ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) PADA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN GRESIK.
SKRIPSI
Oleh :
Andhi Reza Pranata
0611010096/ FE/ EP
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi Sebagai Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Oleh :
Andhi Reza Pranata
0611010096/ FE/ EP
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(3)
(4)
DI KABUPATEN GRESIK
Disusun Oleh :
Andhi Reza Pranata
0611010096/ FE/ EP
telah dipertahankan dihadapan
dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal 22 Oktober 2010
Pembimbing :
Tim Penguji :
Pembimbing Utama
Ketua
Dr. Hj. Sri Muljaningsih, SE. MP
Dr. Hj. Sri Muljaningsih, SE. MP
Sekretaris
H. Suwarno, SE. ME
Anggota
Dra. Ec. Niniek Imaningsih,MP
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur
(5)
Assalamu’ alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa
untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya
Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil
judul
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal
Asing (PMA) Pada Sektor Industri Manufaktur Di Kabupaten Gresik“
.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini
masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian berkat bantuan dan
bimbingan yang diterima dari Ibu Dr. Hj. Sri Muljaningsih SE, MP Selaku Dosen
Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal
untuk memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun
dan terselesaikan dengan baik.
Atas terselesainya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
(6)
3.
Bapak Drs. Ec. Marseto D.S, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Studi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran”
Jawa Timur.
4.
Segenap staf pengajar dan staf kantor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur. Yang telah dengan iklas memberikan
ilmu dan pelayanan akademik bagi penulis dan semua mahasiswa
UPN.
5.
Keluarga tercinta yang telah sabar mendidik dan membesarkan dengan
penuh kasih sayang baik moral, material, maupun spiritual. Dan semua
keluarga besar serta teman-teman semuanya, semoga mendapatkan
pahala yang besar dari Allah SWT.
Akhir kata yang dapat terucapkan semoga penyusunan skripsi ini dapat
berguna bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan, semoga Allah
SWT memberikan balasan setimpal.
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Oktober 2010
(7)
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR...
viii
DAFTAR LAMPIRAN...
ix
ABSTRAKSI... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah………... 1
1.2.
Perumusan Masalah………... 4
1.3.
Tujuan Penelitian………... 5
1.4.
Manfaat Penelitian………... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu………... 7
2.1.1. Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Saat Ini ... 10
2.2. Landasan
Teori………... 11
2.2.1. Investasi ... 11
2.2.1.1. Pengertian Investasi ……... 11
(8)
2.2.2.1. Pengertian Industri... 15
2.2.2.2.
Klasifikasi
Industri...
16
2.2.3. Penanaman Modal Asing (PMA)... 18
2.2.3.1. Pengertian PMA... 18
2.2.3.2.
Bentuk-Bentuk
PMA...
20
2.2.4. Kurs Valuta Asing... 20
2.2.4.1. Pengertian Kurs Valas... 20
2.2.4.2. Sistem Kurs Valuta Asing... 21
2.2.4.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan-
Nilai Tukar Mata Uang... 22
2.2.4.4. Hubungan Kurs Valas dengan PMA... 24
2.2.5. Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur... 24
2.2.5.1. Pengertian Perusahaan Industri Manufaktur... 24
2.2.5.2. Karakteristik Umum Industri Manufaktur... 25
(9)
2.2.6. Inflasi... 27
2.2.6.1. Pengertian Inflasi... 27
2.2.6.2. Jenis Inflasi... 28
2.2.6.3. Dampak Inflasi... 32
2.2.6.4. Cara Mengatasi Inflasi... 32
2.2.6.5. Hubungan Inflasi dengan PMA... 34
2.2.7. Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB)... 35
2.2.7.1. Pengertian PDRB... 35
2.2.7.2. Pendekatan Perhitungan PDRB... 38
2.2.7.3. Cara Penyajian dan Angka Indeks... 39
2.2.7.4. Hubungan PDRB dengan PMA... 40
2.2.8. Tingkat Suku Bunga Internasional... 41
2.2.8.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga Internasional... 41
(10)
2.3. Kerangka Pikir... 48
2.4.
Hipotesis...
52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 53
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 55
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 55
3.4. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 56
3.4.1. Teknik Analisis Data ... 56
3.4.2. Uji Hipotesis ... 58
3.5. Uji Asumsi Klasik ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Perkembangan Investasi di Kabupaten Gresik... 66
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 67
4.2.1. Perkembangan Investasi PMA Industri Manufaktur.. 67
(11)
4.2.5. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto... 72
4.2.6. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional.. 73
4.3. Analisis dan Uji Hipotesis... 74
4.3.1. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Sesuai dengan Asumsi
BLUE
(
Best LinierUnbiased
Estimate
)... 74
4.3.2. Analisis Hasil Perhitungan Koefisien Regresi Linier
Berganda... 78
4.3.3. Uji Hipotesis Secara Simultan... 80
4.3.4. Uji Hipotesis Secara Parsial... 82
4.3.5.
Pembahasan...
89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan... 94
5.2.
Saran...
95
(12)
Halaman
Tabel 1. Autokorelasi Durbin-Watson... 64
Tabel 2. Perkembangan PMA Industri Manufartur... 68
Tabel 3. Perkembangan Kurs Valuta asing... 69
Tabel 4. Perkembangan Jumlah Industri Manuaktur... 70
Tabel 5. Perkembangan Inflasi... 71
Tabel 6. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto... 72
Tabel 7. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional... 73
Tabel 8. Tes Heterokedastisitas... 77
Tabel 9. Analisis Varian (ANOVA)... 80
Tabel 10. Hasil Analisis Variabel... 82
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kurva
Demand Pull Inflation
...
30
Gambar 2. Kurva
Cost Push Inflation
...
31
Gambar 3. Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi... 46
Gambar 4. Kerangka Pikir... 51
Gambar 5. Kurva Uji F... 59
Gambar 6. Kurva Uji
t
...
60
Gambar 7. Kurva Durbin-Watson... 63
Gambar 8. Kurva Statistik Durbin-Watson... 75
Gambar 9. Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis
secara Simultan atau Keseluruhan... 81
Gambar 10.
Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial
Faktor Kurs Valas (X
1) terhadap
Investasi PMA IndustriManufaktur(Y)... 83
Gambar 11. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial
Faktor Jumlah Industri Manufaktur (X
2), terhadap
Investasi PMA Industri Manufaktur (Y)... 84
Gambar 12.
Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial
Inflasi (X
3) terhadap Investasi PMA
Industri Manufaktur (Y)... 85
(14)
Gambar 14. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial
Tingkat Suku Bunga Internasional (X
5) terhadap
Investasi PMA Industri Manufaktur (Y)... 88
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
Data Input Kabuaten Gresik
2.
Regression
3.
Coefficients
a, Collinearity Diagnostics
a4.
Residual Statististic
a, Nonparametrik Correlations
5.
Tabel Uji F
6.
Tabel Uji
t
(15)
(16)
(17)
(18)
Oleh :
Andhi Reza Pranata
Abstraksi
Menyadari akan pentingnya sektor industri dalam suatu pembangunan
ekonomi, maka pemerintah berusaha meningkatkan pertumbuhan sektor industri
manufaktur di Kabupaten Gresik supaya dapat memberikan kontribusi terhadap
sektor industri manufaktur di Jawa Timur. Didalam menigkatkan pertumbuhan
sektor industri manufaktur tidak terlepas dari penanaman modal asing atau
investasi, karena investasi merupakan faktor yang sangat penting dan kebutuhan
utama dalam pembangunan yang menghendaki adanya tingkat pertumbuhan
ekonomi.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) cabang kota Surabaya dan Kantor
Departemen Perindustrian dan Perdagangan cabang kota Surabaya yang diambil
selama kurun waktu 10 tahun mulai dari tahun 1999-2008. Untuk analisis data
menggunakan alat bantu komputer dengan program SPSS
(Statistic Program For
Social Science)
versi 13.0. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
regresi linier berganda dan uji hipotesis yang digunakan adalah uji
t
dan uji F
statistik.
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis secara simultan variabel
bebas, yaitu Kurs Valuta Asing
(X
1), Jumlah Industri Manufaktur (X
2), Inflasi
(X
3), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (X
4), dan Tingkat Suku Bunga
(X
5) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat, yaitu Investasi Penanaman
Modal Asing (PMA) Industri Manufaktur (Y) diperoleh hasil F
hitungsebesar =
27,144 > F
tabel= 6,26 yang berarti secara simultan kelima variabel bebas
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Investasi PMA Industri Manufaktur di
Kabupaten Gresik. Sedangkan pengujian secara parsial variabel Kurs Valuta
Asing (X
1) tidak berpengaruh secara nyata terhadap Investasi PMA Industri
Manufaktur (Y) dengan menggunakan uji t dimana t
hitung(X
1) = 0,202 < t
tabel=
2,376 ,variabel Jumlah Industri Manufaktur (X
2) tidak berpengaruh secara nyata
terhadap Investasi PMA Industri Manufaktur (Y) dimana t
hitung(X
2) = 0,616 <
t
tabel= 2,376 ,variabel Inflasi (X
3) tidak berpengaruh secara nyata terhadap
Investasi PMA Industri Manufaktur (Y) dimana t
hitung(X
3) = -0,672 < t
tabel=
-2,376 ,variabel PDRB (X
4) berpengaruh secara nyata terhadap Investasi PMA
Industri Manufaktur (Y) dimana t
hitung(X
4)
= 3,748 > t
tabel= 2,376 ,variabel
Tingkat Suku Bunga (X
5) tidak berpengaruh secara nyata terhadap Investasi PMA
Sektor Industri Manufaktur (Y) dimana t
hitung(X
5) = 0,348 < t
tabel= 2,376.
Dari kelima variabel tersebut yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
variabel Investasi PMA Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik (Y) adalah
ariabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (X
v
4).
(19)
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional adalah menempuh pembangunan secara bertahap. Pembangunan yang dilaksanakan tersebut tidak terlepas dari upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang dilaksanakan untuk mencapai tahap tinggal landas.
Pembangunan adalah proses yang mengandung pengertian pertumbuhan dan perubahan. Dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dibutuhkan adanya peranan yang besar dari sektor industri manufaktur. Karena sektor industri merupakan salah satu sektor utama dalam pembangunan.
Menyadari akan pentingnya sektor industri dalam suatu pembangunan ekonomi, maka pemerintah berusaha meninggkatkan pertumbuhan sektor industri manufaktur. Didalam menigkatkan pertumbuhan sektor industri manufaktur tidak terlepas dari penanaman modal asing atau investasi, karena investasi merupakan faktor yang sangat penting dan kebutuhan utama dalam pembangunan yang menghendaki adanya tingkat pertumbuhan ekonomi.
(21)
Untuk mencukupi kebutuhan modal yang akan digunakan dalam melaksanakan pembangunan tersebut, maka pemerintah serta berbagai pihak terkait mencari jalan keluar didalam melaksanakan strategi pembangunan. Upaya yang dapat dilakukan adalah menarik investor dengan memberikan fasilitas-fasilitas yang tujuannya untuk merangsang para investor dalam hal ini untuk menarik para investor agar mau menanamkan modalnya di Indonesia khususnya Jawa Timur.
Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan yang besar. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena upaya untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, baik dikawasan regional maupun kawasan global. Disamping menggali sumber pembiayaan dalam negeri, pemerintah juga mengundang juga sumber pembiayaan luar negeri, salah satunya adalah Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment). (Sarwedi, 2001 : 17)
Iklim investasi di Jawa Timur (Penanaman Modal Asing). Saat ini banyak berdiri pabrik dan tempat-tempat industri, yang mana dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah untuk menigkatkan kesejahteraan warga. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki daya tukar (term of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk-produk sektor
(22)
lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang tinggi kepada pemakainya. (Dumairy, 1997 : 19)
Badan Penanaman Modal Jawa Timur mencatat pada tahun 2008 telah menyetujui 93 perusahaan Penanam Modal Asing dengan rencana investasi USA 2,8 miliar atau Rp 28, 148 triliun (kurs tengah BI Rp 10.053) di Jawa Timur. Dari 93 perusahan Penanaman Modal Asing tersebut, 10 diantaranya menginvestasikan dananya di Kabupaten Gresik dengan nilai investasi sebesar USD 363 juta atau Rp 3,649 triliun. Investasi tersebut berbentuk industri, selain itu Kabupaten Gresik mempunyai daya tarik lebih dibandingkan kabupaten atau kota lainnya di Jawa Timur. Pertama; dari segi geografis, letaknya strategis, kedua; infrastruktur’ada pelabuhan, dan jalan tol lebih, ketiga; sudah terbentuk cluster, seperti Kawasan Industri Gresik (KIG) maupun Kawasan Industri Maspion (KIM) sehingga investor bisa langsung menyesuaikan, dan faktor keempat adalah iklim investasi’ semua ikut mendukung, masyarakat mau menerima dengan komunitasnya. (www.bpmjatim.com / diakses tanggal 12 Juni 2009 pukul 23.48 WIB)
Demikian halnya dengan iklim investasi Penanaman Modal Asing di Kabupaten Gresik, menurut Badan Pusat Statistik (Jawa Timur Dalam Angka) banyaknya proyek Penanaman Modal Asing di Kabupaten Gresik adalah sebagai berikut; pada tahun 2004 sebanyak 6 proyek dengan nominal US$ 41.474 ribu, tahun 2005 sebanyak 7 proyek dengan nominal US$ 192.695 ribu, tahun 2006 sebanyak 5 proyek dengan
(23)
nominal US$ 66.240 ribu, dan tahun 2007 sebanyak 9 proyek dengan nominal US$ 140.887 ribu. Dari data tersebut dapat diuraikan bahwa banyaknya proyek Penanaman Modal Asing dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, mengalami kenaikan dari 6 proyek menjadi 7 proyek pada tahun 2005 lalu turun menjadi 5 proyek pada tahun 2006 dan mengalami kenaikan lagi menjadi 9 proyek pada tahun 2007. (Anonim, 2007 : 318)
Berdasarkan kenyataan diatas, maka perlu diadakan penelitian bagaimana pengaruh dari Kurs Valas, Jumlah Industri Manufaktur, Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Tingkat Suku Bunga terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) di Kabupaten Gresik.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah Kurs Valuta Asing, Jumlah Industri Manufaktur, Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto, dan Tingkat Suku Bunga, berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing pada sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik?
b. Apakah diantara lima variable bebas tersebut, ada yang berpengaruh paling dominan terhadap Penanaman Modal Asing pada sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik?
(24)
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui apakah Kurs Valas (US$ Amerika), Jumlah Industri Manufaktur, Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto, dan Tingkat Suku Bunga, berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing pada sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik ? b. Untuk mengetahui diantara variabel Kurs Valas (US$ Amerika),
Jumlah Industri Manufaktur, Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto, dan Tingkat Suku Bunga, manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap Penanaman Modal Asing pada sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik ?
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, maka hasilnya diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut :
a. Bagi Pengembangan Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus sebagai koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
(25)
b. Bagi Perusahaan
Sebagai sumber Informasi tambahan bagi pihak-pihak atau perusahaan dalam usaha yang berkaitan dengan Penanaman Modal Asing khususnya di Kabupaten Gresik, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing.
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan tentang cara penulisan karya ilmiah yang baik khususnya peneliti dan dapat dipakai sebagai bekal jika nantinya terjun ke masyarakat.
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian dalam penelitian ini dilakukan oleh :
1. Sarwedi (2002), Jurnal Ekonomi, dengan judul penelitian ”Investasi Langsung di Indonesia dan Faktor yang Mempengaruhinya” yang menyatakan bahwa pada saat ini sudah banyak studi yang mempengaruhi investasi asing langsung (Foreign Direct Investment). Namun demikian metodologi yang digunakan dan hasil studi masih sangat bervariasi. Meskipun faktor-faktor yang dianggap tetap pengaruhnya sangat kuat, seperti variabel makro ekonomi yaitu pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi dan inflasi, tetapi masih juga terdapat kesimpulan yang berbeda-beda yang menimbulkan berbagai perdebatan. FDI menjadi salah satu sumber pembiayaan (modal) yang penting bagi negara berkembang dan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan melalui transfer asset dan manajemen, serta transfer teknologi guna mendorong perekonomian negara.
(27)
2. Subagyo (2003), dengan judul penelitian “Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruh Penanaman Modal Asing di Jawa Timur”. Dari hasil pengujian secara simultan/ Uji F, menunjukkan bahwa variabel Tenaga Kerja, Kurs Valas, Tingkat Suku Bunga Internasional, dan Jumlah Industri Manufaktur berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing di Jawa Timur. Sedangkan pada pengujian secara parsial/ Uji t, menunjukkan bahwa hanya variabel Tingkat Suku Bunga Internasional yang tidak berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap Penanaman Modal Asing di Jawa Timur.
3. Budiarti (2004), dengan judul penelitian “Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Jawa Timur”. Hasil penelitian ii diperoleh angka penentu kecocokan
model R2 sebesar 0,715. hal ini berarti variabel-variabel bebas
yang menjelaskan variabel terikat adalah sebesar 71,5% dan 28,5% dijelaskan variabel lain. Hasil penelitian dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa secara individu hanya variabel tingkat suku bunga kredit investasi dan jumlah tenaga kerja yang diserap disektor industri yang berpengaruh secara nyata terhadap Penanaman Modal Asing. Sedangkan pada uji F menunjukkan variabel PDRB, tingkat suku bunga kredit investasi dan jumlah tenaga kerja yang diserap disektor industri secara
(28)
bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap Penanaman Modal Asing.
4. Mastijah (2005), dengan judul penelitian “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Investasi di Jawa Timur”. Dari hasil pengujian secara simultan, menunjukkan bahwa variabel PDRB, Inflasi, Tingkat Suku Bunga Kredit, dan Total Ekspor berpengaruh terhadap Investasi di Jawa Timur. Sedangkan pada pengujian secara parsial, menunjukkan bahwa hanya variabel Inflasi yang tidak berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Investasi di Jawa Timur.
5. Tambunan (2007), Jurnal Ekonomi, dengan judul penelitian “Daya Saing Indonesia Dalam Menarik Investasi Asing”. Dalam penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah Indonesia masih mempunyai daya tarik untuk investasi asing dengan memfokuskan pada PMA, bukan investasi asing jangka pendek atau investasi protofolio, terdiri dari enam bab, termasuk Bab I pendahuluan. Bab II mambahas dasar pemikiran teori mengenai relasi positif antara kehadiran atau pertumbuhan PMA dan pertumbuhan ekonomi dari prospektif toeri. Bab III melihat kembali peran besar dari PMA terhadap perekonomian Indonesia selama Orde Baru. Bab IV membahas posisi Indonesia dalam penyerapan PMA atau pentingnya Indonesia bagi PMA dilihat secara relatif dibandingkan dunia yang merefleksikan daya saing
(29)
Indonesia dalam menarik PMA dunia. Bab V membahas potensi dampak UU baru penanaman modal no.25 tahun 2007 yang merupakan salah satu upaya konkrit dari pemerintah untuk meningkatkan daya saing Indonesia untuk meningkatkan arus PMA.
2.1.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Saat Ini
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kesempatan kali ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan sekarang terletak pada kurun waktu, ruang lingkup, tempat penelitian dan jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian.
Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan diatas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) Pada Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik”, dengan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penanaman Modal Asing(Y), sedangkan variabel terikat yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Kurs Valuta Asing(X1),
Jumlah Industri Manufaktur(X2), Inflasi(X3), Produk Domestik
(30)
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Investasi
2.2.1. 1 Pengertian Investasi
Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan satu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi (pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran atau pembelanjaan yang sebagai berikut:
a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk berbagai jenis industri dan perusahaan.
b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tinggal, bangunan kantor
atau bangunan-bangunan lainnya.
c. Pertumbuhan nilai stok barang-barang yang belum terjual bahan
mentah dan barang-barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional. (Soekirno, 2002 : 107)
Merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu kegiatan usaha, karena investasi sangat dibutuhkan sebagai faktor penunjang dalam memperlancar proses produksi. Menurut penggunaanya, pengeluaran untuk investasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu : untuk keperluan konstruksi, rehabilitasi atau perbaikan, dan ekspansi atau perluasan konstruksi adalah pembangunan atau pendirian sesuatu yang sama sekali baru. Apabila bangunan itu pada suatu saat
(31)
rusak dan kemudian diperbaiki, maka pengeluaran ini adalah pengeluaran untuk keperluan rehabilitasi. Sedangkan apabila bangunan tadi diperluas, maka perluasan inilah yang dimaksud ekspansi. (Rosyidi, 2003 : 168)
Dapat diartikan sebagai pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. (Sukirno, 2004 : 121)
Pengertian Investasi dari kedua pendapat tersebut kiranya dapat
disimpulkan bahwa Investasi atau penanaman modal itu merupakan penanaman modal atau pengguna uang bagi peningkatan kapasitas sistem produksi atau peningkatan kapasitas aset dengan harapan modal yang ditanamkan akan memperoleh keuntungan yang sebesar–besarnya dimasa mendatang.
2.2.1.2 Faktor-Faktor Yang Menentukan Investasi
Apabila seorang pemilik modal atau para pengusaha menggunakan uangnya membeli barang-barang modal maka pembelanjaan itu dinamakan investasi akan tetapi berhasil tidaknya pemilik modal dalam menjalankan usahanya dalam kenyataan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan, yaitu :
(32)
Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang barang–barang modal baru dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan, apabila investasi telah selesai dilaksanakan (pada waktu industri / perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang atau jasa yang menjadi hasil produksinya) maka pemilik modal akan melakukan kegiatan terus selama beberapa waktu.
b. Perubahan dan Perkembangan Teknologi.
Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan pengeluaran terhadap kegiatan industri, maka semakin banyak pula jumlah kegiatan yang dilakukan oleh para pengusaha.
c. Tingkat Pendapatan Nasional dan Perubahan–Perubahannya.
Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara pendapatan nasional dan investasi merupakan hal yang saling berkaitan dimana investasi itu pada umumnya cenderung untuk mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional.
d. Keuntungan yang Dicapai oleh Perusahaan
Apabila perusahaan – perusahaan itu melakukan investasi dengan menggunakan tabungan atau modal kas, maka perusahaan yang dimaksud tidak lagi dikenai biaya – biaya yang harus dibayar untuk jangka waktu berikutnya.
e. Tingkat Bunga.
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan keuntungan para pengusaha dan dapat dilaksanakan para
(33)
pengusaha hanya akan melaksanakan keinginan untuk menanam modal apabila tingkat pengembalian modal dari penanam modal itu, yaitu persentasi keuntungan netto (tetapi sebelum dikurangi bunga uang yang dibayar) modal yang diperoleh lebih besar dari tingkat bunga (Sukirno, 2002 : 109)
2.2.1.3 Cara Pembagian Investasi
Cara pembagian investasi menurut jenisnya : a. Autonomous investment dan Induced invesment
Autonomous invesment (investasi otonom) adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi pendapatan, tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan faktor diluar pendapatan. Misal tingkat
teknologi, kebijakan para pengusaha dan sebagainya. Induced
investment (investasi terimbas) adalah bersebelahan dengan investasi otonom. Investasi ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
b. Public investment dan Private investment
Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud ialah pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah tingkat satu, tingkat dua, kecamatan,
maupun desa. Private investment adalah investasi yang dilakukan oleh
(34)
c. Domestic investment dan Foreign investment
Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri. Foreign investment adalah penanaman modal luar negeri.
d. Gross investment dan Net investment
Gross investment (investasi bruto) adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Atau investasi yang dilakukan pada suatu Negara (daerah tertentu) pada atau selama suatu periode tertentu.
e. Net investment (investasi netto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. (Rosyidi, 2003 : 169-172)
2.2.2. Industri
2.2.2.1 Pengertian Industri
Industri manufaktur (manufacturing industry) atau perusahaan
industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dengan sifatnya yang lebih deakt kepada pemakai akhir. Termasuk ini adalah kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan ( Anonim, 2002 : 315 )
Menurut Hakim (2002 : 308), Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan sejenis, seperti industri barang-barang konsumen, industri peralatan capital, industri pertanian, ataupun industri
(35)
jasa. Industri dalam arti sempit adalah pembangunan perusahaan-perusahaan manufaktur.
Pengertian industri yang digunakan dalam pengolahan dan pengembangan industri oleh pemerintah melalui Departemen Perindustrian RI adalah serangkaian usaha ekonomi yang meliputi pengulangan pekerjaan atau pembuatan perubahan barang yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
2.2.2.2 Klasifikasi Industri
Pada dasarnya industri nasional dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu :
1. Kelompok industri besar atau dasar.
Mempunyai dua sub kelompok yaitu sub kelompok industri mesin dan logam dasar, serta elektronik dan sub kelompok industri kimia dasar. Kelompok ini mempunyai misi yaitu sebagai pertumbuhan ekonomi dan penguat struktur ekonomi. Teknologi yang digunakan maju dan teruji, serta tidak bersifat padat karya
2. Kelompok industri hilir
Yaitu aneka industri yang mempunyai misi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. Teknologi yang digunakan adalah teknologi maju dan teruji, serta tidak bersifat padat karya.
(36)
3. Kelompok industri kecil
Memiliki misi pemerataan dan penggunaan teknologi madya atau sederhana serta bersifat padat karya. ( Arsyad, 1999 : 366)
Aktivitas yang dijalankan industri sangat beraneka ragam. Apabila digolongkan akan diperoleh delapan kelompok utama yaitu :
a. Industri perburuan
b. Industri pengumpulan bahan dari hutan c. Industri penambangan mineral
d. Industri peternakan e. Industri pertanian
f. Industri manufaktur
g. Industri perdagangan
h. Industri jasa.(Kuncoro, 2001 : 195)
Macam-macam industri utama tersebut diatas dikelompokkan berdasarkan fungsi industri yang terdiri dari empat kelas yaitu :
a. Industri Ekstratif
Yaitu kegiatan ekonomi yang berurusan dengan pengurusan sumber daya alam yang cadangannya tidak diusahakan atau tidak mungkin diusahakan pembaharuannya misal perburuan pengumpulan bahan, pertambangan dan bentuk-bentuk pertanian.
(37)
b. Industri Reproduktif
Yaitu yang produksinya tidak akan habis, terus mengalir karena barang-barang yang dihasilkan dan dipungut akan diganti dengan yang baru.
c. Industri Manufaktur
Yaitu industri yang memproduksi barang-barang dagang dari bahan-bahan industri lain, misalnya produk peleburan, penyulingan makanan kaleng dan lain-lain.
d. Industri Fasilitas
Yaitu industri yang menangani urusan-urusan yang berhubungan dengan perdagangan dan jasa seperti transportasi, penyuluhan,
distribusi barang dan pelayanan kepada konsumen.
(Kuncoro, 2001 : 196)
2.2.3. Penanaman Modal Asing (PMA) 2.2.3.1 Pengertian PMA
Menurut Hakim (2002 : 196), Investasi asing langsung (Foreign
Direct Investmen / FDI) adalah aliran dana dari perusahaan di luar negeri yang diwujudkan dalam bentuk perusahaan (biasanya cabang dari perusahaan di negara asalnya ) di negara lain, misalnya pabrik perakitan TV Toshiba milik Jepang di Indonesia.
Sarwedi (2004 : 24), yang dimaksud dengan (Foreign Direct
(38)
dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Oleh sebab itu tidak hanya terjadi pemindahan sumberdaya, tetapi juga terjadi pemindahan kontrol terhadap perusahaan diluar negeri. Juga menyatakan bahwa perkembangan perekonomian secara global tidak langsung mempengaruhi dengan pemahaman kita tentang apa dan bagaimana FDI serta variabel apa yang mempengaruhinya. Hal ini didasarkan bahwa dinamisasi perekonomian akan tetap berjalan seiring dengan perkembangan yang ada. Teori FDI berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan beberapa negara telah memunculkan beberapa
pendekatan baru dalam pemahaman (Foreign Direct Investmen / FDI)
Perkembangan perekonomian global sebagai dampak dari liberalisme, privatisasi dan teknologi, penurunan biaya transportasi, telekomunikasi, mobilitas modal dan pertumbuhan integrasi keuangan mendorong terjadinya pertumbuhan positif FDI di dunia. Perusahaan-perusahaan asing ikut berperan dalam medorong perkembangan tersebut.
Strategi pembangunan ekonomi uang menekankan pada pembangunan sektor industri menjadi pilihan di Indonesia untuk mengejar ketinggalan. Perubahan sumber devisa dan sumber pertumbuhan ekonomi nasional dari sektor ekstraktif ke sektor industri manufaktur telah mendorong terjadinya perubahan struktur industri nasional. Arah kebijakan industrialisasi nasional juga mengalami perubahan meskipun awalnya dimaksudkan merembak struktur ekonomi yang timpang dan condong pada corak agraris.
(39)
2.2.3.2 Bentuk-Bentuk Penanaman Modal Asing
PMA atau investasi luar negeri dapat dibentuk :
a. Investasi Langsung, yaitu investasi yang lansung mempunyai
usaha dan modal kita tersebut ditanamkan.
b. Investasi Protofolio, yaitu investasi dalam bentuk pinjaman jangka
panjang dengan membeli saham-saham perusahaan di negara sedang berkembang. (Irawan dan Suparmoko, 2002 : 432)
2.2.4. Kurs Valuta Asing
2.2.4.1 Pengertian Kurs Valuta Asing
Kurs valas adalah nilai rupiah yang dinyatakan dalam nilai mata uang asing tetapi karena nilai rupiah sangat rendah maka sering dinyatakan dengan setiap satu unit mata uang asing berapa nilainya dalam rupiah. (Suparmoko, 2000 : 363)
Menurut Hady (2001 : 15), valuta asing atau foreign exchange
atau foreign curency diartikan sebagai mata uang asing dan alat
pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan yang mempunyai catatan krus resmi pada bank sentral.
Kurs Valas adalah nilai tukar yang dipakai untuk transaksi valuta asing yang diberikan baik antar negara maupun dalan suatu negara. Nilai tukar ini dapat berubah-ubah sesuai kondisi dari waktu ke waktu yang
(40)
disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor ekonomi dan faktor politik. (Kasmir, 2003 : 228)
Definisi dari kurs valuta asing adalah harga atau nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Atau dapat diartikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. (Sukirno, 2004 : 397)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurs merupakan perbandingan antara mata uang yang berbeda yang didalamnya terdapat perbandingan nilai sehingga untuk mendapatkan maka harus menukarkan mata uang tersebut dengan mata uang negara lain agar memperoleh satu unit mata uang asing.
2.2.4.2 Sistem Kurs Valuta Asing
Tiga sistem dan kebijaksanaan tentang kurs mata uang asing yaitu :
1. Sistem nilai tukar tetap. (fixed value system).
Dalam sistem dan kebijaksanaan niali tukar tetap, pemerintah atau otoritas moneter nagara yang bersangkutan turut campur tangan secara aktif dalam bursa valuta asing dengan membeli atau menjual mata uang dalam negeri atau valuta asing bilamana kurs mata uangnya menyimpang dari nilai tertentu dari yang telah ditetapkan, misalnya jika relatif terdapat kelebihan penawaran rupiah pada tingkat kurs tetap itu, maka Bank Indonesia harus membeli mata
(41)
uang rupiah. Hal ini dilakukan dengan menawarkan valuta asing tersebut dengan kurs tetap tersebut. Sebaliknya, jika terjadi kelebihan permintaan Rupiah tersebut dengan membeli valuta asing pada kurs yang telah di tetapkan, oleh karena itu pergeseran dalam permintaan dan penawaran valuta asing atau mata uang dalam negeri dapat menyebabkan fluktuasi dalam besarnya dana yang tersedia, bukan fluktuasi kursnya.
2. Sistem nilai tukar mengambang bebas.
Dalam hal ini nilai tukar suatu mata uang atau valas ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valas. Apabila penentuan kurs valas di bursa valas tersebut terjadi tanpa campur
tangan pemetintah maka disebut sebagai sisten clean float atau
freely floating system atau sistem kurs mengambang murni. Sebaliknya, apabila pemerintah turut campur tangan mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap valas di bursa valas maka
disebut sebagai dirty float atau managed float system atau sistem
kurs mengambang terkendali. (Hady,2001 : 42-43)
2.2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Nilai Tukar Mata Uang
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai mata uang antara mata uang satu dengan mata uang lainnya atau negara lain:
(42)
Barang-barang luar negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Dengan demikian perubahan harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang negara tersebut.
2. Kenaikan harga umum (inflasi).
Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan nilai sesuatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan oleh efek inflasi sebagai berikut :
a. Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebih
mahal dari harga di luar negeri. Hal ini menyebabkan bertambahnya impor. Keadaan ini juga menyebabkan permintaan atas valuta asing bertambah.
b. Inflasi menyebabkan barang-barang ekspor menjadi mahal,
oleh karena itu inflasi cenderung mengurangi ekspor. Menyebabkan penawaran atas valuta asing berkurang, maka harga valuta asing akan bertambah dan berarti harga mata uang yang mengalami inflasi merosot.
3. Perubahan tingkat suku bunga dan tingkat pengembalian investasi.
Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu negara, permintaan atas mata uangnya bertambah dan nilai mata uang tersebut juga bertambah.
(43)
4. Pertumbuhan ekonomi.
Apabila pertumbuhan itu disebabkan oleh ekspor maka permintaan atas mata uang itu bertambah lebih cepat dari penawarannya oleh karenanya nilai mata uang negara itu naik. (Sukirno, 2004 : 402)
2.2.4.4 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Penanaman Modal Asing
Melemahnya kurs valuta asing (US$) berarti menandakan bahwa nilai rupiah menguat. Menguatnya nilai rupiah terhadap mata uang asing akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi sehingga mendorong lebih banyak dilakukan ekspor. Penigkatan ekspor menandakan bahwa perekonomian suatu negara tumbuh dan berkembang. Pada kondisi seperti ini banyak investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya. (Tandelilin, 2001 : 214)
2.2.5. Jumlah PerusahaanIndustriManufaktur 2.2.5.1 Pengertian PerusahaanIndustriManufaktur
Sektor industri pengolahan adalah mencakup semua perusahaan atau usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Termasuk ke dalam sektor ini adalah perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri penunjang perakitan
(44)
Perusahaan manufaktur didefinisikan sebagai industri yang
mambuat produk dari bahan mentah (raw material) atau komponen
menjadi bahan jadi atau komponen lainnya, dengan menggunakan tenaga mesin atau tenaga manusia, yang dilakukan secara sistematis dangan cara pembagian pakarjaan. (Sinambela, 2008 : 2)
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa industri
manufaktur (manufacturing industry) atau perusahaaan industri
pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, dan dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk ini adalah kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan.
2.2.5.2 Karakteristik Umum PerusahaanIndustriManufaktur
Apapun hasil produknya, dari definisi diatas dapat ditarik karakteristik umum perusahaan manufaktur sebagai barikut :
a. Mengubah satu bentuk bahan menjadi bentuk produk lainnya,
baik berupa komponen yang kemudian diserahkan ke pihak manufaktur lain untuk dirakit, ataupun produk jadi yang siap untuk digunakan oleh konsumen.
(45)
b. Proses tersebut melibatkan panggunaan mesin dan tenaga manusia, dan dilakukan secara bertahap sehingga diperlukan perencanaan dan pengendalian agar diperoleh hasil yang optimal.
c. Bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan oleh
manufaktur tersebut harus dikelola dengan optimal agar
prosesnya menjadi lebih efisien.(Sinambela, 2008 : 3)
2.2.5.3 Klasifikasi Umum PerusahaanIndustri Manufaktur
Adapun klasifikasi industri manufaktur/pengolahan adalah sebagai berikut :
a. Industri makanan, minuman dan tembakau
b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
c. Industri kayu dan sejenisnya
d. Industri kertas, percetakan dan penerbitan
e. Industri kimia, minyak bumi, karet dan plastik
f. Industri barang galian non logam, kecuali minyak bumi dan
batu bara
g. Industri logam dasar
h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatan
(46)
2.2.5.4 Hubungan Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur dengan Penanaman Modal Asing
Industri manufaktur merupakan salah satu industri pengolahan yang terus dikembangkan karena peranannya dalam menciptakan produksi sektor dan penampung tenaga kerja, pada umumnya menjadi bertambah besar. Industri manufaktur akan dapat menampung tenaga kerja lebih banyak sehingga akan meningkatkan proses produksi dan menghasilkan keuntungan lebih besar bagi pengusaha, sejalan dengan hal itu akan menunjang dalam pengembangan iklim usaha dan investasi. (Dumairy, 1997 : 225)
2.2.6. Inflasi
2.2.6.1 Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan ditemukan hampir di semua Negara, dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering kambuh dan harus berupaya untuk dikendalikan. Inflasi dimaksudkan keadaan dimana senantiasa terjadi peningkatan harga-harga pada umumnya, atau suatu keadaan dimana terjadinya turunnya nilai uang. Kemudian menurut Boediono yang dimaksud dengan inflasi itu adalah “Kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan secara terus-menerus”. (Boediono, 2001 : 152)
(47)
Inflasi dapat didefinisikan sebagai proses kenaikan harga – harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. (Sukirno, 2002 : 15)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah proses kenaikan harga -harga umum barang-barang secara terus menerus, ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan, yang penting terdapat kenaikan harga umum secara terus menerus selama satu periode tertentu.
2.2.6.2 Jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan dalam beberapa macam penggolongan antara lain: (Boediono, 2001: 156-159)
a. Penggolongan Inflasi menurut parah tidaknya inflasi :
1. Inflasi Ringan
Adalah laju inflasi di bawah 10% setahun.
2. Inflasi Sedang
Adalah laju inflasi antara 10%-30% setahun.
3. Inflasi Berat
Adalah laju inflasi antara 30%-100% setahun.
4. Hiperinflasi
(48)
b. Penggolongan inflasi menurut asal dari inflasi :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
Adalah inflasi yang timbul karena adanya deficit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal dan sebagainya.
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau kenaikan harga langganan berdagang, kenaikan harga yang kita impor mengakibatkan adanya kenaikan indeks biaya hidup, karena sebagian dari barang-barang yang tercakup didalamnya berasal dari i)mpor, selain itu juga secara tidak langsung akan menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi atas bahan mentahnya yang harus di impor.
c. Penggolongan inflasi menurut mekanisme timbulnya inflasi :
Menu rut Sukirno (2004 : 333), teori kuantitas membedakan sumber terjadinya inflasi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Inflasi tekanan permintaan (demand pull inflation)
Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang bertambah terlalu kuat yang mengakibatkan tingkat harga umum naik.
(49)
Gambar 1. Demand Pull Inflation
Sumber : Sukirno. 2004, Teori Pengantar Ekonomi Makro, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. : 334
Sebagaimana dalam gambar perekonomian dimulai
pada P1 dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada
perpotongan antara kurva permintaan D1 dan kurva
penawaran S. Kurva permintaan bergeser keluar D2
penggeseran seperti itu dapat berasal dari faktor kelebihan pengeluaran permintaan.
Pergeseran kurva permintaan menaikkan output riil
(dari Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2) maka
inilah yang disebut demand pull inflation (inflasi tarikan
permintaan) yang disebabkan penggeseran kurva permintaan menarik keatas tingkat harga dan menyebabkan inflasi.
(50)
2. Inflasi dorongan penawaran (cost push inflation)
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, biasanya ditandai dengan kenaikan harga barang serta turunnya produksi. Misalnya kenaikan harga barang baku yang didatangkan dari luar negeri dan kenaikan harga BBM.
Gambar 2.Cost Push Inflation
Sumber : Sukirno. 2004, Teori Pengantar Ekonomi Makro, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. : 335
Pada gambar diatas telah disajikan kurva penawaran
S1 ke S2, harga tertentu naik dan menyebabkan inflasi
dorongan biaya. Naiknya harga dan turunnya output sering kali diberi nama “stagnasi inflasi”.
(51)
2.2.6.3 Dampak Inflasi
Dampak yang timbul akibat inflasi adalah :
1. Kenaikan harga-harga menimbulkan dampak terhadap
perdagangan. Kenaikan harga barang tersebut menyebabkan barang-barang negara itu tidak dapat bersaing di pasar internasional. Inflasi menyebabkan ekspor menjadi menurun dan diikuti pula oleh impor yang bertambah, menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing.
2. Biaya yang terus-menerus naik akan menyebabkan kegiatan
produksi menjadi tidak menguntungkan.
3. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang
berpendapatan tetap.
4. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
(Sukirno, 2004 : 339)
2.2.6.4 Cara Mengatasi Inflasi
Menurut Sukirno (2004 : 340), cara mengatasi inflasi dapat dilakukan melalui beberapa kebijaksanaan antara lain :
a. Kebijakan Moneter
Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui jumlah uang yang beredar. Uang diatur oleh bank sentral melalui cadangan minimum yang dinaikkan agar jumlah uang menjadi lebih kecil sehingga dapat menekan laju inflasi.
(52)
b. Kebijakan Fiskal
Menyangkut pengaturan tentang pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi harga kebijaksanaan fiskal yang berupa pengurangan, pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total sehingga inflasi dapat ditekan.
c. Kebijakan segi penawaran
Pemerintah melakukan langkah-langkah yang menurunkan biaya produksi perusahaan-perusahaan. Misalnya dengan mengurangi pajak ke atas bahan mentah atau menetapkan harga barang mentah.
Inflasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perekonomian suatu Negara. Agar inflasi dapat digunakan sebagai satu tolak ukur perekonomian secara umum, karena angka inflasi ini mencerminkan kondisi stabilitas perekonomian suatu Negara. Angka laju inflasi yang tinggi menunjukkan bahwa suatu perekonomian mengalami gangguan, baik berupa ekspor yang menurun karena turunnya daya saing, menurunnya tabungan dan investasi maupun gangguan-gangguan lainnya. Pada saat tingkat inflasi tinggi, maka kondisi perekonomian menjadi lesu. Hal ini secara otomatis akan berpengaruh terhadap kegairahan usaha diberbagai bidang. Pelaksanaan investasi menjadi terlambat, sehingga produksi nasional akan menurun. Menurunnya produksi secara nasional dapat mengakibatkan penurunan pendapatan
(53)
bahwa perkembangan ekonomi suatu Negara tersebut mengalami penurunan. Oleh karena itu, pada saat tingkat inflasi tinggi, maka pemerintah harus cepat tanggap dalam menentukan kebijakan dalam pengendalian tingkat inflasi. (Sukirno, 2004 : 345-352)
2.2.6.5 Hubungan Inflasi dengan Penanaman Modal Asing
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga-harga produk secara keselurhan. Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan
kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi
ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan rill yang diperoleh investor asing dari investasinya. Sebaliknya, jika tingkat inflasi mengalami penurunan, maka hal ini merupakan sinyal positif bagi investor untuk dapat menigkatkan pendapatan rill yang diperolehnya dari hasil investasi yang telah dilakukan. (Tandelilin, 2001 : 212)
(54)
2.2.7. Pendapatan Daerah Regional Bruto (PRDB) 2.2.7.1 Pengertian PDRB
Produk Domestik Regional Bruto mengalami peningkatan cenderung akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang akan diserap apabila upah tenaga kerja tinggi. Maka hal ini secara tidak langsung akan menaikkan pendapatan perkapita masyarakat, sehingga masyarakat akan mampu membayar pajak daerah dan hal ini dapat menambah pendapatan asli daerah (Mankiw, 2003)
Produk Domestik Regional Bruto adalah total produksi barang dan
jasa yang di produksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu satu tahun (Anonim, 2002 : 21)
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang atau jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam satu daerah pada satu tahun.
Sering disebutkan bahwa besaran Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) dapat dihitung melalui pengukuran arus sirkular (circuler flow)
dan pengukurannya dapat dibedakan menjadi tiga (3) cara : metode total
pengeluaran (the total output method), metode pengeluaran atas keluaran
(the spending on output method), dan metode pendapatan dari produksi (the income from production method). Penggunaan PDRB dibedakan
menjadi 6 katagori, yaitu: pengeluaran konsumsi rumah tangga (C1),
(55)
pengeluaran konsumsi pemerintah (G), pembentukan modal tetap
domestik bruto (I1), perubahan stok (I2) dan impor barang dan jasa
(X-M). Umumnya penjumlahan C1 dan C2 ditulis (C = C1+C2) dan
penjumlahan I1 dan I2 ditulis (I = I1+I2) sehingga Produk Domestik
Regional Bruto, menurut penggunaan digunakan rumus :
(
PDRB = C + G + I + (X-M))
...(Sukirno, 2002) Secara populer pendekatan penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan metode pertama yang dikenal sebutan metode pendekatan produksi, yang kedua dengan pendekatan pengeluaran dan yang terakhir dikenal dengan pendekatan pendapatan. Dalam kondisi ketersediaan data mentah di Indonesia yang belum terlalu rinci, pendekatan yang terahkir yang belum dapat diterapkan, baik di Gresik maupun dalam lingkup nasional.Mengawali penjelasan mengenai konsep dan definisi, berikut ini dijelaskan mengenai beberapa istilah yang berhubungan dengan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu :
a. Output
Output adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu. Pada dasarnya nilai output = O ,
diperoleh dari perkalian kuantum produksi (quantum = q) dan
harganya (price = p). Dengan demikian besaran output dapat
diperoleh denga rumus :
(56)
b. Biaya Antara
Biaya antara merupakan nilai barang dan jasa yang digunakan sebagai bahan untuk memproduksi output dan terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan dalam proses oleh unit-unit produksi dalam domestik tertentu dalam rentang waktu tertentu (biasanya satu tahun).
c. Nilai Tambah Bruto
Nilai tambah bruto (NTB) merupakan pengurangan dari nilai output dengan biaya antaranya atau apabila dirumuskan menjadi NTB = output – biaya antara.
Pengertian nilai tambah bruto sangat penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang tidak lain adalah penjumlahan dari seluruh besaran nilai tambah bruto dari seluruh unit produksi yang berada pada region tertentu dalam rentang waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Dengan demikian harus dipahami total ouput dalam suatu wilayah merupakan penjumlahandari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) dari seluruh proses produksi. Mengapa total output merupakan penjumlahan dari seluruh total output?, Hal ini disebabkan karena ada inter-relasi antara satu proses produksi dengan produksi yang lainnya. Oleh karena itu apabila dijumlahkan seluruh output dari semua proses produksi, akan terjadi perhitugan ganda.
(57)
Jelaslah bahwa yang dijumlahkan bukannya output melainkan Nilai Tambah Bruto (NTB). Secara teknis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan penjumlahan dari seluruh net output (Anonim, 2002 : 25)
2.2.7.2 Pendekatan Penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Cara penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Badan Pusat Statistik (2002) dapat diperoleh melalui tiga pendekatan yaitu:
a. Pendekatan produksi, Produk Domestik Regional adalah jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi disuatu willayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi sembilan sektor atau lapangan usaha, yaitu:
1) Pertanian
2) Pertambangan dan penggalian
3) Industri dan pengolahan
4) Listrik, gas dan air bersih
5) Bangunan
6) Perdagangan, hotel dan restauran
(58)
8) Jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
9) Jasa-jasa
b. Pendekatan pengeluaran, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) adalah penjumlahan komponen permintaan akhir, yaitu:
1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga
swasta yang tidak mencari untung
2) Konsumsi pemerintah
3) Pembentukan modal tetap domestik bruto
4) Perubahan stok
5) Ekspor netto dalam jangka waktu tertentu (biasanya
satu tahun) ekspor netto adalah ekspor dikurangi impor
c. Pendekatan pendapatan, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Semua hitungan tersebut akan dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. (Anonim, 2002 : 25)
2.2.7.3 Cara penyajian dan Angka indeks
Menurut Badan Pusat Statistik (2002) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) seperti telah diuraikan secara berkala dapat disajikan dalam dua bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan pada satu tahun dasar yang dapat dijelaskan berikut ini:
(59)
a. Pada penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran produk domestik regional bruto.
b. Pada penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua
agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahun dasar. Karena menggunakan harga konstan (tetap), maka perkembangan agregat dari tahun ketahun semata-mata disebabkan oleh perkembangan riil dari kuantum produksi tanpa mengandung fluktuasi harga (inflasi/deflasi), (Anonim, 2002 : 26)
2.2.7.4 Hubungan Produk Domestik Regional Bruto dengan Penanaman Modal Asing
Menurut Badan Pusat Statistik (2002) definisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah total produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu, yaitu satu (1) tahun. Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh nyata terhadap investasi. Kenaikan Produk Domestik Regional Bruto yang berarti kenaikan permintaan agregat rupanya merangsang kalangan
pengusaha untuk melakukan investasi yang lebih besar. (Dumairy,
(60)
Perlu disadari bahwa tingkat pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat, selanjutnya pendapatan masyarakat tinggi akan memperbesar permintaan akan barang dan jasa. Maka keuntungan perusahan akan bertambah tinggi yang akan mendorong lebih banyak dilakukannya investasi. Dengan kata lain, apabila pendapatan nasional bertambah tinggi, maka investasi akan bertambah tinggi pula. (Sukirno, 2003 : 115 )
2.2.8. Tingkat Suku Bunga Internasional
2.2.8.1 Pengertian Tingkat Suku Bunga Internasional
Suku Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan
uang merupakan jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang didasarkan perubahan nilai uang dan kemungkinan perubahan kurs. Suku bunga memainkan peranan penting dalam pasar valuta asing, mengingat simpanan – simpanan berjumlah yang diperdagangakan di pasar tersebut menghasilkan bunga. Dalam hal ini tingkat bunganya masing – masing berlainan sesuai dengan mata uang yang menjadi satuannya. (Krugman, 1995 : 59)
Tingkat suku bunga adalah keuntungan finansial atas dana atau keuntungan tahunan atas dana yang dipinjamkan (Samuelson, 2003 : 317)
(61)
Suku bunga umumnya ditetapkan per tahun yaitu jumlah bunga yang harus dibayarkan bila suatu jumlah uang dipinjam untuk satu tahun. Untuk jangka pendek, tergantung pada jangka waktu pinjaman.
2.2.8.2 Suku Bunga Menurut Definisi LIBOR dan SIBOR
London Interbank Offer Rate (LIBOR) yaitu rate atau tingkat bunga pinjaman yang berlaku antar bank di London yang dijadikan patokan atau dasar untuk menentukan tingkat bunga pinjaman pada pasar uang internasional. Biasanya, jika pinjaman untuk perusahaan atau bank yang lebih tinggi, misalnya LIBOR +1% atau +1,5% tergantung dari tingkat resiko dan jangka waktu pinjamannya.
Disamping LIBOR, untuk wilayah Asia dikenal juga SIBOR atau
Singapore Interbank Offer Rate, yaitu tingkat bunga pinjaman yang berlaku antar bank di Singapura, Sedangkan di Jakarta saat ini mulai
dikenal juga JIBOR atau Jakarta Interbank Offer Rate, Yaitu tingkat
bunga pinjaman antar bank di Jakarta. Jadi dapat di simpulkan bahwa LIBOR adalah tingkat bunga pinjaman yang berlaku antar bank di London yang di jadikan patokan atau dasar untuk menentukan tingkat bunga pinjaman pada pasar uang internasional, sedangkan untuk wilayah Asia dikenal dengan SIBOR (Hady, 2001:39)
SIBOR (Singapore Inter Bank Offering Rate) umumnya dipakai
untuk transaksi keuangan internasional dalam mata uang US Dollar di kawasan Asia Tenggara. Mengapa dipakai SIBOR dipakai? Ada
(62)
kaitannya dengan status Singapura yang memiliki ekonomi terbuka serta memiliki sistem hukum / legal yang lebih maju ketimbang negara lain di kawasan Asia Tenggara. Dan seperti kita lihat sistem hukum warisan Inggris ini juga menjadi dominan di pusat keuangan lainnya (alternatif SIBOR adalah HIBOR (Hong Kong) dan LIBOR (London). Ini aspek yang penting - karena kepastian hukum dan ekonomi terbuka selalu berdampingan. Atas hal tersebut pula maka sistem perbankan di Singapura, Hong Kong, dan London menjadi sangat terkenal dan akhirnya perbankannya pun memiliki modal / kapital yang kuat. Kapital
yang kuat menjadi penting selain karena alasan scale of economies juga
karena akan lebih kuat menahan guncangan finansial. Alternatif lain tentu bisa saja pakai LIBOR tetapi kalau memang urusannya semata – mata di kawasan Asia Tenggara maka menggunakan SIBOR lebih praktis dalam soal kliring. Untuk JIBOR ya tentunya cuma akan terkait dengan transaksi dalam mata uang rupiah dan terkait dengan perbankan Indonesia. (ahliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com/ diakses tanggal 26 April 2008, pada pukul 20.12 WIB)
(63)
2.2.8.3 Unsur-Unsur Tingkat Suku Bunga
Suku bunga sangatlah tergantung pada jenis pinjaman atau pemberi pinjaman yang didasarkan pada:
a. Syarat atau jatuh tempo
Surat-surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Sedangkan surat-surat berharga berjangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek, karena masyarakat ingin mengorbankan lebih cepat dana-dana mereka hanya jika mereka dapat meningkatkan hasilnya.
b. Resiko
Adalah pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki resiko, sementara lainnya sangat bersifat spekulatif.
c. Likuiditas
Aset juga dapat dibeda-bedakan atas dasar besar kecilnya biaya dan kecepatan pemanfaatan oleh pemiliknya.
d. Biaya-biaya administrasi
Waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai pinjaman sangatlah berbeda. Beberapa pinjaman ada yang memerlukan pemeriksaan secara periodik, bahkan ada yang mengharuskan jaminan atas dibayar secara tepat waktu (Krugman, 1995 : 198-199)
(64)
2.2.8.4 Keseimbangan Tingkat Suku Bunga
Pada dasarnya suku bunga terbentuk oleh keseimbangan pasar uang, Yakni: Ms=Md
Keterangan :
Ms=Money Supply (Penawaran Uang) Md=money Demand (Permintaan Uang)
Penurunan penawaran uang (Ms) mengakibatkan kelebihan permintaan uang (Md) pada tingkat bunga. Selain itu, kenaikan penawaran uang pada suatu negara mengakibatkan mata uangnya mengalami depresiasi dalam pasar valuta asing, sedangkan penurunan penawaran uang akan mendorong mata uang akan mengalami apresiasi. (Krugman,1995:103)
Adapun alasan peneliti menggunakan tingkat suku bunga internasional adalah tingkat suku bunga internasional digunakan untuk mengidentifikasikan penggunaan ukuran tingkat bunga dan hubungannya dengan harga sekuritas. Bunga pinjaman pada hakekatnya merupakan harga atas pengorbanan ekonomis kreditor atas jasa-jasa sejumlah dana yang dipinjamkan kepada debitur dengan kata lain bahwa bunga
merupakan pencerminan oppurtunity cost bagi kreditor yang oleh karena
itu merupakan suatu hal wajar jika menerima imbal jasa dari debitur. Oleh karena hal tersebut tingkat suku bunga merupakan faktor yang dapat dijadikan kriteria dalam mempertimbangkan investasi dimana
(65)
biasanya pemodal menginginkan return investment secepatnya, tingkat hasil dan keuntungan yang diharapkan
2.2.8.5 Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi PMA
Dalam hal memperbincangkan komponen investasi dari permintaan
agregat, suku bunga dianggap sebagai sebuah faktor penting yang mendeterminasi tingkat investasi sewaktu suku bunga meningkat, maka tingkat investasi dapat diekspektasi akan menurun, karena kurang begitu menguntungkan lagi untuk melakukan investasi.
Begitu pula halnya, apabila kredit makin sulit dicapai, situasi mana
biasanya menyertai suku bunga yang lebih tinggi, maka investasi cenderung menyurut dan sebaliknya.
Hubungan tingkat bunga dan investasi
Gambar 3. Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi
Sumber : Sukirno, Sadono, 2004, Pengantar Teori Makro Ekonomi, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, hal : 126.
I I2
I1
I0
0 r2
r1
r0
Tingkat bunga
Investasi (yang dilakukan)
(66)
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa pada tingkat bunga
sebesar r0. terdapat investasi bernilai I0 yang mempunyai tingkat
pengembalian modal sebanyak r0 atau lebih. Maka pada tingkat bunga
sebanyak r0 investasi yang akan dilakukan perusahaan adalah I0. Apabila
tingkat bunga adalah r1 diperlukan modal sebanyak I1 untuk mewujudkan
investasi yang mempunyai tingkat pengembalian modal r1 atau lebih.
Dengan demikian pada tingkat bunga sebanyak r1 investasi yang akan
dilakukan adalah sebanyak I1 (Sukirno, 2004:126)
Investor akan mempertimbangkan dan membandingkan beban bunga yang harus dibayarkannya dengan harapan keuntungan yang akan diperoleh dari investasi yang dilakukannya tersebut. Apabila tingkat suku bunga tinggi, pengusaha akan menunda pinjaman tersebut sampai tingkat suku bunganya turun. Maka terdapat hubungan berkebalikan antara tingkat suku bunga dan investasi, yaitu semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin rendah keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Sebaliknya, apabila tingkat suku bunga rendah, maka investor akan meminjan dana dari bank untuk membiayai pengeluaran investasinya dengan harapan investasi tersebut menghasilakan keuntungan yang nilainya lebih besar dari pada yang harus ditanggung oleh investor. (Suparmono, 2004 : 88)
(67)
2.3. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dari penelitian ini membahas “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) Pada Sektor Industri Manufaktur Di Gresik”. Dalam pembahasan ini variabel yang mempengaruhi yaitu Kurs Rupiah Terhadap Dollar, Jumlah Industri Manufaktur, Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto. Untuk mengetahui keterkaitan hubungan antar variabel maka dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut :
1) Kurs Valuta Asing (X1)
Melemahnya kurs valuta asing (US$) berarti menandakan bahwa nilai rupiah menguat. Menguatnya nilai rupiah terhadap mata uang asing akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi, sehingga mendorong lebih banyak dilakukan ekspor. Penigkatan ekspor menandakan bahwa perekonomian suatu negara tumbuh dan berkembang. Pada kondisi seperti ini banyak
investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya. (Tandelilin,
2001 : 214)
2) Jumlah Industri Manufaktur (X2)
Industri manufaktur merupakan salah satu industri pengolahan yang terus dikembangkan karena peranannya dalam menciptakan produksi sektor dan penampung tenaga kerja, pada umumnya menjadi bertambah besar. Industri manufaktur akan dapat menampung tenaga kerja lebih banyak sehingga akan
(68)
meningkatkan proses produksi dan menghasilkan keuntungan lebih besar bagi pengusaha, sejalan dengan hal itu akan menunjang dalam pengembangan iklim usaha dan investasi. (Dumairy, 1997 : 225)
3) Inflasi (X3)
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga-harga produk secara keselurhan. Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan rill yang diperoleh investor asing dari investasinya. Sebaliknya, jika inflasi mengalami penurunan, maka hal ini merupakan sinyal positif bagi investor untuk dapat menigkatkan pendapatan rill yang diperolehnya dari hasil investasi yang telah dilakukan. (Tandelilin, 2001 : 212)
4) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (X4)
Apabila Produk Domestik Regional Bruto meningkat maka akan mempengaruhi pendapatan masyarakat yang menyebabkan kenaikan permintaan barang dan jasa akibat konsumsi masyarakat meningkat sehingga akan menghasilkan pendapatan
(69)
bagi investor asing, hal ini menyebabkan investor terdorong untuk berinvestasi lebih besar. (Dumairy, 1997 : 155)
5) Suku Bunga Internasional (X5)
Bila Suku Bunga Internasional mengalami penurunan maka minat masyarakat untuk menanamkan modalnya atau berinvestasi akan mengalami kenaikan karena investasi yang direncanakan akan dilaksanakan bila tingkat keuntungan lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayar. (Sukirno, 2004 : 126)
(70)
Gambar 4. Kerangka Pikir “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) Pada Sektor Industri Manufaktur Di Kabupaten Gresik“
Sumber : Penulis Jumlah Industri
Manufaktur (X2)
Kurs Valuta Asing USD
(X1)
Inflasi (X3)
Produk Domestik Regional Bruto
(X4)
Penanaman Modal Asing (PMA) (Y) Proyeksi Ekonomi Indonesia Jumlah Total Produksi Pendapatan Masyarakat Daya Beli Masyarakat Keuntungan Seluruh Perusahaan Suku Bunga Internasional
(X5)
Keputusan Berinvestasi
(71)
2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih belum teruji kebenarannya berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hipotesis akan ditolak jika memang salah dan akan diterima jika fakta-faktanya benar. Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka, hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Diduga bahwa variabel Kurs Valuta Asing, Jumlah Industri
Manufaktur, Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Tingkat Suku Bunga Internasional berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik. b. Diduga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah variabel
paling dominan berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik.
(72)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan maupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variable tersebut.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Variabel terikat atau variabel yang tidak dapat berdiri sendiri
(Dependent Variabel) dan hasilnya tergantung pada hasil pengamatan, dalam hal ini dinyatakan dengan (Y) Penanaman Modal Asing Sektor Industri Manufaktur di Gresik. Yaitu penanaman modal secara langsung oleh investor asing ke suatu negara tujuan. Pengukuran variabel dinyatakan dalam satuan Rupiah.
b. Variabel bebas atau variabel yang dapat berdiri sendiri (Independent
Variabel) yaitu :
1. Kurs Valuta Asing (X1)
Merupakan nilai tukar suatu mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri. Nilai tukar US$ (Dollar AS) terhadap Rp (Rupiah) (Rp/US$)
(73)
Banyaknya perusahaan industri pengolahan atau (manufactuing industrie) yang ada di Gresik didasarkan periode tahunan, variabel ini dinyatakan dalam satuan (unit)
3. Inflasi (X3)
Adalah kondisi perekonomian yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang secara umum dan terus-menerus disebabkan oleh turunnya nilai mata uang pada suatu periode tertentu. Variabel ini dinyatakan dalam satuan persen (%).
4. Produk Domestik Regional Bruto (X4)
Adalah total nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat di wilayah Gresik dalam jangka waktu satu tahun. PDRB ini dinyatakan dalam juta Rupiah (juta Rp).
5. Tingkat Suku Bunga Internasional (X2)
Tingkat Suku Bunga Internasional adalah Tingkat Bunga transaksi yang menjadi patokan dalam menentukan tingkat bunga pinjaman dengan tujuan untuk memudahkan para pelaku bisnis perkembangan dana dalam investasi, yang pengukurannya dinyatakan dalam persen (%), Tingkat Suku Bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah Singapore Interbank Offer Rate (SIBOR) Adalah tingkat suku bunga internasional yang dinyatakan dalam persen (%).
(74)
3.2. Teknik Penentuan Sampel
Dalam penulisan ini data yang digunakan adalah data berkala
(Time Series Data) yaitu data dari tahun ke tahun selama selama 10 tahun sejak tahun 1999 sampai 2008.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan suatu bagian yang penting dari penulisan skripsi ini, untuk memperoleh data yang diperlukan bagi penulis, maka cara pengumpulan data adalah data sekunder yang meliputi :
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Data data yang diperoleh dengan membaca buku-buku, majalah serta tulisan-tilisan, laporan-laporang yang berkaitan dengan penelitian ini.
b. Studi lapangan (Field Research)
Yaitu suatu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penelitian secara langsung (observasi) untuk mengumpulkan keterangan berupa dokumentasi dari pihak instansi- instansi yang bersangkutan yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) cabang Surabaya dan kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) cabang Surabaya.
c. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari : Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan cabang Surabaya dan Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) cabang Surabaya.
(75)
3.4. Teknik Analisa Data dan Uji Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisa Data
Untuk menganalisis pengaruh yang disebutkan dalam hipotesis diatas maka analisa data ini dilakukan dengan menggunakan model regresi
linier berganda dengan asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimate)
untuk mengetahui koefisiensi pada persamaan tersebut betul-betul linier (tidak bias). Model ini menunjukan hubungan spesifik antara variabel-variabel bebas dan terikat.
Bentuk perumusannya sebagai berikut :
Yi = 0 + 11i + 22i+ 33i + 44i + 55i + u ……(Sulaiman, 2004 : 80).
Dimana:
Y = Penanaman Modal Asing Sektor Industri Manufaktur
X1 = Kurs Valuta Asing
X2 = Jumlah Industri Manufaktur
X3 = Inflasi
X4 = Produk Domestik Regional Bruto
X5 = Tingkat Suku Bunga Internasional
0 = Konstanta
1, , = Koefisien Regresi
u = Variabel Pengganggu (residual)
Untuk lebih mengetahui apakah suatu model tersebut cukup layak digunakan kedalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh
(76)
mana variabel bebas dapat mempengaruhi variabel terikat, maka untuk itu
perlu diketahui koefisien determinasinya atau R2 dengan menggunakan
rumus :
R2 = KT Regresi ...(Soelistyo, 2001 : 325) KT Galat
Keterangan :
R2 = Koefisien Determinasi.
JK = Jumlah Kuadrat
Dimana:
JK Regresi = b1∑YiX1 + b2∑YiX2 +………. +bn∑YiXn
JK Total = ∑Yi atau ∑Yi
-2
n Y
Jadi R2 = R2 = b1ΣYίX1 + b1ΣYίX2 + b1ΣYίX3 + b1ΣYίX4 ΣYί²
Karakteristik utama dari R2 adalah:
1. Nilai R2 non negatif, merupakan rasio dari jumlah kuadrat.
2. Batas nilai R2 adalah 0 < R2 > 1
a. Batas nilai R2 sama atau mendekati 0, maka tidak ada hubungan
antara variabel X dengan variabel Y.
b. Apabila R2 sama atau mendekati 1, maka terjadi kecocokan
sempurna antara garis regresi dengan kelompok data hasil dari observasi.
(77)
3.4.2 Uji Hipotesis
Untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5) terhadap
variabel terikat Y maka digunakan :
a. Uji F
Uji F dipergunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat dengan menggunakan rumus : F hitung = KT Regresi ...(Soelistyo, 2001 : 325) KT Galat
Keterangan :
KT = Kuadrat Tengah
Galat = Error = Residual
Dengan derajat kebebasan sebesar ( k, n – k – 1 )
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
k = Jumlah Parameter Regresi
Dengan ketentuan :
Ho : 1 =3 4 5 0 (Tidak ada pengaruh)
Hi : 1 0 (Ada pengaruh)
Kaidah pengujiannya:
1. Apabila F hitung ≤ F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak,
artinya variabel bebas tidak mempengaruhi terhadap variabel terikat. secara simultan.
(78)
artinya variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat secara simultan.
Gambar 5. Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan
Hipotesis Secara Simultan.
Daerah penolakan Ho
Daerah penerimaan Ho
F ()
Sumber : Soelistyo, 2001, Dasar-Dasar Ekonometrika, BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 326.
b. Uji t
Uji t dipergunakan untuk menguji hubungan antara pengaruh dari masing-masing variabel bebas dan secara parsial atau individu atau secara terpisah terhadap variabel terikat, dengan dirumuskan : t hitung = i ... (Gujarati, 1997 : 74)
Se (i )
Dengan derajat kebebasan sebesar (n-k-l)
Dimana :
i = Koefisien Regresi
Se = Standart Error
n = Jumlah sampel
*k = Jumlah parameter regresi
(79)
Dengan ketentuan:
Ho : i = 0 (tidak ada pengaruh)
Hi : i0 (ada pengaruh)
Kaidah pengujiannya :
1. Apabila t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, yang
artinya secara parsial tidak ada pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat.
2. Apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang
artinya secara parsial variabel bebas ada pengaruh dengan variabel terikat.
Gambar 6. Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis
Secara parsial
Ho ditolak Daerah penerimaan Ho ditolak Ho
( -t 2 ; n-k-l ) ( t 2 ; n-k-l )
Sumber : Widarjono. Agus, 2005, Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama, Ekonosia FE UII, Yogyakarta, Halaman 59.
Untuk mengetahui apakah model analisis tersebut layak digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat maka perlu diketahui
nilai adjusted R2 atau koefisien nilai determinasi dengan menggunakan
(1)
95
6. Pengujian secara parsial atau individu, Tingkat Suku Bunga (X5)
tidak berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap Investasi PMA Industri Manufaktur (Y).
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini dapat disarankan sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah maupun pusat dapat melakukan proses perizinan yang tidak rumit, agar lebih banyak lagi investor maupun pengusaha untuk menanamkan modalnya dan memperoleh modal dengan mudah.
2. Pemerintah membuat kebijakaan moneter dengan menjaga perkembangan ekonomi makro tetap stabil agar banyak investor yang masuk untuk menanamkan modalnya.
3. Bagi para pelaku usaha, diharapkan dapat menigkatkan kualitas dan mutu produk sesuai dengan keinginan masyarakat atau konsumen sehingga dapat bersaing dengan produk dari luar negeri.
(2)
(3)
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Algifari, 2000. “Analisis Regresi Teori Kasus dan Solusi”, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.
Anonim, 2002. “Produk Domestik Regional Bruto”, Badan Pusat Statistik Jawa Timur, Surabaya.
_______, 2005. “Jawa Timur Dalam Angka”,Badan Pusat Statistik Jawa Timur, Surabaya.
_______, 2007. “Jawa Timur Dalam Angka”, Badan Pusat Statistik Jawa Timur, Surabaya.
Arsyad, Lincolin, 1999. “Ekonomi Pembangunan”, Edisi ke Empat, Penerbit BP STIE YKPN, Yogyakarta.
Boediono, 2001. “Pengantar Ilmu Ekonomi Makro”, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.
Dumairy, Horne, 1997. “Perekonomian Indonesia”, Penerbit Erlangga, Jakarta. Gujarati, Damodar, 1999. “Ekonometrika Dasar”, Penerbit Erlangga, Jakarta. Hady, Hamdy, 2001. “Ekonomi Internasional; Buku 2, Teori dan Kebijakan
Keuangan”, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hakim, Abdul, 2002. “Ekonomi Pembangunan”, Penerbit Ekonsia, Yogyakarta. Irawan, Suparmoko, 2002. “Ekonometrika Pembangunan”, Edisi ke Enam,
Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kasmir, 2003. “Bank dan Lembaga Keuangan Lain”, Edisi ke Enam, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Krugman, Paul, 1994. “Ekonomi Internasional; Teori dan Kebijakan (Jilid 1)”, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kuncoro, Mudrajat, 2001. “Ekonomika Pembangunan; Teori, Masalah dan
Kebijakan”, Edisi ke Empat, Cetakan Pertama, Penerbit UPP STIM
YKPN, Yogyakarta.
(5)
Rosyidi, Suherman, 2003. “Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori
Ekonomi Mikro & Makro”, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Samuelson, Nordhaus, 2003. “Ilmu Mikro Ekonomi”, Penerbit PT. Media Global Eduksi, Jakarta.
Sarwedi, 2002. “Investasi Langsung di Indonesia dan Faktor yang
Mempengaruhinya”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan (Vol.4,No.1,
Mei 2002:17)
Sinambela, Carol, 2008. “Karekteristik Industri Manufaktur”, Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan (Vol.3, No.1)
Soelistyo, 2001. “Dasar-dasar Ekonometrika”, Penerbit Erlangga BPFE UGM, Yogyakarta.
Sukirno, Sadono, 2002. “Pengantar Teori Makro Ekonomi”, Edisi Kedua, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
______________, 2004. “Teori Pengantar Makro Ekonomi”, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sulaiman, Wahid, 2004. “Analisis Regresi Menggunakan SPSS”, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Suparmoko, 2000. “Pengantar Ekonometrika Mikro”, Edisi ke Empat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.
Tandelilin, Eduardus, 2001. “Analisis Investasi dan Manjemen Protofolio”, Edisi Pertama, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.
Widarjono, Agus, 2005. “Ekonometrika, Teori dan Aplikasi”, Edisi Pertama, Penerbit Ekonsia FE UII, Yogyakarta.
Dari Internet.
(www.bpmjatim.com)
(6)