Manajemen konflik dalam berpacaran (studi deskrifitif mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun 2016 2017)

(1)

i

MANAJEMEN KONFLIK DALAM BERPACARAN

(Studi Deskriftif Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Tahun 2016/2017)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Martinus Agung Priyanto

NIM : 121114004

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

HALAMAN MOTTO

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya,

sebab Ia yang memelihara kamu.

( Petrus 5:7)

Bermimpilah seolah-olah anda hidup selamanya.

Hiduplah seakan-akan inilah hari terakhir anda.

(James Dean)

Jalan terbaik untuk bebas dari masalah

adalah dengan memecahkannya


(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan bagi....

Tuhan Yesus Kristus.

Para Dosen dan Staf Prodi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma

Semua orang terkasih yang telah memberikan seluruh

kasih sayang yang tulus, perhatian, dan cintanya dalam

mendampingi dan memotivasi hingga sekarang.

Orang tua tercinta,

Bapak Anastasius Suripto dan Ibu Elisabeth Anik

Kakak dan Adik tersayang

Florentina S Erna S. S.Pd dan Sisilia Putri D

Pacar,

Katharina Ariezsa Eka Yudharini S.Psi

Seluruh Kepeter’s,

Serta teman dekat dan sahabat yang tetap mendukung

sampai sekarang.


(6)

(7)

(8)

MANAJEMEN KONFLIK DALAM BERPACARAN

(Studi Deskriftif Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Tahun 2016/2017)

Martinus Agung Priyanto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang manajemen konflik dalam berpacaran (studi deskriftif mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun 2016/2017) dan membuat usulan topik-topik bimbingan.

Jenis penelitian ini adalah deskriftif kuantitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kuesioner. Kuesioner yang disusun terdiri dari 42 item berdasarkan klasifikasi manajemen konflik. Subyek penelitian berjumlah 60 mahasiswa, serta reliabilitas instrumen 0,926. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 16.0 dan teknik pengkategorisasian manajemen konflik dalam berpacaran (studi deskriftif mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun 2016/2017).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 mahasiswa (10%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang baik, 33 mahasiswa (55%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang cukup dan 21 mahasiswa (35%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang kurang baik. Analisis capaian skor item-item kuesioner terindifikasi bahwa 4 item (9,52%) mencapai skor baik, 30 item ( 71,43%) mencapai skor cukup, 8 item (19,05%) mencapai skor kurang baik. Peneliti mengusulkan topik-topik bimbingan untuk meningkatkan manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling tahun ajaran 2016/2017 Topik-topik bimbingan, yaitu: mengelola emosi, mandiri dalam mengambil keputusan, mengelola pikiran dan perasaan, kesadaran diri, mampu berempati, berfikir positif, manajemen waktu, konsep diri.

Kata Kunci: Manajemen konflik dalam berpacaran, Mahasiswa Bimbingan dan Konseling


(9)

ix

CONFLICT MANAGEMENT WITHIN DATING

(Descriptive Study of Guidance and Counseling Study Program Student of Sanata Dharma University 2016/2017)

Martinus Agung Priyanto

ABSTRACT

This research aimed to get the illustration of conflict management within dating (descriptive study of Guidance and Counseling Study Program student of Sanata Dharma University 2016/2017) and made suggestions of guidance topics.

This research was a quantitative descriptive research. In collecting the data, this research used questionnaire method. The questionnaires were consisted of 42 items according to the conflict management clarification. There were 60 university students as the subject of this research. The reliability of the instrument was 0.926. In analyzing the data, this research used SPSS program 16.0 and used descriptive technique.

The research findings revealed that 6 university students (10%) had good conflict management in dating, 33 university students (55%) had enough conflict management in dating, and 21 university students (35%) had bad conflict management in dating. The analysis of score achievements of the questionnaire items was indicated that 4 items (9.52%) reached high score, 30 items (71,43%) reached medium score, 8 items (19,05%) reached low score. The researcher suggested the guidance topics to increase the conflict management within dating to the students of Guidance and Counseling study program in academic year 2016/2017. Guidance topics were: managing the emotion, being independent in making decisions, managing thought and feeling, being aware, being able to empathy, positive thinking, time management, and self-concept.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga, penelitian tugas akhir dengan judul “Manajemen Konflik dalam Berpacaran (Studi Deskriftif, Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Tahun 2016/2017)” dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Selama penelitian tugas akhir ini, peneliti menyadari bahwa banyak pihak yang ikut terlibat guna membimbing, mendampingi, dan mendukung setiap proses yang peneliti jalani. Oleh karenanya, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling.

3. Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu mendampingi dengan penuh kesabaran, telaten, selalu memberikan saran, motivasi, petunjuk kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan dan pendampingan selama peneliti menempuh studi.

5. Mas Moko atas pelayanan yang diberikan dengan ramah dan sabar selama peneliti menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling.


(11)

(12)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING...Error! Bookmark not defined.

HALAMAN MOTTO ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ...vi

LEMBAR PERNYATAAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Batasan Istilah ... 8

BAB II ... 9

A. Hakikat Manajemen Konflik ... 9


(13)

xiii

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik ... 10

3. Klasifikasi Manajemen Konflik ... 11

B. Hakikat Berpacaran ... 14

1. Pengertian berpacaran ... 14

2. Karakteristik Berpacaran... 15

3. Dampak Pacaran ... 19

C. Hakikat Masa Dewasa Awal ... 20

1. Definisi Dewasa Awal ... 20

2. Karakteristik Dewasa Awal ... 22

D. Hakikat Manajemen Konflik dalam Berpacaran pada Dewasa Awal ... 24

BAB III ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Subyek Penelitian ... 27

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 28

D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 31

1. Validitas Kuesioner ... 31

2. Reliabilitas Kuesioner ... 34

E. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV ... 40

A. Hasil Penelitian ... 40

1. Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 40

2. Hasil Analisis Capaian Skor Item Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 43


(14)

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 47

1. Deskripsi Manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling ... 47

2. Berdasarkan analisis butir kemampuan manajemen konflik yang teridentifikasi rendah ... 50

3. Usulan Topik-topik Bimbingan Manajemen Konflik Dalam Berpacaran ... 53

BAB V ... 56

A. Simpulan ... 56

B. Keterbatasan Penelitian ... 57

C. Saran ... 57

Daftar Pustaka ... 55

LAMPIRAN ... 57

KUESIONER ... 72

Surat Penelitian ... 82


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Jumlah Subyek Penelitian ... 27

Tabel 3. 2 Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik dalam Berpacaran ... 29

Tabel 3. 3 Norma Skoring Inventori Manajemen Konflik dalam Berpacaran ... 30

Tabel 3. 4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Kuesioner Manajemen Konflik dalam Berpacaran ... 33

Tabel 3. 5 Realibitas ... 35

Tabel 3. 6 Kriteria Guilford ... 35

Tabel 3. 7 Norma Kategorisasi ... 38

Tabel 4. 1 Kategorisasi Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 41

Tabel 4. 3 Hasil Analisis Skor Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 43

Tabel 4. 4 Item-item Kuesioner yang Tergolong dalam Kategori Rendah ... 46


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Kategorisasi Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 42

Gambar 4. 2 Hasil Analisis Skor Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ... 44


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik dalam Berpacaran ... 58

Lampiran 2 2Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik Valid dan Gugur ... 59

Lampiran 3 Analisi Data dari SPSS ... 60

Lampiran 4 ... 72


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian.

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan tidak dapat hidup sendiri (kebutuhan afiliasi). Kebutuhan berafiliasi dapat menimbulkan ketertarikan dan membawa suatu hubungan yang lebih serius, yaitu pacaran. Berpacaran adalah suatu hubungan intim yang dijalani oleh dua orang yang saling bertemu dan melakukan aktivitas bersama, sehingga dapat saling mengenal satu sama lain. Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan (DeGenova & Rice dalam Hakim, 2015).

Conolly & Mc. Isaac (Santrock, 2002), mengatakan terdapat tiga tahapan perkembangan yang mencirikan perkembangan relasi romantis di masa dewasa awal yaitu: (a) Mulai memasuki afiliasi dan atraksi romantis, pada tahap ini dewasa awal tertarik dengan keromantisan, (b) Mengeksplorasi relasi romantis; pada tahap ini dewasa awal mengalami terlibatan dalam pacaran biasa (terjadi antara individu yang saling tertarik dan biasanya berjangka pendek) atau


(19)

keterlibatan dalam pacaran secara berkelompok, (c) Mengkonsolidasi keterikatan romantis dyadic; pada tahap ini relasi romantis pada masa dewasa awal semakin serius yang dicirikan dengan ikatan emos yang kuat serta stabil dan juga lebih tahan lama dibandingkan dengan ikatan sebelumnya.

