Pengembangan kerjasama siswa Sekolah Menengah Pertama dalam pengajuan masalah (problem posing) matematika bersumber berbagai media
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada perkembangan jaman yang semakin modern ini. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Pendidikan, pengetahuan dan kemampuan merupakan salah satu modal dasar yang harus dimiliki untuk hidup di jaman yang serba sulit ini. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Daoed Joesoef (2011),” Pendidikan merupakan segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia”. Dari sini kita sadar betul bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak akan lepas dari kehidupan.
Menjadi bangsa yang maju merupakan impian dari setiap negara yang ada di dunia. Maju tidaknya suatu pendidikan dalam negara itu sangat di tentukan oleh faktor pendidikan yang terdapat di sana. Pada dasarnya pendidikan akan mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa.
Di dalam masyarakat, perkembangan bidang sains dan teknologi sangat cepat dan menakjubkan. Semua hal yang mengagumkan itu secara ekstrim dapat dikatakan berhutang kepada matematika. Setiap orang yang diuntungkan dari fasilitas teknologi dan sains harus mengetahui paling tidak
(19)
“sedikit” pengetahuan tentang matematika agar berhasil dan baik dalam menggunakannya. Oleh karena itu, matematika tidaklah layak hanya diperlakukan sebagai ilmu di dalam ruang-ruang kelas saja seperti yang terasa saat ini.
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa matematika adalah cermin peradaban. Potret sejarah matematika memang menunjukkan kebuduyaan dan peradaban suatu masyarakat sipil. Dengan studi sejarah yang lebih dalam dan seksama akan dapat akan dapat diturunkan suatu fakta bahwa peradaban kuno sangatlah berkaitan erat dengan perkembangan matematika. Secara tidak langsung dapat diungkapkan bahwa sejarah matematika juga sejarah peradaban. Sejarah matematika telah mengungkapkan bahwa kapan pun suatu masyarakat juga memberikan titik berat pada pengetahuan matematika, maka terciptalah di sana kemajuan yang luar biasa. Guru matematika juga banyak membaca sejarah, tetapi mungkin kurang menyadari hal ini. Ketika matematika memberikan kontribusinya dalam kemajuan sains dan teknologi, masyarakat mengambil banyak manfaat.
Pada kenyataannya pembelajaran matematika masih menjadi suatu kendala untuk siswa. Momok dan mind set siswa yang menganggap matematika itu ilmu yang sulit dan abstrak menjadi tantangan sendiri untuk guru pengajar di sekolah. Masalah yang umumnya terjadi adalah siswa tidak mampu memahami ke abstrakan dalam matematika. Salah satu faktor yang membuat matematika ini terkesan sangat jauh dari dunia nyata dan menjadi sulit dicerna adalah guru jarang memberikan penjelasan dengan
(20)
menunjukkan bahwa matematika itu ada disekitar kita. Selain itu masalah yang sering muncul dalam pembelajaran adalah penekanan hanya pada kemampuan siswa menjawab soal di mana soal itu hanya soal biasa. Kalaupun dalam bentuk kata-kata, soal matematika yang dibuat tidak lebih dari matematika yang direalistiskan. Sehingga tidak aneh bahwa banyak siswa tidak memahami pentingnya matematika bagi kehidupan mereka karena yang diajarkan pun terkadang tidak mampu di bawa ke masalah mereka sehari-hari.
Perlu dicari suatu solusi dalam mengatasi masalah yang terjadi saat ini. Salah satu solusi yang patut dan cukup baik untuk dicoba adalah siswa diajak untuk membuat permasalahan yang berkatian dengan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran seperti ini sering disebut problem posing. Tujuan dari problem posing adalah siswa diajak untuk membuat masalah yang berkaitan dengan matematika di mana siswa belum mengetahui solusi yang ada seperti apa. Di sini siswa akan belajar untuk lebih memahami tentang solusi apa yang harus mereka pakai dalam memecahkan soal yang ada. Selain itu mereka menjadi lebih memahami tentang penggunaan konsep matematika apa yang paling cocok dalam penyelesaian masalah yang mereka hadapi. Sehingga siswa akan menjadi lebih percaya diri dengan kemampuan dan pemahaman yang mereka miliki. Seperti yang diungkapkan oleh Sutiarso (2000) yang menyatakan bahwa problem posing adalah adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat
(21)
mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Hal ini sejalan dengan English (1998) yang menjelaskan bahwa problem posing adalah penting dalam kurikulum matematika karena di dalamnya terdapat inti dari aktivitas matematika, termasuk aktivitas dimana siswa membangun masalahnya sendiri. Silver (1994) dan Simon (1993) mengemukakan bahwa beberapa aktivitas problem posing mempunyai tambahan manfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak terhadap konsep penting matematika (English: 1998).
Dalam pengembangannya pembelajaran berbasis problem posing di Indonesia kurang mampu berjalan dengan cukup baik. Hal ini dikarenakan materi yang sudah terpecah dan “saklek” sehingga guru juga mengalami kesulitan dalam mengambangkan pembelajaran problem posing di mana dalam pemecahannya akan sangat mungkin berbeda-beda sesusai dengan pemahaan setiap siswa. Pembelajaran model ini kurang cocok apabila di praktektan pada pembelajaran kelas secara umum karena pasti membutuhkan banyak waktu. Namun jika tidak dilakukan, pemahaman siswa tentang matematika juga tidak akan maksimal. Untuk itu diperlukan suatu solusi yang mempu menjawab dua permasalahan yang ada di mana keduanya ini memiliki keterkaitan yang besar. Salah satu solusi untuk menjawab ini adalah tentang Karya Ilmiah Remaja atau biasa disingkat KIR. Pemilihan KIR sebagai salah satu solusi dianggap cukup baik mengingat KIR itu dapat bahkan harus mengangkat masalah nyata yang terjadi di
(22)
sekitar dan penyelesaian masalah yang dibuatnya pun bisa berbeda-beda tergantung siswa, kemampuan siswa, jenjang pendidikan dll.
1.2. Tinjauan Pustaka
Dalam sub bab ini akan ditunjukkan beberapa hasil penelitian sebagai hasil tinjauan kebaruan yang berhubungan dengan problem posing. Beberapa hasil kebaruan yaitu sebagai berikut. Dalam Oktiana Dwi Putra Herawati dkk menyatakan bahwa ada perbedaan pemahaman konsep matematika diantara para siswa. Perbedaaan konsep itu terjadi antara siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing dan yang lainnya menggunakan pembelajaran konvensional.
Nirma dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa hasil-hasil yang didapat dari beberapa temuannya bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran problem posing dengan kelompok dapat meningkatkan kerjasama siswa. Pada awalnya kerjasama siswa hanya pada kriteria cukup. Hal ini disebabkan karena guru jarang dalam melaksanakan suatu pembelajaran dengan membentuk suatu kelompok. Sehingga siswa juga cenderung mengerjakan tugas secara individu dan belum terbiasa dengan bekerjasama. Karena itu dilakukan beberapa kali dan siswa mulai terbiasa sehingga pada siklus ketiga banyak mengalami peningkatan menjadi kriteria tinggi.
Penelitian oleh Kadir menyatakan bahwa hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing membuat siswa berada pada situasi masalah
(23)
yang menarik dan memberikan tantangan tersendiri bagi siswa untuk mengembangkan kreativitasnya yang berdasar pada pemberian suatu masalah. Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing dapat memberi pencerahan kepad siswa dalam mengembangkan ide-ide mereka yang kreatif baik secara individu maupun secara kelompok dalam pengajuan masalah dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda tiap anak atau kelompoknya. Eksplorasi menggunakan pendekatan problem posing secara pedagogikl matematika dapat meningkatkan kemampuan siswa terutama kemampuan berpikir orisinil, berpikir kritis, kemampuan mengkoneksikan dan penalaran matematika (reasoning on mathematics) untuk penyelesaian masalah matematika (problem solving on mathematics) serta kemampuan berkomunikasi (communication on mathematics) dalam menunjukkan hasil yang didapat.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tatag Y. E. Siswono menyatakan bahwa pengajuan masalah diharapkan tidak menjadi suatu masalah baru dalam pembelajaran matematika, khususnya masalah geometri. Melihat pentingnya peranan pengajuan masalah dalam pembelajaran maka pendidik diharapkan dapat mengajarkan cara tersebut dengan mengembangkan sesuai kondisi lingkungan dan kemapuan siswa. Usaha peningkatan kemampuan siswa sedikit demi sedikit dapat tercapai apabila ada keberanian dan kemauan untuk terus mencoba.
Penelitian oleh Xiaogang Xia dkk menyatakan bahwa penelitian ini adalah studi eksperimen tentang suatu model pengajaran matematika dari
(24)
“Situated Creation and Problem-based Instruction” (SCPBI) di mana proses yang jalani yaitu penciptaan situasi yang mampu memunculkan suatu permasalahan sekaligus mampu dipecahkan dengan matematika sebagai kunci penerapannya. Tujuannya adalah mengubah situasi yang umumnya siswa belum memiliki pengalaman belajar yang berbasis masalah dan sadar akan masalah menjadi sadar dan paham akan suatu masalah yang ada. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model pengajaran ini mempunyai peranan penting dalam membangkitkan minat siswa terhadap matematika. Selain itu juga model pengajaran ini dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk memunculkan masalah sekaligus meningkatkan kemampuan dalam belajar matematika.
1.3. Rumusan Masalah
Untuk keperluan penelitian diperlukan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah mengembangkan kemampuan kerjasama siswa SMP dalam pengajuan masalah matematika bersumber berbagai media ?
1.4. Tujuan Penelitian
Agar menjawab rumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk :
Mengembangkan kemampuan kerjasama siswa SMP dalam membuat masalah matematika bersumber berbagai media.
