Efek nefroprotektif jangka pendek dekok biji Persea americana Mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologi ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

(1)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi efek nefroprotektif jangka pendek pemberian dekok biji Persea americana Mill. untuk dapat menurunkan kadar kreatinin dan gambaran histologi ginjal pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui waktu efektif yang diperlukan untuk memberikan efek nefroprotektif.

Penelitian menggunakan tikus sehat, jantan galur Wistar, berumur 2-3 bulan, dan berat 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I diberikan larutan karbon tetraklorida-olive oil (1:1) dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok II diberikan olive oil dosis 2 mL/kg BB secara i.p. Kelompok III adalah kontrol dekok yang diberikan dekok biji Perseae americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB secara peroral dan setelah 6 jam dilakukan pengambilan darah dan organ ginjal. Kelompok IV-VII merupakan kelompok perlakuan yang diberikan dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71mg/kg BB, kemudian secara berturut-turut pada jam ke 1, 4, dan 6 jam setelah pemberian dekok, diberikan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kg BB. Pada jam ke-48 setelah pemerian karbon tetraklorida, seluruh kelompok dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan kadar kreatinin dan dilakukan pengambilan organ ginjal untuk dilakukan pengamatan histologi ginjal. Analisis kadar kreatinin dilakukan dengan menggunakan ANOVA pola satu arah dan dilanjutkan dengan uji Scheffe.

Berdasarkan hasil penelitian, dekok biji Persea americana Mill. memberikan efek nefroprotektif dengan menurunkan kadar kreatinin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Gambaran histologi ginjal pada tikus perlakuan menunjukkan tidak ada perubahan patologi yang spesifik, dan hanya ditemukan terjadinya intratubular hialin cast dan dilatasi lumen tubulus. Waktu efektif dalam memberikan efek nefroprotektif yaitu 1 jam setelah pemberian dekok biji Persea americana Mill.

Kata kunci : Persea americana Mill., dekok, jangka pendek, kreatinin,


(2)

ABSTRACT

This study investigated the short-term protective effect of the decoction of Persea americana Mill.’s seeds against carbon tetrachloride induced nephrotoxicity in rats. The creatinine level in serum and the kidney’s histological were measured for the evaluation of renal function. This study also determined the most effective time needed to give nephroprotective effect.

This study was carried out in healthy, male Wistar rats, 2-3 month old, and weighing 150-250 grams. The rats were divided into six groups of five each. Group I were treated with carbon tetrachloride-olive oil (1:1) 2 mL/kgBW i.p. The second group were additionally treated with olive oil 2mL/kgBW i.p. The third group (decoction control) received the decoction of Persea americana Mill.’s seed (360,71 mg/kgBW, p.o.). The forth until sixth group were given decoction of Persea americana Mill’s seed (360,71 mg/kgBW, p.o.), and after one, four, and six hour all rats in each group were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intaperitonially. Fourty eight hours later, the blood was collected from sinus orbital eye to be measured of creatinine level and collected the kidney from each group to knew the renal’s histological. Analysis of creatinine level used one-way ANOVA and then Scheffe test.

Based on the research, decoction of Persea americana Mill.’s seed gave nephroprotective effects for reduced the activity of creatinine levels in rats that induced by carbon tetrachloride. The renal histology on the treatment group showed that the renal histology weren’t change, we found only intratubular hialine cast and dilatation in tubular. The most effective time which one could reduce the creatinine level and didn’t show the changed in renal histology was at 1 hours after the decoction of Persea americana Mill.’s seeds given to the rats. Keywords : Persea americana Mill., decoction, short-term, creatinine, carbon


(3)

EFEK NEFROPROTEKTIF JANGKA PENDEK DEKOK BIJI Persea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN

HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Irene NIM : 108114050

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

Persetujuan Pembimbing

EFEK NEFROPROTEKTIF JANGKA PENDEK DEKOK BIJI Persea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN

HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Skripsi yang diajukan oleh : Irene

NIM : 108114050

Telah disetujui oleh

Pembimbing


(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

The only way to do great work is to love what you do. ~Steve Jobs~

Kupersembahkan karya kecil ini untuk... Tuhan Yesus Kristus atas segala harmat, bimbingan, penyertaaan-Nya Mama, Papa, Kakak-kakakku tercinta atas segala doa, dukungan,

dan semangat yang diberikan Teman-teman tercinta Almamaterku


(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul EFEK NEFROPROTEKTIF DEKOK BIJI Persea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA, tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 17 Oktober 2013

Penulis


(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Irene

Nomor Mahasiswa : 108114050

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

EFEK NEFROPROTEKTIF JANGKA PENDEK DEKOK BIJI Persea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN

HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet ataupun media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 17 Oktober 2013

Yang menyatakan,


(9)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada tuhan Yang Maha Kasih atas berkat berlimpah yang tiada henti, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “EFEK NEFROPROTEKTIF JANGKA PENDEK DEKOK BIJI Persea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesai skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan campur tangan banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi yang telah mengizinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing skripsi atas segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan memotivasi penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukan demi kemajuan skripsi ini.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji skripsi dan yang telah memberikan bantuan dalam determinasi tanaman Persea americana Mill. dan masukkan demi kemajuan skripsi ini.


(10)

viii

5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt., selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini. 6. Ibu drh. Ari selaku dokter hewan di laboratorium Imono yang telah membantu dengan sabar dalam menyediakan hewan uji untuk penelitian ini.

7. Ibu drh. Sitarina atas masukan dan bimbingannya demi kemajuan penelitian ini.

8. Pak Heru Purwanto, Pak Suparjiman, dan Pak Kayatno selaku laboran Laboratorium Farmakologi-Toksikologi dan Biokimia, Pak Wagiran selaku laboran Farmakognosi-Fitokimia, atas segala bantuan selama pelaksanaan skripsi ini.

9. Keluargaku tercinta Papa, Mama, kedua kakakku tercinta atas segala dukungan, semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman FSM A 2010, FSM B 2010, FST A 2010, dan seluruh angkatan 2010 atas kebersamaan kita.

11.Teman-teman “Persea americana” Lydia S., Ni Luh Putu Dian P.P., Inneke Devi P.S., Gidion Krisnandi Y., Ike Kumalasari A., Angelia Rosari, Priscilla Diana V., Rotua Silitonga, Komang Ayu N.S., Liana Risha G., Robert D.P., Yudytha A.Q., dan Adrienne Roma atas kerja sama, bantuan, suka, duka, dan perjuangan dalam menyelesaikan skripsi hingga akhir. 12.Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang turut


(11)

ix

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka dan mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak baik mahasiswa, lingkungan akademis dan masyarakat luas.

Yogyakarta, 17 Oktober 2013


(12)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A.Latar Belakang …………... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5


(13)

xi

1. Tujuan umum ... 5

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A.Persea americana Mill. ... 7

1. Taksonomi ... 7

2. Sinonim ... 7

3. Nama daerah ... 7

4. Morfologi ... 7

5. Kandungan kimia ... 8

6. Khasiat dan kegunaan ... 9

B.Anatomi dan Fisiologi Ginjal ... 9

C.Nefron ... 14

D.Kerusakan Ginjal ... 21

1. Penyakit yang mengenai glomerulus ... 22

2. Penyakit yang mengenai tubulus dan interstisium ... 23

3. Penyakit yang mengenai pembuluh darah ... 26

E. Kreatinin ... 26

1. Mekanisme pembentukan kreatinin ... 26

2. Faktor yang mempengaruhi kreatinin darah ... 27

3. Metode pemeriksaan kreatinin ... 28

F. Karbon Tetraklorida ... 28


(14)

xii

H.Keterangan Empiris ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

B.Variabel dan Definisi Operasional ... 32

1. Variabel utama ... 32

2. Varibel pengacau ... 32

3. Definisi operasional ... 33

C.Bahan Penelitian ... 33

1. Bahan utama ... 33

2. Bahan kimia ... 34

D.Alat Penelitian ... 34

1. Peralatan pembuatan dekok biji Persea americana Mill. ... 34

2. Peralatan penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. 34 3. Peralatan uji nefroprotektif ... 35

E. Tata Cara Penelitian ... 35

1. Determinasi tanaman Persea americana Mill. ... 35

2. Pengumpulan bahan ... 35

3. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ... 35

4. Pembuatan dekok biji Persea americana Mill. ... 36

5. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ... 36


(15)

xiii

7. Pengelompokan hewan uji ... 37

8. Pembuatan serum ... 38

9. Penetapan kadar kreatinin ... 38

10. Pembuatan preparat histologi tikus ... 39

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A.Penyiapan Bahan ... 41

1. Hasil determinasi tanaman ... 41

2. Penetapan kadar air serbuk kering biji Persea americana Mill. .. 41

B.Uji pendahuluan ... 42

1. Penetapan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida ... 42

2. Penentuan waktu cuplikan darah ... 42

C. Hasil Biokimia Uji Nefroprotektif Jangka Pendek Dekok Biji Persea americana Mill. pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida 45 1. Kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB ... 46

2. Kontrol negatif olive oil dosis 2mL/kgBB ... 50 3. Kontrol dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71

mg/kgBB ... 4. Kelompok perlakuan jangka pendek dekok biji Persea

americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2mL/kgBB ...

