Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar

(1)

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH

POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT

DALAM MENDUKUNG KONSERVASI

HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

CUT MEURAH INTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

Judul Penelitian : Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar Nama : Cut Meurah Intan

NRP : E 051054165

Disetujui Komisi Pembimbing,

Dr.Ir. Yeni A.Mulyani, M.Sc Dr.Ir.Burhanuddin Masy’ud, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof.Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 25 Agustus 2008 Tanggal Lulus:


(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Cut Meurah Intan NRP. 051054165


(5)

2008. This research using Pride Campaign methodology. This methodology adopts social marketing approach to solve any kind of social problems such as conservation problems. The objective of this research is to identify livestock management system at Jantho community before and after Pride Campaign implementation, and identify community participation in forest protection before and after Pride Campaign implementation. Through many kind of intervention during one year Pride Campaign, this campaign succeeded to encourage community behavior change for better resources management. This behavior change, indicated by common agreement in Jantho Lama community (35 HH) to improve their livestock management system and common agreement among community from 5 villages in Jantho to manage 1500 ha protected forest area as their water resource and habitat for Sumatran tiger.


(6)

CUT MEURAH INTAN. Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar. Dibimbing oleh YENI A. MULYANI dan BURHANUDDIN MASY’UD.

Penelitian tentang Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat Dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar telah dilakukan dari September 2006 sampai dengan Juli 2008. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi perubahan perilaku masyarakat Kecamatan Kota Jantho dalam pola pengelolaan ternak dan partisipasi perlindungan hutan sebelum dan sesudah pelaksanaan program Kampanye Bangga. Kampanye Bangga dilaksanakan di Kecamatan Kota Jantho karena terletak di dekat hutan lindung Jantho Kawasan Ekosistem Seulawah Aceh Besar yang diketahui menjadi habitat harimau sumatera. Penurunan kualitas hutan Jantho akibat kegiatan penebangan, kebakaran hutan, dan alih fungsi lahan menyebabkan harimau makin sering bergerak menuju permukiman penduduk. Sementara itu, pola pengelolaan ternak masyarakat secara tradisional yaitu melepas ternak dekat dengan hutan lindung tanpa pengawasan telah memperbesar peluang ternak dimangsa oleh harimau sumatera (Mapayah 2006).

Penelitian ini menggunakan metodologi Kampanye Bangga yang dikembangkan oleh Rare International yaitu sebuah metodologi yang memadukan pendidikan konservasi dengan teknik social marketing yang bertumpu pada perubahan perilaku. Pelaksanaan Kampanye Bangga dengan menerapkan prinsip-prinsip social marketing serta dilakukan secara partisipatif dan intensif telah terbukti membantu menyelesaikan permasalahan konservasi selama lebih dari 15 tahun di lebih dari 40 negara (Rare 2006).

Prosedur dalam melaksanakan program Kampanye Bangga terdiri dari 3 tahap yaitu 1). Tahap Perencanaan yang bertujuan mengumpulkan informasi mengenai kawasan target sebagai bahan dalam merumuskan program Kampanye Bangga di lokasi target. Strategi pengumpulan informasi dilakukan melalui a). Studi Pustaka dan Analisa Stakeholder; b). Pertemuan Stakeholder Pertama yang dilakukan untuk mengembangkan sebuah Model Konseptual; c). Diskusi

Kelompok Terfokus; d). Survei Pra Kampanye e). Pertemuan Stakeholder Kedua f). Penetapan tujuan dan sasaran SMART yaitu sasaran yang spesifik, terukur,

berorientasi pada aksi, dan terikat waktu (Salafsky dan Margolouis 1998). Rumusan kegiatan Kampanye Bangga yang dilakukan selama 1 tahun kampanye disusun dalam sebuah dokumen rencana kerja. 2). Tahapan pelaksanaan yaitu melaksanakan kegiatan-kegiatan Kampanye Bangga yang sudah dirancang dalam dokumen rencana kerja, juga pelaksanaan survei pasca kampanye untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan program Kampanye Bangga serta mengidentifikasi indikator-indikator yang menunjukkan perubahan perilaku

masyarakat terkait pola pengelolan ternak dan partisipasi perlindungan hutan. 3).Tahap Pengolahan/Analisis Data dan Penulisan Tesis yaitu tahapan mengolah

dan menganalisis data yang dikumpulkan di akhir periode Kampanye Bangga sebagai bahan kajian efektivitas penerapan Kampanye Bangga, serta penulisan tesis.


(7)

menggunakan lembar tes dalam survei pra dan pasca kampanye. Lembar kuesioner yang digunakan pada saat survei pra kampanye sama dengan lembar kuesioner pada saat survei pasca kampanye. Analisis perubahan perilaku dilihat dengan membandingkan pola perilaku sebelum dan sesudah pelaksanaan Kampanye Bangga.

Hasil kampanye menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan masyarakat target tentang hubungan hutan dengan ketersediaan air bersih yaitu dari 17.6% yang tidak tahu hubungannya menjadi hanya 6% di akhir periode kampanye. Peningkatan pengetahuan yang terjadi pada kelompok petani sebesar 12.4% dari sebelumnya ada 22% petani yang tidak tahu hubungan hutan dengan ketersediaan air bersih menurun menjadi hanya 9.6% yang tidak tahu hubungannya. Pengetahuan tentang penyebab harimau semakin sering turun ke kampung juga meningkat sebesar 26% dari yang sebelumnya 30% menjadi hanya 4% yang tidak tahu penyebabnya. Perbaikan sikap terhadap pengelolaan hutan bersama juga meningkat menjadi 47% di akhir periode kampanye.

Kampanye Bangga yang dijalankan secara partisipatif dengan menerapkan prinsip-prinsip social marketing memberikan pengaruh positif terhadap perbaikan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sasaran. Indikasi bahwa Kampanye Bangga berjalan efektif dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat sasaran adalah 1). Pada akhir periode kampanye setidaknya 1 desa di Jantho yang terdiri dari 35 KK mulai memperbaiki pola pengelolaan ternak mereka menuju pola pengelolaan intensif. Semua peternak di desa ini (25 KK) mulai membangun kandang bersama seluas 40x30 meter secara gotong royong; 2). Pada akhir periode kampanye setidaknya 5 desa di Jantho membentuk Kelompok Perlindungan Hutan yang dinamakan Forum Perlindungan Mata Air Krueng Kalok dan sepakat melindungi kawasan hutan lindung Jantho seluas 1500 hektar sebagai upaya mempertahankan hutan bagi sumber air dan habitat bagi harimau sumatera.


(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

DALAM MENDUKUNG KONSERVASI

HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

CUT MEURAH INTAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Profesi

Pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak September 2006 – Juli 2008 dan diberi judul Penerapan Kampanye Bangga Untuk Mengubah Pola Pengelolaan Ternak Masyarakat dalam Mendukung Konservasi Harimau Sumatera di Jantho Aceh Besar.

Terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada Ibu Dr.Ir. Yeni A.Mulyani M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud MS yang telah dengan sabar membimbing penulis selama penelitian ini. Disamping itu terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh tim dosen tahun pertama Program Khusus Pendidikan Konservasi kerjasama IPB dan Rare International yaitu Prof.Dr.Ir.Harini Muntasib,MS; Dr.Ir. Rinekso Soekmadi.M.Sc.F; Dr.Ir.Yeni A. Mulyani,M.Sc; Ir.Dones Rinaldi,M.Sc.F; Ir. Arzyana Sunkar M.Sc, kepada Manajer Kursus Rare Indonesia Hari Kushardanto dan Ni Putu Sarilani Wirawan atas asistensi selama pelaksanaan program Kampanye Bangga. Terima kasih juga kepada teman Angkatan 1 Bogor – PIZSA.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda T.Z. Abidin Hasan (Alm) dan Ibunda Nur’aini Umar (Almh) dan Empat Adik-adikku yang pergi dalam Tsunami 2006, Agusti, Abin, Nirza, Syahrul, Masyarakat Jantho, teman-teman di Bogor serta seluruh keluarga atas segenap cinta dan do’a tulusnya.


(11)

T.Z. Abidin Hasan dan Ibu Nur’aini Umar. Penulis merupakan putri pertama dari tujuh bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri 4 Banda Aceh dan pada tahun yang sama lulus seleksi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Penulis memilih Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Tahun 2006 penulis lulus seleksi Manajer Kampanye Angkatan Pertama Indonesia yang dilakukan oleh Rare dan berhak menjalankan Program Kampanye Bangga yang didanai oleh USAID dengan asistensi dari Rare Indonesia. Penulis merupakan salah satu Manajer Kampanye Bangga yang mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari IPB.


(12)

i

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN...v

I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...3

1.3. Kerangka Pemikiran...5

1.4. Tujuan Penelitian ...7

1.5. Manfaat Penelitian ...7

II. TINJAUAN PUSTAKA...8

2.1. Sejarah Kampanye Bangga ...8

2.2. Kampanye Bangga Untuk Konservasi ...9

2.3. Prosedur Kerja Kampanye Bangga ...9

2.4. Hasil Yang Pernah Dicapai Oleh Kampanye Bangga...17

2.5. Perubahan Perilaku Untuk Konservasi...19

2.6. Pendidikan Untuk Mendorong Perubahan Perilaku...20

2.7. Mengubah Perilaku Melalui Perubahan Sikap...21

2.8. Teknik Social Marketing...22

2.9. Kampanye Bangga Sebagai Metode Pendekatan Massal...25

2.10. Teknik Menyampaikan Pesan Untuk Perubahan Perilaku ...25

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ...27

3.1. Kecamatan Kota Jantho...27

3.2. Gambaran Umum Masyarakat ...28

3.2.1. Gambaran Umum Masyarakat Aceh Besar...28

3.2.2. Kondisi Sosial Budaya ...29

3.2.3. Situasi Politik ...30

3.2.4. Hutan di Jantho ...30

3.2.5. Kearifan Tradisional Pengelolaan Sumber Daya Hutan ...31

3.2.6. Permasalahan Konservasi...32

IV. METODE PENELITIAN...36

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ...36

4.2. Alat dan Bahan...37

4.3. Metode ...37

4.3.1. Penentuan Lokasi dan Responden...37

4.3.2. Data dan Informasi ...38


(13)

ii

5.1. Deskripsi Umum Responden Pra Kampanye Bangga...44

5.1.1.Deskripsi Responden...44

5.1.2.Preferensi Media dan Saluran Komunikasi...45

5.1.3.Pengetahuan Responden ...49

5.1.4.Sikap Responden...51

5.1.5.Perilaku Responden...52

5.2.Rancangan Program Kampanye Bangga...54

5.2.1.Hasil Tahap Perencanaan ...54

5.2.2.Materi Komunikasi ...63

5.2.3.Bentuk Kegiatan...70

5.3.Deskripsi Umum Masyarakat Pasca Kampanye Bangga ...81

5.3.1.Pengetahuan Responden ...81

5.3.2.Sikap Responden...85

5.3.3.Indikasi Efektivitas Kampanye Bangga terhadap Pola Pengelolaan Ternak dan Partisipasi Perlindungan Hutan ...87

5.3.4.Analisis Efektivitas Kampanye Bangga terkait Kondisi Aceh Terkini (Existing Condition) ...89

VI. SIMPULAN DAN SARAN...91

6.1. Simpulan ...91

6.2. Saran...92

DAFTAR PUSTAKA ...93


(14)

iii

Tabel 2 Kelebihan dan keterbatasan Diskusi Kelompok Terfokus...13

Tabel 3 Tahapan Inovasi dan Perubahan ...26

Tabel 4 Pelaksanaan Diskusi Kelompok Terfokus ...40

Tabel 5 Pekerjaan utama responden di Kecamatn Kota Jantho ...45

Tabel 6 Tingkat kepercayaan responden desa target terhadap media audio ...46

Tabel 7 Program radio yang paling digemari per umur responden desa target ...46

Tabel 8 Tingkat kepercayaan responden desa target kepada sumber informasi lain ...47