(25)
1.5. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah pengembangan kerjasama siswa dalam membuat masalah matematika bersumber berbagai media. Namun kiranya penelitian ini dapat dikembangkan menjadi karya ilmiah remaja. 1.6. Penjelasan Istilah
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Kerjasama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses gotong royong suatu kelompok dalam penyelesaian tugas yang diberikan. Selain itu, istilah lain yang digunakan adalah problem posing. Maksud Problem Posing dalam penelitian ini adalah pembelajaran dalam kelas dengan ide dasarnya yaitu meminta siswa untuk mengamati dan mengajukan permasalahan berdasarkan hasil pengamatan tersebut. Istilah terakhir yang perlu dijelaskan dalam tesis ini adalah media. Media yang dimaksud adalah sarana yang digunakan siswa dalam melakukan pembelajaran di kelas.
1.7. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru atau peneliti lain yang ingin atau akan mengembangkan pendampingan penelitian ilmiah bidang matematika pada tingkat Sekolah Menengah Pertama. Selain itu manfaat lain pada penelitian ini adalah dengan pengajaran yang berdasar pada problem posing dapat mengajak siswa untuk menjadi lebih aktif dan kreatif dalam mempelajari matematika karena meraka memulai pelajaran dari hal yang mereka amati dan pahami.
(26)
9 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Penelitian Ilmiah
Dalam penelitian Suwondo (2011) menyatakan bahwa suatu penyelidikan atau suatu usaha pengujian yang dilakukan secara teliti, dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Dalam mencari fakta-fakta ini diperlukan usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah.
Disisi lain menurut Bambang Suryawan (2009) mengatakan bahwa suatu kegiatan untuk memperoleh jawaban atau penjelasan mengenai suatu fenomena yang diamati. Fenomena ada 2 macam :1) Fenomena sudah ada, Peneliti menerangkan komponen esensial dan hubungan sebab-akibatnya, 2) Fenomena belum ada , Peneliti harus menciptakan fenomena dengan menjawab pertanyaan : Struktur yang bagaimana ? Apa yang digunakan ?.
Beberapa pakar lain memberikan definisi penelitian sebagai berikut (dalam Suwondo : 2011). David H Penny Penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta. Menurut J.Supranto (1997:9), penelitian (riset) adalah suatu kegiatan untuk memilih judul, merumuskan persoalan,kemudian diikuti dengan pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data yang hasilnya berguna untuk mengetahui sesuatu keadaan atau
(27)
persoalan dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan atau untuk membuat keputusan dalam rangka pemecahan persoalan. The New Horison Ladder Dictionary (2007) pengertian research ialah a careful study to discover correct information, yang artinya, suatu penyelidikan yang dilakukan secara hati-hati untuk memperoleh informasi yang benar.
Secara etimologi, penelitian berasal dari bahasa Inggris yaitu Research (re berarti kembali, dan search berarti mencari). Dengan demikian research berarti mencari kembali. Menurut kamus Webster New Internasional, penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu. Hillway dalam bukunya Introduction to research mengemukakan bahwa penelitian adalah suatu metode belajar yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. (Hillway, 1965)
Tuckman mendefinisikan penelitian (research) : a systematic attempt to provide answer to question yaitu penelitian merupakan suatu usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah. Penelitian dapat diartikan juga sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dimana usaha-usaha itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.
Pengertian lain dari Penelitian : Salah satu hal yang penting dalam dunia ilmu adalah penelitian (research). Research berasal dari kata re yang berarti
(28)
11
kembali dan search yang berarti mencari, sehingga research atau penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan. Research, menurut The Advanced Learner’sDictionary of Current English (1961) ialah penyelidikan atau pencarian yang seksama untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan Penelitian ilmiah adalah suatu kegiatan yang sistematik dan obyektif untuk mengkaji suatu masalah dalam usaha untuk mencapai suatu pengertian mengenai prinsip-prinsipnya yang mendasar dan berlaku umum (teori) mengenai masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan, berpedoman pada berbagai informasi (yang terwujud sebagai teori-teori) yang telah dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, dan tujuannya adalah untuk menambah atau menyempurnakan teori yang telah ada mengenai masalah yang menjadi sasaran kajian.
2.2. Pengajuan Masalah (Problem Posing)
Proses belajar mengajar dengan metode problem posing ini secara garis besar dikemukakan oleh As‟ari (2000: 43) yang menyatakan bahwa: ”Pada kelas yang menggunakan problem posing, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perumusan soal sendiri oleh siswa. Setiap kali selesai pembahasan satu pokok bahasan, dan guru sedang memberikan contoh kepada siswa tentang cara membuat soal, ke hadapan beberapa siswa disampaikan beberapa situasi untuk diketahui. Selanjutnya berdasarkan informasi yang diketahui itu para siswa
(29)
diminta untuk membuat pertanyaan atau soal yang terkait dengan hal-hal yang diketahui itu. Sesudah itu para siswa diminta untuk menyelasaikan soal-soal mereka sendiri, dan bertukar soal dengan yang lain.”
Siswa yang telah terbiasa untuk merumuskan soal matematika, baik secara langsung ataupun tidak langsung, akan mengalami kemajuan dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika. Hal itu didukung oleh Sutawijaya (Gita, 1999: 28) yang menyatakan bahwa, ”Merumuskan kembali masalah atau pengajuan masalah (problem posing) matematika merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemajuan dalam pemecahan masalah”.
Problem posing adalah salah satu metode dalam mempelajari matematika yang disarankan oleh NCTM (National Cauncil of Teacher of Mathematics). Hal tersebut dikemukakan oleh NCTM karena problem solving merupakan ”The
heart of doing mathematics”, inti dari bermatematika. Oleh karenanya, NCTM (As‟ari, 2000: 42) merekomendasikan agar para siswa diberi kesempatan yang sebesar-besarnya untuk mengalami membuat soal sendiri (problem posing). Suryanto (Darnanti,2001: 4), menyatakan bahwa: Problem posing merupakan istilah dalam bahasa inggris sebagai padanan katanya digunakan istilah pembentukan soal. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan, yaitu: (1) pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa, dan (2) pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada. Hal ini didukung oleh Bharata (2002: 13) yang menyatakan bahwa, ”Mengajukan Pertanyaan (problem posing) mencakup dua macam kegiatan
(30)
13
yaitu membuat pertanyaan baru atau pertanyaan dari situasi/pengalaman siswa dan membuat pertanyaan dari siswa dan membuat pertanyaan dari pertanyaan lain yang sudah ada”.
Menurut Suharta (2001: 2), ”Problem posing adalah perumusan masalah oleh siswa dari situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum pemecahan masalah atau setelah pemecahan masalah tersebut”. Sedangkan Suryanto (Gita, 1999: 23) menyatakan bahwa,“Problem posing matematika adalah salah satu sistem kriteria penggunaan pola pikir matematika atau kriteria berpikir matematika dan sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah”. Oleh karena itu guru perlu memberikan arahan (situasi/kondisi/batasan) yang jelas didalam memberikan tugas pembuatan soal. Dalam hal ini peran guru sangat diperlukan guna membimbing siswa dalam membuat soal, supaya soal yang dibuat oleh siswa tidak keluar dari materi/pokok bahasan yang sedang dipelajari. Dengan demikian peran guru-guru hanya sebagar fasilisator yang mengarahkan siswa dalam membuat soal dan jawaban dari soal yang telah dibuat.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa problem posing adalah suatu cara atau metode yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan siswa di dalam mempelajari matematika. Siswa dituntut secara aktif untuk menggunakan pola pikir matematika, sehingga siswa dapat merumuskan kembali masalah matematika tersebut. Terlibatnya siswa secara aktif dalam merumuskan masalah matematika, secara tidak langsung akan
(31)
membuat siswa lebih memahami konsep-konsep yang sedang diajarkan dan siswa akan mengenal bentuk-bentuk soal yang sedang dipelajarinya. Hal ini dapat mengakibatkan siswa dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan kepadanya.
2.3. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Polya (dalam Upu, 2003, dalam Ana Ari Wahyu Suci, 2012) mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat dicapai. Sedangkan Siswono (2008:35, dalam Ana Ari Wahyu Suci, 2012), menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespons atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Dari pengertian pemecahan masalah yang dikemukakan di atas mengindikasikan bahwa diperolehnya solusi suatu masalah menjadi syarat bagi proses pemecahan masalah dikatakan berhasil.
Dalam memecahkan masalah, setiap individu memerlukan waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh motivasi dan strategi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Siswono (2008:35 , dalam Ana Ari Wahyu Suci, 2012) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah, yaitu:
(32)
15
[1] Pengalaman awal.
Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
[2] Latar belakang matematika.
Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perberbeda-bedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
[3] Keinginan dan motivasi.
Dorongan yang kuat dari dalam diri (internal), seperti menumbuhkan keyakinan saya “BISA” maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah.
[4] Struktur Masalah.
Struktur masalah yang diberikan kepada siswa (pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Siswono (2008: 36 dalam Ana Ari Wahyu Suci, 2012) juga menyebutkan bahwa dalam memecahkan masalah perlu keterampilan-keterampilan yang
(33)
harus dimiliki, yaitu: (1) keterampilan empiris (perhitungan, pengukuran); (2) keterampilan aplikatif untuk menghadapi situasi yang umum (seting terjadi); (3) keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak biasa (unfamiliar).
Polya (dalam Upu, 2003:34, dalam Ana Ari Wahyu Suci, 2012) menjelaskan empat langkah yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah yaitu: (1) memahami masalah; (2) merencanakan penyelesaian; (3) menyelesaikan rencana penyelesaian; (4) memeriksa kembali. Memahami masalah merujuk pada pemahaman terhadap apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, atau apakah syarat-syarat cukup, tidak cukup, berlebihan atau kontradiksi untuk mencari yang ditanyakan. Membuat rencana merujuk pada bagaimana strategi penyelesaian yang terkait. Menyelesaikan rencana penyelesaian merujuk pada penyelesaian strategi penyelesaian yang telah disusun. Sedangkan memeriksa kembali berkaitan dengan pengecekan jawaban serta pembuatan kesimpulan akhir. Dalam penelitian ini langkah pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah pemecahan masalah yang dijelaskan oleh Polya. Adapun aspek-aspek yang harus dicantumkan siswa pada setiap langkah-langkah pemecahan masalah adalah:
[1] Memahami masalah
Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
(34)
17
[2] Merencanakan penyelesaian
Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi urutan langkah penyelesaian dan mengarahkan pada jawaban yang benar.