52

52


(16)

xiv

americana Mill. pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 56

1. Kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB ... 56

2. Kontrol negatif olive oil dosis 2mL/kgBB ... 57

3. Kontrol dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB ... 59

4. Kelompok perlakuan jangka pendek dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2mL/kgBB ... 59

E. Rangkuman Pembahasan ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A.Kesimpulan ... 65

B.Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 72


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Purata kadar kreatinin tikus pada jam ke-0, 24, 48, dan 72 setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB ... 43 Tabel II. Hasil ujiScheffe kadar kreatinin tikus jam ke-0, 24, 48, dan 72

setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 44 Tabel III. Hasil purata kadar kreatinin pemberian jangka pendek dekok

biji Persea americana Mill. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida ... 48 Tabel IV. Hasil uji Scheffe kadar kreatinin tikus pemberian jangka pendek

pada tikus setelah pemberian karbon tetraklorida ... 49 Tabel V. Purata kadar kreatinin setelah pemberian olive oil dosis

2mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 48 jam (n = 5) ... 50 Tabel VI. Hasil uji t-test berpasangan kadar kreatinin tikus setelah

pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan jam ke-48 ... 51


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Letak ginjal ... 10

Gambar 2. Struktur ginjal ... 11

Gambar 3. Struktur mikroskopis bagian korteks ginjal ... 11

Gambar 4. Struktur mikroskopis bagian medula ginjal ... 12

Gambar 5. Struktur nefron ... 14

Gambar 6. Struktur glomerulus dan kapiler glomerular ... 15

Gambar 7. Glomerulus ginjal dan kapsula Bowman ginjal secara mikroskopik ... 16

Gambar 8. Tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal secara mikroskopik ... 17

Gambar 9. Tubulus koligens secara mikroskopik ... 18

Gambar 10. Mekanisme pembentukan urin ... 21

Gambar 11. Ginjal normal secara mikroskopik ... 22

Gambar 12. Mekanisme terjadinya nefritis tubulointerstisium kronik pada glomerulonefritis ... 24 Gambar 13. Gambaran mikroskopik nefritis interstisial kronik (diwarnai dengan haematoxylin dan eosin, perbesaran 600x) ... 25

Gambar 14. Proses pembentukan kreatinin ... 27

Gambar 15. Struktur molekul karbon tetraklorida ... 28 Gambar 16. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida 30 Gambar 17. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin tikus pada jam ke-


(19)

xvii

0, 24, 48, dan 72 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 44 Gambar 18. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin tikus pemberian

karbon tetraklorida jam ke-1, 4, dan 6 setelah pemberian dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB ... 47 Gambar 19. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin tikus setelah

pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan jam ke-48 ... 51 Gambar 20. Gambaran mikroskopik pada ginjal yang menunjukkan

terjadinya intratubular hialin cast ... 58 Gambar 21. Gambaran mikroskopik pada ginjal yang menunjukkan

degenerasi epitel tubulus ... 59 Gambar 22. Gambaran mikroskopik pada ginjal yang menunjukkan tidak

adanya perubahan patologi spesifik ... 60 Gambar 23. Gambaran mikroskopik pada ginjal yang menunjukkan


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Hasil determinasi serbuk tanaman Persea americana

Mill... 73

Lampiran 2. Foto dekok biji Persea americana Mill. ... 75

Lampiran 3. Surat pengesahan determinasi tanaman Persea americana Mill. ... 76

Lampiran 4. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) ... 77

Lampiran 5. Hasil pembacaan preparat histologi ginjal tikus ... 78

Lampiran 6. Analisis data statistik penentuan waktu cuplikan darah pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 79

Lampiran 7. Hasil analisis statistik darah pada kelompok praperlakuan dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 84

Lampiran 8. Hasil analisis statistik data kadar kreatinin pada kelompok olive oil dosis 2mL/kgBB ... 89

Lampiran 9. Perhitungan efek nefroprotektif ... 92

Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill... 92

Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 93


(21)

xix INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi efek nefroprotektif jangka pendek pemberian dekok biji Persea americana Mill. untuk dapat menurunkan kadar kreatinin dan gambaran histologi ginjal pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui waktu efektif yang diperlukan untuk memberikan efek nefroprotektif.

Penelitian menggunakan tikus sehat, jantan galur Wistar, berumur 2-3 bulan, dan berat 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I diberikan larutan karbon tetraklorida-olive oil (1:1) dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok II diberikan olive oil dosis 2 mL/kg BB secara i.p. Kelompok III adalah kontrol dekok yang diberikan dekok biji Perseae americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB secara peroral dan setelah 6 jam dilakukan pengambilan darah dan organ ginjal. Kelompok IV-VII merupakan kelompok perlakuan yang diberikan dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71mg/kg BB, kemudian secara berturut-turut pada jam ke 1, 4, dan 6 jam setelah pemberian dekok, diberikan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kg BB. Pada jam ke-48 setelah pemerian karbon tetraklorida, seluruh kelompok dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan kadar kreatinin dan dilakukan pengambilan organ ginjal untuk dilakukan pengamatan histologi ginjal. Analisis kadar kreatinin dilakukan dengan menggunakan ANOVA pola satu arah dan dilanjutkan dengan uji Scheffe.

Berdasarkan hasil penelitian, dekok biji Persea americana Mill. memberikan efek nefroprotektif dengan menurunkan kadar kreatinin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Gambaran histologi ginjal pada tikus perlakuan menunjukkan tidak ada perubahan patologi yang spesifik, dan hanya ditemukan terjadinya intratubular hialin cast dan dilatasi lumen tubulus. Waktu efektif dalam memberikan efek nefroprotektif yaitu 1 jam setelah pemberian dekok biji Persea americana Mill.

Kata kunci : Persea americana Mill., dekok, jangka pendek, kreatinin, karbon tetraklorida, nefroprotektif.


(22)

xx ABSTRACT

This study investigated the short-term protective effect of the decoction of

Persea americana Mill.’s seeds against carbon tetrachloride induced

nephrotoxicity in rats. The creatinine level in serum and the kidney’s histological were measured for the evaluation of renal function. This study also determined the most effective time needed to give nephroprotective effect.

This study was carried out in healthy, male Wistar rats, 2-3 month old, and weighing 150-250 grams. The rats were divided into six groups of five each. Group I were treated with carbon tetrachloride-olive oil (1:1) 2 mL/kgBW i.p. The second group were additionally treated with olive oil 2mL/kgBW i.p. The third group (decoction control) received the decoction of Persea americana Mill.’s seed (360,71 mg/kgBW, p.o.). The forth until sixth group were given decoction of Persea americana Mill’s seed (360,71 mg/kgBW, p.o.), and after one, four, and six hour all rats in each group were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intaperitonially. Fourty eight hours later, the blood was collected from sinus orbital eye to be measured of creatinine level and collected the kidney from each group to knew the renal’s histological. Analysis of creatinine level used one-way ANOVA and then Scheffe test.

Based on the research, decoction of Persea americana Mill.’s seed gave nephroprotective effects for reduced the activity of creatinine levels in rats that induced by carbon tetrachloride. The renal histology on the treatment group showed that the renal histology weren’t change, we found only intratubular hialine cast and dilatation in tubular. The most effective time which one could reduce the creatinine level and didn’t show the changed in renal histology was at 1 hours after the decoction of Persea americana Mill.’s seeds given to the rats. Keywords : Persea americana Mill., decoction, short-term, creatinine, carbon tetrachloride, nephroprotective.


(23)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam sistem ekskresi yang berfungsi untuk menyaring dan membuang sisa metabolisme dari dalam tubuh. Melalui ginjal sebagian besar xenobiotika diekskresikan. Ginjal akan mengeliminasi xenobiotika dari darah untuk menjaga agar tubuh tidak mengalami keracunan akibat timbunan hasil metabolisme (Donatus, 2001). Kerusakan pada ginjal diantaranya dapat disebabkan oleh penyakit seperti diabetes, hipertensi maupun karena senyawa kimia (obat-obatan) (U.S. Department of Health and Human Services, 2010; Central for Disease Control and Prevention, 2013).

Tahun 1995-1999 di Amerika, tercatat 100 kasus gagal ginjal per juta penduduk pertahun. Angka ini terus meningkat 8% per tahunnya (Suwitra, 2009). Tahun 2011 lalu di Amerika Serikat penyakit ginjal menduduki peringkat sembilan penyebab kematian. Tercatat sedikitnya terjadi 45.000 kematian di Amerika karena penyakit ginjal pada tahun 2011. Selain itu juga terdapat sekitar 20 juta orang dewasa di Amerika yang menderita gagal ginjal kronik (Central for Disease Control and Prevention, 2013).

Angka kejadian penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia sendiri cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Perneftri), diperkirakan prevalensi penyakit ginjal mencapai 200-250 orang pertahunnya (Resultanti, 2010).


(24)

Karbon tetraklorida (CCl4) adalah salah satu senyawa model yang diketahui dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal (Goldfrank, Neal, Neal, Mary, Robert, and Lewis, 2002). Karbon tetraklorida dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal karena karbon tetraklorida dapat membentuk radikal bebas (Hippeli and Elstner, 1999). Senyawa radikal ini yang dapat menyebabkan terjadinya nefrotoksisitas. Gagal ginjal akut yang berhubungan dengan keracunan oleh CCl4 dapat menyebabkan penurunan kerja ginjal melalui sindrom hepatorenal tetapi secara langsung dapat menyebabkan terjadinya luka pada tubulus ginjal. CCl4 dapat juga menyebabkan terjadinya nekrosis pada tubulus kontortus ginjal dan pada lengkung Henle (Goldfrank et al., 2002).

