Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan siswi SMK di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman tentang diabetes melitus melalui metode CBIA.
INTISARI
International Diabetes Federation memperkirakan 382 juta orang di dunia mengidap Diabetes Melitus (DM) yang menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Prevalensi DM dapat meningkat karena rendahnya pemahaman masyarakat akan risiko DM sehingga perlu adanya edukasi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan siswi SMK di kecamatan Depok Kabupaten Sleman tentang DM melalui metode CBIA.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu dengan rancangan penelitian time series. Subjek penelitian adalah 30 siswi SMKN 1 Depok berusia 15-17 tahun. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Uji hipotesis data aspek pengetahuan dan sikap menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pre-post1, terjadi peningkatan jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik dari 33,33% menjadi 73,33% (p<0,05), kategori sikap baik dari 33,33% menjadi 60% (p<0,05), pada pre-post2 terjadi penurunan pada kategori pengetahuan baik dari 33,33% menjadi 23,33% (p>0,05), kategori sikap baik dari 33,33% menjadi 20% (p>0,05), peningkatan pada kategori tindakan baik dari 3,33% menjadi 10%, pada pre-post3 terjadi penurunan pada kategori pengetahuan baik dari 33,33% menjadi 23,33% (p>0,05), kategori sikap baik dari 33,33% menjadi 30% (p>0,05), peningkatan pada kategori tindakan baik dari 3,33% menjadi 6,67%. Dapat disimpulkan bahwa CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM.
(2)
ABSTRACT
International Diabetes Federation was approximating that 382 millions people in the world had Diabetes Melitus (DM), sixth place as the death cause. The prevalence of DM has increased because of the lack of knowledge towards DM risks, therefore, there should be an education. This research aims to improve the SMK girl students’ knowledge, attitude, and practice in Depok Subdistrict Sleman towards DM through CBIA.
The research was quasi experimental with time series research design. Subjects were 30 girls aged 15-17 years old in SMKN 1 Depok. The sample was taken with purposive sampling. Hypotheses test for knowledge and attitude aspect is Wilcoxon test.
The results show that on pre-post1, there’s an increase in number of participants with good knowledge category from 33,33% become 73,33% (p<0,05), good attitude from 33,33% become 60% (p<0,05). On pre-post2, there’s a decrease in good knowledge from 33,33% become 23,33% (p>0,05), good attitude from 33,33% become 20% (p>0,05), good practice is increased from 3,33% become 10%. On pre-post3, there’s a decrease in good knowledge from 33,33% become 23,33% (p>0,05), good attitude from 33,33% become 30% (p>0,05), good practice is increased from 3,33% become 6,67%. In conclusion, CBIA improves the participants’ knowledge, attitude, and practice towards DM.
(3)
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN SISWI SMK DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN TENTANG
DIABETES MELITUS MELALUI METODE CBIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Stephani Giovanni Krisvianty NIM : 118114066
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN SISWI SMK DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN TENTANG
DIABETES MELITUS MELALUI METODE CBIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Stephani Giovanni Krisvianty NIM : 118114066
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
Halaman Persembahan
Pertolongan-Nya tak pernah terlambat ketika aku tak berhenti berharap
Sebab aku percaya, rencana-Nya tak pernah salah
Naskah ini kupersembahkan untuk : Sahabat setiaku, Tuhan Yesus Kristus Kedua orang tuaku dan segenap keluargaku Cinta dan Almamaterku
(8)
v v
(9)
vi vi
(10)
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, sebab tanpa campur tangan kuasa-Nya naskah ini tak akan mampu diselesaikan dengan baik. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang selalu mengarahkan dan mendukung selama dalam penyusunan naskah ini.
2. Para siswi kelas XI di SMKN 1 Depok sebagai responden yang telah berperan dalam penelitian ini.
3. Pak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt. dan Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dalam proses penyelesaian naskah ini.
4. Ibu Rinawati dan seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam memberikan izin penelitian di SMKN 1 Depok.
5. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan dan segenap karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu terlaksananya penelitian ini dan diselesaikannya naskah skripsi ini.
6. Segenap pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian karya ini.
Akhir kata, penulis berharap karya ini dapat memberikan manfaat bagi penelitian lain maupun dalam upaya meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang DM.
Yogyakarta, Juni 2015
(11)
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vi
PRAKATA...vii
DAFTAR ISI...viii
DAFTAR TABEL...xii
DAFTAR GAMBAR...xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
INTISARI...xvii
ABSTRACT...xviii
BAB I PENGANTAR...1
A.Latar Belakang...1
1. Permasalahan...3
2. Keaslian Penelitian...3
3. Manfaat...5
B.Tujuan Penelitian...6
(12)
ix
2. Tujuan khusus...6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA...7
A.Diabetes Melitus...7
1. Pengertian...7
2. Klasifikasi...7
3. Terapi non-farmakologi dan pencegahan...8
B.DM Tipe 2...8
1. Pengertian...8
2. Pencegahan...10
3. Terapi...12
C.Pengetahuan...13
1. Pengertian...13
2. Cara pengukuran dan tahap pengetahuan...13
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi...14
D.Sikap...16
1. Pengertian...16
2. Pengukuran sikap...16
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi...17
E. Tindakan...18
1. Pengertian...18
2. Pengukuran tindakan...19
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi...19
(13)
x
1. Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA)...21
2. Metode ceramah...22
G.Uji Validitas...23
H.Uji Reliabilitas...23
I. Landasan Teori...24
J. Kerangka Konsep...24
K.Hipotesis...24
BAB III METODE PENELITIAN...25
A.Jenis dan Rancangan Penelitian...25
B.Variabel Penelitian...26
C.Definisi Operasional...26
D.Subjek Penelitian...27
E. Tempat Penelitian...27
F. Sampling...27
1. Teknik sampling...27
2. Besar sampel...28
G.Instrumen Penelitian...28
H.Waktu Penelitian...29
I. Tata Cara Penelitian...29
1. Penentuan Subjek Penelitian...29
2. Perizinan...30
3. Penelusuran Data Populasi...30
(14)
xi
5. Ethical Clearance...34
6. Pelaksanaan CBIA...35
7. Posttest setelah satu dan dua bulan CBIA...36
8. Manajemen data...36
J. Analisis Data...37
1. Uji Normalitas Data...37
2. Uji Hipotesis...38
K.Kelemahan Penelitian...39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...40
A.Karakteristik Demografi Responden...40
B.Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden Tentang DM Sebelum CBIA...41
C.Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden Tentang DM Setelah CBIA...43
D.Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden Tentang DM Sebelum dan Setelah CBIA...48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...52
A.Kesimpulan...52
B.Saran...53
DAFTAR PUSTAKA...54
LAMPIRAN...59
(15)
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Rincian Pernyataan-Pernyataan Kuesioner Pretest pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Setelah Seleksi Aitem...33 Tabel II. Nilai α pada Kuesioner Pretest Sebelum dan Setelah Seleksi Aitem....33
Tabel III. Rincian Pernyataan-Pernyataan Kuesioner Posttest pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Setelah Seleksi Aitem ...34 Tabel IV. Nilai α pada Kuesioner Posttest Sebelum dan Setelah Seleksi Aitem..34
(16)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Usia...40 Gambar 2. Distribusi Jumlah Responden dengan Kategori Baik, Sedang,
Buruk pada Pre-CBIA...42 Gambar 3. Perbandingan Jumlah Responden dengan Kategori Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Baik antara Pre-CBIA, Post 1-CBIA, Post 2-CBIA dan Post 3-2-CBIA...48 Gambar 4. Peningkatan Jumlah Responden pada Aspek Pengetahuan dengan Kategori Baik...49 Gambar 5. Peningkatan Jumlah Responden pada Aspek Sikap dengan Kategori Baik...50 Gambar 6. Peningkatan Jumlah Responden pada Aspek Tindakan dengan Kategori Baik...51
(17)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat izin penelitian...60
Lampiran 2. Uji Validitas Konten pertama aspek pengetahuan...61
Lampiran 3. Uji Validitas Konten kedua aspek pengetahuan...62
Lampiran 4. Uji Validitas Konten pertama aspek sikap...63
Lampiran 5. Uji Validitas Konten kedua aspek sikap...64
Lampiran 6. Kuesioner uji pemahaman bahasa pretest aspek pengetahuan...65
Lampiran 7. Kuesioner uji pemahaman bahasa posttest aspek pengetahuan...66
Lampiran 8. Kuesioner uji pemahaman bahasa pretest aspek sikap...67
Lampiran 9. Kuesioner uji pemahaman bahasa posttest aspek sikap...68
Lampiran 10. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek tindakan...69
Lampiran 11. Hasil uji pemahaman bahasa kuesioner penelitian...72
Lampiran 12. Perbandingan kalimat-kalimat aitem sebelum dan setelah perbaikan pada uji pemahaman bahasa...73
Lampiran 13. Hasil uji korelasi Point Biserial kuesioner pretest aspek pengetahuan...74
Lampiran 14. Hasil uji korelasi Point Biserial kuesioner posttest aspek pengetahuan...75
Lampiran 15. Hasil uji reliabilitas kuesioner pretest dan posttest aspek pengetahuan...76
Lampiran 16. Hasil uji korelasi Pearson’s product-momentkuesioner pretest aspek sikap sebelum seleksi aitem...77
(18)
xv
Lampiran 17. Hasil uji korelasi Pearson’s product-momentkuesioner pretest
aspek sikap setelah seleksi aitem...78
Lampiran 18. Hasil uji korelasi Pearson’s product-momentkuesioner posttest aspek sikap sebelum seleksi aitem...79
Lampiran 19. Hasil uji korelasi Pearson’s product-momentkuesioner posttest aspek sikap setelah seleksi aitem...80
Lampiran 20. Hasil uji reliabilitas kuesioner pretest dan posttest aspek sikap sebelum dan setelah seleksi aitem...81
Lampiran 21. Kuesioner penelitian pretest aspek pengetahuan...82
Lampiran 22. Kuesioner penelitian posttest aspek pengetahuan...83
Lampiran 23. Kuesioner penelitian pretest aspek sikap...84
Lampiran 24. Kuesioner penelitian posttest aspek sikap...85
Lampiran 25. Kuesioner penelitian aspek tindakan...86
Lampiran 26. Data Pre Intervensi Aspek Pengetahuan...89
Lampiran 27. Data Pre Intervensi Aspek Sikap...90
Lampiran 28. Hasil Pretest Aspek Tindakan...91
Lampiran 29. Data Post Intervensi 1 Aspek Pengetahuan...92
Lampiran 30. Data Post Intervensi 1 Aspek Sikap...93
Lampiran 31. Data Post Intervensi 2 Aspek Pengetahuan...94
Lampiran 32. Data Post Intervensi 2 Aspek Sikap...95
Lampiran 33. Hasil Posttest 2 Aspek Tindakan...96
Lampiran 34. Data Post Intervensi 3 Aspek Pengetahuan...97
(19)
xvi
Lampiran 36. Hasil Posttest 3 Aspek Tindakan...99
Lampiran 37. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk aspek pengetahuan...100
Lampiran 38. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk aspek sikap...101
Lampiran 39. Hasil uji normalitas data aspek pengetahuan dan sikap...102
Lampiran 40. Hasil uji hipotesis aspek pengetahuan...103
Lampiran 41. Hasil uji hipotesis aspek sikap...104
(20)
xvii
INTISARI
International Diabetes Federation memperkirakan 382 juta orang di dunia mengidap Diabetes Melitus (DM) yang menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Prevalensi DM dapat meningkat karena rendahnya pemahaman masyarakat akan risiko DM sehingga perlu adanya edukasi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan siswi SMK di kecamatan Depok Kabupaten Sleman tentang DM melalui metode CBIA.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu dengan rancangan penelitian time series. Subjek penelitian adalah 30 siswi SMKN 1 Depok berusia 15-17 tahun. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Uji hipotesis data aspek pengetahuan dan sikap menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pre-post1, terjadi peningkatan jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik dari 33,33% menjadi 73,33% (p<0,05), kategori sikap baik dari 33,33% menjadi 60% (p<0,05), pada pre-post2 terjadi penurunan pada kategori pengetahuan baik dari 33,33% menjadi 23,33% (p>0,05), kategori sikap baik dari 33,33% menjadi 20% (p>0,05), peningkatan pada kategori tindakan baik dari 3,33% menjadi 10%, pada pre-post3 terjadi penurunan pada kategori pengetahuan baik dari 33,33% menjadi 23,33% (p>0,05), kategori sikap baik dari 33,33% menjadi 30% (p>0,05), peningkatan pada kategori tindakan baik dari 3,33% menjadi 6,67%. Dapat disimpulkan bahwa CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM.
