. Selain itu pada uji validitas tidak dilakukan seleksi pada aitem dengan nilai korelasi < 0,2, seharusnya semua aitem yang berkorelasi < 0,2 dilakukan seleksi aitem (Supratiknya, 2014).


(53)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian akan disajikan secara berurutan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu:

A. Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden yang akan dibahas meliputi jenis kelamin, usia dan tempat tinggal. Pada penelitian ini karakteristik demografi responden sama yaitu dengan latar belakang siswi SMA, namun domisili responden ada di kota Yogyakarta dan di luar kota Yogyakarta.

1. Jenis Kelamin

Lokasi pada penelitian ini adalah di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. SMA Stella Duce 2 Yogyakarta merupakan sekolah khusus putri sehingga pada penelitian ini jenis kelamin subyek penelitian adalah perempuan.

2. Usia

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usia responden terbanyak yang mengikuti penelitian ini adalah 15 tahun dengan 25 responden (66%), diikuti dengan 16 tahun dengan 8 responden (21%), 14 tahun dengan 4 responden (10%) dan usia yang memiliki partisipasi paling sedikit adalah 17 tahun dengan 1 responden (3%). Adapun pembagian usia responden disajikan dalam Gambar 1.


(54)

Gambar 1. Perbandingan Kelompok Usia Responden

B. Proporsi Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Mengenai Antibiotika Sebelum dan Setelah Seminar

1. Aspek pengetahuan

a. Pretest. Dari hasil penelitian mengenai pengetahuan responden diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup mengenai antibiotika yaitu sebesar 55,26% (21 orang), responden yang memiliki pengetahuan kurang sebesar 26,32% (10 orang) dan responden yang memiliki pengetahuan baik sebesar 18,42% (7 orang). Hal ini menjelaskan bahwa ada 81,58% responden yang dapat ditingkatkan pengetahuannya sehingga perlu dilakukan edukasi mengenai antibiotika.

b. Posttest-I. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah responden dengan kategori baik yaitu sebesar 65,79% (25 orang), responden yang memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 31,58% (12 orang) dan responden yang memiliki pengetahuan kurang yaitu sebesar 2,63% (1 orang). Pada aspek pengetahuan terjadi peningkatan pengetahuan pada posttest-I, hal ini dimungkinkan karena responden paham dengan materi edukasi yang diberikan

10%

66% 21%

3%

14 tahun 15 tahun 16 tahun 17 tahun


(55)

38

oleh narasumber. Selain itu peran aktif responden dalam sesi diskusi dengan narasumber juga merupakan salah satu faktor yang mendukung peningkatan pengetahuan responden. Menurut Djamarah, 2002 kelemahan metode seminar adalah peserta yang pasif sehingga terkadang materi edukasi yang disampaikan tidak sepenuhnya tercerna oleh peserta tetapi pada penelitian ini responden sangat aktif dalam mengajukan pertanyaan seputar antibiotika sehingga membuat responden lebih paham mengenai antibiotika.

c. Posttest-II. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa responden dengan kategori baik yaitu sebesar 47,37% (18 orang), responden yang memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 50% (19 orang) dan responden yang memiliki pengetahuan kurang yaitu sebesar 2,63% (1 orang).

d. Posttest-III. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah responden dengan kategori baik yaitu sebesar 63,16% (24 orang), responden yang memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 28,95% (11 orang) dan responden yang memiliki pengetahuan kurang yaitu sebesar 7,89% (3 orang). Data jumlah responden disajikan pada Gambar 2.