Tabel 9 Tingkat kepercayaan responden kelompok kontrol kepada sumber informasi (n=102)...48

Tabel 10 Tingkat pengetahuan responden kelompok kontrol mengenai kaitan hutan yang sehat dengan ketersediaa air bersih (n=102) ...50

Tabel 11 Kecenderungan perilaku responden Kota Jantho...53

Tabel 12 Perilaku responden target berkenaan dengan membicarakan dampak menebang pohon di kawasan hutan lindung (n=183)...53

Tabel 13 Perilaku responden kelompok kontrol berkenaan dengan membicarakan dampak menebang pohon di kawasan hutan lindung (n=102)...62


(15)

iv

keselarasan konservasi harimau sumatera dengan

kehidupan masyarakat...6

Gambar 2 Ilustrasi Model Konseptual ...11

Gambar 3 Perbandingan jenis kelamin responden di Jantho (n=183) ...44

Gambar 4 Sikap responden terhadap kesepakatan bersama masyarakat untuk pengelolaan hutan menurut jenis kelamin laki-laki (a) dan perempuan (b) ...51

Gambar 5 Sikap terhadap kesepakatan bersama masyarakat untuk pengelolaan hutan menurut jenis kelamin laki-laki (a) dan perempuan (b) (n=102)...52

Gambar 6 Poster...64

Gambar 7 Pin...65

Gambar 8 Lembar Fakta...65

Gambar 9 Lembar Dakwah ...66

Gambar 10 Kostum ...67

Gambar 11 Kantong Belanja...67

Gambar 12 Kalender ...68

Gambar 13 Komik ...68

Gambar 14 Proses rekaman dan album lagu konservasi populer...69

Gambar 15 Kunjungan Sekolah ...70

Gambar 16 Panggung Boneka...71

Gambar 17 Pelajar SD sedang mengikuti lomba cipta puisi...72

Gambar 18 Pelajar SD sedang menyusun puzzle...72

Gambar 19 Lomba Dai Konservasi...74

Gambar 20 Workshop Membangun Kesepakatan Pengelolaan Hutan ...75

Gambar 21 Penyuluhan dari Balai Penyuluhan Peternakan...76

Gambar 22 Pertemuan Ulama di Mesjid Raya Jantho ...77

Gambar 24 Perubahan pengetahuan petani mengenai hubungan hutan dan ketersediaan air, sebelum dan sesudah Kampanye Bangga ...81

Gambar 25 Perubahan pengetahuan seluruh responden mengenai hubungan hutan dan ketersediaan air, sebelum dan sesudah Kampanye Bangga (n=183)...82

Gambar 26 Perubahan pengetahuan mengenai penyebab harimau semakin sering turun ke permukiman (n=183) ...82

Gambar 27 Perubahan sikap petani terhadap keyakinan melestarikan hutan bersama-sama, sebelum dan sesudah Kampanye Bangga...86


(16)

v

Halaman

Lampiran 1 Matriks Stakeholder...94

Lampiran 2 Model Konseptual Awal...100

Lampiran 3 Model Konseptual Final ...101

Lampiran 4 Bentuk Kegiatan Kampanye Yang Dikembangkan...102

Lampiran 5 Peta Kawasan Perlindungan Mata Air Krueng Kalok oleh 5 Desa di Jantho ...116

Lampiran 6 Evaluasi Guru Untuk Kunjungan Sekolah...117

Lampiran 7 Lembar Kuesioner ...119

Lampiran 8 Naskah Sandiwara Panggung Boneka ...110


(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan-hutan di Jantho Kabupaten Aceh Besar yang merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Seulawah (KES) Nanggroe Aceh Darussalam, juga berfungsi sebagai habitat beberapa spesies langka seperti gajah sumatera dan harimau sumatera. Kawasan hutan ini juga merupakan hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng (Kr.) Aceh, dan menjadi sumber air bagi masyarakat di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh (John et al 2005).

Kegiatan penebangan, kebakaran hutan, perburuan dan alih fungsi lahan di dalam kawasan hutan Jantho menyebabkan menurunnya daya dukung habitat harimau sumatera. Menurut Alikodra (1990) menurunnya kualitas habitat serta adanya rangsangan dari luar akan menyebabkan pergerakan satwa liar keluar habitatnya. Situasi ini terjadi di kawasan Jantho. Menurunnya daya dukung habitat telah mengakibatkan harimau keluar dari hutan dan menuju desa-desa yang terletak di dekat hutan Jantho.

Kondisi ini telah menimbulkan permasalahan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Umumnya masyarakat Jantho mengelola ternak secara tradisional yaitu melepas ternak dekat dengan hutan lindung tanpa pengawasan. Model kandang yang digunakan untuk mengandangkan ternak kambing atau sapi adalah model kandang terbuka, sehingga memudahkan harimau memangsa ternak yang dikandangkan pada malam hari. Dari survei yang dilakukan diketahui bahwa dalam tahun 2006 tidak kurang dari 20 ekor ternak warga Jantho menjadi mangsa harimau sumatera (Mapayah 2006).

Untuk mengatasi permasalahan ini, masyarakat atau instansi terkait melakukan berbagai upaya penanganan seperti menjerat, membuat perangkap dengan menggunakan umpan, atau melumpuhkan harimau dengan tembak bius. Namun, upaya-upaya tersebut belum namun belum pernah berhasil mengatasi permasalahan. Kegagalan pendekatan ini menyebabkan sampai saat ini masyarakat merasa tidak aman dan terus mengalami kerugian materil.

Harimau sumatera merupakan satwa liar yang terancam punah dengan jumlah populasi sekitar 400 ekor dan tingkat kematian 66 ekor per tahun (WWF


(18)

2006). Oleh karena itu membunuh harimau sumatera bukanlah jalan keluar. Selain karena satwa ini dilindungi oleh UU, juga jika ditinjau dari ilmu ekologi populasi maka punahnya suatu jenis tumbuhan atau hewan akan menggangu sistem rantai makanan dan mengganggu keseimbangan ekologi secara global (Primarcks 2005).

Kasus ini memperlihatkan bahwa ada dua sisi kepentingan yang harus diperjuangkan. Di satu sisi adalah memperjuangkan kelestarian harimau sumatera sebagai salah satu spesies yang terancam punah dan di sisi yang lain adalah kepentingan masyarakat untuk dapat hidup tenang tanpa merasa terancam dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.

Informasi yang dikumpulkan dari Dinas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan Banda Aceh menunjukkan bahwa masih ada upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko ternak dimangsa harimau, yaitu dengan mengubah pola peternakan tradisional menjadi pola peternakan intensifikasi. Disamping itu, masyarakat juga perlu didorong untuk terlibat dalam upaya perlindungan hutan untuk mempertahankan hutan Jantho sebagai habitat harimau sumatera (Mapayah 2006).

Dengan memperhatikan dua sisi kepentingan di atas dan mengingat ketidakberhasilan berbagai pendekatan yang telah dilakukan sebelumnya maka dilakukanlah Kampanye Bangga, yaitu penggunaan prinsip-prinsip social marketing untuk mencapai perubahan perilaku masyarakat sehingga dapat mendukung upaya-upaya konservasi. Hal ini didasari pada pemikiran, bahwa permasalahan konservasi pada akhirnya disadari sebagai sebuah masalah yang tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya memperbaiki kehidupan manusia. Upaya memperbaiki kehidupan manusia salah satunya dapat ditempuh melalui kegiatan pendidikan.

Pendidikan konservasi adalah salah satu pendekatan yang ditujukan untuk membentuk hubungan positif antara individu dengan lingkungan melalui proses peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap dan perilaku. Perubahan perilaku manusia dibutuhkan dalam memecahkan upaya konservasi, karena manusia adalah bagian dari penyebab timbulnya permasalahan konservasi, sekaligus juga merupakan bagian dari solusinya (Hamiudin 2007).


(19)

Kampanye Bangga diakui oleh banyak pihak memiliki beberapa kelebihan; salah satunya adalah penggunaan teknik social marketing dalam memasarkan pesan-pesan konservasinya. Secara sederhana social marketing adalah aplikasi teknologi pemasaran yang dikembangkan dalam sektor komersial untuk memecahkan masalah-masalah sosial di mana perubahan perilaku adalah hal yang paling penting (Weinreich 1999).

Kampanye Bangga dengan teknik social marketing telah digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan konservasi selama lebih dari 15 tahun di lebih dari 40 negara. Kampanye Bangga yang dilakukan secara partisipatif dan intensif telah berhasil membangun momentum untuk konservasi dengan cara membangun konstituen yang diperlukan untuk membuat perubahan kebijakan, reformasi, perundang-undangan dan penciptaan kawasan konservasi baru dengan mendorong pendanaan oleh sektor swasta maupun publik dari dalam negeri, dengan mengubah perilaku yang lebih lestari dan dengan menitikberatkan perhatian masyarakat kepada ekosistem atau spesies yang terancam punah (Rare 2006).

Kampanye Bangga adalah sebuah program peningkatan kesadaran yang terarah dan dapat dikerja-ulangkan (replicable) pada situasi sosial budaya yang berbeda. Kampanye ini ditujukan bagi masyarakat dan individu di kawasan yang memiliki nilai ekologis sangat tinggi di dunia ini; misalnya di kawasan yang masih ditemukan spesies-spesies endemik atau spesies langka. Kampanye Bangga selalu menggunakan spesies kunci yang menarik serta menjadi kebanggaan masyarakat lokal untuk dijadikan maskot atau simbol kebanggaan lokal. Spesies kunci yang menjadi kebanggaan lokal tersebut menjadi maskot dalam pelaksanaan Kampanye Bangga (Rare 2006).

1.2. Perumusan Masalah

Hutan Jantho di Kawasan Ekosistem Seulawah Aceh Besar merupakan habitat harimau sumatera dan merupakan daerah tangkapan air yang penting bagi masyarakat Aceh Besar dan Banda Aceh. Kegiatan penebangan, kebakaran, perburuan dan alih fungsi lahan di dalam kawasan hutan Jantho telah menyebabkan menurunnya kualitas habitat harimau sumatera. Akibatnya harimau


(20)

semakin sering bergerak ke permukiman yang berbatasan dengan hutan lindung. Kondisi ini menyebabkan masyarakat di sekitar hutan merasa tidak aman dan juga mengalami kerugian akibat pemangsaan ternak (kambing atau sapi) oleh harimau sumatera. Adanya pemangsaan ternak oleh harimau disebabkan masyarakat Jantho mengelola ternak secara tradisional, yaitu melepas ternak dekat dengan hutan lindung tanpa pengawasan dan model kandang yang dipakai adalah model terbuka yang memudahkan harimau masuk ke dalam kandang saat ternak dikandangkan pada malam hari.

Informasi dari Dinas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan Banda Aceh menyebutkan bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko ternak dimangsa oleh harimau adalah dengan mengubah pola peternakan tradisional menjadi pola peternakan intensifikasi. Disamping itu masyarakat juga perlu didorong untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan sebagai upaya memperbaiki dan melestarikan hutan Jantho sebagai habitat harimau sumatera.

Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang terjadi akan dijawab dengan mendorong perubahan perilaku masyarakat di sekitar kawasan hutan Jantho dalam pola pengelolaan ternak serta partisipasi dalam perlindungan hutan. Penelitian ini menggunakan metodologi Kampanye Bangga yaitu metode pendidikan konservasi dengan sistem social marketing yang bertumpu pada perubahan perilaku. Metode ini telah direplikasikan di banyak tempat di seluruh dunia dan terbukti telah mampu mendorong perubahan perilaku masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Untuk melihat peran Kampanye Bangga di Jantho maka pertanyaan penelitian yang dijawab pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pola peternakan masyarakat Jantho sebelum dan sesudah dilaksanakan Kampanye Bangga?