(21)
xviii
ABSTRACT
International Diabetes Federation was approximating that 382 millions people in the world had Diabetes Melitus (DM), sixth place as the death cause. The prevalence of DM has increased because of the lack of knowledge towards DM risks, therefore, there should be an education. This research aims to improve the SMK girl students’ knowledge, attitude, and practice in Depok Subdistrict Sleman towards DM through CBIA.
The research was quasi experimental with time series research design. Subjects were 30 girls aged 15-17 years old in SMKN 1 Depok. The sample was taken with purposive sampling. Hypotheses test for knowledge and attitude aspect is Wilcoxon test.
The results show that on pre-post1, there’s an increase in number of participants with good knowledge category from 33,33% become 73,33% (p<0,05), good attitude from 33,33% become 60% (p<0,05). On pre-post2, there’s a decrease in good knowledge from 33,33% become 23,33% (p>0,05), good attitude from 33,33% become 20% (p>0,05), good practice is increased from 3,33% become 10%. On pre-post3, there’s a decrease in good knowledge from 33,33% become 23,33% (p>0,05), good attitude from 33,33% become 30% (p>0,05), good practice is increased from 3,33% become 6,67%. In conclusion, CBIA improves the participants’ knowledge, attitude, and practice towards DM.
(22)
BAB I PENGANTAR A.Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat penurunan sekresi insulin, resistensi insulin, atau keduanya. Pada tahun 2013, International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa 8,3% orang dewasa (382 juta orang) memiliki diabetes, dan diperkirakan jumlah orang dengan penyakit ini akan bertambah melampaui 592 juta (meningkat 55%) dalam waktu kurang dari 25 tahun. Indonesia sendiri menempati urutan ke-7 sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes (20-70 tahun) terbanyak di dunia setelah China, India, USA, Brazil, Rusia, dan Mexico (International Diabetes Federation, 2013).
Tahun 2010, WHO melaporkan bahwa DM menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4% meninggal sebelum usia 70 tahun. Diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 melaporkan bahwa prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,6%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%) (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Umumnya, hampir 80% prevalensi DM adalah DM tipe 2. Hal ini berarti gaya hidup yang tidak sehat seperti pola makan bergaya Barat, obesitas, dan jarang bergerak menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM tipe 2 (DiPiro, 2009 dan Kementerian KesehatanRI, 2013). Gaya hidup tidak sehat yang
(23)
semakin berkembang tersebut disebabkan oleh rendahnya pemahaman dan perhatian masyarakat akan kesehatan dan risiko penyakit DM tipe 2.
Target peneliti adalah remaja sehat karena dalam pengelolaan DM, selain para tenaga kesehatan dan pasien, peran keluarga sangatlah penting. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat sebagai keluarga penyandang DM diperlukan untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, dan terapi DM, sehingga dapat membantu meningkatkan kontribusi keluarga dalam usaha pengelolaan DM. Selain itu, edukasi diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan memperbaiki sikap serta tindakan dalam kebiasaan sehari-hari sebagai bentuk pencegahan dan perannya membantu penyandang DM dalam mengelola penyakitnya (PERKENI, 2011). Menurut WHO, remaja mencakup individu dengan usia 10-19 tahun. Menurut Depkes, ciri perkembangan remaja dibagi menjai 3 tahap yaitu masa remaja awal (10-12 tahun), masa remaja tengah (13-15 tahun) dan masa remaja akhir (16-19 tahun) (Sulistiyowati, 2010).
Target peneliti dibatasi hanya pada remaja perempuan karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Mihardja, 2009, prevalensi penderita DM di perkotaan Indonesia lebih banyak pada perempuan yakni sebesar 55,2% (Mihardja, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Jelantik dan Haryati, 2014 juga menyatakan bahwa penyakit DM lebih banyak dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki (Jelantik dan Haryati, 2014). Peneliti memilih SMKN 1 Depok sebagai tempat penelitian karena pada SMK tersebut tersedia responden dengan kriteria yang sesuai pertimbangan yang telah dibuat oleh peneliti.
(24)
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja puteri di kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta tentang Diabetes Melitus melalui metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA). Penelitian ini dilakukan dengan mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden yang diberi intervensi berupa CBIA dan pengambilan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui apakah terjadi peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap serta tindakan responden mengenai DM yang terjadi setelah dilakukan CBIA sebagai upaya dalam menurunkan prevalensi penyakit DM. 1. Permasalahan
a. Seperti apa karakteristik demografi responden berdasarkan usia?
b. Seperti apa tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM sebelum CBIA?
c. Seperti apa tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM setelah CBIA?
d. Apakah terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM setelah CBIA?
2. Keaslian Penelitian
Setelah ditelusuri, ada beberapa penelitian yang mirip dengan penelitian “Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Siswi SMK di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Tentang Diabetes Melitus Melalui Metode CBIA”, diantaranya:
(25)
a. Penelitian “Pendidikan Kesehatan tentang Diabetes Mellitus terhadap Perubahan Perilaku Penduduk Desa Bulan, Wonosari, Klaten” oleh Triastuti, 2010. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Triastuti terletak pada jumlah dan rentang usia subjek penelitian. Penelitian yang dilakukan Triastuti juga menggunakan subjek dengan kadar glukosa darah diatas normal. Parameter perubahan perilaku ialah penurunan kadar glukosa darah dan hasil kuesioner
post intervensi. Sementara penelitian ini melibatkan remaja puteri sehat dan
parameter tingkat pengetahuan serta perubahan sikap dan perilaku ialah hasil kuesioner pre-post intervensi.
b. Penelitian “Perbedaan Pengaruh Metode Edukasi Secara CBIA dan Ceramah Mengenai Kanker Serviks dan Papsmear Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Perubahan Sikap dan Tindakan Ibu-Ibu di Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping Ditinjau dari Faktor Usia” oleh Firstya, 2010. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Firstya terletak pada tujuan penelitian yakni mengetahui perbedaan pengaruh edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan papsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan ibu-ibu. Sementara dalam penelitian ini tidak dilakukan perbandingan pemberian edukasi, dan edukasi yang diberikan adalah tentang DM.
c. Penelitian “Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Antibiotika di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta Tahun 2011” oleh Kusuma, 2012. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Kusuma ialah penelitian Kusuma dilakukan untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan terhadap pengetahuan masyarakat tentang antibiotika. Sedangkan
(26)
penelitian ini tidak menghubungkan tingkat pendidikan dengan pengetahuan masyarakat, dan pengetahuan yang ingin ditingkatkan dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang DM.
Selain tujuan penelitian dan subjek penelitian, perbedaan juga terletak dalam hal waktu penelitian dan lokasi penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang DM melalui metode CBIA.
3. Manfaat
a. Manfaat teoretis. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya terutama dalam upaya meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang DM dan diharapkan dapat berkontribusi memberikan wawasan terutama tentang intervensi CBIA terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang DM. b. Manfaat praktis.