Saat ini banyak tumbuhan yang dapat digunakan sebagai salah satu pengobatan alternatif untuk mengobati berbagai penyakit kronis seperti kanker, gangguan ginjal, maupun gangguan hepar. Persea americana Mill. diketahui mempunyai banyak kegunaan. Persea americana Mill. diketahui mengandung komponen di antaranya yaitu avocadofuran, proanthocyanidin, quersetin, quersetrin, luteolin, epigenin, catechin, isoquersetrin, tanin, dan saponin (Jerz and Maria, 2009; Konsinska, Magdalena, Isabel, Teresa, Begona, and Gary, 2012; Ding, Chin, Kinghorn, and Ambrosio, 2007). Pada ekstrak metanol biji Persea americana Mill. diketahui adanya flavonoid, saponin, tanin terkondensasi, alkaloid, dan triterpenoid (Leite et al.,2009).

Penelitian oleh Arukwe et al. (2012) menyebutkan biji Persea americana Mill. mengandung saponin, tanin, alkaloid, komponen fenolik, sianogenik glikosida, flavonoid, dan steroid. Pada ekstrak heksan biji Persea americana Mill.


(25)

diketahui terkandung sterol dan triterpenoid. Pada analisis lipid pada ekstrak heksan biji Persea americana Mill. juga diketahui adanya asam palmitoleic (1,6%), asam stearat (2,2%), palmitic acid (21,3%), oleic acid (24,1%) dan linoleic acid (27,6%). Juga terdentifikasi adanya 1,2,4-trihydroxy-nonadecane and β-sitosterol pada ekstrak heksan (Ding et al., 2007).

Selain itu, hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun, Nikodemus, dan Muhtadi (2004) terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji alpukat menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid, kuinon, saponin, tanin dan monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

Senyawa-senyawa antioksidan dapat digunakan sebagai nefroprotektor yang dapat mencegah radikal bebas yang terbentuk dari proses metabolisme CCl4. Hal itu disebabkan karena senyawa tersebut dapat memberikan satu elektronnya pada senyawa radikal bebas sehingga tidak lagi membentuk radikal (Winarsi, 2007).

Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2010) dekok merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 900C selama 30 menit. Pada penelitian ingin diketahui apakah sediaan

dekok dari biji Persea americana Mill. mempunyai efek sebagai nefroprotektif. Hal ini didasarkan pada kebiasaan masyarakat yang sering menggunakan air rebusan dari sediaan herbal yang dibuat dengan pemanasan tinggi dan perebusan dalam waktu yang relatif lama untuk mengobati berbagai penyakit.

Pada penelitian ini digunakan dekok dosis 360,71 mg/kgBB didasarkan pada dosis yang umum digunakan di masyarakat.


(26)

Penelitian efek nefroprotektif jangka pendek dekok biji Persea americana Mill. dilakukan untuk membandingkan dengan penelitian efek nefroprotektif jangka panjang dekok biji Persea americana Mill. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida (Quiraisyin, 2013) yang juga dilaksanakan bersamaan. Oleh karena itu, penelitian efek nefroprotektif jangka pendek dekok biji Persea americana Mill. pada tikus galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida menarik untuk diteliti dan belum pernah dilakukan sebelumnya.

1. Perumusan masalah

a. Apakah praperlakuan jangka pendek dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB mempunyai efek nefroprotektif pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan indikator perubahan kadar kreanitin dan gambaran histologi ginjal?

b. Berapakah waktu paling efektif dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB yang dapat menimbulkan efek nefroprotektif pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang menggunakan biji Perseae americana Mill. yang pernah dilakukan yaitu oleh Leite, et al. (2009) tentang komposisi kimia biji Perseae americana Mill., toksisitas, dan efeknya sebagai larvasida. Arukwe, et al. (2012) melakukan penelitian tentang komposisi kimia pada daun, buah, dan biji Persea americana Mill. Imafidon and Amaechina (2010) meneliti tentang efek ekstrak air


(27)

dari biji Persea americana Mill. terhadap tekanan darah dan profil lemak pada tikus terkena hipertensi. Konsisnka, et al. (2009) melakukan penelitian komposisi komponen fenolik dan kapasitas antioksidan dari biji Perseae americana Mill. Pada tahun 2007 Ding, et al. meneliti efek kemopreventif dari buah Persea americana Mill. Zuhrotun, et al. (2004) melakukan uji antidiabetik ekstrak etanol biji Perseae americana Mill. Anaka, Ozolua, and Okpo (2009) melakukan penelitian tentang efek ekstrak Persea americana Mill. pada tekanan darah tikus Sprague Dawley. Berdasarkan penelusuran pustaka, penelitian dekok biji Perseae americana Mill. mempunyai efek nefroprotektif pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida jangka pendek belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Hasil pelitian ini diharapkan dapat ikut berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian mengenai efek nefroprotektif jangka pendek dekok biji Perseae americana Mill.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi waktu penggunaan dekok biji Persea americana Mill. yang efektif bagi masyarakat.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui efek nefroprotektif pemberian dekok biji Perseae americana Mill. jangka pendek pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan indikator penurunan kadar kreatinin dan gambaran histologi ginjal.


(28)

2. Tujuan khusus

Mengetahui berapa waktu efektif dekok biji Perseae americana Mill. yang dapat menimbulkan efek nefroprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.


(29)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Persea americana Mill. 1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Classis : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub-classis : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Familia : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill. (Suhono et al., 2010). 2. Sinonim

Persea gratissima Gaertn., Persea drymifolia, Persea mubigena, Persea guatemalensis (Sunarjono, 2008).

3. Nama daerah

Apokat, alpokat (Melayu), arpuket (Sunda), alpokat (Jawa), alpuket (Betawi) (Suhono et al., 2010).

4. Morfologi

Persea americana Mill. merupakan pohon yang dapat tumbuh pada lahan terbuka pada ketinggian 200-1000 meter. Persea americana Mill. berkulit batang


(30)

coklat kelat dengan tinggi 8-20 m, dan diameter 25-40 cm. Persea americana Mill. berdaun tunggal, berwarna hijau tua, dan berbentuk lonjong. Daun bertangkai dan mengumpul pada ujung ranting, berukuran 8x17 cm. Bunga berwarna putih kekuningan dan wangi. Bunga Persea americana Mill. berkelamin ganda. Benang sari berjumlah 12, berwarna coklat atau jingga, tumbuh mengelilingi putik. Benang sari dan putik pada pohon ini tidak masak bersama sehingga pembuahan sukar terjadi (Suhono et al., 2010).

Buah Persea americana Mill. termasuk buah buni berbentuk bulat. Buah berwarna hijau, hijau kekuningan, dan coklat keunguan. Buah berukuran 5-30 cm dengan berat 100-600 g. Daging buah berwarna hijau kekuningan atau kuning. Daging buah tebal dengan rasa hambar atau sedikit manis dan berminyak. Berbiji tunggal, dengan ukuran biji yang besar, berbentuk bulat atau lonjong, dan ditutupi oleh selaput biji (Suhono et al., 2010).

5. Kandungan kimia

Alpukat mengandung beberapa komponen diantaranya yaitu avocadofuran, proanthocyanidin, quersetin, quersetrine, luteolin, epigenin, catechin, isoquersetrin, tanin, dan saponin (Jerz and Maria, 2009; Kosinska et al., 2012; Ding et al., 2007). Pada ekstrak metanol biji Persea americana Mill. diketahui adanya flavonoid, saponin, tanin terkondensasi, alkaloid, dan triterpenoid (Leite et al., 2009).

Penelitian oleh Arukwe et al., (2012) menyebutkan biji Persea americana Mill. mengandung saponin, tanin, alkaloid, komponen fenolik, sianogenik glikosida, flavonoid, dan steroid. Pada ekstrak heksan biji Persea


(31)

americana Mill. diketahui terkandung sterol dan triterpenoid. Pada analisis lipid pada ekstrak hexane biji Persea americana Mill. juga diketahui adanya asam palmitoleic (1,6%), asam stearat (2,2%), palmitic acid (21,3%), oleic acid (24,1%) dan linoleic acid (27,6%). Juga terdentifikasi adanya 1,2,4-trihydroxy-nonadecane and β-sitosterol pada ekstrak heksan (Ding et al., 2007).

Selain itu, hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun et al. (2004) terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji alpukat menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid, kuinon, saponin, tanin dan monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

6. Khasiat dan kegunaan

Kegunaan dari ekstrak biji Persea americana Mill. yang telah diketahui diantaranya berdasarkan penelitian Imafidon and Amaechina (2010) dan Anaka, et al., (2009) ekstrak air biji Persea americana Mill. mempunyai khasiat sebagai antihipertensi. Penelitian oleh Leite, et al., (2009) diketahui bahwa ekstrak metanol dan heksan dari biji Persea americana Mill. mempunyai aktivitas sebagai larvasidal dan antifungal. Penelitian oleh Zuhrotun, et al., (2004) menyebutkan juga bahwa ekstrak metanol biji Persea americana Mill. mempunyai efek antidiabetes. Ekstrak aqueous dari biji Persea americana Mill. diketahui juga mempunyai aktivitas sebagai antidiabetes berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alhassan et al., (2012).

