Kelembagaan Penyediaan Input KERAGAAN DAN KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS USAHATANI PADI SEHAT

Gapoktan. Koperasi Gapoktan belum bisa menjangkau semua kelompok tani diluar desa Ciburuy, apalagi yang berada di luar kecamatan Cigombong, seperti di kelompok tani Maju Jaya dan Tunas Mekar, penyediaan dan penyaluran pupuk dikoordinir langsung oleh ketua kelompok yang barangnya diperoleh dari toko penyedia saprotan terdekat. Harga yang diperoleh petani relatif sama untuk semua jenis pupuk dari jalur tersebut. Kelembagaan yang terlibat dalam penyediaan pupuk kimia di atas kelembagaan koperasi Gapoktan, pedagang pengecer ataupun ketua kelompok tani adalah kelembagaan toko penyalur, kelembagaan distributor atau pedagang besar baru kemudian kelembagaan pabrik pupuk. Dapat dilihat bahwa kelembagaan penyalur langsung pupuk kimia kepada petani minimal berada pada tingkat ke empat dari rantai kelembagaan yang ada. Hal itu berarti bahwa pada subsistem penyediaan input berupa pupuk kimia masih tergantung, dari sisi supply dan harganya, kepada empat tingkat dari rantai penyediaan yang ada. Gambar 5. Rantai Kelembagaan Penyediaan Pupuk Kimia Bagi Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat KETUA KT PENYALUR DISTRIBUTOR PABRIK PUPUK KOP. GAPOKTAN PENGECER P E T A N I Adapun dalam penyediaan benih padi, petani relatif lebih mandiri karena didukung oleh keberadaan koperasi Gapoktan sebagai penyalur dan produsen benih bersertifikat pengembangan dari LPS. Sehingga harga dan ketersediaannya pun terjangkau dan terjamin. Bahkan kelompok tani Tunas Mekar mampu menyediakan sendiri benih unggul dengan melakukan peranakan sendiri dari benih unggul varietas Situbagendit yang semula berasal dari bantuan LPS. Produksi input lain berupa pupuk kompos, pestisida nabati dan produk input organik lainnya di tangani oleh devisi tersendiri. Beberapa dari hasilnya sudah dipasarkan ke masyarakat umum melalui devisi pemasarannya. Adapun yang terkait dengan kebutuhan petani binaannya terhadap produk tersebut, LPS melalui devisi pendampingannya telah berhasil mengajarkan proses pembuatan beberapa input yang dianggap penting bagi petani. Sehingga untuk kebutuhan pupuk organik dan pestisida nabati sudah dapat dibuat sendiri atau kolektif dalam kelompok tani masing-masing.

6.3. Penerapan Teknologi Petani Dan Kelembagaan Di Tingkat Petani

Kelembagaan di tingkat petani yang eksis di pedesaan Jawa Barat terbatas pada kelembagaan yang menangani pengaturan air irigasi, yaitu kelembagaan P3A Mitra Cai. Sedangkan kelembagaan kelompok tani ada yang aktif dan ada yang sudah tidak aktif lagi. Dinamika kelompok terbatas pada media transfer teknologi, membantu dalam pengaturan air irigasi, melakukan pengolahan tanah dengan traktor dengan cara terkoordinir, dan membantu serta turut menagnani program- program pembangunan pertanian di desanya Saptana, et.al., 2003. Program P3S yang dilaksanakan oleh LPS telah berhasil memperluas peran kelompok tani yang semula statis atau bahkan tidak ada, seperti hasil kajian Saptana, et.al. 2003. Selain apa yang telah dijelaskan di atas, hasil kajian di tempat penelitian menunjukkan peran kelompok tani yang cukup besar dalam mendukung para petani anggotanya dalam memperoleh akses terhadap permodalan dan lahan, serta mempermudah distribusi saprotan yang dilakukan secara terkoordinir. Kelompok tani juga menjadi wadah yang efektif bagi para petani dalam memecahkan masalah bersama serta dalam berkomunikasi dengan pihak luar terutama dengan LPS. Seperti yang dilakukan oleh kelompok tani Tunas Mekar yang memotong sebagian penghasilan anggota kelompoknya untuk membantu pengembalian modal anggota kelompok lain yang gagal panen akibat gangguan alam. Bahkan kelompok tani peserta program P3S, LPS di Desa Muara Jaya dan Ciderum, Kecamatan Caringin, telah mampu mengelola permodalan bersama secara baik. Hal itu ditunjukkan dengan kemampuan mereka memanajemen “tabungan tani” dari anggotanya dalam satu tahun, sehingga jatah tabungan untuk sewa lahan mereka mengalami surplus dan dapakai untuk menambah lahan sewaan yang kemudian diberikan kepada petani lain yang belum memiliki lahan garapan. Hal itu menunjukkan prestasi kelembagaan kelompok tani tersebut dalam mewujudkan masyarakat komonitas dengan mengutamakan hubungan personal pada pola ekonomi partikularistik. Yaitu lebih melihat manusia dengan hubungan sosialnnya daripada barang, jasa atau uangnya gemeinschaft. Sementara itu, kelembagaan tenaga kerja yang berlangsung di lokasi penelitian adalah kelembagaan upahan harian dan borongan. Upahan untuk tenaga kerja tambahan pengolahan lahan, penanaman dan penyiangan. Sedangkan sistem borongan berlaku untuk pemanenan dan khusus di kelompok tani Tunas Mekar