1) Bagi masyarakat
Meningkatkan pengetahuan dan memperbaiki sikap serta tindakan masyarakat Yogyakarta mengenai DM sehingga pola hidup tidak sehat dan prevalensi penyakit DM menurun.
2) Bagi peneliti
a) Peneliti dapat meningkatkan perannya di bidang kesehatan masyarakat sebagai public educator.
(27)
b) Hasil penelitian dapat menjadi dasar pengembangan penelitian lain atau materi edukasi yang berhubungan dengan metode edukasi CBIA maupun DM.
3) Bagi pemerintah
a) Membantu meningkatkan program kesehatan masyarakat.
b) Menjadi dasar evaluasi pelayanan kesehatan terutama tentang DM. B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang DM melalui metode CBIA.
2. Tujuan khusus
Untuk dapat mencapai tujuan umum, ada beberapa tujuan khusus yang harus dicapai, yakni sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden berdasarkan usia. b. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM
sebelum CBIA.
c. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM setelah CBIA.
d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM sebelum dan setelah CBIA.
(28)
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang dihasilkan dari penurunan sekresi insulin dan/atau resistensi aksi insulin, dimana hiperglikemia kronis dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah. Dalam proses DM terjadi ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang didasari oleh aksi insulin yang tidak sempurna pada jaringan target. Aksi insulin yang tidak sempurna dihasilkan dari sekresi insulin yang tidak mencukupi dan/atau berkurangnya respon jaringan terhadap insulin (Holt, 2004 dan American Diabetes Association, 2008).
2. Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2008 berdasarkan etiologinya :
a. DM tipe 1 (kerusakan sel-sel β, biasanya menyebabkan defisiensi insulin absolut) adalah penyakit autoimun yang berkembang saat masa anak-anak atau awal usia dewasa (faktor keturunan), biasanya < 20 tahun, yang diakibatkan oleh penurunan sekresi insulin oleh sel-sel β pankreas. Prevalensinya dari kejadian diabetes hanya sekitar 5-10%. Terapi yang diberikan biasanya insulin. DM tipe 1 juga disebut DM tergantung insulin.
(29)
b. DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi resistensi insulin (turunnya sensitivitas jaringan target terhadap insulin) dan defisiensi insulin relatif. Biasanya terjadi pada pasien dengan usia > 30 tahun. Prevalensinya dari kejadian diabetes adalah 90-95%. Kebanyakan pasien dengan bentuk diabetes ini mengalami obese. DM tipe 2 juga disebut DM tak tergantung insulin.
c. Gestational diabetes mellitus (GDM)
d. Tipe spesifik lainnya, seperti kerusakan genetik fungsi sel- β, kerusakan genetik aksi insulin, penyakit pada pankreas eksokrin, endokrinopati, diinduksi obat atau zat kimia, infeksi, bentuk tak lazim dari diabetes yang dimediasi imun, sindrom-sindrom genetik.
(American Diabetes Association, 2008 ; DiPiro, 2009 dan Ozougwu, 2013). 3. Terapi non-farmakologi dan pencegahan
Untuk individu dengan DM tipe 1, berfokus pada pengaturan pemberian insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Di sisi lain, pasien dengan DM tipe 2 membutuhkan pembatasan kalori untuk meningkatkan penurunan berat badan. DM tipe 2 dapat dicegah, atau setidaknya ditunda onsetnya dengan mengatur gaya hidup seperti mengatur pola makan dan olahraga (DiPiro, 2009 dan Ozougwu, 2013).
B.DM Tipe 2 1. Pengertian
DM tipe 2 bukanlah penyakit tunggal melainkan kumpulan berbagai sindrom hiperglikemia yang secara genotip dan fenotip berbeda. Sebanyak 90%
(30)
kasus DM tipe 2 memiliki beragam patogenesis karena interaksi yang kompleks antara kebiasaan-kebiasaan gaya hidup tidak sehat seperti kelebihan nutrisi, kurangnya aktivitas fisik, terlalu banyak mengkonsumsi alkohol, dan lain-lain. 10% kasus DM tipe 2 disebabkan oleh bentuk-bentuk monogenik dari maturity
onset diabetes of the young (MODY); diabetes mitokondrial; bentuk-bentuk
sindrom langka; dan Latent Autoimmune Diabetes in the Adult or the elderly (LADA) (Rios, 2010).
Dua kerusakan fisiopatologis yang mendasari DM tipe 2 adalah fungsi sel-β tidak sempurna dan resistensi insulin. Studi mengindikasikan bahwa kegagalan sel-β primer menyebabkan rendahnya sekresi insulin yang tidak tepat ke stimulus glukosa dan resistensi insulin terdapat pada sejumlah besar pasien DM tipe 2. Oleh karena itu, secara patofisiologis DM tipe 2 dapat bergeser dari sebagian besar resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif ke sebagian besar kerusakan sekretori insulin dengan resistensi insulin (Rios, 2010).
DM tipe 2 mengakibatkan silent hyperglycemia berdurasi lama (saat puasa, setelah makan siang), biasanya terungkap secara klinis dari gejala dan tanda makrovaskular spesifik (gagal jantung iskemik, stroke, peripheral arterial
disease, ulser kaki, polyneuropathies) dan/atau komplikasi mikrovaskuler seperti
gagal ginjal (stage apapun, dari mikroalbuminuria sampai gagal ginjal stage akhir), retinopati (makular stage apapun, edema), hipertensi arterial dan segala konsekuensinya, dislipidemia, dan obesitas (Rios, 2010).
(31)
2. Pencegahan
Usaha untuk mencegah DM tipe 2 dapat dilakukan dengan mendorong modifikasi gaya hidup yang terfokus pada pengelolaan berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik. Selain itu, bagi individu yang berisiko tinggi mengidap DM tipe 2, beberapa pemeriksaan yang dilakukan secara teratur juga berguna untuk identifikasi dini DM tipe 2 sehingga onsetnya dapat ditunda (ADA,2000 dan Harkins, 2008).
a. Mencapai dan menjaga berat badan ideal
Semua orang harus menjaga atau mencapai berat ideal (BMI 18,5-24,9) untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan risiko penyakit yang berkaitan dengan overweight dan obesitas, seperti DM tipe 2. Akan lebih mudah menjaga berat ideal dengan mengimbangi kalori yang masuk dari makanan dan minuman dan kalori yang keluar dari aktivitas fisik. Strategi yang dapat diikuti adalah sebagai berikut :
1) Makanan pokok adalah yang mengandung zat tepung seperti kentang, nasi, roti, pasta dan wholegrain.
2) Makanlah makanan berserat tinggi seperti gandum, buncis, kacang polong, biji-bijian, buah, sayuran.
3) Makanlah minimal lima porsi bermacam-macam buah dan sayuran tiap hari.
4) Melakukan diet rendah lemak.
5) Mengkonsumsi seminimal mungkin gorengan, minuman dan makanan yang tinggi gula tambahan seperti kue, kue kering dan minuman
(32)
berpemanis, dan makanan lain yang tinggi lemak dan gula seperti makanan cepat saji.
6) Perhatikan porsi makanan dan camilan, dan seberapa sering dimakan selama satu hari.
7) Makan sarapan.
8) Lakukan aktivitas menyenangkan, seperti berjalan, bersepeda, berenang, aerobik dan berkebun, buatlah aktivitas rutin harian seperti lebih memilih tangga dibanding lift.
9) Meminimalisir aktivitas duduk terus-menerus menonton tv, di depan komputer atau bermain video games.
(NICE, 2011). b. Aktivitas fisik
1) Untuk menjaga kesehatan : minimal 30 menit aktivitas fisik intensitas sedang, 5 hari atau lebih per minggu.
2) Untuk menurunkan berat badan : melakukan 45-60 menit aktivitas intensitas sedang per hari.
3) Individu obese perlu melakukan 60-90 menit aktivitas per hari.
(NICE, 2011). c. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan dengan tes toleransi glukosa setiap 1-2 tahun sekali.
2) Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap tahun sekali. 3) Pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun sekali.
(33)
4) Pemeriksaan serum kreatinin dan rasio albumin/kreatinin urin dilakukan setiap tahun sekali.
(Harkins, 2008). 3. Terapi
a. Terapi non farmakologi dan modifikasi gaya hidup
1) Diet dilakukan dengan memilih makanan dengan nutrisi yang terbaik dan seimbang dari kalori yang dikonsumsi. Makanan yang masuk harus seimbang dengan aktivitas fisiknya.
2) Aktivitas fisik secara intens sedikitnya dilakukan setiap hari selama 30 menit.
3) Mengelola berat badan hingga mencapai BMI normal atau yang dianjurkan yang dapat dilakukan dengan diet sehat atau meningkatkan aktivitas fisik, atau keduanya sehingga lebih efektif.
4) Perawatan kaki setiap hari untuk mencegah ulser kaki.
5) Memonitor dan mengontrol gula darah, terlebih ketika sedang terserang penyakit-penyakit akut (GroupHealth, 2013).
b. Terapi farmakologi
Beberapa terapi yang biasa diberikan memiliki dosis dan mekanisme aksi yang berbeda-beda, sehingga diberikan dengan mempertimbangkan tingkat keparahan dan patofisiologi DM penyandangnya. Contoh terapi yang sering diberikan adalah Biguanida (Metformin), Sulfonilurea (Glimepirid, Glipizide), insulin Glargine (Lantus), insulin Lispro (Humalog), insulin NPH (GroupHealth, 2013).
(34)
C.Pengetahuan 1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, pembau, peraba dan perasa. Namun, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Effendi, 2009).