B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang memproduksi urin, suatu cairan yang berisi air, ion, dan sejumlah senyawa larut air. Pada tubuh manusia terdapat dua buah


(32)

ginjal yang terletak pada sisi kanan dan kiri antara vetebra torakalis ke-12 dan vetebra lumbalis ke-3. Ginjal kiri berada pada posisi superior dari ginjal kanan karena hati menduduki banyak ruang di sebelah kanan (Gambar 1.) (Martini and Nath, 2009).

Gambar 1. Letak ginjal (Sherwood, 2007)

Ginjal pada orang dewasa berbentuk seperti biji kacang dengan sisi dalam menghadap ke tulang punggung. Ginjal berwarna merah-kecoklatan dengan panjang sekitar 10 cm, lebar 5,5 cm dan dengan tebal 3 cm. Masing-masing ginjal mempunyai berat kurang lebih 150 g. Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dari jaringan fibrus dan membentuk pembungkus halus (Martini and Nath, 2009).

Ginjal terdiri atas bagian korteks dan medula (Gambar 2.). Pada bagian korteks ini terdapat struktur tubular yang disebut nefron. Masing-masing ginjal


(33)

memiliki 1,25 juta nefron yang bila dikombinasikan mempunyai panjang sekitar 145 km.

Gambar 2. Struktur ginjal (Huether and McCance, 2008)

Bagian-bagian nefron yang terdapat pada bagian korteks ginjal diantaranya yaitu glomerulus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal (Gambar 3.) (Martini and Nath, 2009). Bagian nefron yang terdapat pada bagian medula diantaranya yaitu lengkung Henle, dan collecting duct (Gambar 4.) (SIU School of Medicine, 2005).

Gambar 3. Struktur mikrokopis bagian korteks ginjal. P, tubulus kontortus proksimal; d, tubulus kontortus distal; glom, glomerolus


(34)

Gambar 4. Struktur mikroskopis bagian medula ginjal yang terdiri dari lengkung Henle bersegmen tipis (ts), lengkung Henle bersegmen tebal (dt),

dan collecting duct (cd) (SIU School of Medicine, 2005)

Ginjal adalah organ yang kaya akan pembuluh darah. Ginjal dapat menerima sekitar 1200 mL darah per menit atau sekitar 25 % curah jantung (Kumar, Abas, and Fausto, 2010). Sedikitnya selama 24 jam ginjal pada orang dewasa mampu menyaring sekitar 180 L air (dimana total air dalam tubuh sekitar 25-60L) (Goldfrank et al., 2002).

Korteks ginjal adalah bagian paling kaya pembuluh darah bila dibandingkan dengan bagian medula ginjal. Korteks ginjal menerima sedikitnya 90% dari total aliran darah ginjal. Masing-masing ginjal menerima darah melalui renal arteri (Kumar et al., 2010).

Ginjal menerima aliran darah melalui arteri ginjal. Selanjutnya darah dialirkan menuju ke arteri segmental dan arteri interlobar yang melewati renal coloumn diantara piramid renal. Arteri interlobar kemudian mengalirkan darah menuju arteri arcuate yang berada diantara korteks dan medula ginjal. Setelah itu darah dialirkan menuju cortical radiate arteri, afferent arteriol, cotical radiate


(35)

veins, arcuate vein, interlobar veins, dan terakhir menuju vena ginjal (Huether and McCance, 2008).

Fungsi ginjal secara disingkat diantaranya yaitu

1. Pembentukan urin. Ginjal membentuk urin yang selanjutnya dialirkan menuju ke ureter dan kandung kemih. Komposisi urin menunjukkan pertukaran zat antara nefron dan darah di kapilar renal. Produk sisa metabolisme protein diekskresikan, kadar elektrolit dikontrol dan pH dipertahankan dengan ekskresi ion hidrogen.

2. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.

3. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai terutama melalui regulasi keseimbangan H2O. Fungsi ini penting untuk mencegah fluks-fluks osmotik masuk atau keluar sel, yang masing-masing dapat menyebabkan pembengkakan atau penciutan sel yang merugikan.

4. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian ion cairan ekstra seluler termasuk natrium, klorida, kalium, kalsium, ion hidrogen, bikarbonat, fosfat, sulfat, dan magnesium.

5. Mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- di urin.

6. Mengekskresikan produk-produk akhir (sisa) metabolisme tubuh seperti urea, asam urat, dan kreatinin. Jika bahan-bahan ini menumpuk dalam tubuh dapat menyebabkan toksisitas terutama toksisitas pada otak.


(36)

7. Mengeluarkan banyak senyawa asing seperti obat, aditif makanan, pestisida, dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke dalam tubuh (Sherwood, 2007).

C. Nefron

Nefron merupakan satuan-satuan fungsional ginjal dengan jumlah sekitar 1,25 juta nefron dalam tiap ginjal. Setiap nefron terdiri atas komponen vaskular dan komponen tubular, dan keduanya berkaitan erat secara struktural maupun fungsional (Gambar 5.) (Sherwood, 2007; Thorp, 2008).

Gambar 5. Struktur nefron (Sherwood, 2007)

Komponen-komponen penyusun nefron, secara umum terdiri atas : a. Glomerulus. Glomerulus merupakan komponen vaskular nefron yang berupa suatu kuntum kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan


(37)

zat terlarut dari darah yang melewatinya (Gambar 6.) (Sherwood, 2007; Leeson, 1996). Darah disuplai menuju glomerulus oleh arteriol afferent dan dibawa keluar oleh arteriol efferent (Gambar 6.) (Thorp, 2008). Aparatus jukstaglomerulus terletak dekat glomerulus pada masuknya arteriol afferent. Aparatus ini merupakan tempat utama produksi renin pada ginjal (Kumar et al., 2010).

Gambar 6. Struktur glomerulus dan kapiler glomerular (Huether and McCance, 2008)

Terdapat lapisan pembungkus glomerulus yaitu sel lapisan epitel viseral. Epitel viseral bergabung ke dalam dan menjadi bagian intrinsik dinding kapiler, yang dipisahkan dari dinding endotel oleh suatu membran basal. Membran basal ini terletak di antara sel epitel dan kapiler (Kumar et al., 2010).

Sel-sel endotel menyusun bagian terdalam dari rumbai kapiler. Sel-sel endotel, membran basal, dan sel epitel viseral merupakan lapisan yang membentuk membran filtrasi glomerolus ( Price and Wilson, 1985).


(38)

Sel-sel mesangial merupakan sel-sel endotel yang berupa suatu jalinan kontinyu antara lengkung-lengkung kapiler glomerolus dan berfungsi sebagai jalinan penyokong (Gambar 7.). Ruang antar kapiler pada glomerolus disebut mesangium (Ganong, 2010; Price and Wilson, 1985).

Gambar 7. Glomerulus ginjal dan kapsula Bowman ginjal secara mikroskopik

(SIU School of Medicine, 2005)

b. Kapsula Bowman. Kapsula Bowman merupakan bagian komponen tubular nefron yaitu suatu tabung berongga berisi cairan yang dibentuk oleh satu lapisan sel epitel. Komponen tubular berupa saluran kontinyu dari pangkal dekat glomerulus hingga ke ujungnya di pelvis ginjal. Kapsul Bowman, suatu invaginasi yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan dari kapiler glomerulus (Gambar 7.). Cairan dari kapsula Bowman yang difiltrasi, kemudian dialirkan menuju tubulus kontortus proksimal (Sherwood, 2007; Thorp, 2008).

c. Tubulus kontortus proksimal. Cairan yang berasal dari kapsula Bowman kemudian akan masuk menuju tubulus kontortus proksimal. Tubulus ini


(39)

terletak di dalam korteks ginjal dengan panjang 14 mm dan diameter 50-60 nm. Berbentuk berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran lurus menuju kearah medula yaitu ansa Henle (lengkung Henle) (Leeson et al., 1996).

d. Ansa Henle. Cairan selanjutnya dibawa menuju ansa Henle (lengkung Henle) yang membentuk lengkungan U tajam atau hairpin yang masuk dalam medula ginjal (Sherwood, 2007).

e. Tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus distal terletak setelah ansa Henle yang terdapat pada bagian kortek yang membentuk kumparan erat. Tubulus kontortus distal lebih pendek dibandingkan dengan tubulus kontortus proksimal (Gambar 8.) (Lesson et al., 1996; Sherwood, 2007).

Gambar 8. Tubulus kontortus proksimal (p) dan tubulus kontortus distal (d) secara mikroskopik

(SIU School of Medicine, 2005)

f. Tubulus koligentes. Tubulus kontortus ginjal selanjutnya mengalirkan cairan menuju tubulus koligentes yang mana masing-masing tubulus ini menerima cairan dari delapan nefron yang berbeda (Gambar 9.). Setiap duktus koligentes berjalan ke dalam medula untuk mengosongkan cairan isinya ke dalam pelvis ginjal (Sherwood, 2007).


(40)

Gambar 9. Tubulus koligens (cd) secara mikroskopik (SIU School of Medicine, 2005)

Nefron memiliki fungsi yang penting yang secara garis besar merupakan proses dasar di ginjal yang diuraikan sebagai berikut :

a. Filtrasi glomerulus. Cairan yang difiltrasi melalui glomerulus menuju kapsul Bowman disebut sebagai filtrat glomerulus. Cairan tersebut harus melewati dinding kalpiler glomerulus, membran basal, dan lapisan dalam kapsul Bowman (Setiadi,2007). Lapisan-lapisan tersebut berfungsi sebagai saringan molekuler halus yang menahan sel darah dan protein plasma tetapi mudah terlewati oleh H2O dan zat-zat terlarut dengan ukuran molekul kecil lewat (Sherwood,2007). Komposisi cairan filtrat glomerulus serupa dengan cairan yang terserap masuk dari ujung arteri ke dalam cairan interstisium. Cairan ini tidak mengandung eritrosit dan hanya terdapat 0,03% protein dalam plasma (Setiadi,2007).