Rasa memiliki yang ada pada individu dan seringnya bertemu akan menimbulkan keterikatan emosional. Hal ini bertujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian satu sama lain dalam menjalin relasi berpacaran. Akan tetapi, hal ini juga menyebabkan timbulnya suatu konflik yang ada pada relasi tersebut. Konflik dapat timbul akibat sering terjadinya ketidakcocokan dalam penyampaian sebuah pendapat ataupun komunikasi yang terjalin dalam berpacaran kurang begitu baik, maka dari itu konflik akan lebih cepat muncul.

Sebuah konflik yang terjadi dimanapun memiliki unsur-unsur yang sama. Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah konflik, antara lain: adanya ketegangan yang diekspresikan, adanya sasaran/tujuan atau pemenuhan yang berbeda atau bertentangan, tidak terpenuhinya kebutuhan, terhambatnya pencapaian tujuan oleh pihak lain, adanya ketergantungan. Konflik dapat terjadi jika unsur-unsur tersebut terjadi dalam sebuah relasi, baik dalam berpacaran, keluarga, dan lain-lainnya (Chandra dalam Hendry, 2015).

Fenomena yang banyak terjadi di dalam lingkungan dewasa awal adalah konflik dalam suatu hubungan berpacaran. Peneliti


(20)

melakukan wawancara singkat untuk mengetahui konflik apa saja yang terjadi dalam relasi yang dijalani olehnya. Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan peneliti dengan tiga mahasiswa terdiri dari mahasiswa angkatan 2014, 2015 dan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling pada tanggal 21 dan 22 Oktober 2015 di lorong Farmasi dan di kelas, memperkuat dugaan bahwa dalam relasi berpacaran pada dewasa awal terdapat konflik yang muncul. Mahasiswa pertama mengatakan sering mengalami konflik dalam hubungan yang sedang dijalaninya. Konflik yang terjadi tersebut disebabkan oleh kurang baiknya komunikasi di dalam hubungan dan juga kurangnya waktu bertemu dikarenakan kesibukan masing-masing.

Mahasiswa kedua mengatakan bahwa konflik yang sering dialami dalam relasi berpacarannya adalah kurangnya keterbukaan dari pasangannya. Hal ini mengakibatkan subyek menjadi kebingungan akan pengambilan keputusan berupa sikap terhadap pasangannya. Sedangkan, mahasiswa ketiga mengatakan bahwa konflik yang sering dialami olehnya dikarenakan tidak terpenuhinya kebutuhan akan perhatian dari pasangan. Hal ini disebabkan banyaknya kesibukkan yang dimiliki oleh pasangannya. Oleh sebab itu, subyek merasa tidak dicintai dan juga marah.

Hasil wawancara tersebut didukung dengan hasil analisa berdasarkan lingkungan sekitar yang mengenal para subyek (bertanya


(21)

pada teman-temannya) yang dilakukan peneliti. Hasil analisa menunjukkan bahwa ketiga pasangan memiliki waktu bertemu yang kurang, yaitu seminggu sekali. Masing-masing pasangan memiliki kegiatan yang berbeda-beda, sehingga waktu bertemu diantara mereka semakin berkurang. Hal ini menyebabkan masing-masing individu kurang mampu berkomunikasi dengan baik secara langsung mengenai keadaan diri mereka dan tidak memiliki kualitas waktu bersama yang baik dikarenakan sibuk dengan urusan masing-masing. Teori yang mendukung hasil wawancara dan hasil pengamatan adalah milik Chandra (dalam Hendry, 2015), yang mengatakan bahwa sumber konflik dapat berasal dari komunikasi yang kurang baik dan juga tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dalam diri individu.

Pemilihan manajemen konflik yang tepat akan membantu individu dalam memecahkan konflik yang terjadi dalam hubungan berpacaran. Manajemen konflik dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: pemecahan masalah (problem solving), tujuan tingkat tinggi (libsardinate goal), perluasan sumber (expansion of resources), menghindari konflik (avoidance), melicinkan konflik (smoothing), kompromi (compromise), perintah dari wewenang (authoritative commands), mengubah variabel manusia (altering the human variables), mengubah variabel struktural (altering the structural variables), dan mengidentifikasi musuh bersama (identifying a common enemy) (Mangkunegara dalam Hakim, 2015).


(22)

Anoraga (2006) mengatakan bahwa konflik dapat diselesaikan dengan cara kerjasama, mengenali secara pasti sumber-sumber konflik. Hal ini dapat membantu individu untuk mengetahui masalah masing-masing, serta melakukan mediasi dengan membawa kedua belah pihak yang mengalami konflik berhadapan satu sama lain untuk mengeluarkan pendapat dan pandangannya dan juga perasaannya masing-masing tanpa mempersoalkan siapa yang benar dan mana yang salah.

Konflik yang terjadi juga dapat diungkapkan dalam sebuah komunikasi. Komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara lisan, tertulis ataupun dengan gerakan. Selain komunikasi, konflik dapat diselesaikan dengan membuat kerangka pemahaman mengenai kebutuhan masing-masing individu (Chandra dalam Hendry, 2015).

Berdasarkan menajemen konflik dalam berpacaran yang telah dipaparkan, maka penelitian ini ingin mengetahui manajemen konflik yang dipakai para dewasa awal dalam menangani konflik yang datang dalam relasi berpacaran mereka, khususnya pada mahasiswa program bidang studi Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis mengidentifikasi permasalahan yang timbul, yaitu sebagai berikut :


(23)

1. Konflik timbul akibat sering terjadinya ketidakcocokan dalam penyampaian sebuah pendapat dan komunikasi yang kurang begitu baik dalam berpacaran.

2. Konflik yang terjadi disebabkan oleh kurangnya komunikasi dan waktu bertemu.

3. Tidak adanya suatu keterbukaan hubungan dalam berpacaran akan menimbulkan suatu konflik yang menyebabkan kebingungan sikap dalam menghadapi pasangan masing-masing.

C. Pembatasan Masalah

Masalah yang akan diteliti adalah mengenai sikap mahasiswa dalam manajemen konflik dalam hubungan berpacaran, khususnya pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang ingin diteliti adalah:

1. Seberapa baik manajemen konflik dalam berpacaran pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling?

2. Topik-topik program pribadi apa sajakah yang sesuai untuk membantu meningkatkan manajemen konflik dalam


(24)

berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling, berdasarkan butir-butir yang teridentifikasi rendah?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling.

2. Merumuskan topik-topik program yang sesuai untuk membantu meningkatkan manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas pengetahuan tentang manajemen konflik dalam berpacaran pada Bimbingan dan Konseling.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi dosen pendamping akademik dapat memperoleh manfaat atau pengetahuan mengenai manajemen konflik pada mahasiswa yang berpacaran.


(25)

b) Bagi mahasiswa, dapat memahami pentingnya manajemen konflik dalam berpacaran.

G. Batasan Istilah

1. Manajemen konflik dalam berpacaran adalah kecenderungan seseorang dalam menata atau mengatur suatu konflik yang bersifat menghambat atau mempersulit seserang dalam sikap dan perilaku.

2. Mahasiswa adalah individu yang sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dipaparkan hakikat manajemen konflik, faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik, aspek-aspek sikap, hakikat berpacaran, karakteristik pacaran.

A. Hakikat Manajemen Konflik 1. Pengertian manajemen konflik

Manajemen konflik atau lazim disebut mengelola konflik adalah kecenderungan seseorang dalam menata atau mengatur pertentangan dalam sikap dan perilaku. Masalah yang lahir dari pertentangan merupakan sesuatu yang menghambat, merintangi, atau mempersulit seseorang mencapai maksud tertentu (Moore dalam Trifiani & Margaretha, 2012). Pendapat Deutch yang dikutip oleh Pernt dan Ladd (dalam Trifiani & Margaretha, 2012) menyatakan bahwa proses untuk mendapatkan kesesuaian pada individu yang mengalami konflik disebut dengan pengelolaan konflik atau bisa disebut dengan manajemen konflik.

Chandra (dalam Hendry, 2015) mengatakan bahwa manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara pengungkapan konflik dalam sebuah komunikasi. Komunikasi tersebut dapat


(27)

dilakukan dengan cara lisan, tertulis ataupun dengan gerakan. Selain komunikasi, konflik dapat diselesaikan dengan membuat kerangka pemahaman mengenai kebutuhan masing-masing individu.

