Deskripsi harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dan implikasinya pada usulan program pengembangan harga diri.

(1)

ABSTRAK

DESKRIPSI HARGA DIRI SISWA KELAS VIII SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA

PADA USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI Laurentia Dian Arvita

Universitas Sanata Dharma 2013

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013 dan membuat usulan program bimbingan yang sesuai untuk mengembangkan harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 103 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mengungkap harga diri siswa kelas VIII yang terbagi dalam lima aspek, yaitu fisik, kognitif, emosional, sosial, dan rohani/ spiritual. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner langsung tertutup. Teknik analisis data yang digunakan adalah pengkategorisasian harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 berdasar kriteria Azwar. Kategorisasi disusun berdasar distribusi normal dengan model kategorisasi jenjang (ordinal) dengan lima jenjang, yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, sangat rendah.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa: 69 orang siswa (67%) memiliki harga diri yang sangat tinggi, 34 orang siswa (33%) memiliki harga diri yang tinggi, tidak ada siswa (0%) yang memiliki harga diri cukup, rendah, dan sangat rendah. Peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 memiliki harga diri yang sangat tinggi.


(2)

ABSTRACT

DESCRIPTION OF SELF-ESTEEM OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS AT JOANNES BOSCO JUNIOR HIGH SCHOOL

YOGYAKARTA IN 2012/2013 ACADEMIC YEAR AND ITS

IMPLICATIONS TO THE SELF-ESTEEM DEVELOPMENT PROGRAM By:

Laurentia Dian Arvita Sanata Dharma University

2013

This research aims to obtain a description of self-esteem of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year and to make recommendations of appropriate guidance program for developing self-esteem of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta.

This study belongs to a descriptive research with survey method. The subjek of this research is all eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year, consisting of 103 students. The research instrument used is in the form of a questionnaire that describes the self-esteem of the eighth grade students which was divided into five aspects, namely physical, cognitive, emotional, social, and spiritual. The type of questionnaire used is direct-closed questionnaire. The technique of data analysis used is self-esteem categorization of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year based on the Azwar’s criteria. The categorization is arranged based on a normal distribution with five different levels, namely very high, high, moderate, low, and very low.

The results showed that: 69 students (67%) have very high self-esteem, 34 students (33%) have high self-esteem, no students (0%) have moderate, low, and very low self-esteem. The researcher concluded that most of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year have very high self-esteem.


(3)

DESKRIPSI HARGA DIRI SISWA KELAS VIII SMP

JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN

2012/2013 DAN IMPLIKASINYA PADA USULAN

PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Laurentia Dian Arvita NIM: 081114009


(4)

DESKRIPSI HARGA DIRI SISWA KELAS VIII SMP

JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN

2012/2013 DAN IMPLIKASINYA PADA USULAN

PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Laurentia Dian Arvita NIM: 081114009

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA


(5)

       


(6)

(7)

MOTTO

Bersukacitalah dalam pengharapan, bersabarlah dalam kesesakan, dan

bertekunlah dalam doa! (Roma 12: 12)


(8)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk: Yesus Kristus dan Bunda Maria Universitas Sanata Dharma Yogyakarta SMP Joannes Bosco Yogyakarta Keluarga: Bapak Drs. Ignatius Sumarno, M. Pd.,

Ibu Sih Sumaryani Hiltrudis, S. Pd., dan Titus Rian Pradita


(9)

   

                 


(10)

(11)

ABSTRAK

DESKRIPSI HARGA DIRI SISWA KELAS VIII SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA

PADA USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI Laurentia Dian Arvita

Universitas Sanata Dharma 2013

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013 dan membuat usulan program bimbingan yang sesuai untuk mengembangkan harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 103 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mengungkap harga diri siswa kelas VIII yang terbagi dalam lima aspek, yaitu fisik, kognitif, emosional, sosial, dan rohani/ spiritual. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner langsung tertutup. Teknik analisis data yang digunakan adalah pengkategorisasian harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 berdasar kriteria Azwar. Kategorisasi disusun berdasar distribusi normal dengan model kategorisasi jenjang (ordinal) dengan lima jenjang, yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, sangat rendah.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa: 69 orang siswa (67%) memiliki harga diri yang sangat tinggi, 34 orang siswa (33%) memiliki harga diri yang tinggi, tidak ada siswa (0%) yang memiliki harga diri cukup, rendah, dan sangat rendah. Peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 memiliki harga diri yang sangat tinggi.


(12)

ABSTRACT

DESCRIPTION OF SELF-ESTEEM OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS AT JOANNES BOSCO JUNIOR HIGH SCHOOL

YOGYAKARTA IN 2012/2013 ACADEMIC YEAR AND ITS

IMPLICATIONS TO THE SELF-ESTEEM DEVELOPMENT PROGRAM By:

Laurentia Dian Arvita Sanata Dharma University

2013

This research aims to obtain a description of self-esteem of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year and to make recommendations of appropriate guidance program for developing self-esteem of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta.

This study belongs to a descriptive research with survey method. The subjek of this research is all eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year, consisting of 103 students. The research instrument used is in the form of a questionnaire that describes the self-esteem of the eighth grade students which was divided into five aspects, namely physical, cognitive, emotional, social, and spiritual. The type of questionnaire used is direct-closed questionnaire. The technique of data analysis used is self-esteem categorization of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year based on the Azwar’s criteria. The categorization is arranged based on a normal distribution with five different levels, namely very high, high, moderate, low, and very low.

The results showed that: 69 students (67%) have very high self-esteem, 34 students (33%) have high self-esteem, no students (0%) have moderate, low, and very low self-esteem. The researcher concluded that most of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year have very high self-esteem.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan mendampingi penulis. Oleh karena itu, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih secara tulus kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M. Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Drs. R. H. Dj. Sinurat, M. A., selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati telah memberikan motivasi, meluangkan waktu untuk mendampingi penulis selama proses penulisan skripsi.

3. Drs. Y. Sugiarto, selaku Kepala Sekolah SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.


(14)

5. Dra. Anna Harsanti, selaku Kepala Sekolah SMP Stella Duce II Yogyakarta yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan uji coba kuesioner.

6. Fransiska Romana Pipiet Cintia Sanjaya, S. Pd., selaku Koordinator Bimbingan dan Konseling SMP Stella Duce II Yogyakarta yang telah bersedia memberikan kesempatan dan membantu peneliti untuk melaksanakan uji coba kuesioner.

7. Siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang telah bersedia meluangkan waktu dan kesediaannya sebagai responden dalam melaksanakan penelitian.

8. Siswa kelas VIII SMP Stella Duce II Yogyakarta yang telah bersedia meluangkan waktu dan kesediaannya sebagai responden dalam melaksanakan uji coba kuesioner.

9. Keluargaku: Drs. Ignatius Sumarno, M. Pd., Sih Sumaryani Hiltrudis, S. Pd., dan Titus Rian Pradita yang selalu memberikan motivasi, dana, nasihat, dan doa pada penulis.

10. Saudaraku Makarius Ditya Nanda Pamungkas, Amd. Kep., yang selalu memberikan motivasi dan doa pada penulis.

11.Saudara-saudaraku (Vincentius Wishnu Adhityaputra, Ursulani Bonatiur Nainggolan, Dian Setyaningsih, dan Chandra Wahyu Kristanto) yang selalu memberikan semangat, kasih, harapan, perhatian, dan doa pada penulis.


(15)

(16)

DAFTAR ISI  

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT...ix

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR SKEMA...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan ... 4

D. Manfaat ... 5

E. Definisi Operasional ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

A. Perkembangan Remaja ... 6

1. Perkembangan Fisik ... 6

2. Perkembangan Kognitif ... 9

3. Perkembangan Emosi ... 17


(17)

B.Harga Diri ... 23

1. Pengertian Harga Diri ... 23

2. Karakteristik Remaja yang Memiliki Harga Diri Tinggi...25

3. Karakteristik Remaja yang Memiliki Harga Diri Rendah ... 26

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 27

5. Manfaat Memiliki Harga Diri Tinggi ... 28

6. Harga Diri Remaja ... 29

C. Tinjauan Hasil Penelitian Lain yang Relevan ... 30

D. Program Pengembangan Harga Diri ... 32

1. Program Pengembangan Harga diri ... 32

2. Evaluasi Program ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 35

A. Jenis Penelitian ... 35

B. Subjek Penelitian ... 35

C. Instrumen Penelitian ... 36

D. Uji Coba Alat ... 39

1. Validitas Instrumen ... 39

2. Reliabilitas Instrumen ... 42

E. Prosedur Pengumpulan Data ... 43

1. Tahap Persiapan ... 43

2. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI... 48

A. Hasil Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 49

C. Usulan Program Pengembangan Harga Diri ... 54


(18)

DAFTAR TABEL  

 

Tabel 1: Rincian Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta

Tahun Ajaran 2012/2013 ... 36

Tabel 2: Kisi-Kisi Kuesioner Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 ... 37

Tabel 3: Jumlah Item-Item yang Valid dan Tidak Valid ... 41

Tabel 4: Kriteria Guildford ... 43

Tabel 5: Norma Kategorisasi ... 46

Tabel 6: Kategori Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce II Yogyakarta 47 Tabel 7: Penggolongan Deskripsi Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 ... 48

Tabel 8: Urutan Waktu Pelaksanaan Program Pengembangan Harga Diri... 60

Tabel 9: Silabus ... 63  

                           


(19)

DAFTAR SKEMA


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce II Yogyakarta Tahun

Ajaran 2012/2013 (Uji Coba)...72

Lampiran 2: Hasil Perhitungan Taraf Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner Uji Coba...75

Lampiran 3: Kuesioner Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 (Penelitian)...78

Lampiran 4: Tabulasi Penelitian...82

Lampiran 5: Surat Ijin Uji Coba...85

Lampiran 6: Surat Ijin Penelitian...86

Lampiran 7: Surat Keterangan Melakukan Uji Coba...87

Lampiran 8: Surat Keterangan Melakukan Penelitian...88


(21)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian mengenai (1) Latar Belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, dan (5) Definisi Operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan manusia yang terletak di antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Tahap ini dimulai dari usia 10/11 tahun sampai dengan 25 tahun. Seseorang dianggap sebagai remaja, sejak individu yang bersangkutan mengalami kematangan seksual sampai individu tersebut dianggap relatif mandiri. Transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja melibatkan sejumlah perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007: 22). Perubahan-perubahan itu terkadang membuat sebagian remaja tidak nyaman dengan dirinya. Ketidaknyamanan yang dialami dapat membuat remaja cenderung bersikap menyendiri ataupun agresif. Sikap-sikap tersebut tentunya berawal dari pikiran dan perasaan mereka yang negatif terhadap diri mereka sendiri.