Terdapat gaya-gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus yang diuraikan sebagai berikut :

1. Tekanan darah kapiler glomerulus. Tekanan ini ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerolus. Tekanan ini tergantung pada kontraksi jantung


(41)

dan resisitensi terhadap aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan eferen. Tekanan darah pada glomerulus adalah 55 mmHg. Tekanan yang tinggi ini disebabkan oleh perbedaan garis tengah arteriol aferen dan eferen dimana garis tengah arteriol aferen lebih besar. Tekanan darah glomerulus yang tinggi ini mendorong cairan keluar glomerulus menuju kapsul Bowman (Sherwood, 2007).

2. Tekanan osmotik koloid plasma. Tekanan ini disebabkan oleh distribusi yang tidak seimbang dari protein-protein plasma pada kedua sisi membran glomerulus. Protein plasma yang tidak dapat terfiltrasi berada pada kapiler glomerulus, tetapi tidak pada kapsul Bowman. Oleh karena konsentrasi H2O lebih tinggi pada kapsul Bowman maka timbul kecenderungan H2O utuk berpindah menuju glomerulus. Gaya osmotik ini berkisar 30 mm Hg (Sherwood, 2007).

3. Tekanan hidrostatik kapsul Bowman. Tekanan yang ditimbulkan oleh cairan pada bagian awal tubulus ini sekitar 15 mmHg. Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar kapsul Bowman melawan filtrasi cairan glomerulus (Sherwood, 2007).

Jumlah filtrat glomerulus yang terbentuk setiap menit disebut laju filtrasi glomerolus (GFR = Glomerular Filtration Rate). GFR ditentukan oleh tiga gaya diatas, permeabilitas dan luas permukaan kapiler yang berfungsi (Martini and Nath , 2009). Pada keadaan normal, nilai GFR berkisar 120 mL/menit. Urin dalam bentuk awal merupakan ultrafiltrat plasma kecuali sejumlah kecil protein yang dapat diabaikan dan direabsorbsi pada tubulus (Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010).


(42)

GFR dapat ditentukan dengan menggunakan rumus. Rumus Cockcroft and Gault merupakan rumus umum yang biasa digunakan dengan pertimbangan umur, berat badan, dan nilai kreatinin plasma (Pcr) (Huether and McCance, 2008).

GFR (mL/min) = 140− � ( )

� � 72 x 0.85 (wanita)

The National Kidney Foundation merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) yaitu :

GFR (mL/min) = 186 x Pcr -1,154 x umur -0,203 x ( 0,742 pada wanita dan 1,210 pada pria) (Huether and McCance, 2008).

b. Transport tubular. Pada tubulus kontortus proksimal terjadi proses reabsorbsi 2/3 bagian filtrat glomerulus. Susunan anatomik nefron yang khusus menyebabkan tekanan hidrostatik pada glomerulus lebih besar dibandingkan tekanan onkotik. Pada bagian kapiler peritubular tubulus kontortus proksimal tekanan hidrostatik lebih kecil dibandingkan tekanan onkotik (Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010).

Ion Cl- mengalami peningkatan di dalam tubulus. Air dan ion natrium, ion bikarbonat, asam amino, dan glukosa mengalami proses reabsorbsi. Peningkatan reabsorpsi natrium akan menyebabkan reabsorpsi air sehingga volume plasma mengalami peningkatan. Peningkatan volume plasma berperan dalam peningkatan tekanan darah yang seterusnya akan mengurangi iskemia ginjal (Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010; Price and Wilson, 1985).

Urin yang dikeluarkan mengandung air, ureum, kreatinin, fosfat, dan juga sulfat hasil katabolisme tubuh. Terdapat pula ion K+, H+, asam urat. Protein dalam jumlah kecil ikut diekskresikan. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi kembali


(43)

pada tubulus kontortus proksimal. Selain itu dapat ditemukan adanya eritrosit, leukosit, dan kristal metabolit serta sel-sel epitel dalam jumlah kecil (Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010).

Gambar 10. Mekanisme pembentukan urin (Huether and McCance, 2008)

D. Kerusakan Ginjal

Ginjal merupakan organ penting dalam sistem urinari yang berfungsi untuk mengekskresikan produk sisa metabolisme tubuh. Penyakit ginjal terbilang kompleks sehingga untuk mempermudah pemahaman tentang penyakit ginjal maka penyakit ginjal dapat dibagi berdasarkan morfologik dasar ginjal yaitu glomerulus, tubulus, interstisium dan pembuluh darah. Pendekatan ini cukup dapat membantu, sebab terdapat kecenderungan yang khas awal penyakit pada masing-masing komponen tersebut (Kumar et al., 2010).

Beberapa bagian pada ginjal yang rentan terhadap cedera seperti penyakit glomerulus yang disebabkan oleh proses imunologik, sedangkan penyakit pada tubulus dan interstisium sering disebabkan oleh bahan toksik atau infeksi (Kumar et al., 2010).


(44)

Penyakit ginjal kronik dapat merusak keempat komponen ginjal tadi dan memuncak menjadi gagal ginjal kronik. Cadangan fungsional ginjal sebenarnya cukup besar sehingga mungkin telah terjadi kerusakan yang luas sebelum timbul tanda-tanda gangguan fungsional (Kumar et al., 2010).

Gambaran kondisi ginjal normal secara mikroskopik dalam dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Ginjal normal secara mikroskopik (diwarnai dengan haematoxylin dan eosin). A. Korteks ginjal, 1: renal corpuscle; 2: proximal convoluted tubules; 3: distal convoluted tubulus; 4: Bowman’s capsulae space,

(B) Medula ginjal, 1: thick ascending limb of the loop of Henle; 2: interstitial connective tissue

(Gunin, 2000)

Beberapa penyakit pada ginjal yaitu diantaranya adalah 1. Penyakit yang mengenai glomerulus

Sebagian besar penyakit ini tidak menunjukkan adanya reaksi peradangan selular (penyakit nefrotik), sedangkan yang lain disertai dengan proteinuria yang disertai adanya eritrosit atapun leukosit pada urin (penyakit nefritik). Penyakit nefrotik memperlihatkan adanya pengendapan kompleks imun pada ataupun di bawah sel epitel. Sedangkan penyakit nefritik


(45)

memperlihatkan adanya pengendapan kompleks imun pada subendotel ataupun pada membran basal glomerulus dan atau mesangium (Ganong, 2010).

2. Penyakit yang mengenai tubulus dan interstisium

Cedera pada bagian tubulus umumnya berhubungan dengan interstisium. Interstisium merupakan ruang diantara tubulus ginjal. Kerusakan pada tubulus ginjal karena adanya senyawa nefrotoksik dapat dilihat dengan adanya penyempitan pada tubulus kontortus proksimal, nekrosis sel pada sel epitel tubulus kontortus proksimal (Kumar et al., 2010). Selain itu pula nefrotoksisitas yang terjadi di tubulus kontortus proksimal dapat berupa degenerasi disertai reaksi inflamasi dan perbaikan tergantung dari tempat dan luasnya luka. Kelainan dapat berupa hidrofik, inklusi, dan nekrosis (Glaister, 1986). Nekrosis merupakan pembengkakan sel yang diikuti dengan lisisnya sel. Sel nekrotik akan terlihat membesar dan terlihat merah dibandingkan dengan sel normal (Kumar et al., 2010).

Nefritis tubulointerstisium merupakan salah satu penyakit terjadi pada tubulus dan interstisium. Terdapat dua jenis nefritis tubulointerstisium yaitu akut dan kronis. Nefritis tubulointerstisium akut (Gambar 12.) umumnya ditandai dengan terjadinya edema interstisial yang dapat disertai dengan infiltrasi leukositik pada interstisium dan tubulus dan terjadinya nekrosis tubulus fokal. Nefritis tubulointerstisium kronik ditandai dengan terjadinya infiltrasi terutama oleh leukosit mononukleus, fibrosis interstisium, dan atrofi tubulus luas. Secara umum nefritis


(46)

tubulointerstisium akut ditandai dengan adanya edema dan (jika ada) eosinofil dan neutrofil sedangakan pada nefritis tubulointerstisium kronik ditemukan adanya fibrosis dan atrofi tubulus (Kumar et al., 2010).

Gambar 12. Mekanisme terjadinya nefritis tubulointerstisium kronik pada glomerulonefritis

(Kumar et al., 2010)

Terjadinya kerusakan pada tubulus terutama tubulus kontortus proksimal karena adanya toksin dapat terjadi dikarenakan pada tubulus ini kadar sitokrom P-450 yang tinggi untuk mendetoksifikasi ataupun mengaktifkan toksikan. Dengan demikian, tempat ini dapat menjadi sasaran efek toksik (Lu, 1995).

Nefrotoksisitas pada tubulus kontortus distal umumnya berupa kristaluria dan nekrosis papila ginjal. Hal ini terkait dengan fungsi tubulus distal dalam mengatur keseimbangan air, elektrolit, dan asam basa (Glaister, 1986).