(56)

Gambar 2. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Aspek Pengetahuan Mengenai Antibiotika Pada Pretest,

Posttest-I, Posttest-II dan Posttest-III 2. Aspek sikap

a. Pretest. Dari hasil penelitian mengenai sikap responden diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang cukup mengenai antibiotika yaitu sebesar 73,68% (28 orang), responden yang memiliki pengetahuan yang baik sebesar 23,68% (9 orang) dan responden yang memiliki pengetahuan kurang sebesar 2,63% (1 orang). Hal ini menunjukkan bahwa ada 76,31% responden yang dapat ditingkatkan sikapnya sehingga perlu maka dilakukan edukasi mengenai antibiotika.

b. Posttest-I. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah responden dengan kategori baik yaitu sebesar 47,37% (18 orang), responden dengan kategori cukup yaitu sebesar 47,37% (18 orang) dan responden dengan kategori kurang yaitu 5,26% (2 orang). Pada posttest-I terjadi penignkatan sikap, hal ini dimungkinkan karena

18.42% 55.26% 26.32% 65.79% 31.58% 2.63% 47.37% 50% 2.63% 63.16% 28.95% 7.89% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%

Baik Cukup Kurang

Ju m lah r esp on d en ( % ) Kategori Pre Post-I Post-II Post-III


(57)

40

responden memahami dengan baik edukasi yang diberikan oleh narasumber ditunjukkan dengan peran aktif responden dalam sesi diskusi dengan narasumber. Peningkatan sikap ini juga didukung oleh Azwar, 2011 dimana interaksi yang terjadi antara narasumber dan responden sewaktu eduksi seminar berlangsung dapat mempengaruhi sikap responden.

c. Posttest-II. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah responden dengan kategori baik yaitu sebesar 63,16% (24 orang), responden dengan kategori cukup yaitu sebesar 36,84% (14 orang) dan tidak ada responden pada kategori kurang.

d. Posttest-III. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah responden dengan kategori baik yaitu sebesar 44,74% (17 orang), responden dengan kategori cukup yaitu sebesar 52,63% (20 orang) dan responden yang memiliki sikap kurang yaitu sebesar 2,63% (1 orang). Data jumlah responden disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Aspek Sikap Mengenai Antibiotika Pada Pretest, Posttest-I,

Posttest-II dan Posttest-III 23.68%

73.68%

2.63%

47.37% 47.37%

5.26% 63.16% 36.84% 0 44.74% 52.63% 2.63% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00%

Baik Cukup Kurang

Ju m lah r esp on d en ( % ) Kategori Pre Post-I Post-II Post-III


(58)

3. Aspek tindakan

a. Pretest. Dari hasil penelitian mengenai tindakan responden diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tindakan yang cukup mengenai antibiotika yaitu sebesar 76,32% (29 orang), responden yang memiliki pengetahuan yang baik sebesar 23,68% (9 orang) dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan kurang. Hal ini menujukkan bahwa ada 76,32% responden yang dapat ditingkatkan tindakannya sehingga perlu dilakukan edukasi mengenai antibiotika.

b. Posttest-I. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah responden dengan kategori baik yaitu sebesar 55,26% (21 orang), responden dengan kategori cukup yaitu sebesar 42,11% (16 orang) dan responden dengan kategori kurang yaitu sebesar 2,63% (1 orang). Pada posttest-I terjadi peningkatan tindakan hal ini dimungkinkan karena responden memahami dengan baik edukasi yang diberikan oleh narasumber ditunjukkan dengan peran aktif responden dalam sesi diskusi dengan narasumber.

c. Posttest-II. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah responden dengan kategori baik yaitu sebesar 44,74% (17 orang), responden dengan kategori cukup 55,26% (21 orang) dan tidak ada responden yang memiliki tindakan kurang.

d. Posttest-III. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah responden dengan kategori baik yaitu sebesar 57,90% (22


(59)

42

orang), responden dengan kategori cukup 39,47% (15 orang) dan responden dengan kategori kurang yaitu sebesar 2,63% (1 orang). Data jumlah responden disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Aspek Tindakan Mengenai Antibiotika Pada Pretest, Posttest-I,

Posttest-II dan Posttest-III

C. Perbandingan Perubahan Nilai dan Selisih Nilai Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Tentang Antibiotika

Sebelum dan Setelah Seminar

Untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan maka dilakukan analisis secara statistik menggunakan program R. Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan 2 tahap yaitu uji hipotesis utama dengan membandingkan antara skoring posttest-I dengan pretest dan uji hipotesis penunjang dengan membandingkan antara selisih posttest-I dengan pretest, selisih posttest-II dengan pretest dan selisih posttest-III dengan pretest. Berikut ini akan dibahas proporsi subyek dan hasil uji hipotesis pada masing-masing aspek:

23.68% 76.32% 0 55.26% 42.11% 2.63% 44.74% 55.26% 0 57.90% 39.47% 2.63% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00%

Baik Cukup Kurang

Ju m lah r esp on d en ( % ) Kategori Pre Post-I Post-II Post-III


(60)

1. Aspek pengetahuan

a. Mean nilai responden. Pada saat awal atau pretest mean nilai responden adalah 13,47. Sesaat setelah diberikan intervensi berupa seminar (posttest-I) mean nilai responden mengalami peningkatan dari 13,47 saat pretest menjadi 16,1 pada posttest-I. Peningkatan ini dimungkinkan terjadi karena responden memahami dan memperhatikan dengan baik edukasi antibiotika yang diberikan sehingga responden dapat lebih paham. Sebulan setelah seminar (posttest-II) mean nilai responden masih mengalami peningkatan dari 13,47 saat pretest menjadi 15,21 pada posttest-I, tetapi jika dibandingkan dengan posttest-I mean nilai responden mengalami penurunan yaitu dari 16,1 pada posttest-I menjadi 15,21 pada posttest-II. Penurunan ini dimungkinkan terjadi karena responden sudah mulai lupa dengan materi edukasi yang diberikan oleh narasumber. Selain itu pada penyebaran kuesioner posttest-II responden sedang dalam suasana remidi ujian akhir sekolah sehingga responden tidak sepenuhnya konsentrasi dalam mengerjakan kuesioner karena waktu pengerjaan kuesioner hanya 10-15 menit sehingga responden terburu-buru dalam mengerjakan kuesioner. Dua bulan setelah seminar (posttest-III) mean nilai responden masih mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan pretest yaitu 15,13, tetapi jika mean nilai pada posttest-III dibandingkan dengan posttest-I dan posttest-II mengalami


(61)

44

penurunan mean nilai. Penurunan ini dimungkinkan terjadi karena responden sudah mulai lupa dengan materi edukasi yang diberikan oleh narasumber dikarenkan banyaknya informasi lain yang diterima responden sewaktu mengikuti pendidikan formal (SMA) karena menurut Wawan dan Dewi, 2010 adanya informasi dan pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Data distribusi mean nilai responden disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Distribusi Mean Nilai Responden Aspek Pengetahuan Pada Pretest, Posttest-I, Posttest-II dan Posttest-III

b. Uji hipotesis. Pada uji hipotesis utama aspek pengetahuan didapatkan bahwa hasil uji normalitas menghasilkan data yang tidak terdistribusi normal sehingga pada uji hipotesis utama ini dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Hasil dari uji Wilcoxon pada aspek pengetahuan dihasilkan nilai p < 0,05 maka H0 ditolak H1

diterima yang artinya bahwa setelah diuji secara statistika dengan taraf kepercayaan 95% maka terjadi peningkatan pengetahuan secara signifikan sesaat setelah diberi edukasi seminar (posttest-I)

13.47

16.1

15.21 15.13

12 12.5 13 13.5 14 14.5 15 15.5 16 16.5

Pretest Posttest-I Posttest-II Posttest-III

Me

an

Nilai


(62)

jika dibandingkan dengan pretest. Setelah didapatkan hasil uji hipotesis utama bahwa terjadi peningkatan yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji hipotesis penunjang. Uji hipotesis penunjang dilakukan dengan membandingkan selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest dan selisih posttest-III dengan pretest. Hasil uji normalitas pada masing-masing selisih tersebut menghasilkan data yang tidak terdistribusi normal sehingga pada uji hipotesis penunjang menggunakan uji Friedman. Hasil dari uji Friedman pada aspek pengetahuan dihasilkan nilai p < 0,05 yang artinya H0 ditolak H1 diterima. Untuk mengetahui letak

perbedaannya maka dilanjutkan dengan analisis Post Hoc Tukey’s. Hasil analisis pada post hoc tukey’s pada masing-masing selisih aspek pengetahuan dihasilkan nilai p > 0,05. Berdasarkan hasil dari post hoc tukey’s maka peneliti tertarik untuk menguji hasil post hoc

