Deskripsi tingkat adversity quotient mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

(1)

DESKRIPSI TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT MAHASISWA ANGKATAN 2014 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UNIVERSITAS SANATA DHARMA Maria Dominika Efi Cahyani

Universitas Sanata Dharma 2016

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat Adversity Quotient mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 dan membuat usulan program untuk mengembangkan Adversity Quotient dalam diri mereka.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode penelitian survei. Subjek penelitian adalah seluruh mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2014. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yang sudah ada lalu kemudian dimodifikasi. Kuesioner ini terdiri dari empat aspek, yaitu control, O2 (origin dan ownership), reach dan endurance. Kuesioner dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian tingkat Adversity Quotient mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2014 ini, berdasarkan kuesioner dan pengkategorisasian dalam buku karangan Paul G. Stoltz yang sudah dikembangkan. Terdapat lima tingkat dalam pengkategorisasian Adversity Quotient mahasiswa angkatan 2014, yaitu tinggi, sedang, cukup, kurang dan rendah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014, memiliki tingkat Adversity Quotient sebagai berikut: 4 (6%) cukup, 52 (84%) sedang, 5 (8%) kurang dan 1 (2%) rendah dan tidak ada mahasiswa yang berada pada kategori tinggi. Melalui hasil diatas, maka diusulkan suatu program yang dapat mengembangkan Adversity Quotient mahasiswa angkatan 2014. Usulan program yang dapat diberikan pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 ialah melalui program pengembangan diri dengan kegiatan sharing di luar dan di dalam kampus bersama dosen pembimbing akademik dan teman-teman kelas yang dilanjutkan dengan outbond mengenai adversity quotient.


(2)

BATCH 2014 OF THE GUIDANCE AND COUNSELING STUDY PROGRAM SANATA DHARMA UNIVERSITY

Maria Dominika Efi Cahyani Sanata Dharma University

2016

This research aims to describe about the level of Adversity Quotient students among the of Guidance and Counseling Program Sanata Dharma University batch 2014 and to propose a program to develop Adversity Quotient in themselves.

The type of this research is descriptive quantitative research with survey method research. The research subjects were all students of Guidance and Counseling Program batch 2014. The research instrument used existing questionnaires which was then modified. This questionnaire consists of four aspects that is control, O2 (origin and ownership), reach, and endurance. Questionnaire and data analysis techniques were used to investigete the level of Adversity Quotient among the students of Guidance and Counseling Program batch 2014, based on questionnaires and categorization proposed by Paul G. Stoltz. There are five levels in the categorization of Adversity Quotient among the students batch 2014, namely, high, medium, sufficient, and low.

The result of this research indicates that students of Guidance and Counseling Program Sanata Dharma University batch 2014, have a level Adversity Quotient as follows: 4 (6%) sufficient, 52 (84%) medium, 5 (8%) poor and 1 (2%) and no students at the high category. Based on the results above, it is proposed a program which can develop students Adversity Quotient. The proposed program that can be given to students of Guidance and Counseling Sanata Dharma University batch 2014 is self-development to sharing activities outside and inside in the campus with academic advisors and classmates, followed by outbound adversity quotient.


(3)

DESKRIPSI TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT MAHASISWA ANGKATAN 2014 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UNIVERSITAS SANATA DHARMA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Maria Dominika Efi Cahyani NIM: 121114023

PROGAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

DESKRIPSI TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT MAHASISWA ANGKATAN 2014 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UNIVERSITAS SANATA DHARMA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Maria Dominika Efi Cahyani NIM: 121114023

PROGAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

T u han t ak akan t er lam bat , ju ga t ak akan lebih cep at . Sem u anya...

D ia jadikan indah t ep at p ada w akt u Nya

M en j a d i h eb a t b u k a n t en t a n g m en a k l u k k a n d u n i a d a n sei si n y a , t a p i m en a k l u k a n ego d i r i sen d i r i d a n m en gu a sa i

d i r i .

-M D om i n i k a Ef i .C –

B er p r oses bu t u h k er en d a h a n h a t i , k on si st en si , st r a t egi d a n k et egu h a n n i a t u n t u k sa m p a i p a d a a p a y a n g d i h a r a p k a n .

-M D om i n i k a Ef i .C –

J adilah pemberani. A mbilah resiko. T idak ada yang

dapat menggantikan pengalaman.


(8)

Celho-v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sa ya per sem ba h ka n ka r ya in i ba gi....

Tu h a n Yesu s ya n g sela lu m en opa n g da n m em ber i keku a t a n

da la m h idu p

Kedu a Or a n g t u a Ter cin t a

Yoh a n es J im in Ca hyon o da n F r a n ciska Wa wu k Su da r sih

Adik ya n g Ter cin t a

Ma r ia n o In dr a Dwi Ca h yon o

P em bim bin g ya n g sela lu sa ba r da n tela t en m em ba n t u

sela m a pr oses in i h in gga ber a kh ir

P r ogr a m St u di Bim binga n da n Kon selin g Un iver sit a s

Sa n a t a Dh a r m a


(9)

(10)

(11)

viii

ABSTRAK

DESKRIPSI TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT MAHASISWA ANGKATAN 2014 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UNIVERSITAS SANATA DHARMA Maria Dominika Efi Cahyani

Universitas Sanata Dharma 2016

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat Adversity Quotient mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 dan membuat usulan program untuk mengembangkan Adversity Quotient dalam diri mereka.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode penelitian survei. Subjek penelitian adalah seluruh mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2014. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yang sudah ada lalu kemudian dimodifikasi. Kuesioner ini terdiri dari empat aspek, yaitu control, O2 (origin dan ownership), reach dan endurance. Kuesioner dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian tingkat Adversity Quotient mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2014 ini, berdasarkan kuesioner dan pengkategorisasian dalam buku karangan Paul G. Stoltz yang sudah dikembangkan. Terdapat lima tingkat dalam pengkategorisasian Adversity Quotient mahasiswa angkatan 2014, yaitu tinggi, sedang, cukup, kurang dan rendah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014, memiliki tingkat Adversity Quotient sebagai berikut: 4 (6%) cukup, 52 (84%) sedang, 5 (8%) kurang dan 1 (2%) rendah dan tidak ada mahasiswa yang berada pada kategori tinggi. Melalui hasil diatas, maka diusulkan suatu program yang dapat mengembangkan Adversity Quotient mahasiswa angkatan 2014. Usulan program yang dapat diberikan pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 ialah melalui program pengembangan diri dengan kegiatan sharing di luar dan di dalam kampus bersama dosen pembimbing akademik dan teman-teman kelas yang dilanjutkan dengan outbond mengenai adversity quotient.


(12)

ix

ABSTRACT

THE DESCRIPTION OF THE ADVERSITY QUOTIENT AMONG THE STUDENTS OF BATCH 2014 OF THE GUIDANCE AND COUNSELING

STUDY PROGRAM SANATA DHARMA UNIVERSITY Maria Dominika Efi Cahyani

Sanata Dharma University 2016

This research aims to describe about the level of Adversity Quotient students among the of Guidance and Counseling Program Sanata Dharma University batch 2014 and to propose a program to develop Adversity Quotient in themselves.

The type of this research is descriptive quantitative research with survey method research. The research subjects were all students of Guidance and Counseling Program batch 2014. The research instrument used existing questionnaires which was then modified. This questionnaire consists of four aspects that is control, O2 (origin and ownership), reach, and endurance. Questionnaire and data analysis techniques were used to investigete the level of Adversity Quotient among the students of Guidance and Counseling Program batch 2014, based on questionnaires and categorization proposed by Paul G. Stoltz. There are five levels in the categorization of Adversity Quotient among the students batch 2014, namely, high, medium, sufficient, and low.

The result of this research indicates that students of Guidance and Counseling Program Sanata Dharma University batch 2014, have a level Adversity Quotient as follows: 4 (6%) sufficient, 52 (84%) medium, 5 (8%) poor and 1 (2%) and no students at the high category. Based on the results above, it is proposed a program which can develop students Adversity Quotient. The proposed program that can be given to students of Guidance and Counseling Sanata Dharma University batch 2014 is self-development to sharing activities outside and inside in the campus with academic advisors and classmates, followed by outbound adversity quotient.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan anugrahNya yang luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak sedikit tantangan serta godaan yang dialami penulis selama menyelesaikan skripsi ini, namun karena kasih dari Tuhan Yesus dan Bunda Maria semua dapat terlewati. Penulis juga menghaturkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing, membantu, mendukung serta mendoakan selama proses menyelesaikan skripsi dan mohon maaf atas kesalahan maupun kekurangan yang ada pada skripsi ini.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis haturkan terima kasih kepada :

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

3. Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd.,M.A, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan waktu, motivasi, ilmu, serta banyak pembelajaran hidup yang diberikan selama proses penulisan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membagikan serta membekali berbagai ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis. 5. Bapak Stefanus Priyatmoko yang dengan sabar dan tulus membantu pada


(14)

xi

bidang administrasi selama penulis menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2014 atas kerjasama dan kesediaannya untuk mengisi kuesioner penelitian ini.

