Peran Kampanye Bangga (Pride Campaign) Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Aceh Besar

(1)

PERAN KAMPANYE BANGGA (PRIDE CAMPAIGN)

DALAM PENGUATAN LEMBAGA ADAT PAWANG UTEUN

UNTUKPENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN

DI ACEH BESAR

ZAKIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

Sekarang kita coba bernyanyi bersama-sama ya. Kuneng akan menemani kita sambil menari dan bertepuk tangan

Wah Kuneng senang sekali ya hari ini. Kalian juga senang kan??

bernyayi bersama-sama

Kuneng sekarang mau cepat-cepat pulang, dia ingin menceritakan petualangannya hari ini

Terima kasih buat semangat dari anak-anak, terima kasih buat sekolah. Mohon maaf kalo ada kata yang salah. Kuneng sebenarnya masih punya banyak hadiah. Kalian bisa mendapatkannya kalo kalian menulis cerita tentang hutan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung dan mengirimkannya kepada Kuneng. ceritanya tersebut dapat kalian serahkan kepada guru kalian, nanti kakak akan mengumpulkan cerita-cerita tersebut.

Syair lagu anak

UTEUN TAJAGA RAKYAT SEUJAHTRA

NANGGROE ACEH NYO LEUPAH THAT MEUNGAH ALAM JIEH CIDAH

INDAH LAGOINA

JAK TA JAK RAKAN TAPULA KAYEE UTEUN TA JAGA RAKYAT SEUJAHTER

REFF : UTEUN DENGON GLEE

LUAH BUKON LEE………….

JAK TANYO JAGA BEU IE SABENA

JAK TAJAK RAKAN TA PEUDONG ADAT UTEUN TA JAGA RAKYAT SEUJAHTRA


(3)

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Kampanye Bangga Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Kabupaten Aceh Besar adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

Zakiah


(4)

This research using Rare Pride methodology. This methodology adopts social marketing approach to solve conservation problems and other social problems. The objectives of this research is to analyze affectivity of pride campaign in improving level of knowledge, attitude and behavior after Pride Campaign implementation for better resources management. Through many kind of intervention during one year Pride Campaign, this campaign succeeded to encourage community behavior change.This behavior change is indicated by ; 90 members of group of forest farmer at Gampong Nusa and Kueh, 24 elite figure (20 men, 4 women) from 6 Villages has common agreement about revitalization custom institution ; Pawang Uteun, 100 Ha community field in Kemukiman Kueh for Peu Udeep Lampoh activity, 3000 Ha customary right for land forest managed by custom intitution : Pawang Uteun.


(5)

RINGKASAN

Zakiah. Peran Kampanye Bangga Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Aceh Besar. Dibimbing oleh Rinekso Soekmadi dan Burhanuddin Masy’ud.

Penelitian tentang Peran Kampanye Bangga Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Aceh Besar telah dilakukan sejak September 2006 sampai dengan Juli 2008 (22 bulan). Penelitian ini bertujuan pertama untuk mengidentifikasi pengetahuan, perilaku dan sikap masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan dan peranan lembaga adat sebelum dan sesudah Kampanye dan yang kedua mengetahui efektifitas penerapan metode Kampanye Bangga dalam peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan penguatan lembaga adat. Selain itu pada akhir penelitian ini juga akan dilihat metode mana yang paling efektif, membandingkan perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sebelum dan sesudah kampanye di kemukiman Kueh, Lhokga dan Leupung selama 1 tahun menerima Program Kampanye Bangga yaitu dari Februari 2007 samapai dengan Februari 2008.

Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung yang memiliki total populasi 23,000 jiwa dipilih sebagai lokasi target kampanye karena kawasan ini terletak berbatasan langsung dengan hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat baik itu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya maupun manfaat ekologi. Kampanye ini dilakukan untuk meningkatkan peran dan partisipasi aktif masyarakat di dalam pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan serta berkeadilan dari berbagai kegiatan yang merusak kawasan hutan yang sedang terjadi saat ini baik penebangan, pembukaan lahan dan kebakaran yang dilakukan secara legal maupun illega, yang pada akhirnya akan mendorong perubahan perilaku melalui perbaikan pengetahuan dan sikap masyarakat sasaran. Selain itu juga kawasan ini memiliki dua Daerah aliran Sungai yaitu DAS Kr. Geupu dan DAS Kr. Raba dan air yang mengalir disungai tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian dan industri/ PT. Semen Andalas Indonesia (PeNA 2006).

Penelitian ini menggunakan metodologi Kampanye Bangga yang dikembangkan oleh Rare International yaitu metodologi penelitian yang memadukan pendidikan konservasi dengan teknik social marketing. Prosedur kerja Kampanye Bangga terdiri dari 3 tahapan yaitu tahapan perencanaan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dan merancang sebuah program Kampanye Bangga yang sesuai dengan kondisi masyarakat target, tahapan pelaksanaan yang bertujuan untuk memberikan perlakuan-perlakuan dalam bentuk kegiatan-kegiatan kampanye guna mendorong perbaikan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat target, serta tahapan evaluasi yang bertujuan untuk mengkaji perubahan perilaku yang terjadi setelah pelaksanaan Kampanye Bangga serta mengkaji bentuk-bentuk pendekatan yang efektif di lokasi pelaksanaan Kampanye Bangga.


(6)

(harimau) semakin meningkat dan juga menurunnya debit air sungai pada saat musim kemarau tiba. Maka dari itu melalui kampanye Bangga dengan pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaannya diharapkan akan dapat menyelamatkan kawasan yang mereka miliki salah satunya adalah dengan mengaktifkan kembali peran dan fungsi Lembaga Adat Pawang Uteun sehingga mereka dapat menerapkan kembali kearifan lokal yang mereka miliki.

Dengan menggunakan berbagai saluran komunikasi terpercaya seperti tokoh agama, guru, tokoh adat, para pemuda dan anggota keluarga, serta menggunakan berbagai materi komunikasi seperti poster, lembar fakta, lembar dakwah, billboard yang dikemas melalui berbagai bentuk kegiatan maka pada tahun pertama Kampanye Bangga di dikemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung telah berhasil memperbaiki pengetahuan dan sikap masyarakat dimana sebelum dilakukan kampanye masyarakat yang pernah mendengar konservasi sebesar 11, 8% masyarakat yang pernah dengar kata konservasi dan setelah kampanye meningkat menjadi 47, 3 %, kemudian sebelum kampanye masyarakat yang paham arti konservasi yaitu pemahaman “pemanfaatan hasil hutan secara adil dan bijaksana” dari 26,30 % meningkat menjadi 35,6 % (terjadi peningkatan 11 %), “perlindungan hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air”, dari 22,8 % sebelum kampanye dan menjadi 39,4 % (jadi meningkat sebesar 17 %).

Sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang baik juga dapat kita lihat dari keinginan masyarakat untuk ikut dilibatkan secara langsung dalam usaha pengelolaan. Sebelum kampanye dilakukan 40.0 % masyarakat mengatakan “pelibatan mayarakat secara langsung masyarakat akan lebih baik dalam sebuah pengelolaan” dan setelah dilakukan kampanye, persentasenya meningkat menjadi 50,2 %, jadi disini terjadi peningkatan sebesar 10,2 % dimana kontribusi dari kampanye sebesar 71, 56 %.

Selain itu keterlibat juga sangat jelas terlihat dari masyarakat baik dalam membantu program kampanye maupun terlibat dalam berbagai pertemuan masyarakat yang dilakukan dan terakhit berhasilnya masyarakat kemukiman Leupung dalam pembuatan peta hutan ulayat seluas 3000 ha yang nantinya akan dikelola oleh lembaga adat Pawang Uteun.

Capaian kampanye lainnya yang telah dihasilkan adalah lahirnya 18 kader pemuda konservasi untuk kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung, 50 orang petani di Kueh menerapkan prinsip ekologi dalam kegiatan peu udeep lampoh, adanya draft kesepakatan masyarakat Kemukiman Lhoknga untuk memfungsikan kembali Pawang uteun.

Hasil kajian terhadap bentuk pendekatan yang efektif pada masing-masing kelompok sasaran diperoleh bahwa kegiatan kegiatan kunjungan sekolah sangat efektif untuk menjangkau kelompok sasaran anak-anak, diskusi adat untuk menjangkau para tokoh dan pemuda, kegiatan peu udeep lampoh dan penggunaan meteri cetak.


(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak September 2006 – Juli 2008 dan diberi judul Peran Kampanye Bangga Dalam Penguatan Llembaga Adat Aawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Kabupaten Aceh Besar.

Terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Rinekso Soekmadi M.ScF dan Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud MS yang telah dengan sabar membimbing penulis selama penelitian ini. Disamping itu terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh tim dosen Program Khusus Pendidikan Konservasi kerjasama IPB dan Rare International, kepada Manajer Kursus Rare Indonesia Hari Kushardanto dan Ni Putu Sariani Wirawan atas asistensi selama pelaksanaan program Kampanye Bangga. Terima kasih juga kepada teman Angkatan 1 Bogor – PIZSA. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda M.Najdy (Alm) dan Ibunda Rasyidah (Almh), Juli Ermiansyah Putra, Naufal Phounna Putra JeZ, Yeyen, Ti Hem, serta seluruh keluarga atas segenap cinta dan do’a tulusnya.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 16 Desember 1976 dari Ayah M. Najdy dan Ibu Rasyidah. Penulis merupakan putri bungsu dari delapan bersaudara.

Tahun 1995 penulis lulus dari Sekolah Menengah Teknologi Pertanian (SMTP) Jantho Aceh Besar dan pada tahun yang sama lulus seleksi Ujian Masuk Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Tengku Chik Pante Kulu Banda Aceh. Penulis memilih Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Tahun 2006 penulis lulus seleksi Program Pascasarjana Kelas Khusus Pendidikan Konservasi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.


(10)

DI ACEH BESAR

ZAKIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(11)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Peran Kampanye Bangga (Pride Campaign) Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Aceh Besar

Nama : Zakiah

NRP : E 051054175

Disetujui Komisi Pembimbing,

Dr.Ir. Rinekso Soekmadi,M.ScF Dr.Ir.Burhanuddin Masy’ud, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof.Dr.Ir. Imam Wahyudi,MS Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 25 Agustus 2008 Tanggal Lulus:


(12)