Pikiran dan perasaan remaja akan dirinya merupakan bagian dari penilaian remaja terhadap dirinya sendiri. Penilaian remaja memang tidak


(22)

baik daripada remaja dengan harga diri yang rendah. Remaja dengan harga diri yang tinggi biasanya bertanggung jawab, mandiri, produktif, lincah, ceria, berprestasi dan memiliki tingkat penerimaan sosial yang tinggi.

Menurut Baron dan Byrne (2003: 174), memiliki harga diri yang tinggi berarti yang bersangkutan menyukai dirinya sendiri. Perasaan suka pada diri sendiri ini menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki penilaian yang positif tentang dirinya. Penilaian dan pandangan yang positif ini sebagian dipengaruhi oleh pendapat orang lain dan sebagian berdasarkan pengalaman yang spesifik. Sikap tokoh-tokoh di sekitar remaja (significant others) rupanya mampu mempengaruhi penilaian dan sikap seorang remaja terhadap dirinya sendiri. Jika orang-orang di sekitarnya mengatakan bahwa mereka termasuk remaja yang sopan, maka remaja tersebut akan menganggap bahwa dirinya termasuk pribadi yang sopan. Sikap significant others yang seperti ini yang mampu membuat remaja merasa dihargai, dicintai, dan diterima.

Remaja yang memiliki perasaan senang dan bangga akan dirinya biasanya akan merasa senang dalam menjalankan hidupnya. Mereka mampu bertanggung jawab atas hidupnya sendiri bahkan mereka mampu memecahkan masalah dan membuat keputusan dengan penuh keyakinan diri.

Siswa-siswa SMP kelas VIII berada pada masa remaja. Masa ini merupakan saat remaja mulai mempertanyakan identitas dan mulai menilai dirinya. Pada umumnya mereka mencari identitas diri dengan bertanya pada orang-orang sekitarnya tentang dirinya atau bergabung dalam


(23)

kelompok-ataupun kelompok yang mau menerima dirinya apa adanya. Apabila remaja mampu menemukan lingkungan yang tepat, maka mereka akan memiliki penghargaan yang positif pula terhadap dirinya, namun apabila remaja tidak menemukan tempat atau kelompok yang tepat kemungkinan besar mereka akan memiliki sikap negatif seperti, agresif, pendiam, dan penyendiri.

Robins, dkk (Santrock, 2007: 65) mengatakan bahwa penelitian terakhir menunjukkan bahwa harga diri akan tinggi pada masa kanak-kanak, menurun pada masa remaja, meningkat lagi pada masa dewasa sampai masa dewasa akhir. Menurunnya harga diri pada masa remaja tentunya memberikan banyak akibat. Hasil penelitian Septrina, dkk mampu menunjukkan bahwa harga diri yang rendah dapat membuat remaja melakukan tindakan yang negatif seperti tindakan bulliying. Septrina dkk (2009: http://repository.gunadarma.ac.id/ bitstream/123456789/2683/1/Psi-14.pdf) menunjukkan bahwa self esteem

dengan bullying memiliki hubungan yang signifikan. Jika seorang remaja memiliki harga diri tinggi, maka tingkat bulliying akan rendah.

Peneliti mendapatkan kesan bahwa sebagian siswa SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 sebagai remaja awal memiliki harga diri yang rendah. Peneliti melihat ada gejala-gejala yang menunjukkan bahwa cukup banyak siswa kelas VIII memiliki harga diri rendah, antara lain kurang mampu mengelola emosi dengan baik, adanya tindakan bullying, tidak berani berbicara di depan kelas, bersikap pasif ketika diskusi dalam kelompok,


(24)

BK) di SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Kesan peneliti juga didukung dengan hasil wawancara antara peneliti dengan seorang guru BK SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Guru BK tersebut mengatakan bahwa sebagian siswa kelas VIII tampak merasa rendah diri.

Mengingat pentingnya memiliki harga diri yang tinggi, maka perlu diketahui seberapa jauh siswa-siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013 menghargai dirinya sendiri. Dengan mengetahui harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta, dapat disusun sebuah program untuk mengembangkan harga diri siswa.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dalam penelitian adalah:

1. Bagaimanakah harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013?

2. Usulan program bimbingan manakah yang sesuai untuk mengembangkan harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta?

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh gambaran tentang harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013.

2. Membuat usulan program bimbingan yang sesuai untuk mengembangkan harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta.


(25)

D. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak: 1. Manfaat teoritis

Memberikan gambaran mengenai tingkat harga diri siswa pada jenjang SMP sebagai bahan kajian bagi para pendidik dan pengembang kepribadian khususnya calon-calon konselor sekolah.

2. Manfaat praktis a. Bagi Guru BK

Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai tingkatharga diri siswa SMP Joannes Bosco Yogyakarta kelas VIII tahun pelajaran 2012/2013 dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan bahan pendampingan bagi siswa-siswa SMP Joannes Bosco Yogyakarta kelas VIII.

b. Bagi peneliti sebagai calon konselor

Peneliti dapat mengembangkan kemampuannya dalam melakukan penelitian.

E. Definisi Operasional

Harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang meliputi lima aspek, yaitu fisik, kognitif, emosional, sosial dan rohaniah/spiritual.


(26)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian mengenai (1) Perkembangan Remaja, (2) Harga Diri, (3) Tinjauan Hasil Penelitian Lain yang Relevan, dan (4) Program Pengembangan Harga Diri.

A. Perkembangan Remaja 1. Perkembangan Fisik

“Pubertas (Puberty) ialah suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja” (Santrock, 2002: 7). Pada masa ini remaja mengalami beberapa perubahan fisik. Santrock dalam bukunya “Adolescence” mengatakan bahwa ada empat aspek perkembangan fisik remaja yang paling banyak mendapatkan perhatian, yaitu tinggi dan berat badan, pertumbuhan kerangka tubuh, fungsi reproduktif dan perubahan hormonal. Di antara perubahan fisik yang terjadi, yang paling tampak pada masa puber, yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan seksual. Menurut Santrock (2003: 91), lonjakan pertumbuhan tinggi badan terjadi dua tahun lebih awal pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Anak perempuan mulai mengalami pertumbuhan sekitar usia 10 ½ tahun dan berlangsung selama 2 ½


(27)

tahun. Pada anak laki-laki pertumbuhan tinggi badan terjadi sekitar usia 12 ½ tahun dan berlangsung selama dua tahun.

Selain mengalami perubahan tinggi dan berat badan, remaja juga mengalami perubahan dalam kematangan seksual. Anak laki-laki mengalami perkembangan seksual, seperti pertambahan ukuran penis dan testikel, pertumbuhan rambut yang ikal di daerah kemaluan, perubahan suara dan ejakulasi pertama (mimpi basah). Sedangkan anak perempuan mengalami perubahan, seperti tumbuhnya rambut di kemaluan, perkembangan payudara, dan menstruasi.

Sama dengan pendapat Santrock, Hurlock (1980: 211) mengatakan bahwa remaja mengalami perubahan eksternal seperti:

a. Tinggi badan

Rata-rata remaja putri mencapai tinggi yang matang antara usia tujuh belas dan delapan belas tahun, dan rata-rata remaja putra mencapai tinggi yang matang setahun setelah remaja putri.

b. Berat badan

Perubahan berat badan mengikuti perkembangan tinggi badan remaja. Pada masa remaja berat badan atau lemak tubuh sudah menyebar ke bagian-bagian tubuh yang tadinya mengandung sedikit lemak atau tidak mengandung lemak sama sekali.


(28)

c. Proporsi tubuh

Berbagai anggota tubuh secara bertahap mencapai perbandingan tubuh yang baik. Contoh: badan melebar dan memanjang sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu panjang.

d. Organ seks

Organ seks pria dan wanita mencapai ukuran yang matang pada akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun kemudian.

e. Ciri-ciri seks sekunder

Ciri-ciri seks sekunder yang utama berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa remaja.

Ormrod (2008: 106) mengatakan konsep diri dan harga diri remaja seringkali jatuh saat mereka mengalami masa transisi dari SD ke SMP atau SMA. Hal tersebut mungkin saja dipengaruhi oleh perubahan fisiologis. Remaja laki-laki dan perempuan cenderung menganggap diri mereka berkurang daya tarik fisiknya saat memasuki masa remaja. Namun, rendahnya harga diri ini justru sering dialami oleh remaja perempuan.


(29)

2. Perkembangan Kognitif

Fungsi-fungsi kognitif menurut Solso dkk (2007) antara lain:

a. Atensi

Atensi merupakan “pemusatan upaya mental pada peristiwa-peristiwa sensorik atau peristiwa-peristiwa mental” (Solso dkk, 2007: 91). Penelitian tentang atensi mencakup lima aspek, yaitu kapasitas pemrosesan dan atensi selektif, tingkat rangsangan, pengendalian atensi, kesadaran, dan neurosis kognitif.

Isu-isu terkait atensi dapat diilustrasikan dalam contoh-contoh di bawah ini:

1) Kapasitas pemrosesan dan selektivitas

Kita dapat memperhatikan sejumlah stimuli eksternal dari dunia eksternal, namun kita tidak dapat memperhatikan seluruh stimuli yang ada.

2) Kendali

Kita memiliki kendali terhadap pilihan stimuli yang kita perhatikan.