2. Bagaimana partisipasi masyarakat Jantho dalam perlindungan hutan sebelum dan sesudah Kampanye Bangga?

1.3. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ini didasari atas fungsi hutan Jantho Aceh Besar sebagai habitat harimau sumatera yang terus terancam oleh faktor-faktor langsung seperti kegiatan penebangan, kebakaran hutan, perburuan dan alih fungsi lahan.


(21)

Hutan Jantho sebagai habitat harimau sumatera terus mengalami penurunan kualitas akibat kegiatan penebangan, kebakaran dan alih fungsi lahan. Hasil pengumpulan informasi awal menunjukkan bahwa faktor tidak langsung dari menurunnya kualitas hutan Jantho adalah kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan perlindungan hutan.

Penurunan kualitas habitat harimau menyebabkan pergerakan harimau keluar dari habitatnya dan menuju permukiman yang berbatasan dengan hutan lindung. Ketika hal ini terjadi, upaya yang biasanya dilakukan oleh masyarakat adalah membuat perangkap dengan menggunakan umpan, menjerat, atau berusaha menembak namun belum pernah berhasil mengatasi permasalahan yang terjadi. Kegagalan upaya-upaya yang biasanya dilakukan menyebabkan ternak masih terus beresiko dimangsa oleh harimau sumatera.

Masyarakat Jantho memiliki pola pengelolaan tradisional yaitu melepas ternak dekat dengan hutan lindung tanpa pengawasan serta model kandang terbuka. Hal ini mengakibatkan tingginya resiko ternak dimangsa oleh harimau sumatera. Akibatnya, masyarakat merasa tidak aman dan mengalami kerugian materil. Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat berada pada kondisi tidak aman dan mengalami kerugian materil diketahui akibat tidak adanya aksi untuk mengubah pola pengelolaan ternak mereka.

Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode Kampanye Bangga sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan perlindungan hutan serta mendorong perubahan pola pengelolaan ternak. Perubahan perilaku masyarakat dalam bentuk partisipasi perlindungan hutan dan perubahan pola pengelolaan ternak akan menciptakan keselarasan antara kehidupan masyarakat lokal dengan kegiatan konservasi harimau sumatera. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 1.


(22)

Gambar 1:

Gambar 1 Kerangka pemikiran pendekatan kampanye bangga untuk mewujudkan keselarasan konservasi harimau sumatera dengan kehidupan masyarakat.

-Diperangkap -Dijerat -Dibius

Hutan Jantho

Masyarakat Tidak Aman

dan Mengalami Kerugian Materil

Penurunan Kualitas Habitat

Kampanye Bangga

Masyarakat Mengubah Pola

Pengelolaan Ternak

Keselarasan Antara Kehidupan Masyarakat dengan Konservasi Harimau Sumatera

Harimau bergerak keluar hutan dan

ke permukiman

Ternak dimangsa harimau Pola Peternakan

Tradisional

Masyarakat Belum Terlibat Aktif Dalam

Perlindungan Hutan Habitat Harimau

Sumatera

Masyarakat berpartisipasi aktif

dalam perlindungan hutan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat


(23)

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi perilaku masyarakat Jantho dalam pola pengelolaan ternak sebelum dan sesudah pelaksanaan Kampanye Bangga.

2. Mengidentifikasi perilaku masyarakat Jantho dalam kegiatan perlindungan hutan sebelum dan sesudah pelaksanaan Kampanye Bangga.

1.5.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pihak yang ingin menyelesaikan permasalahan konservasi atau permasalahan sosial lainnya dengan menggunakan metode Kampanye Bangga dengan mengadopsi teknik social marketing.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kampanye Bangga

Pada akhir tahun 1970 Departemen Kehutanan Saint Lucia Kepulauan Karibia hangat mendiskusikan isu pendidikan lingkungan. Pada saat itu pihak departemen menyatakan bahwa mereka harus melakukan sesuatu agar masyarakat tidak lagi menghancurkan hutan dan mau menyelamatkan satwa yang terancam punah. Namun Departemen Kehutanan tidak memiliki banyak dana untuk pendidikan lingkungan sehingga mereka memutuskan untuk membuat poster. Poster dibuat tanpa melakukan penelitian terhadap masyarakat target, tanpa mengetahui apakah poster menjadi alat yang tepat dalam menyampaikan pesan, dan tidak memiliki sebuah panduan yang dapat membantu dalam merancang sebuah poster yang mampu memberikan motivasi agar masyarakat dapat melakukan aksi demi perubahan yang nyata. Belajar dari pembuatan poster yang tidak efektif tersebut membuat mereka mencoba metode-metode baru yang pada akhirnya menjadi sebuah metodologi yang disebut dengan Kampanye Bangga Rare (Rare 2006).

Saat itu Kampanye Bangga berhasil meraih dukungan publik terhadap perlindungan burung nuri terancam punah Amazona versicolor. Burung nuri ini berhasil dideklarasikan sebagai burung nasional dan diperkuat status perlindungannya dengan undang-undang. Pada tahun 1992 lembaga konservasi dunia IUCN menyatakan bahwa sejarah konservasi di Saint Lucia telah menjadi model bagi negara Karibia lainnya dan menjadi sebuah pencapaian yang tidak ada bandingannya di manapun di seluruh dunia. Saat ini metodologi Kampanye Bangga telah berkembang di seluruh Amerika Latin, Pasifik, Afrika, dan Asia. Saat ini Rare telah menyelesaikan hampir 100 kampanye di 44 negara yang dilaksanakan oleh pemimpin lokal yang dilatih dan didukung sepenuhnya oleh Rare International. Rare adalah lembaga internasional yang memiliki misi konservasi spesies yang terancam serta ekosistem-ekosistem penting di seluruh dunia dengan membangkitkan inspirasi orang untuk kemudian bersedia merawat dan melindungi alam (Rare 2006).


(25)

2.2. Kampanye Bangga Untuk Konservasi

Kampanye Bangga dapat digunakan jika kita membutuhkan dukungan yang lebih kuat dari masyarakat dalam upaya-upaya konservasi, membutuhkan konstituen setempat untuk menjaga dan merawat tempat-tempat yang dilindungi serta memanfaatkannya secara berkelanjutan, membutuhkan alat bantu untuk penyuluhan dan perubahan perilaku yang dapat direplikasi dan diterapkan untuk mencapai tujuan konservasi, membutuhkan akses terhadap praktisi lingkungan di seluruh dunia, dan juga membutuhkan pelatihan tingkat lanjut mengenai pemasaran sosial. Semua kebutuhan tersebut dapat terpenuhi jika Kampanye Bangga dijalankan dengan kerja keras serta penuh dedikasi. Di Indonesia kebutuhan alat bantu untuk perubahan perilaku sangat tinggi. Banyak penduduk yang tinggal di sekitar kawasan lindung tidak memahami bagaimana mereka dapat membantu dalam menyelamatkan alam. Oleh karena itu Rare dengan Kampanye Bangga mengkhususkan diri dalam membangun dukungan masyarakat terhadap konservasi dan mengubah perilaku yang merusak alam. Kampanye ini disebut Kampanye Bangga karena mendorong masyarakat untuk memiliki kebanggaan dan melindungi aset alam yang mereka miliki dan tidak ada di tempat lain. Dalam melaksanakan programnya Kampanye Bangga menggunakan teknik pemasaran sosial. Model Kampanye Bangga selalu menggunakan spesies flagship sebagai pembawa pesan kampanye. Spesies flagship akan dipilih oleh masyarakat dan akan menjadi simbol kebanggaan lokal. Penggunaan spesies kunci sebagai maskot akan membantu memberikan emosi yang sangat kuat yaitu kebanggaan (Rare 2006).

2.3. Prosedur Kerja Kampanye Bangga

Prinsip dalam menjalankan Kampanye Bangga adalah penerapan konsep manajemen adaptif dalam merancang, melaksanakan, dan memantau program konservasi (Salafsky dan Margolouis 1998). Oleh karena itu Kampanye Bangga terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan. Ketiga tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

I. Tahap Perencanaan, tahap perencanaan meliputi: 1) Kajian Pustaka dan Analisa Kawasan


(26)

Kajian pustaka dilakukan oleh manajer kampanye untuk memahami dengan lebih baik kawasan dan berbagai hal yang berlangsung di kawasan. Penekanan khusus dibuat dengan pemahaman kepada siapa yang menjadi pemain utama dan kegiatan apa yang dilakukan. Salah satu hasil dari proses ini adalah matriks analisa stakeholder yang mengidentifikasikan pemain utama dan kepentingannya terhadap kawasan (Salafsky dan Margolouis 2008).

Keterlibatan masyarakat dari awal perencanaan program Kampanye Bangga adalah mutlak. Hal ini untuk menjamin bahwa ide dan gagasan yang muncul dari bawah dapat terakomodasikan. Selain itu keterlibatan aktif masyarakat juga dapat membangun dukungan dan komitmen luas untuk bertindak. Lokakarya pemangku kepentingan atau pertemuan stakeholder (Stakeholder Workshop) merupakan salah satu forum yang dipakai untuk dapat menampung keterlibatan masyarakat. Dalam stakeholder workshop, ide, masukan dan suara dari berbagai kelompok yang berkepentingan dirangkum menjadi gagasan kolektif (Rare 2006).

Tahapan yang paling penting adalah mendapatkan anggota masyarakat yang dapat mewakili kepentingan masyarakat keseluruhan. Isu representasi mengemuka terutama karena dengan segala keterbatasan yang dimiliki sangatlah tidak mungkin melibatkan seluruh anggota masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan waktu yang tersedia dan kompleksitas sosial budaya masyarakatnya. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu dalam menilai kepentingan dan keterwakilan anggota kelompok masyarakat yang dilibatkan(Rare 2006).

Pendekatan ini menitikberatkan kepada isu dan motif yang dibawa oleh seorang peserta, serta konsekuensi dan sumbangan potensial yang dapat diberikan untuk program secara keseluruhan. Keluaran dari analisa stakeholder adalah suatu matriks yang disebut dengan matriks analisa stakeholder. Berdasarkan matriks ini, peserta pertemuan stakeholder ditentukan. Tidak semua peserta atau individu atau wakil kelompok masyarakat yang ada di dalam matriks ini akan dilibatkan. Terutama jika kepentingannya dan sumbangannya sudah dapat diwakili oleh peserta lain (Salafsky dan Margolouis 1998).


(27)

2) Pertemuan Stakeholder Pertama

Matriks stakeholder dipakai untuk menentukan dan mengundang kelompok atau individu ke dalam suatu pertemuan stakeholder. Dalam pertemuan ini para stakeholder bekerjasama dengan difasilitasi oleh manajer kampanye untuk mengembangkan Model Konseptual (Concept Model) dari ancaman kunci yang ada. Pertemuan ini akan menghasilkan sebuah Model Konseptual, Pemeringkatan Ancaman, serta Kandidat maskot dan slogan bagi Kampanye Bangga.

Model Konseptual (Concept Model) adalah suatu diagram dari satu set hubungan antara faktor-faktor tertentu yang diyakini memberi dampak terhadap atau menghantar ke suatu kondisi target. Model Konseptual yang baik adalah:

a) Menampilkan sebuah gambaran situasi di lokasi target.

b) Menunjukkan perkiraan hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi target.

c) Hanya menghadirkan faktor yang relevan.

d) Didasarkan atas data atau informasi yang dapat dipercaya. e) Merupakan hasil kerja tim.

Berikut ini adalah ilustrasi sebuah Model Konseptual:

Gambar 2 Ilustrasi Model Konseptual

Kondisi Target adalah situasi yang ingin dipengaruhi melalui kegiatan kampanye. Kondisi target sama dengan variabel dependen dalam analisis ilmiah, yang artinya kondisi target adalah faktor Y dalam logika matematika dimana Y adalah faktor yang dipengaruhi (Siregar 2008). Contoh kondisi target seperti Hutan Lindung Indah, Hutan Jantho, dan lain lain. Faktor Langsung adalah faktor-faktor atau ancaman yang langsung mempengaruhi kondisi target. Contoh faktor langsung adalah perburuan, kebakaran, atau penebangan.