Selain itu Menurut Collins & Laursen (dalam Hakim, 2015), kemampuan manajemen konflik banyak didukung oleh karakteristik-karakteristik seperti keterbukaan akan pendapat, hubungan yang hangat, serta kebiasaan untuk tidak menyelesaikan masalah sepihak.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik adalah cara seseorang dalam menyelesaikan sebuah konflik yang terjadi dengan komunikasi atau kerangka pemahaman kebutuhan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik

Pengambilan sikap dalam menghadapi sebuah konflik dapat dipengaruhi oleh keadaan dalam diri individu (internal) dan kondisi eksternal. Selain itu kepentingan dari tujuan-tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain menjadi salah satu pertimbangan dalam penyelesaian masalah.

Menurut Boardman dan Horowitz (dalam Mardianto, 2000), karakteristik kepribadian berpengaruh pada gaya manajemen konflik individu. Karakteristik yang berpengaruh


(28)

adalah kecenderungan agresif, kebutuhan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi kooperatif atau kompetitif, kemampuan berempati dan kemampuan menemukan alternatif penyelesaian konflik. Ia juga mengatakan bahwa faktor jenis kelamin dan sikap etnosentrik sangat berpengaruh pada proses penyelesaian dan akhir konflik. Sikap etnosentrik adalah cara pandang yang menggunakan norma kelompok sebagai tolak ukur dalam memandang segala sesuatu serta mengukur atau menilai orang lain.

3. Klasifikasi Manajemen Konflik

Menurut Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) dengan pertimbangan bahwa klasifikasi dari kedua ahli tersebut mewakili berbagai macam manajemen konflik yang ada dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti :

A. Manajemen konflik destruktif adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan acaman, paksaan, atau kekerasan.

a. Conflict engagement (menyerang dan lepas control).

Manajemen konflik ini lebih sering mengontrol dan tidak menyerang lawan dalam proses penyelesaian konflik teteapi lebih-lebih


(29)

dengan cara yang bersifat perdamaian tanpa menyerang lawan yang berkonflik.

b. Withdrawal (menarik diri).

Pada manajemen konflik ini penyelesaian konflik, pihak yang berkonflik tidak menarik diri, tetapi lebih berusaha menampilkan diri untuk terus mempertahankan diri, guna menyelesaikan konflik yang terjadi.

c. Compliance (menyerah dan tidak membela diri).

Manajemen konflik ini penyelesaian konflik lebih bersifat tidak menyerah dan berusaha terus dalam penyelesaian konflik yang terjadi. B. Manajemen konflik konstruktif adalah upaya untuk

menyelesaikan konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik masih terjaga dan masih memungkinkan individu-individunya untuk berinteraksi secara harmonis. Manajemen Konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi.


(30)

a. Kompromi

Merupakan suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya

b. Negosiasi

Merupakan suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disumpulkan bahwa terdapat 2 klasifikasi manajemen konflik, yaitu manajemen konflik destruktif dan manajemen konflik konstruktif.


(31)

B. Hakikat Berpacaran 1. Pengertian berpacaran

Pada masa pertengahan (mid-adolescence), remaja mengalami transisi dari interaksi antara kelompok lawan jenis menjadi interaksi antar lawan jenis. Selanjutnya pada masa akhir remaja (late adolescence), hubungan intim dalam remaja memiliki karakteristik yang relatif bertahan lama, serius dan berkomitmen. Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan.

Teori kelekatan romatis dewasa dikembangkan oleh Hazan dan Shaver (dalam Trifiani & Margaretha, 2012) berdasarkan kelekatan anak dan orang tua. Ia mendefinisikan kelekatan sebagai sebuah proses natural yang terbentuk antara seseorang dengan figur lekat yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan. Fraleydan Shaver (dalam Trifiani & Margaretha, 2012) mendefinisikan gaya kelekatan romantis sebagai pola dari harapan, kebutuhan, emosi dan perilaku sosial sebagai hasil dari pengalaman kelekatan masalalu (dalam konteks ini, figur kelekatannya adalah pacar).

Pacaran adalah suatu hubungan yang dijalankan dan telah direncanakan oleh dua orang kaum muda yang belum menikah dalam melakukan aktivitas bersama sebagai sarana saling


(32)

mengenal satu sama lain yang bertujuan untuk mengambil keputusan pantas atau tidaknya menjadi pasangan hidup dalam konteks sosial (DeGenova & Rice dalam Hakim, 2015). Meier & Allen (dalam Hakim, 2015) menambahkan definisi pacaran adalah hubungan antara dua orang yang berlawanan jenis dan memiliki keterikatan emosi, konflik dan keintiman seksual. Papalia, Olds & Feldman (2009) mengemukakan bahwa proses membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis dapat berlangsung melalui apa yang biasa disebut sebagai hubungan pacaran.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pacaran adalah hubungan erat yang didalamnya terdapat elemen emosi antara lain kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk mengenal satu sama lain.

2. Karakteristik Berpacaran

Dalam buku Life Span, Conolly & Mc. Isaac (Santrock, 2002) mengemukakan bahwa terdapat 3 tahapan perkembangan yang mencirikan perkembangan relasi romantis di masa remaja menurut, yaitu :

a. Mulai memasuki afiliasi dan atraksi romantik

Terjadi pada usia 11 hingga 13 tahun. Pada tahap ini remaja menjadi sangat tertarik pada keromantisan


(33)

dan hal ini mendominasi percakapan dengan kawan sesama gender. Remaja muda mungkin atau mungkin tidak berinteraksi dengan individu yang disukainya, namun ketika kencan biasanya berlangsung dalam setting kelompok.

b. Mengeksplorasi relasi romantis

Terjadi pada usia sekitar 14-16 tahun. Pada tahap ini terjadi dua jenis keterlibatan romantis pada remaja. Pertama, pacaran biasa (casual dating). Pacaran ini terjadi antara individu yang saling tertarik dan biasanya pengalaman pacarannya berjangka pendek. Kedua, pacaran secara berkelompok (dating in groups). Biasa terjadi dan mencerminkan keterkaitan dengan kawan sebaya.

c. Mengkonsolidasi keterikatan romantis dyadic

Terjadi pada usia sekitar 17 hingga 19 tahun. Biasanya terbentuk relasi romantis yang semakin serius. Relasi ini dicirikan dengan ikatan emosi yang kuat seperti pada relasi romantis orang dewasa dan biasanya ikatan emosi ini lebih stabil dan tahan lama dibanding ikatan sebelumnya dan biasanya bertahan satu tahun atau lebih.


(34)

Konsep intim dalam penelitian tentang masa remaja di sini tidak berkaitan dengan hubungan seks, melainkan pada ikatan emosional antara dua orang yang saling perhatian, keinginan untuk dekat secara pribadi dan keinginan untuk berbagi kesenangan dan kegiatan. Murstein (dalam Watson, 2004) mengatakan bahwa saat individu menjalin hubungan dalam pacaran, individu akan menunjukkan beberapa tingkah laku seperti memikirkan pasangannya dan ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan pasangan. Bowman & Spanier (1978) berpendapat bahwa dalam hubungan pacaran individu terkadang memiliki banyak harapan dan pikiran-pikiran ideal tentang diri pasangannya di dalam sebuah pernikahan.

Selain itu, pacaran memiliki komponen penting didalamnya. Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:

a. Saling Percaya (Trust each other)

Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran


(35)

kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya.

b. Komunikasi (Communicate your self)

Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman (1996) menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap rang lain.

c. Keintiman (Keep the romance alive)

Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Stenberg dalam Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Oleh karena itu, pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms, surat atau email.

d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)

Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih merupakan tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang


(36)

pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang.

3. Dampak Pacaran

Selama masa peralihan dari masa remaja, dewasa awal mengalami emosi yang kuat secara kognitif (Wulfert, Block, Santa Ana, Rodriguez, & Colsman dalam Chien-Wen Lai, 2010). Dalam hal ini, Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis.

Disisi lain, Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain).

Berdasarkan pernyataan tersebut, dewasa awal mengalami perkembangan pada aspek kognitifnya, seperti perubahan pada pemikiran, belum tercapainya kestabilan emosional yang baik.


(37)

Hal ini menyebabkan dewasa awal membutuhkan kestabilan emosi yang baik.

C. Hakikat Masa Dewasa Awal 1. Definisi Dewasa Awal

Menurut definisi sosiologis, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila ia sudah mandiri atau telah memiliki karirnya sendiri, telah menikah atau membangun hubungan romantis yang signifikan atau telah membentuk sebuah keluarga. Sedangkan dari segi kematangan fisiologis, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila ia sudah mencapai berbagai hal, seperti menemukan identitas diri, menjadi mandiri dari orang tua, mengembangkan suatu system nilai, dan membangun hubungan.

Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain).