3) Pemrosesan otomatis

Sejumlah besar proses rutin (seperti mengemudikan mobil) telah menjadi proses yang amat familiar sehingga memerlukan hanya sedikit atensi sadar dan dapat dilakukan secara otomatis.


(30)

4) Neurosains kognitif

Otak dan sistem saraf pusat (CNS; central nervous system) adalah pendukung anatomis bagi atensi, sebagaimana kognisi. 5) Kesadaran

Atensi membawa peristiwa-peristiwa ke alam kesadaran. Santrock (2007: 137) berpendapat bahwa atensi merupakan usaha untuk konsentrasi dan upaya mental yang terfokus. Atensi memiliki sifat selektif dan dapat beralih. Bersifat selektif (selektivity) berarti bahwa remaja mampu memfokuskan upaya mentalnya pada stimuli tertentu sembari mengabaikan stimuli lain. Contoh atensi bersifat selektif, yaitu seorang remaja yang sedang belajar dan ada sebuah Televisi (TV) yang dinyalakan. Remaja tersebut seharusnya mampu fokus pada materi ataupun tugas yang sedang dia kerjakan. Jika dia tidak mampu fokus pada kegiatan belajarnya karena TV, maka kemungkinannya remaja tersebut mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi.

Atensi dapat beralih (shifttable) berarti remaja dapat mengalihkan upaya mentalnya untuk berfokus pada sebuah stimulus tertentu di antara stimuli lainnya. Contoh atensi bersifat beralih, yaitu seorang remaja sedang belajar dan pada saat sedang belajar tiba-tiba ada telepon berdering. Remaja tersebut dapat mengalihkan atensinya dari belajar ke telepon yang berdering.


(31)

b. Memori

Memori adalah mempertahankan informasi dalam jangka waktu lama (Santrock, 2007: 138). Remaja selalu menggunakan memorinya setiap kali melangkah, berpikir, dan bericara. Agar mampu belajar dan bernalar secara berhasil atau baik, remaja perlu mempertahankan informasi dan mengeluarkannya kembali ketika diperlukan. James (Solso dkk, 2007: 158-159) mengatakan bahwa memori dapat dibedakan menjadi dua, yaitu memori primer dan memori sekunder. Memori primer sering disebut sebagai memori jangka pendek. Memori jangka pendek tidak pernah meninggalkan kesadaran dan selalu menyediakan “tayangan” atau ingatan tentang peristiwa-peristiwa yang telah dialami. Santrock (2007: 138) menjelaskan bahwa memori jangka pendek merupakan suatu sistem memori dengan kapasitas terbatas di mana informasi dipertahankan 30 detik selama tidak dilakukan pengulangan (rehearsal) terhadap informasi yang masuk.

Robert dkk (Santrock, 2007: 138) menjelaskan bahwa memori jangka pendek bisa digunakan dalam pemecahan masalah. Remaja mungkin memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar dalam memori jangka pendek daripada anak-anak, oleh karena itu remaja tidak terlalu banyak membuat kesalahan dalam


(32)

bahwa memori jangka pendek atau memori kerja merupakan “bangku kerja” mental di mana individu dapat memanipulasi dan mengumpulkan informasi ketika membuat keputusan, menyelesaikan masalah, dan menguasai bahasa tertulis dan lisan.

Memori sekunder sering disebut sebagai memori jangka panjang. James (Solso dkk, 2007: 159) menjelaskan bahwa “memori jangka panjang dapat didefinisikan sebagai jalur-jalur yang “terpahat” dalam jaringan otak manusia, dan setiap manusia memiliki struktur jalur yang berbeda.” Santrock (2007: 139) menjelaskan bahwa memori jangka panjang merupakan sistem memori yang relatif permanen yang mempertahankan sejumlah besar informasi dalam periode waktu yang lama. Memori jangka panjang meningkat secara berarti selama masa remaja meskipun hal ini belum didokumentasikan dengan cukup baik oleh para peneliti.

c. Mengingat

Sebagian besar kemampuan mengingat dan melupakan dikendalikan oleh proses-proses neural yang mengatur seluruh proses tersebut tanpa upaya sadar (Solso dkk, 2007: 225).

Menurut Suharnan (2005: 67) ingatan atau memory

menunjuk pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi sepanjang waktu (maintaining information overtime). Suharnan


(33)

(2005: 83) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi ketepatan mengingat kembali peristiwa yang lalu, yaitu:

1) Lamanya waktu yang telah dilalui sejak peristiwa itu dialami seseorang.

2) Peristiwa yang dialami apakah termasuk dalam peristiwa sedih, senang, atau netral bagi orang yang bersangkutan.

3) Self reference effects, yaitu apakah peristiwa tersebut dialami sendiri atau dialami orang lain.

4) Vivid memory adalah ingatan terhadap peristiwa yang pertama kali terjadi dengan sangat mengejutkan yang membuat emosi seseorang hanyut dalam peristiwa itu.

d. Bahasa

Menurut para psikolog kognitif (Solso dkk, 2007: 327) bahasa adalah

Suatu sistem komunikasi yang di dalamnya pikiran-pikiran dikirimkan (transmitted) dengan perantaraan suara (sebagaimana dalam percakapan) atau simbol (sebagaimana dalam kata-kata tertulis atau isyarat-isyarat fisik).

Sternberg (2008: 290) menjelaskan bahwa bahasa adalah penggunaan cara yang terorganisasikan dari pengombinasian kata-kata untuk berkomunikasi. Brown dkk (Sternberg, 2008: 291)


(34)

1) Alat komunikasi: Bahasa mengijinkan kita berkomunikasi dengan satu atau lebih orang yang memahami bahasa kita.

2) Simbol arbitrer: Bahasa menciptakan sebuah hubungan arbitrer antara simbol dan acuannya: sebuah ide/hal/ proses/hubungan/deskripsi.

3) Terstruktur secara reguler: Bahasa memiliki sebuah struktur; hanya susunan yang terpola secara khusus dari simbol-simbol yang memiliki makna karena penyusunan yang berbeda akan menghasilkan makna yang berbeda. 4) Terstruktur di berbagai tingkatan: Struktur bahasa

bisa dianalisis di lebih dari satu tingkatan (contoh, di tingkatan bunyi, tingkatan unit makna, di tingkatan kata, dan di tingkatan frasa).

5) Generatif, produktif: Di dalam batasan-batasan sebuah struktur linguistik, pengguna bahasa bisa memproduksi ucapan-ucapan baru. Kemungkinan bagi penciptaan ucapan baru ini tak terbatas sifatnya.

6) Dinamis: Bahasa terus berkembang.

Owens (Papalia dkk, 2009: 42) mengatakan bahwa dengan pemikiran formal remaja mampu mendefinisikan dan mendiskusikan hal-hal abstrak, seperti cinta, keadilan, dan


(35)

otherwise, anyway, therefore, really, dan probably guna mengekspresikan hubungan logis antara klausa dan kalimat. Remaja menyadari bahwa kata-kata adalah simbol yang dapat memiliki arti ganda, oleh karena itu mereka senang menggunakan ironi, humor, dan metafor.

e. Pembentukan Konsep, Logika, dan Pengambilan Keputusan

1) Pembentukan konsep

Menurut Solso dkk (2007: 402), pembentukan konsep memiliki hubungan dengan pengasahan sifat-sifat yang sesuai dengan kelas objek atau ide. Konsep didefinisikan dalam ciri-cirinya. Ciri-ciri yang telah digunakan adalah karakteristik suatu objek atau kejadian yang juga merupakan karakteristik objek atau kejadian lain.

2) Pengujian hipotesis

Solso dkk (2007: 404) mengatakan bahwa tahap awal dalam pembentukan konsep, yaitu memilih hipotesis atau strategi yang konsisten dengan objek penyelidikan kita. Saat kita mencari untuk menemukan sesuatu, prosesnya meliputi pembentukan prioritas-prioritas.

3) Logika


(36)

f. Pemecahan Masalah

Solso dkk (2007: 434) menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.

Evans (Suharnan, 2005: 289) mengatakan bahwa pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang (present state) menuju kepada situasi yang diharapkan (future state atau desired goal). Ellis dan Hunt (Suharnan, 2005: 289-290) menyebutkan bahwa ada beberapa langkah yang harus ditempuh guna memecahkan masalah, yaitu 1) pemahaman masalah, 2) penemuan berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan masalah dan memilih dari salah satu di antara hipotesis-hipotesis itu, dan 3) menguji hipotesis yang dipilih itu dan mengevaluasi hasil-hasilnya.

g. Kreativitas

Berpikir kreatif (Santrock, 2007: 145-146) merupakan kemampuan untuk berpikir dengan menggunakan cara-cara baru dan untuk menemukan solusi-solusi yang unik terhadap persoalan.

Kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk


(37)

dipandang menurut kegunaannya). Menurut Wallas (Solso dkk, 2007: 445), ada empat tahapan dalam proses kreatif, yaitu:

1) Persiapan. Memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal untuk memecahkannya.

2) Inkubasi. Masa di mana tidak ada usaha yang dilakukan secara langsung untuk memecahkan masalah dan perhatian dialihkan sejenak pada hal lainnya.

3) Iluminasi. Memperoleh insight (pemahaman yang mendalam) terhadap masalah tersebut.

4) Verifikasi. Menguji pemahaman yang telah didapat dan membuat solusi.

Ormrod (2008: 98) menjelaskan dengan kemampuan berpikir abstrak dan simbolis manusia sering menarik kesimpulan tentang siapa mereka sebagai warga masyarakat. Jawaban atau kesimpulan atas pertanyaan tentang diri menjadi jendela untuk masuk ke dalam perasaan diri (sense of self). Perasaan diri berhubungan dengan persepsi, keyakinan, penilaian, dan perasaan seseorang tentang identitas dirinya sebagai pribadi.