Target Kondisi

Faktor Langsung

Faktor Langsung

Faktor Langsung Faktor Tidak

Langsung Faktor Tidak

Langsung Faktor

Kontribusi

Faktor Tidak Langsung


(28)

Faktor Tidak Langsung adalah faktor-faktor atau ancaman yang mendasari atau menyebabkan terjadinya ancaman tidak langsung. Contoh faktor tidak langsung adalah kemiskinan, kurang pengetahuan, kurang kesadaran, kebiasaan.

Faktor Kontribusi atau Faktor Tambahan adalah faktor yang tidak diklasifikasikan sebagai ancaman langsung maupun tidak langsung tetapi ikut mempengaruhi kondisi target. Contoh faktor kontribusi adalah cuaca, dan nilai sosial budaya.

Dalam pertemuan stakeholder kondisi target ditetapkan oleh manajer kampanye. Kemudian manajer kampanye meminta kepada para stakeholder mengidentifikasikan faktor langsung, faktor tidak langsung, dan faktor kontribusi. Setelah semua faktor diidentifikasikan maka manajer kampanye memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk melakukan pemeringkatan terhadap ancaman langsung (Pemeringkatan Matriks). Pemeringkatan dibatasi hanya pada 3 prioritas berdasarkan komponen Area, Intensitas, dan Kepentingan. Metode ini memungkinkan manajer kampanye menggabungkan sudut pandang sejumlah pemangku kepentingan lokal dalam penilaian manajer kampanye. Metode ini mirip dengan pemungutan suara. Ilustrasi Tabel rangking ancaman dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Ilustrasi rangking ancaman

Ancaman Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Total (suara)

Rangking

Penebangan III II I 6 2

Kebakaran II IIII II 8 1

Perburuan I II II 5 3

Penggembalaan I I I 3 3

Tahap selanjutnya dalam pertemuan stakeholder adalah manajer kampanye meminta setiap stakeholder mengajukan satwa liar yang merupakan spesies terancam punah dan menjadi kebanggaan masyarakat lokal yang akan menjadi maskot Kampanye Bangga. Dalam Kampanye Bangga maskot sama seperti dengan logo dalam pemasaran komersil. Logo atau maskot berfungsi untuk membangun asosiasi antara masyarakat target dengan pesan-pesan kunci kampanye (Rare 2006).


(29)

3) Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion)

Diskusi Kelompok Terfokus adalah diskusi yang direncanakan dengan hati-hati untuk mengetahui tanggapan atau perasaan orang atas suatu masalah (isu), pelayanan, atau komoditas. Dalam Kampanye Bangga, manajer kampanye akan memfasilitasi serangkaian diskusi kelompok terfokus bersama masyarakat target untuk mendiskusikan prioritas ancaman langsung yang telah diidentifikasikan dalam pertemuan stakeholder pertama. Kelompok dalam diskusi terfokus ini akan membantu manajer kampanye memahami sikap dan pendapat populasi sasaran tentang ancaman-ancaman langsung di kawasan mereka. Kelompok diskusi terfokus akan memberikan data kualitatif yang penting bagi manajer kampanye dalam membuat perencanaan Kampanye Bangga.

Tabel 2 akan memperlihatkan kelebihan dan kekurangan diskusi kelompok terfokus sebagai sebuah instrumen untuk mengumpulkan data kualitatif.

Tahapan dalam melaksanakan diskusi kelompok terfokus adalah sebagai berikut: 1. Menentukan jumlah dan bentuk diskusi terfokus yang ingin

diselenggarakan.

2. Menghimpun peserta untuk pertemuan kelompok terfokus.

3. Menentukan moderator dan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan kunci. 4. Menyelenggakan diskusi kelompok terfokus.

5. Menganalisis hasil diskusi kelompok terfokus.

6. Membuat laporan singkat dari pertemuan kelompok terfokus.

Kelompok diskusi terdiri dari 3 kelompok yang masing-masing akan mendiskusikan 3 isu ancaman langsung di kawasan.

Tabel 2 Kelebihan dan keterbatasan Diskusi Kelompok Terfokus Diskusi Kelompok Terfokus

Kelebihan Keterbatasan Peralatan mudah, fleksibel, dan murah Jika moderator tidak memfasilitasi dengan

baik maka akan ada peserta yang akan memonopoli diskusi.

Dapat dianalisis dalam waktu singkat. Sulit memilah calon peserta secara acak. Moderator dapat menghimbau peserta diskusi

membahas isu sensitif sehingga sentimen yang tersembunyi dapat dijajaki secara mendalam.

Moderator membutuhkan banyak sekali keterampilan, pengalaman dan kebijaksanaan.

Dapat direkam dan ditranskripsikan sehingga mudah dimengerti oleh orang awam.Rekaman dapat dilihat berulang-ulang dan menampilkan perasaan marah, sedih, ragu-ragu atau kekuatan/ketegasan.

Terkadang sulit untuk menghimpun peserta dan membutuhkan waktu lama untuk merayu peserta mau terlibat dalam diskusi dan saling berbagi perasaan dan pemikiran atas isu-isu sensitif.


(30)

4) Survei Pra Kampanye

Survei adalah alat untuk mengenal populasi sasaran. Survei adalah salah satu metode penelitian yang dipilih untuk mempelajari masyarakat yang menghuni daerah sasaran Kampanye Bangga. Melalui survei manajer kampanye dapat memperoleh informasi kuantitatif dari masyarakat sasaran. Informasi-informasi kualitatif yang diperoleh dari diskusi kelompok terfokus sangat kaya dan subjektif sehingga perlu dicounter melalui metode survei. Survei yang dilakukan dalam Kampanye Bangga adalah Survei KAP (Knowledge, Attitude, Practice) yaitu survei yang bertujuan mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sasaran. Tahapan dalam melaksanakan Survei Pra Kampanye adalah: a.Menetapkan karakteristik populasi sasaran Kampanye Bangga.

b.Menetapkan tujuan survei.

c.Mempersiapkan pertanyaan survei.

d.Pertanyaan survei dipersiapkan dengan menggunakan informasi-informasi yang diperoleh dari studi literatur, pertemuan stakeholder pertama, dan diskusi kelompok terfokus.

e.Melakukan pre uji atas pertanyaan survei yang telah dipersiapkan. f.Menetapkan sampling (contoh) dari populasi sasaran.

g.Dengan keterbatasan waktu dan dana maka tidak mungkin melakukan wawancara dengan seluruh anggota populasi sehingga perlu diambil sampel yang mampu mewakili populasi sasaran. Sampel yang baik tidak tergantung pada besar atau kecilnya jumlah sampel tetapi sampel yang baik adalah sampel yang dapat mewakili populasi seluruhnya. Cara terbaik untuk memperoleh sampel adalah dengan sistem acak. Acak berarti setiap orang dalam populasi sasaran mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih masuk ke dalam sampel. Metode pengambilan sampel dalam Kampanye Bangga adalah Simple Random Sampling (Sampel Acak Sederhana).

h.Menetapkan ukuran sampel.

Dalam menetapkan ukuran sampel harus diperhatikan beberapa hal yaitu:

a) Jika populasi sasaran besar dan beragam (suku, agama, bahasa) maka dibutuhkan sampel yang lebih besar untuk mewakili populasi.


(31)

b) Jika populasi sasaran relatif kecil dan seragam (suku, agama, bahasa,budaya) maka sampel kecil sudah cukup.

Semakin besar ukuran sampel semakin kecil kemungkinan kesalahan terjadi. Lazimnya hal ini dinyatakan dengan interval kepercayaan (Confidence Interval). Untuk menghitung ukuran sampel kita dapat memanfaatkan situs http://www.surveysystem.com/sscalc.htm. Untuk mendapatkan ukuran sampel maka kita harus mengetahui total populasi sasaran, derajat kepercayaan yang diinginkan (pada banyak Kampanye Bangga para manajer kampanye menggunakan derajat kepercayaan 95%), dan interval kepercayaan yang diinginkan (sebagian jajak pendapat atau program kampanye menggunakan interval kepercayaan 3% -5 %).

i. Memilih pewawancara dan melakukan wawancara Karakteristik seorang pewawancara yang baik mencakup:

a) berkepribadian menyenangkan yang membantu membuat responden merasa tenang dalam latar yang mungkin baru atau tidak nyaman baginya,

b) tata kramanya profesional, tidak seolah-olah “superior” terhadap atau memandang rendah para responden,

c) seorang pendengar yang baik, yaitu seseorang yang dapat menunjukkan perhatian terhadap jawaban responden tanpa menampakkan perasaan pribadinya tentang tanggapan itu.

j. Menetapkan kelompok kontrol.

5) Pertemuan Stakeholder Kedua

Setelah pelaksanaan diskusi kelompok terfokus dan survei KAP maka manajer kampanye melakukan revisi Model Konseptual. Para stakeholder diundang kembali dalam pertemuan stakeholder kedua untuk membantu mengidentifikasikan sasaran kampanye yang fokusnya kepada perubahan pengetahuan dan kesadaran yang dapat mempengaruhi ancaman kuncinya.

6) Menetapkan Tujuan dan Sasaran SMART

Setelah mendapatkan Model Konseptual dan telah teridentifikasi ancaman-ancaman langsung serta membuat peringkat ancaman-ancaman maka sekarang manajer


(32)

kampanye telah memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kondisi target. Langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:

a) Menetapkan tujuan Kampanye Bangga, tujuan adalah ringkasan umum tentang keadaan yang diinginkan yang sedang dituju oleh Kampanye Bangga.

b) Menetapkan sasaran SMART, suatu sasaran yang baik adalah yang memenuhi kaidah SMART (Specific/spesifik, Measurable/dapat diukur, Action-oriented/berorientasi kepada tindakan, Realistic/Realistis, dan Time bound/terikat waktu). Sasaran SMART ini kemudian dikaitkan dengan rencana pemantauan dengan suatu indikator yang jelas. Aktivitas dirancang dengan suatu tahapan untuk mencapai sasaran tersebut. Sasaran tersebut kemudian dikaji peserta dalam pertemuan stakeholder kedua. c) Mengembangkan kegiatan dalam Kampanye Bangga.

Kegiatan merupakan tindakan atau tugas spesifik yang dilakukan untuk mencapai setiap sasaran SMART. Kegiatan yang baik adalah cocok dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terkait, yaitu terkait langsung dengan pencapaian suatu sasaran yang spesifik.

b) Terfokus, yaitu merangkum tugas-tugas spesifik yang perlu dilakukan. c) Layak dikerjakan, yaitu dapat diselesaikan dalam keadaan sumber daya

dan kendala proyek.

d) Tepat guna, yaitu dapat diterima dan cocok dengan kerangka norma-norma budaya, sosial dan hayati setempat yang spesifik.

Setelah mengembangkan kegiatan maka ada beberapa informasi khusus yang harus ditulis dalam setiap kegiatan yaitu:

a) Mengapa melakukan kegiatan ini? Informasi ini menjelaskan bagaimana kegiatan berkaitan dengan sasaran.

b) Bagaimana kegiatan tersebut dapat dilaksanakan? Informasi ini menjelaskan daftar yang perlu dilaksanakan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut.


(33)

c) Siapa yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut? Informasi ini menjelaskan siapa yang bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan tersebut.

d) Kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan? Informasi ini menjelaskan tanggal yang ditargetkan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut.

e) Dimana kegiatan tersebut akan dilakukan? Informasi ini menjelaskan dimana kegiatan tersebut akan dilaksanakan.

f) Asumsi yang mendasari. Daftar asumsi dibuat untuk melihat hal apa saja yang mendasari kegiatan tersebut dilakukan.

g) Prasyarat. Informasi ini menjelaskan tugas dan acara yang perlu terjadi sebelum kegiatan tersebut dilakukan.