7. Orangtuaku tercinta Bapak Yohanes Jimin Cahyono dan Mamak Franciska Wawuk Sudarsih yang senantiasa mendukung serta mendoakan dan selalu mengajariku untuk selalu berjuang dan sabar selama kuliah dan proses penyelesaian skripsi ini.

8. Adikku tercinta Mariano Indra Dwi Cahyono terimakasih atas semangat, keceriaannya, serta doa dan cinta yang diberikan selama ini.

9. Teman-teman seperjuangan prodi Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, kalian istimewa dan luar biasa. Terimakasih buat canda, tawa, kerjasama, dan semua kenangannya selama ini.

10. Keluarga kost Wisma Rosari lama (Dila, Rani, Nelly, mbak Susi, mbak Lintang, mbak Deta, kak Atik, mbak Ria, Olin, Tata, Regina) yang telah memberikan semangat, kebersamaan dan dukungan kepada penulis selama 4 tahun ini.

11. Para Sahabatku dan teman dekat yang selalu ada dan selalu memberi semangat serta dukungannya hingga saat ini.

12. Para KEPETER’s terimakasih untuk cinta,kebersamaan,pengalaman dan kegilaannya selama ini.


(15)

xii

pembuatan hingga penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan yang dilakukan selama proses pembuatan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mohon maaf kepada semua pihak yang telah dirugikan atas kesalahan dan kekurangan tersebut. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membaca.

Yogyakarta,31 Oktober 2016


(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA...vii

ABSTRAK...viii

ABSTRACT...ix

KATA PENGATAR...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR TABEL ...xvi

DAFTAR GRAFIK...xvii

DAFTAR GAMBAR...xviii

DAFTAR LAMPIRAN...xix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...7

C. Pembatasan Masalah ...8

D. Rumusan Masalah ...8

E. Tujuan Penelitian ...8

F. Manfaat Penelitian ...9

G. Definisi Istilah ...10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Adversity Quotient...11

1. Pengertian Adversity Quotient...11

2. Aspek-aspek Adversity Quotient...12

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient... 15


(17)

xiv

B. Hakikat Mahasiswa...21

1. Pengertian Mahasiswa ...21

2. Tujuan Utama Mahasiswa ...22

3. Adversity Quotient pada Mahasiswa ...22

4. Tipologi Adversity Quotient Mahasiswa ...23

C. Adversity Quotient dilihat dari Hirarki Kebutuhan Maslow...25

D. Kerangka Berpikir...28

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...30

B. Tempat dan Waktu Penelitian...30

C. Subjek Penelitian...31

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data... 31

1. Teknik Pengumpulan Data...31

2. Instrumen Pengumpulan Data...33

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian...34

1. Validitas Instrumen Penelitian...34

2. Reliabilitas Instrumen Penelitian...36

G. Teknik Analisis Data...38

BAB IV. HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN,DAN USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN DIRI A. Hasil Penelitian...40

1.Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa Angkatan 2014...40

2.Tingkat Adversity Quotient dilihat dari Setiap Aspek...42

3.Analisis Hasil Berdasarkan Tipologi Adversity Quotient...48

B. Pembahasan...49

C. Aspek terendah dan Usulan Program Program Pengembangan Adversity Quotient Mahasiswa Angkatan 2014...55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan...57


(18)

xv

DAFTAR PUSTAKA...60 LAMPIRAN... 62


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Subjek Penelitian...31

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Adversity Quotient...34

Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Item Adversity Quotient...37

Tabel 3.4 Kriteria Guilford ...37

Tabel 3.5 Norma Kategorisasi ...39

Tabel 4.1 Hasil Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014 ...40

Tabel 4.2 Hasil Aspek Control pada Mahasiswa angkatan 2014 ...42

Tabel 4.3 Hasil Aspek O2pada Mahasiswa angkatan 2014...43

Tabel 4.4 Hasil Aspek Reach (jangkauan) pada Mahasiswa angkatan 2014....44

Tabel 4.5 Hasil Aspek Endurance pada Mahasiswa angkatan 2014...45

Tabel 4.6 Rekapitulasi hasil analisis Aspek adversity quotient ...46


(20)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014...41 Grafik 4.2 Aspek Control pada Mahasiswa angkatan 2014 ...42 Grafik 4.3 Hasil Aspek O2pada Mahasiswa angkatan 2014...43 Grafik 4.4 Hasil Aspek Reach (jangkauan) pada Mahasiswa angkatan 2014....44 Grafik 4.5 Hasil Aspek Endurance pada Mahasiswa angkatan 2014...45 Grafik 4.6 Rekapitulasi hasil analisis Aspek adversity quotient...47


(21)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Piramida Kebutuhan Maslow ...28 Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ...29


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabulasi Data Validitas ...62 Lampiran 2 Kuesioner Adversity Quotient...67 Lampiran 3 Tabulasi Data Penelitian ...81 Lampiran 4 Surat Penelitian...83 Lampiran 5 Usulan Program Pengembangan Diri...84


(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Adversity quotient merupakan kemampuan atau kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup menurut Stoltz (2000). Seseorang yang memiliki tingkat adversity quotient yang tinggi akan mampu menghadapi rintangan atau halangan yang menghadang dalam mencapai tujuan. Sukses tidaknya seorang individu dalam pekerjaan maupun kehidupannya ditentukan oleh adversity quotient Stoltz (2000).

Memiliki adversity quotient mempunyai banyak keuntungan dalam proses kehidupan. Adversity quotient dapat mengungkapkan: (1) seberapa jauh individu mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya; (2) siapa yang akan mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur; (3) siapa yang akan melampaui harapan harapan atas kinerja dan potensi mereka serta siapa yang akan gagal; dan (4) siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan (Stoltz, 2000).

Salah satu cara untuk mengatasi tantangan atau kesulitan bagi setiap individu yaitu dengan meningkatkan adversity quotient. Tingkat adversity quotient seseorang diukur berdasarkan empat dimensi yaitu:


(24)

Control (kendali), Origin & Ownership (asal usul dan pengakuan), Reach (jangkauan), dan Endurance (daya tahan) yang biasa disingkat dengan CO2RE, Stoltz (2000).

Adversity qoutient dimiliki oleh setiap individu, hal ini dapat berpengaruh besar terhadap sikap individu tersebut dalam menghadapi tantangan serta kesulitan dalam hidup. Hal ini dapat dilihat pada tiga macam tipologi individu berdasarkan tingkat adversity quotient antara lain yaitu quitters (mereka yang berhenti), campers (mereka yang berkemah) dan climbers(mereka yang terus mendaki). Pada ketiga tipe ini akan berbeda dalam menyikapi setiap proses dan kesulitan hidup. Maka dari itu adversity quotient ini penting untuk kita kembangkan dalam diri.

Seorang mahasiswa pun harus memiliki adversity qoutient untuk menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawabnya. Seseorang mahasiswa yang memiliki adversity quotient yang baik serta dapat mengembangkannya dalam diri mereka, hal ini akan sangat berpengaruh pada proses kehidupan mahasiswa tersebut. Mahasiswa ini akan terlihat lebih mampu mengatur dan mengolah dirinya ketika menghadapi persoalan serta tantangan.

Inilah mengapa pentingnya adversity quotient itu ada pada diri mahasiswa dan harus selalu dikembangkan, karena hal ini akan mempengaruhi proses kehidupan mahasiswa. Namun, hal itu sangat disayangkan ketika pada diri mahasiswa kurang memiliki adversity


(25)

qoutient yang tinggi, sehingga dalam melaksanakan setiap tugas dan tanggung jawab terlihat sangat tidak antusias.

Persoalan seperti itu juga terlihat pada mahasiswa angkatan 2014 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang sedang melaksanakan magang disela-sela kuliah. Tidak hanya kesibukan secara akademik saja, melainkan ada kesibukan non akademik yang mereka ikuti, seperti kepanitian dalam sebuah kegiatan ataupun organisasi.

Selama mahasiswa angkatan 2014 ini disibukkan dengan berbagai kegiatan, terlihat sekali bahwa tingkat adversity qoutient ini belum terlihat tinggi pada diri mahasiswa. Seperti halnya pada proses magang yang sedang dilaksanakan oleh mahasiswa, banyak sekali permasalahan yang terjadi. Permasalahan itu seperti kurangnya proaktif dalam diri mahasiswa, hal ini terbukti ketika para mahasiswa angkatan 2014 sudah menjalankan magang selama tiga minggu, ada beberapa kelompok yang belum melaksanakan serta mengerjakan tugas magang yang harus mereka selesaikan. Alasan mereka belum melaksanakan tugas itu karena mereka diminta sekolah untuk mengerjakan tugas lain sehingga tidak ada waktu untuk menyelesaikan tugas magang yang dari kampus.

Lain halnya dengan ungkapan yang disampaikan seorang mahasiswa dari kelompok yang sudah mengerjakan tugas, mereka mengatakan sesibuk apapun harus pintar cari waktu untuk menyelesaikan tugas dan tanggungjawab yang ada. Hal itu karena menurut mereka sudah menjadi tanggungjawab setiap pribadi. Selain itu ada beberapa mahasiswa


(26)

yang menganggap semua tugas itu mudah sehingga ada kecenderungan dari dalam diri mereka untuk menunda. Dari permasalahan ini terlihat jelas bahwa tingkat adversity quotient ini belum terlihat tinggi dalam diri beberapa mahasiswa angkatan 2014.