3. Perkembangan Emosi

Salovey (Goleman, 2009: 57) menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang


(38)

a. Mengenali diri sendiri

Dasar kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri. Kesadaran diri yang dimaksudkan adalah kemampuan mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Goleman (2009: 63) mengatakan bahwa

Kesadaran diri bukanlah perhatian yang larut ke dalam emosi, bereaksi secara berlebihan dan melebih-lebihkan apa yang dicerap. Kesadaran diri lebih merupakan modus netral yang mempertahankan refleksi-diri bahkan di tengah badai emosi.

b. Mengelola emosi

Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat adalah kecakapan yang bergantung juga pada kesadaran diri. Orang-orang yang tidak memiliki kemampuan atau ketrampilan dalam mengelola perasaan, seperti rasa cemas, murung, dan tersinggung akan selalu berusaha secara terus-menerus bertarung dengan perasaan-perasaan yang bersangkutan, sedangkan orang yang pintar akan cepat untuk bangkit dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.

c. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi merupakan cara untuk dapat memotivasi, menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat menata emosi adalah berpikir positif. Harapan akan muncul jika seseorang mampu berpikir postif.


(39)

harapan memiliki manfaat dalam kehidupan. Harapan mampu memberikan suatu keunggulan dalam bidang-bidang yang begitu beragam, seperti prestasi belajar dan keberhasilan memikul tugas-tugas yang berat. Snyder (Goleman, 2009: 122) mengatakan bahwa orang-orang yang memiliki harapan tinggi memiliki ciri-ciri tertentu, misalnya mampu memotivasi diri, merasa cukup banyak akal untuk menemukan cara meraih tujuan, tetap memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa mampu mengatasi segala masalah meskipun dalam tahap yang sulit, cukup luwes untuk menemukan cara alternatif agar sasaran tetap tercapai atau untuk mengubah sasaran jika sasaran semula sulit untuk dijangkau dan mempunyai keberanian untuk memecah-mecah tugas amat berat menjadi tugas kecil-kecil yang mudah ditangani.

Goleman (2009: 122) menjelaskan bahwa dari sudut pandang kecerdasan emosional, mempunyai harapan berarti seseorang tidak akan mudah terjebak dalam kecemasan, bersikap pasrah, ataupun depresi dalam menghadapi tantangan dan kemunduran.

d. Mengenali emosi orang lain

Empati merupakan kemampuan untuk mengenali emosi orang lain. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri; semakin


(40)

menjelaskan bahwa “kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain”.

e. Membina hubungan

Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan ketrampilan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan mengelola emosi membutuhkan dua ketrampilan emosional lain, yaitu manajemen diri dan empati. Dengan memiliki dua ketrampilan ini, ketrampilan untuk mampu menjalin hubungan dengan orang lain akan matang. Kecakapan sosial ini mendukung keberhasilan dalam bergaul dengan orang lain; tidak dimilikinya kecakapan ini kan membawa pada ketidakcakapan dalam dunia sosial. Kemampuan sosial ini juga mampu membuat seseorang membentuk kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, dan membuat orang lain merasa nyaman.

4. Perkembangan Sosial

Offer dan Church (Papalia dkk, 2009: 87) mengatakan bahwa remaja mampu menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain dengan teman-teman sebayanya dibandingkan dengan keluarganya sendiri. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa orang-orang yang paling berpengaruh dalam kehidupan remaja adalah keluarga dan teman-teman sebaya.


(41)

a. Hubungan/pergaulan remaja dengan anggota keluarga

Allen dan Laursen (Papalia dkk, 2009: 87) mengatakan bahwa

Remaja yang paling merasa aman memiliki hubungan yang kuat dan penuh dukungan dengan orangtua yang memahami cara remaja melihat diri mereka sendiri, mengizinkan dan mendorong usaha mereka untuk mencapai kemandirian, serta menyediakan tempat aman di saat-saat remaja mengalami tekanan emosional.

Kemampuan remaja untuk meraih otonomi dan kendali atas perilakunya dicapai melalui reaksi-reaksi orang dewasa yang tepat terhadap keinginan remaja untuk memperoleh kendali (Santrock, 2002: 41). Awal mulanya, remaja tidak memiliki pengetahuan tentang cara mengambil keputusan yang tepat dan dewasa dalam semua bidang kehidupan. Saat remaja menuntut otonomi, orang dewasa yang bijaksana mampu memberikan kesempatan kepada remaja untuk dapat membuat keputusan sendiri dalam bidang-bidang tertentu secara masuk akal, namun orang dewasa hendaknya tetap membimbing remaja dalam mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal pada bidang-bidang di mana pengetahuan remaja terbatas. Hal tersebut rupanya mampu membuat remaja secara bertahap memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan-keputusan matang secara mandiri.


(42)

sosial remaja, sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri, seperti harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik (Santrock, 2002: 41). Kedekatan yang kokoh antara orangtua dengan remaja rupanya juga mampu meningkatkan relasi teman sebaya yang kompeten dan relasi yang erat yang positif di luar keluarga. Armsden & Greenberg (Santrock, 2002: 41) mengatakan “remaja yang secara kokoh dekat dengan orangtua juga dekat secara kokoh dengan teman-teman sebaya; remaja yang tidak dekat dengan orangtua juga tidak dekat dengan teman-teman sebaya”.

b. Hubungan atau pergaulan dengan teman sebaya

Santrock (2003: 219) menjelaskan bahwa yang merupakan teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama. Pengaruh teman sebaya dapat menjadi positif dan negatif. Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan (Santrock, 2003: 220) mengatakan bahwa melalui interaksi teman sebaya anak-anak dan remaja belajar mengenai pola hubungan yang baik dan setara.

Menurut Buhrmester, Gecas & Seff, Laursen (Papalia dkk, (2009: 95)

Kelompok teman sebaya adalah sumber kasih sayang, simpati, pengertian, dan tuntunan moral; tempat untuk melakukan eksperimen; serta sarana untuk mencapai otonomi dan kemandirian dari orangtua. Kelompok teman sebaya adalah tempat untuk membentuk hubungan dekat yang berfungsi


(43)

Beberapa ahli (Santrock, 2003: 220) berpendapat bahwa pengalaman ditolak atau tidak diperhatikan oleh teman sebaya dapat mengakibatkan remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan.

5. Perkembangan Rohani atau Spiritual

Menurut Spilka (Santrock, 2003: 460), remaja lebih tertarik pada agama dan keyakinan daripada anak-anak. Pemikiran mereka yang abstrak dan pencarian identitas yang mereka lakukan mampu membawa mereka pada masalah-masalah agama dan spiritual. David Elkind (Santrock, 2003: 460) mengatakan bahwa “remaja tidak lagi melihat perwujudan identitas keagamaan dalam tingkah laku individu, namun lebih memperhatikan bukti keberadaan keyakinan dan pendirian dalam diri seseorang”.

B. Harga diri

1. Pengertian Harga Diri

Santrock (2007: 183) mengatakan bahwa harga diri adalah evaluasi diri yang bersifat global. Seorang remaja mungkin menangkap bahwa ia tidak hanya sebagai seorang pribadi, namun juga seorang pribadi yang baik. Hal ini berarti remaja yang bersangkutan mampu menilai dirinya sebagai pribadi. James (Baron & Byrne, 2003: 173) memberikan pengertian harga diri sebagai penilaian individu terhadap


(44)

tingkat penilaian yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan konsep diri seseorang.

Menurut Clemes dkk (2012: 15) harga diri adalah rasa nilai diri kita. Hal itu berasal dari seluruh pikiran, perasaan, sensasi, dan pengalaman yang telah kita kumpulkan sepanjang hidup kita. Beribu-ribu kesan, penilaian, dan pengalaman yang kita miliki dari diri sendiri menambah perasaan senang tentang nilai diri kita atau sebaliknya memberikan perasaan tidak nyaman atau kecewa. King (2010: 197) mengatakan bahwa orang-orang dengan harga diri tinggi yang tidak realistis kelihatannya paling rentan untuk menanggapi ancaman dengan agresi. Orang-orang seperti itu mungkin digambarkan bukan sebagai orang yang sehat secara psikologis, tetapi lebih sebagai orang yang narsistik. Bagi kebanyakan orang, harga diri yang rendah dikaitkan dengan tingkat agresi yang tinggi.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang meliputi lima aspek, yaitu fisik, kognitif, emosional, sosial dan rohaniah/spiritual.


(45)

2. Karakteristik Remaja yang memiliki Harga Diri Tinggi

Karakteristik remaja yang memiliki harga diri tinggi menurut Clemes dkk (2012: 20) adalah:

a. Bertindak mandiri

Seorang remaja yang memiliki harga diri yang tinggi akan mampu membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang masalah, seperti pemanfaatan waktu, uang, pekerjaan, pakaian dan ia akan mencari teman serta kesenangannya sendiri.

b. Menerima tanggung jawab

Remaja yang bertanggung jawab berarti mereka mampu bertindak dengan segera dan penuh keyakinan. Remaja mampu menerima dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka dengan baik.

c. Merasa bangga akan prestasinya

Remaja akan menerima pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya dengan gembira dan bahkan kadang memuji dirinya sendiri.

d. Mendekati tantangan baru dengan penuh antusias

Remaja mau untuk melibatkan dirinya dalam tugas, kegiatan, tantangan yang baru dan menarik perhatiannya.


(46)

e. Menunjukkan sederet perasaan dan emosi yang luas

Remaja mampu tertawa, berteriak, menangis, mengungkapkan kasih sayangnya secara spontan. Remaja juga mampu mengenali dan mengelola emosi emosi mereka dengan lebih baik daripada anak-anak.

f. Menoleransi frustrasi dengan baik

Remaja mampu menghadapi frustrasi dengan berbagai reaksi seperti menertawakan diri sendiri, berteriak keras-keras, dan sebagainya. Ia mampu mengungkapkan atau berbicara tentang apa saja yang membuatnya frustrasi.

g. Merasa mampu mempengaruhi orang lain

Remaja merasa percaya diri dan mampu mempengaruhi orang-orang sekitarnya.

