Analisis kinerja kelembagaan agribisnis dan efisiensi teknik usahatani padi (kasus petani binaan lembaga pertanian sehat, kabupaten Bogor, Jawa Barat)

(1)

DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

(Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat)

Oleh : Amir Mutaqin

A08400033

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS

DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

(Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat)

Oleh : Amir Mutaqin

A08400033

SKRIPSI

Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(3)

RINGKASAN

AMIR MUTAQIN. Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat).Dibawah Bimbingan EKA INTAN KUMALA P. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji upaya mewujudkan metode alternatif dalam budidaya pertanian. Sehingga biaya yang dikeluarkan oleh petani bisa ditekan dengan hasil yang tetap optimal. Salah satu alternatif yang mulai dicoba saat ini adalah memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di alam, yang bisa diolah sendiri oleh petani, menjadi pupuk atau pestisida alami atau yang pepuler dengan istilah pertanian organik. Selain biayanya murah, kualitas produk yang dihasilkan tetap terjaga bahkan memiliki keunggulan terbebas dari bahan kimia.

Lembaga Pertanian Sehat (LPS) adalah salah satu lembaga pemberdayaan petani yang berupaya mengembangkan teknologi ramah lingkungan dan membangun kelembagaan agribisnis yang mendukung petani binaannya. Permasalahan yang muncul dari upaya tersebut adalah sejauh mana kelembagaan tersebut telah mendukung aktivitas usahatani petani kecil, apakah petani sudah mampu menyerap masukan-masukan teknologi yang diupayakan untuk menggantikan teknik budidaya konvensional, dan apakah teknik usahatani petani sudah efisien ?

Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk (1) Mengkaji keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis padi sehat pada petani binaan LPS. (2) Mengkaji aplikasi teknologi yang dilakukan di tingkat petani binaan LPS. (3) Menganalisis efisiensi teknik dari proses produksi usahatani padi sehat petani binaan LPS.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif untuk tujuan pertama dan kedua dan metode kuantitatif untuk menganalisis tingkat efisiensi teknik dengan program Front.41. Data yang dipakai berupa data sekunder dari laporan LPS dan literatur lain serta data primer yang didapat dari hasil wawancara. Unit analisis dari penelitian ini adalah LPS, kelompok tani dan petani binaan LPS di Kabupaten Bogor yang dipilih secara purposive dan proporsional.

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah keragaan dari kelembagaan agribisnis yang dibangun oleh LPS telah memenuhi kelengkapan sistem agribisnis


(4)

yang terdiri dari, (1) subsistem agribisnis hulu, yakni seluruh proses yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer ; (2) subsistem agribisnis budidaya/usahatani yakni kegiatan produksi untuk menghasilkan komoditas pertanian primer; (3) subsistem agribisnis hilir, yakni mengolah produk primer menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya; dan (4) subsistem jasa penunjang, yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga subsistem di atas seperti infrastruktur, transportasi, perkreditan, penelitian dan pengembangan, pendidikan pelatihan, dan lain-lain.

Akan tetapi, apabila dilihat dari kepentingan petani, subsistem hulu dan hilir masih kurang mendukung. Hal itu dikarenakan pertama, dari sisi hulu, petani masih menjadikan pupuk kimia menjadi input utama. Sementara itu produksi dan distribusi pupuk kimia secara umum dilakukan dan dikendalikan oleh pihak luar. Keberadaan koperasi Gapoktan ataupun peran ketua kelompok tani baru sekedar pengecer yang tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan supply barang dan harganya. Kedua, dari sisi hilir, pengolahan produk primer menjadi produk olahan berupa beras SAE masih terbatas bagi beberapa kelompok di kecamatan Cigombong saja. Sementara hasil panen sebagian besar kelompok di luar Kecamatan Cigombong, sebanyak delapan kelompok, dijual ke penggilingan dalam bentuk GKP, selain untuk kebutuhan sendiri.

Ada kesamaan pemahaman antar kelompok tani tentang usaha penerapan teknologi baru yang tepat seperti yang diajarkan oleh LPS seperti dalam pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaannya. Namun dalam praktiknya terjadi perbedaan antar kelompok tani binaan terutama dalam penanaman, baik dalam jarak tanam, jenis varietas ataupun jumlah bibit per lubangnya; dan dalam pemupukan, berbeda dalam jumlah dosis dan jenis pupuk yang dipakai.