Berdasarkan wawancara singkat peneliti dengan beberapa mahasiswa angkatan 2014 program studi Bimbingan dan Konseling, mereka mengatakan bahwa mereka mengeluh dengan banyaknya tugas, lalu magang yang bersamaan proses perkuliahan yang aktif sehingga mereka merasa capek. Meskipun magang ini hanya seminggu tiga kali, tetapi mereka merasa sulit untuk membagi waktu. Selain kuliah dan magang, ada beberapa kegiatan yang mereka lakukan yang membuat semakin sulit mengatur waktu. Mereka mengatakan lebih sering menunda tugas yang diberikan serta bermalas-malasan dalam melaksanakan atau melakukan kegiatan.

Berdasarkan observasi peneliti pada mahasiswa angkatan 2014 yang sedang mengerjakan tugas di kampus atau sedang kerja kelompok, peneliti mengamati bahwa ada beberapa mahasiswa yang adversity quotientnya terlihat rendah ketika proses mengerjakan tugas. Hal ini terlihat ketika mereka sedang diskusi, ada beberapa mahasiswa yang hadir saja dalam kelompok tanpa ikut berpartisipasi dalam diskusi membahas tugas tersebut. Tidak hanya persoalan itu saja, tetapi ada mahasiswa yang tidak hadir ketika mengerjakan tugas kelompok, bahkan ada mahasiswa


(27)

yang mengatakan masih bermalas-malasan untuk mengerjakan tugas individu karena tugas yang terlalu banyak.

Selama proses observasi bukan hanya mahasiswa yang memiliki adversity quotient rendah saja yang peneliti temukan, melainkan peneliti juga menemukan ada cukup banyak mahasiswa yang terlihat memiliki adversity quotient yang tinggi. Hal ini terlihat dari cara beberapa mahasiswa yang sangat aktif ketika proses kerja kelompok. Selain itu ada beberapa mahasiswa ketika ditanya tentang bagaimana dengan proses kuliah di semester ini, mereka mengatakan bahwa semester ini sungguh luar biasa membuat pusing dan stres terutama dalam membagi waktu, namun para mahasiswa ini berusaha tetap menjalani dengan semangat dan senang hati. Dari hal ini terlihat bahwa beberapa mahasiswa angkatan 2014 ini memiliki adversity quotient yang tinggi, di mana tidak menganggap persoalan sebagai tantangan, melainkan persoalan datang itu untuk dihadapi.

Menurut Stoltz (2000), adversity quotient ini dapat terbangun oleh beberapa hal, yaitu dengan adanya control (kendali) dalam diri individu, adanya origin and ownership (asal usul dan pengakuan), ada reach (jangkauan) di mana individu ini mampu membatasi jangkauan dalam setiap permasalahan dan yang terakhir, dalam diri individu harus ada endurance (daya tahan) di mana individu tersebut harus mampu melihat bahwa penyebab kegagalan atau persoalan itu sebagai hal yang sementara


(28)

bukan hal yang membuat dirinya tidak bertahan atau menyerah pada situasi yang terjadi.

Pengembangan serta peningkatan adversity quotient ini sangat penting pada diri mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling yang sedang berjuang untuk menjadi seorang konselor nantinya. Hal ini juga didukung bahwa program studi Bimbingan dan Konseling memiliki visi dan misi yaitu membentuk konselor-konselor yang tangguh. Menjadi konselor yang tangguh perlu memiliki adversity qoutient yang tinggi, sehingga mahasiswa dapat mengatasi segala permasalahan dengan baik dan bijak tanpa perlu mengeluh dengan segala aktivitas yang ada. Jika setiap mahasiswa memiliki adversity qoutient yang tinggi, dan mampu mengolah serta mempertahankan adversity qoutient mereka, maka konselor-konselor yang tangguh akan terwujudkan.

Oleh sebab itu, untuk menjadi konselor yang tangguh setiap mahasiswa harus meningkatkan dan mengembangkan adversity qoutient pada diri mereka. Di mana ketika mahasiswa dapat meningkatkan dan mengembangkan adversity quotient pada diri mereka, maka setiap tugas dan tanggungjawab yang harus mereka kerjakan sebagai seorang mahasiswa dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu tidak ada sikap mahasiswa yang menolak jika diberikan tugas oleh para dosen. Jika semua itu dapat terwujudkan maka akan lahir konselor-konselor yang tangguh.


(29)

Oleh karena itu, dengan melihat semua peristiwa yang terjadi, peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Deskripsi Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa Angkatan 2014 Program Studi Bimbingan Dan Konseling Universitas Sanata Dharma” dalam pemenuhan tugas akhir. Dengan harapan peneliti dapat menemukan apakah adversity qoutient pada diri mahasiswa angkatan 2014 tinggi atau rendah. Sehingga peneliti dapat memberikan usulan kegiatan pengembangan diri pada program studi Bimbingan dan Konseling mengenai peningkatan adversity qoutient, jika hasil penelitian menunjukkan rendah.

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan adversity quotient mahasiswa angkatan 2014, dapat diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya adversity qoutient mahasiswa sehingga ketika melaksanakan kegiatan kurang antusias.

2. Ada beberapa mahasiswa yang mengganggap tugasnya mudah sehingga menunda penyelesaian tugas.

3. Ada beberapa mahasiswa yang selalu mengeluh ketika diberi tugas dalam perkuliahan dengan alasan capek magang, banyak kegiatan dan kepanitiaan

4. Adversity quotient yang belum terlihat kuat pada mahasiswa angkatan 2014, ketika mereka menyelesaikan tugas kelompok maupun individu.


(30)

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada tingkat adversity quotient mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Seberapa tinggi adversity quotient yang dimiliki mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014?

2. Aspek adversity quotient mana sajakah yang capaian skornya teridentifikasi rendah, sebagai dasar usulan program meningkatkan adversity quotient pada program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma terkhusus bagi angkatan 2014?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mendeskripsikan tingkat adversity quotient yang dimiliki mahasiswa angkatan 2014 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

b. Membuat usulan program pengembangan diri mahasiswa yang sesuai mengenai tingkat adversity quotient yang dimiliki mahasiswa angkatan 2014 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma


(31)

F. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu Bimbingan dan Konseling mengenai tingkat adversity quotient yang harus dimiliki mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi program studi Bimbingan dan Konseling, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu informasi dalam penyusunan program pengembangan diri mahasiswa.

b. Bagi para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu informasi yang dapat digunakan oleh Program Studi Bimbingan dan Konseling dalam pembinaan atau peningkatan adversity quotient yang ada dalam diri mahasiswa angkatan 2014. c. Bagi mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dapat menggunakan hasil penelitian untuk melihat seberapa tinggi tingkat adversity quotient yang ada dalam diri mereka. Sehingga dapat berusaha untuk meningkannya lagi.


(32)

G. Definisi Istilah

Beberapa istilah dalam judul penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

a. Adversity quotient merupakan suatu kemampuan dalam diri individu untuk dapat bertahan dalam kesulitan, memecahkan masalah, serta mereduksi hambatan dari permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi yang dapat diukur dengan Control (kendali), Origin & Ownership (asal usul dan pengakuan), Reach (jangkauan), dan Endurance (daya tahan) yang biasa disingkat dengan CO2RE.

b. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mahasiswa yang dimaksud dalam penelitian adalah mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014.


(33)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dipaparkan tentang hakikat adversity quotient, hakikat mahasiswa, adversity quotient dilihat dari Hirarki kebutuhan Maslow, dan kerangka berpikir.

A. Hakikat Adversity Quotient 1. Pengertian Adversity Quotient

Menurut kamus Inggris-Indonesia (2005), Adversity memiliki akar kata “adverse” yang memiliki arti kejadian yang memiliki efek merugikan, sedangkan adversity sendiri memiliki makna kesengsaraan atau kemalangan. Adversity quotient juga dapat diartikan sebagai daya juang (Departemen Pendidikan Nasional, 2007) yaitu kemampuan mempertahankan atau mencapai sesuatu yang dilakukan dengan gigih. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mengungkapkan daya memiliki definisi kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan untuk bertindak, kekuatan, tenaga, upaya. Dari beberapa pengertian tersebut disimpulkan bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang untuk menghadapi permasalahan yang sedang dialami, serta mampu melihat persoalan itu sebagai tantangan bukan hal yang menjatuhkan.

Nashori (2007) berpendapat bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakannya ketika menghadapi hambatan dan kesulitan yang bisa menyengsarakan dirinya. Leman (2007)


(34)

mendefinisikan adversity quotient secara ringkas, yaitu sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah

Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Stoltz (2000) adversity quotient merupakan kemampuan atau kecerdasan seseorang untuk bertahan menghadapi dan mengatasi kesulitan. Adversity Quotient (AQ) atau daya juang memiliki 3 bentuk, yaitu adversity quotient sebagai sebuah kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, adversity quotient adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon individu dalam menghadapi suatu kesulitan. Sedangkan bentuk yang ketiga adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon individu terhadap kesulitan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa adversity quotient merupakan suatu kemampuan individu untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala macam kesulitan sampai menemukan jalan keluar, memecahkan berbagai macam permasalahan, mereduksi hambatan dan rintangan dengan mengubah cara berfikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut.