3. Karakteristik Remaja yang Memiliki Harga Diri Rendah

Karakteristik remaja yang memiliki harga diri rendah menurut Clemes dkk (2012: 22), yaitu:

a. Meremehkan bakatnya sendiri.

b. Merasa bahwa orang lain tidak menghargainya. c. Merasa tidak berdaya.

d. Mudah dipengaruhi orang lain.

e. Menunjukkan deretan emosi dan perasaan yang sempit. f. Menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan.


(47)

g. Menjadi defensif dan mudah frustrasi.

h. Menyalahkan orang lain karena kelemahannya sendiri.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Ghufron & Rini (2010), adalah:

a. Faktor jenis kelamin

Peran orangtua, harapan-harapan masyarakat, dan perlakuan

significant others yang berbeda-beda baik pada pria maupun wanita dapat mempengaruhi harga diri. Menurut Ancok (Ghufron & Rini, 2010: 45), wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah daripada pria seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau merasa harus dilindungi.

b. Intelegensi

Intelegensi sebagai gambaran lengkap kapasitas fungsional individu sangat erat berkaitan dengan prestasi karena pengukuran intelegensi selalu berdasarkan kemampuan akademis. Menurut Coopersmith (Ghufron & Rini, 2010: 45), individu dengan harga diri yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi daripada individu dengan harga diri yang rendah.

c. Kondisi fisik


(48)

dengan penampilan atau kondisi fisik yang menarik akan merasa lebih bangga dan percaya diri dibandingkan dengan individu yang memiliki penampilan fisik yang kurang menarik.

d. Lingkungan keluarga

Coopersmith (Ghufron & Rini, 2010: 46) berpendapat bahwa perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif, dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. Orangtua yang sering memberikan hukuman, larangan, dan tidak pernah memberikan pujian dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga.

e. Lingkungan sosial

Klass dan Hodge (Ghufron & Rini, 2010: 46) berpendapat bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepadanya.

5. Manfaat Memiliki Harga Diri Tinggi

Manfaat yang diperoleh jika remaja memiliki harga diri yang tinggi menurut Clemes dkk (2012: 73), yaitu:

a. Mampu mewujudkan jati diri.

b. Mampu menyadari, mengetahui, dan menghargai kemampuannya sendiri.


(49)

c. Mampu menjalin hubungan dengan baik dan efektif dengan orang lain.

d. Menjadi remaja yang produktif dan berprestasi.

6. Harga Diri Remaja

Para peneliti (Santrock, 2007: 185) menemukan bahwa harga diri sering kali mengalami transisi dari sekolah dasar menuju sekolah menengah. Selama dan setelah mengalami banyak transisi hidup, harga diri individu sering kali mengalami penurunan. Penurunan harga diri ini dapat berlangsung selama transisi dari awal atau pertengahan hingga akhir sekolah menengah atas, dan dari sekolah menengah atas hingga kampus.

Penurunan harga diri rupanya banyak terjadi pada remaja perempuan. Menurut Harter (Santrock, 2007: 186), penurunan harga diri remaja perempuan disebabkan mereka memiliki citra tubuh yang lebih negatif selama masa pubertas, dibandingkan remaja laki-laki. Harga diri rupanya berpengaruh terhadap prestasi remaja.

Baumeister dkk (Santrock, 2007: 187) mengatakan bahwa remaja dengan harga diri tinggi lebih memiliki inisiatif, meskipun demikian hal ini dapat memberikan dampak positif atau negatif.

Brown & Lohr (Santrock, 2002: 47) mengemukakan bahwa dalam sebuah studi ditemukan bahwa keanggotaan klik dalam hubungan


(50)

(remaja pinggir jalan yang suka membuat keonaran/keributan),

druggies or toughs (remaja yang terkenal karena menggunakan obat-obat terlarang dan suka mengikuti kegiatan-kegiatan kenakalan lainnya), dan nobodies (remaja yang memiliki ketrampilan-ketrampilan sosial atau kemampuan intelektual yang rendah).

Remaja jocks dan populars memiliki harga diri yang tertinggi sedangkan nobodies merupakan kelompok remaja yang memiliki harga diri yang terendah.

C. Tinjauan Hasil Penelitian Lain yang Relevan

Sulistyowati (2009) mengadakan penelitian tentang hubungan antara harga diri dan konformitas remaja. Jenis penelitian adalah penelitian korelasi. Subyek penelitian adalah siswa-siswa kelas XI SMAK Sang Timur Yogyakarta. Jumlah populasi penelitian ini adalah 56 orang yang terdiri dari 31 orang siswa putra dan 25 orang siswa putri. Alat pengumpul data adalah skala harga diri dan perilaku konformitas. Koefisien reliabilitas skala harga diri sebesar 0,949 dan perilaku konformitas sebesar 0,926. Analisis data penelitian menggunakan analisis korelasi Product Moment. Menurut penelitian ini terdapat hubungan negatif antara harga diri dengan konformitas pada remaja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi harga diri yang dimiliki oleh siswa, maka semakin rendah konformitasnya, dan sebaliknya semakin rendah harga diri yang dimiliki oleh siswa, maka semakin tinggi tingkat konformitasnya.


(51)

Pane (1999) mengadakan penelitian mengenai harga diri siswa-siswi kelas II SLTP Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 1998/1999. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif. Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas II SLTP Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 1998/1999. Jumlah populasi penelitian ini adalah 94 orang. Alat pengumpul data adalah Self Esteem Inventory (SEI) susunan Coopersmith (1967). Hasil penelitian ini adalah (1) 36 (38, 3%) siswa berharga diri tinggi, 4 (4,2%) siswa berharga diri sedang, dan 54 (57,5%) siswa berharga diri rendah. (2) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal harga diri antara siswa putra dan siswa putri kelas II SLTP Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 1998/1999.

Nugraheni (2005) mengadakan penelitian mengenai hubungan antara pola asuh orangtua demokratis dan harga diri anak pada siswa kelas I SMP Negeri 6 Yogyakarta. Jenis penelitian adalah ex-post facto. Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas I SMP Negeri 6 Yogyakarta. Jumlah sampel penelitian ini adalah 120 orang. Alat pengumpul data adalah kuesioner tentang pola asuh orangtua demokratis yang diadopsi dari alat penelitian Barus direvisi oleh Mujiyana dan dikembangkan peneliti; dan kuesioner tentang harga diri anak yang diadopsi dari alat penelitian Pane dan dikembangkan oleh peneliti sendiri. Menurut penelitian ini pola asuh orangtua demokratis berhubungan positif dan signifikan dengan harga diri


(52)

bahwa semakin demokratis pola asuh orangtua maka semakin tinggi harga diri anak.

D. Program Pengembangan Harga Diri 1. Program Pengembangan Harga diri

Peserta didik sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang kearah kematangan dan kemandirian. Syamsu (Supriatna, 2011: 61) mengatakan bahwa untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik membutuhkan bimbingan dari orang dewasa karena mereka belum memiliki cukup wawasan atau pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Dalam proses perkembangan peserta didik tentunya akan mengalami banyak peristiwa atau pengalaman baik positif ataupun negatif yang dapat mempengaruhi harga dirinya.

Harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang meliputi lima aspek, yaitu fisik, kognitif, emosional, sosial dan rohaniah/spiritual. Harga diri dapat mempengaruhi semua aspek hidup peserta didik. Remaja perlu untuk memiliki harga diri yang tinggi karena dengan memiliki harga diri tinggi, mereka akan menjadi pribadi yang produktif dan berprestasi. Remaja yang memiliki harga diri tinggi pada umumnya pribadi yang memiliki ciri-ciri: bertanggung jawab, percaya diri, berprestasi dalam bidang akademik maupun non akademik, mandiri, mau menerima tantangan, dan mampu mengatasi


(53)

tinggi perlu dimiliki setiap orang khususnya peserta didik, program pengembangan harga diri hendaknya tetap dibuat dan dilaksanakan. Program pengembangan harga diri bertujuan untuk membantu siswa 1) mengembangkan ketrampilan menghargai diri sendiri, dan 2) menyadari sebanyak mungkin hal yang positif dalam diri.

2. Evaluasi Program

Menurut Syamsu (Supriatna, 2011: 80), penilaian program merupakan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi dapat pula diartikan sebagai suatu usaha mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari perkembangan sikap dan perilaku, atau tugas-tugas perkembangan para siswa melalui program kegiatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan ketercapaian tujuan dari program yang telah ditetapkan.

Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan program, sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk memperoleh informasi keefektifan program dilihat dari hasilnya.


(54)

Skema 1: Dinamika Pengembangan Harga Diri Remaja Pengenalan Diri Pemahaman Diri Penerimaan Diri HARGA DIRI

TINGGI

Mengenal Diri (Fisik, Kognitif, Emosional, Sosial, dan rohani/spiritual)

Menyadari kelebihan dalam

diri

• Menerima sifat positif maupun negatif dalam diri • Menerima

kelebihan dan kekurangan dalam diri

Remaja yang memiliki harga diri tinggi akan menjadi pribadi yang:

a. Mandiri

b. Bertanggungjawab c. Bangga dengan

prestasinya d. Berani menerima

tantangan baru e. Menunjukkan sederet

perasaan dan emosi yang luas

f. Menoleransi frustrasi dengan baik

g. Merasa mampu mempengaruhi orang lain


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian mengenai (1) Jenis Penelitian, (2) Subjek Penelitian, (3) Instrumen Penelitian, (4) Rencana Pengujian Instrumen, dan (5) Teknik Analisis Data yang Digunakan dalam Penelitian.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan (Furchan, 2007: 447). Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013. Karena itu, penelitian ini termasuk penelitian populasi. Rincian jumlah siswa tiap kelas adalah seperti yang disajikan dalam tabel 1.


