PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum (L.)).
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG MIMBA (Azadirachta indica A. Juss.) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura
PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum (L.))
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Oleh : Rahmawati NIM 13308141030
PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA
TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum (L.))
Oleh : Rahmawati NIM 13308141030
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimal ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai pestisida nabati hama Spodoptera litura pada tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)), persentase mortalitas hama Spodoptera litura, pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa, ada tidaknya pengaruh terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) dan berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) setelah pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.Juss).
Jenis Penelitian ini adalah Rancangan Eksperimen dengan 5 variasi dosis dan 5 kali pengulangan. Obyek penelitian ini adalah 125 ekor larva Spodoptera litura instar III yang dikumpulkan dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) Malang, Jawa Timur. Ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss)dibuat dari 100 gram batang mimba segar yang ditumbuk dan dihaluskan dengan diblender, dicampur dengan 200 ml air dan 1 ml alkohol 90% lalu di saring dan diendapkan selama 24 jam. Starter ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) dibagi menjadi 5 variasi dosis yaitu 0%, 17,5%, 20%, 22,5% dan pestisida sintetis. Penginfeksian hama dilakukan pada tanaman cabai merah yang berumur 35 hari setelah tanam (HST) di green house kebun biologi FMIPA UNY. Selanjutnya pada setiap tanaman cabai merah diinfeksikan masing-masing 5 ekor larva Spodoptera litura, penghitungan mortalitas larva dilakukan satu hari setelah penyemprotan pestisida nabati ekstrak batang mimba.
Hasil uji normalitas dan uji homogenitas pada mortalitas larva Spodoptera litura yaitu nilai signifikansi 0,325 (p>0,050) artinya data yang didapatkan berdistribusi normal dan datanya homogen, selanjutnya hasil uji statistik Oneway Anova diperoleh p=0,000 sehingga (p<0,050) artinya ada perbedaan yang nyata atau bermakna yaitu ekstrak batang mimba Azadirachta indica mengakibatkan mortalitas hama Spodoptera litura. Ekstrak batang mimba Azadirachta indica pada konsentrasi dosis 22,5% adalah dosis yang paling efektif mengakibatkan kematian larva. Hasil uji statistik Oneway Anova menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa namun tidak berpengaruh terhadap morfologi dan berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
(6)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan anugerah-Nya sehingga Tugas Akhir Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai Pestisida Nabati Hama Spodoptera litura pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum (L.))”.
Ucapan rasa terima kasih tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., selaku rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di program studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA UNY.
2. Dr. Hartono M.Si., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian serta segala kemudahan yang diberikan. 3. Dr. Paidi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta atas izin yang diberikan.
4. Dr. Tien Aminatun, M.Si., selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.
5. Prof. Dr. IGP Suryadharma, selaku Dosen Pembimbing I tugas akhir skripsi yang selalu memberikan bimbingan, motivasi, pengarahan serta kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
(7)
6. Dr. Ir. Suhartini, M.S., selaku Dosen Pembimbing II tugas akhir skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk penulis serta bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
7. Dra. Ratnawati, M.Sc,. selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberi masukan, bimbingan, motivasi dan semangat dari semester satu sampai dengan sekarang.
8. Bapak Riyanto BPTP Pakem TOM, yang telah membantu, meluangkan waktu dan memberikan pengetahuan selama proses penelitian di lapangan.
9. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) Malang Jawa Timur, yang telah membantu dalam mencari hama Spodoptera litura selama proses penelitian.
10.Bapak, Ibu dan adik saya Rizal Rahmanto serta keluarga besar yang memberikan restu, doa dan motivasi sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan.
11.Mesa Septiana Wulandari dan Tantin Nurhidayah, partner skripsi yang selalu memberikan motivasi, mendukung serta menjadi tempat untuk saling bertukar pikiran, dan semua teman-teman Biologi B 2013
12.Semua pihak yang tidak bisa penulis sampaikan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, 19 April 2017
(8)
MOTTO
“Banyak kegagalan di dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari
betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.” “ Mungkin, kegagalan, masalah dan lingkungan yang tidak menyenangkan adalah
sebagian dari skenario Allah SWT, dalam membina diri kita menjadi yang lebih
(9)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Penulisan Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini merupakan sebuah awal pintu gerbang yang akan mengantarkan saya untuk menggapai mimpi-mimpi yang selama ini saya harapkan, tetapi manusia hanya bisa berharap, berikhtiar dan bertawakal kepada Allah SWT, semua keputusan ada di tangan Sang Pencipta alam ini. Penulisan skripsi ini banyak menguras waktu, tenaga, dan pikiran, hal ini mungkin tidak dapat saya lewati tanpa dukungan orang-orang di sekitar kita khususnya kedua orang tua saya. Karya ini saya persembahkan untuk :
1. Ayahanda tercinta yang sudah tiada, Bapak Kubatin (Alm). Bapak terhebat, yang telah membimbing saya mulai dari awal muncul di muka bumi ini dengan penuh kasih sayang. Mungkin selama bapak masih ada saya belum dapat memberikan yang terbaik buat bapak, tetapi semoga
karya kecil ini dapat membuat bapak bangga di surga. Amiin….Terima
kasih bapak, Rahma sayang bapak karena Allah.
2. Ibunda tercinta, Ibu Ponirah yang telah membimbing saya mulai dari awal muncul di muka bumi ini dengan penuh kasih sayang, selalu mendukung mimpi-mimpi saya dan doa dari ibu yang tak pernah putus selalu mengiringi langkah saya dalam menuntut ilmu sampai di perguruan tinggi ini. Mungkin selama ini saya belum dapat memberikan yang terbaik untuk ibu, tetapi semoga dengan karya kecil ini dapat membuat ibu sedikit bangga kepada saya. Doakan saya semoga saya dapat melanjutkan perjalanan ini dan semoga ilmu yang telah saya dapatkan dapat selalu saya
amalkan dan bermanfaat bagi orang banyak. Amiin…. Ibu memang
terhebat, hebat menjadi orang tua tunggal sejak saya sekolah dasar. Tetap menjadi Ibu yang terbaik. Terima kasih ibu, Rahma sayang ibu karena Allah.
(10)
3. Adik tersayang, Rizal Rahmanto yang selalu membuat jengkel saya, mengganggu jika sedang mengerjakan tugas, tetapi selalu membuat hari-hari saya bahagia dengan celotehannya, rumah sepi jika kamu pergi, selalu menyemangati dan memberikan doa yang terbaik kepada saya.
4. Sahabatku, Nadya Novalinda, Anis Anya Habibah, Mega Eka Kapti, Mesa Septiana Wulandari dan Tantin Nurhidayah yang selalu menyemangati, menemani saya dalam mengerjakan penelitian ini dan sampai penelitian ini menjadi skripsi. Tetap jadi yang terbaik dan semoga kalian sukses nantinya, Amiin.
5. Keluarga Besar Biologi B 2013 FMIPA UNY, yang selama ini kurang lebih empat tahun mewarnai perjalanan hidup saya dalam menuntut ilmu. Terima kasih juga kepada semua dosen Biologi yang telah dengan sabar memberikan didikan dan bimbingannya kepada saya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi saya pribadi dan rekan-rekan Biologi sekalian.