2. Aspek-Aspek Adversity Quotient

Menurut Stoltz (2000) aspek-aspek adversity quotient terbagi menjadi empat dimensi pokok, yaitu:

a. Control (kendali), kemampuan mengendalikan perasaan terhadap permasalahan yang dihadapi. Pada situasi ini, individu diharapkan


(35)

mampu merasakan kesulitan yang sedang terjadi, serta mengambil seluruh tantangan secara lebih berani dan optimal. Aspek kendali ini bersifat internal dan sangat individual. Oleh karena itu, apabila semakin tinggi adversity quotient yang dimiliki individu, maka besar kemungkinan individu itu mempunyai tingkat kendali yang kuat atas berbagai kesulitan dan peristiwa hidup yang buruk.

Sebaliknya, semakin rendah adversity quotient seseorang, maka besar kemungkinan individu merasa bahwa peristiwa-peristiwa yang buruk berada diluar kendali. Rendahnya kendali yang dirasakan memiliki pengaruh yang buruk terhadap kemampuan seseorang untuk mengubah situasi sulit ataupun peristiwa buruk yang tengah dialami. Individu yang kemampuan kendalinya rendah, akan mudah menyerah dan sering menjadi tidak berdaya saat menghadapi kesulitan.

b. Origin dan ownership (asal usul dan pengakuan), mempertanyakan dua hal yakni: “yang” menjadi penyebab dari suatu kesulitan dan “sejauh mana” individu mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan oleh situasi yang sulit. Origin sendiri terkait dengan rasa bersalah. Individu yang memiliki adversity quotient rendah, cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa buruk yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa individu tersebut cenderung melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya penyebab atau asal-usul dari kesulitan yang dialami. Sebaliknya, individu


(36)

yang memiliki adversity quotient tinggi, cenderung melihat sumber kesulitan itu berasal dari oranglain atau dari luar dan menempatkan perannya pada tempat yang wajar. Adversity quotient mengajarkan individu untuk bisa meningkatkan rasa tanggung jawab sebagai salah satu cara memperluas kendali, pemberdayaan dan motivasi dalam mengambil tindakan atau keputusan tertentu. Individu yang memiliki adversity quotient tinggi tidak akan mempersalahkan orang lain sambil mengelakkan tanggung jawab, namun individu tersebut akan cenderung mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan.

c. Reach (jangkauan), aspek reach ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian lain dari kehidupan individu. Respon adversity quotient yang rendah akan membuat kesulitan menyebar ke bagian lain kehidupan individu. Semakin rendah adversity quotient seseorang, kemungkinan besar individu menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana yang merasuki wilayah kehidupannya. Semakin tinggi adversity quotient, individu akan membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi.

d. Endurance (ketahanan), ketetapan dan kecepatan seseorang dalam memecahkan masalah. Aspek inilah yang dapat dilihat berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama kesulitan itu akan berlangsung. Semakin tinggi adversity quotient dalam aspek ini,


(37)

individu akan memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang bertahan lama dan menganggap kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara. Sebaliknya, seseorang yang memiliki adversity quotient rendah akan memandang kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai peristiwa yang berlangsung lama dan menanggap peristiwa-peristiwa positif sebagai sesuatu yang bersifat sementara. Hal ini akan memunculkan perasaan-perasaan tidak berdaya atau hilangnya harapan, sehingga individu cenderung kurang bertindak melawan kesulitan yang dianggap sebagai sesuatu yang bersifat permanen.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient

Stoltz (2000) dalam bukunya menggambarkan potensi dan daya tahan individu dalam sebuah pohon yang disebut pohon kesuksesan. Faktor-faktor yang ada di dalam pohon kesuksesan tersebut dianggap mempengaruhi adversity quotient seseorang, diantaranya:

a. Faktor Internal 1) Genetika

Warisan genetis tidak akan menentukan nasib seseorang, tetapi tetap akan ada pengaruh dari faktor ini dalam kehidupan individu. Beberapa riset-riset terbaru menyatakan bahwa genetika sangat mungkin mendasari perilaku. Yang paling terkenal adalah kajian tentang ratusan anak kembar identik yang tinggal terpisah sejak


(38)

lahir dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Saat mereka dewasa, ternyata ditemukan kemiripan-kemiripan dalam perilaku. Oleh karena itu genetika inipun akan menjadi faktor pembentukan adversity quotient dalam diri setiap individu.

2) Keyakinan

Keyakinan mempengaruhi seseorang dalam menghadapi suatu masalah serta membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup. Adanya keyakinan dalam diri untuk bertindak dan berkembang itupun juga akan mempengaruhi bagaimana adversity quotient itu sendiri.

3) Bakat

Kemampuan dan kecerdasan seseorang dalam menghadapi suatu kondisi yang tidak menguntungkan bagi dirinya, salah satunya dipengaruhi oleh bakat. Bakat adalah gabungan pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan keterampilan. 4) Hasrat atau kemauan

Mencapai kesuksesan dalam hidup diperlukan tenaga pendorong yang berupa keinginan atau disebut hasrat. Hasrat menggambarkan motivasi, antusias, gairah, dorongan, ambisi, dan semangat. Ketika tidak ada kemauan dari dalam diri, adversity quotient itupun tidak akan terlihat.


(39)

5) Karakter

Seseorang yang berkarakter baik, semangat, tangguh, dan cerdas akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. Karakter merupakan bagian yang penting bagi kita untuk meraih kesuksesan dan hidup berdampingan secara damai.

6) Kinerja

Merupakan bagian yang mudah dilihat orang lain sehingga seringkali hal ini sering dievaluasi dan dinilai. Salah satu keberhasilan seseorang dalam menghadapi masalah dan meraih tujuan hidup dapat diukur lewat kinerja.

7) Kecerdasan

Bentuk-bentuk kecerdasan kini dipilah menjadi beberapa bidang yang sering disebut sebagai multiple inteligence. Bidang kecerdasan yang dominan biasanya mempengaruhi karier, pekerjaan, pelajaran, dan hobi. 8) Kesehatan

Kesehatan emosi dan fisik dapat mempengaruhi seseorang dalam menggapai kesuksesan. Seseorang yang dalam keadaan sakit akan mengalihkan perhatiannya dari masalah yang dihadapi. Kondisi fisik dan psikis yang


(40)

prima akan mendukung seseorang dalam menyelesaikan masalah.

b.Faktor Eksternal 1) Pendidikan

Pendidikan dapat membentuk kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak, keterampilan, hasrat, dan kinerja yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan Gest. Dkk menyebutkan bahwa meskipun seseorang tidak menyukai kemalangan atau kesengsaraan yang diakibatkan oleh pola hubungan dengan orangtua, namun permasalahan orangtua secara langsung ikut berperan dalam perkembangan ketahanan remaja. Salah satu sarana dalam pembentukan sikap dan perilaku adalah melalui pendidikan.

2) Lingkungan

Lingkungan tempat individu tinggal dapat mempengaruhi bagaimana individu beradaptasi dan memberikan respon kesulitan yang dihadapinya. Individu yang terbiasa hidup dalam lingkungan sulit akan memiliki adversity quotient yang lebih tinggi. Menurut Stoltz, individu yang terbiasa berada di lingkungan yang sulit akan memiliki adversity quotient yang lebih besar karena


(41)

pengalaman dan kemampuan beradaptasi yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

4. Karakteristik individu Berdasarkan Tingkatan Adversity Quotient

Individu dilahirkan untuk memiliki impian yang harus dicapai dalam hidup. Proses mengejar impian dalam hidup tersebut dapat dinamakan proses pendakian dan proses ini dapat memberikan gambaran mengenai tingkatan adversity quotient (AQ). Stoltz (2000) membagi karakteristik individu berdasarkan tingkat adversity quotient menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Quitters (mereka yang berhenti).

Quitters cenderung menjalani hidup dengan memilih jalan yang mudah saja, yang artinya mereka selalu menghindar dari tantangan. Sadar atau tidak sadar quitters selalu melarikan diri dari pendakian, yang berarti juga mengabaikan potensi yang mereka miliki dalam kehidupan ini. Umumnya quitters tidak memiliki visi yang jelas serta berkomitmen rendah ketika menghadapi tantangan.

Quitters cenderung menjadi pemarah, frustasi dan menyalahkan lingkungan sekitarnya, sehingga mereka ini sangat tidak menyukai ketika ada seseorang yang masih melakukan pendakian/ berjuang. Menurut hierarki kebutuhan maslow individu dengan tipe quitters ini cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar atau fisiologis saja dimana pada piramida kebutuhan maslow, kebutuhan fisiologis ini letaknya paling dasar. Individu quitters ini cenderung akan banyak kehilangan kesempatan berharga dalam


(42)

hidupnya.

b. Campers (mereka yang berkemah).

Kelompok individu yang kedua adalah campers. Campers ini mudah puas dengan hasil yang diperolehnya. Mereka tidak ingin melanjutkan usahanya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang sudah mereka dapatkan saat ini. Di sini mereka mengakhiri usahanya karena sudah merasa puas dengan hasil yang didapat.