2. Cara pengukuran dan tahap pengetahuan
Ketika seseorang mampu menjawab tentang materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, dapat dikatakan orang tersebut mengetahui bidang tersebut dan jawaban yang diberikannya itu disebut pengetahuan. Pengukuran bobot pengetahuan ditetapkan sebagai berikut.
a. Bobot I : tahap tahu dan pemahaman
b. Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, dan analisis.
c. Bobot III : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket yang menanyakan mengenai materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Dalam mengukur pengetahuan, rumusan kalimat pertanyaan harus diperhatikan sesuai tahapan pengetahuan yaitu tahap tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pengukuran pengetahuan dibagi ke dalam 3 kategori menurut Arikunto, 2006, yakni pengetahuan baik dengan skor ≥ 75%, pengetahuan cukup dengan skor 56%-74%, dan pengetahuan kurang baik dengan
(35)
skor < 55% (Budiman dan Riyanto, 2013). Artinya, pada kuesioner aspek pengetahuan yang memiliki 15 pernyataan, pengetahuan dinyatakan baik dengan skor ≥ 12, pengetahuan cukup dengan skor 9-11, dan pengetahuan kurang baik dengan skor < 9.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha mengembangkan kepribadian dan kemampuan baik secara formal maupun nonformal yang berlangsung seumur hidup, serta usaha pendewasaan diri melalui proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah bagi orang tersebut untuk menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Makin banyak informasi yang diperoleh, makin banyak pula pengetahuan yang didapat (Budiman dan Riyanto, 2013).
b. Informasi/media massa
Informasi pada hakikatnya tidak dapat diuraikan, namun informasi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan pengamatan terhadap dunia sekitar, lalu diteruskan melalui komunikasi. Informasi mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program komputer, dan basis data. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berbagai informasi dapat diterima masyarakat melalui berbagai bentuk media massa
(36)
baik cetak (majalah, pamflet) maupun elektronik (tv, radio). Seseorang yang sering terpapar media massa akan lebih banyak memperoleh informasi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi dari media massa. Hal ini menunjukkan bahwa media massa dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang (Budiman dan Riyanto, 2013).
c. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi dilakukan orang tanpa penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk sehingga pengetahuan seseorang akan bertambah walaupun tidak melakukan. Sementara itu, status ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu, misalnya tersedianya komputer dan akses internet untuk dapat menemukan informasi, sehingga status sosial ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang (Budiman dan Riyanto, 2013).
d. Usia
Seiring bertambahnya usia, daya tangkap dan pola pikir semakin berkembang sehingga pengetahuan yang diperoleh juga semakin membaik. Pengetahuan akan mudah didapat oleh individu pada usia madya yang berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial. Semakin tua, seseorang akan semakin bijaksana, maka semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang telah dikerjakan sehingga pengetahuannya bertambah. Namun pada usia tua, seseorang akan mengalami kemunduran baik fisik maupun mental, serta penurunan IQ,
(37)
khususnya dalam kemampuan kosa kata dan pengetahuan umum (Budiman dan Riyanto, 2013).
D. Sikap 1. Pengertian
Sikap merupakan respons atau reaksi seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek atau stimulus. Sikap belum merupakan tindakan, namun merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup dan merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Effendi, 2009). 2. Pengukuran sikap
Sikap pada dasarnya merupakan kecenderungan berperilaku pada seseorang. Dalam pengukuran sikap, kemampuan yang diukur adalah menerima (memperhatikan), merespons, menghargai, mengorganisasi, dan menghayati. Skala yang dapat digunakan dalam pengukuran ini diantaranya adalah skala sikap, sedangkan hasil pengukurannya berupa kategori sikap, yaitu mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan tersebut didukung atau ditolak dengan rentang nilai tertentu, sehingga pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu pernyataan positif dan negatif (Budiman dan Riyanto, 2013).
Salah satu skala sikap yang paling sering digunakan adalah skala Likert. Skala Likert merupakan skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu gejala atau fenomena tertentu. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif
(38)
maupun negatif, dinilai oleh responden dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Pemberian skor dalam skala Likert untuk pernyataan positif yaitu 5, 4, 3, 2, dan 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Sama seperti pengetahuan, pengukuran sikap juga dikategorikan menjadi 3 menurut Arikunto, 2006, yaitu baik dengan skor ≥ 75%, cukup dengan skor 56%-74%, dan kurang baik dengan skor < 55% (Budiman dan Riyanto, 2013). Artinya, pada kuesioner aspek sikap yang memiliki 14 pernyataan dengan masing-masing pernyataan memiliki 4 skala Likert, sikap dinyatakan baik dengan skor ≥ 42, cukup dengan skor 31-41, dan kurang baik dengan skor < 31.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Azwar, 2013.
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pendidikan atau suatu instansi, pernah melihat dari orang lain, ataupun pernah mengalami suatu kejadian. Apapun yang telah dan sedang dialami seseorang, berkontribusi membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap stimulus sosial, menghasilkan tanggapan yang menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Oleh karena itu, pengalaman sangat mempengaruhi seseorang dalam bersikap (Rusmanto, 2013).
(39)
Sikap anak dipengaruhi oleh bagaimana sikap orang-orang yang berada di dalam rumah dan bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang-orang di luar rumah. Orang tua juga sangat berperan dalam perkembangan nilai-nilai moral anak dan dalam membentuk pengetahuan anak yang selanjutnya akan membentuk sikap anak tersebut (Rusmanto, 2013). c. Lingkungan sekolah
Dalam pendidikan dasar, peran guru sangat besar dalam mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anak dalam membentuk kepribadiannya. Namun ketika anak memasuki sekolah lanjutan, peran guru menjadi terbatas oleh peran anak itu sendiri, karena pada tahap ini, anak telah memiliki sikap dan kepribadiannya masing-masing (Rusmanto, 2013).
d. Lingkungan kerja
Kondisi lingkungan kerja yang nyaman akan membentuk sikap positif pada pekerjanya. Sebaliknya, lingkungan kerja yang tidak nyaman akan membentuk sikap negatif pada pekerjanya. Oleh sebab itu, lingkungan kerja sangat berperan dalam pembentukan sikap seseorang (Rusmanto, 2013).
E. Tindakan 1. Pengertian
Tindakan ialah “apa yang dilakukan oleh responden terhadap hal yang terkait dengan kesehatan, misalnya pencegahan penyakit, cara peningkatan kesehatan, cara memperoleh pengobatan yang tepat, dsb.” Suatu tindakan tidak secara otomatis terwujud dari suatu sikap. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
(40)
memungkinkan seperti fasilitas dan support dari pihak lain. Pengukuran tindakan berarti mengukur praktek, tindakan, atau kegiatan yang dilakukan oleh responden tentang hal-hal yang terkait dengan pemeliharaan atau peningkatan kesehatannya, misal makan, minum, mandi, buang air, berolah raga, upaya-upaya mencegah penyakit, mencari pengobatan saat sakit, dsb. (Effendi, 2009 dan Notoadmojo, 2011).
2. Pengukuran tindakan
Pengukuran tindakan dapat dilakukan dengan metode:
a. Langsung, dengan pengamatan terhadap perilaku responden, menggunakan
check list.
b. Tidak langsung
1) Dengan metode “recall” atau mengingat kembali terhadap apa yang
dilakukan responden.
2) Melalui orang lain yang dekat dengan responden yang diteliti.
3) Melalui indikator (hasil perilaku) responden, perilaku personal hygiene diukur dari kebersihan kuku, rambut, kulit, dsb (Notoadmojo, 2011). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Ada dua faktor-faktor predisposisi utama yang mempengaruhi tindakan seseorang, yaitu:
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam proses terbentuknya tindakan seseorang. Saat seseorang mempunyai pengetahuan yang benar dan mengetahui manfaat suatu tindakan, maka hal ini akan
(41)
mempengaruhi dirinya untuk melakukan suatu tindakan tersebut. Pengetahuan yang semakin tinggi akan menghasilkan tindakan yang semakin baik, dan sebaliknya (Taukhit, 2014).
b. Sikap
Sikap merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan suatu tindakan. Sikap yang semakin tinggi akan menghasilkan tindakan yang juga semakin baik, dan sebaliknya (Taukhit, 2014).
F. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan
Peningkatan pengetahuan dan peningkatan sikap yang positif dapat dicapai dengan cara pemberian informasi baik secara lisan maupun tulisan. Pemberian informasi secara lisan dilakukan secara langsung antara dua orang atau lebih dalam suatu pertemuan atau percakapan, contoh: dialog, ceramah, seminar, diskusi, dan CBIA yang dapat berkembang menjadi CBIA-DM. Pemberian informasi secara tulisan tidak dilakukan secara langsung dan tidak terjadi interaksi, pertemuan, ataupun percakapan antara dua orang atau lebih, namun biasanya ditulis dan disebarluaskan kepada seluruh masyarakat, contoh: koran, majalah, brosur, pamflet, leaflet dan poster, buku bergambar atau bahan grafis lainnya yang dapat memberikan informasi yang lengkap (Anonim, 2013 dan Mayasari, 2012). Untuk memperbaiki tindakan yang berkaitan dengan kesehatan, maka selain diketahui dan disikapi, kesehatan juga harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari (Firstya, 2010).
Salah satu faktor penting untuk mencapai peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan adalah faktor metode. Metode pemberian informasi yang
(42)
digunakan untuk sasaran kelompok berbeda dengan metode untuk sasaran massa ataupun individual. Metode pemberian informasi kesehatan yang dapat digunakan untuk sasaran kelompok antara lain :
1. Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA)
CBIA merupakan metode edukasi yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para ibu untuk memilih obat non-resep atau obat bebas. CBIA menggunakan pendekatan berdasarkan masalah dan proses belajar mandiri. Metode CBIA dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil (6-8 orang) untuk diskusi interaktif. Satu kelompok dibantu oleh satu orang fasilitator. Fasilitator berperan sebagai pemicu jalannya diskusi dan tidak diperkenankan menjawab pertanyaan peserta diskusi, namun menunjukkan cara untuk mendapatkan jawaban dari suatu pertanyaan atau masalah. Ketika dinamika kelompok tidak berkembang, maka fasilitator dianjurkan untuk mengarahkan diskusi. Narasumber hanya berperan dalam menjelaskan hal-hal yang tidak dapat ditemukan penjelasannya dalam diskusi. Narasumber biasanya adalah seorang farmasis, apoteker, atau dokter. Sedangakan fasilitator sebaiknya mahasiswa fakultas farmasi atau fakultas kedokteran (Suryawati, 2003 dan Firstya 2010).
CBIA tidak hanya untuk para ibu, namun bapak-bapak dan pemuda/i juga dapat berpartisipasi sehingga CBIA berkembang menjadi Cara Belajar Insan Aktif. Titik pertemuan komunitas dapat dilakukan di rumah, tempat ibadah, balai desa, dan komunitas lainnya (Suryawati, 2003). CBIA kemudian diadopsi menjadi Cara Belajar Insan Aktif-Diabetes Melitus (CBIA-DM), yaitu suatu metode pembelajaran mandiri yang aktif, yang ditujukan untuk meningkatkan
(43)
pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai Diabetes Melitus. Metode CBIA ini tidak hanya ditujukan bagi pasien DM, tetapi juga anggota keluarga dan perawat pasien yang diharapkan dapat memotivasi pasien, teman, dan kerabat mereka untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman (Hartayu, 2012).
Sebagai materi edukasi, digunakan 7 paket booklet CBIA-DM (Petunjuk Kegiatan, Berbagai Isu Tentang DM, Apa yang Perlu Diketahui Tentang DM, Apa yang Perlu Diketahui Tentang Hidup Sehat, Gerakan Olahraga, Perawatan Kaki, dan Program Diet) yang berisi informasi tentang pengelolaan diabetes dan gaya hidup sehat bagi penyandang diabetes. Paket CBIA-DM telah diuji bahasanya dengan melibatkan masyarakat awam untuk memastikan bahasa yang digunakan dalam booklet-booklet tersebut dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah pemahaman. Paket CBIA-DM juga direview oleh internis, ahli gizi dan kepala kelompok penyandang diabetes (Hartayu, 2012).
2. Metode ceramah
Ceramah merupakan suatu metode pengajaran lisan untuk menjelaskan dan menerangkan suatu pengertian, ide, atau pesan kepada sekelompok sasaran yang biasanya mengikuti secara pasif. Metode ini selain cocok digunakan untuk kelompok besar yang pesertanya lebih dari 15 orang, juga baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Untuk dapat mencapai tujuan, penceramah dianjurkan mempersiapkan diri dengan mempelajari materi menurut sistematika yang baik dan mempersiapkan alat bantu ceramah. Meskipun metode ceramah paling umum dalam berbagi pengetahuan dan fakta-fakta kesehatan, namun
(44)
metode ini memiliki kelemahan, yakni peserta tidak berperan secara aktif karena komunikasi berlangsung satu arah. Metode ini akan lebih efektif ketika dirangkaikan dengan kegiatan tanya jawab antara peserta ceramah dengan pemberi ceramah sehingga terjadi komunikasi dua arah (Firstya, 2010).
G. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat validitas atau kesahihan suatu instrumen, dimana instrumen yang valid atau sahih memiliki validitas yang tinggi dan sebaliknya. Uji validitas dilakukan untuk menguji validitas setiap pertanyaan angket dengan teknik korelasi Product Moment. Skor setiap pertanyaan yang diuji validitasnya dikorelasikan dengan skor total seluruh pertanyaan. Nilai korelasi tiap pertanyaan dilihat dari r tabel dan r hitung. Apabila r hitung lebih besar dari r tabel maka dikatakan valid dan apabila r hitung lebih kecil dari r tabel maka dikatakan tidak valid dengan tingkat kemaknaan 5% (Budiman dan Riyanto, 2013).
H. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, yang berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tersebut tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pertanyaan yang sudah dinyatakan valid diuji reliabilitasnya dengan membandingkan r tabel dengan r hitung. Jika r hitung berupa alfa, maka suatu alat ukur dinyatakan reliabel bila r alfa lebih besar dari konstanta (0,6). Uji reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach (Budiman dan Riyanto, 2013).
(45)
I. Landasan Teori
DM merupakan salah satu penyakit penyumbang angka kematian terbesar baik di dunia maupun di Indonesia. Jumlah penyandang DM semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai upaya mengurangi angka kejadian DM, pengetahuan masyarakat tentang DM perlu ditingkatkan. Selain itu, sikap dan tindakan masyarakat yang kurang baik pun perlu diubah.
Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan serta mengubah sikap dan tindakan ialah melalui edukasi CBIA tentang DM. Edukasi ini tidak hanya dapat diberikan kepada para penyandang DM, namun juga dapat diberikan kepada masyarakat awam sebagai keluarga penyandang DM ataupun sebagai langkah pencegahan dini. Adanya edukasi tentang DM diharapkan dapat membantu meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat dalam memperbaiki gaya hidup sebagai bentuk pencegahan dan meningkatkan peran masyarakat dalam membantu penyandang DM mengelola penyakitnya dengan tepat.
J. Kerangka Konsep
K.Hipotesis
Terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden mengenai DM setelah CBIA.
Edukasi melalui CBIA tentang DM
Pengetahuan, sikap dan tindakan siswi
SMKN 1 Depok
Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan siswi
(46)
BAB III
METODE PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu (quasi experimental) dengan rancangan penelitian time series. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental semu karena pada penelitian ini, peneliti memberi perlakuan tetapi tidak mengubah fisik responden serta melakukan pengambilan sampel secara non-randomisasi. Rancangan penelitian time series digunakan karena pengambilan data dilakukan berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu, dalam penelitian ini selama 3 bulan yaitu satu kali sebelum CBIA, satu kali sesaat setelah CBIA, satu kali satu bulan setelah CBIA, dan satu kali dua bulan setelah CBIA. Pengambilan data posttest yang dilakukan sesaat, satu bulan, dan dua bulan setelah CBIA mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hartayu, 2012, namun, pada penelitian tersebut, pengambilan posttest dilakukan sesaat, satu bulan, tiga bulan, dan enam bulan setelah CBIA. Perbedaan ini disebabkan oleh terbatasnya waktu penelitian yang dimiliki peneliti.
Dalam rancangan ini, tidak ada kelompok pembanding (kontrol), namun dilakukan penelitian pertama (pretest) sebelum CBIA sehingga memungkinkan peneliti untuk mengukur peningkatan pengetahuan, dan perubahan sikap serta tindakan setelah CBIA. Pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang DM menggunakan instrumen berupa kuesioner yang dilakukan satu kali sebelum CBIA, sesaat setelah CBIA, satu bulan setelah CBIA,
(47)
dan dua bulan setelah CBIA. Pengisian kuesioner-kuesioner yang dilakukan baik sebelum maupun setelah CBIA tersebut dikumpulkan untuk menjadi data.
B.Variabel Penelitian Variabel bebas: intervensi CBIA tentang DM.
Variabel tergantung: pengetahuan, sikap, tindakan responden tentang DM.
Variabel pengacau terkendali: informasi dari pendidikan formal dan non formal seperti penyuluhan, sekolah, kursus.
Variabel pengacau tak terkendali: informasi lain dari koran, TV, majalah dan media komunikasi lainnya.
C. Definisi Operasional
1. Diabets Melitus dalam penelitian ini adalah Diabetes Melitus tipe 2.
2. Pengetahuan dalam penelitian ini dikategorikan dengan baik jika skor ≥ 12, sedang jika skor 9-11 dan buruk jika skor < 9.
3. Sikap dalam penelitian ini dikategorikan dengan baik jika skor ≥ 42, sedang jika skor 31-41 dan buruk jika skor < 31.
4. Tindakan dalam penelitian ini adalah tindakan responden terkait dengan pengelolaan DM yang dikategorikan dengan baik jika melakukan tindakan sesuai literatur, sedang jika melakukan tindakan namun tidak sesuai literatur, dan buruk jika tidak melakukan tindakan sama sekali. Masing-masing kategori dijumlahkan sehingga kategori dengan jumlah terbanyak mewakili tindakan responden tersebut.
(48)
5. Pre-CBIA dalam penelitian ini adalah sebelum CBIA, post 1 adalah sesaat
setelah CBIA, post 2 adalah satu bulan setelah CBIA, post 3 adalah dua bulan setelah CBIA.
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 30 siswi kelas XI SMKN 1 Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Kriteria inklusi : remaja puteri dengan rentang usia 15-17 tahun yang mengikuti edukasi CBIA-DM dan bersedia mengisi dan mengembalikan kuesioner pre-intervensi dan ketiga kuesioner post-pre-intervensi serta telah menyetujui informed consent.
Kriteria eksklusi : responden yang tidak mengisi seluruh rangkaian kuesioner. E. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMKN 1 Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta baik dalam pengisian kuesioner pre-CBIA dan post-CBIA, maupun dalam kegiatan edukasi CBIA.
F. Sampling 1. Teknik sampling
Subjek penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling karena pengambilan sampel mengacu pada pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti berdasarkan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya dan dianggap tepat (Widi, 2010). Oleh karena itu, penelitian dilakukan di salah satu SMK di Kecamatan Depok yang sebagian besar siswanya adalah remaja puteri.
(49)
2. Besar sampel
Menurut pendapat Gay, ukuran sampel minimum yang dapat diterima pada metode penelitian eksperimental adalah 15 subyek per kelompok (Iin, 2015). Sumber lain mengatakan jika teknik analisis yang digunakan adalah untuk membandingkan antar kelompok seperti t-test, maka jumlah sampel untuk setiap kelompok adalah 30 kasus (Firstya, 2010). Oleh karena itu, dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 30 responden.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang telah tervalidasi dan telah dilakukan uji reliabilitas. Kuesioner untuk pengukuran tingkat pengetahuan, baik pretest maupun posttest, terdiri dari 15 pernyataan dengan pilihan jawaban ya dan tidak. pengukuran data kuantitatif kuesioner pengetahuan menggunakan skala pengukuran biserial, maka diberikan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah.