[3] Menyelesaikan rencana penyelesaian
Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi pelaksanaan cara yang telah dibuat dan kebenaran langkah yang sesuai dengan cara yang dibuat.
[4] Memeriksa kembali.
Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi penyimpulan jawaban yang telah diperoleh
2.4. Pemodelan Matematika
Penelitian Ilmiah bidang matematika lebih banyak dikaitkan dengan pemodelan matematika. Jika dari permasalahan yang ada sudah di dapat model matematikanya maka boleh dikatakan sudah separuh jalan dari penelitian itu sendiri.
Matematikawan biasanya membagi alam semesta menjadi dua bagian: matematika, dan segala sesuatu yang lain di luar matematika, yaitu, seluruh dunia atau kadang-kadang disebut "dunia nyata". Orang sering cenderung melihatnya sesuatu dua yang independen satu sama lain. Tidak ada yang bisa lebih jauh dari kebenaran bila kita menggunakan matematika untuk memahami situasi di dunia nyata, dan kemudian mungkin menggunakannya untuk
(35)
mengambil tindakan atau bahkan untuk memprediksi masa depan. Penggunaan matematika untuk memahami situasi dunia nyata sering dikenal dengan nama pemodelan matematika.
Pemodelan Matematika, menurut Haines and Crouch (2007) karakteristik pemodelan matematika adalah sebuah siklus proses dari permasalahan kehidupan nyata diterjemahkan ke dalam bahasa matematika, diselesaikan dengan mennggunakan aturan-aturan dalam matematika, dan penyelesaiannya dikembalikan atau dijuji ke masalah nyata apakah sudah sesuai atau belum..
Pemodelan matematika merupakan bidang matematika yang berusaha merepresentasi dan menjelaskan system-sistem fisik atau masalah dalam dunia nyata dalam pernyataan matematik, sehingga diperoleh pemahaman terhadap problem tersebut dengan lebih tepat. Representasi matematika ini dikenal dengan model matematika. Konstruksi analisis dan model matematika merupakan suatu penerapan matematika yang sangat penting. Model matematika dapat diterapkan pada bidang-bidang yang lain.
Ada beberapa jenis model matematika yaitu : model empiris, model simulasi, model stokastik, dan model determenistik. Pada model empiris, data yang berhubungan dengan masalah memegang peranan yang penting. Dalam pendekatan ini gagasan utama adalah mengkonstruksi formula (persamaan) matematika yang dapat menghasilkan grafik yang terbaik untuk mencocokkan data. Pada model simulasi , gagasannya adalah membawa permasalahan ke dalam program computer berdasarkan aturan-aturan untuk membentuk proses
(36)
19
atau fenomena terhadap waktu. Secara esensial proses pemodelan pada umumnya sama. proses tersebut dapat dilihat dalam alur berikut :
Prinsip pemodelan matematika berdasar alur di atas adalah berawal dari dunia nyata dan berakhir di dunia nyata,
2.5. Visualisasi sebagai media pembelajaran
Media visual merupakan penyampaian pesan atau informasi secara teknik dan kreatif yang mana menampilkan gambar, grafik serta tata dan letaknya jelas,sehingga peneria pesan dan gagasan dapat diterima sasaran. Apabila dikaitkan antara media visual dan pembelajaran maka pembelajaran itu akan menarik, efektif dan efesien apabila menggunakan media visual sebagai sebagai media pembelajaran nya.dipilih media visual karena kita harus ingat
Problem Dunia Nyata
Problem Matematika
Membuat Asumsi
Formulasi persamaan/ pertidaksamaan
Penyelesaian persamaan/pert idaksamaan Intrepretasi
solusi Bandingkan data Solusi dunia
(37)
bahwa peserta didik khususya nak-anak terutama siswa sekolah dasar karena mereka masih berfikir konkrit, semua yang guru utarakan atau sampaikan harus mereka buktikan sendiri dengan mata mereka, kemudian media visual merupakan sumber belajar yang berisikan pesan atau materi pelajaran yang di buat secara menarikdalam bentuk kombinasi gambar, teks, gerak dan animasi yang di sesuaikan dengan usia peserta didik yang dapat menarik peserta didik dalam belajar, sehingga pembelajaran akan menyenangkan dan tidak menjenuhkan. Manfaat media visual dalam pembelajaran sebagai berikut:
[1] Media visual dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak,seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong,dan sebagainya.media pembelajaran dapat mengatasi hal tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari.maka obyeknyalah yang di bawa ke peserta didik. Obyek yang di mkasud bias dalam bentuk nyata, miniature,model, maupun bentuk gambar-gambaryang dapat disajikan secara audio visual dan audial. [2] Media visual memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta
didik dengan lingkungannya.
[3] Media visual dapat menanamkan konsep dasar,yang benar ,konkrit dan realistiskan.
(38)
21
[5] Media visual akan mengakibatkan perubahan efektif ,kognitif dan psikomotorik
[6] Meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa.
Dengan demikian media visual sangatlah berperan penting dalam proses belajar mengajar.karena media visual memiliki peran yaitu memudahkan dalam penyampaian materi kepada peserta didik .peserta didik akan terbantu dalam memahami materi yang komplek. Pemanfaatan media visual juga berperan bagi peserta didik.
Macam-macam media visual : a. Media yang tidak diproyeksikan
1. Media realia adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa.
2. Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realia.
3. Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan
(39)
jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media grafis adalah :
[1] gambar / foto : paling umum digunakan
[2] sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan.
[3] diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar.
[4] bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, diagram, kartun, atau lambang verbal.
[5] grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif.
b. Media proyeksi
[1] Transparansi OHP merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa).
(40)
23
Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat keras (Overhead projector / OHP).
[2] Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2X2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus.
Dalam penelitian ini ada 4 media yang digunakan yaitu : media foto, alam sekitar, video, dan berita pada Koran (Koran online).
2.5.1 Foto sebagai Media Pembelajaran
Dewasa ini gambar fotografi secara luas dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dari surat-surat kabar, majalah-majalah, brosur-brosur dan buku-buku. Gambar, lukisan, kartun, ilustrasi dan foto yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut dapat dipergunakan oleh guru secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar. Gambar pada dasarnya membantu mendorong para siswa dan dapat membangkitkan minatnya pada pelajaran. Membantu mereka dalam kemampuan berbahasa, kegiatan seni, dan pernyataan kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis dan menggambar serta
(41)
membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku teks (Arif S. Sadiman, 1984).
2.5.2 Alam Lingkungan Sekolah
Penelitian ini menggunakan alam lingkungan sekolah sebagai salah satu media untuk menstimulus siswa. Alam lingkungan sekolah yang dimaksud adalah semua benda baik hidup maupun tak hidup yang ada di sekitar sekolah tempat siswa belajar.
2.5.3 Video
Disamping media foto dan alam lingkungan sekolah, media vidio juga digunakan untuk semakin memperkaya kemampuan siswa dalam menuangkan ide-ide gagasan masalah matematika. Vidio yang digunakan adalah gambar bergerak yang ditampilkan melaljui layar proyektor. Sumber vidio diambil dari salah satu penyedia vidio pada dunia maya yaitu youtube.
2.5.4 Koran
Koran adalah media berita tertulis. Koran yang digunakan pada penelitian ini adalah koran online yang tersedia pada dunia maya. Berita yang ditampilkan dikhususkan pada berita mengenai sesuatu yang tidak jauh dari kehidupan siswa.
2.6. Pembelajaran dengan Setting Kerjasama
Kerjasama dilakukan oleh sebuah tim lebih efektif daripada kerja secara individual. Menurut West (2002) “Telah banyak riset membuktikan bahwa kerja
(42)
25
sama secara berkelompok mengarah pada efisiensi dan efektivitas yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda dengan kerja yang dilaksanakan oleh perorangan”. Selain keunggulan di atas, kerjasama juga dapat menstimulasi seseorang berkontribusi dalam kelompoknya, sebagaimana yang dinyatakan Davis (dalam Dewi, 2006) bahwa, ”Kerja sama adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok atau berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan”. Kontribusi tiap-tiap individu dapat menjadi sebuah kekuatan yang terintegrasi. Individu dikatakan bekerja sama jika upaya-upaya dari setiap individu tersebut secara sistematis terintegrasi untuk mencapai tujuan bersama. Semakin besar integrasinya semakin besar tingkat kerja samanya.
Indikator-indikator Kerja Sama: West (2002) menetapkan indikator-indikator kerja sama sebagai alat ukurnya sebagai berikut :
1. Tanggung jawab secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan, yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik. 2. Saling berkontribusi, yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga
maupun pikiran akan terciptanya kerja sama.
3. Pengerahan kemampuan secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan kemampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerja sama akan lebih kuat dan berkualitas.
Kerjasama juga menuntut interaksi antara beberapa pihak. Menurut Soerjono Soekanto (2006: 66) kerjasama merupakan suatu usaha bersama antara
(43)
orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Pendapat tersebut sudah jelas mengatakan bahwa kerjasama merupakan bentuk hubungan antara beberapa pihak yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama.
Kerjasama dalam konteks pembelajaran yang melibatkan siswa, Miftahul Huda (2011: 24-25) menjelaskan lebih rinci yaitu, ketika siswa bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas kelompok, mereka memberikan dorongan, anjuran, dan informasi pada teman sekelompoknya yang membutuhkan bantuan. Hal ini berarti dalam kerjasama, siswa yang lebih paham akan memiliki kesadaran untuk menjelaskan kepada teman yang belum paham.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama siswa dapat diartikan sebagai sebuah interaksi atau hubungan antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan yang dinamis yaitu, hubungan yang saling menghargai, saling peduli, saling membantu, dan saling memberikan dorongan sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Tujuan pembelajaran tersebut meliputi perubahan tingkah laku, penambahan pemahaman, dan penyerapan ilmu pengetahuan.
Dalam bahasa Indonesia, kata kolaborasi dan kooperasi/kooperatif cenderung diartikan dalam makna yang sama yaitu kerjasama. Menurut John Myers (1991) kata kolaborasi berasal dari bahasa Latin dengan memfokuskan pada proses, sedangkan kooperasi/kooperatif bersumber dari Amerika yang lebih menekankan pada hasil.