Menurut Santrock (2002), orang dewasa awal termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition)


(38)

transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition).

Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan.

Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock (1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.

Hurlock (1993) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun samapi kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Secara umum, individu


(39)

yang tergolong dewasa awal ialah individu yang berusia 20 tahun sampai dengan 40 tahun (Santrock, 2002).

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan masa dewasa awal adalah masa individu memulai menjalin hubungan yang lebih intim dengan lawan jenisnya dan masa dewasa awal berada pada usia antara 20 tahun hingga 40 tahun.

2. Karakteristik Dewasa Awal

Pada hakikatnya, masa dewasa awal ditandai dengan perkembangan fisik dan kognitif, serta psikososial seseorang. Pada kondisi fisik, seseorang yang dalam tahap dewasa awal berada dalam kondisi prima. Kebanyakan orang dewasa awal berada di puncak kesehatan, kekuatan, energy, daya tahan, dan fungsi motorik mereka (Papalia, Olds & Feldman, 2009).

Pada masa dewasa awal, individu menggunakan kemampuan kognitif mereka dengan cara-cara khusus pada tahap-tahap kehidupan mereka. Salah satu poin teori dan penelititan noe-Piagetian berhubungan dengan penalaran tingkat tinggi atau disebut berpikir reflektif. Berpikir reflektif merupakan suatu pemikiran mengenai pertimbangan yang aktif, terus-menerus, dan cermat terhadap informasi atau keyakinan dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang mendukung serta keputusan yang dituntun oleh bukti-bukti tersebut. Poin lainnya


(40)

adalah pemikiran pascaformal. Pemikiran pascaformal merupakan suatu pemikiran yang membantu seseorang dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan intuisi, emosi dan juga logika, juga menerapkan berbagai hasil pengalaman yang ia miliki (Papalia, Olds & Feldman, 2009).

Individu dalam masa dewasa awal juga mengalami perkembangan psikososial, termasuk didalamnya yaitu perkembangan kepribadian yang berujung pada kebutuhan akan keintiman. Menurut Erickson, tahap keenam perkembangan psikososial dalam teorinya yaitu intimacy versus isolation. Apabila dewasa awal tidak dapat menjalin komitmen pribadi dengan orang lain, maka akan beresiko menjadi terpaku pada diri sendiri (self-ansorbed) (Papalia, Olds & Feldman, 2009).

Hubungan yang intim dianggap sebagai tugas penting dalam masa dewasa awal. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan untuk membentuk hubungan yang kuat, stabil, dekat dan penuh perhatian sebagai motivator penting dalam tingkah laku manusia. Unsur penting dalam keintiman ini adalah pengungkapan diri, yaitu membuka informasi terhadap diri sendiri kepada orang lain (Collins & Miller dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009).


(41)

D. Hakikat Manajemen Konflik dalam Berpacaran pada Dewasa Awal

Hubungan intim atau berpacaran dalam masa dewasa awal menjadi suatu kebutuhan yang penting bagi inidividu. Akan tetapi, apabila individu tidak dapat untuk berkomitmen secara pribadi dengan orang lain, maka individu akan terisolasi dan terpaku hanya pada diri sendiri. Hal ini, membutuhkan keterampilan yang seharusnya sudah ada ketika individu menjalani hubungan berpacaran bersama orang lain, seperti kepekaan, empati, kemampuan mengkomunikasikan emosi, serta menyelesaikan konflik yang terjadi dalam hubungan berpacaran tersebut. Oleh karena itu, manajemen konflik dalam hubungan berpacaran sangat memiliki peran penting, sehingga individu dapat menentukan atau memutuskan arah dari hubungan yang mereka jalani.

Adanya Manajemen konflik dalam berpacaran menjadi berguna untuk mengelola konflik yang terjadi pada suatu hubungan berpacaran, khususnya pada dewasa awal. Contohnya: pada zaman sekarang, banyak mahasiswa dewasa awal yang menjalani suatu hubungan berpacaran. Konflik yang sering timbul dalam hubungan berpacaran biasanya seperti: perbedaan pendapat antar pasangan, ketidakstabilan emosional yang mengakibatkan pengambilan keputusan yang terlalu terburu-buru, serta kurangnya kepekaan akan kebutuhan masing-masing pasangan.


(42)

Konflik yang terjadi tersebut terkadang memicu suatu tekanan dalam suatu hubungan yang pada akhirnya tidak terselesaikan dengan baik, dikarenakan salah satu menghindar akan konflik yang sedang terjadi. Maka dari itu, manajemen konflik sangat dibutuhkan dalam suatu hubungan berpacaran. Hal ini berguna untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya saja melarikan diri dari suatu masalah.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memaparkan jenis penelitian, subyek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas kuesioner, dan teknik analisis prosedur pengumpulan data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan deskripsi kuantitatif yang dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi dan sampel tertentu. Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala pada saat penelitian itu dilakukan. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program Studi Bimbingan dan Konseling.


(44)

B. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014, 2015, dan 2016 yang berpacaran. Jumlah subyek penelitian terdapat dalam Tabel 3.1

Tabel 3. 1 Jumlah Subyek Penelitian

Subyek Jumlah

Mahasiswa 60

Peneliti menggunakan subyek sebanyak 60 orang dikarenakan keterbatasan subyek yang berpacaran pada mahasiswa angkatan 2014, 2015, dan 2016 prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Peneliti mengambil subyek penelitian menggunakan metode sampling purposive. Sampling purposive adalah metode pengambilan sampel dengan cara melakukan pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki ada dalam subyek sampel yang diambil (Nasution, 2003). Mahasiswa yang menjadi subyek penelitian adalah mahasiswa yang memiliki pacar atau sedang dalam hubungan berpacaran. Oleh karena itu, peneliti hanya mengambil atau memakai subyek yang memiliki kriteria yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, yaitu memiliki hubungan berpacaran.


(45)

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Metode penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2010). Kuesioner sering disebut sebagai angket dimana dalam kuesioner tersebut terdapat beberapa macam pertanyaan yang berhubungan erat dengan masalah penelitian yang hendak dipecahkan, disusun, dan disebarkan ke responden untuk memperoleh informasi di lapangan. Pada penyusunan angket, peneliti membuat kisi-kisi yang dapat dilihat pada tabel 3.2, dan item dari instrumen terdapat pada lampiran 1.


(46)

Tabel 3. 2 Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik dalam Berpacaran

Aspek Indikator No Item Jumla

h Positif Negatif Menyerang dan

Lepas Kontrol

1. Agresif

1,15 25,35 4

2. Memaksakan Kehendak 45,27 50,37 4

3. Melawan 47,7 17,20 4

Menarik Diri 1. Menghindari Konflik

2,22 12,32 4

2. Menampilkan diri untuk mempertahankan diri

42,38 48,28 4

Menyerah dan Tidak Membela Diri

1. Menyerahkan masalah

pada orang lain 8,3 18,13 4

2. Putus asa

23,43,21 33,11,41 6

Kompromi

1. Mengurangi tuntutan 5,30 10,40 4

2. Merasakan dan

memahami keadaan pihak lainnya.

49,19,4 39,29,14 6

Negosiasi

1. Keputusan yang

disepakati 6,46 16,31 4

2. Tindakan yang akan dilakukan dimasa mendatang

26,44,24 9,36,34, 6


(47)

Instrumen yang disusun dimasukkan dalam empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Menurut Hadi (dalam Sumanto, 1990) modifikasi lima alternatif jawaban pada skala Likert menjadi empat alternatif jawaban dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala lima tingkat. Skala lima tingkat mengandung kategori netral yang memiliki arti ganda. Arti netral bisa berarti belum dapat memutuskan atau ragu-ragu. Terjadinya jawaban tengah juga menimbulkan kecenderungan jawaban netral (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawaban. Subyek diminta memilih satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan pada setiap pernyataan, dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom altermatif jawaban. Norma skoring inventori manajemen konflik dalam berpacaran terdapat dalam tabel 3.3.

Tabel 3. 3 Norma Skoring Inventori Manajemen Konflik dalam Berpacaran

Alternatif Jawaban Skor Favourable Skor Unfavourable

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak Sesuai 2 3


(48)

D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 1. Validitas Kuesioner

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2010). Gay (dalam Sukardi, 2003) mengungkapkan bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika instrument yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur.

Pengujian validitas ini menggunakan pengujian validitas isi (content validity). Validitas ini tidak dapat dinyatakan dengan angka, namun pengesahannya perlu melalui tahap pengujian terhadap isi alat ukur dengan kesepakatan penilaian yang kompeten (expert judgement) (Azwar, 2009). Instrumen yang berbentuk teks, pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan. Teknis pengujian validitas isi dibantu dengan menggunakan teknik pearson product moment.