Efisiensi teknik petani binaan LPS tergolong tinggi, dengan rata-rata 80 persen, dan sebarannya berbeda-beda antar kelompok tani. Kelompok tani dengan kinerja bagus menunjukkan selang tingkat efisiensi anggotanya relatif kecil. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh kelompok tani yang menentukan tingkat efisiensi teknik petani anggotanya. Pada beberapa kelompok tani, dinamika kelompok mulai menurun dan hal itu berpengaruh nyata pada tingkat produksi dan efisiensi teknik rata-rata kelompok.


(5)

Judul : Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Nama : Amir Mutaqin

NRP : A08400033

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala P., MS NIP 131 918 659

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP 131 124 019


(6)

Tanggal Kelulusan :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL : ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (KASUS PETANI BINAAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT) ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN DALAM BENTUK

APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER

INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, 1 April 2008

Amir Mutaqin A08400033


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 16 April 1982 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Asrori dan siti Munawaroh. Pendidikan formal ditempuh dari SDN Soborejo 2 (1988-1994), kemudian melanjutkan ke MTsN SMPN 2 Pringsurat (1994-1997) dan SMUN 2 Temanggung (1997-2000).

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2000. Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti, Lembaga Studi Islam Fakultas Pertanian, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa dan organisasi ekstra kampus Gerakan Mahasiswa Pembebasan.

Perkuliahan diselesaikan penulis pada semester delapan dan dinyatakan lulus dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada bulan Maret 2008 oleh Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dengan judul skripsi ‘Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)’.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah milik Allah SWT semata. Dialah yang telah mengutus Rasulullah SAW dengan membawa Islam sebagai satu-satunya Dien yang diridhoi-Nya. Semoga rahmat dan salam tetap Dia limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi, keluarganya, sahabatnya, orang-orang yang memperjuangkan risalah-Nya.

Skripsi ini berjudul Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Penelitian ini ditujukan untuk (1) Mengkaji keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis padi pada petani binaan LPS. (2) Mengkaji aplikasi teknologi yang dilakukan di tingkat petani binaan LPS. (3) Menganalisis efisiensi teknik dari proses produksi usahatani padi petani binaan LPS.

Penulis menyadari selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, baik institusi maupun pihak lain yang terkait secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati serta rasa hormat yang teramat dalam, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan.

Akhirnya dengan sangat terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menambah perbendaharaan dan perbaikan terhadap tulisan ini, karena tulisan ini hanyalah karya manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap semoga tulisan sederhana ini bermanfaat.

Bogor, April 2008


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas petunjuk, pertolongan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala P., MS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Dr. Ir. Isang Gonarsyah sebagai Dosen Pembimbing Skripsi pertama atas pelajaran yang dapat penulis ambil dari proses skripsi selama ini.

3. Ir. Sutara H, M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing Akademik

4. A. Faroby Faletehan, SP, ME dan Etriya, SP, MM selaku dosen penguji utama dan penguji dari komdik dalam sidang skripsi.

5. Staf sekretariat EPS, terutama Mba Pini Wijayanti, SP dan Pak Basir S, terima kasih atas bantuan dan kebaikannya.

6. Bapak Ir. Syamsudin. M.Si, Bapak Casdimin, SP dan semua staff Lembaga Pertanian Sehat yang telah memberikan kesempatan, bantuan dan fasilitas kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Para ketua dan anggota Kelompok Tani Sehat yang telah bersedia memberi informasi kepada penulis sebagai bahan penelitian ini.

8. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Nenek, Adik, Mertua dan semuanya yang tidak pernah membuat penulis merasa pesimis menghadapi semua permasalahan yang ada

9. Istriku Rika Rizkawati dan Si kecil ’Wadon Ayu Sholehah’ Imtiyazah Labiqoh yang telah menjadi motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman sehidup, Harun, Dimin, Aji, Mas AWW, Mas Aris, Asep, Mas Elvin, Mas Chusnul, Mas Hasan, Jamil, El Jundi, Ihsan, Samsul, Dwi C. Rikza, Renato&Kafi, anak NC, MJ, BS, eks Annur, Arroya dll. Terima kasih atas semua bantuan, semangat dan kebersamaan selama ini.