(44)
27
Tradisi pembelajaran kolaboratif berasal dari Inggris, para guru Bahasa Inggris berusaha mengeksplorasi cara-cara untuk membantu siswa agar dapat berperan lebih aktif dalam proses pembelajarannya, khususnya dalam mengkaji suatu literatur. Guru menganalisis percakapan setiap siswanya ketika sedang menelaah atau merespon bagian literatur. Sementara pembelajaran kooperatif berkembang di Amerika dengan bersumber dari pemikiran John Dewey tentang pentingnya belajar sosial dan pemikiran Kurt Lewin tentang dinamika kelompok. (John Myers, 1991).
[1] Pembelajaran Kolaboratif
Menurut Ted Panitz (1996), istilah kolaborasi menunjuk pada filsafat interaksi dan gaya hidup personal, sedangkan kooperatif lebih menggambarkan sebuah struktur interaksi yang didesain untuk memfasilitasi pencapaian suatu hasil atau tujuan tertentu. Kolaborasi mengasumsikan pentingnya kerjasama (koperasi) yang dibangun berdasarkan konsensus anggotanya, bukan kompetisi individual diantara anggota kelompok. Dalam kelompok akan terjadi pembagian peran, tugas dan wewenang dari setiap anggota kekompok. Masing-masing anggota kelompok berusaha saling menghargai dan memberikan kontribusi kemampuannya terhadap kegiatan kelompok.
Ketika seorang guru/ pengajar menerapkan filosofi ini ke dalam kelas atau komunitas kelompok lainnya untuk kepentingan pembelajaran maka itulah yang disebut pembelajaran kolaboratif. Jadi, pembelajaran
(45)
kolaboratif pada dasarnya adalah sebuah filosofi personal, dan bukan hanya sekedar teknik dalam pembelajaran di kelas (Ted Panitz , 1996). [2] Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya mengedepankan pemanfaatan Kelompok-kelompok siswa. Prinsip yang harus dipegang teguh dalam kaitan dengan kelompok kooperatif adalah setiap siswa yang ada dalam suatu kelompok harus mempunyai tingkat kemampuan yang heterogen (tinggi, sedang dan rendah) dan bila perlu mereka harus berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta mempertimbangkan kesetaraan gender.
Model pembelajaran kooperatif bertumpu pada kooperasi (kerjasama) saat menyelesaikan permasalahan belajar yaitu dengan menerapkan pengetahuan dan keterampilan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Sebuah model pembelajaran dicirikan oleh adanya struktur tugas belajar, struktur tujuan pembelajaran dan struktur penghargaan (reward).
Dalam kaitan dengan model pembelajaran kooperatif, maka tentu saja struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran ini tidak sama dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain.
(46)
29
2.7. Kerjasama dalam Pengajuan Masalah dan Penyelesaian Masalah
Pengajuan masalah/soal dapat dilakukan secara kelompok atau individu. Secara umum pengajuan masalah oleh siswa dalam pembelajaran, baik secara kelompok maupun individu merupakan aspek yang penting. Tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang dipelajarinya dapat dilihat melalui pertanyaan yang diajukannya.
Pengajuan masalah secara kelompok merupakan salah satu cara untuk membangun kerja sama yang saling menguntungkan. Dimyati dan Mudjiono (2006:75) mengemukakan bahwa tujuan utama pembelajaran dengan cara berkelompok adalah untuk:
1. Memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional.
2. Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong royong dalam kehidupan.
3. Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian ke yang bertanggung jawab. 4. Mengembangkan kemampuan kepemimpinan-kepemimpinan pada
setiap anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok. Dalam kaitannya dengan bekerja sama dalam kelompok belajar, Goos, Galbraith dan Renshaw memberikan 3 pengertian yang berbeda.
1. Paralel activity, artinya siswa bekerjasama secara paralel dalam kelompok dengan sedikit pertukaran ide atau gagasan.
(47)
2. Peer tutoring, artinya siswa mengerjakan soal secara bersama-sama dalam kelompok dan salah seorang siswa yang lebih pintar menjadi pengendali jalannya kerja sama.
3. Collaboration yang meliputi Cooperative Learning Strategy (CLS). Strategi ini menuntut siswa bekerja sama dalam kelompoknya terhadap masalah yang sama dan tidak ada diantara mereka yang boleh mengerjakannya sendiri-sendiri.
Pengajuan masalah melalui kelompok dapat membantu siswa dalam memikirkan ide secara lebih jauh antara sesama anggota di dalam kelompok. Dengan demikian pengajuan masalah secara kelompok dapat menggali pengetahuan, alasan, pandangan antara satu siswa dengan siswa yang lain
2.8. Pembentukan Kelompok dalam Pembuatan Karya ilmiah Remaja
Perkembangan sebuah kelompok selalu berbeda satu dengan yang lainnya. Namun demikian, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk membentuk sebuah kelompok. Berikut ini adalah beberapa tahapan dalam pembentukan kelompok. Model pembentukan suatu kelompok pertama kali diajukan oleh Bruce Tackman (1965). Teori ini dikenal sebagai salah satu teori pembentukan kelompok yang terbaik dan menghasilkan banyak ide-ide lain setelah kosep ini dicetuskan.
(48)
31
[1] Tahap 1 –Forming
Pada tahap ini kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok cenderung untuk bekerja sendiri dan walaupun memiliki itikad baik namun mereka belum saling mengenal dan belum saling percaya.
[2] Tahap 2 – Storming
Kelompok mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugas-tugas yang mereka hadapi. Mereka membahas isu-isu semacam masalah yang harus mereka selesaikan. Anggota kelompok saling terbuka dan mengkonfrontasi ide-ide dan perspektif mereka masing-masing. Pada beberapa kasus, tahap storming cepat selesai. Namun ada pula yang mandenk pada tahap ini.
[3] Tahap 3 –Norming
Terdapat kesepakatan dan konsensus antara anggota kelompok. Peranan dan tanggung jawab telah jelas. Anggota kelompok mulai dapat mempercayai satu sama lain seiring dengan mereka melihat kontribusi masing-masing anggota untuk kelompok.
[4] Tahap 4 –Performing
Kelompok dalam tahap ini dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lancar dan efektif tanpa ada konflik yang tidak perlu dan supervisi eksternal. Anggota kelompok saling bergantung satu sama lainnya dan mereka saling respect dalam berkomunikasi.
(49)
[5] Tahap 5 –Adjourning dan Transforming
Tahap dimana proyek berakhir dan kelompok membubarkan diri. Kelompok bisa saja kembali pada tahap mana pun ketika mereka mengalami perubahan.
Agar dapat membangun sebuah tim yang bagus dan baik, diperlukan lebih dari sekadar mengumpulkan orang-orang yang tepat. Sebab, ujian utama dari leadership sebenarnya adalah menciptakan lingkungan dimana setiap individu mau bekerja secara kooperatif dan kolaboratif. Menurut Hunsaker (2001) ada beberapa tahapan dalam pembentukan tim. Dalam membentuk kerja sama tim yang lebih baik, caranya yaitu :
[1] Fokus
Jelaskan rencana jangka panjang organisasi dan lakukan follow-up dengan teratur. Orang-orang sering kali terlalu fokus pada masalah hari ini dan pekerjaan rutinnya, sehingga kehilangan gambaran dari tujuan utama secara keseluruhan.
[2] Definisikan Peran
Garis bawahi dengan jelas tanggung jawab dan peran setiap individu dalam suatu tim. Hal ini sangat penting untuk menjamin kesuksesan tim. Pemahaman tim terhadap tugas dan tanggung jawab masing-masing akan sangat membantu dalam pelaksanaan kerja sama tim secara kolaboratif.
(50)
33
[3] Tetapkan Tujuan
Anggota tim perlu memperhatikan tujuan individu maupun tujuan tim. Dukunglah mereka untuk menentukan tujuan jangka pendek yang dapat diraih dan dapat diukur, serta tujuan jangka panjang. Dengan tujuan yang jelas dan kode etik atau aturan tertentu, tim akan mulai bisa mengatur dirinya sendiri untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
[4] Bagikan Informasi
Informasi yang disembunyikan akan dianggap sebagai gosip atau rumor. Produktivitas dan moral tim akan menurun bila mereka menemukan banyak informasi yang tidak jelas berkeliaran, terutama di masa-masa sulit atau peralihan. Bagikan dan sebarkanlah semua informasi yang memang perlu dikomunikasikan ke semua anggota tim, dan jangan lupa untuk terus meng-update informasi tersebut sesering mungkin.
[5] Kepercayaan
Jadilah orang yang dapat dipercaya dan diandalkan. Hargailah kata-kata Anda sendiri. Bila Anda seorang pemimpin dan Anda sudah berjanji untuk memberikan sesuatu kepada anak buah, maka pastikan Anda menepati janji tersebut.
[6] Dengarkan
Bersikaplah terbuka terhadap ide-ide dari anggota tim lain. Berikan mereka kesempatan untuk menyampaikan pendapat dalam rapat atau saat brainstorming. Pertimbangkan setiap saran mereka. Kita tidak akan
(51)
pernah benar-benar tahu saran dan pendapat mana yang terbaik sampai kita sendiri membuktikannya.
[7] Bersabar
Bila tim Anda terlihat bermasalah dan tidak menunjukkan hasil apa pun, bersabarlah. Beri waktu dan amati perkembangannya. Sering kali mereka bisa mengatasi masalahnya sendiri, dan Anda perlu mengawasi dan mengamati saja.
[8] Dukungan
Setiap anggota tim harus ditantang untuk berkontribusi dalam segala hal. Dorong mereka untuk ikut training bila memang diperlukan dan beri kesempatan untuk keluar dan melakukan sendiri tugas-tugasnya. Mereka perlu merasa nyaman dalam melakukan tugas supaya dapat menemukan potensi unik dalam diri mereka sendiri.
[9] Tunjukan Antusiasme
Antusiasme mudah menular. Selalulah bersikap positif dan penuh harap. Bila mereka melihat Anda mengharapkan sesuatu dari mereka, maka ada peluang mereka akan memberikan yang terbaik dan berusaha tidak mengecewakan Anda. Fokuslah juga pada hal-hal yang dikerjakan dengan benar, dan tidak selalu melihat kesalahan orang lain saja.