(49)

Keterangan:

r xy = Koefisien korelasi antara x dan y N = Jumlah

X = Skor item tertentu yang diuji validitasnya

Y = Skor total sub aspek yang memuat item yang diuji validitasnya

Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r = 0,30. Bila korelasi di bawah 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang (Arikunto, 2010).

Teknis pengujian validitas isi dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen atau matriks pengembangan instrumen. Pada kisi-kisi itu terdapat veriabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pernyataan yang telah dijabar dari indikator. Berpedoman pada kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas rasional by expert judgement dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis. Uji validitas terdapat dalam tabel 3.4


(50)

Tabel 3. 4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Kuesioner Manajemen Konflik dalam Berpacaran

Aspek Indikator No Item

Positif Negatif

Menyerang dan Lepas Kontrol

1. Agresif 1, 15 25, 35*

1.Memaksakan Kehendak 45, 27 50*, 37

2.Melawan 47, 7 17, 20

Menarik Diri

1. Menghindari Konflik 2, 22 12, 32

2.Menampilkan diri untuk

mempertahankan diri 42, 38*

48, 28

Menyerah dan Tidak Membela

Diri

1. Menyerahkan masalah pada

orang lain 8,3 18,13

2. Putus asa 23, 43*, 21 33, 11, 41

Kompromi

1.Mengurangi tuntutan 5, 30 10, 40

2. Merasakan dan memahami

keadaan pihak lainnya. 49, 19, 4 39*, 29, 14*

Negosiasi

1. Keputusan yang disepakati 6, 46 16, 31 2. Tindakan yang akan

dilakukan dimasa mendatang

26, 44, 24 9, 36*, 34*

Jumlah 25 25

Jumlah Item Valid 42

Jumlah Item Gugur 8

Jumlah Item 50

( * merupakan item yang gugur )

Berdasarkan tabel, dikatakan bahwa item yang valid berjumlah 42 dan item yang tidak valid berjumlah 8. Hasil


(51)

perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2 dan hasil uji validitas dapat dilihat pada lampiran 3.

2. Reliabilitas Kuesioner

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2010). Penelitian ini menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach (α) menguji reliabilitas. Perhitungan koefisien Alpha Cronbach dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16.0. Rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (α) adalah sebagai berikut:

α = 2[1- S 2 2 S + 2 S

x i x

]

Keterangan rumus :

S12 dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

Sx2 : varians skor skala

Hasil pengumpulan data yang telah dilakukan dan dihitung dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16.0. Koefisien reliabilitas seluruh instrumen dengan perhitungan Alpha Cronbach (α) terdapat dalam tabel 3.5


(52)

Tabel 3. 5 Realibitas Cronbach's Alpha N of Items

.926 42

Hasil perhitungan indeks reliabilitas dikonsultasikan dengan kriteria Guilford (Masidjo, 1995) terdapat dalam tabel 3.6.

Tabel 3. 6 Kriteria Guilford

No Koefisien Korelasi Kualifikasi

1 0,91 – 1,00 Sangat tinggi

2 0,71 – 0,90 Tinggi

3 0,41 – 0,70 Cukup

4 0,21 – 0,40 Rendah

5 Negatif – 0,20 Sangat Rendah

Hasil analisis data kuesioner manajemen konflik dalam berpacaran pada tanggal 29 November 2016 dengan jumlah subyek (N) mahasiswa, diperoleh perhitungan koefisien realibilitas Alpha Cronbach sebesar 0.926. Berdasarkan peninjauan terhadap hasil perhitungan koefisien realibilitas pada kriteria Guilford hasil analisis data uji coba termasuk dalam kategori sangat tinggi.


(53)

E. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2011) mengatakan bahwa analisis data merupakan kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, serta melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah. Berikut langkah-langkah teknik analisis data yang ditempuh dalam penelitian ini:

1. Penentuan skoring item kuesioner

Penentuan dilakukan dengan cara memberikan skor dari angka 1 sampai 4 berdasarkan norma skoring yang berlaku dengan melihat sifat pernyataan favorable atau unfavorable. Selanjutnya memasukkannya ke dalam tabulasi data dan menghitung total jumlah skor serta jumlah skor item. Tahap selanjutnya adalah menganalisis validitas dan reliabilitas data secara statistik menggunakan program aplikasi SPSS.

2. Menentukan Kategorisasi

Membuat kategorisasi manajemen konflik dalam berpacaran subyek penelitian secara umum berdasarkan distribusi normal skor manajemen konflik dalam berpacaran yang mengelompokkan tingkat manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa bimbingan dan


(54)

konseling dalam lima kategori, yakni rendah, kurang, sedang, cukup dan tinggi. Kategorisasi ini menurut Stoltz (2000), dimana penggunaan kategorisasi ini berdasarkan 50 item inti yang dianalisis.

Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu kedalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2009). Kontinum jenjang pada penelitian ini adalah dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi.

Norma kategorisasi disusun berdasar pada norma kategorisasi yang disusun oleh Azwar (2009). Manajemen konflik dalam berpacaran terdiri atas lima kategori: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi dengan norma kategorisasi yang disajikan dalam tabel 3.7


(55)

Tabel 3. 7 Norma Kategorisasi

Norma/Kriteria Skor Kategori

 + 1,5 X Sangat tinggi

 + 0,5 X  + 1,5 Tinggi

 - 0,5 X  + 0,5 Sedang

 - 1,5 X  - 0,5 Rendah X  - 1,5 Sangat Rendah

Keterangan:

Skor maksimum teoritik :

Skor tertinggi yang diperoleh subyek penelitian berdasarkan perhitungan skala.

Skor minimum teoritik :

Skor tertinggi yang diperoleh subyek penelitian berdasarkan perhitungan skala.

Standar deviasi (/sd) :

Luas jarak rentangan yang dibagi dalam satuan deviasi sebaran.

 (mean teoritik) :

Rata-rata teoritis skor maksimum dan minimum.

Kategori di atas diterapkan sebagai patokan dalam pengelompokan baik tidaknya manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.


(56)

Capaian skor subyek dengan jumlah item 42 diperoleh perhitungan sebagai berikut:

Skor maksimum teoritik : 4 x 42 = 168 Skor minimum teoritik : 1 x 42 = 42

Luas jarak : 168-42 = 126

Standar deviasi (/sd) : 126:6 = 21

 (mean teoritik) : (168+42):2 = 105

Berdasarkan norma yang ditetapkan pengelompokan baik tidaknya Manajemen konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dengan jumlah subyek 60 mahasiswa, diperoleh unsur perhitungan sebagai berikut:

Skor maksimum teoritik : 4 x 60 = 240 Skor minimum teoritik : 1 x 60 = 60

Luas jarak : 240-60 = 180

Standar deviasi (/sd) : 180:6 = 30


(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini bersisi uraian hasil penelitian mengenai Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling.

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh 60 mahasiswa disetiap angkatan program studi bimbingan dan konseling. Berikut paparan deskripsi hasil kuesioner terhadap manajemen konflik dalam berpacaran :

1. Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan perolehan data penelitian yang dikumpulkan melalui kuesioner manajemen konflik dalam berpacaran, dan dianalisis dengan teknik deskriptif, gambaran manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling dipaparkan pada tabel 4.1 dan grafik 4.2.


(58)

Tabel 4. 1Kategorisasi Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Norma/Kriteria Skor Rentang

Skor Kategori f persentase

 + 1,5 X 136,5 Sangat tinggi 0 0

 + 0,5 X  + 1,5 116,5-136,5

Tinggi

6 10%

 - 0,5 X  + 0,5 95,5-115,5 Sedang 33 55 %

 - 1,5 X  - 0,5 74,5-94,5 Rendah 21 35 %

X  - 1,5 73,5 Sangat

Rendah 0 0 %

Komposisi dan sebaran subjek berdasarkan Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling ditampilkan pada grafik berikut ini.


(59)

Grafik 4.2

Gambar 4. 1 Kategorisasi Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Pengamatan pada tabel maupun grafik menunjukkan:

a. Terdapat 0 mahasiswa (%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran sangat baik.

b. Terdapat 6 mahasiswa (10%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang baik.

c. Terdapat 33 mahasiswa (55%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang cukup baik.

d. Terdapat 21 mahasiswa (35%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran kurang baik.

e. Terdapat 0 mahasiswa (0%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang sangat kurang baik.


(60)

Jadi, mahasiswa yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran dalam kategori sangat baik 0%, kategori baik 10%, kategori cukup baik 55%, kategori kurang baik 35%, dan kategori sangat kurang baik 0%.