tukey’s pada selisih posttest-I dengan pretest dan selisih posttest-II

dengan pretest menggunakan Wilcoxon karena hasil uji dari post

hoc tukey’s pada selisih tersebut menghasilkan nilai yang

mendekati nilai signifikansi 0,05 yaitu 0,057. Hasil analisis perbandingan Wilcoxon antara selisih posttest.I-pretest dengan posttest.II-pretest dihasilkan nilai p < 0,05 yang artinya bahwa selisih keduanya berbeda bermakna secara statistik. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan maka peneliti menarik kesimpulan bahwa hasil analisis uji aspek pengetahuan dengan taraf


(63)

46

kepercayaan 95% pada selisih posttest.I-pretest dengan posttest.II-pretest berbeda bermakna dan selisih posttest.I-pretest dengan posttest.III-pretest serta pada selisih posttest.II-pretest dengan posttest.III-pretest tidak berbeda bermakna secara statistik.

2. Aspek sikap

a. Mean nilai responden. Pada saat pretest mean nilai responden adalah 28,5. Sesaat setelah seminar (posttest-I) mean nilai responden mengalami peningkatan dari 28,5 pada pretest menjadi 30,34 pada posttest-I. Sebulan setelah seminar (posttest-II) peningkatan mean nilai responden juga masih terjadi jika dibandingkan pada saat pretest maupun posttest-I. Peningkatan ini dimungkinkan terjadi karena responden masih paham dengan materi edukasi yang diberikan narasumber atau bahkan masih ingat dengan aitem pernyataan dalam kuesioner karena kuesioner pretest dan posttest pada penelitian ini sama. Selain itu juga aktifnya responden pada saat sesi diskusi dengan narasumber juga mempengaruhi sikap responden. Peningkatan jumlah responden ini juga didukung oleh Azwar, 2011 dimana interaksi yang terjadi antara narasumber dan responden sewaktu edukasi seminar berlangsung dapat mempengaruhi sikap responden, hal ini ditunjukkan dengan masih meningkatnya sikap responden pada posttest-II. Dua bulan setelah seminar (posttest-III) terjadi penurunan mean nilai responden jika dibandingkan dengan


(64)

posttest-I dan posttest-II yaitu menjadi 30,31. Penurunan ini dimungkinkan terjadi karena seiring berjalannya waktu responden sudah mulai lupa dengan materi edukasi yang diberikan atau responden sudah mulai bosan menjawab pernyataan dalam kuesioner karena pernyataan yang ditanyakan selalu sama sehingga responden tidak sepenuhnya konsentrasi dalam mengerjakan kuesioner yang diberikan. Data distribusi mean nilai responden disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Distribusi Mean Nilai Responden Aspek Sikap Pada Pretest, Posttest-I, Posttest-II dan Posttest-III

b. Uji hipotesis. Pada penelitian ini uji hipotesis utama pada aspek sikap menggunakan uji Wilcoxon. Hasil dari Wilcoxon pada aspek sikap dihasilkan nilai p < 0,05 maka H0 ditolak H1 diterima yang

artinya bahwa setelah diuji secara statistika dengan taraf kepercayaan 95% maka terjadi peningkatan sikap secara signifikan sesaat setelah diberi edukasi seminar (posttest-I) jika dibandingkan dengan pretest. Setelah didapatkan hasil uji hipotesis utama bahwa terjadi peningkatan yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji

28.5 30.34 30.68 30.31 27 27.5 28 28.5 29 29.5 30 30.5 31

Pretest Posttest-I Posttest-II Posttest-III

M

ean

Nilai


(65)

48

hipotesis penunjang. Uji hipotesis penunjang dilakukan dengan membandingkan selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest dan selisih posttest-III dengan pretest. Pada penelitian ini uji hipotesis penunjang menggunakan uji Friedman. Hasil dari uji Friedman pada aspek sikap dihasilkan nilai p > 0,05 maka H0 diterima H1 ditolak. Pada uji Friedman dengan taraf

kepercayaan 95% pada selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest dan selisih posttest-III dengan pretest pada aspek sikap tidak berbeda bermakna secara statistik.