(52)
35
[10] Have Fun
Bangun semangat yang ada di dalam tim agar bisa selalu memberikan energi yang tinggi dan spirit persatuan. Sediakan waktu untuk tertawa bersama dan ciptakan suasana yang sesantai mungkin.
[11] Delegasi
Jelaskan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana caranya (bila diperlukan), lalu biarkan. Lebih baik lagi jika Anda dapat menjelaskan masalah yang ada dan seperti apa hasil yang Anda inginkan. Lalu, biarkan tim Anda mengembangkan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan tugas tersebut sesuai waktu yang telah ditetapkan.
[12] Berikan Penghargaan
Rayakan keberhasilan bersama-sama dan berikan penghargaan kepada anggota tim tapi tidak secara individual. Hindari semua tindakan yang bisa menimbulkan kecemburuan di antara anggota.
Terakhir, yang penting adalah terus-menerus memberi inspirasi kepada semua anggota tim. Bila berbicara tentang hal apa pun yang berhubungan dengan tim, gunakanlah kata „kita‟ dan bukan kata „saya‟.
(53)
36 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Langkahnya dengan membuat suatu dugaan lintasan belajar atau Hypothetical Learning Trajectory (HLT) siswa, menerapkan HLT, menganalisa hasil penerapan HLT, dan membuat kesimpulan. Memang penelitian ini dapat di kategorikan dalam design research (penelitian desain) namun langkah-langkah yang ada pada penelitian desain tidak semua diterapkan. Penelitian pada setiap HLT hanya dilakukan satu kali tanpa ada kelas percobaan (Pilot experiment). Kesimpulan yang di tarik merupakan rangkuman dari semua langkah atau penerapan dari HLT yang ada.
Hypothetical Learning Trajectory (HLT) dan Local Instruction Theory Freudenthal dalam Gravemeijer & Eerde (2009) berpandangan bahwa siswa seharusnya diberikan kesempatan untuk membangun dan mengembangkan ide serta pemikiran mereka ketika mengkonstruksikan matematika. Guru dapat memilih aktivitas pembelajaran yang sesuai sebagai dasar untuk merangsang siswa berpikir dan bertindak ketika mengkonstruksi pengetahuan matematika. Dalam pembelajaran, guru harus mengantisipasi aktivitas mental apa saja yang muncul dari siswa dengan tetap memperhatikan tujuan pembelajaran. Gambaran dan
(54)
antisipasi yang dilakukan tersebut disebut Hypothetical Learning Trajectory. Menurut Gravemeijer (2004) HLT terdiri dari tiga komponen:
1. Tujuan pembelajaran matematika bagi siswa
2. Aktivitas pembelajaran dan konteks yang digunakan dalam proses pembelajaran
3. Konjektur proses pembelajaran bagaimana mengetahui pemahaman dan starategi siswa yang muncul dan berkembang ketika aktivitas pembelajaran dilakukan di kelas.
Pada tahap preliminary design, HLT berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan peneliti dalam pengajaran, HLT berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan peneliti dalam pengajaran, wawancara, dan observasi (Aljupri, 2008).
Local Instruction Theory merupakan sebuah teori yang mendeskripsikan rute pembelajaran untuk topik yang spesifik dengan kumpulan aktivtias yang mendukungnya (Gravemeijer & Van Eerde, 2009). Disebut teori lokal karena teori tersebut hanya membahas pada ranah yang spesifik (domain-specific) yaitu, topic yang spesifik pada matematika. Pendidikan matematika realistik menjadi acuan dalam design research ini (Gravemeijer, 2004 dan 2009). Dari local instruction theory dapat dirancang sebuah hypothetical learning trajectory untuk suatu topic matematika dengan memilih aktivitas yang sesuai dengan dugaan-dugaan yang muncul pada proses pembelajaran (Wijaya, 2008). Menurut Gravemeijer, 1999 dalam Rahmawati (2011):
(55)
1. HLT berkaitan dengan sejumlah kecil aktivitas pembelajaran dan LIT mencakup seluruh rangkaian.
2. HLT yang diinginkan sesuai dengan pengaturan kelas tertentu, sedangkan LIT terdiri dari suatu kerangka kerja, yang menginformasikan pengembangan HLT untuk kelas tertentu.
3.2. Subjek, Waktu dan Lokasi Penelitian
Subjek pada penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Pangudi Luhur Srumbung pada tahun pelajaran 2016/ 2017.
3.3. Validitas dan Reliabilitas
Validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Validitas data mengacu pada:
1. HLT yang memuat tujuan pembelajaran untuk siswa, aktivitas pembelajaran terencana, dan suatu dugaan proses pembelajaran dan bagaimana kemampuan pemahaman siswa yang berkembang dalam aktivitas pembelajaran selama penelitian. Bagian-bagian tersebut termuat dalam suatu jalur yang diharapkan terlaksana sehingga terlihat dengan jelas dan baik untuk mengemukakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang diajukan.
2. Pengambilan kesimpulan; proses pengambilan kesimpulan mengacu pada instrument penelitian yang berupa catatan lapangan, hasil pengamatan, dan hasil kerja siswa.
(56)
1. Triangulasi data, untuk melihat keterkaitan yang diperoleh dari sumber data berupa catatan lapangan dan lembar observasi, dokumentasi
2. Interpretasi silang, untuk meminta pertimbangan ahli 3.4. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini akan digunakan untuk mengumpulkan data berupa nontest
1. Pendapat ahli, dilakukan dengan pakar/ pembimbing memberikan saran atau masukan tentang kejelasan instrumen. Prosedur yang digunakan, antara lain:
1.1 Peneliti memberikan HLT yang telah didesain kepada pembimbing/pakar
1.2 pakar mengevaluasi HLT selanjutnya memberikan saran perbaikan
1.3 peneliti melakukan perbaikan terhadap HLT, dengan mempertimbangkan komentar dan saran dari pakar.
2. Observasi, dilakukan selama proses pembelajaran dengan skema observasi. Bertujuan untuk mengetahui kepraktisan dan keefektifan dari desain pembelajaran yang telah dirancang.
3. Wawancara, dilakukan kepada individu-individu yang berbeda serta tahap yang berbeda. Wawancara dilakukan kepada: pakar pendidikan matematika (pembimbing) guru dan siswa mengenai pembelajaran.
(57)
4. Rekaman foto, untuk merekam strategi-strategi siswa pada saat menyelesaikan bekerja secara individu maupun kelompok.
3.5. Rancangan Penelitian
Pada tahap ini dimungkinkan dilakukan dalam beberapa pertemuan sampai siswa menjadi terbiasa dan dapat dengan mudah mengajukan pertanyaan saat di berikan situasi yang berbeda-beda.
Berdasrkan indikator kerjasama yang terdapat pada West (2002). Maka indikator yang diharapkan adalah :
1. Tanggung jawab
Siswa bertanggung jawab atas segala tugas yang diberikan dan selesai tepat waktu
2. Kontribusi
Siswa semakin aktif dalam berinteraksi dalam kelompok 3. Pengerahan kemampuan secara maksimal
Siswa semakin lancar dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan juga siswa semakin banyak mengungkapkan ide-ide dari objek yang diamati
3.6. Kegiatan
1. Siswa diajak menemukan permasalahan pada lingkungan sekitar : dalam hal ini siswa dapat merumuskan masalah yang berupa pertanyaan dari masalah nyata yang mereka lihat ataupun masalah yang sudah disajikan bentuk gambar atau foto, melalui pengamatan alam sekitar sekolah, video tentang masalah yang ada di lingkungan
(58)
kehidupan siswa, dan berita dari media koran online tentang masalah yang ada di lingkungan kehidupan siswa secara kelompok
2. Siswa secara individu dan kelompok diajak untuk mengajukan sebanyak mungkin pertanyaan dari fenomena yang mereka hadapi yang dapat ditangkap oleh indra .
3. Siswa secara individu dan kelompok diajak untuk mengajukan pertanyaan bukan hanya yang dapat dilihat oleh mata tapi dapat juga dikombinasikan dengan pengalaman mereka
4. Pada setiap akhir pertemuan , apa yang mereka dapatkan didiskusikan bersama teman dalam kelompok dan juga dalam satu kelas, guna melihat sejauh mana kreativitas mereka dalam melihat dan merumuskan pertanyaan
3.7. Hasil yang diharapkan dari siswa :
1. Siswa dapat membuat masalah yang berbentuk pertanyaan dari masalah nyata yang mereka lihat sendiri ataupun juga masalah yang sudah disajikan dalam bentuk gambar atau foto, melalui pengamatan alam sekitar sekolah, video tentang masalah yang ada di lingkungan kehidupan siswa dan berita dari media koran on-line tentang masalah yang ada di lingkungan kehidupan siswa.
2. Siswa dapat semakin lancar dalam mengemukakan permasalahan-permasalahan matematika.
(59)
3. Siswa mampu bekerjasama dalam membuat permasalahan nyata baik berdasarkan gambar atau foto, melalui alam sekitar sekolah dan media online.
4. Siswa mampu berkerjasama dalam membagi peran untuk membuat permasalahan matematika baik secara media gambar, foto, alam sekitar, video dan koran online.
5. Siswa mampu bekerjasama dalam menghasilkan permasalahan yang unik yang merupakan ide-ide baru
6. Siswa dapat bekerjasama untuk mengembangkan ide-idenya agar semakin luas.
(60)
43 BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada saat pengambilan judul tesis ini. Masalah yang diangkat cukup besar yaitu mengembangkan teori intruksional lokal untuk karya ilmiah remaja dalam bidang matematika. Mengingat fokus yang cukup luas maka penelitian ini dilaksanakan oleh dua orang di mana yang satu berfokus pada kreatifitas siswa dalam pengajuan masalah matematika sedangkan peneliti fokus pada mengembangkan kerjasama siswa dalam pengajuan masalah matematika.