Berbeda dengan quitters, campers sekurang-kurangnya telah menghadapi setiap tantangan yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Perjalanan mereka mungkin memang mudah atau mungkin mereka telah mengorbankan banyak hal dan telah bekerja dengan rajin untuk sampai ke tingkat dimana mereka kemudian berhenti. Para campers ini akan mengakhiri pendakiannya pada tingkat yang mereka inginkan saja, tanpa mencoba untuk mendaki lebih tinggi lagi guna mencapai puncak. Tipe campers ini merupakan golongan yang sedikit lebih banyak mengusahakan agar terpenuhinya kebutuhan keamanan yang ada pada skala hirarki Maslow.

c. Climbers (para pendaki)

Climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental atau hambatan lainnya untuk menghalangi usahanya. Adapun para climbers,


(43)

yakni mereka yang dengan segala usaha keberaniannya menghadapi resiko untuk menuntaskan pekerjaannya. Climbers (pendaki) mereka yang selalu optimis melihat peluang, melihat celah dan harapan di balik keputusannya.

Climbers merupakan kelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak kebutuhan aktualisasi diri pada skala hirarki Maslow. Keadaan yang sulit tidak membuat para climbers menjadi menyerah, namun terus berusaha mengahadapi tantangan yang ada. Dalam konteks ini, para climbers dianggap memiliki adversity quotient tinggi.

B. Hakikat Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa berasal dari kata maha yang berarti besar atau tinggi dan siswa yang berarti pelajar atau dengan kata lain mahasiswa adalah pelajar yang berada pada strata tertinggi. Mahasiswa pada tahap perkembangannya digolongkan ke dalam fase dewasa awal atau berada pada rentang usia 18 – 24 tahun menurut Hurlock (1980). Individu yang berada pada masa dewasa awal mengalami perubahan dari mencari pengetahuan menjadi menerapkan pengetahuan untuk mengejar karir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005) mahasiswa merupakan individu yang sedang menjalani jenjang pendidikan di perguruan tinggi atau sekolah tinggi.


(44)

2. Tujuan Utama Mahasiswa

Menurut Anton (2007) tujuan individu belajar di perguruan tinggi ialah untuk menguasai suatu ilmu serta memahami wawasan ilmiah yang luas, sehingga mampu bertindak ilmiah dalam segala hal yang berkaitan dengan keilmuan yang dapat diabdikan kepada masyarakat. Individu yang berada pada masa dewasa awal mengalami perubahan dari mencari pengetahuan menjadi menerapkan pengetahuan untuk mengejar karir. Perubahan tersebut kemudian disebut oleh Schaie dalam Santrock (2002) sebagai fase pencapaian prestasi.

3. Adversity Quotient pada Mahasiswa

Keberhasilan seseorang tidak lepas dari seberapa besar usaha yang dilakukan untuk memperoleh keberhasilan itu. Semua proses itu tidak akan mungkin selalu berjalan lancar saja, tanpa ada hambatan atau permasalahan yang datang. Selama individu ini berproses, yang sangat dibutuhkan ialah adanya adversity qoutient dalam diri. Adversity quotient merupakan suatu kemampuan individu untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala macam kesulitan sampai menemukan jalan keluar. Selain itu juga mampu memecahkan berbagai macam permasalahan, mereduksi hambatan dan rintangan dengan mengubah cara berfikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut

Adversity qoutient pada mahasiswa merupakan daya juang atau kemampuan seorang mahasiswa, dalam menghadapi berbagai macam


(45)

permasalahan serta hambatan yang mereka rasakan selama berproses dalam kegiatan perkuliahan. Setiap mahasiswa pastinya memiliki adversity qoutient dalam diri mereka, namun yang membedakan ialah tingkat adversity quotient dalam tiap diri mahasiswa.

4. Tipologi Adversity Quotient Mahasiswa

Tinggi atau rendahnya adversity qoutient pada diri mahasiswa dapat di lihat dengan gambaran Stoltz (2000) yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Quitters (mereka yang berhenti).

Mereka ini disebut dengan quitters atau orang-orang yang berhenti melanjutkan usahanya. Quitters cenderung menjalani hidup dengan memilih jalan yang mudah saja, yang artinya mereka selalu menghindar dari tantangan. Sadar atau tidak sadar quitters selalu melarikan diri dari persoalan, yang berarti juga mengabaikan potensi yang mereka miliki dalam kehidupan ini. Mahasiswa quitters ini cenderung memiliki adversity quotient yang rendah.

Umumnya mahasiswa yang tergolong quitters tidak memiliki visi yang jelas serta berkomitmen rendah ketika menghadapi tantangan. Dapat dikatakan bahwa mahasiswa ini mudah sekali menyerah, rasa berjuang dari dalam diri mereka ini sangat rendah. Quitters cenderung menjadi pemarah, frustasi dan menyalahkan orang-orang di sekitarnya dengan keadaannya, hingga dapat membenci


(46)

teman lain yang lebih sukses atau lebih semangat dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.

b. Campers (mereka yang berkemah).

Kelompok mahasiswa yang kedua adalah campers atau mahasiswa yang cenderung mudah puas dengan hasil yang diperolehnya. Mereka tidak ingin melanjutkan usahanya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang sudah mereka dapatkan saat ini. Di sini mereka mengakhiri usahanya karena sudah merasa puas dengan hasil yang didapat.

Berbeda dengan quitters, campers sekurang-kurangnya telah menghadapi setiap tantangan yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Perjalanan mereka mungkin memang mudah atau mungkin mereka telah mengorbankan banyak hal dan telah bekerja dengan rajin untuk sampai ke tingkat dimana mereka kemudian berhenti. Mahasiswa pada tipe ini mereka selalu membuat target dalam setiap perjuangan mereka, namun ketika target itu sudah mereka capai mereka akan berhenti berjuang. Dapat dikatakan mahasiswa ini mudah puas dengan apa yang sudah dicapainya.

Tipe campers ini merupakan mahasiswa yang memiliki adversity quotient sedang. Mahasiswa tipe ini juga dikenal lebih bertahan pada zona zaman mereka.


(47)

c. Climbers (para pendaki)

Mahasiswa pada tipe climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental atau hambatan lainnya untuk menghalangi usahanya. Adapun para climber, yakni mereka yang dengan segala usaha keberaniannya menghadapi resiko untuk menuntaskan pekerjaannya. Mahasiswa ini selalu optimis melihat peluang atau kesempatan, melihat celah dan harapan di balik persoalan yang tengah dihadapi.

Climbers merupakan kelompok orang yang selalu mempunyai semangat dan tekad yang tinggi untuk menyelesaikan suatu tantangan. Mahasiswa tipe ini, mereka selalu mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi serta rasa untuk mencoba lebih besar dibandingkan kedua tipe lainnya. Pada tipe climbers ini mahasiswa cenderung memiliki adversity quotient yang tinggi.

C. Adversity Quotient dilihat dari Hirarki kebutuhan Maslow

Tiga tingkatan dalam adversity quotient dilihat dari piramida kebutuhan Maslow yang tertulis dalam Stoltz (2000) yaitu sebagai berikut:

1. Quitters (mereka yang berhenti).

Menurut hierarki kebutuhan maslow individu dengan tipe quitters ini cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar atau fisiologis saja dimana pada piramida kebutuhan


(48)

maslow, kebutuhan fisiologis ini letaknya paling dasar. Individu quitters ini cenderung akan banyak kehilangan kesempatan berharga dalam hidupnya, karena individu ini kurang memiliki semangat untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

Individu pada tipe ini terlihat sekali mudah menyerah, hal itu dapat dilihat nyata dari piramida Maslow. Di mana pada piramida kebutuhan maslow itu sebenarnya masih banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, namun bagi individu quitters terpenuhi kebutuhan dasar itu sudah cukup.

2. Campers (mereka yang berkemah).

Tipe campers ini merupakan golongan yang sedikit lebih banyak mengusahakan agar terpenuhinya kebutuhan keamanan yang ada pada piramida kebutuhan Maslow. Individu campers ini lebih mencari rasa aman, tidak suka mengambil resiko sehingga mereka memilih bertahan pada apa yang sudah di capai.

3. Climbers (para pendaki)

Climbers merupakan kelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak kebutuhan aktualisasi diri pada skala hirarki Maslow. Keadaan yang sulit tidak membuat para climbers menjadi menyerah, namun terus berusaha mengahadapi tantangan yang ada. Dalam konteks ini, para climbers dianggap


(49)

memiliki adversity quotient tinggi.

Oleh karena itu dari ketiga tipe ini jika dilihat dari piramida kebutuhan Maslow, dapat di simpulkan bahwa setiap tipe memiliki ciri khas atau target yang akan dicapai berbeda. Sehingga dalam menyikapi atau dalam menjalankan sebuah tanggungjawab pun akan berbeda dari masing-masing individu ini. Hal ini dapat terlihat jelas dari gambar piramida dibawah ini, dimana tipe quitters akan berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya saja, berbeda dengan tipe campers individu ini akan berhenti berjuang ketika apa yang sudah menjadi targetnya terpenuhi, tidak ingin terlalu banyak ambil resiko campers akan bertahan pada posisi aman. Akan tetapi seorang climbers akan terus berjuang untuk lebih jauh dan meningkat sampai mereka benar-benar sampai pada titik aktualisasi diri.