11.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(10)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN Halaman

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelembagaan ... 9

2.1.1. Definisi Kelembagaan ... 9

2.1.2. Manfaat Kelembagaan ... 10

2.1.3. Kapasitas dan Kinerja Kelembagaan ... 13

2.2. Usahatani ... 14

2.3. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Teori Produksi ... 16

2.4. Tinjauan Mengenai Pertanian Organik ... 17

2.5. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 20

III. KERANGKA ANALISIS 3.1. Kerangka Teoritis ... 24

3.1.1. Konsep Kelembagaan ... 24

3.1.2. Konsep Agribisnis ... 26

3.1.3. Efisiensi Teknik ... 27

3.2. Kerangka Operasional ... 29

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.2. Pemilihan Sampel ... 32

4.3. Pengumpulan Data ... 32

4.4. Pengolahan Data ... 33

4.5. Metode Analisis Data ... 33

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Republika ... 37


(11)

DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

(Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat)

Oleh : Amir Mutaqin

A08400033

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS

DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

(Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat)

Oleh : Amir Mutaqin

A08400033

SKRIPSI

Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(13)

RINGKASAN

AMIR MUTAQIN. Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat).Dibawah Bimbingan EKA INTAN KUMALA P. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji upaya mewujudkan metode alternatif dalam budidaya pertanian. Sehingga biaya yang dikeluarkan oleh petani bisa ditekan dengan hasil yang tetap optimal. Salah satu alternatif yang mulai dicoba saat ini adalah memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di alam, yang bisa diolah sendiri oleh petani, menjadi pupuk atau pestisida alami atau yang pepuler dengan istilah pertanian organik. Selain biayanya murah, kualitas produk yang dihasilkan tetap terjaga bahkan memiliki keunggulan terbebas dari bahan kimia.

Lembaga Pertanian Sehat (LPS) adalah salah satu lembaga pemberdayaan petani yang berupaya mengembangkan teknologi ramah lingkungan dan membangun kelembagaan agribisnis yang mendukung petani binaannya. Permasalahan yang muncul dari upaya tersebut adalah sejauh mana kelembagaan tersebut telah mendukung aktivitas usahatani petani kecil, apakah petani sudah mampu menyerap masukan-masukan teknologi yang diupayakan untuk menggantikan teknik budidaya konvensional, dan apakah teknik usahatani petani sudah efisien ?

Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk (1) Mengkaji keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis padi sehat pada petani binaan LPS. (2) Mengkaji aplikasi teknologi yang dilakukan di tingkat petani binaan LPS. (3) Menganalisis efisiensi teknik dari proses produksi usahatani padi sehat petani binaan LPS.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif untuk tujuan pertama dan kedua dan metode kuantitatif untuk menganalisis tingkat efisiensi teknik dengan program Front.41. Data yang dipakai berupa data sekunder dari laporan LPS dan literatur lain serta data primer yang didapat dari hasil wawancara. Unit analisis dari penelitian ini adalah LPS, kelompok tani dan petani binaan LPS di Kabupaten Bogor yang dipilih secara purposive dan proporsional.

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah keragaan dari kelembagaan agribisnis yang dibangun oleh LPS telah memenuhi kelengkapan sistem agribisnis


(14)

yang terdiri dari, (1) subsistem agribisnis hulu, yakni seluruh proses yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer ; (2) subsistem agribisnis budidaya/usahatani yakni kegiatan produksi untuk menghasilkan komoditas pertanian primer; (3) subsistem agribisnis hilir, yakni mengolah produk primer menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya; dan (4) subsistem jasa penunjang, yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga subsistem di atas seperti infrastruktur, transportasi, perkreditan, penelitian dan pengembangan, pendidikan pelatihan, dan lain-lain.

Akan tetapi, apabila dilihat dari kepentingan petani, subsistem hulu dan hilir masih kurang mendukung. Hal itu dikarenakan pertama, dari sisi hulu, petani masih menjadikan pupuk kimia menjadi input utama. Sementara itu produksi dan distribusi pupuk kimia secara umum dilakukan dan dikendalikan oleh pihak luar. Keberadaan koperasi Gapoktan ataupun peran ketua kelompok tani baru sekedar pengecer yang tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan supply barang dan harganya. Kedua, dari sisi hilir, pengolahan produk primer menjadi produk olahan berupa beras SAE masih terbatas bagi beberapa kelompok di kecamatan Cigombong saja. Sementara hasil panen sebagian besar kelompok di luar Kecamatan Cigombong, sebanyak delapan kelompok, dijual ke penggilingan dalam bentuk GKP, selain untuk kebutuhan sendiri.

Ada kesamaan pemahaman antar kelompok tani tentang usaha penerapan teknologi baru yang tepat seperti yang diajarkan oleh LPS seperti dalam pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaannya. Namun dalam praktiknya terjadi perbedaan antar kelompok tani binaan terutama dalam penanaman, baik dalam jarak tanam, jenis varietas ataupun jumlah bibit per lubangnya; dan dalam pemupukan, berbeda dalam jumlah dosis dan jenis pupuk yang dipakai.