Pada penelitian ini, pengembangan teori intruksional lokal tentang karya ilmiah remaja dibagi menjadi 3 tahap yaitu tahap pembuatan masalah, penyelesaian masalah dan presentasi. Dari ketiga tahap ini fokus utama yaitu pada pembuatan masalah. Hal ini disebabkan semakin baiknya siswa dalam mengemukakan masalah dalam dunia nyata maka akan semakin penting juga solusi matematika yang akan bermanfaat dalam dunia nyata.
Penelitian ini direncanakan akan selesai dalam waktu 1 tahun di SMP Pangudi Luhur Srumbung dan fokus penelitian pada siswa kelas 8. Pada kenyataannya penelitian ini belum mampu selesai secara total dan membutuhkan tambahan waktu untuk menyelesaikan ini. Pada akhirnya setelah melakukan koordinasi antara kedua peneliti dengan dosen
(61)
pembimbing diputuskan fokus penelitian lebih dipersempit lagi yaitu tentang pembuatan masalah.
Pemilihan pembuatan masalah dianggap penting bagi peneliti. Selama ini siswa saat belajar matematika hanya berfokus pada penyelesaian soal dengan menghafal rumus yang ada. Hal ini mengakibatkan siswa kurang mampu memahami permasalahan yang ada. Hal ini cukup terlihat pada siswa lebih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita yang membutuhkan pemahaman permasalahan ketimbang soal biasa yang langsung bisa diselesaikan menggunakan cara biasa . Hal ini dibuktikan dengan hasil PISA dan TIMSS di mana siswa Indonesia cukup kuat di penyelesaian soal hitungan biasa namun kesulitan di penyelesaian yang mulai menggunakan penalaran.
Pada prosesnya ketiga tahap yang dipaparkan masih perlu dibagi kedalam beberapa tahapan yang lebih kecil. Hal ini dilakukan agar mempermudah peneliti untuk melihat kesiapan dan sejauh mana perkembangan siswa dalam membuat karya ilmiah. Tahapan tersebut adalah : 1) Tahap Penyesuaian 2) Tahap Merumuskan masalah 3) Tahap Merencanakan kegiatan untuk menjawab atau menyelesaikan masalah 4) Tahap melaksanakan kegiatan untuk menjawab atau menyelesaikan masalah dan 5) Tahap menyusun laporan.
(62)
Awalnya peneliti berniat tidak perlu mengambil banyak waktu pada tahap penyesuaian dan tahap pembuatan masalah. Kami merasa bahwa siswa akan cukup mampu dalam membuat masalah nyata yang dibawa ke masalah matematika. Sehingga fokus penelitian bisa cukup lama pada bagian penyelesaian masalah dan presentasi. Namun pada prosesnya justru tahap penyesuaian dan tahap pembuatan masalah mempunyai masalah tersendiri bagi siswa dan peneliti. Sehingga hanya kedua tahapan ini yang menjadi laporan oleh peneliti. Proses pengajuan masalah ini bagi peneliti merupakan hal yang dianggap penting karena dalam penyusun suatu karya ilmiah selalu diawali oleh adanya suatu masalah. Selama penyusunan laporan penelitian ini proses pendampingan untuk pembuatan karya ilmiah masih berlangsung. Adapun proses dari tahap 1 dan tahap 2 yang akan dibahas peneliti adalah sebagai berikut :
1. Pengajuan masalah menggunakan media foto 1 (tema kejadian bebas) sebagai sumber pengamatan.
2. Pengajuan masalah menggunakan media foto 2 (tema bangun-bangun matematis) sebagai sumber pengamatan
3. Pengajuan masalah menggunakan media alam sekitar sekolah sebagai sumber pengamatan
(63)
4. Pengajuan masalah menggunakan media gambar bergerak (dalam hal ini vidio tentang penambangan pasir Merapi) sebagai sumber pengamatan
5. Pengajuan masalah menggunakan media koran (koran yang digunakan adalah koran online yang beritanya tentang erupsi Merapi dan segala dampaknya) sebagai sumber pengamatan.
Dari awal penelitian ini sudah disepakati bahwa siswa akan dibentuk kelompok. Hal ini disebebkan bahwa dengan bekerjasama maka hasil yang didapat akan lebih luas dan hasilnya bisa lebih maksimal. Setiap anak akan bekerjasama untuk mencapai keberhasilan dalam kelompoknya. Pada awal penelitian sudah disepakati bahwa 1 kelompok hanya terdiri dari 4 - 6 siswa agar tetap bisa fokus dengan tugas yang diberikan. Pada prosesnys, penelitian diawali dengan membuat sebuah dugaan lintasan belajar atau Hypothetical Learning Trajectory (HLT) dan analisisnya membandingkan antara dugaan lintasan belajar siswa dengan kenyataan atau hasil yang diperoleh siswa. Hasil dari analisis dan pembahasan sebagai berikut :
4.1.Penggunaan Media Foto 1
Penelitian pertama kali dilakukan dengan mengambil jam pelajaran matematika disekolah sekaligus sebagai tahap observasi awal. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media foto (kami menyebutnya media
(64)
foto 1). Sebelum penelitian dimulai, peneliti mencari beberapa media gambar untuk dipakai pada penelitian ini. Total ada 8 gambar yang disiapkan pada penelitian ini. Penggunaan media foto ini dipilih karena pada penelitian yang lain, peneliti menggunakan media foto dan siswa lebih mudah memahami ketimbang menggunakan ceramah saja. Akhirnya media gambar menjadi dasar awal peneliti dalam menjalankan penelitian ini.
Saat penelitian yang pertama dimulai, siswa dalam kelas dibagi menjadi 4 kelompok. Kelas VIII ini berisi sebanyak 21 siswa sehingga dalam kelompok terdapat 3 kelompok berisi 5 siswa dan yang 1 kelompok berisi 6 siswa. Tidak ada metode khusus dalam menentukan siswa dalam kelompok. Peneliti memilih secara acak dalam menentukan siswa masuk kelompok mana dan dengan siapa saja kelompoknya.
4.1.1. Hypothetical Learning Trajectory (HLT) ke 1 : media foto HLT yang direncanakan sebagai berikut :
(65)
Tabel 1 : HLT pertama dengan media foto 1 No
Pembelajaran dari Kerjasama (West, 2002) Aktifitas Penjelasan diharapkan pada
siswa) 1. Siswa dapat
merumuskan masalah yang berupa pertanyaan – pertanyaan dari masalah nyata yang mereka lihat ataupun masalah yang tersaji dalam bentuk gambar atau foto, alam sekitar
sekolah, video ( gambar bergerak), dan media koran
1.Tanggung jawab
a. Siswa bertanggung jawab atas segala tugas yang diberikan dan selesai tepat waktu
2.Kontribusi
a. Siswa semakin aktif dalam berinteraksi dalam
kelompok
3.Pengerahan kemampuan secara maksimal
a. Siswa semakin lancar dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan b. Siswa semakin banyak mengungkapkan ide-ide dari objek yang diamati
1. Siswa dibagi dalam kelompok kecil 2. Siswa diminta untuk mengamati
masalah dan menemukan fakta-fakta yang ada pada lingkungan sekitar : Pada langkah ini siswa dipancing dengan pemilihan gambar berupa foto yang telah disiapkan.
3. Siswa diminta untuk mengajukan pernyataan dan pertanyaan sebanyak yang mereka tahu berdasar dari fenomena yang mereka hadapi dan mampu ditangkap oleh indra mereka 4. Siswa diajak untuk mengajukan
pernyataan yang tidak hanya berasal dari apa yang telah mereka lihat namun juga dikombinasikan dengan pengalaman yang mereka punya.
Siswa diminta menuliskan sebanyak – banyaknya pernyataan dan pertanyaan yang muncul setelah mengamati foto yang sudah dibagikan.
Siswa secara aktif dapat bekerja sama dalam kelompok untuk memunculkan pernyataan dan pertanyaan setelah mengamati foto yang dibagikan.
Siswa dapat menunjukkan hasil pemikirannya dalam bentuk pernyataan yang berdasar dari fakta yang ada dalam gambar dan juga pertanyaan sebanyak – banyaknya.
(66)
4.1.2. Pelaksanaan HLT media foto 1
Setelah kelompok menentukan siapa ketua dan sekertarisnya, peneliti menunjukkan kertas yang berisi perintah yang harus dilakukan. Langkah pengerjaan yang harus dilakukan siswa yaitu :
1. Amati gambar dengan seksama!
2. Dari hasil pengamatanmu, tulislah pada kertas dalam bentuk pernyataan dan pertanyaan sebanyak mungkin!
3. Setelah itu, bagilah pernyataan dan pertanyaan itu ke dalam pernyataan dan pertanyaan non matematika dan matematika!
Pada kertas tersebut peneliti mulai menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan kelompok. Setiap kelompok diminta untuk membuat pernyataan dan pertanyaan berdasarkan gambar tersebut. Karena setiap kelompok sudah cukup paham dengan penjelasan yang diberikan maka peneliti mulai melakukan langkah selanjutnya.
Peneliti memanggil perwakilan kelompok untuk memilih gambar yang telah disediakan. Gambar yang disiapkan peneliti memang dibuat berbeda untuk setiap kelompok. Peneliti berharap setiap kelompok mampu mengembangkan kemampuan mereka dalam membuat pernyataan dan pertanyaan dari setiap gambar yang ada. Selain itu juga dengan perbedaan gambar maka setiap kelompok tidak akan saling bertanya atau membandingkan hasil pekerjaannya dengan kelompok lain karena pada
(67)
dasarnya media yang digunakan juga berbeda. Harapannya setiap kelompok akan fokus mengembangkan permasalahan yang ada dikelompoknya sendiri dan diselesaikan sendiri dalam kelompok itu.
Berdasar pelaksanaan HLT di atas diperoleh data sebagai berikut :
a. Foto yang dipilih siswa
Sumber : https://www.deviantart.com/tag/sawah Gambar 1 : foto yang dipilih kelompok 1
(68)
Sumber : https://www.pegipegi.com/travel/hutan-pinus-imogiri-hutan-instagenic-di-bantul-yogyakarta/
Gambar 2 : Foto yang dipilih kelompok 2
Sumber : http://www.gilasport.com/category/gila-raket/bulutangkis/ Gambar 3 : Foto yang dipilih kelompok 3
(69)
Sumber : http://www.beritamalukuonline.com/2015/10/data-hutan-terbakar-di-pulau-seram.html
Gambar 4 : Foto yang dipilih kelompok 4
b. Hasil Kerja Siswa
Hasil kerja siswa di sini akan terangkum dalam dua tabel rangkuman. Pertama rangkuman hasil kerja berupa pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan matematika dan yang kedua berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan matematika.