2. Hasil Analisis Capaian Skor Item Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan hasil perhitungan dengan penghapusan item yang gugur atau tidak valid maka, analisis skor item manajemen konflik dalam berpacaran diperoleh hasil yang disajikan dalam tabel 4.3 dan grafik 4.4.

Tabel 4. 2 Hasil Analisis Skor Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Norma/Kriteria Skor Rentang

Skor Kategori F Prosentase

 + 1,5 X 196 Sangat Tinggi 0 0%

 + 0,5 X  + 1,5 166-195 Tinggi 4 9,52%

 - 0,5 X  + 0,5 136-165 Sedang 30 71,43%

 - 1,5 X  - 0,5 106- 135 Rendah 8 19,05%

X  - 1,5 105 Sangat


(61)

Kategorisasi item manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling ditampilkan pada grafik berikut ini:

Grafik 4.4

Gambar 4. 2 Hasil Analisis Skor Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Pengamatan pada tabel maupun grafik menunjukkan:

a. Terdapat 0 item (0%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang sangat baik.

b. Terdapat 4 item (9,52%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang baik.

c. Terdapat 30 item (71,43%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang cukup baik.

d. Terdapat 8 item (19,05%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran kurang baik.


(62)

e. Terdapat 0 item (0%), yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran sangat kurang baik.

Berdasarkan pemaparan di atas sebagian mahasiswa Bimbingan dan Konseling, Sanata Dharma memiliki manajemen konflik dalam berpacaran dalam kategori sangat baik 0%, kategori baik 9,52%, kategori cukup baik 71,43%, kategori kurang baik 19,05%, dan kategori sangat kurang baik 0%.

Item yang teridentifikasi dalam kategori sangat kurang baik, digunakan menjadi dasar untuk merumuskan upaya meningkatkan manajemen konflik dalam berpacaran pada mahasiswa. Alasannya, agar manajemen konflik dalam berpacaran pada mahasiswa memperoleh hasil seoptimal mungkin. Item-item yang dikategorikan sangat kurang baik dipaparkan pada tabel 4.5.


(63)

Tabel 4. 3 Item-item Kuesioner yang Tergolong dalam Kategori Rendah

No Aspek Indikator Pernyataan

1. Menyerang dan Lepas Kontrol

Agresif Saya mencoba memeluk

pacar, agar dapat meredam emosinya.

Memaksakan Kehendak

Saya lebih baik diam saja ketika saya dan pacar sedang bertengkar

2. Menarik diri Menampilkan diri untuk

mempertahankan diri

Saya membiarkan pacar memaki dan meyalakan saya ketika kami bertengkar

3. Menyerah dan tidak

membela diri

Putus asa Saya menyalahkan diri saya ketika kita bertengkar.

4. Kompromi Merasakan dan memahami keadaan pihak lainya

Saya tidak suka

menghabiskan banyak waktu dengan pacar.

Saya mampu untuk

menyelesaikan masalah tanpa harus dengan pacar.

5. Negosiasi Tindakan yang dilakukan dimasa mendatang

Saya mampu membagi waktu antara pacar dengan teman. Saya acuh mengenai pembicaraan orang lain mengenai pacar saya.


(64)

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Deskripsi Manajemen konflik dalam berpacaran mahasiswa program studi bimbingan dan konseling

Berdasarkan paparan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik dalam berpacaran pada mahasiswa prodi BK sudah baik, hal tersebut sebenarnya sudah dapat dilihat dari komunikasi dan waktu bertemu yang dilakukan oleh pasangan yang berada di sekitaran lingkungan kampus. Melihat hal tersebut mengindikasikan bahwa pasangan sudah mampu atau memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang sudah baik.

Menjalin sebuah hubungan, harus memiliki sebuah manajemen yang baik antar pasangan agar tidak terjadi sebuah konflik dalam sebuah hubungan. Hal utama dalam menjalin hubungan berpacaran dalam mengatasi sebuah konflik berpacaran harus ada manajemen berpacaran yang baik dari pasangannya, manajemen yang baik meliputi keterbukaan, komunikasi langsung atau tidak langsung. Oleh sebab itu, diharapkan manajemen konflik dalam berpacaran khususnya mahasiswa program studi bimbingan dan konseling sudah menuju ke tingkat yang lebih baik lagi.

Menurut Chandra (dalam Hendry, 2015) bahwa manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara pengungkapan konflik dalam sebuah komunikasi. Komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara lisan,


(65)

tertulis ataupun dengan gerakan. Selain komunikasi, konflik dapat diselesaikan dengan membuat kerangka pemahaman mengenai kebutuhan masing-masing individu.

Memiliki sebuah manajemen konflik yang baik dalam menjalin sebuah hubungan, maka dibutuhkan sebuah komunikasi yang baik juga antar pasangan. Pasangan diharapkan mampu memanajemen konflik berpacaran lebih optimal lagi (dewasa) dalam menyikapi sebuah permasalahan yang di alaminya dalam sebuah hubungan.

Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:

e. Saling Percaya (Trust each other)

Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya. f. Komunikasi (Communicate your self)

Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Supraktik dalam Hakim, 2015). Feldman (dalam Hakim, 2015) menyatakan bahwa komunikasi merupakan


(66)

situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap rang lain.

g. Keintiman (Keep the romance alive)

Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Feldman dalam Hakim, 2015). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Oleh karena itu, pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms, surat atau email.

h. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)

Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih merupakan tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang. Berdasarkan teori Menurut Karsner (2001), dapat dikatakan bahwa penelitian ini kurang baik. Hal ini dikarenakan keempat komponen yang telah dipaparkan oleh Karsner (2001) belum terlaksana dengan baik.


(67)

2. Berdasarkan analisis butir kemampuan manajemen konflik yang teridentifikasi rendah

Tugas perkembangan seseorang pasti memiliki kepribadian atau karakteristik yang berbeda-beda. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang satu dengan yang lainnya memiliki sebuah pemikiran yang berbeda-beda. Hal ini juga berpengaruh terhadap permasalahan dalam sebuah hubungan dengan orang lain khususnya dalam manajemen konflik dalam berpacaran. Pada penelitian ini, pasangan yang memiliki kategori kurang baik adalah yang memiliki ego yang tinggi antara pasangan satu dengan yang lainnya, agresif, memaksakan kehendak, tidak terbuka dengan pasangannya, tidak memiliki sebuah komunikasi yang baik dengan pasangannya. Hal ini menyebabkan pasangan tersebut tidak dapat memiliki manajemen yang baik dalam memahami sebuah konflik yang terjadi dalam sebuah hubungan (berpacaran).

Dari hasil penelitian di atas terdapat 8 item (19,05%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran rendah. Usulan topik manajemen konflik dalam berpacaran yang baik antara lain, yang pertama saya mencoba memeluk pacar, agar dapat meredam emosinya. Pertanyaan tersebut agar pasangan dapat memiliki manajemen yang baik dalam hal mengelola emosi. Kedua dalam hal mandiri dalam mengambil sebuah keputusan. Pernyataan tersebut setiap pasangan harus dapat menyikapi sebuah permasalahan dengan lebih dewasa lagi.


(68)

Ketiga, mengelola pikiran dan perasaan. Pasangan diharapkan mampu menggunakan akal dan perasaan dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yang terjadi. Keempat, kesadaran diri. Pasangan agar memiliki manajemen yang baik baik harus mampu mengakui sebuah kesalahan yang diperbuat dan mau meminta maaf. Kelima, mampu berempati. Pasangan diharapkan bisa merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya. Keenam, berfikir positif, pasangan diharapkan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pasangannya. Ketujuh, manajemen waktu. pasangan diharapkan mampu membagi waktu dengan kegiatan yang lainnya.

Kedelapan adalah konsep diri. Pasangan diharapkan memiliki sebuah tujuan yang jelas dalam hubungannya. Hal ini dikarenakan dalam menjalin sebuah hubungan yang paling utama adalah seorang pasangan harus memiliki sebuah komitmen awal (manajemen) yang baik. Hal tersebut bertujuan agar sebuah hubungan berjalan dengan baik. Dengan demikian, pasangan yang memiliki sebuah manajemen yang kurang baik tidak akan optimal dalam menjalin sebuah hubngan dengan baik.

Hasil penelitian yang menunjukkan kategorisasi sedang terdapat 30 item (71,43%) yang memiliki manajemen konflik dalam berpacaran yang cukup baik. Dari hasil penelitian diatas manajemen konflik dalam berpacaran sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil diatas setiap pasangan sudah mampu memanejemen sebuah


(69)

hubungannya. Dengan demikian, pasangan tersebut sudah mampu untuk mengatasi masalah yang akan terjadi di dalam sebuah hubungan.