Kuesioner untuk pengukuran sikap, baik pretest maupun posttest terdiri dari 14 pernyataan. Pengukuran data kuantitatif kuesioner sikap menggunakan skala pengukuran Likert. Responden diminta melakukan agreement dan
disagreement untuk masing-masing aitem dalam kuesioner dengan skala yang
terdiri dari 4 point (Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS)). Semua pernyataan positif (favorable) kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu diberi skor 4 untuk “sangat setuju”, 3 untuk “setuju”, 2 untuk “tidak setuju”, dan 1 untuk “sangat tidak setuju”, sementara untuk
(50)
pernyataan negatif (unfavorable), diberi skor 4 untuk “sangat tidak setuju”, 3 untuk “tidak setuju”, 2 untuk “setuju” , dan 1 untuk “sangat setuju”.
Kisaran skor untuk kuesioner pengetahuan adalah 0-15. Karena penelitian ini menerapkan kategori tingkat pengetahuan dan sikap menurut Arikunto, 2006, maka untuk kuesioner pengetahuan setiap skor dikategorikan pada skala tinggi jika skornya ≥ 12, sedang jika skornya 9-11, dan kurang jika skornya < 9. Kisaran skor untuk kuesioner sikap adalah 14-56. Setiap skor dikategorikan pada skala baik jika skornya ≥ 42, sedang jika skornya 31-41, dan rendah jika skornya < 31. Kuesioner aspek tindakan terdiri dari 14 pertanyaan. Namun karena pada penelitian ini responden merupakan masyarakan sehat (bukan penyandang DM) dan ditujukan sebagai upaya pencegahan, maka 6 pertanyaan dengan pokok bahasan pengobatan tidak diperhitungkan. Sehingga kuesioner aspek tindakan terdiri dari 8 pertanyaan. Setiap jawaban dibagi menjadi tiga kategori, baik jika melakukan tindakan sesuai literatur, sedang jika melakukan tindakan namun tidak sesuai literatur, dan buruk jika tidak melakukan tindakan sama sekali. Setelah itu, masing-masing kategori dijumlahkan sehingga kategori dengan jumlah terbesar mewakili tindakan responden, apakah responden memiliki tingkat tindakan baik, sedang, ataupun buruk.
H.Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai bulan Januari 2015.
I. Tata Cara Penelitian 1. Penentuan subjek penelitian
(51)
Subjek penelitian dipilih berdasarkan usia remaja puteri di kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.
2. Perizinan
Tahap perizinan dimulai dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian dan pengambilan data dari Universitas Sanata Dharma serta proposal penelitian ke BAPPEDA Sleman. Surat tembusan BAPPEDA dan surat pengantar Universitas kemudian diajukan ke SMKN 1 Depok.
3. Penelusuran data populasi
Penelusuran data populasi dilakukan melalui data siswa-siswi SMKN 1 Depok yang diperoleh dari kantor tata usaha SMKN 1 Depok.
4. Penyusunan kuesioner a. Uji Validitas
Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji validitas instrumen karena menggunakan instrumen kuesioner yang telah tervalidasi, yaitu kuesioner yang telah digunakan oleh Hartayu, 2007 pada penelitian yang berjudul “Improving of Type 2 Diabetic Patients’ Knowledge, Attitude and Practice Towards Diabetes Self-care by Implementing Community-Based Interactive Approach-Diabetes Mellitus Strategy”. Namun, peneliti melakukan uji validitas konten karena dilakukan beberapa perbaikan konten kuesioner.
Validitas konten pada penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki bahasa dan kalimat pada aitem-aitem kuesioner dengan menyesuaikan bahasa yang mudah dipahami oleh responden penelitian yang memiliki
(52)
karakteristik demografi berbeda dari responden penelitian sebelumnya, dasarnya adalah suatu penilaian dari pihak yang ahli di bidangnya (professional judgement) (Azwar, 2011 dan Profetto-McGrath dkk., 2010). Prosedur pengujian validitas konten dalam penelitan ini melibatkan satu orang ahli, yaitu seorang apoteker yang ahli dalam bidang Diabetes Melitus. Setelah melalui penilaian, ahli merekomendasikan beberapa perbaikan kata dan kalimat, serta penegasan dan penyederhanaan beberapa pernyataan. Uji validitas konten pada penelitian ini dijabarkan dalam lampiran 2-5.
b. Uji Pemahaman Bahasa
Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman orang awam terhadap bahasa yang digunakan dalam kuesioner. Uji ini dilakukan terhadap 30 orang awam yang merupakan siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta, yang mewakili karakteristik dan tidak memiliki pengaruh terhadap responden yang akan diuji dalam penelitian. Tiga puluh orang awam tersebut diminta untuk menggarisbawahi kata atau kalimat yang tidak mereka pahami.
Menurut Supratiknya, 2014, seluruh masukan yang diperoleh perlu ditindaklanjuti seperlunya sebelum melakukan uji selanjutnya. Oleh karena itu, pada penelitian ini, perbaikan aitem-aitem kuesioner dilakukan jika ada lebih dari 5 responden yang menggarisbawahi kata atau kalimat yang tidak mereka pahami dengan mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kinanti, 2014. Pada penelitian ini dilakukan 2 kali pengujian pemahaman bahasa pada responden yang sama hingga tidak ada lagi kata
(53)
atau kalimat yang digaris bawahi, yang artinya bahasa yang digunakan dalam kuesioner tersebut mampu dipahami dan dimengerti oleh orang awam yang mewakili karakteristik responden yang akan diuji dalam penelitian. Hasil uji pemahaman bahasa ini dijabarkan dalam lampiran 11-12.
c. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 siswi SMK YPKK 3 Sleman yang mewakili karakteristik dan tidak memiliki pengaruh terhadap responden yang akan diuji dalam penelitian. Uji reliabilitas tetap dilakukan karena ada beberapa kata dalam kalimat pernyataan kuesioner yang diganti berdasarkan hasil uji pemahaman bahasa, namun tidak mengubah esensi pernyataan-pernyataan tersebut. Pengujian reliabilitas dilakukan untuk melihat apakah instrumen penelitian handal dan dapat dipercaya. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai alpha (α), karena teknik uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cronbach alpha.
Cronbach alpha digunakan untuk menggambarkan konsistensi internal
suatu instrumen pengukuran. Nilai Cronbach alpha adalah antara 0 sampai 1. Jika nilai koefisien reliabilitas (α) > 0,60 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa instrumen yang diuji tersebut merupakan instrumen yang reliabel (Juliandi, 2014 dan Waldeck, 2013).
Nilai α kuesioner pretest aspek pengetahuan adalah 0,61, sedangkan pada aspek sikap adalah 0,55 (Tabel II). Untuk mencapai nilai α > 0,60, dilakukan seleksi aitem untuk untuk membuang komponen pernyataan dalam kuesioner yang tidak reliabel, maka pada kuesioner
(54)
pretest aspek sikap dilakukan seleksi satu aitem pada nomor 3 (Tabel I)
sehingga diperoleh nilai α 0,61 (Tabel II). Seleksi aitem juga dilakukan pada kuesioner aspek tindakan dengan membuang 6 pertanyaan dengan pokok bahasan pengobatan dan perawatan kaki, yaitu nomor 8, 9, 10, 11, 12, dan 14, karena responden penelitian ini bukan penyandang DM (Tabel I).