(70)
Kelompok 1
Yang diamati foto petani menanam padi dengan latar belakang gunung (gambar 1)
Kelompok 2
Yang diamati foto hutan pinus
(gambar 2)
Kelompok 3
Yang diamati foto pertandingan bulutangkis (gambar 3)
Kelompok 4
Yang diamati foto hutan yang terbakar
(gambar 4) Terdapat 2 gunung di
belakang petani
Ada banyak (bibit) padi yang diikat
Tananya luas
Terdapat 7 orang petani (Rata-rata orang yang menanam padi membungkuk)
Catatan : belum memilah-milah pernyataan yang matematika dan yang bukan. Hasil berikut disarikan dari pernyataan yang masih campuran. Ada 6 pohon yang terlihat jelas
Ada 9 batu
Dalam 1 pohon terdapat 9 – 10 ranting
Ada 4 pemain bulutangkis Luas (maksudnya mungkin lebar) lapangan 12 m
Tinggi net 2 m
Jumlah raket yang digunakan ada 4
Sudut lapangan (kira-kira) 90 o
Orang yang memakai kaos lengan panjang ada 1 orang Pemain bulutangkis yang menggunakan tali sepatu hitam ada 2 orang
Banyak kayu-kayu yang kering
Kebakaran itu menyebabkan kerugian yang sangat besar Banyak pohon yang terbakar Banyak daun yang terbakar
Tabel 2 : Rangkuman hasil kerja siswa berdasar HLT pertama yang berupa pernyataan
(71)
menanam padi dengan latar belakang gunung (gambar 1) hutan pinus (gambar 2) pertandingan bulutangkis (gambar 3) terbakar (gambar 4) Berapakah tinggi gunung yang
berada di belakang petani? Berapakah luas sawah?
Berapa volume air yang ada di sawah?
Berapa banyak padi yang diikat? Ada berapa petak sawah?
Ada berapa gunung yang ada di situ?
Berapa kedalaman tanah? Berapa harga per ikat padi? Berapa jarak atara padi?
Setiap 1 tanaman padi ada berapa rumpun?
Habis biaya berapa untuk menanam padi?
Berapa debit air yang mengalir? Misal panjang sawah 35 m, lebar 10 m. Jarak padi 1 dengan yang lainnya 20 cm. Setiap rumpun
Berapa banyak pohon di sana?
Berapa banyak batu di sana?
Berapa pohon yang terkena sinar matahari?
Berapa luas tanah itu? Berapa banyak ranting dalam 1 pohon?
Berapa keuntungan apabila pohon itu dijual?
Pohon mana yang paling banyak daunnya?
Berapa banyak pohon yang kecil?
Berapa banyak pohon yang tinggi?
Pada setiap pertandingan bulutangkis memerlukan 500 kock bulutangkis. Dalam 10 liga ada 70 pertandingan, berapa kock yang dibutuhkan?
Setiap satu lapangan membutuhkan 3 kaleng cat hijau dan 1 kaleng cat putih. Ada 5 lapangan bulutangkis yang dicat.
Berapakah yang
dibutuhkan untuk mengecat 5 lapangan? Dalam pertandingan
setiap negara
mengirimkan 10 pemain. Pertandingan tersebut diikuti oleh 50 negara dan setiap satu orang
Berapa hektar yang terbakar? Berapa pohon yang tumbang? Berapa banyak air yang digunakan untuk memadamkan api?
Berapa kecepatan api merambat?
Berapa kerugian pohon yang terbakar?
Berapa biaya yang digunakan untuk memadamkan api?
Berapa lama kebakaran itu terjadi?
Berapa lama api itu dipadamkan?
Ada 200 hektar tanah, setiap hektar kerugian mencapai 2 juta, berapakah kerugian seluruhnya? Ada 100 pohon yang tumbang dalam 1 hektar. Jika ada 200
(72)
Kelompok 1
Yang diamati foto petani menanam padi dengan latar belakang gunung
(gambar 1)
Kelompok 2 Yang diamati foto hutan pinus
(gambar 2)
Kelompok 3 Yang diamati foto pertandingan bulutangkis (gambar 3)
Kelompok 4
Yang diamati foto hutan yang terbakar
(gambar 4) ada 3 batang padi. Berapakah
banyak padi seluruhnya?
Misalkan panjang sawah ada 50 rumpun padi lebar 15 rumpun padi, jarak padi 1 dengan yang lain 20 cm, berapakah luas yang ditanami padi?
Satu ikat padi ada 50 bibit, di sama ada 10 ikat, berapakah bibit yang ada di sana?
Misalkan ada 10 hektar sawah. 1 hektar ada 50 petak sawah. 1 petak sawah ada 100 liter air, berapa lter air dalam 10 hektar sawah?
Berapa banyak batu yang besar?
Berapa batang pohon yang diperlukan untuk membuat usuk dan reng dalam 1 rumah?
membutuhkan 5 kock, berapa kock yang harus disediakan oleh panitia? Pada suatu lapangan berbentuk persegipanjang dengan panjang 12 m dan lebar 6 m, berapakah luas lapangan itu?
Dalam ronde 1 terdapat 4 pemain. Berapakah kock yang dibutuhkan oleh pemain jika pemain membutuhkan 5 kock
hektar, berapa pohon yang tumbang?
Biaya yang digunakan untuk memadamkan api sebesar 3 juta, jika ada 200 hektar, berapa biaya yang digunakan?
Waktu yang digunakan api merambat adalah 20 menit. Jaraknya 100 km. Berapakah kecepatannya?
Untuk memadamkan 1 pohon yang terbakar menggunakan air sebanyak 3 liter. Jika jumlahnya 20.000 pohon, berapa air yang digunakan untuk memadamkan pohon yang terbakar?
(73)
Pada praktiknya, ada satu perwakilan kelompok yaitu kelompok 3 tetap bertanya kepada kelompoknya tentang gambar mana yang kira-kira akan diambil. Sedangkan perwakilan kelompok yang lain memilih sendiri tanpa menanyakan kelompok. Setelah memilih akhirnya terdapat 4 gambar yang menjadi pilihan setiap kelompok (gambar 1 – gambar 4). Akhirnya perwakilan kelompok itu kembali dan mulai mengamati gambar yang ada. Peneliti menjelaskan lagi dan tentang apa yang harus dilakukan kelompok sekaligus membagikan kertas tugas yang harus dilakukan kelompok. Selain itu peneliti juga memberi contoh permasalahan yang kira-kira dapat dibuat agar siswa lebih mudah memahami maksud peneliti. Setelah jelas dengan tugas yang harus diselesaikan, peneliti memberi waktu setiap kelompok untuk mulai berdiskusi tentang apa yang akan mereka lakukan.
Proses pengerjaan pun berjalan, beberapa kelompok langsung mengamati dengan seksama. Karena posisi duduk yang cenderung saling berhadapan maka cara mengamati gambarnya pun juga harus bergantian. Seperti pada kelompok 1, mereka bergantian dalam mengamati gambar yang ada. Ada yang mengamati berdua, ada pula yang mengamati sendiri (tunjukkan gambar).
Saat proses pengamatan dan pengerjaan berjalan, peneliti melihat beberapa kelompok mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal nomer tiga tentang memilah dan memilih mana yang termasuk pertanyaan matematis dan
(74)
pertanyaan non-matematis (tunjukkan gambar). Peneliti memberi bantuan dengan menjelaskan dan memberi contoh bagaimana mengerjakan soal nomor 3 berdasarkan hasil pengerjaan nomor 2 (tunjukkan gambar). Setelah kelompok paham mereka langsung mengerjakan lagi tugas yang diberikan.
Pada pengerjaan kelompok 3 mereka berfokus pada gambar orang bertani (tunjukkan gambar). Pada pengerjaannya setiap anggota kelompok mengamati gambarnya secara bergantian lalu mulai berdiskusi dalam membuat pertanyaan dan pernyataan. Pada kelompok ini, gaya pengerjaannya pun masih membagi menjadi kelompok lebih kecil lagi yaitu 2 orang dan 3 orang. Pembagian kelompok ini berdasarkan kedekatan tempat duduk antara mereka sehingga cukup membantu mereka dalam mengamati sekaligus berdiskusi (tunjukkan gambar). Setelah mendapat beberapa jawaban, barulah mereka menyetukan pemikiran mereka menjadi satu jawaban kelompok. Beberapa peneliti masuk kedalam kelompok 3 dan ikut berdiskusi tentang masalah yang dibahas. Masalah yang menjadi kebingungan dalam kelompok itu adalah kedalaman gambar yang bisa diangkat menjadi pertanyaan dan pernyataan. Sehingga peneliti memberi satu contoh pernyataan dan pertanyaan yang dapat dituliskan dan itu diluar pemikiran anggota kelompok. Hal ini berfungsi sebagai batu loncatan agar anggota kelompok mampu memunculkan banyak pernyataan dan pertanyaan dari gambar yang ada.
(75)
Berbeda dengan pengerjaan kelompok 3, pengerjaan kelompok 1 memiliki cara berbeda dalam melakukan penyelesaian. Kelompok 1 memilih gambar orang bermain bulu tangkis (tunjukkan gambar). Pada pengerjaan kelompok 1. Mereka membagi pengerjaan menjadi 3 orang mengerjakan sendiri sedangkan yang 1 orang dalam hal pengamatan. Pada kelompok ini cara mereka mengamati secara berkelompok adalah dengan berkumpul dan mulai mengamati secara bersama. Anggota yang berada di tengah yang memgang gambarnya lalu diamati bersama. Hal ini dapat terjadi karena lebih mudah bagi mereka untuk saling bertukar pendapat sekaligus melakukan pengamatan. Setelah itu gentian dengan anggota yang lain, dia lebih memilih sendiri dalam hal pengamatan (tunjukkan gambar). Bagi anak ini melakukan pengamatan paling baik ketika sendiri jadi bisa benar-benar fokus dengan apa yang sedang dilihat (tunjukkan gambar). Setelah mengamati, cara mereka melakukan pengerjaan tentang menemukan pernyataan dan pertanyaan sebanyak-banyaknya sama dengan kelompok 3 yaitu setiap anggota saling berdiskusi dan hasilnya langsung ditulis oleh salah satu anggota.