3. Aspek tindakan

a. Mean nilai responden. Pada saat pretest mean nilai responden adalah 29,26. Sesaat setelah edukasi (posttest-I) mean nilai responden mengalami peningkatan dari 29,26 pada pretest menjadi 31,89 pada posttest-I. Peningkatan ini dimungkinkan terjadi responden memahami dan memperhatikan dengan baik edukasi yang diberikan oleh narasumber ditunjukkan dengan peran aktif responden dalam sesi diskusi dengan narasumber. Sebulan setelah seminar (posttest-II) dan dua bulan setelah seminar (posttest-III) mean nilai responden masih mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan pretest, tetapi jika mean nilai pada posttest-II dan posttest-III dibandingkan dengan posttest-I mengalami penurunan yaitu 30,97. Penurunan ini dimungkinkan terjadi karena responden sudah mulai lupa dengan materi edukasi yang diberikan


(1)

Lampiran 15. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Sikap

Pretest

Posttest.I

Selisih Posttest.I-Pre

Selisih Posttest.II-Pretest


(2)

Lampiran 16. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Tindakan

Pretest

Posttest.I

Selisih Posttest.I-Pretest

Selisih Posttest.II-Pretest


(3)

Lampiran 17. Hasil Uji Hipotesis Pada Aspek Pengetahuan

Posttest.I – Pretest (Wilcoxon)

Selisih Aspek Pengetahuan (Friedman)

Hasil Post Hoc Tukey’s


(4)

Lampiran 18. Hasil Uji Hipotesis Pada Aspek Sikap

Posttest.I – Pretest (Wilcoxon)


(5)

Lampiran 19. Hasil Uji Hipotesis Pada Aspek Tindakan

Posttest.I – Pretest (Wilcoxon)


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Ester Novitayanti Silaban, dilahirkan di Surabaya pada tanggal 12 November 1993, merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Adden Silaban dan Rusmiyati Sipayung. Penulis menempuh pendidikan di TK Xaverius 3 Bandar Lampung (1998-1999), SD Xaverius 3 Bandar Lampung (1999-2005), SMP Xaverius 3 Bandar Lampung (2005-2008), SMAK BPK Penabur Bandar Lampung (2008-2011) dan saat ini sedang melanjutkan jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penulis terlibat dalam beberapa kegiatan keorganisasian seperti relawan dalam Kampanye Informasi Obat (KIO) yang diadakan BEMF Farmasi USD pada tahun 2012, Ketua Desa Mitra Fakultas Farmasi USD tahun 2013, sie kesekertariatan Seminar Nasional SJSN yang diadakan di Fakultas Farmasi USD tahun 2013, Panitia Rapat Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) yang diadakan di Fakultas Farmasi USD tahun 2014, serta penulis juga terlibat aktif dalam Paduan Suara Fakultas Veronika tahun 2013-2014.


Dokumen yang terkait

SKRIPSIKEBUTUHAN SISWI SMA STELLA DUCE 1 KEBUTUHAN SISWI SMA STELLA DUCE 1 YOGYAKARTA MEMBACA MEDIA MASSA CETAK TENTANG KOREAN POP (Studi Deskriptif Kuantitatif Kebutuhan Membaca Media Massa Cetak tentang Korean Pop pada Siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta

0 2 16

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan wanita pra lansia di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

1 8 113

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita usia lanjut pada kelompok Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Kelurahan Terban, Yogyakarta tentang antibiotika dengan metode seminar.

0 0 113

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan siswi SMK di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman tentang diabetes melitus melalui metode CBIA.

0 0 127

Peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria lansia tentang antibiotika dengan metode seminar di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

0 1 147

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

0 0 128

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Dusun Krodan tentang antibiotika dengan metode seminar.

0 0 115

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika di Kecamatan Gondokusuma Yogyakarta dengan metode seminar.

0 2 114

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

0 2 122

MINAT SISWI TERHADAP PEMBELAJARAN ANSAMBEL STRING DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA.

0 0 78