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pernyataan ... iii
Halaman Pengesahan ... iv
Abstrak ... v
Abstract ... ... vi
Kata Pengantar ... vii
Motto ... ix
Halaman Persembahan ... x
Daftar Isi ... xii
Daftar Gambar ... xv
Daftar Grafik ... xvii
Daftar Tabel ... xviii
Daftar Lampiran ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Batasan Masalah... 8
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat ... 10
G. Batasan Operasional ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Pengelolaan Hama Terpadu ... 12
1. Pengertian ... 12
2. Munculnya konsep PHT ... 13
B. Pestisida Nabati ... 14
1. Kronologi Pestisida Nabati ... 14
2. Mengenal Pestisida Nabati ... 14
3. Kelebihan, Kelemahan, Prinsip Kerja Pestisida Nabati .. 15
4. Kriteria Tanaman Sumber Bahan Baku Pestisida Nabati 17 5. Bahan Aktif Pestisida Nabati ... 18
6. Kendala Penggunaan Pestisida Nabati... . 19
7. Peluang Penggunaan Pestisida Nabati ... ... 20
C. Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) ... 21
1. Klasifikasi ... 21
2. Nama Daerah ... 22
3. Penyebaran ... 22
4. Siklus Hidup ... 22
(12)
D. Tanaman cabai merah (Capsicum annum) ... 28
1. Klasifikasi ... 28
2. Penyebaran ... 28
3. Jenis-jenis cabai merah ... 28
4. Ciri dan Morfologi Tanaman ... 30
5. Syarat Tumbuh Tanaman ... 31
6. Benih Tanaman... ... 33
7. Kandungan Gizi... .... 34
8. Penyakit pada Tanaman Cabai... ... 35
E. Batang Mimba Azadirachta indica ... 36
1. Klasifikasi ... 36
2. Nama Daerah ... 36
3. Asal dan Distribusi Geografi ... 37
4. Ciri-ciri Tanaman Mimba... ... 37
5. Kandungan Ekstrak Batang Mimba... .... 38
F. Kerangka Berpikir ... 40
G. Hipotesis Penelitian ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 43
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 43
B. Alat dan Bahan ... 44
C. Variabel Penelitian ... 45
D. Rancangan Penelitian ... 48
E. Prosedur Kerja ... 48
1. Penyemaian Bibit Cabai ... 48
2. Persiapan Media Tanam ... 49
3. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman ... 49
4. Penyediaan Hama Spodoptera litura ... 49
5. Pelepasan Hama Spodoptera litura ... 50
6. Pembuatan Ekstrak Batang Mimba ... 52
7. Pembuatan Dosis Ekstrak Batang Mimba ... 53
8. Aplikasi Perlakuan ... 54
9. Perhitungan ... 56
F. Rancangan Tabel Pengamatan ...………... .. 57
G. Analisis Data ... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Pengaruh Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Persentase Mortalitas Hama Spodoptera litura ... 58
1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura ... 58
2. Data Hasil Uji Normalitas Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura ... 60
3. Data Hasil Uji Homogenitas Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura ... 62
(13)
4. Data Hasil Analisis statistik mortalitas Spodoptera litura 62
5. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis ekstrak mimba 63
6. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Mortalitas Larva Instar III 64 B. Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Pemendekan Siklus Hidup Hama Spodoptera litura yang Menjadi Pupa ... 72
1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Larva Instar III Spodoptera litura yang Menjadi Pupa ... 72
2. Data Hasil Uji Normalitas Pupa ………. 73
3. Data Hasil Uji Homogenitas Pupa ……….. 75
4. Data Hasil Analisis Statistik Pemendekan Siklus Hidup Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa ... 76
5. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Pemendekan Siklus Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa.. 77
6. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Pemendekan Siklus Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa ... 81
C. Pengaruh Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Morfologi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum)………... 83
D. Berat Basah Tanaman Cabai (Capsicum annum) ………….. 86
1. Data Hasil Pengamatan Berat Basah Tanaman Cabai ... 86
2. Data Hasil Analisis Statistik Berat Basah Tanaman Cabai 87 3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Berat Tanaman Cabai 88 E. Keterbatasan Penelitian ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
(14)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Larva Spodoptera litura ... 21
Gambar 2. Telur larva Spodoptera litura ... 24
Gambar 3. Spodoptera litura dewasa ... 24
Gambar 4. Larva Spodoptera litura menjadi Pupa ... 25
Gambar 5. Serangan larva Spodoptera litura ... 26
Gambar 6. Tanaman Cabai merah (Capsicum annum) ... 28
Gambar 7. Batang Mimba (Azadirachta indica) ... 36
Gambar 8. Kerangka berpikir ... 41
Gambar 9. Layout rancangan penelitian ………. 48
Gambar 10. Bibit cabai berumur 10 hari ... 91
Gambar 11. Tanaman cabai merah yang sudah dewasa ……….. ... 91
Gambar 12. Pemeliharaan tanaman cabai dengan penyiraman ... 91
Gambar 13. Tanaman cabai merah yang dibungkus dengan kain tile... 91
Gambar 14. Penyediaan Larva Spodoptera litura ... 92
Gambar 15. Penimbangan 100 gram batang mimba ... 92
Gambar 16. Penghalusan batang mimba dengan diblender ... 92
Gambar 17. Penimbangan sebelum ekstrak diperas dan disaring ... 92
Gambar 18. Dosis ekstrak batang mimba 20% dan 15% ... 93
Gambar 19. Penyemprotan ekstrak batang mimba ... 93
Gambar 20. Larva Spodoptera litura yang memakan daun disiang hari 93 Gambar 21. Akibat serangan dari larva Spodoptera litura ... 93
(15)
Gambar 22. Pestisida kimia yang digunakan sebagai pembanding ... 94
Gambar 23. Akibat penyemprotan pestisida kimia setelah 1 jam ... 94
Gambar 24. Daun dan ranting batang tanaman mimba ... 94
Gambar 25. Larva Spodoptera litura yang menjadi pupa ... 94
Gambar 26. Larva Spodoptera litura yang menjadi pupa ... 95
Gambar 27. Serangan larva Spodoptera litura setelah penginfeksian .... 95
Gambar 28. Penimbangan berat basah tanaman cabai merah ... 95
(16)
DAFTAR GRAFIK
Halaman Grafik 1. Persentase mortalitas menurut waktu pengamatan ... 66
(17)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kandungan gizi buah cabai per 100 gram ... 34
Tabel 2. Data hasil pengamatan jumlah mortalitas larva ... 45
Tabel 3. Pengamatan jumlah mortalitas larva instar III ... 57
Tabel 4. Data analisis statistik mortalitas larva instar III ... 60
Tabel 5. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak terhadap Mortalitas Larva instar III Spodoptera litura ... 61
Tabel 6. Hasil Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba Azadirachta indica terhadap Mortalitas Larva Spodoptera litura 62 Tabel 7. Pengamatan jumlah larva Spodoptera litura ... 69
Tabel 8. Persentase pemendekan siklus hidup larva menjadi pupa ... 71
Tabel 9. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba Azadirachta indica terhadap Pemendekan Siklus hidup Larva menjadi pupa ... 72
Tabel 10. Hasil Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba terhadap Pemendekan Siklus Hidup Larva menjadi Pupa…… 76
Tabel 11. Morfologi dan Tingkat Kerusakan daun tanaman cabai ... 80
Tabel 12. Data Hasil Berat Basah Tanaman Cabai Merah... 80
Tabel 13. Data Hasil Pengamatan pengaruh Ekstrak terhadap Berat Basah Tanaman Cabai Merah... ……… 81
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian ... 96
Lampiran 2. Hasil SPPS... ... ... 101
(19)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang
berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji, batang) berfungsi sebagai
penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk
lainnya, dapat untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam
sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia
dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.
Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung
dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang
sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek
yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya
tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan
tersebut.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah pendekatan ekologi
yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan
memanfaatkan beraneka ragam taktik pengendalian secara kompatibel
dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan (Smith, 1978). Salah satu
tujuan praktis sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) tersebut adalah
(20)
mengintroduksi pestisida nabati yang mampu menandingi keampuhan
pestisida sintetik tersebut (Suryaningsih, 2004).
Penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana dapat merusak
lingkungan dan kesehatan manusia. Hal ini terjadi karena tidak semua
pestisida yang digunakan mampu mengendalikan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) sasaran. Para ahli menjelaskan penggunaan
pestisida kurang efektif karena dari pemakaian pestisida tersebut
sebanyak 30% pestisida terbuang ke tanah pada musim kemarau dan hal
itu meningkat hingga 80% pada musim hujan. Kemudian pestisida ini
akan terbuang juga ke dalam perairan. Penggunaan bahan beracun ini
tidak hanya berpengaruh terhadap pengendalian hama tetapi juga
mempengaruhi biota, baik yang ada di dalam tanah, air maupun bagian
permukaan atas tanaman termasuk mikroba epifit yang terdapat pada
permukaan tanaman (Suryaningsih, 2004).
Sampai saat ini upaya pengendalian hama secara konvensional
sudah dilakukan oleh kebanyakan petani Indonesia, tetapi lebih
menekankan penggunaan pestisida sintetis dengan frekuensi
penyemprotan yang tinggi (Setiawati, 1996). Penggunaan pestisida
sintetis jika tidak bijaksana akan menimbulkan dampak negatif baik
secara ekonomi, kesehatan maupun ekologi. Selain mempunyai spektrum
luas yang tidak hanya membunuh hama sasaran, pestisida sintetis juga
dapat membunuh parasitoid, predator dan hama bukan sasaran yang
(21)
timbulnya strain-strain Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang
tahan (Untung, 2000). Makhluk lain yang bukan sasaran juga ikut
terbunuh oleh pestisida sintetis, seperti serangga penyerbuk, burung,
katak, belut dan lain-lainnya (Sudarmo, 1990).
Penggunaan pestisida sintetis yang tidak rasional menimbulkan
dampak buruk bagi lingkungan. Misalnya hama Helicoverpa armigera,
Spodoptera litura, dan Myzus persicae telah kebal terhadap piretroid
sintetis (Hadiyani dan Subiyakto, 1996). Kondisi yang demikian
mendorong petani untuk menggunakan dosis pestisida sintetis yang lebih
tinggi dan berulang-ulang. Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian
hama menjadi lebih besar. Dampak negatif penggunaan pestisida sintetis
yang demikian telah mengakibatkan pencemaran lingkungan dan
pemborosan.
Tanaman cabai merah merupakan salah satu tanaman hortikultura
yang cukup penting, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun sebagai
komoditi ekspor. Kebutuhan konsumsi cabai merah setiap tahun
meningkat dan sampai sekarang tanaman cabai merah termasuk salah
satu tanaman yang dianggap potensial untuk dikembangkan. Tanaman
cabai merah dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai
dataran tinggi, baik pada lahan sawah maupun tegalan, di dataran rendah
sampai dataran tinggi.