7) Menyusun Rencana Kerja

Rencana kerja adalah sebuah dokumen lengkap dari keseluruhan informasi yang diperoleh dalam tahapan perencanaan. Rencana kerja menjadi dasar pelaksanaan Kampanye Bangga selama 1 tahun (Rare 2006).

II. Tahap Pelaksanaan Kampanye Bangga

Jika rencana kerja telah disusun maka dilaksanakanlah Kampanye Bangga selama periode 1 tahun serta melaksanakan survei pasca kampanye di akhir periode kampanye untuk mengevaluasi kegiatan kampanye yang sudah dijalankan Dalam tahap ini juga dilihat indikator-indikator yang mengarah pada perubahan perilaku masyarakat sasaran (Rare 2006).

III. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Tahap mengolah dan menganalisis data untuk mengkaji efektivitas kampanye yang sudah dilaksanakan.

2.4. Hasil yang Pernah Dicapai oleh Kampanye Bangga

Rare sebagai organisasi yang mendampingi program Kampanye Bangga telah memberikan latihan kepada lebih dari 100 mitra di seluruh dunia untuk melakukan Kampanye Bangga. Kampanye tersebut telah mempengaruhi hampir


(34)

6 juta orang serta berhasil meningkatkan perlindungan terhadap 77 hektar habitat daratan dan lautan yang penting. Beberapa contoh mengenai apa yang telah diraih oleh mitra Rare dengan Kampanye Bangga adalah:

1) Manajer Kampanye Ni Putu Sarilani Wirawan telah membantu menciptakan dukungan masyarakat terhadap pembentukan Taman Nasional Kepulauan Togean Indonesia yang mencakup ekosistem laut seluas 337.000 hektar serta wilayah daratan seluas 23.000 hektar.

2) Manajer Kampanye Hirmen Sofyanto yang telah membantu menciptakan dukungan kuat bagi 1.2 juta hektar Kawasan Konservasi Laut Berau Kepulauan Derawan dan membantu nelayan setempat untuk mengadopsi teknik/sistem penangkapan ikan yang tidak merusak lingkungan.

3) Manajer Kampanye Naiten Bradley Phillip yang berhasil membentuk 8 kawasan konservasi laut yang dilakukan secara lokal di Kimbe Bay Papua Nugini melalui penggunaan 20.000 kartu telepon bergambar spesies yang dilindungi yaitu kepiting hutan bakau.

Kunci kesuksesan Kampanye Bangga adalah melibatkan dan membangun komitmen setiap lapisan masyarakat seperti guru, pelaku bisnis, anggota legislatif dan masyarakat awam. Contoh lain keberhasilan konservasi lingkungan yang telah didukung dan dimotivasi oleh Rare adalah:

1) Keterlibatan masyarakat secara luas dalam perilaku yang berkelanjutan: Kampanye Bangga di Sierra de Manatlan dan Kawasan Biosfer di Meksiko mendorong perilaku yang baik untuk mengurangi kebakaran hutan yang disebabkan oleh teknik pembersihan ladang pertanian dan babat bakar serta mengurangi sampah. Kebakaran hutan di Manatlan berkurang sebanyak 50%.

2) Pembangunan kapasitas bagi organisasi masyarakat: Kampanye Bangga membantu Masyarakat Konservasi Palau mengembangkan dirinya sebagai LSM lokal pertama dan menjadi organisasi yang sangat vokal menyuarakan konservasi di Mikronesia.

3) Meningkatkan pengelolaan sumber daya alam: Kampanye Bangga telah membantu penciptaan kawasan lindung baru di Indonesia, Costa Rica, Grenada, Dominika, Saint Vincent, Bahama, dan Kepulauan Cayman.


(35)

4) Pendanaan baru bagi pengelolaan sumber daya alam dari sektor swasta: Seluruh Kampanye Bangga telah membantu partner setempat mengumpulkan dana dan sumbangan in kind (tidak berbentuk uang) dari pengusaha lokal yang tertarik dengan pendektan kampanye ini yang positif dan menarik.

5) Kapasitas baru bagi pendidikan masyarakat: Lembaga dan LSM setempat menerima pelatihan dan bantuan teknis serta pengalaman langsung dalam melaksanakan program penjangkauan (outreach).

6) Keberhasilan konservasi spesies kunci: Kampanye Bangga yang memfokuskan dirinya dengan nuri dari Saint Lucia dan merpati grenada saat itu telah berhasil membangkitkan momentum yang penting bagi penerapan langkah-langkah konservasi spesies (Rare 2006).

2.5. Perubahan Perilaku untuk Konservasi

Dimensi utama dari usaha pelestarian alam adalah manusia. Manusia merupakan unsur dari alam semesta ini yang harus sangat bertanggungjawab atas segala degradasi alam yang sekarang terjadi, karena manusia adalah sebagai pengguna, perusak, dan akhirnya harus menjadi pelestari alam ini (Hamiudin 2007). Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk menciptakan perilaku manusia yang positif demi membantu terciptanya alam yang yang lebih lestari.

Pendidikan konservasi bertujuan untuk membentuk jiwa konservasionis yang memiliki sikap sadar terhadap lingkungannya. Sadar lingkungan diartikan sebagai bagian dari kesadaran diri yang bertumpu pada terbentuknya hubungan positif antara individu dengan lingkungan alam, sosial dan lingkungan yang telah terbentuk dengan memperhatikan keteraturan ekologi (Hamiudin 2007).

Menurut Biswas (1982) pendidikan konservasi bertujuan untuk membuat individu dan masyarakat mengerti akan kompleksitas alam yang membangun lingkungannya sebagai hasil dari interaksi faktor biologis, fisik, sosial, ekonomi, dan budaya dan meningkatkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan masyarakat sehingga dapat berpartisipasi secara efektif dan bertanggung jawab dalam mengantisipasi dan menyelesaikan permasalahan sosial serta mampu mengelola kualitas lingkungannya.


(36)

Pandangan Environmentalis J.B Watson pada tahun 1913 menyatakan “Manusia bereaksi terhadap lingkungan (environment) karena itu manusia belajar dari lingkungannya (Sarwono 2002). Jadi aktivitas atau perilaku manusia memberi pengaruh terhadap lingkungannya. Aktivitas manusia yang positif akan membawa dampak positif bagi lingkungannya. Untuk menciptakan manusia dengan perilaku yang baik maka J.B Watson menyatakan karena perilaku sosial dikembangkan berdasarkan proses kondisioning maka jika kita menginginkan individu yang baik kita tinggal memberikan rangsangan yang baik yang sesuai selama proses pendidikan individu tersebut (Sarwono 2002).

2.6. Pendidikan untuk Mendorong Perubahan Perilaku

Teori J.B Watson menyatakan bahwa perilaku dapat dikendalikan dengan memberikan rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut dengan kondisioning (pembiasaan). Hewan dan manusia pada dasarnya hanyalah terjadi dari jaringan-jaringan syaraf dan otot yang bereaksi secara tertentu jika diberi rangsang tertentu. Dengan demikian perilaku manusia pun dapat dikendalikan. Menurut J.B Watson kepribadian manusia dapat dibentuk melalui pemberian rangsang tertentu (Sarwono 2002).

Untuk tujuan perubahan perilaku (dalam pendidikan, pelatihan, konseling), jika sudah diketahui mana yang lebih berpengaruh maka strategi yang akan diambil akan lebih mudah. Jika ternyata sikap yang lebih berpengaruh maka perlu diadakan pendekatan kepada yang bersangkutan untuk mengubah struktur kognisinya dan kalau ternyata norma subjektif yang lebih kuat pengaruhnya maka untuk mempengaruhi perilaku subjek perlu didekati orang-orang atau tokoh tokoh yang berpengaruh kepada subjek (Setiana 2005).

Melalui proses pendidikan, perubahan perilaku dapat tercapai karena proses pendidikan selalu berusaha menyampaikan informasi-informasi, gagasan-gagasan atau ide-ide baru (inovasi) untuk kemudian dapat diadopsi oleh individu atau masyarakat. Manusia sebagai individu atau komunitas senantiasa berubah secara dinamis. Setiap orang dapat memberikan perubahan kepada orang lain. Mengubah orang lain dapat dilakukan secara implisit atau eksplisit. Hal ini penting disadari oleh pemimpin ataupun manajer. Pemimpin atau manajer secara konstan mencoba


(37)

menggerakkan sistem dari satu titik ke titik yang lain untuk memecahkan masalah (Rogers 2005).

Ada 4 unsur perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku individu dan perilaku kelompok. Perubahan dalam pengetahuan cenderung mudah dilakukan sedangkan perubahan dalam sikap cenderung lebih sulit karena sikap biasanya digerakkan oleh emosi dengan cara yang positif dan negatif. Tingkat kesulitan selanjutnya adalah perilaku individu dan perilaku kelompok. Mengubah perilaku kelompok sangat sulit dilakukan karena melibatkan banyak orang dan karena kita juga harus mengubah kebiasaan atau tradisi (Endah 2008).

Untuk melakukan upaya perubahan perilaku penting untuk mengetahui tahapan perilaku kelompok target. Dalam Rogers (1995) disebutkan bahwa tahap-tahap perubahan perilaku adalah:

1. Pra-perenungan (pre-contemplation) : pada tahap ini, orang sama sekali tidak berniat untuk melakukan apapun dalam waktu tertentu yang biasanya berlaku untuk enam bulan ke depan.

2. Perenungan (contemplation): di tahap ini, orang mulai menunjukkan bahwa mereka berencana untuk melakukan sesuatu (mengubah perilaku) dalam waktu enam bulan ke depan.

3. Persiapan (preparation): di tahap ini, orang mulai menunjukkan bahwa mereka akan melakukan sesuatu dalam waktu satu bulan ke depan dan sudah memiliki rencana tindakan.

4. Melakukan tindakan (action): di tahap ini, sudah terjadi perubahan perilaku tertentu dalam enam bulan terakhir.

5. Mempertahankan perilaku (maintenance): di tahap ini, orang mulai mencegah perilaku lama muncul kembali, dan menggunakan proses-proses sebelumnya untuk mempertahankan perilaku yang baru. Fase ini bisa bertahan sekitar 6 bulan hingga 3 tahun.

2.7. Mengubah Perilaku Melalui Perubahan Sikap

Sikap merupakan hal yang sangat penting dipelajari karena menyangkut banyak aspek yang akan berpengaruh terhadap perilaku suatu komunitas. Menurut Azwar (1995) untuk memahami mengapa orang-orang atau suatu kelompok


(38)

masyarakat bertingkah laku tertentu dalam situasi tertentu dipengaruhi oleh sikap individu sebagai anggota masyarakat maupun sikap kelompok sebagai kumpulan individu.

Sikap dapat diartikan sebagai suatu keadaan mental dan taraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak. Tidak selamanya sikap mempengaruhi perilaku tapi terkadang perilaku juga mempengaruhi sikap (Setiana 2005).

Menurut Rukminto (2001) merencanakan perubahan perilaku pada individu atau kelompok melalui intervensi komunitas tidaklah mudah. Kendala individu yang biasanya dihadapi adalah kestabilan, kebiasaan, hal utama yang diyakini, seleksi ingatan dan persepsi, ketergantungan, ego, rasa tidak percaya, serta rasa tidak aman. Kendala sosial yang biasanya dihadapi adalah kesepakatan terhadap norma tertentu, kesatuan dan kepatuhan terhadap sistem dan budaya, hal yang bersifat sakral, kelompok kepentingan, penolakan terhadap “orang luar yang” datang dalam komunitas tersebut.