Penelitian ini dilaksanakan 2 hari yaitu hari rabu dan sabtu. Untuk penelitian pertama ini dilaksanakan pada hari rabu. Penelitian berjalan cukup baik karena siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik. Setiap kelompok mampu menunjukkan hasil berpikirnya. Hasil pengamatan cukup bagus. Hal ini ditunjukkan dengan cukup banyaknya pertanyaan dan
(76)
pernyataan yang mampu ditampilkan oleh setiap kelompok. Secara umum mereka sedikit kebingungan dalam membagi manakah yang termasuk pernyataan dan pertanyaan matematis dengan pernyataan dan pertanyaan non-matematis.
Pada penelitian berikutnya pembahasan permasalahan mulai dikembangkan. Pengembangan berupa siswa diminta untuk memilih salah satu permasalahan yang akhirnya dikembangkan lalu diselesaikan oleh kelompok itu sendiri. Penyelesaian menggunakan cara yang dianggap paling baik dalam kelompok tersebut.
4.1.3. Analisis Retrospektif HLT Media Foto 1
Berdasar kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa beberapa sudah muncul yaitu terlihat sebagai berikut :
(77)
Gambar 5 : Hasil pengerjaan kelompok yang merupakan bentuk dari tanggung jawab terkait tugas yang diberikan
Kontribusi
Gambar 6 : Siswa saling berkontribusi dalam kelompok dengan aktif berdiskusi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
(78)
Pengerahan kemampuan secara maksimal
Gambar 6 : Bentuk pengerjaan secara maksimal oleh siswa dalam mengembangkan permasalahan yang ada
4.1.4. Proses Kerjsama pada Media Foto 1
Proses kerjasama yang terjadi pada media foto 1 ini adalah siswa masih mengalami proses adaptasi denga teman kelompoknya yang baru. Baru yang dimaksud bukan teman yang benar-benar baru kenal namun baru disini adalah siswa sudah kenal namun belum pernah melakukan kerjasama sebelumnya. Hal ini dikarenakan pemilihan kelompok yang dilakukan yaitu secara acak dan bisa dipastikan teman kelompok yang ada jauh berbeda dengan teman main biasanya sehingga perlu adaptasi dalam proses kerjasamanya. Jika mengacu pada proses indikator yang ada, perkembangan dalam hal tanggung jawab siswa atas segala tugas yang diberikan dan
(79)
selesai tepat waktu yaitu belum muncul kesadaran antar anggota kelompok bahwa tugas ini menjadi tanggung jawab bersama. Kesadaran hanya dilakukan oleh beberapa anggota kelompok yaitu ketua dan sekertarisnya saja dalam proses penyelesaian soal. Dalam hal kontribusi secara umum perkembangan belum menyeluruh masih ketua dan sekertarisnya saja yang berkontribusi secara utuh sedangkan yang lain baru sebatas memberikan masukan dan saran tentang beberapa ide yang ada.Dalam hal pengerahan kemampuan secara maksimal pun semua anggota mengerahkan kemampuan secara maksimal. Selain karena belum timbul kesadaran yang utuh dari tiap kelompok untuk bekerjasama secara utuh hal ini juga masih pembiasaan bagi tiap anggota kelompok dalam membuat permasalahan matematika. 4.2. Penggunaan Media Foto 2
Berdasarkan HLT Media Foto 1, siswa dirasa sudah terbiasa secara kelompok untuk membuat permasalahan matematika. Namun permasalahan pada media foto 1 adalah pertanyaan yang muncul hampir semua menggunakan kata berapa. Untuk itu pada penelitian yang kedua ini masih menggunakan media foto namun fokusnya pada pertanyaan yang dibuat. Penggunaan kata berapa cukup dibatasi dan berusaha menggunakan kata tanya lain untuk mencari masalah matematika. Selain itu jika sebelumnya dibuat pertanyaan dan pernyataan matematis dan non-matematis maka pada penelitian ini hanya dibuat matematis saja. Kelompok yang dibuat masih sama dengan sebelumnya.
(80)
4.2.1. Hypothetical Learning Trajectory (HLT) ke 2 : media foto 2
Tabel 4 : HLT kedua dengan media foto 2 No Tujuan
Pembelajaran
Indikator
dari Kerjasama (West, 2002)
Aktifitas Penjelasan
Dugaan (yang diharapkan pada
siswa) 1. Siswa dapat
merumuskan masalah yang berupa pertanyaan – pertanyaan dari masalah nyata yang mereka lihat ataupun masalah yang tersaji dalam bentuk gambar atau foto, alam sekitar sekolah, video ( gambar bergerak), dan media koran
1. Tanggung jawab
b. Siswa bertanggung jawab atas segala tugas yang diberikan dan selesai tepat waktu
2.Kontribusi
a. Siswa semakin aktif dalam berinteraksi dalam kelompok 3.Pengerahan kemampuan secara
maksimal
a. Siswa semakin lancar dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan
b. Siswa semakin banyak mengungkapkan ide-ide dari objek yang diamati
1. Siswa dibagi dalam kelompok kecil 2. Kelompok diajak menemukan
permasalahan pada lingkungan sekitar : Pada langkah ioni kelompok dipancing dengan media gambar dalam bentuk beberapa foto dengan 1 tema yang telah disiapkan.
3. Kelompok diajak untuk mengajukan pertanyaan sebanyak mungkin dari kejadian atau fenomena yang mereka alami dan ditangkap oleh indera mereka.
4. Kelompok diajak untuk mengajukan pertanyaan yang bukan hanya kasat mata namun juga dikombinasikan dengan pengalaman yang mereka alami.
Kelompok diminta menuliskan
sebanyak – banyaknya pernyataan dan pertanyaan yang muncul setelah mengamati foto yang sudah dibagikan dengan menggunakna kata Tanya seperti : (berapa, mengapa, dan bagaimana pada lembar kerja yang telah
tersedia.
Setiap anggota kelompok mampu menemukan pertanyaan-pertanyaan yang muncul saat mengamati foto yang diberikan. Setiap angota
kelompok dapat menunjukkan hasil pemikiran mereka dalam bentuk pertanyaan kedalam tulisan.
(81)
Lembar kerja yang disiapkan untuk siswa bentuknya adalah sebagai berikut : Pertemuan : Penyesuaian
Kelompok : Ketua : Anggota : 1.
2. 3. 4. 5.
Setelah mengamati gambar , buatlah pertanyaan yang berkaitan dengan matematika dengan ketentuan :
a. Mi i al 5 perta yaa ya g e ggu aka kata ta ya berapa b. Mi i al 5 perta yaa ya g e ggu aka kata ta ya bagai a a c. Mi i al 5 perta yaa ya g e ggu aka kata ta ya e gapa a. perta yaa ya g e ggu aka kata ta ya berapa
1.
2.
3.
4.
5.
(82)
pertanyaan yang e ggu aka kata ta ya bagai a a 1.
2.
3.
4.
5.
6.
b. pertanyaan yang e ggu aka kata ta ya e gapa 1.
2.
3.
4.
5.
6.
(83)
4.2.2. Pelaksanaan HLT Media Foto 2
Pemilihan gambar kereta itu disebabkan sebelumnya siswa kelas VIII ada study tour ke museum kereta api di semarang Ambarawa. Sehingga penggunaan media gambar ini akan mempermudah siswa dalam mengingat sekaligus mempermudah dalam mencari masalah matematika. Intervensi yang dilakukan peneliti cukup banyak. Berawal dari perintah yang dibuat, sebelumnya peneliti tidak membatasai berapa pernyataan dan pertanyaan yang harus dibuat. Namun pada penelitian ini pernyataan dan pertanyaan dibatasi dan mengaharuskan kelompok untuk membuat pertanyaan menggunakan semua kata tanya yang ada. Tekanan yang diberikan berdampak pada beberapa kelompok tidak mampu mengisi semua pertanyaan. Ada juga yang mampu mengisi namun cenderung asala-asalan dalam mengisi yang terpenting terjawab oleh kelompok.
Berdasar pelaksanaan HLT di atas diperoleh data hasil kerja siswa sebagai berikut : a. Foto yang dipilih siswa
(84)
Gambar 8 Gambar 9
Gambar 10 Gambar 11
b. Hasil kerja siswa
(85)
Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Pertanyaan dengan kata tanya
berapa
Pertanyaan dengan kata tanya berapa
Pertanyaan dengan kata tanya berapa
Pertanyaan dengan kata tanya berapa
Ada berapa besi yang besar dan kecil?
Ada berapa debit air yang di dalam drem?
Paralon yang berwarna hijau? Berapa ukuran volume tempat air tersebut?
Berapa parlon yang dibutuhkan? Berapa lama benda itu dibuat? Berapa besi yang dibutuhkan? Berapa dana yang dibutuhkan? Berapa jumlah baut tersebut?
Berapa orang yang mampu mengangkat tempat air tersebut?
Berapa jumlah tiang yang terdapat pada gambar?
Berapa jarak tiang satu dengan yang lain?
Berapakah ukuran diameter tiang?
Jika setiap tiang terdapat 2 lampu, berapa lampu jika tiang berjumlah 6?
Berapa luas tanah pada gambar? Berapa rata-rata tinggi rumput? Berapa banyak batu yang dibutuhkan dalam membuat pondasi?
Berapa harga setiap 1 besi?
Berapa lama dalam membuat pagar besi?
Berapa banyak paving yang dipasang sepanjang jalan?
Berapa panjang besi itu?
Berapa jumlah besi pada pagar itu?
Berapa jumlah tiang itu?
Berapa jumlah rantai itu?
Berapa tinggi tiang itu? Berapa banyak paving setiap 5 meter?
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)