Hasil cabai merah rata-rata di Jawa Barat mencapai 12,55 ton ha-1
(22)
merah dapat mencapai 20 ton ha-1, sehingga masih terdapat kesenjangan
antara produktivitas riil di tingkat petani dengan potensi yang dapat
dicapai. Hal ini menunjukkan besarnya peluang bagi peningkatan
produktivitas melalui pemanfaatan teknologi spesifik lokasi. Di sisi lain,
bertanam cabai merah sering dihadapkan pada berbagai masalah atau
resiko, diantaranya adalah teknik budidaya, kekahatan unsur hara dalam
tanah, serangan hama dan penyakit tanaman. Salah satu yang menjadi
kendala utama dalam sistem produksi cabai merah adalah adanya
serangan hama.
Hampir 80% petani sayuran di Indonesia dalam upaya
mengendalikan organisme pengganggu tanaman, yaitu dengan
menggunakan pestisida sintetik (Adiyoga dan Soetarso, 1999) karena
dianggap praktis, mudah diperoleh, dan menunjukkan efek yang cepat.
Padahal penggunaan pestisida sintetis tersebut jika dilakukan secara
terus-menerus tanpa memperhatikan kepadatan populasi hama dan dosis
terlalu tinggi dapat menimbulkan dampak negatif, seperti meninggalkan
residu yang berbahaya (Soeriaatmaja dkk., 1993) apalagi buah cabai
biasa dikonsumsi dalam keadaan segar, timbulnya strain hama baru yang
resisten terhadap insektisida (Sastrosiswojo dkk., 1989).
Dilema pestisida sintetik perlu segera diatasi, dengan mencari cara
pengendalian lain, yang minimum dampak negatifnya. Pestisida nabati
memiliki cara kerja (mode of action) sebagai biotoksin (beracun),
(23)
atau pengganggu alami, baik yang diperoleh dari tumbuhan maupun
jasad renik. Molekul biotoksin yang aktif berperan sebagai pestisida
nabati dapat digolongkan dalam golongan alkaloid (nikotin, nornikotin,
anabasin, solanin, antropin) dan golongan metabolit sekunder (pyrethrum
kompleks, pirethroid sintetik, rotenone dan rotenoid, quassin, ryanin,
azadirachtin) (Suryaningsih, 2004).
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan bahan nabati
yang memiliki kemampuan insektisidal, sehingga dapat digunakan
sebagai pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada
budidaya pertanian. Mimba dapat tumbuh baik di daerah panas dengan
ketinggian 1-700 m dpl dan tahan cekaman air (Kardinan 2002). Menurut
Debashri dan Tamal (2012), semua bagian dari pohon mimba memiliki
aktivitas pestisida nabati. Biji, batang dan daun mimba mengandung
senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida nabati, yaitu
azadirachtin, salanin, dan meliantriol.
Senyawa azadirachtin dapat menghambat pertumbuhan serangga
hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi dan penetasan
telur, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas dan menolak
hama di sekitar pohon mimba (Rukmana & Oesman 2002). Ekstrak
mimba yang terbuat dari daun, bunga, batang dan biji mimba dapat
digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama, misalnya
(24)
Bahan aktif ini terdapat disemua bagian tanaman, tetapi yang paling
tinggi terdapat pada biji dan batang (Kardinan 2002).
Batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) mengandung
beberapa komponen aktif pestisida antara lain azadirakhtin, salanin,
azadiradion, salannol, salanolacetat, 3-deasetil salanin,
14-epoksi-azadiradion, gedunin, nimbin, dan deasetil nimbin. Dari beberapa
komponen tersebut ada tiga senyawa yang diketahui sebagai pestisida
nabati, yaitu azadirakhtin, salanin, dan meliantriol (Horbone, 1982; Jones
et.al Schmutterer, 1990; Saxena et al., 1993). Azadirakhtin tidak
langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak
makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi. Salanin bekerja
sebagai penghambat makan serangga, sedangkan meliantriol sebagai
penolak serangga.
Ulat grayak (Spodoptera litura) termasuk hama yang merugikan
tanaman karena memakan daun dari daun muda dan daun tua hingga
daun berlubang-lubang kemudian robek-robek atau terpotong-potong
(Cahyono, 2006). Ulat grayak (Spodoptera litura) termasuk dalam ordo
lepidoptera, merupakan hama yang menyebabkan kerusakan yang serius
pada tanaman budidaya di daerah tropis dan subtropis. (Haryanti dkk.,
2006). Spodoptera litura (Lepidoptera, Noctuidae) merupakan hama
yang penting dan kosmopolitan dan hampir menyerang semua tanaman
berdaun (herbaceous plants) (Herbison-Evans dan Crossley, 2009) dan
(25)
cabai, kol, kubis, sawi, bawang merah dan sebagainya (Kalshoven,
1981). Spodoptera litura aktif makan pada sore menjelang malam hari.
Tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama Spodoptera litura ini
sangat merugikan, karena dapat menurunkan kualitas dan jumlah
produksi panen.
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti
tertarik untuk dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemberian
Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai Pestisida
Nabati Hama Spodoptera litura pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum
annuum (L.)).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas,
maka dapat dijabarkan permasalahan-permasalahan yang dapat
diidentifikasi antara lain:
1. Cara pengendalian hama Spodoptera litura yang ramah lingkungan.
2. Jenis tanaman yang mengandung bahan aktif sebagai bioinsektisida.
3. Dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang
paling berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura.
4. Efektivitas dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss)
dalam mengendalikan hama Spodoptera litura.
5. Pengaruh yang ditimbulkan akibat paparan ekstrak batang mimba
(26)
6. Pengaruh ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman cabai merah
(Capsicum annuum (L.)).
7. Pengaruh ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss)
terhadap berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dalam
penelitian ini akan dibatasi pada pengamatan mortalitas hama
Spodoptera litura, pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi
pupa, serta pengaruh pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta
indica A.Juss) terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman cabai
merah (Capsicum annuum (L.)) dan berat basah tanaman cabai merah
(Capsicum annuum (L.)) dengan membandingkan antara masing-masing
dosis perlakuan.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap pemendekan fase larva
Spodoptera litura menjadi pupa?
2. Apakah ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss)
memberikan pengaruh terhadap morfologi dan tingkat kerusakan
(27)
3. Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap berat basah tanaman cabai
merah (Capsicum annuum (L.))?
4. Berapakah dosis optimal ekstrak batang mimba (Azadirachta indica
A. Juss) yang berpengaruh terhadap mortalitas larva, pemendekan fase
larva Spodoptera litura menjadi pupa, morfologi dan tingkat
kerusakan tanaman cabai merah serta berat basah tanaman cabai
merah?
5. Berapakah mortalitas hama Spodoptera litura setelah pemberian
ekstrak batang mimba (Azadiracta indica A. Juss)?
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap pemendekan fase larva
Spodoptera litura menjadi pupa.
2. Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap morfologi dan tingkat
kerusakan tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
3. Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap berat basah tanaman cabai
merah (Capsicum annuum (L.)).
4. Untuk mengetahui dosis optimal ekstrak batang mimba (Azadirachta
indica A. Juss) yang berpengaruh terhadap mortalitas larva,
(28)
dan tingkat kerusakan tanaman cabai merah, serta berat basah tanaman
cabai merah.
5. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap mortalitas hama Spodoptera
litura.
F. Manfaat
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian
mengenai manfaat pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta
indica A. Juss) sebagai pestisida nabati hama Spodoptera litura pada
tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
2. Bagi Masyarakat
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi
masyarakat mengenai manfaat dari ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) sebagai pestisida nabati hama
Spodoptera litura.
b. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi dampak dari pencemaran
lingkungan dengan mengganti pemakaian pestisida sintetis menjadi
pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan.
G. Batasan Operasional
1. Benih tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yang digunakan
adalah benih tanaman cabai yang telah lulus uji yaitu varietas kastilo
(29)
2. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yang diinfeksikan
hama Spodoptera litura adalah tanaman cabai merah yang telah
berumur 35 hari setelah tanam (HST).
3. Hama yang digunakan adalah larva instar III Spodoptera litura dan
berwarna hijau tua.
4. Larva instar III Spodoptera litura memiliki panjang tubuh 8,0-15,0
mm dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm.
5. Pestisida nabati yang digunakan yaitu ekstrak Batang Mimba
(Azadirachta indica A. Juss), batang mimba segar ditimbang sebanyak
100 gram kemudian dihaluskan dengan ditumbuk dan diblender, lalu
ditambahkan dengan 200 ml air dan alkohol 90% sebanyak 1 ml lalu
di peras, disaring dan disimpan selama 24 jam. Ekstrak batang mimba
yang sudah jadi kita gunakan sebagai starter.