2.8. Teknik Social marketing (Pemasaran Sosial)

Pada tahun 1971, istilah social marketing pertama kali dikemukakan oleh Philip Kotler dan Gerald Zaltman dan sejak itu hingga akhir tahun 70-an para praktisi dan peneliti ternama (umumnya dari sektor kesehatan, komunikasi, dan sektor pendidikan) bergabung menyuarakan potensi social marketing dalam proses perencanaan perubahan sosial. Pada awal tahun 80-an, Bank Dunia, WHO, dan Pusat-pusat Pengendalian Penyakit (Centers for Disease Control) mulai menggunakan dan mempromosikan social marketing dalam program-program kesehatan masyarakat mereka (Kushardanto 2006).

Pendekatan social marketing sangat berbeda dengan pendekatan yang biasanya digunakan oleh banyak organisasi kesehatan atau kemanusiaan dalam mengembangkan programnya. Pihak organisasi pada umumnya merasa paling tahu masalah dan paling tahu bentuk pelayanan yang dibutuhkan masyarakat sasarannya. Padahal yang sering terjadi pendekatan seperti ini tidak berjalan sacara efektif (Weinreich 1999).


(39)

Social marketing adalah aplikasi teknologi pemasaran yang dikembangkan dalam sektor komersial untuk mendapatkan solusi masalah-masalah sosial di mana perubahan perilaku adalah hal yang paling penting. Social marketing ini terdiri dari proses analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program yang dirancang untuk mempengaruhi perilaku sukarela dari khalayak target guna meningkatkan kesejahteraan setiap orang dan masyarakat tersebut secara keseluruhan.

Sasaran utama social marketing adalah mempengaruhi dan mengubah perilaku, bukan hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau mengubah sikap. Social marketing juga berusaha untuk mengubah nilai-nilai dan sikap sebagai sarana untuk mempengaruhi perilaku. Dalam pemasaran komersial, konsep 4P (Product, Price, Place, and Promotion = produk, harga, tempat, dan promosi) dikembangkan untuk menekankan aspek-aspek kunci dalam pemasaran. Walaupun konsep ini terbukti bermanfaat dalam konteks pemasaran komersial, konsep tersebut tidak bisa diterapkan dengan mudah dalam bidang social marketing.

Langkah-langkah yang umumnya dilakukan dalam membuat program social marketing adalah sebagai berikut:

1) Mendefinisikan masalah.

2) Membuat penilaian tentang “pasar” yang Anda hadapi. 3) Segmen khalayak.

4) Menetapkan sasaran.

5) Menentukan bauran pemasaran (marketing mix). 6) Menyampaikan program.

7) Mengevaluasi program.

Langkah awal menjual gagasan adalah dengan mengaitkan nilai inti organisasi dengan perubahan perilaku masyarakat yang hendak dicapai. Proses social marketing adalah sebagai berikut:

1) Menerapkan SWOT pada analisa kondisi awal.

2) Memilih kelompok sasaran yang perilakunya hendak diubah. 3) Menetapkan perubahan perilaku yang diinginkan.


(40)

5) Menerapkan strategi social marketing yang beranekaragam untuk mengelakkan hambatan dan mengejar manfaat.

Perubahan perilaku memakan waktu sehingga strategi social marketing harus diusahakan secara gigih dalam waktu lama dengan indikator prestasi yang terukur.

Oleh karena Kampanye Bangga menggunakan teknik social marketing maka dalam menjalankan kegiatan kampanye harus melalui beberapa tahapan. Dalam Weinreich (1999) tahapan tersebut adalah:

1. Segmentasi audiens

Pesan kunci yang sama dikomunikasikan sesuai dengan segmen kelompok target. 2. Penelitian formatif

Penelitian formatif memberikan landasan yang kuat bagi perencanaan, pengembangan pesan dan materi kampanye serta pelaksanaan uji coba materi kampanye.

3. Positioning

Dalam pemasaran komersil sebuah barang dengan mudah diingat oleh konsumen karena memiliki logo barang. Logo mampu mengkaitkan konsumen dengan segala sesuatu tentang produk tersebut. Penggunaan logo dalam social marketing untuk mewakili atau simbol dari sebuah inovasi. Hal ini diduga efektif dalam kegiatan peningkatan pengetahuan karena menurut Rakhmat (2003) manusia berpikir dibantu oleh lambang-lambang. Yang disimpan oleh pikiran manusia adalah gambar atau lambang baru kemudian diterjemahkan dalam kata-kata.

4. Price/harga

Dalam social marketing sebuah ide akan diadopsi jika khalayak target tidak mengeluarkan biaya tinggi dan kalau bisa gratis karena tujuan social marketing adalah untuk mengubah perilaku bukan mencari untung.

5. Promosi

Dalam pemasaran komersil sebuah produk dipromosikan melalui iklan. Promosi dikemas dalam berbagai kegiatan seperti iklan di TV, radio, surat kabar, papan iklan, kegiatan-kegiatan sosial, dan sebagainya. Akibat promosi yang gencar disampaikan oleh perusahaan seringkali mempengaruhi seseorang untuk membeli sebuah produk. Hal yang sama juga dilakukan dalam kegiatan Kampanye Bangga.


(41)

Produk Kampanye Bangga berupa pengetahuan, sikap dan praktek yang lebih baik tentang pengelolaan sumber daya alam dipromosikan melalui berbagai kegiatan seperti poster, lagu, papan iklan, lembar fakta, kegiatan-kegiatan seni, penyuluhan, kalender, baju kaos, dan sebagainya. Promosi berguna untuk menyampaikan pesan kepada kelompok target dan mencoba agar mereka terus mempertahankan adopsi perilaku (Weinreich 1999).

2.9. Kampanye Bangga sebagai Metode Pendekatan Massal

Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai maka kampanye termasuk ke dalam metode pendekatan massal. Metode ini dapa menjangkau sasaran dengan jumlah yang cukup banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi maka metode ini cukup baik namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan pengetahuan saja. Beberapa penelitian menunjukkan metode kampanye dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang menunjukkan perubahan dalam perilaku (Setiana 2005). Kampanye Bangga dengan sistem pemasaran sosial yang dirancang oleh Rare mengatasi kekurangan metode ini dengan membuat sasaran-sasaran terukur yang berorientasi pada perubahan perilaku (Rare 2006).

2.10.Teknik Menyampaikan Pesan untuk Perubahan Perilaku

Muatan pendidikan termasuk kampanye selalu berisikan informasi, gagasan, ide, konsep-konsep, atau disebut dengan inovasi. Pesan atau informasi yang disampaikan dipengaruhi oleh cara menyampaikan pesan atau informasi tersebut. Kampanye Bangga sebagai sebuah metode peningkatan kesadaran melihat pentingnya cara penyampaian informasi sebagai salah satu keberhasilan dalam penyampaian pesan sehingga mencoba memenuhi unsur-unsur tersebut. Untuk tujuan perubahan perilaku maka pesan yang disampaikan harus bersifat informatif, persuasif, dan sekaligus diselingi dengan bentuk entertainment sedemikian rupa. Pesan inovasi yang disampaikan dalam bentuk seperti ini diharapkan akan mampu mengarahkan sasaran pada peningkatan kognitif, psikomotorik sekaligus afektif yang selanjutnya mengarah pada perubahan tindakan karena telah mengadopsi inovasi tersebut.


(42)

Disamping cara penyampaian maka penyebaran informasi atau tingkat adopsi pesan atau inovasi juga sangat dipengaruhi oleh sifat kelompok sasaran. Menurut Rogers (1995) kelompok sasaran dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu:

1) Kelompok Perintis/ Inovator (2.5%): kebutuhan untuk selalu terlihat baru dan berbeda dari orang lain;

2) Kelompok Pelopor/ Early Adopter (13.5%): menghargai nilai perilaku yang diadopsi dari kontak dengan para inovator;

3) Kelompok Penganut Dini/ Early Majority (34%): kebutuhan untuk meniru atau diterima orang lain dengan sejumlah pertimbangan;

4) Kelompok Penganut Lambat/ Late Majority (34%): kebutuhan untuk bergabung menjadi pengekor ketika melihat bahwa para early majority sudah melakukan perubahan;

5) Kelompok Kolot/ Laggard (16%): kebutuhan untuk menghormati tradisi. Sementara tahapan inovasi sebuah masyarakat dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 3 Tahapan Inovasi dan Perubahan

Tahapan Inovasi Tahapan Perubahan 1. Tahap Pengetahuan 1. Prekontemplasi

- mengingat informasi, pesan yang komprehensif, pengetahuan dan skill agar adopsi inovasi berjalan efektif

Individu menyadari adanya masalah dan mulai memikirkan cara untuk mengatasinya.

2. Tahap Persuasi 2. Kontemplasi mendiskusikan inovasi bersama orang lain,

-menerima pesan tentang sebuah inovasi, membentuk gambaran positif dari pesan dan inovasi, mendukung perilaku yang invatif dari sistem.

Individu menyadari adanya masalah dan serius memikirkan cara untuk mengatasinya tetapi belum memiliki komitmen untuk melakukan aksi.

3. Tahap Keputusan 3. Preparasi - mencari informasi tentang inovasi lebih

intensif, ingin mencoba inovasi

Tahapan dimana individu berniat melakukan aksi di waktu mendatang tetapi belum melaksanakannya.

4. Tahap Implementasi 4. Aksi -menggunakan inovasi dalam bentuknya yang

biasa, terus menggunakan inovasi, terus mencari informasi tambahan tentang inovasi

Ketika individu mengubah perilaku atau lingkungan dengan tujuan untk dapat mengatasi permasalahan.

5. Tahap Konfirmasi 5. Pemeliharaan - mengenali manfaat menggunakan inovasi,

mengintegrasikan inovasi secara rutin, memperkenalkan inovasi kepada yang lain

Tahapan dimana mulai berkonsolidasi dan tetap melakukan perubahan perilaku yang telah dilakukan sebelumnya


(43)

3.1. Kecamatan Kota Jantho

Kabupaten Aceh Besar yang menjadi target kawasan kegiatan Kampanye Bangga ini terbentuk menjadi daerah otonom melalui Undang-Undang No 7 Tahun 1956 dengan ibukotanya pada waktu itu adalah kota Banda Aceh. Baru pada tahun 1983 ibukota Aceh Besar dipindahkan ke Kota Jantho seiring pemindahan seluruh aktifitas perkantoran ke ibu kota Aceh Besar tersebut. Kabupaten Aceh Besar memayungi 22 kecamatan, 68 kemukiman, dan 596 desa (BPS 2004).

Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5.2° - 5.8° LU dan 95.0°-95.8°BT dengan luas kawasan sebesar 2.974.12 km2. Kabupaten ini berbatasan dengan Selat Malaka dan Kota Banda Aceh di sebelah Utara, Kabupaten Aceh Jaya di sebelah Selatan, Kabupaten Pidie di sebelah Timur, dan Samudera Hindia di sebelah Barat. Kecamatan Kota Jantho adalah juga sebagai Mukim Jantho yang memayungi 13 desa dengan luas wilayah 274.04 km2. Desa-desa tersebut adalah Jantho Makmur, Barueh, Jantho Baru, Buket Meusara, Jalin, Sukatani, Awek, Weue, Bueng, Jantho Lama, Teureubeh, Cucum, dan Data Cut. Jumlah total populasi di kecamatan ini adalah 9.010 jiwa (BPS 2004).

Kecamatan Kota Jantho berbatasan dengan beberapa kawasan lindung yaitu Cagar Alam Jantho seluas 16.640 ha dan Hutan Lindung Jantho seluas 28.000 ha. (BPS 2004). Cagar Alam Jantho dan Hutan Lindung Jantho merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Seulawah (KES) Aceh Besar. Berdasarkan hotspot keragaman hayati yang dirancang oleh lembaga konservasi Conservation International (CI) tahun 2001, KES merupakan bagian dari Hotspot Keragaman Hayati Sundaland dimana 1.9 juta km2 luas Sundaland didominasi oleh dataran Sumatera dan Kalimantan (http://www.conservation.or.id. Mei 2006). KES dalam periode tahun 2001-2005 merupakan fokus kerja proyek Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) karena nilai keragaman hayatinya yang tinggi.