Hasil Manajemen konflik dalam berpacaran yang baik pada pasangan prodi BK terdapat 4 item (9,52%). Hal tersebut menunjukkan bahwa pasangan tersebut sudah memiliki manajemen yang baik dalam hubungannya. Dengan demikian, pasangan satu dengan yang lain sudah memiliki sebuah komitmen yang mengarah kesebuah hubungan yang lebih matang lagi. Hal ini mengartikan bahwa pasangan tersebut sudah mampu mereda konflik yang bakalan terjadi di dalam sebuah hubungan yang sedang di jalani.

Hasil penelitian ini didukung dengan teori yang mengatakan bahwa pada masa dewasa awal, individu mengalami emosi yang kuat secara kognitif (Wulfert, Block, Santa Ana, Rodriguez, & Colsman dalam Chien-Wen Lai, 2010). Akibatnya, dewasa awal akan cenderung untuk melakukan hal secara sembarangan dan melakukan segala tindakan berdasarkan dengan respon emosional yang dimilikinya (Wulfert, Block, Santa Ana, Rodriguez, & Colsman dalam Chien-Wen Lai, 2010; Gunarsa, 2003).

Pernyataan tersebut sesuai dengan teori di atas bahwa, setiap orang memiliki sebuah emosi yang berbeda-beda. Dengan demikian, apabila pasangan tidak bisa menyikapi dengan baik maka manajemen konflik dalam berpacaran juga tidak optimal.


(70)

3. Usulan Topik-topik Bimbingan Manajemen Konflik Dalam Berpacaran

Berdasarkan perhitungan uji item, maka item-item yang termasuk dalam kategori kurang baik dijadikan landasan dalam membuat usulan program bimbingan pada Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Usulan program bimbingan, tertuang dalam konsep program bimbingan yang dapat dilihat pada


(71)

No Aspek Indikator Pernyataan Topik Metode 1. Menyerang dan

Lepas Kontrol

Agresif Saya mencoba

memeluk pacar, agar dapat meredam emosinya.

Mengelola Emosi

Weekend dengan dosen pendamping akademik,

Memaksakan Kehendak

Saya lebih baik diam saja ketika saya dan

pacar sedang

bertengkar

Mandiri dalam Mengambil Keputusan

Dinamika kelompok dengan menggunakan game

2. Menarik diri Menampilkan diri untuk

mempertahankan diri

Saya membiarkan pacar memaki dan meyalakan saya

ketika kami

bertengkar

Mengelola Pikiran dan Perasaan

Dialog prodi dengan dosen pendamping

3. Menyerah dan tidak membela diri

Putus asa Saya menyalahkan diri saya ketika kita bertengkar.

Kesadaran Diri Dinamika kelompok, dengan membuat simbol diri sendiri kemudian menceritakannya

4. Kompromi Merasakan dan

memahami

keadaan pihak lainya

Saya tidak suka menghabiskan

banyak waktu dengan pacar.

Mampu Berempati

Sunday Morning dengan dosen pendamping (kegiatan diluar kampus)


(72)

masalah tanpa harus dengan pacar.

5. Negosiasi Tindakan yang

dilakukan dimasa mendatang

Saya mampu

membagi waktu antara pacar dengan teman.

Manajemen Waktu

Weekend dengan dosen pendamping

Saya acuh mengenai pembicaraan orang lain mengenai pacar saya.

Konsep diri Dinamika kelompok dengan menggunakan buah-buahan yang diartikan sebagai dirnya

Berdasarkan paparan tersebut ada berbagai macam topik bimbingan yang dapat di gunakan memberikan bimbingan baik bimbingan kelompok maupun bimbingan klasikal. Adapun topik bimbingan tersebut antara lain mengelola emosi, mandiri dalam mengambil keputusan, kelebihan dan kekurangan, kesadaran diri, mampu berempati, dan manajemen waktu. Jadi dengan demikian banyak topik-topik bimbingan yang dapat diterapkan sebagai acuan dalam menyelesaikan konflik yang ada pada hubungan pacaran pada umumnya, serta pacaran yang sehat khususnya


(73)

56 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini bersisi uraian kesimpulan dan saran. Bagian kesimpulan memuat proses dan hasil penelitian, sedangkan bagian saran diberikan sesuai dengan hasil penelitian yang ditunjukan dengan pihak terkait.

A. Simpulan

Beberapa kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian adalah:

1. Hasil penelitian yaitu, secara deskriptif Manajemen Konflik dalam Berpacaran Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling sudah baik. Hal ini tampak dari hasil perolehan kategori yang menunjukkan bahwa mahasiswa yang mempunyai manajemen konflik dengan kategori sedang sudah baik, namun ada beberapa mahasiswa yang manajemen konfliknya rendah.

2. Hasil analisis butir instrumen manajemen konflik dalam berpacaran diperoleh delapan item dengan skor berada pada kategori rendah. Delapan item tersebut digunakan sebagai dasar penyusunan topik. Adapun topik tersebut adalah sebagai berikut Mengelola emosi Mandiri dalam mengambil keputusan, Mengelola pikiran dan perasaan, Kelebihan dan Kekurangan Kesadaran Diri, Mampu Berempati, Manajemen Waktu.


(74)

Item yang diperoleh berdasarkan kategori yang rendah tersebut akan dijadikan topil bimbingan untuk mahasiswa supaya dapat membantu dalam meningkatkan manajemen konflik dalam berpacaran.

B.Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yang kiranya dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Item pada skala yang digunakan belum cukup untuk mewakili seluruh indikator dalam penelitian ini

2. Pada variabel manajemen konflik, item kurang baik dan kurang maksimal, sehingga terdapat beberapa item yang gugur.

C. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, adalah:

1. Bagi program studi Bimbingan dan Konseling, diharapkan program studi mampu menjadi wadah mendapatkan ilmu mengenai manajemen konflik yang baik dan juga memberikan pengarahan yang tepat bagi mahasiswa, sehingga para mahasiswa memiliki dasar managemen konflik yang baik, yang mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

2. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan agar lebih memperhatikan item pada penelitian, sehingga mampu untuk mewakili setiap indikator yang dipakai dalam penelitian ini dan juga tidak menyebabkan banyak item yang gugur, diharapkan pula agar penyebaran skala dapat diperluas, sehingga lebih mendapatkan hasil yang diharapkan dan mewakili permasalahan yang dicari dalam penelitian.


(75)

3. Bagi mahasiswa, diharapkan dengan penelitian ini memberikan pengetahuan mengenai manajemen konflik dalam berpacaran, sehingga mahasiswa mampu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.


(76)

Alwi, Hasan. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Anoraga, P. (2006) Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta

Azwar. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bowman, H.A & Spanier, G.B.(1978). Modern Marriage (8th ed). New York: McGraw Hill Co. DeGenova, M. K. & Rice, F. P. (2005). Intimate Relationship, Marriages, and Families. New

York: McGraw-Hill.

Feldman, L. H. (1996). Jew and Gentile in the ancient world: attitudes and interactions from Alexander to Justinian. Princeton University Press.

Gunarsa, Singgih, D. (2003). Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.

Hakim, N.S. (2015) Komunikasi yang Berkualitas Orangtua pada Anak dalam Mengajarkan Pengelolaan Konflik. Journal of Management Communication Conflict

Hendry. B. (2015). Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hassanudin. 1

Http://www.psychoshare.com/file-119/psikologi-dewasa/perkembangan-dewasa-awal.html Hurlock,E.B. (1993). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan

(edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Karsner. (2001). Belief about partners personal qualities that facilitate intimacy. Journal of marriage & the family. 7, 35-36.

Lai, C. W. (2010). How financial attitudes and practices influence the impulsive buying behavior of college and university students. Social Behavior and Personality: an international journal, 38(3), 373-380. Lai, C. W. (2010). How financial attitudes and practices influence the impulsive buying behavior of college and university students. Social Behavior and Personality: an international journal, 38(3), 373-380.


(77)

56 Mada. Jurnal Psikologi. 2

Masidjo. (1995). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar siswa di Sekolah. Yogyakarta : Kanisius. Monks, F. J. Knoers, dan Haditono, SR (2001). Psikologi Perkembangan.

Muspai. M. (2004). Jurnal Manajemen Konflik. Upaya Penyelesaian konflik dalam Organisasi. 41-46.

Nasution. (2003). Metode Research, Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Pappalia. (2008). Human Development Eds 10. Jakarta : Salemba Humanika.

Papalia, Olds & Feldman. (2009). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika. Santrock. (2002). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta:

Erlangga.