6. Pestisida nabati yang digunakan yaitu batang mimba (Azadirachta
indica A. Juss) yang mempunyai senyawa azadirachtin, salanin, dan
(30)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengelolaan Hama Terpadu 1. Pengertian
Pengelolaan hama terpadu adalah pendekatan ekologi yang
bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan
memanfaatkan beraneka taktik pengendalian secara kompatibel dalam
suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. Sedangkan menurut Kenmore
(1989 dalam: Untung, 2001: 9) memberikan definisi singkat Pengendali
Hama Terpadu (PHT) sebagai perpaduan terbaik, yaitu perpaduan
penggunaan metode pengendalian hama yang dapat memberikan hasil
yang baik yaitu stabilitas produksi pertanian, kerugian seminimal
mungkin bagi manusia dan lingkungan, serta petani memperoleh hasil
tani yang maksimal.
Saat ini dikenal ada dua istilah Bahasa Inggris yang sering
digunakan secara bergantian untuk pengendalian hama terpadu yaitu
Integrated Pest Control (IPC) sebagai Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) dan Integrated Pest Management (IPM) yang diterjemahkan
sebagai Pengelolaan Hama Terpadu dengan singkatan yang sama yaitu
PHT. Sebetulnya kedua istilah ini dapat digunakan untuk menjelaskan
hal yang sama, maka IPM merupakan perkembangan yang lebih lanjut
(31)
2. Munculnya konsep PHT
Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama merupakan
bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan
tahun lalu. Manusia dengan sengaja menanam tanaman untuk diambil
hasilnya. Dahulu manusia membunuh hama secara sederhana yaitu
dengan cara fisik dan mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami
manusia. Namun semakin luasnya daerah pertanian dan bertambahnya
penduduk dunia, maka cara-cara sederhana tersebut tidak mampu
membendung peningkatan populasi dan keganasan hama (Untung,2001).
Dahulu manusia membunuh hama secara sederhana dengan cara
fisik serta mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami manusia.
Namun semakin luasnya daerah pertanian dan juga bertambahnya
penduduk dunia, maka cara-cara sederhana tersebut tidak mampu
membendung peningkatan populasi dari ganasnya hama (Untung,
2001:1).
Banyak orang yang melupakan hakekat dan sifat pestisida
sebenarnya karena ditutupi oleh keberhasilan pestisida sintetik, sehingga
pestisida sering diberikan istilah sebagai obat-obat pertanian.
Bagaimanapun pestisida adalah bahan beracun pembunuh hama yang
dapat membunuh organisme lain yang bukan hama di ekosistemnya
(32)
B. Pestisida Nabati
1. Kronologi Pestisida Nabati
Pemahaman istilah dari pestisida baru muncul setelah
berkembangnya industri agrokimia di Eropa dan Amerika yang
memproduksi pupuk dan pestisida sintetis. Walaupun sebenarnya zat
racun kerjanya sangat radikal dan membahayakan keselamatan hayati
secara berkelanjutan, akan tetapi dikalangan petani tradisional
menyebutnya dengan istilah obat pertanian (Suwahyono, 2010).
Penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana akan merusak
lingkungan sekitar dan kesehatan dari manusia. Jacobson (1975)
menelaah sekitar 1484 spesies Tanaman Pestisida Nabati yang telah
diteliti di seluruh dunia. Disebutkan pula bahwa kawasan asli
(indigenous) tanaman pestisida antara lain adalah Amazones, Papua New
Guinea dan Indonesia. Eksistensi spesies-spesies tanaman pestisida
nabati tersebut terancam punah akibat eksploitasi tropika yang tidak
mempertimbangkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan (Suryaningsih,
2004:1).
2. Mengenal Pestisida Nabati
Konsep pertanian ramah lingkungan adalah konsep pertanian
yang mengedepankan keamanan seluruh komponen yang ada pada
lingkungan ekosistem dimana pertanian ramah lingkungan
mengutamakan untuk meninggalkan dampak yang negatif bagi
(33)
dari tanaman atau tumbuhan dan bahan organik lainya yang berkhasiat
mengendalikan serangan hama pada tanaman.
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang
berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji, batang atau akar) berfungsi
sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk
lainnya. dapat untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam
sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan
ternak peliharaan karena residu mudah hilang.
Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung
dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang
sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek
yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya
tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan
tersebut.
3. Kelebihan,Kelemahan, dan Prinsip Kerja Pestisida Nabati
Beberapa kelebihan dan kelemahan pestisida nabati (Suriana, 2012) :
A. Kelebihan pestisida nabati yaitu :
1. Teknologi pembuatannya lebih mudah dan murah, sehingga
memungkinkan untuk dibuat sendiri dalam skala rumah tangga.
2. Pestisida nabati tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan
maupun terhadap makhluk hidup, sehingga, relatif aman untuk
(34)
3. Tidak beresiko menimbulkan keracunan pada tanaman, sehingga,
tanaman yang diaplikasikan pestisida nabati jauh lebih sehat dan
aman dari pencemaran zat kimia berbahaya.
4. Tidak menimbulkan resistensi (kekebalan) pada hama. Dalam
artian pestisida nabati aman bagi keseimbangan ekosistem.
5. Hasil pertanian yang dihasilkan lebih sehat serta terbebas dari
residu pestisida sintetis.
B. Kelemahan pestisida nabati yaitu :
1. Daya kerja pestisida nabati lebih lambat, tidak bisa terlihat dalam
jangka waktu yang cepat.
2. Pada umumnya tidak membunuh langsung hama sasaran, akan
tetapi hanya bersifat mengusir dan menyebabkan hama menjadi
tidak berminat mendekati tanaman budidaya.
3. Mudah rusak dan tidak tahan terhadap sinar matahari.
4. Daya simpan relatif pendek, artinya pestisida nabati harus segera
digunakan setelah proses produksi. Hal ini menjadi hambatan
tersendiri bagi petani untuk mendapatkan pestisida nabati instan
ataupun untuk memproduksi pestisida nabati untuk tujuan
komersil.
5. Perlu dilakukan penyemprotan yang berulang-ulang. Hal ini dari
(35)
C. Prinsip kerja pestisida nabati (Hendayana, 2010) :
a. Merusak perkembangan telur, larva dan pupa.
b. Menghambat pergantian kulit.
c. Mengganggu komunikasi serangga.
d. Menyebabkan serangga menolak makan.
e. Menghambat reproduksi serangga betina.
f. Mengurangi nafsu makan.
g. Memblokir kemampuan makan serangga.
h. Mengusir serangga.
i. Menghambat perkembangan patogen penyakit.
4. Kriteria Tanaman Sumber Bahan Baku Pestisida Nabati
Menurut Suryaningsih (2004: 4-5) kriteria pestisida nabati yang
baik antara lain adalah :
1. Toksisitas terhadap jasad bukan sasaran nol atau rendah.
2. Biotoksin memiliki lebih dari satu cara kerja, daya persistensi tidak terlalu singkat.
3. Diekstrak dari tanaman sumber yang mudah diperbanyak, tahan terhadap kondisi suboptimal, diutamakan tanaman tahunan, tidak
akan jadi gulma atau inang alternatif OPT.
4. Tanaman sumber sedapat mungkin tidak atau kurang berkompetisi dengan tanaman yang diusahakan.
(36)
6. Biotoksin sudah efektif di bawah konsentrasi 10 ppm, secara praktikal sekitar 3-5% bobot kering bahan.
7. Sedapat mungkin solven atau pelarutnya adalah air.
8. Bahan baku pestisida nabati dapat digunakan baik dalam kondisi segar, kering dan pengkondisian sederhana lainnya.
9. Teknologi pestisida nabati tidak bertentangan, bahkan berakar pada teknologi tradisional, mudah dimengerti dan sederhana.
10.Teknologi pestisida nabati tidak menimbulkan masalah baru, terjangkau biayanya, bahan baku mudah didapat.
5.Bahan Aktif
Bahan aktif dari pestisida nabati adalah produk alam yang berasal
dari tanaman yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang
mengandung banyak senyawa bioaktif seperti senyawa alkaloid,
terpenoid, fenolik, dan juga zat-zat kimia sekunder yang lain. Senyawa
bioaktif tersebut apabila kita aplikasikan ke tanaman yang terinfeksi
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), tidak berpengaruh terhadap
fotosintesis pertumbuhan ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya,
namun berpengaruh terhadap sistem saraf otot, keseimbangan hormon,
reproduksi, perilaku berupa penarik, anti makan dan sistem pernafasan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Setiawati, 2008:4).
Molekul biotoksin yang aktif berperan sebagai biosida dapat
digolongkan dalam golongan alkaloid (nikotin, nornikotin, anabasin,
(37)
kompleks, pitetheroid sintetik, rotenone dan rotenoid, quassin, ryanin,
azadirachtin) (Suryaningsih, 2004:11).