Kawasan lindung yang berbatasan dengan Kota Jantho ini diusulkan oleh banyak pihak untuk menjadi kawasan konservasi karena selain nilai keragaman hayatinya, kawasan ini juga merupakan sistem daerah tangkapan air bagi Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng (Kr.) Aceh.


(44)

3.2. Gambaran Umum Masyarakat

3.2.1 Gambaran Umum Masyarakat Aceh Besar

Penduduk di Kecamatan Kota Jantho terdiri dari suku Aceh dan suku Jawa dan umumnya menggunakan Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-harinya. Penduduk Jantho sebagaimana penduduk Aceh lainnya semuanya menganut agama Islam dan nuansa keislaman terlihat dalam kegiatan sosial mereka. Suku Jawa yang telah lama berbaur dengan suku Aceh dalam kegiatan sosial telah mengikuti tradisi masyarakat Aceh pada umumnya.

Secara umum, sebagian besar mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani. Sebagian lain mempunyai penghasilan dari beternak sapi, kambing, menjadi tauke/pedagang, menampung atau menjual hasil pertanian, menjadi pengrajin, mengembangkan industri kecil pengolahan hasil pertanian (keripik ubi dan ketela), dan menjadi buruh angkat ubi. Sebagian kecil mempunyai pekerjaan sebagai tukang, pekerja bengkel dan dukun (Mapayah 2006).

3.2.2.Kondisi Sosial Budaya

Aceh sebagai identitas etnis dan wilayah memiliki ciri khas dimana masyarakatnya sangat pluralistis dan terbuka. Pada saat Aceh masih dalam bentuk kerajaan, yang dimaksud dengan Aceh adalah Aceh Besar atau dalam istilah Aceh disebut Aceh Rayeuk. Berdasarkan pendekatan historis, struktur masyarakat Aceh yang paling menonjol dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan yaitu golongan ulama dan golongan umara.

Golongan umara adalah pemimpin pemerintahan, contohnya Sultan sebagai pemimpin tertinggi kerajaan; Uleebalang sebagai pemimpin unit pemerintahan negeri; Panglima Sagoe sebagai pemimpin pemerintahan sagi; dan Kepala Mukim yang memimpin unit pemerintahan mukim serta Geuchiek yang memimpin unit pemerintahan gampong (kampung). Sementara golongan ulama adalah pimpinan yang mengurusi masalah-masalah keagamaan dan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam golongan ulama adalah:

1. Tengku Meunasah, yang memimpin masalah-masalah yang berhubungan dengan keagamaan pada satu unit pemerintah gampong (kampung).


(45)

2. Imum Mukim (Imam Mukim), yaitu yang mengurusi masalah keagamaan pada tingkat pemerintahan mukim, yang bertindak sebagai imam sembahyang pada setiap hari Jumat di sebuah mesjid pada wilayah mukim yang bersangkutan.

3. Qadli (kadli), yaitu orang yang memimpin pengadilan agama atau yang dipandang menerti mengenai hukum agama pada tingkat kerajaan dan juga pada tingkat Nanggroe yang disebut Kadli Uleebalang.

4. Teungku-teungku, yaitu pengelola lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti dayah dan rangkang, juga termasuk murid-muridnya. Bagi mereka yang sudah cukup tinggi tingkat keilmuannya, disebut dengan istilah Teungku Chiek. (Dinas Pariwisata Aceh 2004).

Masyarakat memiliki kebiasaan mendamaikan perselisihan antar warga dengan kenduri potong kambing. Pada awal masa tanam padi masyarakat juga mengadakan upacara “kenduri blang”. Selain itu, Gunung Seulawah merupakan simbol yang melambangkan ciri khas Aceh Besar. Dalam prosesi acara adat yang paling sering digunakan adalah sirih (Piper betle) sebagai lambang kemulian. Sirih diberikan pada tamu-tamu yang datang sebagai tanda penghormatan.

3.2.3.Situasi Politik

Masyarakat Kecamatan Kota Jantho turut juga merasakan dampak positif dari perjanjian damai antara pemerintah Indonesia (RI) dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada Agustus tahun 2005 lalu. Saat konflik berlangsung, sebagian besar penduduk di kawasan ini eksodus ke wilayah yang relatif lebih aman. Hal ini disebabkan karena tekanan dari pihak-pihak bersenjata sehingga masyarakat menghindari situasi yang tidak kondusif ini. Sejak penandatanganan naskah perdamaian antara RI dan GAM masyarakat sudah mulai kembali ke kampung. Mereka mulai melaksanakan aktivitas berkebun dan berladang dengan rasa aman. Bagi masyarakat Aceh yang sejak lama berada dalam situasi konflik berkepanjangan, musibah gempa dan tsunami pada 26 Desember 2006 dianggap sebagai katalisator dalam proses perdamaian antara TNI dan GAM. Sekarang, masyarakat sedang menikmati perdamaian di bumi Aceh dan mencoba


(46)

menggantungkan harapan baru di bawah kepala pemerintahan baru Nanggroe Aceh Darussalam (Mapayah 2006).

3.2.4.Hutan di Jantho

Kawasan lindung yang berada di bawah administrasi pemerintahan Kota Jantho Aceh Besar adalah:

1. Cagar Alam Pinus Jantho

Cagar Alam Pinus Jantho secara geografis terletak pada 5°6’ LU - 5°16.2’ LU dan 95°37.2’ BT - 95°45’BT. Dalam administrasi pemerintahan cagar alam ini terletak di Kecamatan Jantho Kabupaten Aceh Besar. Cagar Alam Jantho seluas 16.640 hektar telah ditata batas dan ditunjuk sebagai kawasan konservasi berdasarkan SK MenHut No.186/Kpts-II/1984 tanggal 4 Oktober 1984. Kawasan ini ditunjuk sebagai cagar alam karena merupakan perwakilan hutan alam Pinus merkusii strain Aceh dengan potensi tegakan pinus yang besar serta habitat satwa yang dilindungi seperti gajah sumatera dan harimau sumatera. Cagar Alam Jantho merupakan hulu dari sungai Krueng Aceh yang menjadi sumber air PDAM Kota Banda Aceh sehingga termasuk dalam DAS Krueng Aceh (BKSDA 2007). 2. Hutan Lindung Jantho

Hutan lindung Jantho adalah salah satu kawasan penting yang ada di KES. Pentingnya melindungi keberadaan hutan lindung Jantho bukan hanya semata-mata untuk menjaga keutuhan kawasan hutan KES akan tetapi karena kawasan hutan ini juga menjadi daerah jelajah beberapa satwa penting yang sudah langka termasuk diantaranya harimau sumatra. Selain itu, hutan lindung ini juga merupakan kawasan tangkapan air penting bagi DAS Kr. Aceh. Sebagai informasi tambahan, bendungan Jantho yang dibangun tahun 1984 juga terletak di Hutan Lindung Jantho.

Tipe iklim di kawasan ini adalah tipe B dan C (lima sampai sembilan bulan berturut-turut hujan dan tiga bulan atau kurang berturut-turut kering). Curah hujan tahunan berkisar antara 1.750-2.000 mm dengan suhu udara rata-rata 27oC, sedangkan kelembaban udaranya 92.7% per tahun dan tekanan udara rata-rata 1.212.1 mB per tahun (BPS 2004).


(47)

3.2.5.Kearifan Tradisional dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan

Dilihat dari sejarahnya, masyarakat Aceh telah memiliki kearifan tradisional mengenai pengelolaan sumber daya alam. Masyarakat Aceh sejak zaman dahulu telah memiliki hukum adat dalam pemanfaatan dan tata kelola sumber daya alam tersebut seperti laut, sawah, kebun, pasar dan hutan.

Wilayah hutan telah sejak lama diatur oleh masyarakat adat di Aceh. Di hutan ada seorang Panglima Hutan (Panglima uteun). Pawang uteun hanya bertugas memberi nasehat dan petunjuk dalam perjalanan dalam hutan. Biasanya seorang Pawang uteun memiliki ilmu mantra untuk menangkal jin dan binatang buas. Perselisihan dalam pelanggaran hukum adat uteun diselesaikan oleh Keujreun namun dengan tetap mendengar pendapat dari para Pawang uteun .

Beberapa larangan yang diatur adalah:

1. Orang dilarang menebang pohon tualang, kemuning, ketapang, geulumpang, beringin, dan kayu-kayu besar lainnya yang menjadi tempat sarang lebah. Menebang pohon ini bukan hanya dilarang tetapi menjadi pantangan karena diyakini menebang pohon-pohon besar tersebut dapat merugikan orang banyak, larangan baru terlepas jika telah mendapat izin dari Keujreun atau Raja.

2. Orang dilarang menebang pohon kayu meudang ara, bungo merbau, dan kayu-kayu besar lainnya kecuali hanya untuk membuat tongkang atau perahu.

3. Orang dilarang menebang pohon yang kulitnya sudak ditetak sedikit dan diatasnya dililit dengan akar kayu.

4. Orang dilarang mengambil kayu yang sudah ditumpuk dan di atasnya sudah diletakkan batu. Ini pertanda kayu tersebut sudah ada yang punya.

5. Orang dilarang atau pantang menyebutkan nama-nama hewan buas di dalam hutan. Jika terpaksa harus menyebutkan maka harus memakai nama samaran umpamanya Nek Kaum untuk harimau, Po Meurah untuk gajah, Nek Lubuk untuk buaya, Po Meucula untuk badak.

6. Orang juga dilarang lari ke kanan jika melihat binatang buas tapi harus mengambil jalan ke kiri.

7. Untuk berburu rusa alat yang digunakan adalah jaring. Tenaga yang digunakan adalah 4 – 5 orang dan diketuai oleh seorang Pawang. Bila rusa sudah


(48)

terjaring dan ada orang yang meminta sebagian daging rusa ketika perjalanan mereka pulang ke rumah maka harus diberikan (Zainuddin 1961).

3.2.6. Permasalahan Konservasi

Secara umum, perusakan hutan selain mempengaruhi kepada menurunnya nilai keanekaragaman hayati di kawasan ini juga mempengaruhi keadaan DAS Krueng Aceh. Lebih lanjut, permasalahan pengelolaan lingkungan yang ada di KES terutama terkait dengan DAS Kr. Aceh adalah sebagai berikut:

1. Penebangan Liar

Masalah lingkungan yang paling parah adalah kegiatan penebangan liar. Sebelum musibah tsunami, laju kerusakan hutan di Aceh berdasarkan Pusat Data dan Perpetaan Badan Planologi selama periode waktu 13 tahun sebesar 270.347 ha atau ± 20.796 ha/tahun. Laju kerusakan hutan semakin meningkat seiring meningkatnya kebutuhan kayu untuk kegiatan rekontruksi dan rehabilitasi pasca tsunami. Hasil survei Pokja Advokasi Hutan Aceh (2006) sekitar 15 m3 kayu keluar dari kawasan hutan ini setiap harinya. Sebelum tsunami produksi kayu dari Aceh hanya 47 ribu meter kubik per tahunnya. Di tahun 2006 (pasca tsunami) pemerintah mengaktifkan kembali 5 HPH dan memberi kuota 300 ribu meter kubik untuk mencapai kuota produksi sebesar 500 ribu meter kubik per tahun. Padahal angka ini melebihi kebutuhan kayu untuk kegiatan rekonstruksi yang hanya sebesar dua ratus ribuan meter kubik per tahun.

Penebangan di kawasan hutan lindung juga menyebabkan fragmentasi habitat satwa yang mengakibatkan konflik satwa dengan manusia, menurunnya produksi panen karena sawah terendam banjir saat musim hujan tiba, kekeringan saat musim kemarau datang, menurunnya jumlah dan kualitas sumber daya air bersih (Mapayah 2006).