Nefritis interstisial merupakan peradangan pada daerah interstisium yang disebabkan oleh reaksi alergi obat, infeksi, autoimun, dan penyakit


(47)

infiltrasi lainnya. Pada nefritis interstisial akut menyebabkan terjadinya disfungsi tubular ginjal dengan atau tanpa gagal ginjal. Disfungsi ginjal ini umumnya bersifat reversibel (Kumar et al., 2010). Nefritis interstisial ditandai dengan adanya pembengkakan tubulus kontortus proksimal, sitoplasma yang keruh hingga penyempitan lumen bahkan menghilang. Sel pada tubulus kontortus proksimal dan interstisium mengalami pembengkakan yang disebabkan oleh pergeseran air ekstraseluler menuju intrasel. Hal ini terjadi karena toksin menyebabkan terjadinya perubahan muatan listrik permukaan sel epitel pada tubulus, transport ion aktif dan asam organik, dan kemampuan mengkonsentrasikan dari ginjal hingga akhirnya tubulus mengalami kerusakan (Wijaya and Miranti, 2005).

Nefritis interstisial kronik (Gambar 13.) terjadi dengan ditandai menyusutnya tubulus dan terjadinya atrofi (ditunjukkan oleh tanda panah), dan dipisahkan oleh fibrosis interstisial yang luas (ditunjukkan oleh panah) (Perazella and Markowitz, 2010).

Gambar 13. Gambaran mikroskopik nefritis interstisial kronik (diwarnai dengan hematoxylin dan eosin, perbesaran 600x)


(48)

3. Penyakit yang mengenai pembuluh darah

Sebagian besar penyakit ginjal melibatkan pembuluh darah secara sekunder. Salah satu penyakit yang menyerang pembuluh darah yaitu nefrosklerosis jinak yang menggambarkan kondisi patologi ginjal karena sklerosis arteriol dan arteri kecil ginjal (Kumar et al., 2010).

E. Kreatinin

Kreatinin merupakan suatu produk akhir metabolisme otot yang diproduksi dengan kecepatan yang relatif kontan (Sherwood, 2007). Kreatinin berasal dari kreatin otot maupun kreatin fosfat yang disintesis dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah, dan diekskresikan melalui urin. Meningkatnya kadar kreatinin dalam darah merupakan indikasi rusaknya fungsi ginjal (Lu, 1995).

1. Mekanisme pembentukan kreatinin

Kreatin adalah derivat atau turunan asam amino yang diperoleh dari makanan (terutama daging merah) dan juga dibentuk di hati dari asam amino arginin, glisin, dan metionin. Kreatin kemudian ditangkap oleh otot tubuh membentuk fosfokreatin, senyawa fosfat berenergi tinggi (Gambar 14.).

Fosfokreatin kemudian dipecah untuk menyediakan cadangan energi (ATP) dengan katalasi enzim kreatin kinase (Pasquale, 2000; Sacher and Richard, 2004). Dalam prosesnya, sejumlah kecil kreatin diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang dikeluarkan dari sirkulasi oleh ginjal (Sacher and Richard, 2004).


(49)

Kreatinin diproduksi dalam kecepatan yang konstan tergantung pada massa otot seseorang dan dibuang dari tubuh melalui ginjal (Fischbach and Dunning, 2004). Nilai normal kadar kreatinin pada tikus adalah 0,2 – 0,8 mg/dL (Malole dan Pramono, 1989).

Gambar 14. Proses pembentukan kreatinin (Pasquale, 2000).

2. Fakor yang mempengaruhi kadar kreatinin darah

Jumlah kreatinin umumnya dianggap tidak dipengaruhi asupan protein namun terdapat pengaruh diet protein meskipun perubahan yang terjadi tidak sebesar pengaruh terhadap kadar ureum. Jumlah kreatinin dalam tubuh terutama dipengaruhi oleh massa otot. Oleh karena itu kreatinin darah pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, meningkatnya pada atlit dengan massa otot banyak, dan juga pada kelainan pemecahan otot (rhabdomiolisis) (Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010). Adanya gangguan fungsi pada ginjal, akan mengurangi ekskresi kreatinin dan akan berakibat terjadinya peningkatan kadar kreatinin dalam darah (kreatinin serum). Oleh karena itu, kadar kreatinin serum dapat menggambarkan kondisi ginjal (Fischbach and Dunning, 2004).


(50)

3. Metode pemeriksaan kreatinin

Ada beberapa jenis pemeriksaan kreatinin darah diantaranya yaitu :

a. Jaffe Reaction. Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Alat yang digunakan photometer.

b. Kinetik. Dasar metodenya relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.

c. Enzimatik. Dasar metode ini adalah dengan adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim membentuk senyawa enzim substrat dengan menggunakan alat photometer.

Meskipun sejumlah kecil disekresi, tes kliren kreatinin merupakan suatu tes untuk memperkirakan GFR dalam klinik. Untuk melakukan tes kliren kreatinin, cukup mengumpulkan contoh urin atau darah selama 24 jam (Price and Wilson, 1985).

F. Karbon tetraklorida

Gambar 15. Struktur molekul karbon tetraklorida (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI., 1995) Karbon tetraklorida (Gambar 15.) adalah senyawa kimia dengan rumus molekul CCl4. Karbon tetraklorida berupa cairan bening yang tidak mudah terbakar dan memiliki bau yang khas, larut dalam etanol, aseton, benzen, karbon


(51)

disulfida dan memiliki kelarutan rendah dalam air (Oehha, 2000). Karbon tetraklorida merupakan cairan yang mudah menguap dan senyawa kimia yang dikhawatirkan menyebabkan karsinogen dan dibuktikan melalui penelitian terhadap hewan uji. Karbon tetraklorida pada masa lalu sering digunakan sebagai cairan pembersih dan bahan pemadam kebakaran (Departement of Health and Human Services, 2011).

Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang bersifat toksik . Karbon tetraklorida di dalam tubuh akan mengalami proses biotransformasi oleh enzim CYP2E1 membentuk radikal bebas yaitu radikal triklormetil (CCl3) (Gambar 16.). Radikal ini kemudian akan bereaksi dengan oksigen dan membentuk radikal triklorometil peroksi (OOCCl3) yang lebih reaktif (Gambar 16.) (Hippeli and Elstner, 1999).

Radikal triklorometil dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sitokrom P-450. Radikal triklorometil akan berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol. Reaksi ini juga menghasilkan kloroform, yang merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida (Gambar 16.). Selain itu pula radikal triklorometil dapat menginisiasi terjadinya radikal lipid yang menyebabkan terbentuknya lipid hidroperoksidase (LOOH) dan radikal lipid alkoksil (LO). Melalui proses fragmentasi, radikal lipid alkoksi tersebut akan diubah menjadi malondialdehid (Greguz and Klaaseen, 2001). Senyawa aldehid inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma dan meningkatkan permeabilitas membran (Bruckner dan Warren, 2001).


(52)

C Cl HCl Cl Cl Carbon tetrachloride O e -CYP2EI C Cl Cl Cl O2 C Cl Cl Cl

O O

-Trichloromethyl radical

Trichloromethyl peroxide radical

protein or lipid

covalent binding C Cl Cl Cl H Chlorof orm RH R+ Lipid peroxidation O2 GSH GSSG

CCl3OH

C

Cl Cl

O

Phosgene

Toxicity Toxicity Toxicity

Gambar 16. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida

(Timbrell, 2008)

Senyawa radikal ini diketahui menyebabkan terjadinya hepatotoksisitas dan juga merupakan suatu nefrotoksin. Gagal ginjal akut yang berhubungan dengan keracunan oleh CCl4 dapat menyebabkan penurunan kerja ginjal melalui sindrom hepatorenal tetapi secara langsung dapat menyebabkan terjadinya luka pada tubulus ginjal. CCl4 dapat juga menyebabkan terjadinya nekrosis pada tubulus kontortus ginjal dan pada lengkung Henle. Pembengkakan pada membran glomerular umumnya terlihat (Goldfrank et al., 2002).

Tubuh sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah satunya yaitu enzim glutation-S-transferase (GST) sebagai enzim yang berperan dalam proses penangkapan radikal bebas (Timbrell, 2008).


(53)

G. Dekoksi

Dekoksi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 900C selama 30 menit. Pembuatan dekok

dilakukan dengan mencampur simplisia dalam panci dengan air, dipanaskan selama 30 menit terhitung mulai suhu 900C sambil sesekali diaduk. Serkai selagi

panas melalui kain flanel, dan tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang dikehendaki (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010).

H. Keterangan Empiris

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk mendapatkan bukti adanya efek nefroprotektif jangka pendek dekok biji Persea americana Mill. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.


(54)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi lama pemberian dekok biji Persea americana Mill. dengan dosis tertentu pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar kreatinin dan struktur anatomi ginjal yang dilihat dari gambaran histologi ginjal tikus dengan pemberian jangka pendek dekok biji Persea americana Mill. pada tikus galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi hewan uji yaitu tikus galur Wistar dengan berat badan 150-250 g dan umur 2-3 bulan, cara pemberian nefrotoksin secara intraperitonial, cara pemberian dekok secara per oral, dan bahan uji yang digunakan berupa serbuk biji Persea americana Mill.


(55)

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini yaitu kondisi patologis dari tikus galur Wistar yang digunakan.

3. Definisi operasional

a. Variasi lama pemberian dekok biji Persea americana Mill. Variasi lama pemberian dekok dilakukan selama 1, 4, dan 6 jam sebelum diberikan nefrotoksin CCl4.

b. Penurunan kadar kreatinin. Kemampuan dekok biji Persea americana Mill. pada dosis tertentu yang dapat menurunkan kadar kreatinin pada tikus galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

c. Kerusakan struktur anatomi ginjal. Kerusakan struktur ini dilihat dari gambaran histologi ginjal tikus yaitu ditandai dengan ditemukannya sel radang, fibrosa, cacat seluler seperti nekrosis sel-sel epitel pada glomerulus, nefritis tubulus dan interstisium, serta pembengkakan sel-sel tubulus proksimal sehingga terjadi penyempitan lumen hingga hilangnya lumen.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill yang diperoleh dari Padang pada bulan Januari 2013 .


(56)

2. Bahan kimia

a. Bahan nefrotoksin yang digunakan yaitu karbon tetraklorida merk Merck® yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Air suling sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan sediaan uji diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.

c. Aqua bidestilata untuk blanko pengujian kreatinin diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Kontrol serum kreatinin Cobas® (Preci Control ClinChem Multi 2) Roche/Hitachi analyzer.

e. Formalin 37 %

f. Olive oil merk Bertolli sebagai kontrol negatif.

g. Reagen diasys untuk mengukur aktivitas serum kreatinin.

D. Alat Penelitian

1. Peralatan pembuatan dekok biji Persea americana Mill.

Panci enamel, termometer, stopwatch, timbangan elektrik Mettler Toledo® , Beker glass, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, cawan porselin, kain flanel, pemanas.

2. Peralatan penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. Moisture balance Halogen moisture analyser Mettler Toledo®, sendok.


(57)

3. Peralatan uji nefroprotektif

Peralatan gelas, seperti Beker glass, labu ukur, batang pengaduk, gelas ukur, tabung reaksi, timbangan elektrik Mettler Toledo®, pipa kapiler, tabung Eppendorf, spuit injeksi per oral dan syringe 3mL dan 5 mL Terumo®, spuit injeksi intra peritonial dan syringe 1 mL Terumo®, stopwatch, vortex Genie Wilten®, sentrifuge Centurion Scientific ®, mikro pipet, Mikro vitalab 200 Merck®, pinset, jarum pentul.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill.

Determinasi biji Persea americana Mill. dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri serbuk Persea americana Mill. yang diperoleh dari Padang dengan serbuk biji Persea americana Mill. yang dibuat dari contoh otentik. Determinasi serbuk biji dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang meliputi uji organoleptis serbuk, dan ciri-ciri mikroskopis serbuk biji Perseae americana Mill.yang digunakan dengan serbuk biji Persea americana Mill. pembanding.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah sebuk biji Perseae americana Mill. yang diperoleh dari Padang, Sumatra Barat pada bulan Januari 2013.

3. Penetapan kadar air serbuk biji Perseae americana Mill

Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance. Sebanyak kurang lebih 5 g serbuk biji Persea americana Mill


(58)

dimasukkan dalam alat moisture balance dan diratakan. Serbuk ditimbang dan dihitung sebagai bobot sebelum pemanasan. Serbuk kemudian dipanaskan pada suhu 1050 C selama 15 menit. Serbuk kemudian ditimbang dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan. Selisih bobot sebelum dan setelah pemanasan merupakan kadar air sampel yang diteliti.

4. Pembuatan dekok biji Persea americana Mill.

Sebuk kering biji Persea americana Mill. ditimbang sebanyak 8,0 g. Serbuk kering kemudian dibasahi dengan 16,0 mL aquadest (Depkes, 1986) selanjutnya ditambahkan aquadest sebanyak 100,0 mL. Campuran serbuk dan air dipanaskan dalam panci enamel pada suhu 900

C dan dijaga tetap dalam suhu tersebut selama 30 menit. Waktu 30 menit terhitung ketika suhu campuran mencapai 900 C. Setelah 30 menit, campuran tersebut disaring dengan menggunakan kain flanel dan diperas. Filtrat kemudian dihitung volumenya dan apabila tidak mencapai volume 100 mL ditambahkan dengan aquadest hingga 100 mL dengan menggunakan labu ukur.

5. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%

Berdasarkan penelitian Janakat dan Merie (2002), larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dimana perbandingan volume karbon tetraklorida dan pelarut adalah 1:1. Larutan karbon tetraklorida dibuat dengan cara dilarutkan dalam volume yang sama dengan olive oil.


(59)

6. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis nefrotoksik karbon tetraklorida

Dosis nefrotoksik ditentukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moneim and Khadragy (2012). Berdasarkan penelitian dosis kabon tetraklorida 2 mL/kgBB secara intraperitonial dapat menyebabkan kerusakan sel-sel ginjal pada tikus yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar kreatinin tetapi tidak menyebabkan kematian pada tikus tersebut.

b. Penetapan waktu cuplikan darah

Penetapan waktu cuplikan darah ditentukan dengan melakukan orientasi empat kelompok perlakuan waktu. Orientasi dilakukan dengan menggunakan 4 ekor tikus. Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata. Tikus kemudian dilakukan pengambilan darah masing-masing pada jam ke-0, 24, 48, dan 72 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida. Kemudian dilakukan pengukuran kadar kreatinin.

7. Pengelompokan hewan uji

Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam 6 kelompok perlakukan masing-masing sebanyak lima ekor tikus.

a. Kelompok I (kontrol nefrotoksin) yang diberikan larutan karbon tetraklorida-olive oil (1:1) dosis 2 mL/kgBB secara i.p.

b. Kelompok II (kontrol negatif) diberikan olive oil dosis 2 mL/kg BB secara i.p.


(60)

c. Kelompok III (kontrol dekok) diberikan dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71mg/ kgBB secara per oral. Pada jam ke-6 setelah pemberian dekok biji Persea americana Mill. dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan kadar kreatinin dan dilakukan pengambilan organ ginjal tikus untuk melihat gambaran histologi ginjal.

d. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) diberikan dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71mg/kgBB, kemudian secara berturut-turut pada jam ke-1, 4, dan 6 jam setelah pemberian dekok, diberikan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB.

Pada jam ke-48 setelah pemerian karbon tetraklorida, kelompok I, II, IV, V, dan VI dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan kadar kreatinin dan dilakukan pengambilan organ ginjal tikus untuk melihat gambaran histologi ginjal.

8. Pembuatan serum

Darah yang telah diambil melalui sinus orbitalis mata tikus ditampung dalam tabung Eppendorf dan didiamkan selama 15 menit. Darah kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 10.000 rpm dan diambil bagian supernatannya untuk dilakukan analisis.

9. Penetapan kadar kreatinin

Micro vitalab 200 digunakan untuk pengukuran kadar kreatinin. Sebelum dilakukan pengukuran sampel, alat divalidasi dengan menggunakan kontrol serum. Kisaran nilai kreatinin serum kontrol yaitu 1,09-1,71 mg/dL.


(61)

a. Penetapan kadar serum kontrol. Analisis dilakukan dengan mencampur 50 µL serum kontrol ditambahkan 1000 µL reagen I. Kemudian campuran divorteks selama 5 detik dan didiamkan selama 2 menit. Campuran kemudian ditambah dengan reagen II sebanyak 250 µL, divortex selama 5 detik dan didiamkan selama 1 menit. Campuran kemudian diukur dengan menggunakan mikrovitalab 200. b. Penetapan kadar serum kreatinin. Analisis dilakukan dengan mencampur 50 µL serum kreatinin ditambahkan 1000 µL reagen I. Kemudian campuran divorteks selama 5 detik dan didiamkan selama 2 menit. Campuran kemudian ditambah dengan reagen II sebanyak 250 µL, divortex selama 5 detik dan didiamkan selama 1 menit. Campuran kemudian diukur dengan menggunakan mikrovitalab 200. 10. Pembuatan preparat histologi tikus

Ginjal tikus diambil dengan menggunakan pisau skalpel, kemudian dimasukkan dalam formalin 10%. Selanjutnya dilakukan pembuatan preparat histologis di Laboratorium Patologi Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas kreatinin diuji dengan metode Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat kehomogenitasan varian antar kelompok sebagai syarat analisis parametik. Data kemudian dianalisis dengan analisis variansi pola searah (one way ANOVA) dengan taraf kepercayaan


(62)

95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p ≤ 0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Analisis yang digunakan untuk 2 kelompok dilakukan dengan metode Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat kehomogenitasan varian antar kelompok sebagai syarat analisis parametik. Apabila hasil menunjukkan distribusi normal maka dilanjutkan dengan t-test berpasangan untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok bermakna (signifikan) (p ≤ 0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p > 0,05).

Perhitungan persen efek nefroprotektif terhadap nefrotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus :

� � � � 4− � � � � −

(� � � − � � � � )


(63)

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dekok biji Persea americana Mill. sebagai nefroprotektor pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan pemberian jangka pendek. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka dilakukan beberapa pengujian.

A. Penyiapan Bahan 1. Hasil determinasi serbuk biji tanaman

Pada penelitian ini digunakan serbuk biji Persea americana Mill. sebagai bahan uji. Tujuan dilakukannya determinasi tanaman yaitu membuktikan bahwa bagian dari tanaman yang digunakan benar-benar berasal dari biji tanaman Persea americana Mill. sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan dalam menyiapkan bahan yang digunakan. Proses determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri serbuk biji Persea americana Mill. yang dibuat dari contoh otentik dengan serbuk biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Padang, baik organoleptis maupun secara mikroskopis. Hasil determinasi membuktikan bahwa benar serbuk biji tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah Persea americana Mill. (Lampiran 1.). 2. Penetapan kadar air serbuk kering biji Persea americana Mill.