6. Kendala Penggunaan Pestisida Nabati
Berkaitan dengan manfaat yang didapatkan dari pestisida nabati
maka sudah selayaknya jika penggunaan jenis pestisida nabati harus di
masyarakatkan. Namun demikian, penggunaan dan pengembangan
pestisida nabati di Indonesia mengalami beberapa kendala seperti berikut
ini, (Kardinan, 2000:13-14).
a. Pestisida sintetis lebih disukai dengan alasan mudah didapatkan,
praktis mengaplikasikannya, hasilnya relatif cepat dilihat, tidak
perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah banyak dan
tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil pestisida.
b. Kurangnya rekomendasi atau dorongan dari pengambil kebijakan
(lack of official recommendation). Hal ini terlihat dari kurangnya
atau tidak adanya penyuluhan dan pengenalan penggunaan
pestisida nabati kepada petani atau pengguna.
c. Tidak tersedianya bahan secara berkesinambungan dalam jumlah
yang memadai saat diperlukan.
d. Walaupun penggunaan pestisida nabati menimbulkan residu
relatif rendah pada bahan makanan dan lingkungan serta dianggap
lebih aman dari pada pestisida sintetis, tetapi frekuensi
(38)
pestisida ini diakibatkan oleh sifatnya yang mudah terurai,
sehingga membutuhkan pengaplikasian yang lebih sering.
e. Sulitnya registrasi pestisida nabati mengingat pada umumnya
jenis pestisida ini memiliki bahan aktif yang kompleks (multiple
active ingredient) dan pada beberapa kasus tidak semua bahan
aktif dapat dideteksi.
7. Peluang Penggunaan Pestisida Nabati
Beberapa peluang penggunaan pestisida nabati sebagai berikut ini
(Kardinan, 2000:15)
a. Menghasilkan produk pertanian dengan kualitas dan juga
kuantitas yang optimal
b. Bersahabat dengan alam
c. Mengupayakan kesuburan tanah secara lestari
d. Meminimalkan pemakaian bahan yang tidak dapat
(39)
C. Hama ulat grayak (Spodoptera litura)
Gambar 1.Larva Spodoptera litura diinfeksikan dan Larva Spodoptera litura yang sudah dewasa (Sumber: dokumen pribadi 2017)
1. Klasifikasi
Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura.
Ulat grayak Spodoptera litura mengalami metamorfosis sempurna
yang terdiri dari empat stadium hidup yaitu telur, larva, pupa, dan imago.
Larva Spodoptera litura mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai
warna kulit (corak) berbentuk bulan sabit berwarna hitam pada segmen
(40)
garis kuning. Larva yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi
coklat atau hitam kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Biasanya
larva berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar
(Asih setiani, 2012:5)
2. Nama Daerah
Nama lain hama Spodoptera litura adalah ulat grayak, biasa disebut
dengan ulat tentara.
3. Penyebaran
Spodoptera litura merupakan serangga hama yang terdapat di
banyak negara seperti Indonesia, India, Jepang, Cina, dan negara-negara
lain di Asia Tenggara (Sintim et al., 2009). Ulat grayak (Spodoptera
litura) bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas sehingga
berpotensi menjadi hama pada berbagai jenis tanaman pangan, sayuran,
buah dan perkebunan (Marwoto dan Suharsono, 2008).
4. Siklus hidup Spodoptera litura
Instar pertama larva Spodoptera litura tubuh larva berwarna hijau
kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu-bulu halus,
kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar dua, tubuh
berwarna hijau dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulu-bulunya tidak
terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam
meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks
hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang
(41)
mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam
sepanjang tubuh. Instar empat, lima dan enam agak sulit dibedakan.
Panjang tubuh instar empat 13-20 mm, instar lima 25-35 mm dan instar
enam 35-50 mm. Mulai instar empat warna bervariasi yaitu hitam, hijau,
keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan.
Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat
tua atau hitam kecoklat-coklatan. Ulat berkepompong dalam tanah,
membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan
dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago berupa ngengat dengan warna
hitam kecoklatan. Pada sayap depan ditemukan spot-spot berwarna hitam
dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang berwarna putih.
Spodoptera litura merupakan salah satu serangga hama penting yang
sangat polifag. Serangga ini merusak pada stadia larva, yaitu memakan
daun, sehingga menjadi berlubang-lubang. Biasanya dalam jumlah besar
ulat grayak bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis dimakan
daunnya ke tanaman lainnya (Pracaya, 2005). Seekor ngengat betina
dapat meletakkan 2000-3000 telur. Ulat berkepompong dalam tanah,
membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan
dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari
(lama stadium telur 2-4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20-46 hari,
(42)
Gambar 2. Telur Spodoptera litura yang hampir sempurna
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada
daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan,
berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir) tertutup bulu seperti
beludru (Tenrirawe dan Talanca, 2008). Stadia telur berlangsung selama
3 hari (Rahayu, dkk, 2009). Setelah 3 hari, telur menetas menjadi larva.
Gambar 3.Spodoptera litura (Sumber: dokumentasi pribadi 2017)
Ulat yang keluar dari telur berkelompok dipermukaan daun.
Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar. Panjang tubuh ulat
yang telah tumbuh penuh 50 mm (Balitbang, 2006). Masa stadia larva
berlangsung selama 15-30 hari (Rahayu, dkk, 2009).
Setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat
(43)
berlangsung didalam tanah dan dibungkus dengan tanah kurang lebih 1
cm (Kalsoven, 1981). Setelah 9-10 hari kepompong akan berubah
menjadi ngengat dewasa (Balitbang, 2006).
Gambar 4 : Spodoptera litura menjadi pupa (Sumber: dokumentasi pribadi 2017)
5. Gejala Serangan
Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan
sisa-sisa epidermis bagian atas atau transparan dan tinggal tulang-tulang daun
saja dan ulat yang besar memakan tulang daun dan buahnya. Pada
serangan berat menyebabkan gundulnya daun. Ulat grayak muda
menyerang daun sehingga bagian daun yang tertinggal hanya epidermis
atas dan tulang-tulangnya saja. Ulat dewasa juga merusak tulang-tulang
daun sehingga tampak lubang-lubang bekas gigitan pada daun. Secara
umum serangan ulat ini terjadi pada malam hari atau pada saat sinar
matahari teduh, misalnya menjelang sore hari. Ulat Spodoptera litura
tidak nyaman memakan daun atau cabai di bawah terik matahari.
(44)
bawah ketiak daun, pangkal tanaman atau dibalik mulsa, sehingga
mereka nyaman dan aman dari sengatan sinar matahari dan selamat dari
penyemprotan bila dilakukan penyemprotan (Sastrisiswojo, 1994).
Gambar 5. Serangan larva Spodoptera litura (Sumber: dokumen pribadi) Berdasarkan statusnya hama dibedakan antara lain :
1. Hama potensial adalah semua organisme yang berpotensi menimbulkan kerugian pada manusia. Pada saat organisme tersebut
berstatus sebagai hama potensial perkembangan populasinya
terhalangi oleh kondisi lingkungan (fisik dan biotik). Apabila kondisi
lingkungan tersebut menunjang perkembangan populasi organisme
tersebut, maka mungkin saja diantaranya akan berubah status
menjadi hama utama (key pest).
2. Hama utama (key pest) yaitu hama yang selalu ada dan menyebabkan kerugian secara ekonomi dengan persentase yang
lebih bersar daripada hama lainnya.
3. Hama tidak penting (minor pest), adalah hama yang menyerang tanaman, tetapi hanya sedikit sekali menyebabkan kerugian secara
(45)
ekonomi. Hama ini timbulnya pun hanya sewaktu-waktu, maka
disebut juga hama sewaktu-waktu (occasional pest).
4. Hama reguler (reguler pest) adalah bila suatu spesies hama selalu timbul, misalnya hama tikus pada tanaman kelapa sawit, sebab hama
ini selalu timbul dimana saja dan menyebabkan kerugian secara
ekonomi, meskipun intensitas dan luas serangannya bervariasi antar
musim.
5. Hama endemik (endemic pest) adalah hama yang selalu timbul di tempat atau daerah tertentu, sedangkan di daerah lain jarang terjadi,
Salah satunya adalah ulat grayak yang mempunyai nama ilmiah
Spodoptera litura Fabricus (Lepidoptera; Noctuidae). Serangan
hama ini merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan
produksi dan mutu tembakau. Hama ini sering mengakibatkan
penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen karena
menyebabkan daun dan buah sayuran menjadi sobek,
terpotong-potong dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah
(46)
D. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.))
Gambar 6. Tanaman cabai merah yang digunakan dalam penelitian (Sumber: dokumen pribadi 2017)
1. Klasifikasi
Menurut klasifikasi dalam tata nama sistem tumbuhan tanaman cabai
termasuk kedalam :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
2. Penyebaran
Berdasarkan asal-usulnya, cabai (hot pepper) berasal dari Peru.
Ada yang menyebutkan bahwa bangsa Meksiko kuno sudah menggemari
(47)
benua Amerika pada tahun 1492. Christophorus Columbus kemudian
menyebar dan mempopulerkan cabai dari benua Amerika ke Spanyol
pada tahun 1492. Hingga saat ini belum ada data yang pasti mengenai
kapan cabai dibawa masuk ke Indonesia. Menurut dugaan, kemungkinan
besar cabai dibawa oleh saudagar-saudagar dari Persia ketika singgah di
Aceh. Sumber lain menyebutkan bahwa cabai masuk ke Indonesia karena
dibawa oleh bangsa Portugis (Setiadi, 2000).