(13)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... vi

1 PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...3

1.3 Kerangka Pikir ...5

1.4 Tujuan Penelitian ...8

1.5 Manfaat Penelitian ...8

2 TINJAUAN PUSTAKA...9

2.1 Kampanye Bangga ...9

2.1.1 Pelaksanaan Kampanye Bangga ...11

2.1.2 Tahap Kampanye Bangga ...13

2.1.3 Capaian dalam Kampanye Bangga ...15

2.1.4 Sosial Marketing ...17

2.1.5 Perubahan Perilaku ...18

2.2 Lembaga Adat ...20

2.2.1 Kontrak Sosial...21

2.2.2 Sistem Adat ...22

2.3 Pengelolaan Hutan Berkelanjutan...24

3 KEADAAN UMUM LOKASI ...26

3.1 Kemukiman Kueh, Lhoknya dan Leupung Kabupaten Aceh Besar ...26

3.2 Deskripsi Kawasan Target ...27

3.3 Karakteristik Fisik Target ...28

3.3.1 Gambaran Topografi ...28

3.3.2 Kondisi Geologi ...28

3.3.3 Iklim dan Cuaca ...29

3.4 Deskripsi umum Ekosistem Kemukiman Kueh Lhoknga dan Leupung...29

3.4.1 Karakteristik Ekosistem ...29

3.4.2 Keanekaragaman Hayati ...31

3.5 Deskripsi Masyarakat...32

3.5.1 Demografi dan Populasi...32

3.5.2 Ekonomi ...33

3.5.3 Budaya ...33

3.5.4 Keriarifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam...35

3.5.5 Situasi Politik ...36

3.6 Konservasi Alam dan Kawasan Target ...37

3.6.1 Sejarah dan Status Kawasan ...37


(14)

ii

4.3 Metode ...40

4.3.1 Penentuan Lokasi dan Responden...40

4.3.2 Informasi dan Data ...42

4.3.3 Tahapan dalam Kampanye Bangga...43

5 HASIL DAN PEMBAHASAN...52

5.1 Gambaran Demografi Responden Pra Kampanye ...52

5.1.1 Kelompok Target ...52

5.1.2 Kelompok Kontrol ...53

5.2 Pilihan dan Jenis Media ...54

5.2.1 kelompok Target ...54

5.2.2 Kelompok Kontrol ...57

5.3 Hasil Tahapan Perencanaan ...58

5.3.1 Studi Literatur ...58

5.3.2 Stakeholder Workshop Pertama...59

5.3.3 Kelompok Diskusi Terfokus ...62

5.3.4 Survei Pra Kampanye...67

5.3.5 Pertemua Stakeholder Workshop Kedua ...69

5.3.6 Menetapkan Sasaran SMART...70

5.3.7 Flagship Spesies...71

5.3.8 Merancang Kegiatan Kampanye ...74

5.3.9 Menyusun Rencana Kerja ...76

5.3.10 Hasil Tahap Pelaksanaan...76

5.4 Hasil Analisis Efektifitas dan Implikasi Pendekatan Kampanye Bangga...93

5.4.1 Peningkatan Pengetahuan dan Perubahan Sikap...93

5.4.2 Perubahan Perilaku ...98

5.4.3 Tinjuan Kritis Kegiatan Kampanye Bangga ...102

5.4.4 Bentuk Kegiatan yang Efektif...111

5.4.5 Bentuk Kegiatan yang Kurang Efektif...113

5.4.6 Rekomendasi ...113

6 SIMPULAN DAN SARAN ...115

6.1 Simpulan ...115

6.2 Saran...115

DAFTAR PUSTAKA ...117

DAFTAR LAMPIRAN...119


(15)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perbedaan antara corporate marketing dengan sosial marketing ...17

2 Alat –alat untuk penelitian ...39

3 Bahan-bahan untuk penelitian...40

4 Banyak Gampong dan penduduk yang menjadi fokus penelitian...42

5 Contoh matriks stakeholder...44

6 Ilustrasi rangking ancaman ...46

7 Proporsi tingkat pendidikan Responden kelompok target ...53

8 Proporsi jenis pekerjaan kelompok target ...53

9 Stasiun radio favorit menurut pekerjaan responden kelompok target...56

10 Program acara yang digemari responden kelompok target ...56

11 Jenis musik yang digemari responden kelompok target ...56

12 Jenis kesenian favorit responden kelompok target...57

13 Bentuk-bentuk pendekatan dalam Kampanye Bangga ...75


(16)

iv

melalui Kampanye Bangga ...7

2 Proses Kampanye Bangga melestarikan alam (Pride Campaign) ...13

3 Peta DAS dan wilayah target kampanye bangga ...20

4 Kecamatan Lhoknga sebelum dan sesudah Tsunami 26 Desember 2006...30

5 Model pemikiran yang dilambangkan dalam pertemuan stakeholder...45

6 Proporsi jenis kelamin responden kelompok target ...52

7 Proporsi tingkat usia responden kelompok target ...52

8 Proporsi jenis kelamin kelompok control ...53

9 Proporsi tingkat usia responden kelompok control...54

10 Kebiasaan mendengar radio kelompok target ...55

11 Kebiasaan membaca koran kelompok target...55

12 Tingkat kepecayaan kelompok target kepada guru...57

13 Kebiasaan mendengar radia kelompok kontrol...57

14 Kebiasaan membaca koran kelompok kontrol ...58

15 Peserta stakeholder workshop sedang menyampaikan idenya dengan menggunakan metaplan (kiri) dan fasilitator membantu dalam menyusun faktor ancaman pada stiki wall (kanan) ...60

16 Proses pelatihan enumerator (kiri), pelaksanaan survei (kanan)...68

17 Cempala Kuneng (Copsycus pirrpygus) ...72

18 Poster Uteun Tajaga Rakyat Seujahtra...77

19 Anak sekolah dasar memakai pin kampanye Bangga ...78

20 Lembar fakta yang selalu digunakan dalam setiap diskusi masyarakat...79

21 Lembar dakwah...79

22 Stiker Kampanye Bangga...80

23 Buku tulis Kampanye Bangga...80

24 Meja belajar Kampanye Bangga ...81

25 Masyarakat dengan tim kampanye sedang membaca peta dasar yang dijadikan landasan pada saat pembuatan peta hutan ulayat ...85

26 Diskusi kelompok tani Mukim Kueh ...87 Halaman


(17)

v

27 Para peserta workshop guru sedang membuat draft kunjungan sekolah...88

28 Seorang pelajar sedang membaca cara menjaga hutan bersama Si Kuneng ...89

29 Kegiatan sahabat alam, guru dan murid sedang melakukan penanaman ...90

30 Penyerahan hadiah kepada pemenang lomba lukis lingkungan...92

31 Foto bersama, peserta dan pemateri pada kegiatan pelatihan kader konsevasi ...93

32 Grafik responden kelompok target yang merasa tahu arti konservasi ...94

33 Grafik responden kelompok kontrol yang merasa tahu arti konservasi...94

34 Pemahaman masyarakat target mengenai makna konservasi...95

35 Pemahaman kelompok kontrol mengenai makna konservasi ...95

36 Kegiatan penebangan berdampak pada ketersediaan air (kelompok target dan kontrol) ...96

37 Pelibatan masyarakat secara langsung sebagai sistem pengelolaan yang baik (kelompok target dan kontrol) ...100

38 Pembukaan lahan berpengaruh pada penerunan debit air sungai (kelompok target dan kontrol)...101


(18)

vi

2 Tabel pertanyaan yang digunakan pada saat FGD...123

3 Gambar model konsep ...125

4 Rencana kerja Kampanye Bangga ...126

5 Rencana monitoring ...161

6 Ringkasan materi yang diproduksi...165

7 Kostum Cempala Kuneng...166

8 Ringkasan kegiatan Kampanye yang sudah dilakukan ...167

9 Peta Hutan Ulayat...170

10 Lembar kuesioner survei ...171

11 Skenario panggung boneka ...185

12 Lembar evaluasi kunjungan sekolah ...189

13 Siaran pers...190


(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukom (baca hukum) adat tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh dan sepanjang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan syari’at Islam maka perlu dipelihara dan dilestarikan. Hukom adat oleh masyarakat Aceh sudah dilaksanakan secara turun temurun, dihormati dan dipatuhi meskipun tidak tertulis (Syarif 2005).

Sejak zaman Sultan Iskandar Muda, masyarakat Aceh telah memiliki kearifan tradisional dalam berbagai hal, begitu juga dalam pengelolaan sumber daya alam. Baik itu dalam hal pemanfaatan maupun tata kelola sumber daya alam yang mereka miliki dan pertahankan. Pandangan indatu (nenek moyang) yang menyiratkan hukom ngon adat lagee zat ngon sifet (hukum dan adat bagaikan zat dengan sifat yang artinya tidak dapat dipisahkan), sangat dipegang teguh. Salah satu contoh dapat kita baca dalam sejarah Aceh yaitu mengenai aturan pengelolaan sumberdaya alam yang ada, misalnya hutan.

Pawang Uteun adalah sebuah lembaga adat lokal yang ada di Aceh dan secara stuktural berada dibawah lembaga adat Mukim yang diketuai oleh seorang Imum Mukim. Lembaga Pawang Uteun diketuai oleh seorang ketua yang biasa disebut Panglima Uteun atau Peutua Uteun atau juga Pawang Uteun. Pawang Uteun di angkat dan dipilih melalui musyarah gampong (baca desa) karena memiliki kemampuan dan mengerti seluk beluk hutan. Pada masa dulu Pawang Uteun dipilih karena dia memiliki kemampuan khususnya dalam menangkal jin dan menjinakkan binatang buas, sehingga disebut Pawang. Selain itu dia juga memiliki tugas dan wewenang khusus yang berkaitan dengan hutan. Tugas dan wewenang ini diantaranya :

1. Menegakkan adat hutan (uteun/gle) 2. Menentukan masa berburu

3. Mengawasi agar pohon-pohon yang dilindungi oleh adat tidak ditebang, seperti pohon ara ditepi sungai, pohon kayu tempat lebah madu bersarang 4. Menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pengumpul hasil hutan di


(20)

5. Menjaga pelestarian hutan dan tanaman pelindung sumber mata air

Akan tetapi dengan diberlakukannya UU No 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, ruang bagi kehidupan adat menjadi sempit sehingga menyebabkan penurunan fungsi serta peran dari lembaga adat yang ada di Aceh. Fungsi beberapa jabatan pemangku adat menjadi tidak berjalan bahkan hilang [seperti Imum mukim, Petua Seunebok (petua kebun), Pawang Uteun (petua hutan) dan beberapa lembaga lainnya]. Dengan kata lain, hak-hak warga negara secara hukum adat yang pernah hidup subur dikalangan warganya layu kembali karena sudah tercabut dari akarnya. Hukum adat diperlakukan sebagai pelengkap saja mendampingi hukum nasional yang diadopsi dari hukum sipil Barat (Syarif 2005)

Upaya untuk memperkuat kembali lembaga adat yang perlu dilakukan, salah satunya adalah lembaga adat Pawang Uteun sebagai lembaga yang mengurus dan mengatur pengelolaan kawasan hutan dan memiliki tugas dan kewenangan tersendiri seperti telah disebutkan diatas. Memperkuat kembali sistem adat, baik berupa aturan maupun kelembagaan tidak dapat dilakukan dengan serta merta dan tergesa-gesa akan tetapi memerlukan proses atau tahapan-tahapan agar dapat dicapai kesepakatan yang utuh melalui mufakat. Salah satu cara yang harus ditempuh untuk memperkuat kembali sistem adat ditingkat mukim adalah melakukan kontrak sosial baru. Selanjutnya kesepakatan-kesepakatan yang telah dihasilkan harus dideklarasikan kepada segenap warga dan instansi terkait (Juned 2002).

Namun demikian, harapan kearah kembalinya terbentuk sistem pemerintahan dan sistem peradilan asli menurut hukum adat mulai muncul. Hal ini tersirat dalam pasal 2 Undang-Undang No 18 tahun 2001 tentang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang menetapkan Gampong dan Mukim sebagai badan pemerintahan dibawah Camat. UU tersebut menyatakan bahwa kedua lembaga itu sebagai persekutuan masyarakat hukum. Selain itu ada juga adanya Qanun No 4 Tahun 2003 tentang pemerintahan mukim sehingga membuat masyarakat semakin kuat untuk kembali kepada hukum adat indatu.

Memperhatikan fakta dari kajian tersebut, maka sangatlah mendesak untuk melakukan sebuah rencana aksi untuk mendukung konservasi hutan ulayat


(21)

3

melalui penguatan lembaga adat di Kemukiman Kueh, Lhoknga, dan Leupung. Metodologi Kampanye Pride (Kampanye Bangga Melestarikan Alam—untuk selanjutnya akan disebut Kampanye Bangga) dengan pendekatan sosial marketing merupakan cara yang dipilih untuk meningkatkan peran dan partisipasi aktif masyarakat di dalam pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan serta berkeadilan. Kampanye Bangga ini ditargetkan bagi setidaknya 23,000 jiwa di Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung. Kampanye Bangga ditujukan untuk mendorong perubahan perilaku melalui perbaikan pengetahuan dan sikap masyarakat sasaran (PeNA 2006).

Kelebihan metode Kampanye Bangga adalah bentuk pendidikan konservasi yang menggunakan teknik pemasaran sosial, memiliki beragam bentuk pendekatan yang bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat serta dapat direplikasikan. Teknik pemasaran sosial yang dikembangkan oleh Rare ini telah direplikasikan dan sukses mengurangi permasalahan konservasi di lebih 40 negara (Rare 2006).

Metode pendidikan konservasi ini disebut dengan Kampanye Bangga karena kampanye ini akan menginspirasikan orang untuk memiliki kebanggaan terhadap sumber daya alam yang mereka miliki dan mendorong mereka untuk menghargai dan melindungi sumber daya alam yang dimiliki tersebut, termasuk sistem kelembagaan sosial seperti Pawang Uteun yang berperan penting dalam pengelolaan dan pelestarian sumberdaya hutan.

1.2 Perumusan Masalah

Beberapa kegiatan yang berlangsung di dalam dan sekitar kawasan hutan Kueh, Lhoknga dan Leupung cenderung mengancam kelestarian ekosistem hutan yang terdapat di wilayah utara barat daya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini. Kegiatan berupa penebangan liar, pembukaan lahan, galian C, kebakaran hutan, dan gangguan binatang merupakan ancaman yang langsung mempengaruhi kelestarian hutan di Kueh, Lhoknga dan Leupung ini. Berdasarkan tiga kriteria dampak ancaman (Area, intensitas dan urgensi) dapat diidentifikasi 3 ancaman terbesar bagi ekosistem ini: peringkat pertama adalah penebangan liar, kedua kebakaran hutan, dan ketiga yaitu alih fungsi lahan (PeNA 2006).


(22)

Maraknya kegiatan penebangan liar didorong oleh tuntutan kebutuhan ekonomi, kurangnya sosialisasi tentang pemanfaatan sumberdaya hutan secara berkelanjutan dari instansi terkait dan juga karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Rendahnya pendapatan masyarakat (terutama belum pulihnya perekonomian pasca tsunami) serta masih terpakunya masyarakat pada pemenuhan kebutuhan hidup dasar memberikan kontribusi terhadap meningkatnya aktifitas yang mengancam kelestarian ekosistem hutan dalam bentuk-bentuk kegiatan sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Rendahnya penerapan serta penegakan hukum dan juga tidak berfungsinya lembaga adat, maka kegiatan-kegiatan ilegalpun dilakukan dengan sangat terbuka seperti penebangan, pembukaan lahan, pembakaran lahan dan hutan.

Hasil survei yang dilakukan Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh pada tahun 2006 menemukan bahwa adanya keinginan yang besar dari masyarakat untuk kembali mengaktifkan lembaga adat lokal yang mereka miliki dengan menerapkan kearifan lokal yang sudah pernah ada guna melindungi kawasannya. Menurut Primark (2005), jika ditinjau dari ilmu ekologi populasi maka punahnya suatu jenis tumbuhan atau hewan akan menggangu sistem rantai makanan dan menganggu keseimbangan ekologi secara global. Untuk mendorong perubahan perilaku di masyarakat maka perlu juga dilakukan upaya peningkatan pengetahuan dan memperbaiki sikap positif masyarakat tentang pola pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik (Sarwono 2002).

Untuk menyikapi berbagai masalah yang terjadi itu maka akan dijawab dengan mendorong perubahan perilaku masyarakat di sekitar kawasan hutan dengan menggunakan metode pendidikan konservasi dengan sistem social marketing yang disebut Kampanye Bangga. Metode ini telah direplikasikan di banyak tempat di seluruh dunia dan terbukti telah mampu mendorong perubahan perilaku masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Oleh karena itu pertanyaan penelitian yang harus dijawab adalah:

Apakah Kampanye Bangga dengan teknik social marketing juga efektif mendorong perubahan perilaku masyarakat di Kemukiman Keuh, Lhoknga dan Leupung, Kabupaten Aceh Besar.


(23)

5

1. Mengetahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang fungsi hutan. 2. Mengetahui bagaimana sikap masyarakat tentang peran / fungsi lembaga

adat sebelum dan sesudah kampanye

3. Bagaimana sikap masyarakat tentang pola pengelolaan hutan bersama. 4. Bagaiman sikap masyarakat terhadap pengaktifan kembali lembaga adat

lokal.

5. Bagaimana bentuk perubahan perilaku yang dihasilkan dari Kampanye Bangga (dalam hal ini aksi dan keterlibatan masayrakat).

1.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ini didasari atas kondisi hutan Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung yang merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat selain juga nilai ekologi yang dimiliki, yang terancam oleh berbagai kegiatan penebangan, kebakaran hutan dan alih fungsi lahan. Berbagai ancaman tersebut telah menyebabkan menurunnya kualitas hutan sebagai tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Akibat lanjutan dari kerusakan hutan tersebut adalah terjadinya banjir, meningkatnya ganguan binatang semakin meningkat dan berkurangnya debit air sungai yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan. Melemahnya peran dan fungsi lembaga adat Pawang Uteun juga sangat berpeluang untuk terjadinya kerusakan hutan di kawasan tersebut, karena kearifan lokal yang mereka miliki tidak dapat diterapkan untuk melindungi kawasan.

Melihat kondisi diatas, maka diperlukan suatu usaha pengelolaan terhadap kawasan dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan secara langsung dalam lembaga adat Pawang Uteun yang mereka miliki sehingga dapat menerapkan kembali aturan dan kearifan yang ada di masyarakat. Lembaga adat merupakan milik masyarakat dengan aturan yang mereka sepakati bersama, dan dengan rasa kepemilikan yang mereka punyai maka keinginan untuk melindungi juga akan menjadi lebih besar.

Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara salah satunya adalah melalui metode Kampanye Bangga Melestarikan Alam (Pride Campaign). Kampanye Bangga adalah sebuah


(24)

metodelogi yang memadukan pendidikan konservasi konvensional dengan teknik pemasaran sosial yang bertujuan untuk perubahan perilaku yang di kembangkan oleh Rare Internasional.

Laju kerusakan sumberdaya alam yang terjadi di kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung akan ditangani melalui kegiatan pendidikan konservasi dengan berbagai aksi, materi dan juga pendampingan guna peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku masyarakat terhadap upaya konservasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan ini akan mendorong terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sehingga pada akhirnya lembaga adat yang mereka miliki dapat berperan aktif kembali dan mendapat pengakuan dari berbagai pihak. Dengan perbaikan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tersebut dalam pengelolaan hutan maka akan memberi dampak positif bagi keberlanjutan hutan sebagai penghidupan bagi masyarakat sekitar kawasan (Setiana 2005). Pada Gambar 1 di bawah ini dapat dilihat kerangka pemikiran penelitian yang akan dilakukan di Kemukiman euh, Lhoknga dan Leupung dengan Kampanye Bangga.


(25)

7

Gambar 1 Kerangka pemikiran penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun melalui Kampanye Bangga

Pengelolaan Hutan Penebangan

Perilaku Sikap

Pengetahuan Penguatan Lembaga Adat

- Kuatnya Lembaga Adat - Pengakuan terhadap peran dan fungsi Lembaga

Adat Degradasi Hutan

Kebakaran Pembukaan Lahan

Penerapan Kearifan Lokal

Kampanye Bangga - Penggunaan Materi Cetak

- Pendampingan - Pelatihan

- Aksi

Hutan Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung

-Hilangnya Peran dan Fungsi Lembaga Adat Lokal -Masyarakat tidak dilibatkan Aktif dalam Pengelolaan


(26)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pengetahuan, perilaku dan sikap masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan dan peranan lembaga adat sebelum dan sesudah Kampanye.

2. Mengetahui efektifitas penerapan metode Kampanye Bangga dalam peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan penguatan lembaga adat.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai konservasi dan masukan bagi upaya penguatan Lembaga Adat untuk mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan, melalui teknik social marketing.


(27)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kampanye Bangga

Kalau kita bicara tentang kampanye orang pasti akan berpikir dan membayangkan seseorang yang berdiri diatas podium dan menyampaikan orasinya sehingga audien akan memilih seorang pemimpin ataupun satu partai yang akan dan dapat mewakili aspirasi mereka untuk sesuatu hal, itulah yang biasa dilakukan oleh seorang calon pemimpin ataupun sebuah partai. Masyarakat sudah sangat akrab dengan istilah kampanye, karena semua calon kandidat atau partai mulai berjualan (jual diri/partai) supaya dapat memenangkan sebuah pemilihan. Memang kampanye itu adalah merupakan suatu kegiatan penjualan karena dia selalu dikaitkan dengan pemasaran.

Untuk menjual sesuatu kita memang memerlukan kampanye sehingga orang tahu apa yang akan dijual. Penjualan /pemasaran tidak hanya bisa dilakukan pada barang tetapi juga pada jasa, itulah yang dilakukan Rare International untuk memfasilitasi program pendidikan konservasi guna mendapatkan perubahan perilaku yang disebut dengan Kampanye Bangga Melestarikan Alam (Pride Campaign). Pendekatan yang dilakukan pada Kampanye Bangga Melestariakan Alam adalah pendekatan pemasaran sosial untuk menjual produk yang diberi nama perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang diharapkan nantinya adalah adanya perubahan perilaku kearah yang lebih baik dalam mengelola sumber daya alam sehingga mereka dapat memanfaatkannya secara berkelanjutan yang dirancang dengan baik sehingga semua orang dapat menerimanya dengan mudah.

Hal paling penting dalam metode yang digunakan teori perubahan adalah kondisi-kondisi yang harus dipenuhi maupun yang tidak mutlak diperlukan dalam mencapai hasil jangka panjang yang diinginkan. Teori perubahan ini menggunakan pemetaan ke belakang, yang mengharuskan orang untuk berpikir mundur ke belakang mulai dari sasaran jangka panjang hingga ke sasaran terdekat saat itu, kemudian ke perubahan di awal-awal yang dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan. Langkah tersebut akan menciptakan sejumlah hasil yang berkaitan satu sama lain, yang dikenal dengan istilah “alur


(28)

perubahan (a pathway of change)”. Secara grafik, sebuah “alur perubahan” mewakili proses perubahan, karena alur itulah yang dipahami oleh para perencana dan merupakan rangka di mana elemen-elemen teori lainnya dikembangkan. Langkah tersebut seperti flowchart mundur yang membantu memberikan gambaran tentang apa saja yang diperlukan untuk bisa mencapai sasaran utama dari yang direncanakan.

Sama seperti yang dilakukan oleh banyak pihak yang dengan latar belakang pihak komersil menjual berbagai produknya. Begitu juga yang dilakukan oleh Kampanye Bangga Melestarikan Alam yang juga memiliki berbagai macam pendekatan yang digunakan untuk menjual produknya. Maka setiap masyarakat/ orang akan memiliki dan memilih sendiri pendekatan yang ditawarkan sehingga mereka memiliki ketertarikan yang berbeda pula terhadap masing-masing pendekatan. Dalam dunia pemasaran komersil ada satu hal yang diyakini oleh para penjual bahwa ketika orang sudah mau melihat, mendengar, atau membicarakan tentang sebuah produk yang dijualnya walaupun belum membelinya maka itu adalah kemenangan.

Kampanye Bangga Melestarikan Alam merupakan perpaduan antara pemasaran sosial dan pengelolaan adaptif sehingga memiliki tujuan untuk memberikan perubahan dalam perilaku dan memiliki tujuan konservasi (Kushardanto 2008). Kegiatan-kegiatan yang telah dirancang dalam tahap awal kampanye harus dievaluasi untuk menilai efektivitasnya. Menurut Kushardanto (2008) dalam memantau efektivitas kegiatan maka ada setidaknya 3 elemen penting yang harus ditinjau yaitu Process Monitoring, Performance, dan Outcome Monitoring.

Asumsi dasar (based assumption) pada sosial marketing diindikasikan dengan mengukur perilaku masyarakat. Untuk menuju pada titik perubahan sosial, ukuran perilaku komunitas juga menjadi dasar untuk membangun aktivitas-aktivitas perubahnya. Ujung dari aktivitas-aktivitas (disebut sebagai targeting) dalam sosial marketing adalah tumbuhnya kesadaran (awareness) yang berdampak pada aksi mobilisasi komunitas.

Program kampanye bangga ini adalah suatu perkawinan antara pendidikan konservasi secara tradisional dan tehnik-teknik sosial marketing yang bertumpu


(29)

11

kepada perubahan perilaku. Kampanye bangga membangkitkan perluasan advokasi publik dan tekanan dari orang-orang yang dikenal (peer pressure) untuk mendorong perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku.

Keunggulan dari kampanye Bangga ini adalah dia selalu dilakukan melalui suatu kombinasi teknik akar rumput (grassroot) dan mass marketing, bervariasi dari lagu yang menarik mengenai spesies kunci sampai dengan lembar khotbah mesjid dan panggung boneka. Kampanye ini membangkitkan dukungan luas bagi ekosistem yang dilindungi ditingkat lokal maupun nasional. Kampanye Bangga selalu dilakukan ditingkat lokal oleh pendidikan konservasi. Sasaran dari Kampanye Bangga, spesies kunci, dan kelompok sasaran kemudian secara hati-hati dipilih untuk mengatasi masalah yang spesifik.

2.1.1 Pelaksanaan Kampanye Bangga 1) Pemilihan Manajer Kampanye

Kunci kesuksesan seorang Manajer kampanye adalah kemauan untuk belajar dan bekerja keras, dan untuk mengambil kebanggaan pribadi dalam pekerjaannya. Antusiasme sulit untuk diukur, akan tetapi elemen penting dalam kesuksesan suatu Kampanye Bangga. Manajer Kampanye harus mampu berinteraksi dengan berbagai tingkat stakeholder (mulai dari petani atau nelayan, guru, pelaku bisnis dan staf pemerintah), dan memotifasi mereka untuk mengambil aksi.

Idealnya, calon Manajer Kampanye lahir (atau setidaknya tinggal) disasaran kampanye. Manajer Kampanye yang berpotensial harus mendapatkan setidaknya tingkat pendidikan diperguruan tinggi dan bekerja penuh untuk organisasi yang akan menandatangani Memo Kesepakatan (MOU) dengan RARE. Manajer Kampanye harus bekerja secara khusus untuk Kampanye Bangga ini selama 18 bulan.

2) Pelatihan

Manajer Kampanye berpartisipasi dalam pelatihan diperguruan tinggi sebelum dan sesudah kampanyenya. Program perguruan tinggi ini – saat ini dikembangkn secara bersama dengan University of Kent at Cantebury (UKC) di Inggris dan University of Guadalajara’s Centro de la Costa Sur ( CUCSUR), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) termasuk dua tahap pengaran formal di


(30)

universits-universitas tersebut dimana Manajer Kampanye akan mendapatkan latar belakan dan prinsip atau teknik mengenai ekologi, pendidikan, evaluasi dan pemasaran konservasi. Bagian terpentingnya adalah Kampanye itu sendiri, diaman Manajer Kampanye mengembangkan dan melaksanakan secara penuh Kampanye di kawasannya. Melalui keberhasilan pada tahap pendidikan dan implementasi di kawasannya, Manejer Kampanye akan menerima pengakuan dan sertifikat/ijazah dari perguruan tinggi tersebut.

3) Perencanaan

Dibelakang setiap poster dan pin adalah suatu sasaran konservasi yang nyata. Memahami suatu kawasan dan masyarakat yang tinggal di dan sekitarnya adalah kunci untuk mengatasi ancaman atau masalah. Kampanye ini menyadari bahwa keberhasilan didasari oleh perencanaan yang hati-hati, identifikasi dan manfaat dari pelaku yang berkelanjutan, analisa kelompok sasaran, serta perancangan strategi komunikasi, dan pengembangan pesan kunci secara hati-hati.

Setiap Kampanye dimulai dengan suatu penilaian kawasan secara lengkap dan tahap pengumpulan data. Hasilnya membantu Manejer Kampanye dan pengawasnya (supervisor) untuk membuat sasaran yang dapat diukur dan spesifik dalam mengurangi ancaman keanekaragaman hayati (misalnya, meningkatkan 25% jumlah penduduk di kawasan yang mengadopsi teknik pertanian yang berkelanjutan). Manejer Kampanye bekerja dekat dengan staf setempat dan anggota masyarakat untuk merancang Kampanyeny, termasuk spesies sasaran, populasi sasaran, dan pesan-pesan pendidikan, sehingga kampanye mendukung sasaran konservasi kawasan yang lebih luas.

4) Pelaksanaan dan Evaluasi

Melalui serangkaian lebih dari 26 kegiatan yang menarik, kampanye akan menggunakan semua media untuk menyiarkan pesan-pesannya mulai dari lembar fakta (fact sheet), stiker dan papan iklan (billboar) sampai dengan teknik mass-marketing lainnya ( lagu kampanye, ilkan TV dan radio, artikel disurat kabar dan video musik), presentasi sekolah, pesta rakyat, lembar dakwah dan panggung boneka. Seluruh lapisan di populasi sasaran akan dijangkau mulai dari petani, pemburu atau nelayan, sampai dengan pemuka agama, guru, pemerintah, penegak hukum dan anak sekolah. Setiap kampanye diukur dan dievaluasi. Teknik dan


(31)

13

prosedur pemantauan atau monitoring dipilih berdasarkan pertanyaan yang perlu dijawab dan berapa lama serta dana yang tersedia untuk melaksanakannya.

2.1.2 Tahap Kampanye Bangga

Untuk melakukan sebuah Kampanye Bangga harus melalui beberapa tahap mulai dari pemilihan manejer, pelatihan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Seorang manejer kamapanye harus mempunyai kemauan untuk belajar dan bekerja keras, itulah yang disebut dengan kunci kesuksesan manajer kampanye.Setelah melalui pemilihan calon manajer kampanye, maka simanajer harus mengikuti palatihan di sebuah universitas yang telah dipilih dalam hal ini Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mendapatkan berbagai macam materi yang akan membantu saat pelaksanaan kampanye.

Kemudian setelah mengikuti pelatihan selama 11 minggu di kampus IPB Manajer kembali ke wilayah kerjanya untuk melakukan implementasi (pelaksanaan kampanye). Sebelum kampanye dilaksanakan manajer membuat sebuah rencana kerja yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat dampingan, baru setelah itu melaksanakan kampanye yang diakhiri dengan evaluasi terhadap capaian yang dihasilkan. Detailnya dapat kita lihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2 Proses Kampanye Bangga (Pride Campaign) Keterangan :

1) Setelah menyelesaikan 11 minggu pendidikan di perguruan tinggi, kampanye dimulai dengan mengembangkan rencana kerja yang menyeluruh. Pertama,

Kampanye selama satu tahun

Sa sr a n SM A R T d a n R enc a na 11-minggu pelatihan di IPB Studi Pustaka Stakeholder workshop Focus Group Discussions Community (Pre) Survey Laporan Akhir dan kembali ke IPB Post Survey LANGKAH-LANGKAH PRIDE


(32)

kajian literatur dilakukan oleh manajer kampanye. Penekanan khusus dibuat dengan pemahaman kepada siapa yang menjadi pemain utama dan kegiatan apa yang dilakukan. Satu dari sekian banyak produk dari psoses ini adalah matrik stakeholder yang mengidentifikasikan pemain utama dan kepentingannya terhadap kawasan.

2) Matrik ini kemudian dipakai untuk menentukan dan mengundang kelompok atau individu kedalam suatu pertemuan stakeholder dimana dalam pertemuan ini mereka bekerja bersama (difasilitasi manajer kampanye) untuk mengembangkan model pemikiran (Concept Model) dari ancaman kunci yang ada.

3) Model pemikiran (Consept Model) mengidentifikasikan faktor kunci langsung, tidak langsung, serta fator kontribusi (akar permasalahan) dari ancaman terhadap konservasi yang ada di kawasan.

4) Manajer Kampanye kemudian mensurvei 1-3 % populasi yang ada dikawasan sasaran untuk mengumpulkan informasi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Pertanyaan survei mengkonfirmasi ancaman yang telah diidentifikasi oleh stakeholder dalam model pemikiran dan membantu untuk membuat rangking dari ancaman ini melalui suatu sampel acak terhadap masyarakat yang tinggal didalam atau sekitar kawasan sasaran. Data dari kelompok kontrol (control group) juga akan diambil.

5) Setelah data survey dianalisa, model pemikiran kemudian direvisi dalam pertemuan stakeholder yang kedua. Stakeholder membantu manajer Kampanye mengidentifikasi sasaran kampanye yang fokusnya kepada perubahan pengetahuan dan kesadaran yang dapat mempengaruhi ancaman kuncinya.

6) Suatu sasaran yang baik adalah yang memenuhi kaedah SMART (Spesific, Measurable/dapat diukur, Action-oriented/berorientasi kepada tindakan, Realistic/realistic dan Time-bound/terikat waktu). Sasaran-sasaran SMART ini kemudian dikaitkan dengan rencana pemantauan dengan suatu indicator yang jelas. Manajer kampanye menrancang aktifitas dan suatu tahapan untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Sasaran ini kemudian dikaji oleh staf RARE dan peserta dalam pertemuan stakeholder.


(33)

15

7) Sasaran ini kemudian dimasukan kedalam suatu recana kerja yang menjadi suatu dasar arahan kampanyenya.

8) Jika rencana kerja ini disetujui, Kampanye Bangga selama periode 1 tahun kemudian dilaksanakan. Suatu susunan aktifitas dilaksanakan. Selama kampanye manajer berkomunikasi dengan RARE, pengajar dari Perguruan Tinggi dan manajer kampanye yang lain melalui sebuah mailing list dan dikunjungi untuk mendapatkan dukungan tambahan. Manajer kampanye melengkapi tugas jarak jauh yang mendukung sasaran kampanyenya yang diberikan oleh pihak akademik.

9) Survei kedua dilakukan diakhir kampanye dan hasilnya dipakai untuk menilai perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku sebelum dan sesudah kampanye.

10) Pada akhir kampanye, manajer kembali ke Perguruan Tinggi selama dua minggu untuk merbagi pengalaman berharga (lesson learned), evaluasi dan mempertanggungjawabkan terhadap apa yang sudah dilakukan, juga merancang rencana tindak lanjut.

2.1.3 Capaian Dalam Kampanye Bangga

Kampanye dengan mereplikasi teknik-teknik Kampanye Bangga, berhasil mempengaruhi sikap dan perilaku yang berkaitan dengan perlindungan alam dilebih 40 negara. Kunci kesuksesan Kampanye Bangga adalah dengan melibatkan dan membangun komitmen setiap lapisan masyarakat : seperti guru, ulama, pelaku bisnis, anggota legislatif dan masyarakat awam.

Berikut ini adalah contoh-contoh keberhasilan konservasi lingkungan yang telah didukung dan motivasi Rare :

1) Keterlibatan masyarakat secara luas dalam perilaku yang berkelanjutan : Kampanye Bangga di Sierra de Manatlan dan kawasan Bisover El Triunfo di Meksiko mendorong perilaku yang baik untuk mengurangi kebakaran hutan yang disebabkan oleh teknik pembersihan ladang pertanian dengan babat-bakar (slash and burn), juga mengurangi sampah. Kebabat-bakaran hutan di Manatlan berkurang sebanyak 50%.

2) Pengembangan kapasitas bagi organisasi masyarakat : Kampanye Bangga membantu masyarakat konservasi Palau mengembangkan dirinya sebagai


(34)

LSM lokal pertama dan satu organisasi yang sangat vokal menyuarakan konservasi di Mikronesia.

3) Keterlibatabatan masyarakat yang lebih luas dalam perencanaan pembangunan : Di Yap suatu negara di kawasan Mikronesia- Kampanye Bangga memobilisasi stakeholder setempat untuk membuat suatu rancangan undang-undang yang memandatkan keterlibatan masyarakat dalam seluruh pengambilan keputusan bagi pembangunan.

4) Meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam : Kampanye Bangga telah membantu penciptaan kawasan lindung baru di Indonesia, Costa Rica, Grenada, dominika, Saint Vincent, Bahama dan kepulauan Cayman, dan pembuka jalan bagi UU pengelolaan sumberdaya alam yang baru atau dipergaharui si Saint Vincent.

5) Pendanaan baru bagi pengelolaan sumberdaya alam dari sektor swasta : seluruh kampanye Bangga sudah membantu patner setempat mengumpulkan dana dan sumbangan in-kind (tidak dalam bentuk uang) dari pengusaha lokal yang tertarik dengan pendekatan kampanye ini yang positif dan menarik. 6) Kapasitas baru bagi pendidikan masyarakat : Lembaga dan LSM setempat

menerima bantuan dan bantuan teknis dan pengalaman langsung dalam melaksanakan program penjangkauan (outreach).

7) Keberhasilan konservasi spesies kunci : kampanye Bangga, khususnya yang memfokuskan kepada nuri St. Lucia dan Merpati Granada, telah membangkitkan momentum yang penting bagi penerapan langkah-langkah bagi konservasi spesies.

8) Manajer Kampanye Ni Putu Sarilani Wirawan telah membantu menciptakan dukungan masyarakat terhadap pembentukan Taman Nasional Kepulauan Togean Indonesia yang mencakup ekosistem laut seluas 337.000 hektar serta wilayah daratan seluas 23.000 hektar.

9) Manajer Kampanye Hirmen Sofyanto yang telah membantu menciptakan dukungan kuat bagi 1.2 juta hektar Kawasan Konservasi Laut Berau Kepulauan Derawan dan membantu nelayan setempat untuk mengadopsi teknik/sistem penangkapan ikan yang tidak merusak lingkungan (Rare 2006).


(35)

17

2.1.4 Sosial Marketing

Sosial Marketing adalah cara lain untuk membuat satu kelompok atau individu merubah tindakan mereka dengan cara merubah keyakinan-keyakinan yang memotivasi keyakinan mereka. Sosial Marketing dapat didefinisikan sebagai penggunaan teknik-teknik marketing untuk mengembangkan kesejahteraan sosial dengan cara mengubah sikap dan perilaku menyangkut produk atau konsep tertentu. Marketing yang bersifat tradisioanal mencoba untuk membujuk khalayak yang menjadi terget untuk berinvestasi pada sebuah produk atau layanan untuk mendapatkan hasil yang dijanjikan. Sosial Marketing berusaha untuk mengubah sikap tentang kepedulian sosial secara permanen, menciptakan suatu perubahan pada seluruh sistem atau komunitas (Kushardanto 2008).

Ada perbedaan antara marketing bisnis (corporate marketing) dengan sosial marketing yaitu seperti dapat kita lihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1 perbedaan antara corporate marketing dengan sosial marketing Commercial Marketers Sosial Marketers

Tujuan utama : Penjualan, Keuntungan dan nilai saham

Tujuan Utama : Mencapai kepentingan sosial

Sumber dana : Investasi dan hasil penjualan

Sumber dana : Dana masyarakat (pajak dan donasi)

Pertanggungjawaban pribadi: Pemegang saham dan direktur

Pertanggungjawaban : masyarakat

Tujuan perilaku-seringkali lebih jelas definisinnya dan lebih langsung serta lebih kuat pengukuran jangka pendeknya

Tujuan perilaku – umumnya lebih

konpleks dan menantang – tindakan yang berkelanjutan dalam jangka waktu yang lebih panjang

Produk dan layanan lebih jelas definisinya dan tak terlalu kampleks bagi pasar

Produk dan layanan lebih sering

difokuskan pada cara mengatasi perilaku

Target dan khalayah mudah diakses Targer dan khalayak menantang dan beresiko tinggi

Pengambilan keputusan dilakukan individu

Pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif

Hubungan antar sesama bersifat kompetitif

Hubungan antar sesama dengan membangun rasa percaya

Ada beberapa konsep penting yang perlu kita pahami dalam sosial marketing yaitu :

Tujuan : merupakan penerapan ide-ide, layanan atau praktek sosial – perubahan perilaku.


(36)

Khalayak : “khalayak yang menjadi target” adalah konsep kunci, upaya-upaya diarahkan kepada kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang memiliki nilai-nilai yang sama, yang berkaitan dengan ide atau praktek tertentu yang tengah dipromosikan.

Apa yang merubah perilaku : Informasi saja tidak cukup : persepsi individu tentang manfaat, hambatan dan dukungan terhadap perubahan perilaku, konsep pertukaran penting – masyarakat melakukan hal-hal baru atau menghentikan kebiasaan lama untuk mendapatkan keuntungan yang mereka harap dapat terima.

Kerangka waktu : jangka pendek karena sosial marketing dapat memusatkan perhatian pada perubahan perilaku yang relatif terjadi saat itu juga.

Paling kuat saat diterapkan pada jenis isu apa saja : isu-isu akut (parah) yang menghendaki respon perilaku yang kurang lebih terjadi pada saat itu juga, isu-isu penting yang menghendaki respons masyarakat dibeberapa tingkat lebih luas (kampanye sosial marketing seperti mempromasikan daur ulang atau mengurangi rokok menggambarkan ketepatan penggunaan stategi sosial marketing).

Penggunaan media : media massa seperti radio, dan televisi sering digunakan, demikian juga dengan teknik perancangan dan penyampaian yang mutahir serta pengguanaan sarana-sarana marketing dan periklanan lainnya. 2.1.5 Perubahan Perilaku

Proses perubahan perilaku menyangkut aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau, dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam hidupnya. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena adanya penambanhan pengetahuan saja, namun diharapkan juga adanya perubahan pada ketrampilan sekaligus sikap mental yang menjurus kepada tindakan yang baik/positif dan menguntungkan (Setiana 2005).

Sikap dapat diartikan sebagai suatu keadaan mental dan taraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan untuk


(37)

19

bertindak. Tidak selamanya sikap mempengaruhi perilaku tapi terkadang perilaku juga mempengaruhi sikap (Setiana 2005).

Perubahan-perubahan dalam perilaku terjadi dalam sebuah rentang yang berlangsung dalam 4 tahapan yaitu :

1) Pra Perenungan (pre-contemplation)

Selama tahap ini, diciptakan kesadaran dan disediakan informasi deskriptif tentang perilaku baru dan manfaatnya bagi populasi yang menjadi target. Kuncinya disini adalah memahami kebutuhan dan motivasi khalayak. Pesan-pesan yang disampaikan harus ditampilkan dalam bahasa dan bentuk yang menarik perhatian dan mudah dipahami oleh konsumen yang menjadi target. Pesan tersebut harus menekan fakta-fakta yang paling menarik bagi kelompok atau individu tersebut. Sebagai contoh, jika sebuah kelompok target tidak pernah mendengar sepeda, tujuan sebuah sepeda, atau mereka tidak pernah berpikir untuk mengendarainya. Khalayak tersebut dianggap berada dalam tahap “ pra perenungan” Material-material dan program bimbingan yang diberikan perlu ditekankan pada deskripsi sebuah sepeda dan bagaimana cara menggunakannya. 2) Perenungan (contemplation)

Tahap ini adalah ketika individu tengah mempertimbangkan untuk melakukan sebuah tindakan. Fokusnya adalah membangun manfaat-manfaat ditahap perenungan awal. Tahap ini mencakup a) mereka berpikir tentang bagaiman dampak perilaku itu nantinya ( mencakup hal baik misal manfaat yang akan didapat dan hal – hal buruk misal resiko apa yang akan dihadapi), b) kemudian mereka berpikir tentang tindakan apa yang orang lain inginkan dari mereka dan akhirnya c) mereka berpikir tentang apakah mereka benar-benar dapat membuat perilaku tersebut terjadi. Orang-orang harus tahu bahwa perubahan perilaku tersebut akan membawa manfaat positif bagi individu, kelompok mereka dan masyarakat. Bila tidak, mereka akan menolaknya. Dalam contoh menggunakan sepeda tadi, kita tidak perlu fokus pada “ apa itu sepeda” karena khalayak sudah mengetahuinya, tapi lebih menekan pada manfaat penggunaan sepeda : penggunaan sepeda dapat menghemat biaya, bisa menjadi saran berolahraga, lebih baik untuk lingkungan, bisa menghemat waktu karena bisa lebih cepat saat macet dan lain-lain.


(38)

Begitu mereka sudah lebih dekat ke tahap 3, melakukan tindakan, resiko melakukan perubahan perilaku dapat menjadi pertimbangan utama dan menjadi hambatan. Dalam contoh sepeda tadi, mereka bisa saja khawatir kebasahan atau tidak punya tempat untuk berganti pakaian ketika mereka mengendarai sepeda ketempat kerja, atau khawatir sepeda mereka dicuri. Pesan-pesan dan tindakan yang berkaiatan harus fokus pada bagaimana cara mengurangi hambatan-hambatan tersebut dengan cara menghadirkan solusinya. Misalnya berganti pakaian ditempat kerja, merantai sepeda dan lain-lain. Individu difase perenungan ini dapat dipengaruhi oleh tekanan masyarakat dan apa yang orang lain disekitarnya pikir dan lakukan, terutama orang-orang yang amat dihargai dan dilihat sebagai teladan oleh individu tersebut.

3) Melakukan Tindakan (action)

Tahap melakukan tindakan adalah dimana perubahan perilaku dimulai. Individu perlu menyadari bahwa ia memiliki kemampuan dan sumberdaya yang memungkinkan perubahan tersebut terjadi dan mereka dapat melakukannya tanpa adanya hambatan- hambatan yang muncul, misalnya tidak diperdulikan oleh orang lain dikomunitasnya. Atau, mereka mungkin harus mencoba mengendarai sepeda dan belajar bagaimana cara mengendarainya.

4) Mempertahankan perilaku (maintenance)

Perubahan perilaku yang sangat diharapkan oleh komunitas konservasi haruslah melibatkan perubahan yang permanen. Perilaku baru harus dipertahankan sepajang waktu. Tidak cukup seseorang tidak menggunakan dinamit untuk menangkap ikan hari ini, tapi menggunakan lagi minggu depan, atau mengguankan sampah-sampah kaleng bulan ini tapi tidak dibualan berikutnya. Untuk memastikan bahwa perubahan perilaku ini bersifat permanen, individu perlu diberikan ganjaran (tak selalu berbentuk uang) sehingga perubahan perilaku diperkuat. Berikan penguatan pada perilaku-perilaku positif (berikan penghargaan pengendara sepeda baru itu sebagai pahlawan lokal).

2.2 Lembaga Adat

Lembaga Adat adalah sebuah organisasi masyarakat adat yang memiliki tujuan, struktur, aturan (kearifan) dan wilayah kerja yang jelas dan disepakati


(39)

21

bersama komunitas adat tertentu (Syarif 2002). Lembaga adat dikatakan kuat apabila ia memeliki beberapa syarat yaitu :

1. Memiliki tujuan

2. Memiliki struktuk

3. Memiliki aturan (kearifan yang akan dijalankan)

4. Diterima dimasyarakat

5. Mendapat pengakuan dari berbagai pihak.

Empat ratus tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 913 H atau 1570 M kehidupan di Gampong sudah dibina dan ditata oleh para leluhur dan generasi saat itu. Sesuai perjalanan sejarah, tugas tersebut sekarang berada pada generasi penerus, untuk mulai menata kembali kehidupan sosial di Gampong sesuai dengan adat Aceh.

Pada masa dahulu, peradaban Aceh mencapai punjak kejayaannya justru ketika Ureung Aceh (baca orang Aceh) menjadikan adat dan hukum sebagai dasar dari kehidupan sehari-hari. Selain itu, makmur dan tertibnya sebuah Gampong sangat tergantung kepada pemimpin Gampong yaitu Keuchik dan Teungku Meunasah serta lembaga Tuha Peut, sebagai pemberi pertimbangan dalam setiap putusan Gampong. Oleh karena itu, sangat wajar bagi Ureung Aceh menggunakan peluang dan kesempatan yang sudah terbuka lebar untuk mengembalikan marwahnya, guna mengatur rumah tangga gampongnya sendiri (Syarif 2005). 2.2.1 Kontrak Sosial Baru

Dalam hubungan denngan penguatan lembaga adat, untuk lembaga tertentu (mukim) perlu juga dibangun dan disepakati kontrak sosial baru, dalam rangka merekontruksi hubungan timbal balik antara mukim dengan gampong dan antara gampong-gampong dalam sebuah mukim. Kontrak sosial adalah sebuah kesepakatan yang disepakati dan disetujui bersama oleh sebuah komunitas. Ada beberapa alasan kenapa diperlukan adanya kontrak sosial baru ini (Backman et al 2001).

Pertama, pada saat ini sebagian mukim yang ada di Aceh, telah berubah sedemikian rupa, khususnya dalam bidang keberadaan mesjid Jamik mukim


(40)

sebagai simpul atau pusat kegiatan mukim. Di Aceh Besar misalnnya, mukim-mukim masih mempetahankan satu Mesjid Jamik untuk satu Mukim. Kalaupun ada yang lebih dari satu mesjid dalam satu mukim, itu didasarkan pada kesepakatan ditingkat mukim untuk memperlancar syiar islam.

Kedua, Gampong-gampong telah menjalankan pemerintahan sendiri yang lepas dari pengawasan mukim selama 20 tahun lebih. Dalam masa yang demikian lama, untuk wilayah tertentu mukim sudah tidak terlalu berfungsi dan hilang perannya. Berdasarkan dua kondisi diatas, maka Gampong-gampong dalam sebuah mukim perlu membina kelmbali kontrak sosial bersama ditingkat mukim, sehingga dapat memperlancar kembali proses rekontrukasi kehidupan bersama dalam sebuah mukim (Backman 2001). Kontrak sosial tersebut paling kurang meliputi :

1. Menyepakati struktur kelembagaaan adat yang ada di mukim 2. Melengkapi struktur kelembagaan mukim dan gampong 3. Memperkuat lembaga Tuha Peut

4. Menyepakati dan melakukan pengukuhan kembali aturan adat dan lembaga adat ditingkat mukim

5. Menyepakati kawasan-kawasan yang keputusan pengelolaannya ada pada tingkat mukim, namun pengaturannya tetap pada gampong dimana kawasan tersebut berada.

6. Menyepakati bentuk hubungan antar gampong dan antar lembaga adat dalam sebuah mukim.

2.2.2 Sistem Adat

Setelah berakhirnya era orde baru, pada tahun 1998, UU nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dinyatakan tidak berlaku lagi. Untuk menggatikan UU tersebut dan UU nomor 5 tahun 1974 di keluarkan UU nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Walaupun demikian UU nomor 5 tahun 1979 masih berlaku di Aceh, bahkan hingga Juni 2005. Padahal dengan diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999 dan kemudian diganti lagi dengan UU nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah, maka UU lama yang mengatur tentang pemerintahan desa otomatis tidak lagi memiliki keabsahan. Bahkan khusus untuk Aceh, telah pula dikeluarkan UU tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh


(41)

23

dan UU nomor 18 tahun 2001 tentang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Syarif 2003).

Namun tragis bagi masyarakat Aceh, suasana konflik politik membuat gampong dan lembaga adat lainnya terlalu lama menunggu untuk dapat kembali kepada tradisi yang didasarkan pada adat dan hukom. Masa penantian bagi gampong-gampong di Aceh semakin panjang, sejalan dengan berlarutnya konflik Aceh.

Setahun setelah UU nomor 22 tahun 1998, khusus bagi Aceh ditetapkan pula UU nomor 44 tahun 1999 tantang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai bagian dari upaya penyelesaian konflik Aceh. Untuk adat dan kehidupan gampong, UU ini kemudian segera ditindak lanjut oleh Pemda Aceh dengan mengeluarkan PERDA No 7 tahun 2000 tentang penyelenggaraan Kehidupan Adat.

Namun belum sempat PERDA ini diterapkan secara sempurna, pemerintah RI mengeluarkan pula UU no 18 tantang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk melaksanakan amanat dari UU no 18 tersebut, dua tahun kemudian barulah dikeluarkan peraturan di Aceh dalam bentuk Qanun no 4 dan 5 tahun 2003 yang mengatur masing-masing tentang pemerintahan mukim dan pemerintahan gampong. Qanun ini disahkan pada Juli 2003, namun disampaikan kepada masyarakat luas melalui media masa sekitar Novembar 2003. Dengan lahirnya Qanun ini, pemerintahan di tingkat gampong di Aceh kembali ke sistem adat dan yang paling penting adalah diakui kembali mukim sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengurus sumberdaya alam di wilayahnya.

Hukum adat tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh dan sepanjang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan syari’at Islam maka perlu dipelihara dan dilestarikan. Hukum adat oleh masyarakat Aceh sudah dilaksanakan secara turun temurun, dihormati dan dipatuhi meskipun tidak tertulis (Syarif 2005).

Demikian juga upaya untuk mengembalikan kepercayaan diri komunitas masyarakat adat terhadap peran dan fungsi lembaga-lembaga adat yang merupakan kearifan lokal terutama lembaga adat Pawang Uteun yang


(42)

berkewajiban dalam menjaga, menyalamatkan, memanfaatkan serta mengelola sumberdaya alam di wilayahnya sudah mulai ada. Hal ini dapat kita lihat dari keinginan masyarakat untuk mengaktifkan kembali lembaga adat Pawang Uteun. Selanjutnya kesepakatan-kesepakatan yang telah dihasilkan harus dideklarasikan kembali kepada masyarakat luas, khususnya segenap warga mukim yang bersangkutan juga kepada instansi terkait. Dengan demikian diharapakan semua akan memberikan dukungan (Emtas 2006).

Melemahnya sistem kelembagaan adat ditingkat mukim seperti Pawang Uteun, sekarang sudah menjadi bagian dari sejarah. Dengan kondisi kelembagaan tersebut, maka upaya pembentukan dan penguatan sistem adat sebagai bagian dari energi sosial masyarakat Aceh, tidak cukup hanya mengandalkan peraturan baru, baik berupa UU maupun Qanun. Akan tetapi haruslah disertai dengan upaya yang sungguh-sungguh dari masyarakat itu sendiri (Langen 2001).

Fakta yang nampak hari ini, dalam proses implementasi undang-undang dan juga peraturan, seperti yang diamanatkan oleh UU nomor 18 tahun 2001 dan juga Qanun mukim dan gampong tahun 2003 masih berjalan lambat. Tanpa ada keberanian, tanpa ada upaya sungguh-sungguh dari masyarakat, maka proses penguatan kembali lembaga adat akan terhambat. Karena masyarakar secara perlahan-lahan harus mulai mempersiapakan langkah-langkah, dengan bersandar pada UU dan adat setempat untuk menata kembali wilayah adat dan juga sistem adat dari gampong masing-masing.

2.3 Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Pengelolaan hutan berkelanjutan yang berbasis masyarakat adat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaan. Selain itu masyarakat lokal memiliki akar budaya yang kuat dan biasanya tergabung dalam kepercayaan (religion). Dengan kemampuan transfer antar generasi yang baik, maka dalam prakteknya pengeloaan seperti ini tercakup dalam sebuah sistem tradisional. Penerapannya akan akan sangat berbeda dengan pendekatan pengelolaan lain diluar daerah ( Darmawan et al 2004).

Berbasis masyarakat mengandung pengertian bahwa sumberdaya alam tersebut dikelola oleh masyarakat, baik dalam bentuk unit komunitas, unit usaha


(43)

25

berbasis komunitas (koperasi dalam arti luas), maupun individual. Ciri utamanya adalah adanya pengaruh sistem sosial setempat yang cukup kuat kedalam struktur pengambilan keputusan marjinal.

Ada beberapa kelebihan model pengelolaan seperti ini antara lain : 1. Mampu mendorong pemetaan dalam pengelolaan sumberdaya alam 2. Mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat yang spesifik

3. Mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat 4. Mampu meningkatkan efisiensi secara ekonomi dan ekologi

5. responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal 6. Masyarakat lokal termotifasi untuk mengelola sumberdaya alam secara

berkelanjutan.

Faktor yang berkaitan erat dengan pola pengelolaan hutan dan merupakan titik sentral dalam pembangunan berbasis masyarakat adalah perilaku manusia. Karena dengan perilakulah manusia berinteraksi dengan manusia lain dan lingkungan sekitarnya. Banyak perilaku manusia yang mempengaruhi kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Merubah perilaku negatif masyarakat terhadap alam dan lingkungan merupakan hal yang harus dilakukan untuk menyelamatkan kawasannya. Hal yang lebih utamanya adalah bagaimana membina masyarakat agar selalu bersikap positif dan akrab dengan alam dan lingkungan, serta berpartisipasi aktif demi menjaga nilai-nilai konservasi dari alam dan lingkungan disekitarnya (Darmawan et al 2004).


(44)

III.

KEADAAN UMUM LOKASI

3.1 Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung Kabupaten Aceh Besar

Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung berada dalam Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kr. Aceh. Jika dilihat secara administratif pemerintahan, Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kr. Aceh berada di dalam wilayah kota Banda Aceh & Kabupaten Aceh Besar. Sementara secara geografis daerah ini terletak pada posisi N 05º 23' dan E 095 º 17'.

Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kr. Aceh pada bagian utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, bagian selatan dengan SWS Kr. Teunom-Lambeuso (Aceh Jaya), bagian baratnya berbatasan dengan Samudera Hindia dan bagian timurnya berbatasan dengan SWS Kr. Meureudu – Baro (Pidie).

Gambar 3 Peta DAS dan Wilayah Target Kampanye Bangga

Kemuki man Lhoknga


(45)

27

Dalam wilayah kemukiman Kueh dan Lhoknga terdapat sebuah sungai yaitu Kr. Raba yang memiliki panjang 9.80 Km dengan luas daerah pengaliran sungai / daerah aliran sungai yang mencapai 73,3 Km2 serta memiliki potensi air sebesar 98.392.320 M3/tahun. Sementara itu, di kemukiman Leupung terdapat Sungai (Krueng) Geupu dengan panjang aliran sungai 53 Km, dengan luas DAS 91 Km2 dan potensi air pertahun sebesar 121.728.960 M3. Kedua sungai tersebut termasuk ke dalam SWS Kr. Aceh.

SWS Kr. Aceh memiliki 57 buah sungai dengan luas Daerah Pengaliran Sungai/Daerah Aliran Sungai (DPS/DAS) yang mencapai 3.632.73 Km2 dan panjang sungai 759.19 Km serta memiliki potensi air sebesar 3,357,953,280 M3/tahun. (Dinas pekerjaan umum 2006).

3.2 Deskripsi Kawasan Target

Perkembangan pembangunan di bidang pemukiman, pertanian, perkebunan, industri, ekploitasi sumber daya alam berupa penambangan, dan ekploitasi hutan yang tidak menerapkan kaidah ekologi dapat menyebabkan penurunan kondisi hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS). Pada saat DAS tidak dapat berfungsi optimal atau mengalami ketidakseimbangan maka tata air dan sistem hidrologis yang ada menjadi terganggu. Hal ini dicerminkan dengan misalnya terjadinya banjir, berkurangnya debit air (terutama di musim kering) dan tingkat sedimentasi yang tinggi. (PeNA 2006)

Penurunan fungsi hidrologis tersebut menyebabkan penurunan kemampuan DAS untuk menyimpan atau “storage” air pada musim penghujan dan kemudian melepas air sebagai “base flow” pada musim kemarau. Pada musim penghujan air akan langsung mengalir menjadi aliran permukaan yang kadang-kadang menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau aliran “base flow” sangat kecil bahkan pada beberapa sungai tidak ada aliran sehingga ribuan hektar sawah dan tambak ikan tidak mendapat suplai air tawar. (BPS 2004)

Kerusakan DAS Kr. Aceh merupakan akibat kerusakan lingkungan khususnya hutan menyusul maraknya kegiatan eksploitasi kawasan hutan yang tidak terkendali, baik oleh perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) dan ijin pemanfaatan hasil hutan kayu (IPHHK) maupun tebangan liar. Konversi hutan untuk perkebunan, transmigrasi dan pertambangan turut berkontribusi


(46)

dalam memperparah kerusakan lingkungan. Padahal DAS Kr. Aceh memegang peranan penting dalam penyediaan air bersih bagi kebutuhan hidup masyarakat Aceh Besar dan kota Banda Aceh, termasuk masyarakat yang menetap di kawasan pesisir Kecamatan Leupung dan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.

Kerusakan lingkungan yang telah berlangsung lebih dari tiga puluh tahun ini, selain dipicu oleh penebangan liar dan eksploitasi hasil hutan, juga merupakan dampak pembakaran hutan serta kerusakan ekosistem yang terjadi akibat bencana tsunami. Pasca tsunami, kerusakan sumberdaya alam khususnya hutan di Aceh mengalami peningkatan. Kegiatan penebangan liar semakin marak terjadi, hal ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya permintaan kayu untuk kebutuhan pembangunan kembali wilayah Aceh yang mengalami kerusakan akibat hantaman gelombang tsunami.

3.3 Karakteristik Fisik Kawasan 3.3.1 Gambaran Topografi

Secara umum kawasan target ini terletak pada ketinggian 0–1.900 m dpl dengan topografi datar hingga bergunung, yang berkisar pada kemiringan antara 0–40%, pada daerah garis pantai kemiringan 9–25%. Kawasan kemukiman Kueh secara umum memiliki topografi yang datar dan bukan kawasan yang berdekatan dengan pantai. Sementara itu, sebagian besar kawasan kecamatan Lhoknga merupakan dataran yang berdekatan dengan pantai, khususnya kemukiman Lhoknga dan Lampu’uk.

Kecamatan Leupung pada umumnya memiliki topografi yang datar. Dalam wilayah kecamatan ini, Desa Layeun dan Pulot merupakan kawasan pantai, sedangkan wilayah Desa Lamseunia, Meunasah Bak U dan Deah Mamplam merupakan kawasan dataran bukan pantai.

3.3.2 Kondisi Geologi

Formasi geologi kawasan target adalah dataran rendah yang merupakan bentukan dari batuan sedimen Aluvium undak dan terumbu karang pada daerah bukit dan gunung. Jenis tanah organosol terdapat pada wilayah datar sampai berombak, sedangkan jenis tanah podsolik merah kuning terdapat pada wilayah berbukit hingga pegunungan.


(47)

29

3.3.3. Iklim dan Cuaca

Berdasarkan tipe iklim menurut Schmidt dan Fergusson (Sukocho, 1997), kawasan ini dapat dikategorikan sebagai tipe iklim A dengan nilai Q antara 0,8 – 5,7%, dengan curah hujan rata-rata 1.000 – 2000 mm pertahun. Suhu maksimum dapat mencapai 32°C dan suhu minimum dapat mencapai 15°C. Suhu udara rata-rata 26°C dan jumlah hujan yang turun sekitar 13 hari perbulan. Namun berdasarkan data terbaru, curah hujan pada kawasan target saat ini diperkirakan berkisar antara 125 s/d 175 mm/hari. Gambar 3 berikut menggambarkan curah hujan dan daerah potensi banjir di Pulau Sumatra, termasuk Propinsi NAD. 3.4. Deskripsi Umum Ekosistem Kemukiman Kueh, Lhonga, dan Leupung 3.4.1. Karakteristik Ekosistem

Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung memiliki 5 tipe ekosistem yaitu : Ekosistem hutan hujan tropis. Masyarakat setempat seringkali menyebut ekosistem ini sebagai ’kawasan hutan’. Hutan ini sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat karena masyarakat menggantungkan ekonomi keluarganya pada sumberdaya hutan seperti mencari madu, berburu, kulit kayu (kulit tenga), rotan, bahan obat-obatan dan sebagainya.

Ekosistem kebun. Masyarakat menamakan ekosistem ini sebagai Seunebok. Ekosistem persawahan, yaitu ekosistem yang digunakan masyarakat untuk memproduksi hasil pertanian sawah yakni padi. Kawasan persawahan ini terdapat di luar pemukiman masyarakat tepatnya sebelum kita memasuki perkampungan. Pengusahaan padi dilakukan satu tahun sekali, karena sawah di sana masih merupakan sawah tadah hujan walaupun pada kenyataannya pada kedua wilayah kemukiman ini terdapat sungai yang mengalir sepanjang tahun, Kr. Geupu untuk kemukiman Leupung serta Kr. Raba untuk kemukiman Kueh dan Lhoknga. Namun setelah bencana alam tsunami hampir 90% sawah di lokasi target tidak dapat digunakan lagi.

Ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove yang terdapat di wilayah kemukiman Leupung didominasi oleh tanaman bakau minyak dan nipah. Sebelum tsunami, ekosistem ini merupakan salah satu tempat mencari ikan, udang, tiram, kepiting dan kerang bagi masyarakat setempat. Setelah tsunami ekosistem mangrove yang ada telah mengalami kerusakan total.


(48)

Ekosistem pantai. Tanaman yang mendominasi ekosistem ini adalah cemara, ketapang, waru serta jenis tanaman ekosistem pantai pada umumnya. Ekosistem ini sebelum tsunami biasanya digunakan untuk berekreasi juga sebagian orang memanfaatkannya sebagai tempat untuk mencari ikan (menjala, tare’ek pukat dan memancing).

Setelah tsunami aktifitas masyarakat yang memanfaatkan kawasan ini menjadi berkurang, namun untuk saat ini, kawasan pantai yang terdapat di kawasan Lhoknga sudah mulai dikunjungi lagi oleh masyarakat perkotaan dan juga para pekerja di berbagai organisasi yang terdapat di Aceh sebagai daerah tujuan rekreasi pada saat saat libur kerja. Gambar 3 di dibawah ini memperlihatkan kondisi Lhoknga dan Kueh, sebelum dan sesudah terjadinya tsunami, gambar bagian atas menunjukkan kondisi sebelum tsunami dan gambar bagian bawah memperlihatkan kerusakan terhadap semua tipe ekosistem pasca bencana tsunami.

Gambar 4: Kecamatan Lhoknga Sebelum dan Sesudah Tsunami 26 Desember 2004 (Sumber : www.sertit.u-strasbg.fr )

3.4.2. Keanekaragaman Hayati

Hutan hujan tropis di kawasan ini tidak saja memiliki vegetasi yang dimanfaatkan kayunya seperti meranti, tetapi juga memiliki beraneka tumbuhan obat. Aneka tumbuhan obat ini antara lain adalah sirih (Piper battle), Sisik naga (Drymoglossum piloselloisfera), dan sambung (Blumea balsamifera). Pada


(49)

31

umumnya pemanfaatan kehati oleh masyarakat adalah hasil kayunya yang digunakan untuk bahan bangunan dan selebihnya adalah untuk kayu bakar. Ada beberapa jenis lainnya yang tidak dimanfaatkan kayunya seperti :

Ceradih (Sloetia elongate), yang dimanfaatkan buahnya

Aren (arenga pinnata), yang dimanfaatkan daun, buah dan juga batangnya. Nawah (jarak), yang dimanfaatkan daun

Kayu tenga, yang dimanfaatkan kulitnya

Keanekaragaman satwa juga kita temukan di kawasan hutan tropis, antara lain kambing hutan sumatera (capricornis sumatraensis), harimau sumatera (panthera tigris), beo (Gracula religiosa), dan cempala kuneng (copsychus pirropygus). Cempala kuneng bahkan merupakan satwa jati diri Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selain berbagai keanekaragaman hayati yang terdapat pada berbagai ekosistem di atas, di kawasan target kampanye juga terdapat keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pantai. Tumbuhan yang mendominasi ekosistem ini adalah cemara, ketapang, waru serta jenis tanaman ekosistem pantai pada umumnya.

Pasca tsunami, keanekaragaman hayati hanya dapat ditemui di ekosistem hutan hujan tropis. Ekosistem terumbu karang dan padang lamun diduga telah rusak total (Wetland International – Indonesia Program 2005). Selain itu, satwa yang ada di kawasan hutan mangrove dan pantai pun tidak bisa kita jumpai lagi.

Pasca bencana tsunami dan penandatangan MoU Helsinky, konflik satwa dan manusia sudah mulai terjadi. Gangguan satwa mulai dialami oleh masyarakat yang menetap di kemukiman Kueh dan juga Leupung. Harimau Sumatera (panthera tigris) sudah mulai turun ke perkampungan memangsa ternak masyarakat.

Suasana damai serta peningkatan permintaan kayu pasca tsunami untuk kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh mendorong terjadinya peningkatan kegiatan manusia di dalam kawasan hutan, terutama kegiatan penebangan. Kegiatan penebangan serta pembukaan lahan/hutan untuk berkebun dapat dipastikan akan berdampak pada timbulnya kerusakan habitat berbagai satwa liar. Gangguan yang terjadi dapat dilihat dari peningkatan jumlah ternak (kambing dan


(1)

OBJEKTIF:

1. Di akhir program, terwujud pengelolaan sumberdaya hutan berkelanjutan

melalui penguatan lembaga adat lokal Pawang Uteun di Kemukiman Leupung untuk menyelamatkan hutan seluas minimal 3000 ha.

2. Pada akhir program, kegiatan Peudeep Lampoh di Kemukiman Kueh,

menerapkan prinsip-prinsip ekologi dan keanekaragaman hayati untuk memberi manfaat ekonomi, sosial, dan ekologi pada setidaknya 1000 ha lahan sehingga mengurangi ancaman pembukaan hutan, untuk pertanian/perkebunan.

3. Pada akhir kampanye, masyarakat Mukim Lhoknga sepakat membangun

inisiatif Pawang Uteun untuk pengelolaan berkelanjutan dan penyelamatan hutan ulayat seluas 500 ha.

4. Pada bulan ke-12 program, meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai

peran hutan sebagai perlindungan sumberdaya air dari 22% menjadi 40%. TUJUAN :

Dengan itu, seharusnya, pesan kunci yang disampaikan melalui kunjungan sekolah adalah untuk mencapai objektf:

1. Siswa memahami peran penting tradisi dalam menjaga kelestarian hutan

2. Siswa mengetahui prinsip dasar keanekaragaman hayati dan dapat

menyebutkan manfaat dari nilai keanekaragaman hayati

3. Siswa dapat menyebutkan minimal dua fungsi hutan yang ada di kawasan

mereka bagi kehidupan manusia

4. Siswa dapat menyebutkan cara-cara untuk menjaga hutan, sehingga

sumberdaya air juga terlindungi

ALUR KEGIATAN: 1. Perkenalan (5 menit)

2. Presentasi oleh maskot, Menceritakan manfaat yang diberikan oleh hutan

kemukiman Keuh, Lhoknga dan Leupung kepada kita, yang di ikuti dengan kuis (30)

3. game dan bernyanyi (10 menit)

MATERI: 1. Poster

2. Lembar fakta

3. Pin

4. Peta kawasan 5. Teks lagu

GARIS BESAR MATERI KUNJUNGAN KOSTUM Cempala Kuneng (WAKTU: 45 MENIT)

1. PERKENALAN (5 menit)

Assalamu’alaikum adik-adik, nama kakak Zakiah atau biasa dipanggil Kak Kiah. Kakak dari Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh atau sering disingkat dengan yayasan PeNA, sebuah organisasi sosial yang bergerak dalam hal lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat yang berada di Banda Aceh. Organisasi kakak memilliki


(2)

perhatian khusus pada pelestarian alam dan bagaimana masyarakat bisa secara terus menerus hidup berdampingan dengan alam dan mendapatkan manfaat dari sumberdaya alam. Saat ini organisasi kakak bekerja di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam khususnya di daerah adik-adik yaitu kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung.

Sebelum kita mulai kakak ingin mengajarkan sebuah salam pada kalian. Jika kakak berkata salam rimba, kalian harus menjawab dengan berbagai macam suara satwa yang ada di dalam hutan. Kita coba ya...

Salam Rimba...

(bersama kawan-kawan relawan mencontohkan beberapa jenis suara satwa yang ada dalam hutan) -- ulangi 2 kali (di antara pemberian materi, bisa gunakan salam rimba, untuk mendapatkan perhatian dari siswa ketika memberikan penyuluhan)

Kita mulai acaranya ya. Hari ini kakak datang ke sini untuk berbagi cerita dengan adik-adik mengenai hutan di kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung

Siapa yang tahu letak hutan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung? Tidak boleh berebut, yang berani angkat tangan, berdiri dan bersuara keras.

(Berikan kesempatan 2 anak untuk menyebutkan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung, berikan poster)

Nah ...sekarang ...Siapa yang bisa menyebutkan hewan atau satwa apa saja yang bisa kita temui dalam hutan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung

(Berikan kesempatan 2-3 anak untuk menyebutkan nama binatang yang terdapat kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung, berikan poster)

Ya ……… satwa atau hewan yang terdapat dalam hutan kita begitu bermacam-macam jenisnya. Ada yang kecil seperti semut ada yang ukuran tubuhnya besar seperti gajah. Ada hewan menyusui seperti harimau dan ada hewan unggas seperti burung. Dan semua satwa itu membutuhkan hutan yang bagus dan sehat untuk tempat tinggal mereka. Adik-adik mau mendengarkan cerita lebih banyak lagi tentang hutan kita dan satwa-satwa yang ada di dalamnya? Mau kan ? (tunggu jawaban siswa)

2. PERSENTASI OLEH MASKOT (40 MENIT)

Oh ya, kakak tadi datang bersama teman kakak .. tapi kemana pergi nya teman kakak itu ya? Mungkin dia tersesat ya, kok belum muncul di sini. Atau mungkin dia malu ya? Supaya dia mau datang ke sini, mari kita panggil sama-sama yuk kawan kakak itu. Nama teman kakak si Kuneng (bahasa Indonesia si Kuning). Ayo kita panggil sama-sama...Kuneng...Kuneng...


(3)

Wah, suara kita semua mungkin kurang keras ya .... ayo lebih keras lagi .... (si Kuneng berjalan masuk ke kelas, mulai dari pintu mengintip-ngintip)

Catatan buat kostum: Kuneng baru keluar menyambut anak setelah anak-anak histeris.

Wow!!!! Mari kita sambut Kuneng yang datang khusus untuk kalian. Ayo semua ucapkan “Assalamu’alaikum” pada si Kuneng (Kuneng membungkukkan badan dan berputar-putar senang).

Hai Kuneng apa kabar? (salaman dengan mascot)

Ayo siapa yang mau salaman dengan si Kuneng. Lima anak ya.

Catatan: Kalau terlihat bahwa anak-anak masih kurang antusias atau masih takut, minta lima anak lagi untuk maju ke depan dan menyalami Kuneng. Kuneng terlihat begitu antusias dan peduli pada anak-anak

Seperti kalian lihat, Kuneng sangat suka dan sayang pada anak-anak seperti kalian.

Sekarang kakak punya beberapa pertanyaan dan kalau kalian tahu jawabannya, terlebih dahulu angkatlah tanganmu tanpa bersuara, jika kakak tunjuk, maju ke depan ruangan, lalu menjawab dengan suara yang jelas.

Siapa yang berani menjawab dan maju ke dapan akan mendapat hadiah yang menarik (angkat dan tunjukkan sebuah pin). Jangan berteriak ya karena Kuneng akan takut dan lari. Kalian mau Kuneng tetap di sini dan bermain dengan kalian kan?

Baiklah, kita lanjutkan...

Jenis binatang apa ya Kuneng? (1 anak)

Kuneng adalah seekor burung yang istimewa yang sering disebut dengan nama Cempala Kuneng. Karena dia ada dalam lagu yang sering kita nyanyikan mungkin adik-adik tahu lagunya dan juga dalam cerita rakyat Aceh. Sedangkan nama

ilmiah burung ini adalah Copshycus phyrropygus (tuliskan nama ilmiah ini di

papan tulis, lalu baca bersama-sama)

Burung Cempala kuneng ini merupakan kelompok burung cacing. Burung cacing ini membentuk suatu suku besar pemakan serangga yang sebagian besar hidup di lahan berhutan. Selain memakan serangga burung Cempala Kuneng ini juga memakan biji-bijian.

Pertanyaan berikutnya……..


(4)

Hampir sama dengan beberapa jenis burung lainnya, si Kuneng ini juga hidup di hutan. Cempala Kuneng menghuni hutan di daerah pamah sampai ketinggian 900 Meter, terdapat di Aceh dan Sumatera umumnya, Kalimantan dan Semenanjung Malaya.

Kuneng di Aceh sudah sangat sukar untuk kita temui lagi, tapi teman-teman dan saudara Kuneng, seperti Berujuk Balee (murai batu) masihbisa kita jumpai tetapi sulit. Monyet juga binatang yang hidup di hutan, kawasan hutan yang paling dekat dengan tempat kita adalah di hutan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung. Nah, sekarang siapa yang berani maju dan menyebutkan tradisi apa yang kita miliki sebagai orang Aceh dalam menjaga hutan? (1 orang)

(ceritakan singkat dan bahasa sederhana tentang sistem Pawang Uteun)

Kemukiman kita...adalah suatu wilayah yang masih menjujung tinggi hukum adat. Salah satu lembaga adatnya adalah panglima laot yang mengepalai untuk wilayah laot. Dan begitu juga dengan hutan dia memiliki seorang pemimpin yang disebut dengan pawang uteun

Apakah adek-adek pernag mendengar pawang uteun (1 orang)

Pawang uteun ini tugasnya menjaga dan mengelola hutan agar kita dapat menikmati hasil hutan sepanjang masa.

Kalau kita perhatikan lagi, di hutan itu banyak jenis pohon dan tumbuhan yang berbeda, juga binatang yang bermacam-macam.

Siapa yang bisa menyebutkan 2 nama pohon yang hidup di hutan (1 orang) Sebutkan

Siapa yang bisa menyebutkan 2 nama binatang yang bisa kita temui di hutan (1 orang)

Sebutkan

Siapa yang tahu mengapa penting untuk menjaga hutan agar punya aneka jenis pohon dan binatang? (1 orang)

Ya, adat dan budaya kita dari dahulu kala sudah memahami bahwa hutan perlu ada aneka jenis pohon dan binatang, karena masing-masing punya peran dan kegunaan yang berbeda namun saling membantu dan memperkuat. Seperti adik-adik di sini, ada yang rambutnya keriting ... ada yang rambut nya lurus, ada yang suaranya besar, ada yang suaranya kecil ... kita semua berbeda-beda tapi agar kuat kita semua harus bersatu.

Nah kita semua perlu menjaga keanekaragaman mahkluk hidup di hutan karena karena keanekaragaman jenis makhluk hidup itu dalam hidupnya memiliki hubungan timbal balik antara satu dan lainnya misalnya manusia dengan tumbuhan, kita perlu tumbuhan untuk kita gunakan sebagai bahan obat-obatan dan


(5)

juga untuk sumber makanan begitu juga dengan tumbuhan dia perlu manusia untuk dapat menjaganya agar tetap lestari

Nah, sekarang Kuneng ingin mengajak 4 orang maju ke depan. Kuneng punya permainan buat kalian

(jaring kehidupan) – jangan lupa ada satu anak yang jadi pohon

pertanyaan untuk peserta, misalnya, kalau salah satu binatang mati apa yang

terjadi? Kalau pohon di tebang, bagaimana hewan semua? – minta anak-anak untuk refleksi lagi dengan prinsip keanekaragaman hayati

Oia, tadi pagi mandi tidak? Kalau mandi pakai apa? Terus yang kita minum namanya apa? Ee, sebelum sholat kan harus berwudhu, nah wudhunya pakai apa? Betul, kalau air tidak ada kita tidak bisa mandi, minum, cuci baju, berwudhu. Wah, tidak menyenangkan ya? Nah, adek-adek....salah satu fungsi hutan itu adalah pengatur sumber air bersih. Hutan penting untuk menjaga agar, kita juga dapat menikmati air yang mengalir dari Kr. Geupu dan juga sungai lainnya yang terdapat disekitar kita. Waktu turun hujan, pohon-pohon yang ada di hutan akan menyerap air menggunakan akar-akarnya. Lalu air itu akan berkumpul di mata air dan selanjutnya mengalir ke sungai-sungai. Dari sungai-sungai air akan dialirkan ke tempat penampungan kemudian dialirkan ke rumah-rumah kita, ada juga yang langsung mengambil dari sungai. Nah, biar gampang coba kita lihat miniatur hutan ini ya? Siapa mau mencoba?

Ooooh, Kuneng tiba-tiba menangis, mengapa menangis?

O ternyata Kuneng sedih karena sekarang dia hanya tinggal sendiri rumahnya pun sekarang rusak.

Siapa yang tahu yang membuat Kuneng sekarang hanya tinggal sendiri dan rumahnya rusak, itu apa saja? (2 anak)

Beberapa hal yang telah membuat Kuneng tinggal sendiri dan rumahnya rusak antara lain:

1. Penebangan hutan

2. Pembukaan areal perkebunan secara berpindah-pindah dan tidak ramah

lingkungan

3. kebakaran hutan sehingga membakar tempat tinggal Kuneng

Kok Kuneng masih sedih ya. O ternyata kalau rumah Kuneng rusak maka kehidupan manusia juga akan terancam

Kenapa begitu ya?

Siapa yang tahu apa manfaat hutan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung bagi kehidupan kita? (3 anak)


(6)

Ternyata selain sebagai rumah bagi si Kuneng dan satwa-satwa lainnya, hutan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung juga dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia antara lain:

1. Sebagai penyedia air

2. membantu hewan penyerbuk tetap hidup yang berguna untuk

kebun/pertanian

3. jika keseimbangan alam terjaga, hama pertanian/perkebunan dapat

dikendalikan secara alami, tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli pemberantas hama

4. Penghasil bahan obat-obatan

5. Penghasil kayu

6. Rotan

(Penegasan)

Jadi kalau hutan di kampung kita sangat berguna bagi kehidupan manusia, cara apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga hutan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung. Siapa yang bisa menyebutkan 1 cara untuk menjaga hutan? (3 anak) Agar supaya hutan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung tidak rusak dan kita dapat terus merasakan manfaatnya, maka kita harus mulai menjaga kelestarian hutan kita. Caranya antara lain, seperti misalnya :

1. menanam berbagai jenis pohon dikiri kanan bantaran sungai dan juga

sumber mata air

2. Menceritakan dan memperkenalkan segala manfaat hutan kepada anak dan

seluruh anggota keluarga kita untuk menumbuhkan rasa cinta dan memiliki terhadap hutan

3. Berdiskusi, bekerjasama untuk memperkuat lembaga adat Uteun dan

menerapkan aturan adat yang sejalan dengan prinsip pengelolaan htan yang lestari

4. Menerapkan prinsip keseimbangan alam dan keanekaragaman hayati dalam

kegiatan peu udeep lampoh

Apa adik-adik mau membantu Kuneng untuk menjaga rumahnya? Cara menjaga rumah Kuneng adalah:

(sebutkan kembali, bersama-sama dengan suara keras, nomer 1 sampai 3 di atas (yg konsisten dg pesan kunci tentunya)

(Kuneng berputar dan melompat senang) Lihat Kuneng sudah mulai gembira lagi

Nah supaya Kuneng senang, kita nyanyi bersama-sama yuk.

Sebelum kita mulai menyanyi, kita baca dulu syairnya sama-sama yuk

Sekarang kakak akan coba nyanyikan lagunya. Setelah itu kakak minta 5 orang dari kalian untuk maju ke depan dan menyanyikan lagu tersebut bersama kakak.