(56)

Tabel 1

Rincian Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta

Tahun Ajaran 2012/2013

No. Kelas Jumlah Siswa Jumlah

Laki-Laki Perempuan

1 Tolerance 15 11 26

2 Responsibility 11 16 25

3 Happines 17 10 27

4 Simplicity 15 10 25

TOTAL 103

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mengungkap harga diri siswa kelas VIII yang terbagi dalam lima aspek, yaitu fisik, kognitif, emosional, sosial, dan rohani/spiritual. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner langsung tertutup, artinya responden menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan dirinya dan sudah disediakan alternatif jawaban sehingga responden tinggal memilih alternatif jawaban yang sesuai dengan dirinya dengan memberikan tanda check (√). Kuesioner disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada teknik penyusunan skala Likert yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti, sehingga terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu, “sangat menghargai”, “menghargai”, “tidak menghargai” dan “sangat tidak menghargai”. Alternatif jawaban dibuat hanya empat dengan maksud untuk menghilangkan kecenderungan responden untuk memilih alternatif yang di tengah. Jika ada lima alternatif jawaban, pemilihan alternatif yang di


(57)

belum dapat menentukan pilihan jawaban yang sesuai dengan pengalamannya. Jika kebanyakan responden memilih alternatif yang di tengah tengah, maka peneliti tidak akan mendapatkan jawaban yang pasti (Sukardi, 2003: 147).

Item-item yang digunakan untuk mengungkap tingkat harga diri subjek adalah berupa ungkapan-ungkapan yang bersifat favourable

(ungkapan positif). Kisi-kisi kuesioner yang diuji coba disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2

Kisi-Kisi Kuesioner Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013

No. Aspek Indikator Item Jumlah

1 Fisik 1.1 Siswa mampu menghargai perubahan fisiknya

1, 2 7

1.2 Siswa mampu menghargai seksualitasnya

3, 4, 5

1.3 Siswa mampu menghargai penampilan fisiknya

6 1.4 Siswa mampu menghargai bentuk

tubuhnya

7

2 Kognitif 2.1 Siswa mampu menghargai kemampuannya dalam memperhatikan lingkungan

8 9

2.2 Siswa mampu menghargai

kemampuannya dalam mengingat

9, 10, 11

2.3 Siswa mampu menghargai

kemampuannya dalam berbahasa

12

2.4 Siswa mampu menghargai

kemampuannya dalam membuat konsep, logika, dan pengambilan keputusan

13, 14


(58)

3 Emosional 3.1 Siswa mampu menghargai kemampuannya dalam mengenali emosi dirinya sendiri

17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25

20

3.2 Siswa mampu menghargai

kemampuannya dalam mengelola emosi

26, 27, 28, 29, 30, 31,

32, 33

3.3 Siswa mampu menghargai

kemampuannya dalam memotivasi diri

34, 35

3.4 Siswa mampu mengenali emosi orang lain

36

4 Sosial 4.1 Siswa mampu menghargai hubungannya dengan keluarga

37 4

4.2 Siswa mampu menghargai

hubungannya dengan teman sebayanya

38, 39

4.3 Siswa mampu menghargai

hubungannya dengan orang lain

40

5 Rohani/ Spiritual

Siswa mampu menghargai kehidupan rohaniahnya

41, 42, 43, 44

4

TOTAL 44 item

Penentuan skor untuk masing-masing jawaban adalah sebagai berikut: untuk alternatif jawaban yang sangat menghargai adalah 4, skor untuk jawaban menghargai adalah 3, skor untuk jawaban tidak menghargai adalah 2, dan skor untuk jawaban sangat tidak menghargai adalah 1.

Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin tinggi harga diri siswa. Sedangkan semakin rendah skor yang diperoleh semakin rendah harga diri siswa.


(59)

D. Uji Coba Alat

1. Validitas Instrumen

Validitas instrumen yang diuji adalah validitas isi (content validity). Azwar (2009: 45) mengatakan

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat

professional judgment. Validitas isi berkenaan dengan isi instrumen; diperiksa untuk melihat sejauh mana aitem-aitem dalam alat peneltian (kuesioner) mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauhmana isi alat penelitian mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur.

Dalam penelitian ini expert judgement dilakukan oleh dosen pembimbing yaitu Drs. R. H. Dj. Sinurat, M. A., seorang dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yaitu Juster Donal Sinaga, M. Pd., seorang guru Bimbingan dan Konseling SMP Joannes Bosco Yogyakarta yaitu Laurentia Vonny, S. Pd., dan guru Bahasa Indonesia SMP Joannes Bosco Yogyakarta yaitu Dra. C. Bekti Susilowati. Setelah melakukan uji ahli, kuesioner diujicobakan pada sebagian siswa kelas VIII SMP Stella Duce II Yogyakarta. Jumlah siswa yang mengisi kuesioner adalah 58 orang. Beberapa pertimbangan peneliti memilih SMP Stella Duce II Yogyakarta sebagai tempat untuk melakukan uji coba kuesioner, yaitu (a) sama-sama sekolah yang dimiliki oleh Yayasan Katolik, (b) sama-sama memberikan layanan bimbingan tentang


(60)

Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisa item-item tersebut adalah teknik korelasi Product-Moment dari Pearson. Rumus teknik Product-Moment dari Pearson adalah:

rxy= ∑ – ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= korelasi skor-skor total kuesioner dan total butir-butir

N = jumlah subjek

X = skor sub total kuesioner Y = skor total butir-butir kuesioner

XY = hasil perkalian antara skor X dan skor Y

Pengujian validitas berdasarkan program SPSS (Statistic Programme for Social Science) versi 17.0. Perhitungan dengan SPSS menggunakan patokan 0,30. Jika koefisien korelasinya ≥ 0,30, maka item yang bersangkutan dinyatakan valid. Sedangkan, jika koefisien relasinya < 0,30, maka item yang bersangkutan dinyatakan tidak valid. Dari perhitungan statistik diperoleh 33 item yang valid dan 11 item yang tidak valid. Jumlah item-item yang valid dan tidak valid terdapat pada tabel 3.


(61)

Tabel 3

Jumlah Item-Item yang Valid dan Tidak Valid

No. Aspek Indikator Jumlah

Item yang Valid Jumlah Item yang tidak Valid Jumlah

1 Fisik 1.5 Siswa mampu menghargai perubahan fisiknya

4 3 7 1.6 Siswa mampu menghargai

seksualitasnya

1.7 Siswa mampu menghargai penampilan fisiknya 1.8 Siswa mampu menghargai

bentuk tubuhnya

2 Kognitif 2.2 Siswa mampu menghargai kemampuannya dalam memperhatikan lingkungan

6 3 9

2.7 Siswa mampu menghargai

kemampuannya dalam mengingat

2.8 Siswa mampu menghargai

kemampuannya dalam berbahasa

2.9 Siswa mampu menghargai

kemampuannya dalam membuat konsep, logika, dan pengambilan

keputusan

2.10 Siswa mampu menghargai kemampuannya dalam mengambil keputusan 2.11 Siswa mampu menghargai

kemampuannya dalam berkreasi

3 Emosional 3.5 Siswa mampu menghargai kemampuannya dalam mengenali emosi dirinya sendiri

19 1 20


(62)

3.8 Siswa mampu mengenali emosi orang lain

4 Sosial 4.2 Siswa mampu menghargai hubungannya dengan keluarga

2 2 4

4.4 Siswa mampu menghargai

hubungannya dengan teman sebayanya

4.5 Siswa mampu menghargai

hubungannya dengan orang lain

5 Rohani/ Spiritual

Siswa mampu menghargai kehidupan rohaniahnya

2 2 4

Jumlah 33 11 44

Kesebelas item yang tidak valid semua dipertahankan dengan direvisi terlebih dahulu agar ada cukup banyak item untuk mengungkap harga diri siswa.

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah “sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2009: 4). Tingkat reliabilitas instrumen dapat diungkapkan dengan koefisien alpha (α).

Untuk menghitung indeks reliabilitas kuesioner harga diri digunakan program SPSS (Statistic Programme for Social Science) versi 17.0. Rumus koefisien alpha (α) adalah sebagai berikut:

α= 2 [1-

2 2 2 2 1 x S S S + ] Keterangan : 2 1

S dan 2 2


(63)

Dari hasil data uji coba di SMP Stella Duce II Yogyakarta diperoleh perhitungan koefisien reliabilitas seluruh instrumen dengan menggunakan rumus koefisien alpha (α),yaitu 0,73. Hasil perhitungan dikonsultasikan ke kriteria Guilford (Masidjo, 2006: 72). Kriteria Guildford disajikan dalam tabel 4.

Tabel 4 Kriteria Guildford

Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91-1,00 Sangat Tinggi

0,71-0,90 Tinggi

0,41-0,70 Cukup Tinggi

1,21-0,40 Rendah

Negatif-0,20 Sangat Rendah

Berdasarkan kriteria Guildford dapat disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas kuesioner termasuk tinggi.

E. Prosedur Pengumpulan Data 1. Tahap persiapan

a. Mempelajari buku-buku tentang harga diri untuk mendapatkan informasi.

b. Menyusun kuesioner dengan mengikuti beberapa langkah, yaitu: 1) Menetapkan dan mendefinisikan variabel penelitian, yaitu

deskripsi harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.


(64)

3) Menyusun item-item/butir-butir pernyataan sesuai dengan aspek dan indikator yang sudah dibuat.

4) Melakukan expert judgement/mengkonsultasikan alat penelitian (kuesioner) kepada ahli-ahli seperti dosen, guru BK, dan guru Bahasa Indonesia.

5) Menghubungi guru BK dan Kepala Sekolah SMP Stella Duce II Yogyakarta untuk meminta ijin mengadakan uji coba alat penelitian.

6) Melaksanakan uji coba alat penelitian di SMP Stella Duce II Yogyakarta pada tanggal 6 Oktober 2012.

7) Merevisi kuesioner dan mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing.

8) Menghubungi guru BK dan Kepala Sekolah SMP Joannes Bosco Yogyakarta untuk meminta ijin melaksanakan penelitian pada seluruh siswa kelas VIII.

2. Tahap pelaksanaan pengumpulan data

Kuesioner yang telah diujicobakan setelah direvisi dipergunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data dilaksanakan pada siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 pada tanggal 19, 20, dan 27 Oktober 2012. Jumlah siswa di SMP Joannes Bosco Yogyakarta sebanyak 105 orang, tetapi pada saat pelaksanaan penelitian ada dua orang siswa yang tidak dapat


(65)

penelitian ini adalah 103 orang. Penyebaran dan pengawasan pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti. Kuesioner yang disebarkan peneliti berjumlah 103 eksemplar dan kembali sebanyak 103 eksemplar.

F. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data, yaitu:

1. Menentukan skor dari setiap alternatif jawaban. Norma skoring adalah sangat menghargai: 4, menghargai: 3, tidak menghargai: 2, sangat tidak menghargai: 1.

2. Membuat tabulasi skor dari item-item kuesioner dan menghitung skor masing-masing responden.

3. Mengkategorisasikan kualifikasi harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 berdasar kriteria Azwar. Kategorisasi disusun berdasar distribusi normal dengan model kategorisasi jenjang (ordinal). Azwar (2012: 147) mengatakan bahwa kategorisasi jenjang (ordinal) bertujuan menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur.

Norma kategorisasi dibuat dengan berpedoman pada norma kategorisasi Azwar (2012: 147-148) dengan lima jenjang kategori diagnosis, yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, sangat rendah.


(66)

Tabel 5 Norma Kategorisasi

Keterangan:

X maksimum teoretik: skor tertinggi yang diperoleh subjek penelitian dalam skala.

X minimum teoretik: skor terendah yang diperoleh subyek penelitian dalam skala.

σ (standart deviasi): luas jarak rentangan yang dibagi dalam 6 satuan deviasi sebaran.

µ (mean teoretik): Rata-rata teoritis dari skor maksimum dan minimum.

Kategori di atas digunakan untuk mengelompokkan tinggi rendah harga diri siswa. Perhitungan dalam penggolongan norma kategorisasi adalah sebagai berikut:

X minimum teoritik: 1 x 44 = 44 X maximum teoritik: 4 x 44 = 176 Luas Jarak: 176 – 44 = 132 Standar Deviasi (σ): 132 : 6 = 22 Mean teoretik: (176 + 44) : 2= 110

Perhitungan Skor Keterangan

µ+1.5σ X Sangat Tinggi

µ+0.5σ X ≤ µ+1.5σ Tinggi

µ-0.5σ X ≤ µ+0.5σ Cukup

µ-1.5σ X ≤ µ-0.5σ Rendah


(67)

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan kategori skor. Kategori skor disajikan dalam tabel 6.

Tabel 6

Kategori Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce II Yogyakarta

K

Kategorisasi ini digunakan sebagai acuan atau norma dalam mengelompokkan skor individu dalam kategorisasi/ skala harga diri siswa.

No. Formula Kriteria Rerata Skor Kategori (Kualitatif)

1 µ+1.5σ X >143 Sangat Tinggi

2 µ+0.5σ X ≤ µ+1.5σ 122-143 Tinggi 3 µ-0.5σ X ≤ µ+0.5σ 100-121 Cukup

4 µ-1.5σ X ≤ µ-0.5σ 78-99 Rendah


(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI

Bab ini berisi uraian mengenai (1) Hasil Penelitian Mengenai Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013, (2) Pembahasan Hasil Penelitian, (3) Program Pengembangan Harga Diri.

A. Hasil Penelitian

Deskripsi Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013

Berdasarkan data yang terkumpul dan diolah dengan menggunakan kriteria Azwar (2012: 147-148) dapat diketahui harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 seperti yang disajikan dalam tabel 7.

Tabel 7

Penggolongan Deskripsi Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013

No. Formula Kriteria Rerata Skor

Frekuensi Persentase (%)

Kualifikasi

1 µ+1.5σ X >143 69 67% Sangat

Tinggi

2 µ+0.5σ X≤µ+1.5σ 122-143 34 33% Tinggi

3 µ-0.5σ X≤µ+0.5σ 100-121 0 0% Cukup

4 µ-1.5σ X≤µ-0.5σ 78-99 0 0% Rendah

5 X ≤ µ-1,5 σ ≤ 77 0 0% Sangat

Rendah


(69)

Berdasarkan tabel 7, terlihat bahwa:

1. Ada 69 orang siswa (67%) yang memiliki harga diri yang sangat tinggi.

2. Ada 34 orang siswa (33%) yang memiliki harga diri yang tinggi. 3. Tidak ada siswa (0%) yang memiliki harga diri cukup.

4. Tidak ada siswa (0%) yang memiliki harga diri rendah. 5. Tidak ada siswa (0%) yang memiliki harga diri sangat rendah.

Dari hasil penelitian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 memiliki harga diri yang sangat tinggi.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu dalam pembahasan ini, kategori “sangat tinggi” dan “tinggi” disatukan menjadi sangat tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh siswa (100%) kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 memiliki harga diri yang sangat tinggi. Hasil penelitian ini rupanya berbeda dengan dugaan awal peneliti. Peneliti mendapatkan kesan bahwa ada beberapa kemungkinan yang membuat hasil penelitian berbeda dengan dugaan awal peneliti. Kemungkinan-kemungkinan tersebut antara lain: 1) sebagian besar siswa ingin memberikan jawaban yang menyenangkan, dan 2)


(70)

pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner pada saat itu dilakukan pada pukul 08.20 WIB dan 12.10 WIB. Pada saat itu sebagian besar siswa tampak tergesa-gesa, merasa jenuh, dan lelah. Azwar (2012: 13) mengatakan bahwa responden tidak akan memberikan jawaban yang valid apabila responden harus menjawab skala dalam keadaan sakit, lelah, tergesa-gesa, tidak berminat, merasa terpaksa, dan semacamnya. Meskipun hasil penelitian berbeda dengan dugaan awal, peneliti tetap berpegang pada data yang menghasilkan hasil penelitian ini karena 1) peneliti sudah mendasarkan diri pada expert judgement, 2) kuesioner bersifat rahasia karena siswa tidak perlu mencantumkan nama (anonim), dan 3) peneliti sudah melakukan uji coba kuesioner sebelum pengambilan data.

Tingginya harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 boleh jadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain penerimaan dari orang-orang sekitar (keluarga, teman atau sahabat, tokoh-tokoh masyarakat, dan sebagainya) dan kesadaran siswa bahwa dirinya berharga. Hal ini diperkuat oleh pendapat Clemes dkk (2011: 79-80) yang menyebutkan bahwa ada empat kondisi yang mempengaruhi tingginya harga diri yang kiranya berlaku juga bagi siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013, yaitu rasa terikat, rasa unik, rasa berkuasa, dan model. Rasa terikat merupakan perasaan yang dimiliki remaja ketika mereka memperoleh kepuasan dari hubungan yang berarti baginya dan hubungan ini dipertegas/diperkuat/


(71)

dikaitkan dengan perasaan hangat, aman, dan nyaman yang menandai hubungan ini. Rasa keterikatan akan semakin kuat jika remaja memiliki keterikatan (perasaan puas/aman/nyaman) yang kuat dengan dirinya sendiri, dengan orang-orang penting seperti keluarga dan teman, dengan orang-orang dengan peran atau kedudukan yang tinggi, dengan kelompok yang memiliki minat, tujuan, atau asal-usul yang sama, dan dengan institusi dan tempat tertentu.

Siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 tampaknya memiliki keterikatan dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar. Mereka mungkin memiliki kepuasan dari hubungannya dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Rasa puas menunjukkan bahwa siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 merasa aman dan nyaman dengan dirinya ataupun saat menjalin hubungan dengan orang lain. Rasa bangga dan senang terhadap diri sendiri membuat siswa kelas VIII mampu menerima diri mereka apa adanya. Menerima diri berarti bahwa siswa kelas VIII mampu menerima perubahan fisik, kemampuan mengelola emosi, dan intelegensinya. Penerimaan diri ini tentunya semakin kuat jika lingkungan sekitarnya mampu memberikan peneguhan yang positif terhadap perasaan, pikiran, dan perilaku remaja.


(72)

sebagian besar siswa kelas VIII memiliki hubungan yang baik dengan orang-orang dan lingkungan sekitarnya. Penerimaan, rasa cinta, dan penghargaan dari lingkungan ataupun significant others membuat siswa kelas VIII semakin menerima, mencintai, dan menghargai dirinya sendiri.

Perasaan unik kiranya tumbuh saat siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 mampu menyadari, mengakui, dan menghargai sifat atau karakteristik yang dimilikinya dan mampu menerima penegasan dari orang lain bahwa diri mereka unik, istimewa, dan berharga. Siswa tetap merasa nyaman dengan dirinya, meskipun mereka menyadari bahwa dirinya berbeda dengan orang-orang sekitarnya. Siswa yang memiliki rasa unik akan merasa senang dan bangga dengan penampilannya, kemampuannya, kepribadiannya, dan ketrampilan yang dia miliki.

Siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 tampaknya juga memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat melakukan apa yang sudah dia putuskan, merasa nyaman dalam menerima tanggungjawab, mampu membuat keputusan dan memecahkan masalahnya, mampu mengendalikan stres, dan mampu menggunakan ketrampilannya sendiri. Semua ini menunjukkan bahwa siswa memiliki rasa berkuasa.

Siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 kiranya memiliki model atau contoh manusia yang bisa mereka


(73)

bisa dijadikan teladan mampu membuat siswa memiliki gambaran tentang bagaimanakah seharusnya dirinya berperilaku, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menghadapi situasi-situasi yang baru. Boleh jadi orangtua, saudara, teman, dan guru ada yang menjadi model bagi siswa kelas VIII yang berpengaruh positif pada pengembangan harga diri siswa.

Dengan memiliki harga diri yang tinggi siswa akan dapat mengembangkan dirinya dengan baik. Siswa dengan harga diri yang tinggi akan lebih produktif, memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar, dan memiliki kepercayaan diri untuk dapat menatap masa depannya. Agar siswa kelas VIII tetap memiliki harga diri yang tinggi, maka ada beberapa hal/upaya yang perlu dilakukan para siswa, antara lain 1) menyadari dan menerima bahwa setiap pribadi unik dan berharga, 2) berani untuk menerima tanggungjawab yang diberikan kepada dirinya, 3) mampu membina hubungan yang baik dengan orang-orang sekitar, 4) mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki, 5) memiliki keberanian untuk mencoba hal/tantangan baru, 6) mampu mengelola emosi dengan baik.