Santrock. (2012). Life-span Development. 13 th Edition. University of Texas, Dallas : Mc Graw-Hill

Shumway, B. (2004). The effect of distance on intimacy,passion dan commitment in romantic relationship in college students. Saint anselm college.

Spanier, G. B., & Bowman, H. A. (1978). Modern marriage.

Sternberg, R. J. & Barnes, M. L. (1988). The psychology of love. New Haven & London: Yale University Press.

Stoltz. (2000). Adversity Quotient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Grasindo: Jakarta. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta. Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada.

Sumanto, M.A. (1995). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset. Supratiknya, A. (1995). Tinjauan Psikologi Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius

(Anggota IKAPI).

Thontowi. N. S. (2015). Manajemen Konflik. Journal Of Management Conflict. 34-38 Trifiani. R.N & Margaretha. (2012). Pengaruh Gaya Kelekatan Romantis Dewasa (Adult

Romantic Attack Style) terhadap Kecenderungan untuk Melakukan Kekerasan dalam Bepacaran. 74-83.


(78)

Watson,M.E.(2004). Effect of Communication on College student satisfaction in long distance and proximal relationship. Dapartement of Psychology Loyola University

Winardi. (1994). Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan). Bandung. Penerbit: CV. Mandarmaju.


(79)

(80)

Lampiran 1Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik dalam Berpacaran

Aspek Indikator

No Item

Jumlah Positif Negatif

Menyerang dan Lepas Kontrol

4. Agresif

1,15 25 3

5. Memaksakan Kehendak

45,27 50,37 4

6. Melawan

47,7 17,20 4

Menarik Diri 3. Menghindari Konflik

2,22 12,32 4

2. Menampilkan diri untuk

mempertahankan diri 42 48,28

3

Menyerah dan Tidak

Membela Diri

1. Menyerahkan masalah pada

orang lain 8,3 18,13 4

4. Putus asa

23,21 33,11,41 5

Kompromi

3. Mengurangi tuntutan 5,30 10,40 4

4. Merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya.

49,19,4 29 4

Negosiasi

3. Keputusan yang disepakati 6,46 16,31 4

4. Tindakan yang akan dilakukan

dimasa mendatang 26,44,24 9 4


(81)

Lampiran 2 1Kisi-kisi Instrumen Manajemen Konflik Valid dan Gugur

Aspek Indikator

No Item

Positif Negatif Menyerang dan Lepas

Kontrol 1. Agresif 1, 15 25, 35*

3. Memaksakan Kehendak 45, 27 50*, 37

4. Melawan 47, 7 17, 20

Menarik Diri 1. Menghindari Konflik 2, 22 12, 32

2.Menampilkan diri untuk

mempertahankan diri 42, 38*

48, 28

Menyerah dan Tidak Membela Diri

1. Menyerahkan masalah pada

orang lain 8,3 18,13

2. Putus asa 23, 43*, 21 33, 11, 41

Kompromi

1.Mengurangi tuntutan 5, 30 10, 40

2. Merasakan dan memahami

keadaan pihak lainnya. 49, 19, 4 39*, 29, 14*

Negosiasi

1. Keputusan yang disepakati 6, 46 16, 31 2. Tindakan yang akan dilakukan

dimasa mendatang 26, 44, 24 9, 36*, 34*

Jumlah 25 25

Jumlah Item Valid 42

Jumlah Item Gugur 8

Jumlah Item 50


(82)

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 1 1 2 2 1 3 2 2 2 3 2 3

2 1 3 3 1 1 3 3 3 2 2 2 4

3 1 3 3 1 1 3 3 3 1 1 2 3

4 1 3 3 2 2 3 3 3 2 1 3 3

5 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 3

6 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 3

7 2 3 3 1 2 3 3 3 2 2 2 3

8 1 3 3 3 2 3 3 3 1 1 2 3

9 3 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 2

10 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3

11 3 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 3

12 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 3 3

13 2 3 3 2 2 3 3 3 2 1 2 3

14 2 3 3 1 1 3 3 3 2 2 3 3

15 1 2 2 2 2 2 2 2 4 2 3 4

16 3 2 2 1 1 2 2 2 4 2 1 1

17 3 1 1 2 1 3 1 2 1 1 1 1

18 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 3 2

19 2 3 3 1 1 3 3 3 4 1 2 4

20 2 3 3 2 2 3 3 3 3 1 3 3

21 2 2 2 2 2 2 2 2 4 3 3 3


(1)

Item 9

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.32117401687889297 0.012344268393836299

60 VALID

Item 10

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.4519703657216695 2.887997065585671E-4

60

VALID

Item 11

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.3714495925854537 0.03590719852617305

60 VALID

Item 12

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.42386780266337976 7.386317746513239E-4

60

VALID

Item 13

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.5560084115525612 3.986186142088712E-6

60

VALID

Item 14

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.22923589437073633 0.07809548697426684

60 GUGUR

Item 15

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.3909402886358084 0.02411855199573849

60 VALID

Item 16

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.38840595874607803 0.0021645843082914204

60 VALID

Item 17

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.38347305470756626 0.0024910832338408133


(2)

Item 18

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.6709203867745653 4.47387000442317E-9

60

VALID

Item 19

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.6961395526483761 6.609988482878863E-10

60

VALID

Item 20

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.3374110706198511 0.00837912892207713

60 VALID

Item 21

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.3569439366371486 0.005116916236896001

60 VALID

Item 22

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.7312803835076227 3.239783073443419E-11

60

VALID

Item 23

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.6169649026634155 1.52488748910315E-7

60

VALID

Item 24

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.4651514218631615 1.806599407561451E-4

60

VALID

Item 25

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.29541285595413835 0.02193303144701793

60 VALID

Item 26

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.6175943129115332 1.4689883789410692E-7


(3)

Item 27

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.36854815493489185 0.003762055748647226

60 VALID

Item 28

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.33892905307887694 0.008072734537600284

60 VALID

Item 29

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.598379977261005 4.431904284071411E-7

60

VALID

Item 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.354431723 0.005461311795697605

60 VALID

Item 31

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.44795319063041517 3.3194638292315793E-4

60

VALID

Item 32

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.43373975800090747 5.359770622251316E-4

60

VALID

Item 33

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.7044277072233991 3.376555684751911E-10

60

VALID

Item 34

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

-0.16476587398235823 0.20837655104848102 60

GUGUR

Item 35

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.26405639294196315 0.04148145221338856


(4)

Item 36

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

-0.16582311364642954 0.20543153627377955 60

GUGUR

Item 37

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.3390304438463711 0.008052622024763888

60 VALID

Item 38

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

-0.14030285808545645 0.28497087880582883

60

GUGUR

Item 39

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.2593866136711478 0.04535664476308333

60 GUGUR

Item 40

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.5361684163604202 1.008786967255712E-5

60

VALID

Item 41

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.636682784418082 4.54611651431195E-8

60

VALID

Item 42

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.7017387949496185 4.209248730117099E-10

60

VALID

Item 43

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.12040528462977744 0.3594698286510676

60 GUGUR

Item 44

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.33310182818922796 0.00930475107774039


(5)

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)

Item 45

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.6382838682278705 4.105064223665574E-8

60

VALID

Item 46

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.3940022657082694 0.022603437223720456

60

VALID

Item 47

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.6203610032915047 1.2453696675978962E-7

60

VALID

Item 48

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.424018026733836 7.350889564695367E-4

60

VALID

Item 49

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.4201653290219917 8.30977398510805E-4

60

VALID

Item 50

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

0.24268757985567743 0.06171426276765439 60

GUGUR

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(6)

Dokumen yang terkait

Tingkat kejenuhan belajar mahasiswa (studi deskriptif pada mahasiswa angkatan 2013 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

0 1 99

Manajemen konflik dalam berpacaran (studi deskrifitif mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun 2016/2017).

2 8 106

Deskripsi tingkat adversity quotient mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

0 3 114

Deskripsi tingkat daya juang mahasiswa angkatan 2011 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

3 34 100

Coping stres penulis skripsi (studi deskriptif pada mahasiswa angkatan 2012 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun ajaran 2015/2016).

1 5 109

MANAJEMEN WAKTU MAHASISWA TERHADAP KURIK

0 1 17

Minat mahasiswa bimbingan dan konseling angkatan 2005 dalam kegiatan pendidikan di program studi bimbingan dan konseling Universitas Sanata Dharma - USD Repository

0 0 119

Deskripsi motivasi belajar mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan tahun 2010 - USD Repository

0 0 92

Tingkat kreativitas mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta - USD Repository

0 0 103

Kepuasan mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Sanata Dharma terhadap kualitas pelayanan dosen (studi kasus pada mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Sanata Dharma angkatan 2015-2017) - USD Repository

0 1 149