3. Jenis-Jenis Cabai Merah
Tanaman cabai memiliki varietas yang jumlahnya sangat banyak.
Berkat kemajuan teknologi di bidang pembibitan telah banyak dihasilkan
berbagai varietas cabai unggul hibrida oleh berbagai negara atau
perusahaan benih unggul di dunia (Setiadi, 2008) yaitu :
1. Cabai Kriting
Cabai ini berukuran kecil dari cabai merah biasanya, tetapi
rasanya lebih pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang
sedikit berkelok-kelok dengan permukaan buah tidak rata sehingga memberikan kesan “keriting”. Buah mudanya ada yang berwarna hijau. Bila dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai keriting lebih tahan
terhadap serangan penyakit.
2. Cabai tit atau tit super
Tit super dikenal sebagai cabai lokal. Tinggi tanaman antara
30-70 cm. buahnya berwarna merah tua menyala dengan ukuran besar,
(48)
3. Cabai hot beauty
Dikalangan petani umumnya cabai ini sering disebut cabai
Taiwan. Memang cabai ini merupakan hybrid yang diproduksi dari
Taiwan. Ukuran buahnya besar, panjang dan lurus. Daging buahnya tipis
dengan rasa kurang pedas dibandingkan cabai keriting.
4. Cabai merah lainnya
Selain jenis cabai merah yang sudah dijelaskan diatas, ada
beberapa jenis cabai merah lain yang ada di Indonesia. Beberapa
diantaranya ialah cabai semarang, cabai paris, cabai jatilaba, dan cabai
long chili. Cabai semarang mirip cabai tit super. Perbedaannya hanya
terletak pada buah yang lebih kecil, pangkalnya lurus, dan berujung
bengkok. Cabai paris buahnya besar, lurus dan pangkal sampai ujung,
berwarna merah kekuningan, dan berurat atau bergaris putih. Cabai
jatilaba buahnya besar, lurus, berkerut-kerut, berujung runcing, dan
berwarna merah kehitaman. Cabai long chili merupakan cabai produksi
dari Taiwan. Buahnya ramping, panjang berkulit halus, dan berdaging
agak tebal dibandingkan hot beauty.
4. Ciri dan Morfologi
Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan
(Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran
rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung
vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang
(49)
digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam
dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa
harus membelinya di pasar (Harpenas, 2010).
Cabai merah ini berukuran kecil dari cabai merah biasanya, tetapi
rasanya lebih pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang
sedikit berkelok-kelok dengan permukaan buah tidak rata sehingga memberikan kesan “keriting”. Buah mudanya ada yang berwarna hijau. Bila dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai keriting lebih tahan
terhadap serangan penyakit. Ciri tanaman cabai merah ini batang
tanaman besar, daun yang lebar dan halus, serta banyaknya ranting
cabang yang muncul.
5. Syarat Tumbuh
Syarat tumbuh tanaman cabai dalam budidaya tanaman cabai adalah
sebagai berikut.
1. Iklim
Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga
terhadap tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah
240 sampai dengan 28ºC. Pada suhu tertentu seperti 15ºC dan lebih dari
32ºC akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan
akan terhambat jika suhu harian di area budidaya terlalu dingin.
(Tjahjadi, 1991) mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada
musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur. Iklim
(50)
a. Sinar Matahari
Penyinaran yang dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, bila
penyinaran tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal.
b. Curah Hujan
Walaupun tanaman cabai tumbuh baik di musim kemarau tetapi
juga memerlukan pengairan yang cukup. Adapun curah hujan yang
dikehendaki yaitu 800 sampai dengan 2000 mm/tahun.
c. Suhu dan Kelembaban
Tinggi rendahnya suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Adapun suhu yang cocok untuk pertumbuhannya adalah siang
hari 21ºC sampai dengan 28ºC, sedangkan malam hari 13ºC sampai
dengan 16ºC, untuk kelembaban tanaman 80%.
d. Angin
Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi,
angin berfungsi menyediakan gas CO2 yang dibutuhkannya.
2. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah dibawah
1400 m dpl. Berarti cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai
dataran tinggi (1400 m dpl). Di daerah dataran tinggi tanaman cabai
dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi secara maksimal.
3. Tanah
Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Dapat juga
(51)
tanah untuk cabai adalah antara 0 sampai dengan 100. Tanaman cabai
juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis
tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat (Harpenas, 2010).
Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah
dengan pH 6 sampai dengan 7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak
mengandung humus (bahan organik) sangat disukai (Sunaryono dan
Rismunandar, 1984).
6. Benih
Perbanyakan tanaman cabai merah dilakukan dengan
menggunakan biji. Biji tanaman cabai merah diperoleh dari tanaman
yang dibiarkan berbunga hingga berkembang berbuah dan akhirnya tua,
dan terdapat biji didalamnya. Sebelum dikebunkan biji tanaman cabai
harus disemaikan terlebih dahulu, bisa dengan menggunakan pot tray.
Bibit tanaman cabai yang sudah tumbuh dan yang sudah berdaun 3
sampai 4 helai dapat dipindahkan ke lahan. Biasanya sekitar umur 4-5
(52)
7. Kandungan Gizi
Cabai mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%)
rasa pedas. Kandungan gizi cabai (Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan gizi buah cabai (per 100 gram)
No Macam Cabai Merah Cabai Hijau
1 Air % 90 93,3
2 Energi (kal) 32 23,0
3 Protein (g) 0,5 0,7
4 Lemak (g) 0,3 0,2
5 Karbohidrat (g) 7,8 5,4
6 Serat (g) 1,6 1,5
7 Abu (g) 0,5 0,4
8 Kalsium (mg) 29,0 12,0
9 Fosfor (mg) 45 18,0
10 Besi (mg) 0,5 0,4
11 Vitamin A (IU) 470 260
12 Vitamin C (mg) 18 84
13 Tiamin (mg) 0,05 0,05
14 Riboflavin (mg) 0,06 0,03
15 Niasin (mg) 0,9 0,5
16 Asam askorbat (mg) 18,0 84,0
(53)
8. Penyakit Pada Tanaman Cabai
Menurut Tim Bina Karya Tani (2009), ada beberapa penyakit
pada tanaman cabai yaitu:
1. Penyakit Keriting Daun
Penyakit keriting daun menyerang tanaman sejak masih kecil
hingga pertumbuhannya terhenti.
2. Penyakit Antraknosa
Penyakit yang menyerang buah cabai itu disebut penyakit busuk
buah, yang dikenal dengan nama antraknosa.
3. Penyakit Layu
Penyakit layu pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh jamur
Fusarium oxysporium. Penyakit layu ini bisa menular melalui luka.
4. Penyaki Virus (Mozaik)
Penyakit mozaik pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh
virus. Penyakit virus ini menyerang daun tanaman.
5. Penyakit Bakteri (Xanthomonas solanacearum)
Penyakit bakteri yang menyerang tanaman sayuran cabai adalah
Xanthomonas Solanacearum.
6. Busuk Buah Cabai
Penyakit fisiologis akibat kekurangan unsur hara tertentu. Salah
satu di antaranya yang sering ditemukan pada tanaman cabai adalah
(54)
E. Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
Gambar 7. Batang Mimba (Sumber: dokumentasi pribadi 2017)
1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Marga : Azadirachta
Jenis : Azadirachta indica A. Juss.
2. Nama Daerah
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) dikenal dengan tanaman
mimbo atau mimba selain itu juga dikenal dengan nama Nimba, ada
tanaman yang mirip dengan mimba yaitu tanaman mindi. Mimba (Jawa),
(55)
3. Asal dan Distribusi Geografi
Pohon Mimba (Azadirachta indica A. Juss) adalah pohon yang
banyak ditemukan di India maupun di tempat beriklim kering lainnya.
Pohon ini tumbuh baik di provinsi NTB dan NTT. Pohon ini mempunyai
berbagai manfaat untuk pertanian dan kesehatan serta dapat
diintegrasikan dalam sistem agroforestri.
4. Ciri-ciri
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan tumbuhan yang
umum ditanam sebagai tanaman peneduh. Tanaman ini mempunyai
potensi yang tinggi sebagai insektisida botanik. Karena bersifat toksik
terhadap beberapa jenis hama dari ordo Orthoptera, Homoptera,
Coleoptera, Lepidoptera, Diptera dan Heteroptera (Jacobson, 1981).
Daun dan biji mimba diketahui mengandung Azadirachtin (Partopuro,
1989; Sudarmadji, 1994). Mengingat tanaman ini tersedia dalam jumlah
yang relatif banyak, maka para ahli biologi di Indonesia sejak tahun
1980-an mulai banyak yang mencoba menggunakan ekstrak mimba
untuk mengendalikan hama tanaman. Mimba merupakan pohon dengan
ketinggian 10-15 m, batang tegak berkayu, berbentuk bulat, percabangan
simpodial dan berwarna coklat.