Efisiensi teknik petani binaan LPS tergolong tinggi, dengan rata-rata 80 persen, dan sebarannya berbeda-beda antar kelompok tani. Kelompok tani dengan kinerja bagus menunjukkan selang tingkat efisiensi anggotanya relatif kecil. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh kelompok tani yang menentukan tingkat efisiensi teknik petani anggotanya. Pada beberapa kelompok tani, dinamika kelompok mulai menurun dan hal itu berpengaruh nyata pada tingkat produksi dan efisiensi teknik rata-rata kelompok.


(15)

Judul : Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Nama : Amir Mutaqin

NRP : A08400033

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala P., MS NIP 131 918 659

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP 131 124 019


(16)

Tanggal Kelulusan :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL : ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (KASUS PETANI BINAAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT) ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN DALAM BENTUK

APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER

INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, 1 April 2008

Amir Mutaqin A08400033


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 16 April 1982 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Asrori dan siti Munawaroh. Pendidikan formal ditempuh dari SDN Soborejo 2 (1988-1994), kemudian melanjutkan ke MTsN SMPN 2 Pringsurat (1994-1997) dan SMUN 2 Temanggung (1997-2000).

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2000. Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti, Lembaga Studi Islam Fakultas Pertanian, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa dan organisasi ekstra kampus Gerakan Mahasiswa Pembebasan.

Perkuliahan diselesaikan penulis pada semester delapan dan dinyatakan lulus dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada bulan Maret 2008 oleh Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dengan judul skripsi ‘Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)’.


(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah milik Allah SWT semata. Dialah yang telah mengutus Rasulullah SAW dengan membawa Islam sebagai satu-satunya Dien yang diridhoi-Nya. Semoga rahmat dan salam tetap Dia limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi, keluarganya, sahabatnya, orang-orang yang memperjuangkan risalah-Nya.

Skripsi ini berjudul Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi Teknik Usahatani Padi (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Penelitian ini ditujukan untuk (1) Mengkaji keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis padi pada petani binaan LPS. (2) Mengkaji aplikasi teknologi yang dilakukan di tingkat petani binaan LPS. (3) Menganalisis efisiensi teknik dari proses produksi usahatani padi petani binaan LPS.

Penulis menyadari selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, baik institusi maupun pihak lain yang terkait secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati serta rasa hormat yang teramat dalam, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan.

Akhirnya dengan sangat terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menambah perbendaharaan dan perbaikan terhadap tulisan ini, karena tulisan ini hanyalah karya manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap semoga tulisan sederhana ini bermanfaat.

Bogor, April 2008


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas petunjuk, pertolongan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala P., MS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Dr. Ir. Isang Gonarsyah sebagai Dosen Pembimbing Skripsi pertama atas pelajaran yang dapat penulis ambil dari proses skripsi selama ini.

3. Ir. Sutara H, M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing Akademik

4. A. Faroby Faletehan, SP, ME dan Etriya, SP, MM selaku dosen penguji utama dan penguji dari komdik dalam sidang skripsi.

5. Staf sekretariat EPS, terutama Mba Pini Wijayanti, SP dan Pak Basir S, terima kasih atas bantuan dan kebaikannya.

6. Bapak Ir. Syamsudin. M.Si, Bapak Casdimin, SP dan semua staff Lembaga Pertanian Sehat yang telah memberikan kesempatan, bantuan dan fasilitas kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Para ketua dan anggota Kelompok Tani Sehat yang telah bersedia memberi informasi kepada penulis sebagai bahan penelitian ini.

8. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Nenek, Adik, Mertua dan semuanya yang tidak pernah membuat penulis merasa pesimis menghadapi semua permasalahan yang ada

9. Istriku Rika Rizkawati dan Si kecil ’Wadon Ayu Sholehah’ Imtiyazah Labiqoh yang telah menjadi motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman sehidup, Harun, Dimin, Aji, Mas AWW, Mas Aris, Asep, Mas Elvin, Mas Chusnul, Mas Hasan, Jamil, El Jundi, Ihsan, Samsul, Dwi C. Rikza, Renato&Kafi, anak NC, MJ, BS, eks Annur, Arroya dll. Terima kasih atas semua bantuan, semangat dan kebersamaan selama ini.