Yang perlu dilakukan orangtua dan guru agar harga diri siswa tetap tinggi, antara lain 1) memberikan perhatian secara pribadi kepada siswa saat dia membutuhkan, 2) memperlihatkan kasih sayang dalam semua ucapan tindakan, 3) menerima diri siswa apa adanya, 4) memberikan


(74)

memberikan peluang kepada siswa untuk dapat mengungkapkan gagasannya, membuat keputusan dan melaksanakan tugas/keputusan yang sudah diambil/tanggungjawabnya, 7) membantu siswa dalam mengatasi atau mengelola rasa stres dan perasaan negatif lainnya.

C. Usulan Program Pengembangan Harga Diri 1. Dasar Pemikiran

Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan manusia yang terletak di antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja melibatkan sejumlah perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007: 22). Perubahan-perubahan tersebut tentunya berdampak pada penilaian remaja akan dirinya. Ada sebagian remaja yang mampu menilai dirinya secara positif dan ada juga yang menilai dirinya negatif. Penilaian terhadap diri ini yang sering disebut dengan harga diri.

Harga diri hampir mempengaruhi setiap segi kehidupan. Clemes dkk (2012: 16) mengatakan beberapa telaah psikologis menunjukkan bahwa terkecuali dan sampai batas tertentu, kebutuhan akan harga diri itu dipenuhi, pemenuhan dari kebutuhan yang lebih luas misalnya kreativitas, prestasi, realisasi akan kemampuan sepenuhnya itu terbatasi. Hal ini menunjukkan bahwa kita perlu untuk mengembangkan dan meningkatkan harga diri agar kita mampu memenuhi kebutuhan hidup kita. Bagi remaja dengan memiliki harga


(75)

yang besar dalam bidang akademik maupun non akademik. Woolfolk (2009: 114) mengatakan bahwa siswa dengan harga diri tinggi memiliki kemungkinan yang sedikit lebih tinggi untuk sukses di sekolah daripada siswa dengan harga diri yang rendah.

Meskipun remaja sudah memiliki harga diri yang tinggi, harga diri remaja tetap perlu dipelihara, ditingkatkan, atau dikembangkan. Oleh karena itu, program pengembangan harga diri perlu diadakan dan dilaksanakan di setiap sekolah. Remaja dengan harga diri yang tinggi tetap membutuhkan pendampingan dari orangtua dan guru dalam meningkatkan dan mengembangkan harga dirinya.

2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Tujuan program pengembangan harga diri ini adalah membantu siswa agar mampu memelihara, meningkatkan atau mengembangkan harga dirinya.

b. Tujuan Khusus

Secara spesifik/khusus program pengembangan harga diri bertujuan untuk:

1) Mengembangkan ketrampilan menghargai diri sendiri. 2) Menyadari sebanyak mungkin hal yang positif dalam diri.


(76)

3. Kegiatan

Program pengembangan harga diri dilaksanakan selama lima minggu. Pelaksanaan program pengembangan harga diri untuk siswa dapat diintegrasikan dengan Pelatihan Pengembangan Kepribadian Siswa (PPKS). Program pengembangan ini tidak hanya ditujukan pada siswa kelas VIII, namun program yang disusun juga ditujukan pada orangtua siswa dan guru. Kegiatan program pengembangan harga diri dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Program Kegiatan untuk Orangtua dan Guru

Tujuan kegiatan ini adalah 1) memberikan informasi kepada orangtua siswa dan guru tentang perlunya siswa memiliki harga diri yang tinggi, 2) memberikan pendampingan dan pelatihan kepada orangtua siswa dan guru agar mereka mampu mendampingi dan membantu siswa dalam memelihara, meningkatkan atau mengembangkan harga dirinya. Program kegiatan untuk orangtua dan guru ini akan dilaksanakan minimal satu kali pertemuan. Tetap dibutuhkan pertemuan lain agar guru Bimbingan dan Konseling (BK) dapat melihat perkembangan setiap siswa. Setiap akhir minggu dibuka layanan konsultasi bagi orangtua dan guru. Dalam kegiatan ini dapat dihadirkan guru BK/konselor sekolah dan psikolog.


(77)

guru akan diberikan cukup informasi tentang pentingnya siswa memiliki harga diri yang tinggi. Mereka juga akan diberikan pelatihan agar mereka mampu meningkatkan harga diri siswa, contoh: latihan dalam memberikan pujian, memberikan tanggapan yang positif, dan menjadi pendengar aktif. Sebelum diadakan pertemuan dengan orangtua dan guru, guru BK mengedarkan kuesioner tentang harga diri kepada orangtua dan guru. Kuesioner ini bertujuan untuk melihat sejauh mana orangtua dan guru memahami pentingnya siswa memiliki harga diri yang tinggi.

b. Program Kegiatan untuk Siswa

Program kegiatan untuk siswa akan dilakukan lima kali pertemuan. Mengingat pentingnya harga diri yang tinggi dimiliki oleh remaja, maka program kegiatan ini hendaknya diikuti oleh semua siswa kelas VIII. Jika program pengembangan harga diri ini sudah dilaksanakan, maka perlu untuk dilanjutkan dengan program-program lain yang tentunya masih berkaitan dengan kepribadian. Perlu dilakukan pemeliharaan dan pengembangan secara terus menerus agar harga diri siswa tetap tinggi. Waktu yang dibutuhkan dalam setiap pertemuan berkisar antara 60-90 menit. Dalam kegiatan ini dapat dihadirkan guru BK dan pendamping PPKS. Berikut akan diuraikan rancangan kegiatan peningkatan dan


(78)

1) Pertemuan I

Pertemuan pertama bertujuan untuk menjalin keakraban antar siswa dan dengan guru BK ataupun pendamping PPKS. Pertemuan ini perlu dilakukan karena peserta pendampingan terdiri dari empat kelas. Mereka perlu saling mengenal dan merasa nyaman. Penerimaan dan penghargaan yang baik akan membuat siswa merasa nyaman dengan dirinya dan lingkungannya. Perasaan-persaan positif yang muncul dalam diri ini lah yang mampu meningkatkan harga diri siswa.

Pertemuan ini akan diisi dengan banyak permainan yang mampu mengakrabkan para siswa.

2) Pertemuan II

Pertemuan kedua berisi refleksi diri. Siswa mendeskripsikan dirinya melalui gambar ataupun tulisan. Hal ini perlu dilakukan karena setiap siswa perlu menyadari dengan baik identitas dirinya. Dengan menyadari diri, siswa akan tahu hal-hal apa saja yang tidak mereka suka maupun mereka sukai dalam dirinya. Guru BK dan pendamping PPKS membantu para siswa agar para siswa semakin mengenal dirinya dengan baik.


(79)

3) Pertemuan III

Dalam pertemuan ketiga, guru BK dan pendamping PPKS menampilkan kembali gambar dan tulisan siswa tentang dirinya. Guru BK dan pendamping dalam pertemuan ini membantu siswa menggali sebanyak mungkin hal-hal positif yang ada dalam diri setiap siswa. Hal-hal tersebut dapat berupa sifat, kemampuan, ataupun ketrampilan. Guru BK dan pendamping PPKS dapat menggunakan “Jendela Johari” untuk membantu siswa menyadari bahwa mereka memiliki banyak hal-hal positif dalam diri.

4) Pertemuan IV dan V

Pertemuan keempat berisi kegiatan berupa ceramah singkat tentang harga diri dan outbond. Pertemuan keempat dan lima akan berupa outbond atau permainan-permainan yang bertujuan untuk a) melatih siswa menjadi pemimpin, b) melatih siswa untuk mampu menerima tanggung jawab, c) melatih kemampuan siswa dalam mengelola emosi, d) melatih siswa agar mampu menerima orang lain apa adanya.

Diakhir pertemuan keempat, siswa diminta untuk menerapkan hasil belajar mereka, seperti belajar menghargai diri dengan cara merawat tubuh, belajar mengelola emosi, dan


(80)

Kegiatan ini tentunya tidak selesai dalam satu pertemuan, maka kegiatan outbond perlu dilanjutkan dalam pertemuan kelima. Diakhir pertemuan kelima setiap siswa perlu untuk menuliskan hasil refleksi mereka selama menjalankan program pengembangan harga diri.

Urutan waktu pelaksanaan program pengembangan harga diri disajikan dalam tabel 8.

Tabel 8

Urutan Waktu Pelaksanaan Program Pengembangan Harga Diri No. Pertemuan Minggu

1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 1. Pertemuan dengan

orangtua dan guru 2. Pertemuan dengan

Siswa kelas VIII a. Pertemuan I b. Pertemuan II

c. Pertemuan III d. Pertemuan IV e. Pertemuan V 3. Evaluasi Program

4. Sasaran Intervensi

Sasaran intervensi program pengembangan harga diri ini adalah siswa kelas VIII yang berada pada masa remaja agar: a) mengembangkan ketrampilan menghargai diri sendiri, b) menyadari sebanyak mungkin hal yang positif dalam diri.


(81)

5. Kompetensi Pendamping/Konselor

Konselor yang akan melaksanakan program pengembangan harga diri hendaknya memiliki kompetensi untuk:

a. Memahami secara utuh perkembangan remaja.

b. Memiliki kemampuan merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi program pengembangan harga diri.

c. Memiliki wawasan yang luas tentang kepribadian dan harga diri. d. Memiliki ketrampilan dalam memberikan pendampingan dan

pelatihan pengembangan harga diri.

e. Mampu menyajikan bimbingan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). f. Mampu bekerjasama dengan berbagai pihak seperti orangtua, guru,

psikolog, dan ahli-ahli dalam bidang kepribadian.

6. Evaluasi Program Pengembangan Harga Diri

Menurut Syamsu (Supriatna, 2011: 80) penilaian program merupakan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi dapat pula diartikan sebagai suatu usaha mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari perkembangan sikap dan perilaku, atau tugas-tugas perkembangan para siswa melalui program kegiatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi


(1)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI