Gambaran penyalahgunaan obat triheksifenidil pada anak-anak jalanan kawasan jalan Malioboro di Daerah Istimewa Yogyakarta bulan Mei-Juni 2007.

(1)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran penyalahgunaan obat triheksifenidil pada komunitas anak-anak jalanan di wilayah Malioboro yang terpusat di depan Benteng Vredenburg. Metode penelitian ini menggunakan metode accidental sampling mengingat keterbatasan jumlah anak-anak jalanan yang dapat bekerja sama terbatas jumlahnya.

Pengisian kuisioner dilakukan oleh 50 responden dari 120 anak-anak jalanan yang masih aktif menyalahgunakan triheksifenidil dan setiap hari “eksis” atau berada di wilayah tersebut. Sebanyak 33 responden (66%) adalah laki-laki dan 17 responden (34%) perempuan dimana 46% dari 50 responden adalah remaja (13-18 tahun) dengan usia termuda 8 tahun. Triheksifenidil diperoleh dengan harga Rp 10.000,00 – Rp 15.000,00 per butir dari hasil mengamen (70 %). 70% dari responden mengkonsumsi triheksifenidil tersebut bersama dengan teman (biasanya bersama alkohol), hal tersebut dapat menandakan betapa kuatnya pengaruh sosial akan perilaku responden. Efek dari triheksifenidil yang responden harapkan adalah fly (40%), dan tenang (34%). Selain triheksifenidil, sebanyak 22 responden menyalahgunakan obat lain seperti haloperidol, dextroamfetamin, lexotan, dan sebagainya.

Triheksifenidil merupakan jenis obat keras yang dapat menimbulkan ketergantungan secara psikis tetapi triheksifenidil tidak masuk kedalam psikotropika tetapi merupakan obat keras yang sering disalahgunakan. Tanpa pengetahuan yang cukup, formal maupun informal, tindakan penyalahgunaan obat akan terus terjadi. Meski jumlah anak-anak jalanan di Yogyakarta yang menyalahgunakan obat-obatan masih relatif sedikit, namun komunitas ini perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya dan dapat memperbesar jumlah penyalahguna obat-obatan yang telah ada.

Kata kunci : triheksifenidil, anak-anak jalanan, penyalahgunaan obat.


(2)

ABSTRACT

The objective of this research is to find out the description of the drugs abused among on the street children community. in Malioboro, especially in front of Vredenburg Fort.

There are 50 respondents from 150 street children of Vredeburg Fort which still active using trihexyfenidyl. The method used in this research is accidental sampling since there are only a few street children who can cooperate. According the questionnaire given, the results are 33 respondents (66 %) are male and 17 respondents (34 %) are female in which 46 % from 50 respondents are teenagers (13-18 years old) with 8 years old children as the youngest respondent. From the questionnaire, it is known that 70 % of the respondent buy trihexyphenidyl Rp. 10.000 up to Rp. 15.000 / tablet. The result of lack of knowledge and information about trihexyphenidyl leads the user to consume it frequently without knowing its side effect. Around 70 % of the respondents consume trihexyphenidyl altogether with their friends when they drink alcohol which shows the strong influence of friends and environment in case of drugs abused. There are several trihexyphenidyl effects expected by the user: “fly” / feel free (40 %) and calm (34 %). Beside trihexyphenidyl , 22 respondents abused other type of drugs such as haloperidol , dextroamfetamin, lexotan, and etc.

Lack of knowledge, either formal or informal will raise the abused of psikotropic. Although only a few of street children who abused drugs, however, the attention given to this community is needed. Since, it will affect not only the surround community but also increase the number of drugs abused.

Key words :trihexyphenidyl, street children community of Vredeburg Fort , drugs-abused.


(3)

Istimewa Yogyakarta Bulan Mei – Juni 2007

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh :

Yohanes Darmawan

998114095

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007


(4)

Gambaran Penyalahgunaan Obat Triheksifenidil Pada

Anak-anak Jalanan Kawasan Jalan Malioboro di Daerah Istimewa

Yogyakarta Bulan Mei – Juni 2007

Yang diajukan oleh: Yohanes Darmawan NIM : 998114095

Telah disetujui oleh :

Pembimbing

Yosef Wijoyo, M. Si., Apt


(5)

iii iii


(6)

Kupersembahkan karya kecil & sederhana ini kepada: Bapa di surga, juga Tuhan Yesus dan Bunda Maria Ibuku, Bapakku, kakakku, cintaku, dan Sahabat – sahabat yang selalu setia dalam proses hidupku

Terimakasih, sudah mengajari aku cinta,

karena Engkau datang ke dunia untuk mencintai manusia

Terimakasih, sudah mengajariku untuk rendah hati,

karena Engkau datang ke dunia untuk melayani

Terimakasih sudah mengajariku untuk memaafkan,

karena Engkau sendiri tidak pernah menghitung dosaku

Terimakasih sudah mengajariku untuk setia,

karena Engkau sendiri tidak pernah meninggalkanku

Jejak kaki memang hanya sepasang di atas pasir

karena saat itu aku berada dalam gendongan-Mu

Selalu sedih melihat air mataku

Selalu hadir menyapa

Walau aku meninggalkan dan memusuhi

Menyediakan bahu untuk bersandar,

ketika aku lelah menghadapi dunia ini

Terimakasih karena telah sudi menjadi sahabatku


(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Oktober 2007

Penulis,

Yohanes Darmawan


(8)

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Yohanes Darmawan

Nomor Mahasiswa : 998114095

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Gambaran Penyalahgunaan Obat Triheksifenidil pad Anak-anak Jalanan Kawasan Jalan Malioboto adi Daerah Istimewa Yogyakarta Bulan Mei – Juni 2007

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 15 Februari 2008

Yang menyatakan,


(9)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran penyalahgunaan obat triheksifenidil pada komunitas anak-anak jalanan di wilayah Malioboro yang terpusat di depan Benteng Vredenburg. Metode penelitian ini menggunakan metode accidental sampling mengingat keterbatasan jumlah anak-anak jalanan yang dapat bekerja sama terbatas jumlahnya.

Pengisian kuisioner dilakukan oleh 50 responden dari 120 anak-anak jalanan yang masih aktif menyalahgunakan triheksifenidil dan setiap hari “eksis” atau berada di wilayah tersebut. Sebanyak 33 responden (66%) adalah laki-laki dan 17 responden (34%) perempuan dimana 46% dari 50 responden adalah remaja (13-18 tahun) dengan usia termuda 8 tahun. Triheksifenidil diperoleh dengan harga Rp 10.000,00 – Rp 15.000,00 per butir dari hasil mengamen (70 %). 70% dari responden mengkonsumsi triheksifenidil tersebut bersama dengan teman (biasanya bersama alkohol), hal tersebut dapat menandakan betapa kuatnya pengaruh sosial akan perilaku responden. Efek dari triheksifenidil yang responden harapkan adalah fly (40%), dan tenang (34%). Selain triheksifenidil, sebanyak 22 responden menyalahgunakan obat lain seperti haloperidol, dextroamfetamin, lexotan, dan sebagainya.

Triheksifenidil merupakan jenis obat keras yang dapat menimbulkan ketergantungan secara psikis tetapi triheksifenidil tidak masuk kedalam psikotropika tetapi merupakan obat keras yang sering disalahgunakan. Tanpa pengetahuan yang cukup, formal maupun informal, tindakan penyalahgunaan obat akan terus terjadi. Meski jumlah anak-anak jalanan di Yogyakarta yang menyalahgunakan obat-obatan masih relatif sedikit, namun komunitas ini perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya dan dapat memperbesar jumlah penyalahguna obat-obatan yang telah ada.

Kata kunci : triheksifenidil, anak-anak jalanan, penyalahgunaan obat.


(10)

ABSTRACT

The objective of this research is to find out the description of the drugs abused among on the street children community. in Malioboro, especially in front of Vredenburg Fort.

There are 50 respondents from 150 street children of Vredeburg Fort which still active using trihexyfenidyl. The method used in this research is accidental sampling since there are only a few street children who can cooperate. According the questionnaire given, the results are 33 respondents (66 %) are male and 17 respondents (34 %) are female in which 46 % from 50 respondents are teenagers (13-18 years old) with 8 years old children as the youngest respondent. From the questionnaire, it is known that 70 % of the respondent buy trihexyphenidyl Rp. 10.000 up to Rp. 15.000 / tablet. The result of lack of knowledge and information about trihexyphenidyl leads the user to consume it frequently without knowing its side effect. Around 70 % of the respondents consume trihexyphenidyl altogether with their friends when they drink alcohol which shows the strong influence of friends and environment in case of drugs abused. There are several trihexyphenidyl effects expected by the user: “fly” / feel free (40 %) and calm (34 %). Beside trihexyphenidyl, 22 respondents abused other type of drugs such as haloperidol , dextroamfetamin, lexotan, and etc.

Lack of knowledge, either formal or informal will raise the abused of psikotropic. Although only a few of street children who abused drugs, however, the attention given to this community is needed. Since, it will affect not only the surround community but also increase the number of drugs abused.

Key words :trihexyphenidyl, street children community of Vredeburg Fort , drugs-abused.


(11)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang setia menuntun dan menemani sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Gambaran Penyalahgunaan Obat Triheksifenidil Pada Anak-anak Jalanan Kawasan Jalan Malioboro di Daerah Istimewa Yogyakarta Bulan Mei – Juni 2007” disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan menulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Orang tuaku, perpanjangan tangan Tuhan, yang tak henti-hentinya berdoa dan selalu memberikan semangat juga kasih sayang sehingga penulis mampu menyelesaikan babak-babak dalam kehidupan penulis.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak masukkan dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Yosef Wijoyo, M. Si., Apt., selaku dosen pembimbing utama yang telah sabar dan mau menyediakan waktu dan tenaga untuk berdiskusi serta memberi saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.


(12)

5. Bapak Ir. Aris Dwiatmaka, M.Sc., yang telah banyak membantu dalam metodologi penelitian.

6. Esti, yang selalu mendukung tanpa ragu-ragu dan telah mengajarkan artinya cinta, pengorbanan, dan kehidupan.

7. Teman-teman dan sahabat anak-anak jalanan di kawasan Jalan Malioboro bagian Selatan yang mau meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner yang penulis ajukan. 8. Semua kakakku, Theresia, Joko, Tri, dan Iin, yang tak putus-putusnya berdoa dan

mendukung penulis dalam perjuangan hidup.

9. Ibu Kartini, sebagai ibu yang sabar dan selalu percaya pada penulis.

10. Samsul, Budi, Cecep, Ega, Rolex, dan Gus Dur, yang mau berjuang untuk membantu penulis dalam penyebaran kuisioner dan pengambilan data.

11. Sahabat dan teman seperjuangan, adik-adik angkatan Fakultas Farmasi, terima kasih atas energi yang diberikan selama ini.

12. Heri, Gendut, Kobo, Nowo, Rio yang walaupun enggan tetap mau membantu penulis. 13. Anak-anak kost “Uh…Ah…”, Dwi, Eri, dan Danang yang selalu membukakan pintu

depan bila penulis datang larut malam.

14. Si-Mbok dan Pak’e yang selalu memberikan semangat.

15. Teman-teman “Kopi Joss” Tugu yang menjadi sahabat dan hampir setiap malam berproses bersama penulis.

16. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(13)

bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Oktober 2007

Penulis


(14)

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

INTISARI ………. vi

ABSTRACT ……… vii

PRAKATA ……….. viii

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR TABEL ……… xv

DAFTAR GAMBAR ……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii

BAB I. PENGANTAR ……… 1

A. PERMASALAHAN ……… 4

B. TUJUAN PENELITIAN ………. 4

C. MANFAAT PENELITIAN ……….. 4

1. Manfaat Teoritis ………. 4

2. Manfaat Praktis ……… 5

D. KEASLIAN PENELITIAN ……… 5


(15)

1. Teori Aksi Max Weber ………. 6

2. Teori Adopsi Inovasi Rogers ……… 8

3. Teori Perilaku Lawrence Green ……….. 10

B. Anak-anak Jalanan ……….. 12

C. Saraf ……… 14

1. Jalannya rangsang pada sel saraf ……….. 15

2. Sistem saraf menurut fungsi ………. 16

D. Psikotropika ……… 18

1. Definisi psikotropika ……….. 18

2. Penggolongan psikotropika berdasarkan UU RI nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika ……… 19

3. Penggolongan psikotropika menurut kegunaan ……… 20

E. Antikolinergik ……… 25

1. Definisi ……….. 25

2. Farmakodinamik ……… 25

3. Farmakokinetik ……… 26

4. Efek terapi ……… 26

5. Efek samping ……… 27

F. Perilaku Penyalahgunaan Obat-obatan ……… 28

G. Penyalahgunaan Psikotropika ……… 31

1. Definisi penyalahgunaan psikotropika ………. 31


(16)

H. Keterangan Empiris ……… 32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 33

A. Jenis dan Rancangan ……… 33

B. Batasan Operasional ……… 33

C. Subyek dan Tempat ………. 34

D. Teknik Sampling ………. 34

E. Instrumen Penelitian ……… 35

F. Tata Cara Penelitian ……… 35

1. Analisis situasi ……… 35

2. Wawancara ………. 35

3. Membuat kuisioner yang dibutuhkan ………. 36

4. Menentukan besar sampel ………. 36

G. Cara pengambilan sampel ………. 38

H. Pengumpulan dan analisis data ……… 38

I. Pengambilan kesimpulan ……… 39

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 40

A. Gambaran Umum Pengambilan Data ……….. 40

1. Perhitungan jumlah sampel ……… 40

2. Pelaksanaan pengambilan data ……….. 41


(17)

2. Jumlah responden berdasar usia dan pendidikan terakhir

dari responden ……… 43

C. Gambaran Penyalagunaan Triheksifenidil pada Responden ……….. 46

1. Frekuensi penyalahgunaan triheksifenidil ……… 46

2. Frekuensi pengkonsumsian triheksifenidil dalam sehari ………… 47

3. jumlah maksimal Triheksifenidil yang dikonsumsi dalam sekali minum ……….. 48

4. Asal dan harga Triheksifenidil yang diperoleh responden ……… 50

5. Sumber dana anak-anak jalanan untuk membeli Triheksifenidil … 53 6. Alasan dan tujuan responden menyalahgunakan triheksifenidil … 55 7. Pengetahuan responden akan efek yang ditimbulkan dan sumber pengetahuan akan obat yang dikonsumsi ……….. 56

8. Pengaruh lingkungan dan teman sesama anak-anak jalanan pada penyalahgunaan triheksifenidil ……… 59

9. Over dosis Triheksifenidil pada responden ……… 60

10. Penyalahgunaan obat yang lain selain triheksifenidil ……… 61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 64

A. Kesimpulan ……….. 64

B. Saran ………. 66

DAFTAR PUSTAKA ……… 67

LAMPIRAN ……… 70


(18)

Hal Tabel 1. Tabel Fungsi Saraf Otonom……… 17 Tabel 2. Penggolongan Obat Psikotropika ………... 22 Tabel 3. Obat Antikolinergik Sentral……… 28 Tabel 4. Jumlah responden di depan Benteng Vredenburg berdasarkan jenis

kelamin pada bulan Mei-Juni 2007 ……….. 43

Tabel 5. Frekuensi penyalahgunaan triheksifenidil pada responden di depan Benteng Vredenburg pada bulan Mei-Juni 2007 ……….. 47 Tabel 6. Banyaknya triheksifenidil sekali minum pada responden di depan

Benteng Vredenburg pada bulan Mei-Juni 2007 ……….. 49 Tabel 7. Tabel harga tiap butir triheksifenidil pada bulan Mei-Juni 2007 di

depan Benteng Vredenburg ……….. 51 Tabel 8. Tabel sumber dana responden di depan Benteng Vredenburg untuk membeli Triheksifenidil pada bulan Mei-Juni 2007 ……… 53 Tabel 9. Pengetahuan responden di depan Benteng Vredenburg akan efek

triheksifenidil bulan Mei-Juni 2007 ………... 57 Tabel 10.Pengetahuan responden di depan Benteng Vredenburg akan efek

samping yang ditimbulkan pada bulan Mei-Juni 2007 ……… 57 Tabel 11.Narasumber pengetahuan responden di depan Benteng Vredenburg

akan triheksifenidil bulan Mei-Juni 2007 ………. 58 Tabel 12.Konsumsi obat lain selain triheksifenidil pada responden di depan

Benteng Vredenburg pada bulan Mei-Juni 2007 ……….. 62 Tabel 13.Nama-nama obat yang pernah digunakan oleh responden di depan

Benteng Vredenburg selain triheksifenidil bulan Mei-Juni 2007…… 63


(19)

Hal Gambar 1. Teori Aksi Weber dan Teori Aksi Parsons ………. 7 Gambar 2. Proses adopsi inovasi Rogers ……….. 8 Gambar 3. Struktur kimia triheksifenidil ……….. 25 Gambar 4. Jumlah responden di depan Benteng Vredenburg bedasarkan usia

pada bulan Mei-Juni 2007 ……….. 45

Gambar 5. Tingkat pendidikan responden di depan Benteng Vredenburg pada

bulan Mei-Juni 2007 ……….. 45

Gambar 6. Frekuensi pengkonsumsian triheksifenidil pada responden di depan Benteng Vredenburg dalam satu hari pada bulan Mei-Juni 2007… 48 Gambar 7. Sumber dana untuk mendapatkan triheksifenidil pada responden di

depan Benteng Vredenburg pada bulan Mei-Juni 2007 …………. 50 Gambar 8. Alasan dan tujuan responden di depan Benteng Vredenburg dalam

penyalahgunaan triheksifenidil bulan Mei-Juni 2007 ………….... 56 Gambar 9. Pengaruh lingkungan pada responden di depan Benteng Vredenburg

akan perilaku penyalahgunaan triheksifenidil bulan Mei-Juni 2007 60 gambar 10. Banyaknya responden di depan Benteng Vredenburg yang pernah

over dosis triheksifenidil pada bulan Mei-Juni 2007 ………. 61


(20)

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA)

Yogyakarta ... 71

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian Dinas Perijinan Pemerintah Kota Yogyakarta ... 72

Lampiran 3. Kuisioner Penelitian ... 73

Lampiran 4. Pengolahan Data ... 75

Lampiran 5. Wawancara Dengan Anak-anak Jalanan ... 79

Lampiran 6. Riwayat Hidup Penulis ... 84


(21)

BAB I PENGANTAR

Masalah penyalahgunaan obat keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya atau yang lebih dikenal sebagai Napza telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Beberapa tahun silam Napza masih dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja, tetapi sekarang telah mulai dikonsumsi baik kalangan atas seperti artis, pejabat, maupun orang-orang ditingkat ekonomi rendah.

Maraknya peredaran dan penyalahgunaan obat-obat keras, narkotika, psikotropika, maupun zat adiktif lainnya telah menjadi masalah yang serius dan menjadi masalah nasional yang perlu ditangani secara khusus oleh pemerintah, baik di pemerintah pusat maupun di daerah terutama pada penyalahgunaan obat-obat keras selain psikotropika yang dapat mempengaruhi sistem saraf sehingga dapat mengubah perilaku dan menyebabkan ketergantungan. Obat-obat keras yang menyebabkan ketergantungan tersebut harganya relatif lebih murah daripada narkotika atau psikotropika, tetapi mempunyai efek yang mirip dengan psikotropika (Anonim, 2007a).

Hal penyalahgunaan obat-obatan ini tidak lagi terbatas pada golongan tertentu melainkan telah masuk kemasyarakat dari semua kalangan dengan berbagai tingkat usia maupun tingkat sosial ekonomi. Masalah ini telah merambah masuk ke daerah-daerah dan tak terkecuali Daerah Istimewa Yogyakarta yang mendapat predikat kota pelajar dan kota pariwisata. Dari berbagai kalangan yang ada di Yogyakarta, yang sangat potensial terlibat dalam penyalahgunaan


(22)

obatan adalah kalangan remaja dimana masa remaja yang identik dengan serba ingin tahu, ingin mengekplorasi diri, ingin bebas, pencarian jati diri, keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru, dan sebagainya (Atmaja, 2007).

Tidak terkecuali anak-anak jalanan yang hidup di pinggir-pinggir kota Yogyakarta, sebuah “sisi gelap” yang mungkin kita tidak sadari, anak-anak jalanan yang hidup di jalanan kota Yogyakarta mempunyai usia rata-rata remaja.

Sebuah sisi yang terkadang, atau bahkan sering lepas dari pengamatan kita bahwa anak-anak jalanan yang rata-rata berusia remaja (12 – 22 tahun) adalah masyarakat yang paling rentan akan maraknya praktek penyalahgunaan obat-obatan, karena justru tanpa pengawasan yang terpadu akan membentuk sebuah kebebasan yang tak terkendali (Permadi, 1997).

Anak-anak jalanan remaja yang sebagian besar waktunya terjun dan hidup di jalanan, merupakan sebuah fenomena hidup kita sehari-hari yang hampir atau bahkan tidak pernah kita pikirkan keberadaannya, kemungkinan terbesarnya menjadi sangat rentan terhadap masalah penyalahgunaan obatan baik obat-obat yang dijual bebas, obat-obat-obat-obat keras, maupun Napza yang mudah diperoleh dari transaksi gelap (Atmadja, 2007).

Meningkatnya jumlah anak-anak yang hidup di jalan dapat dikatakan seiring dengan meningkatnya pembangunan beberapa sektor di kota Yogyakarta. Masalah meningkatnya jumlah anak-anak jalanan di kota Yogyakarta ini juga sejalan dengan bertambah kompleksnya masalah dari kota Yogyakarta itu sendiri, salah satu masalah yang timbul adalah masalah penyalahgunaan obat-obat keras pada anak-anak jalanan (Anonim, 2007a).


(23)

Apabila kita cermati, penyalahgunaan obat diluar tujuan medis tanpa adanya pengawasan dokter terjadi berulang kali secara teratur dan dalam jumlah berlebihan sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan, pendidikan, maupun dalam kehidupan sosial. Penyalahgunaan obat amat sangat berbeda dengan penggunaan obat dalam penggunaan medis, karena dalam penggunaan medis terdapat petunjuk yang jelas mengapa obat tersebut digunakan untuk mengobati penyakit (Joewana, 2000).

Penyalahgunaan obat-obatan, baik obat-obat keras maupun jenis psikotropika pada anak-anak jalanan terutama pada anak-anak jalanan di kota Yogyakarta yang terpusat di Benteng Vredenburg di jalan Malioboro mempunyai tujuan yang bervariasi, antara lain dengan tujuan ingin mencoba, ingin diakui di dalam kelompoknya, mencari kesenangan dan hiburan, untuk melepaskan diri dari permasalahan yang berat, hingga pada akhirnya sampai pada taraf intensif atau teratur dimana seseorang telah tergantung pada obat-obatan secara fisik dan mental. Obat-obatan yang banyak dan sering dikonsumsi anak-anak jalanan di depan Benteng Vredenburg kota Yogyakarta adalah obat triheksifenidil yaitu jenis obat keras yang mempunyai efek pada sistem saraf otonom, karena obat jenis ini relatif lebih murah daripada narkotika tetapi mempunyai efek yang hampir sama dengan narkotika.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyalahgunaan obat-obatan pada anak-anak jalanan di kota Yogyakarta, salah satunya adalah upaya pencegahan. Upaya ini dilakukan untuk mengubah sikap perilaku dan cara pikir dari kelompok individu yang sudah mempunyai kecenderungan


(24)

menyalahgunakan obat golongan psikotropika maupun obat lainnya serta melakukan tindak pidana dari perdagangan dan pengedarannya secara gelap (Anonim, 2007b).

A. Permasalahan

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

Seperti apakah karakteristik dan gambaran dari tindakan penyalahgunaan obat triheksifenidil pada anak-anak jalanan di kawasan Malioboro yang terpusat di depan Benteng Vredenburg ?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai penelitian awal untuk mengetahui karakteristik dan gambaran dari penyalahgunaan obat keras jenis triheksifenidil dikalangan anak-anak jalanan di kota Yogyakarta.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai langkah awal untuk mengetahui karakteristik dan gambaran dari penyalahgunaan obat keras jenis triheksifenidil dikalangan anak-anak jalanan daerah Benteng Vredenburg kota Yogyakata.


(25)

2. Manfaat praktis

Manfaat secara praktisnya adalah sebagai sebuah acuan akan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan tingkat edukasi atau pengetahuan akan manfaat dan bahaya obat yang dikonsumsi dikalangan anak-anak jalanan, maupun penelitian sosial yang berkaitan dengan anak-anak jalanan dan permasalahannya.

D. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan permasalahan NAPZA, seperti “Profil Penyalahgunaan NAPZA di Jakarta, Bandung, dan Surabaya”, dan penelitian tentang “Jumlah Pecandu Narkoba disebuah Universitas Swasta di Jakarta”. Namun sejauh pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran dari penyalahgunaan triheksifenidil dikalangan anak-anak jalanan di depan Benteng Vrendenburg kota Yogyakarta.


(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Perilaku Masyarakat

Perilaku masyarakat pengguna obat dapat juga disebut perilaku konsumen. Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Sarwono, 1989).

Beberapa faktor di dalam perilaku yang dapat mempengaruhi individu untuk mengambil keputusan, menurut McLeish (1986), faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri yang terdiri dari motivasi, pengamatan, pembelajaran, kepribadian, dan konsep diri, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri, terdiri dari kebudayaan, adanya perbedaan tingkat sosial, keluarga, pergaulan, maupun yang bersifat hasutan.

1. Teori Aksi Max Weber

Max Weber mengembangkan teori aksi, yang populer disebut sebagai teori bertindak. Webber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsiran atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu (Sarwono, 1989). Teori ini terus dikembangkan oleh Parsons bersama Talcott yang menyatakan bahwa aksi


(27)

merupakan respons mekanik terhadap suatu stimulus bukan perilaku, sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Menurut Parsons, yang utama bukanlah tindakan individu, melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menuntun dan mengatur perilaku (Sarwono, 1989).

Gambar 1. Teori Aksi Weber dan Teori Aksi Parsons (Sarwono, 1989)

Kondisi obyektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu. Parsons melihat bahwa tindakan individu dan kelompok dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepibadian dari masing-masing individu. Keterkaitan individu dengan sistem sosialnya melalui status dan peranannya. Individu menduduki suatu tempat tertentu dalam setiap sistem sosial dan akan bertindak sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku yang dibuat oleh sistem aturan tersebut, serta perilaku individu ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya (Sarwono, 1989).

Stimulus a.

Pengalaman Persepsi Pemahaman

Penafsiran individu

Tindakan

Sistem sosial Sistem budaya Sistem kepribadian b.

Individu

Teori aksi Weber

Teori aksi Parsons


(28)

2. Teori Adopsi Inovasi Rogers

Di dalam masyarakat modern, selain adopsi perilaku, terdapat pula proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut dapat disebabkan oleh adanya sesuatu gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan yang diharapkan untuk diterima oleh individu tersebut. Teori ini dikenal sebagai innovation decision process. Terdapat lima tahap dalam proses ini, yaitu mengetahui atau menyadari tentang adanya ide baru (awareness), menaruh perhatian terhadap ide tersebut (evaluation), mencoba memakainya (trial), dan bila menyukainya maka setuju untuk menerima ide atau hal baru tersebut (adoption).

Pengetahuan

Keputusan

pertimbangan

Diterima (adopsi)

Penguatan Tetap adopsi Ditolak

Ditolak

Tetap ditolak

Adopsi

Gambar 2. Proses adopsi inovasi Rogers ( Sarwono, 1989)

Teori ini terus dikembangkan oleh Rogers dengan melakukan pengamatan di lapangan. Penelitian di lapangan serta penelitian mengenai penerapan teori ini ternyata membuat Rogers menyimpulkan bahwa proses


(29)

adopsi tidaklah berhenti setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kelak dapat berubah sebagai akibat dari pengaruh llingkungannya. Oleh karena itu Rogers mengubah teori itu dan membagi proses pembuatan keputusan menjadi empat tahap, yaitu :

1. Tahap knowledge

Mula-mula individu menerima informasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ide baru, hal ini menimbulkan minat untuk mengenal lebih jauh tentang obyek atau topik yang baru dikenal dan fase ini dipengaruhi oleh petugas kesehatan.

2. Tahap persuasion

Untuk membujuk atau meningkatkan motivasi individu guna bersedia menerima obyek atau topik yang diajukan tersebut, tergantung daripada hasil persuasi petugas atau pendidik kesehatan.

3. Tahap decision

Pada tahap ini, dibuatlah keputusan untuk menerima atau justru menolak ide tersebut. Namun sebaliknya, petugas kesehatan tidak cepat merasa puas jika suatu ide diterima.

4. Tahap confirmation

Pada tahap ini individu telah memasuki sebuah proses penguatan (confirmation), yaitu meminta dukungan dari lingkungan atas keputusan yang telah diambil tersebut. Bila lingkungan memberikan respon positif / mendukung keputusan yang diambil, maka perilaku yang baru dapat


(30)

dipertahankan. Sedangkan bila bila ada keberatan dan kritik dari lingkungan, terutama dari kelompok acuannya, maka biasanya adopsi itu tidak jadi dipertahankan dan individu akan kembali lagi pada perilaku semula (Sarwono, 1989).

3. Teori Perilaku Lawrence Green

Lawrence mencoba untuk menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes), dan faktor dari luar perilaku (non behavior causes). Faktor perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga faktor : 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas dan atau sarana-sarana kesehatan seperti Puskesmas, obat-obatan, alat-kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan yang secara langsung merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

(Sarwono, 1989)

Pada dasarnya pemilihan-pemilihan perilaku yang ingin dan atau telah diadopsi oleh setiap individu pasti melewati tahap-tahap penilaian secara pribadi.


(31)

perilaku, yaitu : a. Motivasi

Motivasi adalah dorongan yang bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan, dorongan ini diwujudkan dalam bentuk tindakan atau perilaku. Motivasi tersebut timbul karena adanya suatu kebutuhan atau keinginan yang harus dipenuhi. Keinginan tersebut akan mendorong individu untuk melakukan suatu tindakan agar tujuannya tercapai (Sarwono, 1989).

Motivasi juga dapat diartikan sebagai suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Sumber yang mendorong terciptanya suatu kebutuhan tersebut dapat berasal dari dalam individu sendiri atau dari lingkungan sekitarnya (McLeish, 1986). b. Pengetahuan

Pengetahuan sebagai unsur-unsur yang mengisi akal dan alami jiwa seseorang yang sadar, yang secara nyata terkandung di dalam otaknya. Pengetahuan akan menimbulkan suatu gambaran, persepsi, konsep, dan fantasi akan berbagai hal yang diterima dari lingkungan melalui panca inderanya (McLeish, 1986).

c. Tindakan

Setelah individu mengetahui stimulus atau rangsangan dan mengadakan penilaian atau pendapat terhadap obyek baru tersebut, proses selanjutnya individu akan menyikapinya dengan sebuah tindakan. Faktor-faktor dukungan dari pihak lain yang mendukung seperti teman, saudara, lingkungan, dan lain-lain juga sangat berpengaruh dari pengambilan tindakan


(32)

individu tersebut (McLeish, 1986).

Secara garis besar kita dapat menyimpulkan bahwa setiap perilaku-perilaku yang ada di kelompok masyarakat berawal dari sebuah pandangan dari masyarakat itu sendiri. Pandangan yang dianggap benar oleh sebuah kelompok masyarakat akan menjadi sebuah pembelajaran dimana pandangan-pandangan yang dianggap benar tersebut akan melalui proses pertimbangan, pengkajian, pengambilan keputusan, serta penguatan sehingga akan mengalami penolakan ataupun menjadi sebuah perilaku yang dapat diterima dan diadopsi.

Perkembangan dari pengambilan keputusan untuk kemudian menjadi perilaku ini terjadi pada setiap anggota masyarakat, tidak terkecuali pada komunitas anak-anak jalanan, dimana setiap anggota dari komunitas anak-anak jalanan mengalami proses-proses dalam mengadopsi sebuah perilaku yang berlaku pada komunitas tersebut. Sebelum itu, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu profil anak-anak jalanan secara umum baik dari definisi, hingga alasan mereka mereka mengadopsi perilaku yang menyimpang dari pandangan masyarakat secara umum.

B. Anak-anak Jalanan

Sampai saat ini ada berbagai definisi tentang anak-anak jalanan. Tetapi anak-anak jalanan adalah istilah yang disepakati pada Konvensi Nasional untuk mendefinisikan anak-anak atau remaja yang menggunakan sebagian besar atau seluruh waktunya untuk bekerja dijalanan dari kawasan urban (Permadi, 1997).


(33)

Alasan yang paling sering terdengar dari hampir semua anak-anak jalanan ini mengapa mereka sampai harus bekerja dijalanan adalah karena motivasi ekonomi dan adanya masalah keluarga.

Dengan bekal seadanya, mereka tetap mencoba untuk mengintip peluang ekonomi yang muncul dari kehidupan jalanan. Variasi kerja sebagai mata pencaharian dari anak-anak jalanan ini amatlah beragam, yaitu : pengamen, tukang semir sepatu, penjual koran, pengemis, tukang parkir, dan sebagainya.

Anak-anak jalanan merupakan kelompok yang sangat berbeda dari anak-anak normal yang hidup bersama keluarga di rumah dimana terdapat orang-orang yang siap melindungi dari berbagai macam ancaman. Sebaliknya banyak anak-anak jalanan yang harus hidup tanpa keluarga, rumah, pendidikan yang layak, dan selalu berinteraksi dengan anak-anak jalanan yang lainnya serta menghadapi ancaman seorang diri (Anonim, 2007b).

Akibatnya perilaku serta kematangan emosional dari anak-anak jalanan seringkali terlihat jauh menyimpang dibandingkan anak-anak seusianya yang hidup normal. Banyak penyimpangan yang dapat dijumpai pada anak-anak jalanan, seperti penyalahgunaan obat-obatan baik obat-obatan yg dijual bebas maupun Napza, seks bebas, perilaku yang menjurus agresif dan impulsif merupakan bentuk-bentuk pola kehidupan yang kemudian menjadi erat bersinggungan dengan hidup keseharian mereka (Permadi,1997).

Komunitas anak-anak jalanan relatif tertutup dari dunia luar, tetapi pengaruh sesamanya (sesama anak-anak jalanan) dapat sangat kuat. Dengan demikian penyalahgunaan akan konsumsi obat-obatan kemungkinan besar dari


(34)

pengaruh teman-teman jalanan yang lainnya, sehingga adopsi perilaku penyalahgunaan obat-obatan akan sangat cepat diadopsi di kalangan anak-anak jalanan itu sendiri (Anonim, 2007b).

Meskipun dalam Kedokteran, beberapa golongan obat keras, narkotika dan psikotropika masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan, terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda (Anonim, 2007b).

C. Saraf

Sistem saraf manusia merupakan suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Tugas dari sistem saraf adalah mengkoordinasi, mentafsirkan, dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktifitas sistem-sistem tubuh lainnya. Sistem saraf berfungsi sebagai berikut : menerima rangsang, baik dari lingkungan maupun dari dalam tubuh sendiri, mengubah rangsang dalam perangsangan saraf dan memprosesnya, serta mengkoordinasi dan mengatur fungsi tubuh melalui impuls-impuls yang dibebaskan dari pusat ke perifer.

Dari sudut pandang anatomi dan sekaligus berdasarkan fungsinya, saraf dibedakan menjadi dua sistem, yaitu Sistem Saraf Pusat (SSP) yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang; dan sistem saraf perifer yang meliputi serabut-serabut hantar dari SSP ke perifer dan dari perifer ke SSP.


(35)

Penggolongan lebih lanjut adalah pembagian atas Sistem saraf otonom (vegetatif) yang bekerja tidak di bawah kemauan, dan sistem saraf somatik atau sistem saraf yang bekerja di bawah kemauan (Mutschler, 1991).

Unsur penyusun neuron (sel saraf) adalah badan sel (soma, perikaryon) dengan inti sel, badan golgi, badan Nissl; dan serabut saraf yang terdiri dari akson (silinder aksis), neurit (cabang yang panjang), dan dendrit (cabang yang pendek).

(Mutschler, 1991).

1. Jalannya rangsang pada sel saraf

Impuls saraf dari SSP hanya dapat diteruskan ke ganglion dan sel efektor melalui pelepasan suatu zat kimia yang khas yang disebut transmitor neurohormonal ( = transmitor). Pada keadaan potensial istirahat pada akson, membran sel dalam keadaan potensial negatif, hal ini diakibatkan oleh kadar ion K di dalam sel saraf 40 kali lebih besar daripada kadarnya diluar sel, sedangkan ion Na dan Cl jauh lebih banyak di luar sel. Dalam keadaan ini ion Na tidak dapat memasuki sel. Bila ada depolarisasi akibat rangsangan dari luar yang mencapai ambang rangsang, maka permebilitas terhadap ion Na sangat meningkat sehingga Na masuk ke dalam sel dan menyebabkan potensial negatif tadi menjadi netral dan atau bahkan menjadi positif ( = polarisasi terbalik). Kejadian ini diikuti oleh repolarisasi, yaitu kembalinya potensial istirahat dengan terhentinya pemasukan ion Na dan keluarnya ion K. Perubahan potensial tersebut disebut potensial aksi (impuls) saraf (Darmansjah, Setiawati, dan Gan, 1995).

Suatu transmisi neurohormonal tidak selalu menyebabkan depolarisasi, tetapi juga menyebabkan hiperpolarisasi. Hiperpolarisasi disebabkan karena


(36)

akibat meningkatnya permeabilitas dari ion K (Darmansjah dkk, 1995).

2. Sistem saraf menurut fungsi

a. Sistem saraf sadar

Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak dan sumsum tulang belakang. Fungsi dari sistem saraf sadar ini adalah untuk mengatur gerakan-gerakan yang dipengaruhi kemauan (yang diatur oleh sistem piramidal), dan mengatur berlangusngnya gerakan-gerakan terlatih (yang diatur oleh sistem ekstrapiramidal) seperti berjalan, naik sepeda, mimik dan sebagainya (McLeish, 1986).

b. Sistem saraf otonom

Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut saraf praganglion, dan yang berada pada ujung ganglion disebut saraf postganglion.

Sistem saraf otonom dibagi menjadi sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek,


(37)

sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu (Anonim, 2007c).

Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung (Darmansjah dkk, 1995).

Tabel 1. Tabel Fungsi Saraf Otonom

Organ Kerja setelah perangsangan

Simpatikus Parasimpatikus

Jantung frekuensi

kekuatan kontraksi

Meningkat Meningkat

Menurun Menurun Paru-paru

Otot bronkus Relaksasi Kontraksi

Kelenjar air ludah Sekret kental Banyak sekret encer Peristaltik saluran cerna Diperlemah Diperkuat

Kandungan empedu Relaksasi Kontraksi

(Mutschler, 1991) Susunan saraf otonom berfungsi sebagai pengatur (regulator), penyelaras, dan koordinator aktifitas viseral vital (Noback, 1982). Sistem saraf otonom berguna untuk memelihara keseimbangan dalam organisme (sistem keseimbangan dalam) dimana sistem ini mengatur fungsi-fungsi organ yang tidak dibawah kemauan dan kesadaran, seperti :

1. Sirkulasi dengan cara menaikkan atau menurunkan aktivitas jantung dan khususnya melalui penyempitan atau pelebaran pembuluh-pembuluh darah. 2. Pernafasan dengan cara menaikkan atau menurunkan frekuensi pernafasan

dan penyempitan atau penyempitan otot bronkus. 3. Peristaltik saluran cerna


(38)

4. Tonus semua otot polos lainnya seperti kandung empedu, ureter, kandung kemih, dan

5. Sekresi kelenjar keringat, kelenjar air ludah, kelenjar lambung, kelenjar usus, dan kelenjar-kelenjar lain (Mutschler, 1991).

Sistem vegetatif eferen pada simpatikus dan parasimpatikus masing-masing terdiri dari 2 neuron. Dari neuron yang satu rangsang dari sistem saraf pusat dihantarkan ke suatu ganglion vegetatif, di sini terjadi perangsangan pada neuron kedua yang menuju organ yang dituju. Berdasarkan hubungan dengan ganglion, neuron pertama disebut neuron preganglion dan neuron kedua disebut neuron postganglion (Noback, 1982).

Saraf otonom juga berhubungan dengan saraf somatik; sebaliknya, kejadian somatik dapat mempengaruhi fungsi organ otonom. Sebagai contoh denyut jantung bertambah cepat saat kita berolah raga, mengecilnya pupil dan menyipitkan mata saat mata menerima kelebihan cahaya, dan sebagainya (Mutschler, 1991).

D. Psikotropika

1. Definisi psikotropika

Psikotropika di dalam Undang-undang RI nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat (SSP) yang menyebabkan perubahan yang khas pada aktivitas


(39)

mental dan perilaku (Anonim, 1997).

Santoso dan Wiria (1995) juga mendefinisikan psikotropika sebagai obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis dan berpengaruh pada kelakuan seseorang.

2. Penggolongan psikotropika berdasarkan UU RI nomor 5 tahun 1997

tentang psikotropika

Berdasarkan potensi sindroma ketergantungan yang ditimbulkan, maka psikotropika dibagi dalam empat golongan :

a. Psikotropika golongan I, adalah psikotropika yang hanya dapat

digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi obat, serta mempunyai potensi amat kuat untuk menyebabkan sindroma ketergantungan.

b. Psikotropika golongan II, adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat menyebabkan sindroma ketergantungan.

c. Psikotropika golongan III, adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

d. Psikotropika golongan IV, adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan (Anonim, 1997).

Selain psikotropika golongan IV masih terdapat obat-obat lain yang digolongkan sebagai obat keras. Jenis obat ini tidak menimbulkan ketergantungan secara fisik tetapi menimbulkan ketergantungan secara psikologis dimana obat keras masuk dalam “Daftar G” (Gevaarlick). Oleh karena, pengaturan, pembinaan, dan pengawasannya tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Anonim, 1997).


(40)

3. Penggolongan psikotropika menurut kegunaan.

Berdasarkan penggunaannya dibidang kedokteran, psikotropika dibagi dalam empat golongan, seperti yang ditunjukkan pada table 2, yaitu :

a. Antipsikosis / neuroleptik

Yaitu obat atau bahan yang bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik dan mempunyai ciri terpenting berupa kegunaannya untuk mengatasi agresivitas, hiperaktivitas, dan labilitas emosi pada pasien psikosis. Obat golongan ini tidak menyebabkan koma maupun anesthesia pada penggunaan dosis besar, dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel/ireversibel, dan tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis.

b. Antiansietas

Yaitu obat atau bahan yang berguna dalam pengobatan simtomatik penyakit psikoneurosis dan sebagai obat tambahan pada terapi penyakit somatik yang didasari ansietas (perasaan cemas) dan ketegangan mental. Penggunaannya pada dosis tinggi jangka lama dapat menimbulkan ketergantungan psikis dan apabila dibandingkan dengan sedatif yang sudah lebih lama dikenal, antiansietas tidak begitu banyak menimbulkan rasa kantuk.

c. Antidepresi

Yaitu obat untuk mengatasi depresi mental. Obat ini terbukti dapat menghilangkan atau mengurangi depresi yang timbul pada beberapa jenis skizofrenia lainnya. Obat ini tidak menimbulkan euphoria pada orang


(41)

normal.

d. Antipsikotogenik

Yaitu obat yang dapat menimbulkan kelainan tingkah laku, disertai halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, dan perubahan dalam perasaan. Obat baru digolongkan sebagai psikotogenik apabila mampu menimbulkan keadaan psikosis tanpa delirium dan disorientasi (Santoso dkk., 1995).

Pemerintah dan masyarakat telah berjuang untuk memberantas pengedaran dan penyalahgunaan obat-obatan di Indonesia, baik psikotropika, narkotika, maupun obat keras lainnya. Dibuktikan dari beberapa undang-undang yang berhasil dibentuk oleh pemerintah, antara lain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Disamping itu MPR-RI juga telah mengeluarkan Ketetapan MPR-RI No: VI/MPR/2002, yang merekomendasikan kepada presiden sebagai berikut :

1. melakukan tindakan tegas sesuai dengan hukum yang berlaku terhadap produsen, pengedar, dan pemakai serta melakukan langkah koordinasi yang efektif, antisipatif, dan edukatif dengan pihak terkait dan masyarakat.

2. mengupayakan untuk meningkatkan anggaran guna melakukan rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.


(42)

Tabel 2. Penggilongan obat psikotropika

a. Obat antipsikosis i. Derivat fenotiazin

1. Senyawa dimetilaminopropil

Klorpromazin, Promazin, Triflupromazin

2. Senyawa piperidil Mepazin, Tioridazin

3. Senyawa piperazin

Asetofenazin, Proklorperazin, Karfenazin, Trifluoperzin, Tiopropazat, Flufenazin, Perfenazin

ii. Non fenotiazin Klorprotiksen iii. Butirofenon

Haloperidol b. Obat antiansietas

i. Benzodiazepin : Diazepam, Klordiazepoksida, Klorazepat ii. Golongan lain

c. Obat antidepresi

i. Penghambat monoaminoksidase (MAO) Isokarboksazid, Nialamid, Fenelzin ii. Senyawa dibenzazepin

Imipramin, Desmetilimipramin, Amitriptilin, Desmetilamitriptilin iii. Senyawa lain

Amoksapin, Maprotilin, Trazadon, Fluoksetin, Bupropion, nomifensin, Mianserin

d. Obat antipsikotogenik Meskalin, LSD-25

(Santoso dkk., 1995)


(43)

Menurut Instruksi Presiden RI nomor 3 tahun 2002, dampak penyalahgunaan narkoba dapat dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Depresan

Merupakan obat penenang (sedatif) yang bekerja untuk menekan sistem saraf pusat dan saraf otonom. Zat –zat ini memberikan rasa rileks yang bersifat artifisial dan mengurangi ketegangan/kegelisahan serta tekanan mental. Namun obat jenis ini cenderung mengakibatkan ketergantungan secara psikologis. Upaya untuk mengatasi ketergantungan terhadap obat-obatan jenis ini sangat berat. Contoh obat depresan misalnya obat tidur (barbiturat)

2. Stimulan

Merupakan zat yang meningkatkan aktivitas, memperkuat, dan meningkatkan aktivitas dari sistem saraf pusat dan saraf otonom. Stimulan bekerja mengurangi kantuk karena kelelahan, mengurangi nafsu makan (Atmadja, 2007).

Stimulan dapat mendorong simptom yang bersifat memabukkan seperti meningkatnya denyut jantung, membesarnya pupil, meningkatnya tekanan darah, serta mual-mual dan muntah, menyebabkan tremor/gemetar. Dampak penggunaan jangka panjangnya berupa mual-mual, tidak bisa tidur (insomnia), kehilangan berat badan dan depresi. Selain itu obat-obat jenis ini dapat menyebabkan tindak kekerasan dan perilaku agresif hingga dapat menyebabkan sakit jiwa (delusional psychosis).

Obat-obatan atau zat yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah amfetamin, dan zat penghilang nafsu makan sintetis seperti


(44)

phenmetrazin dan methilpenidat (Satriyo, 2003). 3. Halusinogen

Halusinogen adalah sejenis obat yang memiliki kemampuan untuk memproduksi spektrum pengubah rangsangan indera yang jelas, perasaan dan pikiran. Akibat yang disebabkan oleh halusinogen bisa berbeda pada pemakainya, mulai dari perasaan gembira hingga sampai perasaan ngeri yang luar biasa (Atmadja, 2007).

Halusinogen secara kimiawi sangat beragam dan dapat mengakibatkan perubahan mental yang hebat seperti euphoria, gelisah, penyimpangan (distorsi) sensorik, halusinasi yang benar-benar “nyata” (merusak persepsi), mengganggu denyut jantung dan tekanan darah, berkhayal, ketakutan, paranoia (kekecewaan), dan depresi.Yang termasuk dalam zat atau obat jenis ini adalah, ekstasi, dan mescalin (Satriyo, 2003).

Pengkonsumsian napza (narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya) pada dasarnya akan dapat dirasakan dengan segera. Penyalahgunaan napza dalam jangka waktu tertentu akan berpengaruh pada fungsi dari sistem saraf, dengan terus meningkatnya kebutuhan untuk mengkonsumsi napza akan menyebabkan ketergantungan secara fisik dan psikologis yang dapat berakibat pada over dosis akut dan bahkan kematian yang disebabkan pada depresi pernafasan (Atmadja, 2007).


(45)

E. Antikolinergik C C H2 OH C H2 N

Gambar 3. Struktur kimia triheksifenidil (Mutschler, 1991) Gambar 3. Struktur kimia triheksifenidil (Mutschler, 1991) 1. Definisi

1. Definisi

Antikolinergik merupakan obat alternatif levodopa dalam pengobatan parkinsonisme. Prototipe kelompok ini adalah triheksifenidil. Termasuk dalam kelompok ini adalah : bipiriden, prosiklidin, penztropin, dan antihistamin dengan efek antikolinergik difenhidramin dan etopropazin.

Antikolinergik merupakan obat alternatif levodopa dalam pengobatan parkinsonisme. Prototipe kelompok ini adalah triheksifenidil. Termasuk dalam kelompok ini adalah : bipiriden, prosiklidin, penztropin, dan antihistamin dengan efek antikolinergik difenhidramin dan etopropazin.

Mekanisme kerja : Mekanisme kerja :

Dasar kerja obat ini ialah mengurangi aktivitas kolinergik yang berlebihan pada ganglia basal.

Dasar kerja obat ini ialah mengurangi aktivitas kolinergik yang berlebihan pada ganglia basal.

Efek antikolinergik perifer pada obat ini relatif lemah daripada atropin, dimana atropin maupun alkaloid beladon lainnya (yang merupakan obat pertama sebagai antiparkinson) mempunyai efek perifer yang terlalu mengganggu (Gan, 1995).

Efek antikolinergik perifer pada obat ini relatif lemah daripada atropin, dimana atropin maupun alkaloid beladon lainnya (yang merupakan obat pertama sebagai antiparkinson) mempunyai efek perifer yang terlalu mengganggu (Gan, 1995).

2. Farmakodinamik 2. Farmakodinamik

Triheksifenidil berefek sentral. Dibandingkan dengan potensi atropin, Triheksifenidil berefek sentral. Dibandingkan dengan potensi atropin,


(46)

triheksifenidil memperlihatkan potensi antispasmodik (bersifat menghambat gerakan peristaltik lambung dan usus) setengah daripada atropin, efek midriatik sepertiganya, dan efek terhadap kelenjar ludah dan vagus sepersepuluhnya. Seperti atropin, triheksifenidil dalam dosis besar menyebabkan perangsangan otak (Gan, 1995).

3. Farmakokinetik

Tidak banyak data farmakokinetik yang diketahui tentang triheksifenidil, itu dikarenakan pada saat obat ini ditemukan, farmakokinetika belum berkembang. Sekarang obat ini kurang diperhatikan setelah ada levodopa dan bromokriptin (Gan, 1995).

Kadar puncak triheksifenidil tercapai setelah 1 – 2 jam. Masa penuh eliminasi terminal antara 10 – 12 jam. Jadi pemberian 2 kali sehari sudah mencukupi, tidak 3 kali sehari sebagaimana yang dilakukan sekarang ini (Gan, 1995).

4. Efek terapi

Pemberian triheksifenidil khususnya bermanfaat terhadap parkinsonisme akibat obat. Misalnya oleh neuroleptik, temasuk juga antiemetik turunan fenotiazin, yang menimbulkan gangguan ekstrapiramidal akibat blokade reseptor dopamin di otak. Penambahan antikolinergik golongan ini secara rutin pada pemberian neuroleptik tidak dibenarkan, kemungkinan timbulnya akinesia tardif.

Triheksifenidil juga memperbaiki gejala beser ludah (sialorrhoea) dan suasana perasaan. Selain pada parkinson, triheksifenidil juga digunakan pada


(47)

sindrom atetokoriatik, totikolis spastik, dan spasme fasialis (Gan, 1995).

5. Efek samping

a. Efek samping sentral.

Dapat berupa gangguan neurologik, yaitu ataksia (kehilangan kontrol gerak), disartia, hipertermia (kenaikan suhu tubuh), gangguan mental seperti pikiran kacau, amnesia, delusi, halusinasi, somnolen, dan koma (Gan, 1995).

b. Efek samping perifer.

Dapat berupa mulut kering, gangguan miksi, meteorisme sering terjadi tetapi tidak membahayakan. Muka merah setelah pemberian dapat terjadi setelah pemberian obat ini, reaksi tersebut bukan reaksi alergi melainkan efek samping sehubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah wajah (Gan, 1995).

Triheksifenidil juga dapat menyebabkan kebutaan akibat komplikasi glaukoma sudut tertutup, terutama terjadi bila dosis harian 15-30 mg sehari. Pada pasien glaukoma sudut terbuka yang mendapat miotik, antikolinergik cukup aman digunakan (Gan, 1995).

Dilihat dari potensi triheksifenidil untuk menyebabkan ketergantungan secara psikis, maka triheksifenidil dapat dimasukkan ke dalam golongan “daftar G”. Disamping itu juga bahwa triheksifenidil masuk ke dalam golongan antikolinergik, dimana triheksifenidil adalah obat yang berguna untuk terapi penyakit Parkinson dan mempunyai potensi yang lemah untuk menyebabkan


(48)

ketergantungan (Anonim, 1997).

Tabel 3. Obat Antikolilnergik sentral

Obat Dosis oral Sediaan

Triheksifenidil 2 mg, 2-3 kali sehari, rentang dosis 10-20 mg/hari tergantung respons dan penerimaan.

Triheksifenidil tablet 2mg, 5 mg.

Biperiden HCl atau laktat

Prosiklidin

0,5-2 mg, 2-4 kali sehari 5 mg, 2-3 kali sehari.

Rentang dosis 20-30 mg/hari

Bipiriden tablet 2 mg Tablet 5 mg

Benztropin mesilat 0,5-1 mg/hari diberikan malam hari.

Rentang dosis 4-6 mg/hari Oral:dewasa 25mg 3Xsehari

Anak 5 mg/kg/hari dalam 4 dosis. IM : dewasa 10-50 mg

Anak = dosis oral maksimum 400mg/hari

Tablet 0,5; 1; dan 2 mg

Kapsul 25 mg

Injeksi 10 mg/ml

(Gan, 1995)

F. Perilaku Penyalahgunan Obat-obatan

Bila dipandang dari sisi sosial, terdapat faktor-faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Terutama dalam kehidupan remaja, faktor lingkungan dimana seorang remaja itu tumbuh akan sangat berpengaruh dalam perilaku penyalahgunaan obat. Adapun berbagai macam faktor secara sosial dapat dipandang sebagai faktor penyebab dalam perilaku penyalahgunaan obat.


(49)

Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja sedang mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat. Ciri - ciri remaja yang mempunyai resiko lebih besar menggunakan napza: a. cenderung memberontak.

b. memiliki gangguan jiwa lain, misalnya : depresi, cemas. c. perilaku yang menyimpang dari aturan atau norma yang ada. d. kurang percaya diri.

e. mudah kecewa, agresif dan destruktif. f. murung, pemalu, pendiam.

g. merasa bosan dan jenuh.

h. keinginan untuk bersenang – senang yang berlebihan. i. keinginan untuk mencoba.

j. identitas diri kabur.

k. kemampuan komunikasi yang rendah. l. putus sekolah.

m. kurang menghayati iman dan kepercayaan.

2. Faktor Lingkungan :

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat. Lingkungan keluarga :

a. komunikasi orang tua dan anak kurang baik b. hubungan kurang harmonis.


(50)

c. orang tua yang bercerai, dan atau menikah lagi.

d. orang tua terlampau sibuk, kurang memperhatikan anak. e. orang tua yang otoriter.

f. kurangnya orang yang menjadi tauladan dalam hidupnya. g. kurangnya kehidupan beragama.

Lingkungan sekolah :

a. sekolah yang kurang disiplin.

b. sekolah dekat dengan tempat hiburan.

c. sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif.

d. adanya murid pengguna napza.

Lingkungan teman sebaya :

a. berteman dengan penyalahguna. b. tekanan atau ancaman dari teman.

Lingkungan masyrakat / sosial : a. lemahnya penegak hukum.

b. situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.

(Anonim, 2007b) Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selalu membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna obat-obatan. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna obat. (Anonim, 2007b)


(51)

G. Penyalahgunaan Psikotropika

1. Definisi penyalahgunaan psikotropika

Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika menyebutkan, penyalahgunaan psikotropika yang dalam pengertian lain disebut penggunaan secara merugikan adalah penggunaan psikotropika tanpa pengawasan dokter (Anonim, 1997).

2. Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan psikotropika

Tidak semua zat atau obat dapat menimbulkan adiksi dan dependensi pada pemakainya. Beberapa zat tertentu dapat menyebabkan adiksi dan dependensi. Ciri-ciri dari adiksi dan dependensi adalah sebagai berikut.

a. keinginan yang tak tertahankan terhadap zat yang dimaksud dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk memperolehnya.

b. kecenderungan untuk menambah dosis sesuai dengan toleransi tubuh.

c. ketergantungan psikis apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan kecemasan, kegelisahan, depresi, dan gejala psikis yang lainnya.

d. ketergantungan fisik apabila pemakaian zat ini dihentikan akan menimbulkan gejala putus obat (Hawari, 1995).

3. Dampak dari penyalahgunaan psikotropika

Bahaya dan resiko dari penyalahgunaan psikotropika ini dapat dibedakan menjadi resiko dari segi hukum dan resiko dari segi kesehatan. Dilihat dari segi kesehatan, penyalahgunaan psikotropika dalam jangka waktu


(52)

tertentu dapat menyebabkan kerusakan otak secara permanen, over dosis, bahkan dapat menyebabkan kematian (Atmadja, 2007).

Selain itu penyalahgunaan psikotorpika juga mendapatkan sangsi dari segi hukum. Seperti yang diketahui dari Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika, maka semua orang yang terlibat dalam penyalahgunaan psikotropika dapat dikenai sanksi berupa hukuman penjara maupun denda. Mereka yang dapat dijerat hukum melalui Undang-undang tersebut mencakup produsen, penyalur, dan pemakai dengan tingkatan hukuman dan atau denda yang bervariasi (Satriyo, 2003)

H. Keterangan Empiris

Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif non analitik untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi Anak-anak jalanan di Jalan Malioboro kota Yogyakarta berkaitan dengan penyalahgunaan obat triheksifenidil.


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan tujuan utamanya adalah melakukan penggambaran terhadap fenomena kesehatan masyarakat, baik yang berupa faktor resiko maupun efek. Penelitian ini hanya mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena penyalahgunaan obat jenis triheksifenidil yang amat sering terjadi dikalangan anak-anak jalanan tanpa mecoba untuk menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut dapat terjadi (Pratiknya, 2001).

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan langkah-langkah awal bagi penelitian selanjutnya tentang penyalahgunaan obat-obat keras terutama obat triheksifenidil yang paling banyak dikonsumsi oleh anak-anak jalanan di kota Yogyakarta khususnya di kawasan Malioboro (depan Benteng Vredenburg).

B. Batasan Operasional

1. Penyalahgunaan obat triheksifenidil yang lebih dikenal dengan sebutan

“triplex” yang beredar di kalangan anak-anak jalanan yang dipengaruhi banyak faktor, antara lain adalah keinginan diri sendiri (coba-coba), hingga faktor pengaruh lingkungan (pengaruh dari teman anak-anak jalanan yang lainnya).

2. Tingkat pengetahuan akan obat triheksifenidil yang dikonsumsi. Pengetahuan tersebut meliputi efek terapi, efek samping, dan faktor resiko


(54)

dalam pengkonsumsian obat-obatan tersebut.

3. Anak-anak jalanan di Jalan Malioboro Yogyakarta yang masih aktif mengkonsumsi triheksifenidil, yang pada saat waktu pengambilan data terdapat dilokasi (di depan Benteng Vredenburg).

C. Subyek dan Tempat

Populasi adalah keseluruhan sumber data penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi, 1983).

Di dalam penelitian in populasi penelitian yang dimaksud adalah wilayah di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarata. Responden adalah kelompok-kelompok anak-anak jalanan di kawasan Malioboro yang terkonsentrasi di depan Benteng Vredenburg yang pada waktu penelitian bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti lewat kuisioner. Kriteria inklusinya adalah anak-anak jalanan yang masih aktif menyalahgunakan triheksifeidil dan selalu ada di wilayah Jalan Malioboro yang terpusat di depan Benteng Vredenburg dan pada saat pengambilan data sedang berada di sekitar wilayah tersebut.

D.Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipergunakan pada penelitian ini adalah accidental sampling yaitu data yang diambil dari responden secara kebetulan atau responden mau bekerjasama (Sarwanto dan Kuntara, 2003). Pemilihan metode ini mengingat


(55)

anak-anak jalanan yang bersedia untuk bekerja sama terbatas jumlahnya, maka sampling unit diterima asalkan bersedia bekerja sama.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah panduan wawancara dan lembar kuesioner. Panduan wawancara dibuat berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan dimaksudkan untuk memperjelas hasil survei kuisioner.

F. Tata Cara Penelitian 1. Analisis situasi

Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai keseharian subyek sebelum dilakukan penelitian. Pengumpulan informasi dilakukan dengan pendekatan pribadi selama kurang lebih 8 bulan, pengumpulan informasi ini juga dibantu oleh anak jalanan yang bersangkutan karena lebih mengetahui medan di lokasi tersebut dan lebih mempermudah dalam sosialisasi dengan subyek penelitian.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk menggali lebih dalam keterangan yang dibutuhkan untuk membuat pertanyaan kuisioner sehingga dapat berkaitan dengan permasalahan, melalui pembicaraan informal dan pembicaraan yang dikaitkan dengan permasalahan serta untuk klarifikasi jawaban kuesioner.


(56)

3. Membuat kuisioner yang dibutuhkan

Dalam penelitian ini dipergunakan teknik komunikasi tidak langsung dengan angket atau kuisioner sebagai alat pengumpulan datanya. Angket atau kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula oleh responden.

Uji coba atau validasi kuisioner dilakukan untuk mengetahui apakah responden telah mengerti maksud dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini berupa beberapa pertanyaan semi terbuka dan pertanyaan tertutup.

Untuk pertanyaan tertutup, dalam setiap item disediakan sejumlah alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden salah satu diantaranya yang dianggap paling tepat. Sedangkan untuk pertanyaan semi terbuka, disamping alternatif jawaban yang tersebutkan, tersedia pula tempat untuk memberikan jawaban secara bebas dan terbatas. Hal ini dimaksudkan apabila menurut responden diantara alternatif jawaban yang tersedia tidak ada jawaban yang dianggapnya tepat.

4. Menentukan besar sampel

Ada beberapa ukuran minimum yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian. Menurut Hadari Nawawi, perhitungan jumlah sampel yang dibutuhkan adalah menggunakan rumus sebagai berikut :


(57)

2 2 1

b

z

q

p

n

α

(Nawawi, 1983) Dimana :

n = jumlah sampel minimal

p = proporsi jumlah kelompok I (laki-laki) q = proporsi jumlah kelompok II (perempuan)

α ∗

2 1

z = derajat koefisien konfidensi (95%) dimana bernilai 1,96 b = persentase perkiraan kesalahan dalam penentuan sampel (0,1)

(Nawawi, 1983)

Diketahui bahwa jumlah anak-anak jalanan di depan Benteng Vredenburg adalah berjumlah 220 orang, tetapi dalam penelitian ini yang menjadi respondennya adalah anak-anak jalanan yang kriterianya adalah masih aktif menyalahgunakan triheksifenidil. Diketahui dari pendekatan awal diperoleh sebanyak 120 responden dengan jumlah anak-anak perempuan sebanyak 17 orang, dan jumlah laki-laki sebanyak 103 orang.

Perhitungan : 86 , 0 120 103 = = − = populasi jumlah laki laki jumlah p 14 , 0 86 , 0 1 1 = − = − = p q


(58)

α ∗

2 1

z = 1,96

b = 10% = 0,1

1279 , 46 16 , 384 * 121597 , 0 1 , 0 96 , 1 14 , 0 * 86 , 0 2 ≥ ≥ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ≥ n n n

maka jumlah sampel yang diambil adalah 47 orang (dibulatkan ke atas).

G. Cara pengambilan sampel

Karena penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara accidental sampling. Pengambilan sampel dengan metode ini dilakukan dengan mendatangi responden satu persatu dengan dibantu anak jalanan dan saat mengisi kuisioner dilakukan pengawasan dan dicatat agar tidak mengisi lebih dari satu kuisioner. Melihat terbatasnya jumlah anak-anak jalanan yang bersedia untuk bekerjasama, maka sampling unit diterima asalkan mau bekerjasama (untuk mengisi kuisioner).

H. Pengumpulan dan analisis data 1. Pengumpulan data

Data yang diperoleh akan diolah secara tabulasi data dan pengolahan data secara hand sorting (pemilihan dengan tangan).

2. Analisis data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui berapa besar pengaruh lingkungan dan berapa jauhnya pengetahuan


(59)

dan atau pengalaman tentang obat triheksifenidil yang dikonsumsi oleh individu yang terkait.

I. Pengambilan kesimpulan

Kesimpulan diambil berdasarkan hasil dari kuisioner, berapa besar pengaruh lingkungan dan berapa jauhnya pengetahuan responden akan obat triheksifenidil yang sering dikonsumsi dikalangan anak-anak jalanan sehingga dapat dilakukan penggambaran tentang penyalahgunaan triheksifenidil pada responden di wilayah Malioboro bagian selatan (depan Benteng Vredenburg).


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Anak-anak jalanan dipilih sebagai responden karena sebagian besar masyarakat mengenal anak-anak jalanan adalah kumpulan anak-anak dan atau remaja yang hidup bebas di jalanan tanpa memperdulikan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat pada umumnya. Kebebasan yang tak terkontrol tersebut menimbulkan keprihatinan akan semakin banyaknya anak-anak jalanan yang melakukan penyalahgunaan obat-obatan dan semakin hari semakin meningkat. Obat yang paling sering disalahgunakan oleh anak-anak jalanan di Kota Yogyakarta adalah triheksifenidil. Triheksifenidil masuk ke dalam obat-obat keras dimana penyalahgunaan triheksifenidil dilaporkan bersama dengan laporan psikotropika.

A. Gambaran Umum Pengambilan Data

1. Perhitungan jumlah sampel

Jumlah keseluruhan anak-anak jalanan yang selalu berada di daerah Benteng Vredenburg adalah 220 orang, tetapi yang menjadi respondennya dalam penelitian ini adalah anak-anak jalanan dengan kriteria anak-anak jalanan yang masih aktif mengkonsumsi triheksifenidil hingga penelitian dilakukan. Responden yang diperoleh hanya 120 orang, dimana terdiri dari 17 orang perempuan dan 103 orang laki laki, kisaran jumlah data tersebut


(61)

diperoleh dari perhitungan dan keterangan dari anak jalanan yang masih eksis dilokasi. Berdasarkan rumus perhitungan jumlah sampel minimal dari Hadari Nawawi, maka dengan menggunakan derajat kofidensi 95% dan kemungkinan membuat kesalahan dalam menentukan ukuran sampel / responden sebesar 10% diperoleh jumlah sampel minimal yang dipakai sebesar 47 responden.

Dari perhitungan jumlah responden yang telah dilakukan pada BAB III, responden minimal yang harus diperoleh adalah sebanyak 47 responden (dibulatkan ke atas).

Pada penelitian ini, respondennya adalah manusia sehingga semua hasil perhitungan sampel dapat dibulatkan ke atas. Berdasarkan perhitungan yang tertera pada BAB III, dimana jumlah responden minimal adalah 47 orang, jumlah kuisioner yang disebar sebanyak 100 eksemplar dan responden yang mengembalikan lembar kuisioner sebanyak 50 eksemplar, jadi jumlah kuisioner telah mencukupi jumlah minimal kuisioner yang hrus diperoleh.

2. Pelaksanaan pengambilan data

Pengambilan data meliputi penyebaran dan pengambilan angket atau kuisioner. Angket yang disebarkan oleh penulis dengan dibantu oleh beberapa orang teman anak-anak jalanan juga (yang telah lama eksis di wilayah depan Benteng Vredenburg) kepada responden, yaitu anak-anak jalanan yang setiap hari eksis di wilayah tersebut. Kuisioner yang disebarkan adalah sebanyak 100 buah kuisioner, dan yang dikembalikan sebanyak 52 buah tetapi yang dapat digunakan datanya berjumlah 50 buah kuisioner.


(62)

Angket atau kuisioner yang disebarkan mempunyai jenis campuran, yaitu berbentuk closed questions, open-closed questions,dan open questions.

Kuisioner yang dikembalikan hanya berjumlah setengahnya, hal ini disebabkan karena lebih dari separuh anak-anak jalanan di daerah Benteng Vredenburg tidak percaya lagi dengan pengisian-pengisian kuisioner yang dilakukan oleh mahasiswa. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei – Juni tahun 2007. Pengambilan data baru dapat dilakukan pada bulan Mei karena sebelumnya penulis melakukan pendekatan terlebih dahulu selama kurang lebih 8 bulan dengan sedikit demi sedikit masuk ke dalam kehidupan anak-anak jalanan secara langsung sehingga timbul sebuah rasa percaya antar teman dengan responden.

Pengambilan data dilakukan dengan cara disebarkan dan langsung diambil, meskipun demikian separuh dari kuisioner yang dibagikan rusak atau tidak dikembalikan.

B. Karakteristik Responden

1. Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin.

Berdasarkan dari data yang terkumpul, seperti yang terdapat pada tabel 4 dapat diketahui bahwa jumlah responden berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 33 orang atau sebanyak 66% dan jumlah responden berjenis kelamin perempuan adalah 17 orang atau sebanyak 34%. Dari jumlah dan prosentase yang diperoleh, dapat menunjukkan bahwa pada komunitas anak-anak jalanan, untuk jenis kelamin laki-laki lebih rentan/lebih beresiko dibandingkan jenis kelamin perempuan dalam penyalahgunaan obat


(63)

triheksifenidil. Lebih beresikonya anak-anak jalanan yang berjenis kelamin laki-laki disebabkan oleh mudah terpengaruhnya responden dengan teman sesama anak-anak jalanan. Pengaruh tersebut dapat berupa rasa hasutan, ajakan, hingga tantangan “belum jantan” bila belum meminum triheksifenidil. Pengaruh yang kuat tersebut menimbulkan rasa ingin tahu dari responden maupun rasa setia kawan terhadap teman-teman sesama anak-anak jalanan yang lain. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa lebih dari 50% anak-anak jalanan yang mengisi kuisioner adalah jenis kelamin laki-laki.

Tabel 4. Jumlah responden di depan Benteng Vredenburg berdasarkan jenis kelamin bulan Mei-Juni 2007

Keterangan Jumlah Prosentase

Laki-laki 33 orang 66%

Perempuan 17 orang 34%

2. Jumlah responden berdasar usia dan pendidikan terakhir dari responden.

Berdasarkan data distribusi usia responden yang diperoleh dari kuisioner yang telah disebarkan, seperti yang terlihat pada gambar 4 di atas, maka batasan usia yang paling banyak menggunakan triheksifenidil adalah kisaran usia 13 sampai dengan usia 18 tahun dimana hal tersebut berarti bahwa usia remaja (13 sampai dengan 18 tahun) lebih mudah untuk dipengaruhi oleh teman dan lingkungan dalam penyalahgunaan baik obat-obat keras seperti triheksifenidil maupun psikotropika. Mudah terpengaruhnya


(64)

penggunaan triheksifenidil secara tidak benar menurut aturan terapi yang tertulis dapat disebabkan banyak faktor. Penulis telah melakukan pendekatan secara pribadi dan melakukan wawancara, dan menurut narasumber yang tidak mau disebutkan namanya, bahwa terutama pada kisaran usia tersebut (13-18 tahun), mempunyai rasa ingin tahu dan rasa ingin mencoba hal baru yang sangat besar.

Tetapi pada usia antara 19 hingga 24 tahun juga dapat bepotensi besar untuk menyalahgunakan triheksifenidil. Menurut data dalam gambar di atas dapat dilihat bahwa pada usia tersebut menempati urutan kedua dalam penyalahgunaan triheksifenidil. Yang lebih memprihatinkan adalah diantara anak-anak jalanan terdapat anak-anak pada kisaran usia 7-12 tahun yang telah mengkonsumsi triheksifenidil, dimana menurut data, usia termuda dalam penyalahgunaan triheksifenidil adalah usia 8 tahun, keadaan ini sangat memperihatinkan bahwa pada usia semuda itu telah menyalahgunakan triheksifenidil yang dapat berpengaruh pada perkembangan tubuh dan mental pada usia anak-anak.

Berdasarkan hasil data yang diperoleh, pendidikan terakhir para responden secara berturut-turut adalah lulus SD atau masih SD sebesar 36% (18 orang), Lulus SMP sebesar 36% (18 orang), tidak sekolah sebesar 2% (1 orang), dan masih kuliah sebesar 2% (1 orang). Dilihat dari perbandingan tingkat pendidikan terakhir, dapat diketahui bahwa anak-anak jalanan di depan Benteng Vredenburg rata-rata mengenyam pendidikan, paling tidak mereka dapat membaca dan menulis. Terlihat pada gambar 5 bahwa yang paling


(65)

banyak mengkonsumsi triheksifenidil adalah anak-anak jalanan yang berpendidikan akhir SD dan SMP. Ada kemungkinan faktor tingkat pendidikan yang rendah, dapat dengan mudah untuk dipengaruhi oleh teman-teman sesama anak-anak jalanan untuk mengkonsumsi triheksifenidil tersebut.

Gambar 5. Tingkat Pendidikan Responden

Gambar 5. Tingkat Pendidikan Responden di depan Benteng Vredenburg pada bulan Mei-Juni 2007

36% 36%

24%

2%

0

tidak sekolah

SD SMP SMA kuliah 2%

46%

40%

12% 2%

0

%

7-12 th 13-18 th 19-24 th 24-30 th

7-12 th 13-18 th 19-24 th 24-30 th Range Usia

Gambar 4. Jumlah Responden di depan Benteng Vredenburg Bedasarkan Usia pada bulan Mei-Juni 2007


(66)

C. Gambaran Penyalagunaan Triheksifenidil pada Responden

1. Frekuensi penyalahgunaan triheksifenidil.

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengisian kuisioner, sebanyak 48% (24 orang) anak-anak jalanan tidak sering mengkonsumsi triheksifenidil, 36% (18 orang) mengkonsumsi triheksifenidil setiap satu hari sekali, dan sebanyak 3 orang (6%) yang mengkonsumsi 2 hari sekali dan 3 hari sekali. Dari jumlah data yang diperoleh, semua responden yang mengisi kuisioner, semuanya (100%) mengkonsumsi triheksifenidil dengan frekuensi waktu yang berbeda-beda.

Menurut wawancara dengan salah satu sumber, keputusan mereka untuk mengkonsumsi triheksifenidil sebagian besar karena mereka terpengaruh oleh teman, baik dengan melihat, ingin mencoba, dengan hasutan, maupun dipaksa oleh teman yang lain. Pemilihan dan perubahan perilaku pada anak-anak jalanan pada kasus ini dibenarkan menurut Teori Aksi menurut Parsons. Parsons mengatakan bahwa pengambilan keputusan untuk mengadopsi perilaku sangat dipengaruhi oleh sistem budaya, sosial, dan kepribadian. Dalam kasus ini kepribadian anak-anak jalanan yang keras dan sistem budaya mereka yang bebas, serta ditambah lagi dengan pengaruh sosial sesama anak-anak jalanan sangat mempengaruhi setiap individu masing-masing untuk mengambil keputusan untuk menyalahgunakan triheksifenidil dan mengadopsinya sebagai perilaku. Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, perilaku mereka (responden) ini adalah sebuah penyimpangan perilaku.


(67)

Walaupun demikian, hal ini sangat memprihatinkan bahwa penyalahgunaan psikotropika dan triheksifenidil di kalangan anak-anak jalanan di wilayah Benteng Vredenburg telah menyebar dan mengakar kuat terutama yang terjadi pada responden. Penyebaran dan penyalahgunaan triheksifenidil di kalangan anak-anak jalanan sudah menjadi hal yang biasa dan tidak mengherankan bagi mereka.

Tabel 5. Frekuensi penyalahgunaan triheksifenidil pada responden di depan Benteng Vredenburg pada bulan Mei-Juni 2007

Jumlah Prosentase (%)

Jarang-jarang 24 48%

1 hari sekali 18 36%

2 hari sekali 3 6%

3 hari sekali 3 6%

4 hari sekali 2 4%

Jumlah 50 100%

2. Frekuensi pengkonsumsian triheksifenidil dalam sehari.

Seperti yang terlihat pada gambar 6, menunjukkan secara berturut-turut bahwa sebayak 72% responden (36 orang) setiap satu hari sekali mengkonsumsi triheksifenidil. Disusul dengan 2 kali sehari dengan jumlah sebanyak 10 responden (20%), 4 kali sehari 6% (3 orang), dan 3 kali sehari dengan jumlah responden sebanyak 1 orang (2%).


(1)

WAWANCARA DENGAN ANAK-ANAK JALANAN Nama : X (nama samaran)

Lokasi wawancara : di depan Benteng Vendesburg

Penanya X Penanya

Penanya

X

Penanya

X

Penanya X Penanya X

Penanya X

: : : : :

:

:

:

: : : :

: :

Selamat pagi mas, boleh wawancara sebentar nggak ??? Oh….. selamat pagi, boleh-boleh aja.

Tadi khan sudah mengisi kuisioner, nah saya ingin menanyakan secara pribadi sama Mas.

Awal dari Anda memperoleh informasi tentang obat trihexyphenidyl ini dari mana ya ???

Saya memperolehnya pertama-tama dari teman lama saya sesama anak-anak jalanan.

Terus bagaimana Anda bisa tertarik untuk mengkonsumsi trihexyphenidyl pertama kalinya???

Pertama-tama sama dia (teman lama) trihexyphenidyl itu dikasih, karena penasaran terus saya coba saja.

Apa tidak ada perlawanan saat diiming-imingi???

Ya…nggak sih, soalnya khan nggak enak sama temen saya. Terus selanjutnya bagaimana ????

Pada akhirnya saya ketagihan, ya akhirnya saya harus beli. Abis enak sih!!!

Truzz, sekarang masih mengunakan triheksifenidil??


(2)

Penanya X

Penanya : :

:

over dosis, lagipula sekarang udah nggak tergantung lagi Bagaimana cara Mas untuk tidak tergantung lagi ??

Caranya dosis triheksifenidil diturunin bersamaan dengan minum obat yang lebih aman, itu juga tahunya saya dikasih tahu teman. Terus diminum sambil nurunin dosis triheksifenidil sampai hilang. Ohh… Gitu, ya sudah Mas, makasih ya!!!

Nama : Y (nama samaran)

Lokasi wawancara : di depan Benteng Vendesburg Penanya

Penanya

Y

Penanya

Y Penanya Y

: : : : :

:

: : :

Selamat pagi mas, boleh ngobrol-ngobrol sedikit ??? Oh….. boleh…… boleh.

Langsung aja ya Mas, udah ngisi kuisioner khan ?!

Awal dari Anda memperoleh obat trihexyphenidyl ini dari mana??? Saya memperolehnya pertama-tama langsung beli dari temen yang jadi bandar pertama juga pernah nemenin dia (bandarnya) beli. Mas, dapetnya triheksifenidil dari apotek itu caranya gimana sih ?? soalnya khan triheksifenidil itu termasuk golongan obat keras yang harus ditebus dengan resep dokter.

Dapetnya dari malsu resep dokter, di-scan dulu, terus diperbanyak. Oh…gitu. Ngambil resepnya dimana ?? di sekitar Yogya juga?? Nggak, biasanya ngambilnya di luar Yogya seperti Solo, Magelang, atau Wates. Yah..kota-kota deket Yogya lah!!


(3)

Penanya

Y

Penanya Y

Penanya Y

Penanya Y

Penanya Y Penanya

Y Penanya

Penanya :

:

: :

: :

: :

: : :

: :

:

Mas biasanya kaluau minum triheksifenidil bersama-sama atau sendiri dan kena pengaruh alkohol nggak?

Nggak, kalau saya minum itu (triheksifenidil) sendirian dan nggak kena alkohol.

Motivasi Mas minum triheksifenidil apa Mas???

Pengennya sih rilex, tenang gitu. Soalnya kalau udah minum triheksifenidil langsung lemes.

Kok Mas bisa kenal triheksifenidil dari siapa??

Awal SMP dulu saya pengen coba-coba, soalnya teman-teman pada minum, jadi khan nggak solider kalau ngga minum.

Kira-kira sudah berapa lama Mas konsumsi triheksifenidil?? Mas pernah OD??

Kira-kira 7 tahun, walah kalau OD pernah ngerasain dan pernah melihat teman OD juga.

Rasanya kayak apa sih mas??

Rasanya setengah mati, setengah hidup.

Terus sekarang katanya sudah berhenti, kenapa mas, apa karena mas tahu efek-efek dari triheksifenidil??

Ya sebenernya sih nggak tahu, tapi karena melihat teman yang OD makanya saya jadi takut dan nggak mau minum lagi. Sudah ya saya mau ngamen lagi!!


(4)

Nama : Z (nama samaran)

Lokasi wawancara : di depan Benteng Vendesburg Penanya

Z Penanya

Z

Penanya

Z

Penanya Z

Penanya Z

Penanya :

:

:

:

:

: :

: :

:

Selamat pagi mas,mau wawancara sedikit boleh nggak??? Bisa kok, nggak apa-apa.

Mas udah ngisi kuisioner?

Apa yang membuat mas tertarik menggunakan triheksifenidil?? Sebenernya sich nggak tertarik, Cuma sama temen dikasih tahu katanya ada barang enak, mau nggak, ya terus dikasih triheksifenidil itu.

Waktu itu saya khan minum-minum sama temen-temen, saat keadaan mabuk terus ditawarin. Namanya lagi mabuk, ya udah saya minum deh… waktu itu minum langsung 3 butir.

Mas Tahu nggak efek yang ditimbulkan dari penggunaan triheksifenidil???

Aslinya sih nggak tahu secara pasti. Saya tahunya hanya dari omong-omongan teman-teman saja.

Yang pengen mas peroleh dari minum triheksifenidil apa mas ?? Yah sampai sekarang sih bisa santai dan tahan begadang kalau saya minum triheksifenidil.

Terus apa yang mas rasakan selama minum triheksifenidil??? Yah tergantung suasana hati, kalau lagi sedih ya jadi lemes, kalau lagi happy ya bisa jadi agresif.


(5)

Z

Penanya

Z

Penanya

Z

Penanya Z

:

:

:

:

:

: :

triheksifenidil itu termasuk golongan obat keras yang harus ditebus dengan resep dokter.

Kalau dulu saya selalu dikasih sama teman, tapi khan nggak enak dikasih terus, jadi sekarang beli sendiri dari hasil ngamen.

Mas biasanya kaluau minum triheksifenidil bersama-sama atau sendiri dan kena pengaruh alkohol nggak?

Biasanya kita minum-minum dulu, kalau udah sedikit naik diminumin triheksifenidil biar rileks.

Sampai sekarang peredaran triheksifenidil di sini masih banyak nggak mas???

Sebenernya masih banyak, tapi sudah nggak fullgar lagi. Nggak seperti dulu.

Kalau mas beli triheksifenidil harganya berapa mas???

Saya beli di teman yang jadi bandar, bandar kecil sich, harga 1 butir Rp 10.000,-


(6)

Riwayat Hidup Penulis

Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara, penulis dilahirkan di kota Depok, Jawa Barat pada tanggal 10 Januari 1981 dari pasangan Bapak Thomas Suparno dan Ibu Theresia Tugiyem. Penulis mulai masuk di bangku sekolah di Taman Kanak-kanak Kutilang, Depok pada tahun 1987. Kemudian pada tahun 1989 penulis masuk sekolah dasar di SDN Bhakti Jaya III, Depok Timur hingga tahun 1993. Penulis meneruskan pendidikan di SMP Regina Pacis Bogor hingga tahun 1996. Pada sekolah yang sama pula, penulis melanjutkan pendidikan di SMU Regina Pacis Bogor mulai pada tahun 1996 hingga tahun 1999.

Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi di Universitas Sanata Dharma Fakultas Farmasi Yogyakarta sampai sekarang.