(50)

Gambar 2.1 Piramida kebutuhan Maslow

Climbers

Campers

Quitters

D. Kerangka Berpikir

Adversity Quotient sudah dimiliki oleh setiap mahasiswa angkatan 2014, yang membedakan antara mahasiswa satu dan yang lain ialah bagaimana tingkat adversity quotient itu sendiri. Adversity quotient dapat berkembang didukung serta dibangun oleh adanya keempat aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain control ( kendali), origin dan ownership (asal usul dan pengakuan), reach (jangkauan), dan yang terakhir endurance (ketahanan). Bagaimana keempat aspek ini berkembang dan tumbuh

Penghargaan

Memiliki dan Kasih Sayang

Rasa Aman


(51)

dalam diri setiap individu, itulah yang akan menghasil tingkatan adversity quotient yang berbeda-beda antara tinggi, sedang, dan rendah. Oleh sebab itu jika adversity quotient ini rendah ataupun tinggi, akan menjadi salah satu informasi dalam pembuatan program pengembangan diri.

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Adversity Quotient

1. Cont rol

2. Origin dan Ow nership 3. Reach 4. Endurance

Tinggi

Sedang

Rendah

Program Pendampingan


(52)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, dipaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan metodei penelitian, antara lain jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reabilitas, teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini termasuk penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei. Setyosari (2010) mengatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menjelaskan dan mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek maupun segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variabel yang dapat dijelaskan dengan angka-angka ataupun kata-kata.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif karena ingin memperoleh gambaran mengenai tingkat adversity quotient yang dimiliki mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 27 mei 2016, berdasarkan jadwal yang disesuaikan dengan kegiatan perkuliahan mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014. Tempat pelaksanaan penelitian adalah Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini dilakukan pada pukul 09.00- 16.00 wib selama kurun waktu 7 hari.


(53)

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 62 mahasiswa Penelitian ini merupakan penelitian populasi karena semua anggota populasi dijadikan subjek penelitian. Jumlah Subjek Penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Subjek Penelitian

No. Kelas Jumlah

1. A 32

2. B 30

Total 62

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan data 1. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2011) menjelaskan teknik pengumpulan data merupakan langkah yang penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan utama penelitian ialah untuk mengolah data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data yang sesuai, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang sesuai dengan standar yang sudah di tetapkan. Data merupakan suatu bahan yang sangat diperlukan untuk diteliti atau di analisis. Maka dari itu, diperlukan suatu teknik pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data adversity quotient mahasiswa angkatan 2014


(54)

melalui penyebaran kuesioner. Kuesioner merupakan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada responden untuk dijawabnya menurut Sugiyono (2011). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi berdasarkan alat ukur yang telah ada dan disesuaikan dengan aspek-aspek adversity quotientmenurut Stoltz (2000).

Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Tahap persiapan

1) Melakukan observasi dengan subjek yang akan diteliti 2) Mempersiapkan kuesioner dengan memodifikasi alat ukur

yang sudah ada, yang terlebih dahulu menyesuaikan dengan yang terjadi pada mahasiswa angkatan 2014. 3) Peneliti mempersiapkan 60 item, dimana terdapat 20 item

positif dan 40 item negatif

4) Menyederhanakan bahasa pada setiap item, disesuaikan dengan kemampuan subjek.

5) Revisi dan konsultasi bersama dosen pembimbing b. Tahap pelaksanaan

1) Pembagian kuesioner pada subjek

2) Membantu mengarahkan subjek ketika masih bingung dalam mengisi kuesioner.


(55)

c. Tahap akhir

1) Mengumpulkan data yang diperoleh

2) Mengolah data hasil penelitian, dimana pada pengolahan data ini, cukup data dari item yang negatif yang diolah. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini berfokus pada kesulitan yang dihadapi.

3) Item yang diolah ialah item yang valid dan item yang negatif

4) Menganalisis dan membahas hasil penelitian 5) Menarik kesimpulan akhir

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan sistem uji terpakai karena pada penelitian ini berfokus pada satu populasi yaitu angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berupa kuesioner yang digunakan dari hasil modifikasi alat ukur yang telah ada. Menurut Sugiyono (2011) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan dan pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Item-item dalam kuesioner dalam penelitian ini dimodifikasi berdasarkan alat ukur yang telah ada dan disesuaikan


(56)

skala model likert. Pada setiap pertanyaan dalam kuesioner pada aspek tingkat adversity quotientdiberi rentang skor satu sampai dengan lima. Kisi-kisi kuesioner Adversity quotient mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2014, sebelum dilakukan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2

Kisi-kisi kuesioner Adversity quotient

No Aspek Tingkat

Daya Juang Indikator item

1 Control (Kendali)

a. Mampu mengendalikan emosi

1,11,15,17,19,25,31, 33,35,37,45,51,53,55,57 b.Mampu melihat kesulitan sebagai

tantangan untuk maju

c. Mampu menghadapi kesulitan

2

Origin dan

Ownership (Asal-usul dan pengakuan)

a. Mampu menemukan penyebab kesulitan yang terjadi

2,12,16,18,20,26,32, 34,36,38,46,52,54,56,58 b. Mampu mengakui kesalahan

jika ia salah

c. Berani bertanggung jawab akan keputusan yang sudah diambil

3 Reach (Jangkauan) Mengetahui hambatan dalam kesulitan yang dihadapi

3,5,7,9,13,21,23,27, 29,39,41,43,47,49,59

4 Endurance

(Ketahanan)

a. Mampu bertahan dalam situasi

apapun 4,6,8,10,14,22,24,28,

30,40,42,44,48,50,60 b. Mampu mencari jalan keluar dari

permasalahan dengan cepat

JUM LAH 60

E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas merupakan pengukuran sesuatu hal yang seharusnya dapat diukur dengan menggunakan alat ukur Sugiyono, (2011). Instrumen ini diperiksa dengan validitas isi, menurut


(57)

Furchan (2004) validitas isi tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka melainkan menguji dengan para ahli (experts judgment).

Pada penelitian ini peneliti meminta pertimbangan dari dosen pembimbing dalam proses penyusunan instrumen, untuk melakukan modifikasi alat ukur yang telah tersedia. Penggunaan alat ukur yang dimodifikasi, pada setiap butir- butir kuesioner haruslah mencerminkan ciri dari hal yang akan diukur, yaitu tingkat

adversity quotient.

Pengujian validitas instrumen menggunakan modifikasi alat ukur yang ada dalam buku Adversity Quotient menurut Stoltz (2000). Modifikasi ini digunakan karena pernyataan instrumen yang ada dalam buku tersebut memiliki kaitan yang sama dengan hal yang akan diteliti, yakni mengenai adversity quotient. Modifikasi alat ukur dalam penelitian ini yaitu mengubah beberapa kalimat pernyataan yang ada, serta menambah beberapa pertanyaan ataupun pernyataan. Modifikasi alat ukur ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh subjek yang diteliti.

Pengubahan kalimat yang dilakukan ini tidak mengubah esensi mengenai adversity quotient itu sendiri. Pada penelitian ini situasi yang tengah dialami subjek ialah situasi sebagai mahasiswa semester empat dengan segala kegiatan yang ada. Rumus penjumlahan aspek-aspek adversity quotient, adapun hasilnya sebagai berikut:


(58)

CO

2

RE = C+O

2(ownership,origin)

+R+E

AQ

= ……..

Keterangan:

CO2RE : Korelasi dari aspek-aspek kuesioner adversity qoutient. C : Control(kendali)

O2 : Origin(asal-usul) dan Ownership (pengakuan)

R : Reach(jangkauan) E : Endurance(ketahanan)

AQ : Adversity Quotient(daya juang)

2. Reliabilitas Instrumen Penelitian

Reliabilitas merupakan tingkat kepercayaan hasil pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi yaitu mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut reable Azwar (2011). Sukardi (2003), mengatakan bahwa pengukuran yang menggunakan instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, serta alat ukur yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur.

Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan pendekatan koefisien Alpa Cronbach (α). Adapun rumus koefisien reliabilitas Alpa Cronbach (α) adalah sebagai berikut:


(59)

α

2

??

? ? ?

?? ? ? ??

? ??

?

Keterangan :

α

=

Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach

??? ? ? ? ??? ? varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

??? = varians skor skala

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPPS)16,0 for Windows, diperoleh perhitungan reliabilitas seperti tampak pada tabel 3.3 sebagai berikut:

Tabel 3.3 Reliabilitas Item

Cronbach’s Alpha N of Items Keputusan

.879 52 Tinggi

Hasil perhitungan reliabilitas, selanjutnya disesuaikan dengan kriteria Guilford (Masidjo,1995). Kriteria Guilford dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kriteria Guilford No. Koefisien Korelasi Kualifikasi

1. 0,91-1,00 Sangat Tinggi

2. 0,71-0,90 Tinggi

3. 0,41-0,70 Cukup Tinggi

4. 1,21-0,40 Rendah


(60)

Berdasarkan kriteria Guilford dapat diketahui bahwa koefisien reliabilitas kuesioner Adversity quotient sebesar α= 0,879 termasuk tinggi.

F. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2011) mengatakan bahwa analisis data merupakan kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, serta melakukan perhitungan secara manual untuk menjawab rumusan masalah.

Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk menganalisis data penelitian tentang tingkat adversity quotientpada mahasiswa semester empat program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma adalah sebagai berikut:

1. Menentukan Skor dan Pengolahan Data

Menentukan skor dari masing-masing alternatif jawaban yang sudah diberikan oleh responden pada setiap aspek-aspek adversity qoutient. Langkah selanjutnya, menghitung total skor masing-masing subjek penelitian dan total skor pada setiap item pernyataan berdasarkan aspek-aspek adversity qoutient. Melakukan skoring dengan menjumlahkan skor pada aspek yang bertanda negatif. Membuat tabulasi data dan menghitung jumlah pada setiap aspek-aspek adversity qoutient.


(61)

Penentuan skor ini hanya berfokus pada 40 item inti saja atau item yang bertanda negatif, sedangkan 20 item yang lainnya itu tidak digunakan hal ini dikarenakan penelitian ini lebih memperhatikan respon-respon subjek terhadap kesulitan yang dihadapi.

2. Menentukan Kategorisasi

Membuat kategorisasi tingkat adversity qoutient subjek penelitian secara umum berdasarkan distribusi normal skor adversity quotient

basis norma yang mengelompokkan tingkat adversity qoutient. mahasiswa angkatan 2014 dalam lima kategori, yakni rendah, kurang, sedang, cukup dan tinggi. Kategorisasi ini menurut Stoltz (2000), dimana penggunaan kategorisasi ini berdasarkan 40 item inti yang dianalisis.

Tabel 3.5 Norma Kategorisasi

Kategori Skor

Tinggi 166-200

Cukup 135-165

Sedang 95-134

Kurang 60-94


(62)

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN DIRI

Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian, pembahasan dan usulan program pengembangan diri. Penyajian hasil penelitian didasarkan pada rumusan masalah atau pertanyaan-pertanyaan penelitian.

A. Hasil Penelitian

1. Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2014

Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian, tingkat adversity quotient mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dapat dikategorikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1

Hasil Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014

Skor Jumlah Mahasiswa

Persentase Kategori

166-200 0 0 Tinggi 135-165 4 6% Cukup 95-134 52 84% Sedang 60-94 5 8% Kurang 0-59 1 2% Rendah

Jika dilihat dalam grafik tingkat adversity quotient mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014, yaitu sebagai berikut:


(63)

Grafik 4.1

Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa Angkatan 2014

Pengamatan pada grafik maupun tabel di atas menerangkan bahwa:

a. Terdapat 0% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki Adversity quotient tinggi.

b. Terdapat 6% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki Adversity quotient cukup.

c. Terdapat 84% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki Adversity quotient sedang.

d. Terdapat 8% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki Adversity quotient kurang.

e. Terdapat 2% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki Adversity quotient rendah.

0 10 20 30 40 50 60

Tinggi Cukup Sedang Kurang Rendah 166-200 135-165 95-134 60-94 0-59

0

4

52

5

1

0

6%

84%

8%

2%


(64)

2. Tingkat Adversity Quotient dilihat dari Setiap Aspek

Berdasarkan hasil pengolahan tingkat adversity quotient mahasiswa angkatan 2014 dapat dilihat hasil kategori dari setiap aspek pada tabel-tabel berikut:

Tabel 4.2

Aspek Control pada Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014

Kategori Skor Jumlah Mahasiswa

Persentase

Tinggi 38-50 1 2% Sedang 24-37 48 77% Rendah 10- 23 13 21%

Aspek control jika dilihat dalam grafik yaitu sebagai berikut: Grafik 4.2

Aspek Control

Pengamatan pada grafik maupun tabel di atas menerangkan bahwa:

a. Terdapat 2% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki aspek Control yang tinggi.

b. Terdapat 77% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki aspek Control yang sedang.

0 10 20 30 40 50

Tinggi Sedang Rendah

1

48

13

2%

77%

21%


(65)

c. Terdapat 21% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki aspek Control yang rendah.

Tabel 4.3

Aspek O2(origin dan ownership) pada Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014

Kategori Skor Jumlah

Mahasiswa

Persentase

Tinggi 38-50 11 18% Sedang 24-37 46 74% Rendah 10- 23 5 8%

Aspek O2(origin dan ownership) jika dilihat dalam diagram yaitu sebagai berikut:

Diagram 4.3

Aspek O2(origin dan ownership) pada Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014

Pengamatan pada grafik maupun tabel di atas menerangkan bahwa:

a. Terdapat 11% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki Aspek O2 (origin dan ownership) yang tinggi.

0 10 20 30 40 50

Tinggi Sedang Rendah

11

46

5

18%

74%

8%


(66)

b. Terdapat 74% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki Aspek O2 (origin dan ownership) yang sedang.

c. Terdapat 8% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki Aspek O2 (origin dan ownership) yang rendah.

Tabel 4.4

Aspek Reach (jangkauan) pada Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014

Kategori Skor Jumlah

Mahasiswa

Persentase

Tinggi 38-50 0 0% Sedang 24-37 52 84% Rendah 10- 23 10 16%

Aspek Reach (jangkauan) jika dilihat dalam grafik yaitu sebagai berikut:

Grafik 4.4

Aspek Reach (jangkauan) pada Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014

0 10 20 30 40 50 60

Tinggi Sedang Rendah

0

52

10

0%

84%

16%


(67)

Pengamatan pada grafik maupun tabel di atas menerangkan bahwa:

a. Terdapat 0% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki aspek reach yang tinggi.

b. Terdapat 84% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki aspek reach yang sedang.

c. Terdapat 16% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki aspek reach yang rendah.

Tabel 4.5

Aspek Endurance( Daya Tahan) pada Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014

Kategori Skor Jumlah

Mahasiswa

Persentase

Tinggi 38-50 0 0% Sedang 24-37 42 68% Rendah 10- 23 20 32%

Aspek Endurance( daya tahan) jika dilihat dalam grafik yaitu sebagai berikut:

Grafik 4.5

Aspek Endurance( Daya Tahan) pada Tingkat Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014

0 10 20 30 40 50

Tinggi Sedang Rendah

0

42

20

0% 68% 32%


(68)

Pengamatan pada grafik maupun tabel di atas menerangkan bahwa:

a. Terdapat 0% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki aspek endurance( daya tahan) yang tinggi.

b. Terdapat 68% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki aspek endurance( daya tahan) yang sedang.

c. Terdapat 32% mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 yang memiliki aspek endurance( daya tahan) yang rendah.

Tabel 4.6

Rekapitulasi hasil analisis Aspek Adversity Quotient Mahasiswa angkatan 2014

Aspek Tinggi Sedang Rendah

Control (kendali) 2% 77% 21% Origin dan Ownership

(Asal usul dan pengakuan

18% 74% 8%

Reach (jangkauan) 0 84% 16% Endurance (Ketahanan) 0 68% 32%

Rekapitulasi hasil dari masing-masing aspek adversity quotient jika dilihat dalam grafik yaitu sebagai berikut:


(69)

Grafik 4.6

Rekapitulasi hasil analisis Aspek Adversity Quotient

Pengamatan pada grafik maupun tabel di atas menerangkan bahwa aspek yang terendah ada pada aspek endurance (ketahanan) dengan hasil persentase 32%, dengan rincian sebagai berikut:

a. Pada aspek control (Kendali) memperoleh persentase 21% pada kategori rendah.

b. Pada aspek Origin dan Ownership (Asal usul dan pengakuan) memperoleh persentase 8% pada kategori rendah.

c. Pada aspek reach (jangkauan) memperoleh persentase 16% pada kategori rendah.

d. Pada aspek endurance (ketahanan) memperoleh persentase 32% pada kategori rendah.

21% 8% 16%

32%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Cont rol (kendali)

Origin dan Ow nership (Asal usul

dan pengakuan

Reach (jangkauan)

Endurance (Ket ahanan)

Tinggi Sedang Rendah


(70)

3. Analisis Hasil Adversity Qoutient Berdasarkan Tipologi Adversity Quotient

Berdasarkan kategorisasi adversity quotient menurut Stolzt (2000), dapat ditentukan pada tipe manakah mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma berada. Berikut ialah hasil kategorisasinya berdasar tipe adversity quotient:

Tabel 4.7

Kategorisasi Berdasarkan Tipe Adversity Quotient Kategorisasi Skor Tipe adversity quotient

Tinggi 166-200

Climbers

Cukup 135-165

Sedang 95-134 Campers

Kurang 60-94

Quitters

Rendah 0-59

Maka dari itu berdasarkan hasil analisis adversity quotient mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2014 berada pada tipe campers.