Tabel I. Rincian Pernyataan-Pernyataan Kuesioner Pretest pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Setelah Seleksi Aitem Aspek Pokok Bahasan
Nomor Pernyataan
Sebelum seleksi aitem Setelah seleksi aitem Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
Penge-tahuan
a.Definisi 1 dan 8 11 1 dan 8 11
b.Faktor Risiko 3 - 3 -
c.Gaya Hidup - 5, 7 dan 15 - 5, 7 dan 15 d.Pengobatan 13 dan 14 2, 9 dan 12 13 dan 14 2, 9 dan 12
e.Gejala 4 - 4 -
f.Komplikasi 6 dan 10 - 6 dan 10 -
Jumlah aitem 8 7 8 7
Sikap a.Gaya Hidup 7 1, 2, 3 dan 9 7 1, 2 dan 9
b.Pengobatan 4 5 dan 6 4 5 dan 6
c.Pemeriksaan 10 dan 12 11 10 dan 12 11 d.Perawatan kaki 13 dan15 8 dan 14 13 dan15 8 dan 14
Jumlah aitem 6 9 6 8
Tindak -an
a.Gaya Hidup 4, 5, 6 dan 7 4, 5, 6 dan 7 b.Pengobatan 8, 9, 10, 11 dan 12 - c.Pemeriksaan 1, 2, 3, dan 13 1, 2, 3, dan 13
d.Perawatan kaki 14 -
Jumlah aitem 14 8
Tabel II. Nilai α pada Kuesioner Pretest Sebelum dan Setelah Seleksi Aitem
Nilai α kuesioner posttest baik aspek pengetahuan maupun sikap adalah 0,61 (Tabel IV). Namun, pada kuesioner posttest aspek sikap tetap dilakukan seleksi aitem karena mengikuti jumlah aitem pada pretest sikap agar dapat diukur secara statistik, maka aitem nomor 3 diseleksi (Tabel III)
Aspek Nilai α Sebelum seleksi aitem Nilai α Setelah seleksi aitem
Pengetahuan 0,61 0,61
(55)
dan diperoleh nilai α 0,63 (Tabel IV). Seleksi aitem juga dilakukan pada kuesioner aspek tindakan dengan membuang 6 pertanyaan dengan pokok bahasan pengobatan dan perawatan kaki, yaitu nomor 8, 9, 10, 11, 12, dan 14, karena responden penelitian ini bukan penyandang DM (Tabel III). Tabel III. Rincian Pernyataan-Pernyataan Kuesioner Posttest pada Aspek
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Setelah Seleksi Aitem Aspek Pokok Bahasan
Nomor Pernyataan
Sebelum seleksi aitem Setelah seleksi aitem Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
Penge-tahuan
a.Definisi 10 dan 13 3 10 dan 13 3
b.Faktor Risiko 2 - 2 -
c.Gaya Hidup - 1, 6 dan 14 - 1, 6 dan 14 d.Pengobatan 7 dan 12 8, 9 dan 11 7 dan 12 8, 9 dan 11
e.Gejala 4 - 4 -
f.Komplikasi 5 dan 15 - 5 dan 15 -
Jumlah aitem 8 7 8 7
Sikap a.Gaya Hidup 7 1, 2, 3 dan 9 7 1, 2, dan 9
b.Pengobatan 4 5 dan 6 4 5 dan 6
c.Pemeriksaan 10 dan 12 11 10 dan 12 11 d.Perawatan kaki 13 dan 15 8 dan 14 13 dan 15 8 dan 14
Jumlah aitem 6 9 6 8
Tindak -an
a.Gaya Hidup 4, 5, 6 dan 7 4, 5, 6 dan 7 b.Pengobatan 8, 9, 10, 11 dan 12 - c.Pemeriksaan 1, 2, 3, dan 13 1, 2, 3, dan 13
d.Perawatan kaki 14 -
Jumlah aitem 14 8
Tabel IV. Nilai α pada Kuesioner Posttest Sebelum dan Setelah Seleksi Aitem
5. Ethical Clearance
Ethical Clearance (kelayakan etik) adalah keterangan tertulis dari
Komisi Etik Penelitian untuk riset yang melibatkan makhluk hidup yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu, persetujuan Ethical Clearance sangat diperlukan Aspek Nilai α sebelum seleksi aitem Nilai α setelah seleksi aitem
Pengetahuan 0,61 0,61
(56)
suatu penelitian dalam publikasi jurnal ilmiah nasional atau internasional (Qur’aniati, 2015). Dalam penenelitian ini Ethical Clearance dilakukan melalui
tahap perizinan dan pengisian informed consent oleh subjek penelitian. 6. Pelaksanaan CBIA
CBIA dilakukan di SMKN 1 Depok. Sebelum melaksanakan CBIA, terlebih dahulu dilakukan pretest untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang diabetes melitus sebelum edukasi. Kemudian 30 responden dibagi dalam 5 kelompok kecil sehingga 1 kelompok terdiri dari 6 orang, lalu masing-masing kelompok diberikan 2 booklet yang berjudul “Apa yang Perlu Diketahui Tentang Diabetes Melitus” dan “Apa yang Perlu Diketahui Tentang Hidup Sehat Bagi Penyandang Diabetes Melitus”. Setiap kelompok didampingi oleh 1 fasilitator yang bertugas mendampingi dan mengarahkan jalannya diskusi kelompok. Fasilitator tidak diperkenankan menjawab pertanyaan apapun dari responden, melainkan hanya mengarahkan responden untuk menemukan jawaban dari booklet atau berdiskusi dengan responden lain. Jika tidak menemukan jawaban, ketua kelompok ditugaskan untuk mencatat setiap pertanyaan yang diajukan anggota kelompoknya. Diskusi kelompok ini berlangsung selama 45 menit.
Setelah berdiskusi, pertanyaan-pertanyaan yang telah terkumpul diajukan oleh masing-masing ketua kelompok kepada narasumber. Narasumber yang dalam penelitian ini adalah seorang apoteker menjawab dan menjelaskan setiap pertanyaan yang diajukan. Kegiatan tanya jawab ini berlangsung selama 20 menit. Selanjutnya, para responden diminta mengisi kuesioner sebagai posttest pertama
(57)
yang bertujuan untuk mengukur pengetahuan dan sikap responden sesaat setelah diberikan CBIA. Namun, untuk aspek tindakan tidak diberikan posttest pertama, karena setidaknya butuh beberapa hari untuk dapat mengubah suatu tindakan atau perilaku. Oleh karena itu, jika diberikan posttest pada hari yang sama dengan
pretest, maka tidak akan ada perbedaan dengan hasil pretest.
7. Posttest setelah satu dan dua bulan CBIA
Setelah satu bulan CBIA, dilakukan posttest kedua. Posttest tersebut menggunakan kuesioner yang sama dengan posttest pertama, demikian juga dengan posttest ketiga yang dilakukan dua bulan setelah CBIA. Pemberian
posttest tersebut dilakukan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan
masyarakat setelah 1-2 bulan diberikan edukasi melalui metode CBIA mengenai diabetes melitus.
8. Manajemen data
Beberapa kegiatan proses manajemen data dilakukan untuk menjamin keakuratan data, yang dimulai dari proses editing, yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan jawaban dari kuesioner hasil penelitian. Selanjutnya, dilakukan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi sampel untuk digunakan dalam manajemen data selanjutnya. Setelah itu, dilakukan processing data dengan cara menjumlahkan angka dari setiap aitem pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh responden, lalu memasukkan data dari kuesioner ke program komputer
microsoft excel. Manajemen data dilanjutkan dengan proses cleaning, yaitu data
yang sudah dimasukkan ke program komputer microsoft excel diperiksa kembali kebenarannya.
(58)
J. Analisis Data 1. Uji normalitas data
Uji normalitas data dilakukan secara analitis menggunakan uji
Shapiro-Wilk, karena jumlah sampel ≤ 50. Uji ini dilakukan dengan memasukkan data selisih jumlah nilai kuesioner antara pretest - posttest 1, pretest – posttest 2 dan
pretest – posttest 3. Dari hasil output uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai signifikansi. Apabila nilai signifikansi (p) > 0,05 artinya data berdistribusi normal (data parametrik), maka dilakukan uji hipotesis menggunakan uji parametrik yakni paired t-test. Bila nilai signifikansi (p) < 0,05 artinya distribusi data tidak normal, maka dilakukan uji alternatifnya yakni uji Wilcoxon yang merupakan uji non parametrik (Dahlan, 2011).
Pada penelitian ini, untuk aspek pengetahuan hanya data pada pretest yang berdistribusi normal (p = 0,18), sementara data pada posttest 1 (p = 0,00),
posttest 2 (p = 0,00), dan posttest 3 (p = 0,01) distribusi datanya tidak normal.
Oleh karena itu, uji hipotesis untuk aspek pengetahuan dilakukan menggunakan uji Wilcoxon dengan membandingkan data pretest dengan posttest 1, data pretest dengan posttest 2, dan data pretest dengan posttest 3.
Pada aspek sikap, hanya posttest 2 yang distribusi datanya tidak normal (p = 0,00), sementara pretest (p = 0,29), posttest 1 (p = 0,71), dan posttest 3 (p = 0,18) datanya berdistribusi normal. Oleh karena itu, uji hipotesis bagi aspek sikap seharusnya dilakukan menggunakan paired t-test untuk data pretest-posttest 1 dan
pretest-posttest 3, sementara untuk data pretest-posttest 2 dilakukan uji hipotesis
(59)
dengan posttest 1, pretest dengan posttest 2, dan pretest dengan posttest 3 aspek sikap, maka alat ukur yang digunakan harus sama sehingga semua uji hipotesis pada aspek sikap menggunakan uji Wilcoxon dengan mengasumsikan bahwa seluruh data pada aspek sikap berdistribusi tidak normal. Hasil uji normalitas
Shapiro-Wilk dijabarkan dalam lampiran 34-36.
2. Uji Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal tersebut yang biasanya dituntut untuk melakukan pengecekannya. Hipotesis dinyatakan dengan simbol H, agar tampak adanya pilihan, hipotesis perlu didampingi oleh pernyataan lain yang isinya berlawanan. Hipotesis yang peneliti tetapkan adalah hipotesis null (H0), sedangkan hipotesis lawannya disebut hipotesis alternatif (H1). Pada penggunaan praktis, taraf signifikan (p) telah ditentukan terlebih dahulu dengan nilai tertentu, dalam penelitian-penelitian kesehatan yang berorientasi pada penelitian-penelitian lapangan maka nilai taraf signifikan ditetapkan 0,05 (Riwidikdo, 2013). Jika hasil analisis menunjukkan nilai p < 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sebaliknya, jika nilai p > 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Uji Wilcoxon (uji beda dua kelompok dependen)
Wilcoxon atau uji tanda yang merupakan uji statistik non parametrik adalah alternatif dari uji t data berpasangan (t-paired), dimana dalam menggunakan uji ini, pada data harus dilakukan pengurutan selisih-selisih menurut peringkat (ranking) sebelum diproses. Uji Wilcoxon digunakan apabila sampel yang dianalisis adalah sampel acak berukuran n dari suatu populasi
(60)
dengan median M yang belum diketahui, variabelnya berbentuk kontinyu, populasi yang diambil sampelnya simetrik, skala pengukuran yang digunakan sekurang-kurangnya interval, dan pengamatan-pengamatan yang dilakukan saling independen (Riwidikdo, 2013 dan Santoso, 2009).
Dalam uji Wilcoxon ini, pada aspek pengetahuan, pengujian data
pre-post 1 menghasilkan nilai p < 0,05 (p = 0,00), pengujian data pre-pre-post 2
menghasilkan nilai p > 0,05 (p = 0,72), pengujian data pre-post 3 menghasilkan nilai p > 0,05 (p = 0,54). Pada aspek sikap, pengujian data pre-post 1 menghasilkan nilai p < 0,05 (p = 0,00), pada pengujian data pre-post 2 diperoleh nilai p > 0,05 (p = 0,21), pada pengujian data pre-post 3 diperoleh nilai p > 0,05 (p = 0,98). Hasil uji hipotesis dijabarkan dalam lampiran 37-39.