- Daun majemuk, berhadapan berbentuk lonjong, tepi bergerigi ujung
lancip, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 5-7 cm,
(56)
- Bunga majemuk berkelamin dua diujung cabang, tangkai silindris panjang 8-15 cm. Kelopak berwarna hijau, mahkota halus dan
berwarna putih. Buah bulat telur dan berwarna hijau, biji bulat
diameter ± 1 cm berwarna putih. Tanaman mimba tumbuh
diketinggian 1-1.700 m dpl, tetapi yang baik didaerah panas karena
tahan tekanan air.
5. Kandungan Ekstrak Batang Mimba
Daun, batang, dan biji mimba diketahui mengandung
Azadirachtin (Partopuro, 1989; Sudarmadji, 1994). Mengingat tanaman
ini tersedia dalam jumlah yang relatif banyak, maka para ahli biologi di
Indonesia sejak tahun 1980-an mulai banyak yang mencoba menggunakan
ekstrak mimba untuk mengendalikan hama tanaman.
Batang mimba Azadirachta indica A. Juss mengandung beberapa
komponen aktif pestisida antara lain azadirakhtin, salanin, azadiradion,
salannol, salanolacetat, 3-deasetil salanin, 14-epoksi-azadiradion,
gedunin, nimbin, dan deasetil nimbin. Dari beberapa komponen tersebut
ada tiga senyawa yang diketahui sebagai pestisida nabati, yaitu
azadirakhtin, salanin, dan meliantriol (Horbone, 1982; Jones et.al dalam
Schmutterer, 1990; Saxena et al.,1993). Azadirakhtin tidak langsung
mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak makan,
mengganggu pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salanin bekerja
sebagai penghambat makan serangga, sedangkan meliantriol sebagai
(57)
Biji, batang dan daun mimba mengandung tiga senyawa kimia
alami yang aktif sebagai pestisida, yaitu azadirakhtin, salanin, dan
meliatriol. Dalam satu gram biji mimba mengandung 2-4 mg
azadirakhtin, namun ada juga yang mencapai 9 mg. Senyawa kimia
tersebut dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan serangga,
penolak makan, dan repellent bagi serangga. Keuntungan lainnya,
azadirakhtin mudah terabsorbsi oleh tanaman, bekerja secara sistemik,
sedikit racun kontak dan aman bagi serangga musuh alami (Isman 1994).
Pestisida nabati dari biji mimba dapat diproduksi baik dengan teknologi
yang sederhana maupun dengan teknologi tinggi. Teknologi sederhana
adalah dengan cara menumbuk atau menggiling biji mimba menjadi
serbuk, kemudian serbuk direndam dalam air selama semalam, disaring
dan langsung dapat diaplikasikan. Teknologi tinggi adalah dengan
mengisolasi bahan aktif yang bersifat toksik dan diformulasi dengan
menambahkan bahan-bahan lain, sehingga dapat diaplikasikan seperti
(58)
F. Kerangka Berpikir
Penggunaan pestisida sintetis menunjukkan hasil yang sangat
efektif dan efisien, tetapi penggunaan pestisida sintetis dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan permasalahan baik dalam aspek
lingkungan, seperti mengakibatkan resistensi hama, meninggalkan residu
didalam tanah, air, udara serta berdampak pada kesehatan manusia yang
mengkonsumsi bahan makanan yang terkena pestisida sintetis tersebut.
Dibutuhkan cara pengendalian hama yang tidak mengakibatkan hama
menjadi resisten dan ramah lingkungan, sehingga tidak menimbulkan
permasalahan lingkungan dan aman di konsumsi manusia. Ekstrak
batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) mengandung senyawa kimia
alami yang aktif sebagai pestisida nabati pengendali hama, yaitu
azadirachtin, salanin, dan meliantriol. Senyawa azadirachtin dapat
menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan,
mengurangi produksi dan penetasan telur, meningkatkan mortalitas,
mengaktifkan infertilitas dan menolak hama. Azadirakhtin tidak
langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak
makan, mengganggu partumbuhan dan reproduksi serangga. Salanin
bekerja sebagai penghambat makan serangga. sedangkan meliantriol
sebagai penolak serangga. Berikut ini merupakan bagan alur kerangka
(59)
Gambar 8. Kerangka Berfikir.
Salanin sebagai penurun nafsu makan
(anti-feedant)
Meliantriol sebagai penolak/ penghalau (repellent) Penggunaan pestisida sintetis :
- Hama menjadi resisten - Berbahaya terhadap
lingkungan (mencemari air, tanah, udara)
- Membahayakan kesehatan manusia
Pestisida nabati:
- Pengendalian hama yang tidak mengakibatkan hama menjadi resisten
- Pengendalian hama yang tidak
membahayakan lingkungan dan aman di konsumsi manusia
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mengurangi penggunaan pestisida sintetis dan mengintroduksi penggunaan pestisida nabati.
Pestisida nabati dengan menggunakan ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang mengandung senyawa azadirachtin, salanin, dan meliantriol.
Azadirachtin sebagai penolak makan,
Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum (L.))
1. Mortalitas Hama
2. Pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa
1. Perubahan Morfologi dan tingkat kerusakan tanaman
(60)
G. Hipotesis
1. Ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) berpengaruh
terhadap pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa.
Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.
Juss) maka pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa
semakin sedikit.
2. Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.
Juss) yang diberikan maka akan berpengaruh terhadap morfologi dan
tingkat kerusakan tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yaitu
semakin sedikit.
3. Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.
Juss) yang diberikan maka akan berpengaruh terhadap berat basah
tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.))yaitu semakin berat.
4. Dosis optimal pestisida nabati ekstrak batang mimba (Azadirachta
indica A. Juss) adalah dosis yang paling tinggi.
5. Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.
Juss) yang diberikan maka semakin tinggi tingkat mortalitas hama
(61)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun
Biologi FMIPA UNY.
2. Waktu : Penelitian ini berlangsung selama ± 2 bulan dari bulan
Desember 2016 sampai Februari 2017
B. Alat dan Bahan Alat :
- Blender
- Saringan
- Gelas ukur
- Pisau
- Gunting
- Polibag ukuran 35 x 35 cm
- Alat penyemprot (handsprayer) 1000 ml
- Pot tray
- Bambu
- Ember
- Baskom
- Penggaris dan alat tulis
(62)
- Erlenyemer
- Toples
- Sekop
- Kain pilla polos atau kain tile
- Kain kassa
- Kuas kecil
- Kuas besar
- Karet gelang
- Tali rafia
- Kamera dokumentasi
Bahan :
- Batang mimba (Azadirachta indica A. Juss)
- Larva ulat grayak (Spodoptera litura)
- Air kran
- Pestisida sintetis dursban
- Alkohol 90%
- Biji cabai merah (Capsicum annuum (L.))
- Pupuk kompos
(63)
C. Variabel Penelitian 1. Uji Pendahuluan
a. Variabel bebas : Dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica
A.Juss)yaitu dengan dosis 0%, 5%, 10%, 15%
dan 20%.
b. Variabel terikat : Persentase mortalitas larva Spodoptera litura
c. Variabel kontrol :
1. Cara pengekstrakan
2. Lama perendaman benih
3. Umur hama ulat grayak (Spodoptera litura)
4. Umur bibit cabai merah (Capsicum annuum (L.))
5. Varietas cabai merah (Capsicum annuum (L.))
6. Tempat biakan
7. Waktu pemberian ekstrak
(64)
Berdasarkan perlakuan dosis pada uji pendahuluan diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas larva Spodoptera litura.
Keterangan:
Penyemprotan 1 : Rabu, 01 Februari 2017 Penyemprotan 2 : Jum’at, 03 Februari 2017 Pengamatan 1 : Kamis, 02 Februari 2017 Pengamatan 2 : Sabtu, 04 Februari 2017
Dari tabel 2 diketahui bahwa konsentrasi dosis ekstrak batang
mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang efektif untuk mortalitas hama
Spodoptera litura adalah dosis 20%, maka dari itu untuk penelitian
sesungguhnya digunakan konsentrasi dosis dibawah 20% yaitu dengan
dosis 17,5% dan konsentrasi diatas 20% yaitu dosis 22,5%. Jumlah Total Hama Dosis Pengamatan Ke- Ulangan
Jumlah Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura
Jumlah Sub Total Jumlah Total Mortalitas Persentase Mortalitas (%)
I II III IV V
25 0% 1 0 0 0 0 0 0 0 0%
2 0 0 0 0 0 0
25 5% 1 1 1 0 1 1 4 10 40%
2 1 1 1 1 2 6
25 10% 1 2 1 1 2 2 8 14 56%
2 1 1 1 2 1 6
25 15% 1 1 2 2 2 2 9 17 68%
2 2 2 2 1 1 8
25 20% 1 2 3 2 3 3 13 23 92%
(65)
2. Uji Sesungguhnya
a. Variabel bebas : Dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica
A.Juss)yaitu dengan dosis 0%, 17,5%, 20%,
22,5% dan pestisida sintetis.
b. Variabel terikat : Persentase mortalitas hama Spodoptera litura,
pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi
pupa, ada tidaknya perubahan morfologi dan
tingkat kerusakan tanaman cabai merah serta
berat basah tanaman cabai merah (Capsicum
annuum (L.)).
c. Variabel kontrol :
1. Cara pengekstrakan
2. Lama perendaman benih
3. Umur hama ulat grayak (Spodoptera litura)
4. Umur bibit cabai merah (Capsicum annuum (L.))
5. Varietas cabai merah
6. Tempat biakan
7. Waktu pemberian ekstrak
(66)
D. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan menggunakan Rancangan
Eksperimen yang terdiri dari lima perlakuan dosis dengan lima kali
ulangan menggunakan ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.