(71)

B. Pembahasan

Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa terdapat 84% atau 52 mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 memiliki adversity quotient yang termasuk dalam kategori sedang. Tingkat adversity quotient yang sedang artinya bahwa mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 sudah cukup dalam berjuang menghadapi tantangan atau mampu menyelesaikan semua tanggunggjawab yang diberikan. Meskipun terkadang dalam proses berjuang ini para mahasiswa sering mengalami kemunduran atau dengan kata lain mereka mudah menyerah. Menyerahnya para mahasiswa dikarenakan adanya kegagalan yang dialami sebelumnya atau dapat dikatakan ada pengalaman yang tidak mengenakkan.

Jadi, adversity quotient yang berada pada kategori sedang, hal ini sudah dapat dikatakan baik, namun para mahasiswa ini belum mampu mengolah dan meningkatkan terus menerus sehingga ketika terjadi kegagalan dalam berjuang, para mahasiswa langsung menurunkan tingkat adversity quotient yang dimiliki. Hal ini karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses tersebut.

Banyak faktor yang menyebabkan tingkat adversity quotient ini berubah. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Adversity Quotient mahasiswa angkatan 2014 ini yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal itu ialah genetika, keyakinan, bakat, hasrat atau kemauan, karakter, kinerja, kecerdasan, dan kesehatan. Dan yang termasuk faktor


(72)

eksternal ialah pendidikan dan lingkungan. Hal ini juga didukung oleh teori Stoltz yang mengungkapkan bahwa tidak hanya keempat dimensi yang membentuk adversity quotient. Namun ada beberapa faktor pembentuk adversity quotient itu sendiri. Hal ini juga terbukti pada penelitian terhadap mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2014.

Tingkat adversity quotient yang dimiliki oleh 52 mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2014 ini didukung oleh terpenuhinya seluruh aspek-aspek yang terkait dengan adversity quotient. Aspek-aspek yang dapat membentuk adversity quotient pada diri mahasiswa angkatan 2014 ini adalah control, origin dan ownership, reach serta endurance.

Aspek control (kendali) sendiri merupakan kemampuan mengendalikan perasaan terhadap permasalahan ataupun kesulitan yang dihadapi. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 48 mahasiswa dalam kategori sedang, 13 mahasiswa berada dalam kategori rendah dan 1 mahasiswa berada dikategori tinggi. Permasalahan ataupun kesulitan yang dialami oleh mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2014 yang berada dalam kategori control yang rendah ini ialah dalam berkomunikasi serta bekerjasama dengan teman kelompok, baik kelompok magang maupun kelompok dalam tugas perkuliahan, serta membagi waktu antara perkuliahan, magang serta kegiatan diluar akademik.

Berbeda halnya dengan mahasiswa yang berada pada kategori sedang, mereka dapat lebih mampu mengendalikan perasaan ketika


(1)

c. Ketika bola jatuh diperjalanan, permainan harus diulang kembali dari garis start.

Selama permainan diharapkan setiap peserta mampu menyadari adversity quotient yang ada dalam diri mereka masing-masing. Dalam permainan ini tercakup 4 aspek yang terkait dalam adversity quotient, yaitu Control, O2(origin dan ownership),

Reach, dan Endurance. Keempat nilai aspek tersebut ditunjukkan saat peserta sedang berproses bersama ketika dalam permainan ini. Pada permainan ini akan terlihat bagaimana setiap peserta ini menghadapi kesulitan,mencari solusi, mengolah emosi, dan mengendalikan diri. Selain itu apakah ketika dalam kelompok mengalami kegagalan, akankah masing-masing pribadi cenderung menyalahkan teman dalam kelompok atau hal-hal yang berada disekitarnya atau justru malah cenderung merasa sadar bahwa ketika mengalami kegagalan, diri sendiri juga menjadi penyebabnya. Pada permainan ini juga akan terlihat jika terjadi kegagalan apakah setiap peserta ini akan tetap menjalin relasi yang baik dengan anggota kelompoknya atau tidak. Dan yang terkhir, pada permainan ini akan terlihat bagaimana kegigihan peserta dalam proses mencapai harapan yang diinginkan.


(2)

2. STIK AJAIB

Alat Satu batang bambu kecil sepanjang 2 meter

Tujuan Mengembangkan tingkat adversity quotient yang sudah ada pada diri

Para peserta (mahasiswa 2014) dibagi kedalam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 10 peserta. Setiap kelompok dibagikan satu batang bambu. Kemudian setiap anggota kelompok berbaris berhadap-hadapan. Dalam permainan ini kelompok diminta untuk mengangkat batang bambu hanya dengan dua jari dari setiap anggota yang berjejer membentuk seperti jembatan. Posisi batang bambu pada saat di angkat ialah horizontal, dan pada saat diangkat bambu tersebut harus tetap pada posisi lurus.

Terdapat beberapa peraturan pada permainan ini:

a. Kedua jari telunjuk masing-masing anggota harus menyentuh batang bambu dan ikut serta dalam mengangkat bambu itu.

b. Bambu diangkat dari posisi masih di tanah.

c. Ketika bambu diangkat posisinya tidak lurus harus diulang lagi dari bawah sampai posisi bambu benar-benar lurus.

d. Kelompok harus mampu mengatur strategi agar proses mengangkat bambu ini berhasil.

Selama permainan diharapkan setiap peserta mampu menyadari adversity quotient yang ada dalam diri mereka masing-masing. Dalam permainan ini tercakup 4 aspek yang terkait dalam adversity quotient, yaitu Control, O2(origin dan ownership),

Reach, dan Endurance. Keempat nilai aspek tersebut ditunjukkan saat peserta sedang berproses bersama ketika dalam permainan ini. Pada permainan ini akan


(3)

terlihat bagaimana setiap peserta ini menghadapi kesulitan,mencari solusi, mengolah emosi, dan mengendalikan diri. Selain itu apakah ketika dalam kelompok mengalami kegagalan, akankah masing-masing pribadi cenderung menyalahkan teman dalam kelompok atau hal-hal yang berada disekitarnya atau justru malah cenderung merasa sadar bahwa ketika mengalami kegagalan, diri sendiri juga menjadi penyebabnya. Pada permainan ini juga akan terlihat jika terjadi kegagalan apakah setiap peserta ini akan tetap menjalin relasi yang baik dengan anggota kelompoknya atau tidak. Dan yang terkhir, pada permainan ini akan terlihat bagaimana kegigihan peserta dalam proses mencapai harapan yang diinginkan.

2. Rundown Kegiatan II

No Keterangan

1 Topik/Pokok Bahasan Adversity Quotient

2 Judul Follow up dari kegiatan I

3 Indikator(Tujuan Khusus) 1. Mampu memahami perubahan-perubahan yang terjadi setelah mengikuti kegiatan I, terutama dalam hal:

a. Mengatur waktu kuliah, magang, dan kegiatan organisasi

b. Menyelesaikan semua tanggung jawab yang diberikan

c. Menjalin relasi dan kerjasama dengan lingkungan serta orang disekitar


(4)

2. Mampu menyadari apa yang menjadi hambatan ketika belum ada perubahan yang dialami setelah mengikuti

kegiatan I.

3. Mengetahui sejauh mana ketahanan diri ketika menghadapi sebuah hambatan 5 Metode Kegiatan Diskusi, Sharing,Refleksi dan Evaluasi 6. Tempat pelaksanaan Kampus III Universitas Sanata Dharma 7. Waktu Pelaksanaan 1 hari

8. Alat/media Alat Tulis

9 Evaluasi Pada kegiatan ke II ini, para mahasiswa akan diberikan kuesioner pada awal kegiatan berlangsung. Kuesioner ini dibuat berdasarkan jawaban dari pertanyaan terbuka yang sudah dituliskan para mahasiswa pada kegiatan I. Dan dari hasil kuesioner ini akan diketahui sejauh mana perubahan yang dialami oleh para

mahasiswa angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling setelah mengikuti adversity quotient development kegiatan I. Oleh karena itu setelah hasil diketahui dan di share kepada mahasiswa akan terlihat mana yang sudah berkembang dan memiliki perubahan mana yang belum, dan itulah yang akan menjadi bahan diskusi pada kegiatan II ini.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Tingkat kejenuhan belajar mahasiswa (studi deskriptif pada mahasiswa angkatan 2013 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

0 1 99

Deskripsi tingkat daya juang mahasiswa angkatan 2011 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

3 34 100

Deskripsi tingkat kesiapan mahasiswa menghadapi pernikahan (studi deskriptif pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan implikasinya pada usulan topik-topik bimbingan persiapan berkeluarga).

0 0 84

Studi tentang tingkat kebiasaan proaktif mahasiswa semester III program studi bimbingan dan konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan tahun 2006.

0 9 106

Tingkat kejenuhan belajar mahasiswa (studi deskriptif pada mahasiswa angkatan 2013 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

4 18 97

Minat mahasiswa bimbingan dan konseling angkatan 2005 dalam kegiatan pendidikan di program studi bimbingan dan konseling Universitas Sanata Dharma - USD Repository

0 0 119

Deskripsi motivasi belajar mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan tahun 2010 - USD Repository

0 0 92

Tingkat kecenderungan perilaku konsumtif mahasiswa Program Studi Bimbingan Dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2011 tahun akademik 2013/2014 - USD Repository

0 0 68

Deskripsi tingkat kemandirian belajar mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2013 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal - USD Repository

0 0 112

Tingkat kreativitas mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta - USD Repository

0 0 103