K.Kelemahan Penelitian
Subjek penelitian kurang merepresentasikan siswi SMK di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman karena penelitian hanya dilakukan di SMKN 1 Depok, sedangkan terdapat 9 SMK di Kecamatan Depok.
(61)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini memaparkan hasil penelitian yang dibahas sesuai urutan permasalahan dan tujuan penelitian, yaitu karakteristik demografi responden; tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM sebelum CBIA; tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM setelah CBIA; dan perbandingan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang DM sebelum dan setelah CBIA.
A. Karakteristik Demografi Responden
Usia responden dalam penelitian ini berkisar antara 15-17 tahun, yang seluruhnya duduk di kelas XI di SMKN 1 Depok Kabupaten Sleman. Responden dengan usia 16 tahun merupakan yang terbanyak berpartisipasi dalam penelitian ini dengan jumlah 25 orang dari 30 orang (83,33%), sementara yang paling sedikit adalah responden dengan usia 15 tahun yaitu hanya 1 orang dari 30 orang (3,33%). Sisanya, responden dengan usia 17 tahun berjumlah 4 orang dari 30 orang (13,33%) (Gambar 1).
Gambar 1. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Usia 83,33%
13,33% 3,33%
16 tahun
17 tahun
15 tahun
(62)
B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden Tentang DM Sebelum CBIA
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum CBIA, responden dengan kategori pengetahuan baik berjumlah 10 orang (33,33%), pengetahuan sedang berjumlah 18 orang (60%), dan pengetahuan buruk berjumlah 2 orang (6,67%) (Gambar 2). Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah responden dengan pengetahuan kategori sedang dan buruk (66,67%) jauh lebih banyak dibanding kategori baik (33,33%). Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya penyampaian informasi tentang DM, baik dari orang lain maupun dari berbagai media massa yang merupakan faktor-faktor penting yang dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Budiman dan Riyanto, 2013). Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan responden tentang DM dan diharapkan pengetahuan tersebut akan meningkat setelah intervensi melalui CBIA-DM karena menurut Hartayu, 2012, CBIA-DM merupakan metode efektif dalam meningkatkan pengetahuan pasien DM tipe 2.
Pada aspek sikap, responden dengan kategori baik berjumlah 10 orang (33,33%), kategori sedang berjumlah 20 orang (66,67%), dan tidak ada responden dengan kategori buruk (0%) (Gambar 2). Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah responden dengan sikap kategori sedang (66,67%) jauh lebih banyak dibanding kategori baik (33,33%). Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pengalaman responden terhadap DM, yang mengakibatkan penghayatan terhadap stimulus tentang DM pun kurang sehingga tidak menghasilkan tanggapan yang menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap terhadap DM (Rusmanto, 2013). Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan sikap responden tentang DM dan
(63)
diharapkan sikap responden akan meningkat setelah intervensi melalui CBIA-DM karena menurut Hartayu, 2012, CBIA-DM merupakan metode efektif dalam meningkatkan sikap pasien DM tipe 2.
Pada aspek tindakan, responden dengan kategori baik berjumlah 1 orang (3,33%), tidak ada responden dengan kategori sedang (0%), dan kategori buruk berjumlah 29 orang (96,67%) (Gambar 2). Hasil ini menunjukkan jumlah responden dengan tindakan kategori buruk jauh lebih banyak dibanding responden dengan tindakan kategori baik. Hal ini mungkin terjadi karena pada umumnya tindakan seseorang terjadi setelah ia mengetahui dan menyikapi tentang hal yang baru diterimanya (Farida, 2014) sehingga wajar ketika sebelum CBIA, tindakan belum mencapai target yang diharapkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperbaiki tindakan responden tentang DM dan diharapkan tindakan responden akan berubah menjadi lebih baik setelah intervensi melalui CBIA-DM sebab menurut Hartayu, 2012, CBIA-DM merupakan metode efektif dalam memperbaiki tindakan pasien DM tipe 2.
Gambar 2. Distribusi Jumlah Responden dengan Kategori Baik, Sedang, Buruk pada Pre-CBIA
33,33% 60% 6,67% 33,33% 66,67% 0% 3,33% 0% 96,67% 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% 120,00%
Baik Sedang Buruk
Jumlah responden aspek pengetahuan Jumlah responden aspek sikap
(64)
C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden Tentang DM Setelah CBIA
Dalam sub bab ini, pembahasan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan terfokus pada kategori baik. Hal ini karena fokus penelitian mengikuti peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden dengan kategori baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek pengetahuan post 1, responden dengan kategori baik berjumlah 22 orang (73,33%) (Gambar 3), kategori sedang berjumlah 8 orang (26,67%), dan tidak ada responden dengan kategori rendah (0%). Jika hasil pre dan post 1 dibandingkan, maka perbandingan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah responden dengan pengetahuan kategori baik dari 33,33% menjadi 73,33%, penurunan jumlah responden dengan pengetahuan kategori sedang dari 60% menjadi 26,67%, dan penurunan jumlah responden kategori buruk dari 6,67% menjadi 0% (p = 0,00). Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan responden pada pre-post 1. Hal ini membuktikan adanya pengaruh CBIA-DM yang memberikan informasi-informasi baru secara langsung tentang DM terhadap responden, sehingga pengetahuan mereka pun meningkat. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Romadhan, 2011, dimana pendidikan kesehatan yang diperoleh oleh responden berdampak pada peningkatan pengetahuan responden.
Pada post 2 aspek pengetahuan, jumlah responden dengan kategori baik adalah 7 orang (23,33%) (Gambar 3), jumlah responden dengan kategori sedang adalah 22 orang (73,33%), dan jumlah responden dengan kategori buruk adalah 1 orang (3,33%). Bila hasil pre dan post 2 dibandingkan, maka perbandingan ini menunjukkan adanya penurunan jumlah responden dengan pengetahuan kategori
(1)
Lampiran 38. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk aspek sikap
> shapiro.test(data1$PRE_SIKAP) Shapiro-Wilk normality test data: data1$PRE_SIKAP
W = 0.959, p-value = 0.2926
> shapiro.test(data5$POST1_SIKAP) Shapiro-Wilk normality test data: data5$POST1_SIKAP
W = 0.9761, p-value = 0.7142
> shapiro.test(data5$POST2_SIKAP) Shapiro-Wilk normality test data: data5$POST2_SIKAP
W = 0.8696, p-value = 0.001641
> shapiro.test(data5$POST3_SIKAP) Shapiro-Wilk normality test data: data5$POST3_SIKAP
(2)
Lampiran 39. Hasil uji normalitas data aspek pengetahuan dan sikap
Aspek
Data yang diuji
p-value
Distribusi
Pengetahuan
Pretest
0,18
Normal
Posttest 1
0,00
Tidak normal
Posttest 2
0,00
Tidak normal
Posttest 3
0,01
Tidak normal
Sikap
Pretest
0,29
Normal
Posttest 1
0,71
Normal
Posttest 2
0,00
Tidak normal
Posttest 3
0,18
Normal
(3)
Lampiran 40. Hasil uji hipotesis aspek pengetahuan
Wilcoxon test pre - post 1
H0
: post 1 ≥ pre
H1: post 1 < pre , dengan taraf kepercayaan 95%
Wilcoxon test pre - post 2
H
0: post 2 ≥ pre
H
1: post 2 < pre , dengan taraf kepercayaan 95%
Wilcoxon test pre - post 3
H
0: post 3 ≥ pre
H1: post 3 < pre , dengan taraf kepercayaan 95%
> wilcox.test(data1$PRE_PENGETAHUAN,data1$POST1_PENGETAHUAN,paired=T) Wilcoxon signed rank test with continuity correction
data: data1$PRE_PENGETAHUAN and data1$POST1_PENGETAHUAN V = 39.5, p-value = 0.0005269
> wilcox.test(data1$PRE_PENGETAHUAN,data1$POST2_PENGETAHUAN,paired=T) Wilcoxon signed rank test with continuity correction
data: data1$PRE_PENGETAHUAN and data1$POST2_PENGETAHUAN V = 115, p-value = 0.7187
> wilcox.test(data1$PRE_PENGETAHUAN,data1$POST3_PENGETAHUAN,paired=T) Wilcoxon signed rank test with continuity correction
data: data1$PRE_PENGETAHUAN and data1$POST3_PENGETAHUAN V = 158.5, p-value = 0.5364
(4)
Lampiran 41. Hasil uji hipotesis aspek sikap
Wilcoxon test pre-post 1
H0
: post 1 ≥ pre
H1: post 1 < pre , dengan taraf kepercayaan 95%
Wilcoxon test pre-post 2
H
0: post 2 ≥ pre
H
1: post 2 < pre , dengan taraf kepercayaan 95%
Wilcoxon test pre-post 3
H
0:
post 3 ≥ pre
H1: post 3 < pre , dengan taraf kepercayaan 95%
> wilcox.test(data5$PRE_SIKAP,data5$POST1_SIKAP,paired=T) Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data5$PRE_SIKAP and data5$POST1_SIKAP
V = 56, p-value = 0.00234
> wilcox.test(data5$PRE_SIKAP,data5$POST2_SIKAP,paired=T) Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data5$PRE_SIKAP and data5$POST2_SIKAP
V = 294, p-value = 0.2076
> wilcox.test(data5$PRE_SIKAP,data5$POST3_SIKAP,paired=T) Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data5$PRE_SIKAP and data5$POST3_SIKAP
(5)
Lampiran 42. Hasil uji hipotesis pada aspek pengetahuan dan sikap
Aspek
Data yang diuji
Uji hipotesis
Nilai signifikansi (p-value)
Pengetahuan
Pretest-posttest 1
Wilcoxon
0,00
Pretest-posttest 2
Wilcoxon
0,72
Pretest-posttest 3
Wilcoxon
0,54
Sikap
Pretest-posttest 1
Wilcoxon
0,00
Pretest-posttest 2
Wilcoxon
0,21
Pretest-posttest 3
Wilcoxon
0,98
(6)