Juss) sebagai pestisida nabati hama Spodoptera litura pada tanaman
cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
Layout rancangan penelitian :
Gambar 9 : Layout rancangan yang digunakan Keterangan :
L0 : Dosis 0% L1 : Dosis 17,5% L2 : Dosis 20% L3 : Dosis 22,5% L4 : Pestisida sintetis
E. Prosedur Kerja
1. Penyemaian bibit cabai
Penyemaian bibit cabai dengan menggunakan biji. Biji cabai
direndam dengan air selama 24 jam, kemudian dipilih biji yang terbaik.
Biji yang tenggelam adalah biji yang terbaik. Media penyemaian yang
digunakan yaitu media untuk tempat benih berkecambah dalam jangka
Dosis 22,5% Pestisida sintetis
Dursban
Dosis 20% Dosis 17,5% Dosis 0% L4
L4
L4 L4
L4 L3
L3 L3 L3 L3 L2 L2
L2 L2
L2 L1 L1 L0 L0 L0 L0 L0 L1 L1 L1
(67)
waktu tertentu sampai bibit siap dipindah tanam ke polibag. Media semai
yang terdiri dari tanah serta pupuk kompos lalu dimasukkan ke dalam
kotak tray, setiap kotak berisi 1 biji cabai. Penyemaian bibit dilakukan
selama 28 hari dengan 2 kali penyiraman di pagi dan sore hari setiap
pukul 09.00 dan 15.00 WIB serta pengendalian gulma dilakukan secara
manual.
2. Persiapan media tanam
Media tanam yang digunakan berupa tanah serta pupuk kompos
dengan campuran perbandingan 2:1. Campuran media tanam yang sudah
siap lalu dimasukkan ke dalam polibag yang berukuran 35 x 35 cm.
3. Penanaman dan pemeliharaan tanaman cabai
Bibit yang sudah muncul 3-4 daun lalu di pindahkan ke dalam
polibag. Masing-masing polibag berisi satu bibit cabai. Pemeliharaan
tanaman cabai dengan cara penyiraman setiap 2 kali sehari di pagi dan
sore hari pukul 09.00 dan 15.00 WIB serta pengendalian hama secara
manual. Pemeliharaan tanaman cabai merah selama 35 hari.
4. Penyediaan hama Spodoptera litura
Hama yang digunakan yaitu hama ulat grayak (Spodoptera litura)
instar III. Larva Spodoptera litura didapatkan dari Balai Penelitian
Tanaman dan Pemanis Serat (Balittas) di Malang Jawa Timur, yaitu
ketika larva masih dalam instar I yang kemudian diaklimatisasi selama
±5 hari sampai menjadi larva instar III. Jumlah larva yang digunakan
(68)
5. Pelepasan larva Spodoptera litura
Pelepasan larva Spodoptera litura dilaksanakan pada saat bibit
tanaman cabai berumur 35 hari setelah tanam (HST), karena daun yang
sudah muncul pada tanaman cabai masih muda, permukaan daun yang
muda pada tanaman cabai tidak kasar, halus, dan lunak. Setiap polibag
diberikan sebanyak 5 larva Spodoptera litura untuk masing-masing
polibag dengan 5 perlakuan dosis dengan 5 kali ulangan, yaitu
konsentrasi dosis 0%, 17,5%, 20%, 22,5% dan menggunakan pestisida
sintetis sebagai pembanding yaitu pestisida sintetis dursban dengan
konsentrasi 0,5 ml yang dilarutkan dalam 200 ml air. Penginfeksian larva
Spodoptera litura dilaksanakan pada hari selasa, 31 Januari 2017 pukul
18.30 di Green house kebun biologi FMIPA UNY.
6. Pembuatan Ekstrak Batang Mimba(Azadirachta indica A. Juss)
Ekstraksi adalah penyaringan zat berkhasiat atau zat aktif dari
bagian tanaman, tujuan ekstraksi adalah menarik komponen kimia yang
terdapat didalam tanaman berdasarkan prinsip perpindahan masa
komponen zat ke dalam suatu pelarut (Harbone, 1987:211).
Batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) segar ditimbang
sebanyak 100 gram, kemudian dihaluskan dengan cara ditumbuk dan
diblender serta dilarutkan dalam 200 ml air dan ditambahkan dengan
alkohol 90% sebanyak 1 ml, fungsi dari alkohol 90% yaitu untuk
melarutkan semua senyawa yang ada pada batang mimba, kemudian
(1)
102
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
mortalitas Based on Mean 1.122 4 20 .374
Based on Median .556 4 20 .697
Based on Median and
with adjusted df .556 4 14.400 .698
Based on trimmed mean 1.140 4 20 .367
Uji ANOVA
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum
Dosis Lower Bound Upper Bound
0% 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
17,5% 5 3.6000 .54772 .24495 2.9199 4.2801 3.00 4.00
20% 5 4.4000 .54772 .24495 3.7199 5.0801 4.00 5.00
22% 5 5.0000 .00000 .00000 5.0000 5.0000 5.00 5.00
Pestisida
sintetis 5 5.0000 .00000 .00000 5.0000 5.0000 5.00 5.00 Total 25 3.6000 1.93649 .38730 2.8007 4.3993 .00 5.00
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 87.600 4 21.900 182.500 .000
Within Groups 2.400 20 .120
Total 90.000 24
Dosis N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
0% 5 .0000
17,5% 5 3.6000
20% 5 4.4000
22,5% 5 5.0000
Pestisida sintetis 5 5.0000
(2)
103
Dosis N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
0% 5 .0000
17,5% 5 3.6000
20% 5 4.4000
22,5% 5 5.0000
Pestisida sintetis 5 5.0000
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Grafik 1. Mortalitas Larva
Spodoptera litura
0%
72%
88%
100% 100%
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%
0% 17,5% 20% 22,5% Pestisida
sintetis
(3)
104
b.
Hasil SPSS Pengamatan Larva Spodoptera litura menjadi Pupa
Uji Normalitas
Dosis
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pupa 0% 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
17,5% 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
20% 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
22,5% 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Pestisida
sintetis 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Dosis
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pupa 0% .376 5 .020 .739 5 .023
17,5% .300 5 .161 .883 5 .325
20% .231 5 .200* .881 5 .314
22,5% .231 5 .200* .881 5 .314
Pestisida
sintetis .473 5 .001 .552 5 .000
Uji Homogenitas
Dosis
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pupa 0% 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
17,5% 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
20% 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
22,5% 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Pestisida
(4)
105
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
pupa Based on Mean 2.007 4 20 .132
Based on Median .921 4 20 .471
Based on Median and
with adjusted df .921 4 7.600 .499
Based on trimmed mean 1.591 4 20 .215
Uji ANOVA
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum
Dosis Lower Bound Upper Bound
0% 5 25.0000 .00000 .00000 25.0000 25.0000 25.00 25.00
17,5% 5 1.4000 .54772 .24495 .7199 2.0801 1.00 2.00
20% 5 .6000 .54772 .24495 -.0801 1.2801 .00 1.00
22,5% 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Pestisida
sintetis 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
Total 25 5.4000 10.02081 2.00416 1.2636 9.5364 .00 25.00
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 2407.600 4 601.900 5.016E3 .000
Within Groups 2.400 20 .120
(5)
106
Dosis N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Pestisida sintetis 5 .0000
22,5% 5 .0000
20% 5 .6000
17,5% 5 1.4000
0% 5 25.0000
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Grafik 2. Persentase larva
Spodoptera litura
menjadi Pupa
c.
Hasil SPSS Berat Basah Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum (L.))
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum
Dosis Lower Bound Upper Bound
0% 5 20.0000 .00000 .00000 20.0000 20.0000 20.00 20.00
17,5% 5 19.0000 2.23607 1.00000 16.2236 21.7764 15.00 20.00 20% 5 18.0000 2.73861 1.22474 14.5996 21.4004 15.00 20.00 22,5% 5 17.0000 2.73861 1.22474 13.5996 20.4004 15.00 20.00 Pestisida
sintetis 5 18.0000 2.73861 1.22474 14.5996 21.4004 15.00 20.00 Total 25 18.4000 2.38048 .47610 17.4174 19.3826 15.00 20.00
100%
28%
12%
0% 0%
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%
0% 17,5% 20% 22,5% Pestisida
sintetis
(6)
107
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Between Groups 26.000 4 6.500 1.182 .349
Within Groups 110.000 20 5.500
Total 136.000 24
Dosis N
Subset for alpha = 0.05
1
0% 5 17.0000
17,5% 5 18.0000
20% 5 18.0000
22,5% 5 19.0000
Pestisida
sintetis 5 20.0000
Sig. .083
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.