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk biji Persea americana Mill. Melalui uji ini dapat diketahui apakah serbuk biji Persea americana Mill. telah memenuhi persyaratan serbuk yang baik,


(64)

dimana kadar air dalam serbuk kurang dari 10% (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance menggunakan metode Gravimetri. Serbuk Persea americana Mill. yang akan digunakan, dipanaskan pada suhu 1050 C selama 15 menit. Suhu 1050 C digunakan karena pada suhu tersebut diasumsikan seluruh kandungan air yang ada dalam serbuk dapat menguap. Waktu pemanasan yang dilakukan yaitu 15 menit. Waktu ini dipilih sebab pada waktu tersebut diasumsikan kandungan air dalam serbuk telah menguap. Hasil perhitungan menunjukkan serbuk biji Persea americana Mill. memiliki kadar air sebesar 7,4 %. Hal ini menunjukkan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. telah memenuhi persyaratan serbuk yang baik.

B. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida

Penetapan dosis nefrototoksin karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui dosis yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal ringan berupa kerusakan pada tubulus ginjal dan juga terjadinya perlemakan pada ginjal tikus yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar kreatinin dan terjadinya perubahan histologi pada ginjal. Pembuatan sediaan karbon tetraklorida mengacu pada penelitian Janakat and Merie (2002) dimana karbon tetraklorida dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan 1:1, sedangkan dosis yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Moneim and


(65)

Khadragy (2012), dimana pada dosis 2 mL/kgBB tikus secara intraperitonial pada tikus dapat menimbulkan efek efek nefrotoksik yang ditandai dengan meningkatnya kadar kreatinin.

2. Penentuan waktu pencuplikan darah

Tujuan dilakukan penentuan waktu pencuplikan darah yaitu mengetahui selang waktu dimana karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dapat memberikan efek nefrotoksik maksimal yang ditandai dengan meningkatnya kadar kreatinin tertinggi pada selang waktu tertentu. Pengambilan cuplikan darah dilakukan pada jam ke-0, 24,48, dan 72 jam setelah nefrotoksin diinjeksikan pada hewan uji.

Data kadar kreatinin setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0,24,48, dan 72 jam tersaji pada tabel I dan gambar 17.

Tabel I . Purata kadar kreatinin tikus pada jam ke-0, 24, 48, dan 72 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB (n=4)

Selang waktu (jam) Purata kadar kreatinin ± SE (mg/dL)

0 0,35 ± 0,03

24 0,53 ± 0,05

48 1,0 ± 0,07

72 0,45 ± 0,03

Data kadar kreatinin dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov dan diperoleh signifikansi untuk masing-masing kelompok yaitu 0,846; 0,905; 0,989; dan 0,846 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh memiliki distribusi normal, sehingga dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil uji Scheffe dapat dilihat pada tabel II.


(66)

Gambar 17. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin tikus pada jam ke-0, 24, 48 dan 72 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Tabel II. Hasil ujiScheffe kadar kreatinin tikus jam ke-0,24, 48, dan 72 setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Selang waktu (jam) 0 24 48 72

0 BTB BB BTB

24 BTB BB BTB

48 BTB BTB BTB

72 BTB BTB BB

Keterangan :

B = Berbeda bermakna ( p ≤ 0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Menurut Malole dan Pramono (1989) nilai normal kadar kreatinin pada tikus adalah 0,2 – 0,8 mg/dL. Pada tabel I terlihat kadar kreatinin tertinggi terjadi pada jam ke-48 yaitu 1,0 ± 0,07 mg/dL. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kadar kreatinin yang signifikan dan berbeda bermakna dengan kadar kreatinin pada jam ke-0, 24, dan 72 (Tabel II). Pengamatan yang dilakukan pada jam ke-24 setelah diinduksi dengan karbon tetraklorida menunjukkan belum terjadi peningkatan kadar kreatinin, dimana kadar kreatinin 0,53 ± 0,05 mg/dL


(1)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kontrol_Olive_Oi l_2mLperkgBB_j

amke0

Kontrol_Oilve_Oi l_2mLperkgBB_j

amke48 Selisih

N 5 5 5

Normal Parametersa Mean .4600 .5800 .1200

Std. Deviation .05477 .04472 .08367 Most Extreme Differences Absolute .367 .473 .231

Positive .263 .327 .194

Negative -.367 -.473 -.231

Kolmogorov-Smirnov Z .822 1.057 .515

Asymp. Sig. (2-tailed) .510 .214 .953

a. Test distribution is Normal.

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Kreatinin jam 0 .4600 5 .05477 .02449

Kreatinin jam 48 .5800 5 .04472 .02000

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Kreatinin jam 0 & Kreatinin jam


(2)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 Kreatinin jam 0 -


(3)

Lampiran 9. Perhitungan efek nefroprotektif

Rumus perhitungan efek nefroprotektif :

� � � � 4 − (� � � )

� � � � � � 4 � 100%

Maka perhitungan efek nefroprotektif kadar kreatinin sebagai berikut :

 Kelompok perlakuan dekok biji Persea americana Mill. 360,71 mg/kgBB 1 jam + karbon tetraklorida 2mL/kgBB :

1,0 – 0,74

1,0 � 100% = 26%

 Kelompok perlakuan dekok biji Persea americana Mill. 360,71 mg/kgBB 4 jam + karbon tetraklorida 2mL/kgBB :

1,0 – 0,78

1,0 � 100% = 22%

 Kelompok perlakuan dekok biji Persea americana Mill. 360,71 mg/kgBB 6 jam + karbon tetraklorida 2mL/kgBB :

1,0 – 0,84

1,0 � 100% = 16%

Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill.

Penentuan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance.

Cara penentuan kadar air

1. Masukkan ± 5 gram serbuk biji Persea americana Mill. yang sudah diayak ke dalam alat, kemudian ratakan.

2. Timbang bobot serbuk biji Persea americana Mill. sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A).

3. Panaskan serbuk biji Persea americana Mill. pada suhu 1050C.

4. Timbang serbuk biji Persea americana Mill. setelah pemanasan (bobot B). 5. Selisih bobot A dan B merupakan kadar air dari zat yang diteliti.

Rumus penentuan kadar air Kadar air = – � 100 %


(4)

Perhitungan :

Bobot serbuk biji Persea

americana Mill.

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Sebelum 5,000 g 5,000 g 5,000 g

Sesudah 4,624 g 4,636 g 4,630 g

Kadar air 7,52% 7,28% 7,4%

Rata-rata 7,4%

Replikasi I

Kadar air = – � 100 % = 5,000 – 4,624

5,000 � 100 % = 7,52%

Replikasi II

Kadar air = – � 100 % = 5,000 – 4,636

5,000 � 100 % = 7,28%

Replikasi III

Kadar air = – � 100 % = 5,000 – 4,630

5,000 � 100 % = 7,4%

Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis untuk manusia

 Angka konversi tikus 200 g ke manusia 70 kg = 56,0

 Dosis untuk manusia = dosis untuk tikus 200g x angka konversi ke manusia

Oleh karena itu, dapat ditetapkan dosis dekok biji Persea americana Mill. untuk manusia sebagai berikut :

Dekok biji Persea americana Mill. 360,71 mg/kgBB tikus

360,71 mg/kgBB = 360,71 mg/1000 gBB = 72,142 mg/200 gBB 72,142 mg/200 gBB x 56,0 = 4,040 g/ 70 kgBB manusia


(5)

Lampiran 12. Hasil pengukuran validitas dan reabilitas

Tabel hasil validitas dan reabilitas

Dilihat dari serum kontrol (range 1,09 – 1,71 mg/dL) x (mg/dL)

1,7

1,68

0,02 0,0004

1,7 0,02 0,0004

1,6 -0,08 0,0064

1,7 0,02 0,0004

1,7 0,02 0,0004

Σ = 0,008

SD = =

= 0,008 4

=

0,04

Range = ± SD CV = ( SD / ) x 100 %

= 1,68 ± 0,04 = ( 0,04/ 1,68) x 100 % = 1,72 -1,64 = 2,38 %


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Efek Nefroprotektif Jangka Pendek Dekok Biji Persea americana Mill. terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histologi Ginjal pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” memiiki nama lengkap Irene,

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Irawan dan Ratnawati. Penulis dilahirkan di Magelang 7 Juli 1992. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu TK Among Putro (1997-1998), kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Tarakanita Magelang (1998-2004). Pendidikan Sekolah Menegah Pertama ditempuh di SMP Tarakanita Magelang (2004-2007), kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Magelang (2004-2010). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Fakultas Farmasi pada tahun 2010. Semasa kuliah penulis aktif dalam berbagai macam kegiatan kepanitiaan di fakultas. Penulis pernah menjadi anggota divisi Konsumsi Titrasi (2011), Panitia Kampanye Informasi Obat (2011), Panitia Pharmacy Performance (2012). Penulis juga pernah menjadi


Dokumen yang terkait

Efek nefroprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 121

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 115

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol biji persea americana mill. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 12 130

Efek nefroprotektif pemberian jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 13 122

Efek nefroprotektif pemberian jangka panjang infusa biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologi ginjal tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 8

Efek nefroprotektif jangka pendek ekstrak metanol air biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida

2 13 119

Efek nefroprotektif pemberian jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 120

Efek nefroprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 115

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 113

Efek nefroprotektif dekoksi biji persea americana mill. jangka panjang terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus yang diinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 109