2. Konversi Lahan

Departemen Kehutanan menyatakan bahwa banyak pengelola perkebunan yang tidak memandang hutan sebagai kesatuan ekosistem yang perlu dijaga kelestariannya. Tidak ada upaya untuk mempertahankan daerah aliran sungai sepanjang perkebunan bahkan tidak terlibat kegiatan penyelamatan satwa dengan


(1)

Narator: Karena takut terlambat, Dolah meninggalkan percakapan Ibu Gajah dan Harimau dan berlari-lari ke sekolah.

Tiba di sekolah...

Dolah: Assalamualaikum Bu Guru! (suaranya terputus-putus karena capek dan takut dimarahi Ibu guru)

Ibu Murniati: Waalaikumsalam, Dolah? Kenapa kamu terlambat sekali?

Dolah: Ma...ma-af Bu, Dolah terlambat karena sumur di rumah Dolah kering sehingga Dolah harus mandi ke sungai. Ibu tahu kan sungai itu jauh dari rumah Dolah”

Ibu Guru: Iya, ibu tahu.Lalu..apa lagi?

Dolah: “Terus, di jalan menuju sekolah Dolah berhenti, karena mendengar percakapan Cupo meurah dan datok bu, mereka sedang bersedih hati”

Ibu Murniati: “ Siapa itu Cupo Meurah dan Datok?

Dolah :” Ooo, ibu belum tahu ya? Cupo Meurah itu adalah panggilan untuk Gajah Sumatera dan Datok itu panggilan untuk Harimau Sumatera. Mereka tinggal di hutan yang ada di sekitar rumah kita Bu, tapi sayangnya Dolah belum pernah berjumpa dengan mereka.”

Ibu Murniati: “ O, ya..ya..Lalu apa yang membuat mereka sedih?”

Dolah: “ Dolah dengar mereka sedih karena suara sinsaw.Kok bisa ya Bu?”

Ibu Murniati: “ O, benar itu. Suara sinsaw yang bising memang membuat hewan-hewan di hutan terganggu, Ya sudah...nanti kita ngobrol lagi, silakan duduk di tempatmu ya?” Narator: Lalu Dolah belajar bersama teman-teman dan ketika jam sekolah usai, Dolah menceritakan pengalamannya tadi pagi kepada Siti, teman sekelasnya. Siti adalah teman baik Dolah, mereka sering belajar bersama di rumah. Siang itu, Dolah tidak langsung pulang ke rumah. Dolah mengajak Siti bermain ke pinggir hutan dengan harapan bisa berjumpa langsung dengan Cupo Meurah.Tiba-tiba..

BABAK II

Eeeeeeeeeenggggg...(suara sinsaw),

Narator: Dolah dan Siti mengikuti suara sinsow dan secara tidak sengaja mereka bertemu dengan turis yang sedang berjoget.

Dolah: “Siapa kamu”?

Paul: “Saya Paul, dari Inggris, saya bekerja di Banda Aceh tapi hari ini saya libur dan ingin jalan-jalan ke hutan ini”


(2)

Turis: “Karena hutan di sini masih bagus dan di negara saya tidak ada hutan seperti ini, lihat...pohonnya besar-besar, ada suara burung...indah sekali”

Siti : “Pak Turis kenapa berjoget”?

Turis: “wow good...good music ... suara musik baguuuss sekali” Siti:” Itu bukan musik Pak ... “

Turis: “ HAAAH? Bukan musik? Kenapa begitu keras suaranya” Siti: “Lihat Pak di balik pohon!”

Narator: Dari balik pohon mereka melihat Pak Ajo sedang menebang pohon besar.

Pak Ajo:”Ha..ha..senang sekali rasanya, tidak perlu menanam dan merawat, tinggal ambil saja, bisa dapat uang banyak,ha..ha”

Turis: “Betul, bukan musik dangdut?”

Dolah: Ya, ini dia orangnya yang suka bikin ribut di hutan. Gara-gara dia, Cupo dan Datok tidak bisa istirahat.Huh...”

Narator: (Tiba-tiba, kreeek..Dolah menginjak ranting pohon sehingga keberadaannya diketahui oleh Pak Ajo).

Pak Ajo: Hei..!Kamu anak kecil, untuk apa di dalam hutan sini hah? Mau ngintip ya? Hayo, anak nakal..saya kasih kamu pelajaran ya?”

Dolah: “Jangan, jangan Pak”

Turis:”... Bukan Pak .. no Pak no. saya hanya sedang berjoget” Pak Ajo: “ Aah, alasan, pergi kalian dari sini..cepaaat, pergiiii!!!”

Narator: Karena ketakutan, Dolah, Siti dan Paul lari meninggalkan pak Ajo, tapi sayangnya mereka tersasar di dalam hutan. Dolah dan Siti berteriak minta tolong. Dari kejauhan Cupo Meurah mendengar teriakan mereka.

Turis: “ Haaah, lihat !! hewan apa itu? Besar sekali, waaah ada belalainya, di kampung saya tidak ada hewan seperti ini”

Cupo Meurah: “Tenang, tenang semua.. saya akan membantu kalian keluar dari hutan ini.”

Dolah: “Wah,...terima kasih” Cupo Meurah: “Ya..ya” Dolah: “Kamu siapa?”

Cupo Meurah: “ Saya adalah Gajah Sumatera, nama asli saya Elephas maximus sumatranus, tapi orang-orang di sini biasanya menyebut saya Po Meurah, kalian boleh


(3)

Dolah: “O, kalau begitu kamu Gajah yang saya dengar suaranya tadi pagi” Maaf, tadi pagi Dolah mendengar percakapan Cupo dengan Datok”

Siti: “Ya cupo, Dolah tadi bercerita pada Siti kalau Cupo dan datok sangat terganggu dengan suara bising seperti suara sinsow,kenapa Cupo?

Cupo: “Iya benar, hewan-hewan di hutan terganggu kalau mendengar suara bising seperti sinsaw, selain itu kalau pohon ditebang semua kami mau istirahat dimana? Lagian kalau hutan rusak, kami mau makan apa?

Dolah: Jadi...kalau sekarang Harimau sering makan ternak karena makanannya di hutan sudah sedikit ya Cupo, berarti hutan kita sudah rusak ya?”

Cupo Meurah: Iya Dolah, Siti

INTERAKSI DENGAN PENONTON

Dolah (bertanya ke penonton): Kawan-kawan, kasihannya Cupo Meurah dan Datuk, karena hutan rusak jadi tidak punya tempat tinggal dan tempat bermain

Dolah: Kalau begitu tidak bisa dibiarkan Cupo, ayo kita jumpai Pak Muhammad, mungkin beliau bisa membantu menyadarkan Pak Ajo. Pak Paul mau ikut dengan kami? Turis: O..no no, terima kasih..saya mau keliling lagi,mau lihat pemandangan di sini. Terim akasih ya Cupo...senag sekali bisa jumpa dengan kamu. Sampai jumpa lagi ya anak-anak, bye..bye.

Siti: “Siti juga pamit duluan ya, takut dicari Mamak nanti, nanti Siti sampaikan ke Mamak Dolah kalau Dolah mau ke rumah Pak Muhammad, Terima kasih ya Cupo, Sampai Jumpa lagi..”

BABAK III

Narator/pembawa cerita: Dolah dan Cupo Meurah bersama-sama menuju rumah Pak Muhammad. Kebetulan Pak Muhammad baru pulang dari kantor dan masih berseragam dinas.

Dolah: Assalamualaikum Pak Muhammad!

Pak Muhammad: Waalaikumsalam Dolah, ada apa?

Dolah: Pak, Bapak kenal Pak Ajo kan? Perbuatan pak Ajo sudah membuat resah orang kampung Pak, mungkin beliau tidak tahu. Yuk, kita ke rumah Pak Ajo, beritahu beliau akibat perbuatannya”

Pak Muhammad: “Siap Dolah”

Kemudian Cupo, Pak Muhammad, dan Dolah bertemu Pak Ajo di jalan. Pak Muhammad::Assalammualaikum Pak Ajo, boleh kita bicara sebentar?”


(4)

Pak Ajo: “Eh,eh..boleh Pak”

Pak Muhammad: “ Begini pak Ajo, apa Bapak melihat kalau akhir-akhir ini harimau sering turun ke kampung?

Pak Ajo: “I..iya Pak”

Pak Muhammad: “Bapak juga merasakan kan kalau sekarang air bersih sulit sekali?” Pak Ajo: “Iya Pak, saya kadang-kadang harus beli air aqua untuk masak”

Pak Muhammad: “Nah, itu semua terjadi karena kita tidak mau memelihara hutan lindung kita. Penebangan merajalela. Akibatnya hutan lindung seperti Tahura Pocut Meurah Intan, Cagar Alam dan Hutan Lindung Jantho perlahan akan rusak. Salah satu fungsi hutan itu adalah pengatur sumber air bersih. Kalau kegiatan hanya mengambil hasil tanpa mau memelihara maka hutan akan rusak, kita semua akan kesulitan mendapatkan air. Maukah Pak Ajo selalu membeli air? Berapa banyak uang yang harus dikeluarkan kalau kemudian hari kita tidak punya sumber air lagi, dan harus selalu membeli air?

Pak Ajo: Wah, saya tidak pernah memikirkan hal seperti itu. Jadi hutan yang baik akan menjamin air di sungai kita tetap mengalir?

Pak Muhammad: Iya betul sekali Pak Ajo. Selain itu hutan lindung kita adalah rumah bagi satwa seperti Gajah sumatera. Gajah Sumatera selalu berjalan melalui rute yang sama setiap kalinya. Sama seperti labi-lagi, jurusan Saree ke Banda yang selalu melewati jalan yang sama. Kalau rumah mereka dijadikan kebun atau dibangun rumah, tentu saja gajah akan merusaknya, karena itulah jalan yang biasa mereka tempuh.

Pak Ajo: kalau harimau bagaimana Pak Muhammad?

Pak Muhammad: OOO kalau harimau sumatera sangat tergantung dari makanan yang tersedia. Jika hutan dirusak dan habis, tentunya satwa yang menjadi mangsanya pun tidak tersedia, sehingga harimau pun turun ke kampung untuk memakan ternak kita. Apalagi jika kita kurang baik mengelola ternak dan tidak mengawasi ternak kita, tentunya harimau sangat senang menemukan makanannya.

Pak Ajo: Wah, kalau ternak kita lepaskan tanpa penjagaan dan tanpa kandang yang baik, berarti sama seperti Pante Pirak untuk harimau ya?

Pak Muhammad: Wah, lucu juga Pak Ajo ini, tapi ada betulnya. Harimau adalah hewan pemakan daging dan senang berburu. Kalau kita lengah atau tidak menjaga ternak kita dengan baik maka harimau akan mudah memburunya.

INTERAKSI DENGAN PENONTON

Dolah (bertanya ke penonton): Kawan-kawan, mengerti tidak dengan penjelasan Pak Muhammad? Selain menjadi tempat tinggal Datuk dan Cupo Meurah, hutan juga berguna untuk mengatur apa coba? .... Sesuatu yang dipakai untuk mandi, minum, dan memasak? Apa coba? .... Yang keras ....

Pak Ajo: “Maaf Pak, saya salah...saya tidak tahu akibat perbuatan saya telah merugikan orang banyak. Tapi saya harus kerja apalagi Pak?Keluarga saya butuh makan”


(5)

Pak Muhammad: “Ajo..ajo, masih banyak hasil hutan yang bisa dimanfaatkan selain kayu, tapi begini saja...mari kita membuat diskusi bersama di kampung, nanti kita cari tahu bersama bagaimana cara mengelola hutan kita”

Pak Ajo: “Baik Pak, Terima Kasih”

Cupo Meurah: “ Terima kasih Pak Ajo, hutan itu milik bersama. Mari kita jaga Tahura Pocut Meurah, Hutan Lindung dan Cagar Alam Jantho bersama-sama sehingga semua dapat hidup berdampingan dan aman. Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia...Oke?” Semuanya: Okeeeeeeeee


(6)