11.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(20)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN Halaman

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelembagaan ... 9

2.1.1. Definisi Kelembagaan ... 9

2.1.2. Manfaat Kelembagaan ... 10

2.1.3. Kapasitas dan Kinerja Kelembagaan ... 13

2.2. Usahatani ... 14

2.3. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Teori Produksi ... 16

2.4. Tinjauan Mengenai Pertanian Organik ... 17

2.5. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 20

III. KERANGKA ANALISIS 3.1. Kerangka Teoritis ... 24

3.1.1. Konsep Kelembagaan ... 24

3.1.2. Konsep Agribisnis ... 26

3.1.3. Efisiensi Teknik ... 27

3.2. Kerangka Operasional ... 29

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.2. Pemilihan Sampel ... 32

4.3. Pengumpulan Data ... 32

4.4. Pengolahan Data ... 33

4.5. Metode Analisis Data ... 33

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Republika ... 37


(21)

5.1.2. Aktivitas Lembaga ... 38

5.1.3. Produk Lembaga Pertanian Sehat ... 41

5.2. Program Pemberdayaan Petani Sehat (P3S) ... 43

5.2.1. Tujuan Program... 43

5.2.2. Komponen Program ... 43

5.2.3. Wilayah Kerja P3S... 44

5.3. Pemberdayaan Agribisnis Padi Kabupaten Bogor ... 45

5.3.1. Deskripsi Lokasi ... 45

5.3.2. Program-Program Pemberdayaan di Kab. Bogor... 47

VI. KERAGAAN DAN KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS USAHATANI PADI 6.1. Kelembagaan Permodalan dan ... 52

6.2. Kelembagaan Penyediaan Input ... 55

6.3. Penerapan Teknologi Petani dan Kelembagaan di tingkat Petani... 57

6.4. Pemanenan dan Kelembagaan Borongan Panen... 65

6.5. Kegiatan Penanganan Pasca Panen dan Kelembagaan Pengolahan ... 67

6.6. Kelembagaan Pemasaran dan Distribusi... 69

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK 7.1. Analisis Fungsi Produksi ... 70

7.2. Analisis Efisiensi Teknik ... 74

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ... 79

8.2. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA... 81


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel.1. Kandungan Zat Gizi Beras Organik Per 100 Gram ... 3 Tabel 2. Pemakaian Input Pupuk dan Pestisida Sampel Anggota Kelompok

Tani Binaan Lembaga Pertanian Sehat. ... 5 Tabel 3. Kegiatan Penanganan Pasca Panen di Kelompok Tani Binaan

Lembaga Pertanian Sehat... 6 Tabel 4. Enam Bidang Kegiatan Pokok Lembaga Pertanian Sehat ... 39 Tabel 5. Produk Unggulan Lembaga Pertanian Sehat ... 42 Tabel 6. Data Kelompok Tani Peserta Program Pemberdayaan Petani Sehat

Cluster Kabupaten Bogor... 46 Tabel 7. Data Sebaran Luasan Lahan Garapan Kelompok Tani

Program Pemberdayaan Petani Sehat, Cluster Kabupaten Bogor. 47 Tabel 8. Subsidi Dan Upah Tenaga Kerja Langsung... 48 Tabel 9. Silabus Umum Materi Pembinaan Petani Sehat 2006 ... 49 Tabel 10. Pengelolaan Modal Petani Melalui Sistem Tabungan Tani ... 55 Tabel 11. Teknologi Pembenihan yang Diterapkan di Setiap

Kelompok Tani... 60 Tabel 12. Teknologi Pengolahan Lahan yang Diterapkan di Setiap

Kelompok Tani... 64 Tabel 13. Dosis Rata-Rata Pemakaian Pupuk dan Pestisida Nabati

Kelompok Tani... 65 Tabel 14. Perlakuan dan Sistem Pemanenan yang Dilaksanakan Petani ... 66 Tabel 15. Hasil Estimasi Untuk Parameter Fungsi Produksi ... 70 Tabel 16. Deskripsi Statistik Efisiensi Teknik Petani anggota


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Keterkaitan Sistem Agribisnis... 27 Gambar 2. Kerangka Operasional PenelitIan... 31 Gambar 3. StruKtur Organisasi Lembaga Pertanian Sehat... 41 Gambar 4. Peta Lokasi Program Pemberdayaan Petani Sehat Cluster

Kabupaten Bogor, Jawa Barat... 46 Gambar 5. Rantai Kelembagaan Penyediaan Pupuk Kimia Bagi Petani

Binaan Lembaga Pertanian Sehat... 56 Gambar 6. Tingkat Efisiensi Teknik Masing-Masing Petani Binaan LPS... 75 Gambar 7. Distribusi Tingkat Efisiensi Teknik Pada Usahatani Padi Sehat

Petani Binaan LPS ... 76 Gambar 8. Perbandingan Rata-Rata Tingkat Efisiensi Teknik Dan Rata-Rata


(24)

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian bagi Indonesia adalah sektor yang sangat penting dan berpengaruh, baik secara ekonomi, sosial, bahkan politik. Hal itu terkait pada penyediaan kebutuhan pangan pokok, terutama pada komoditas padi sebagai komoditas pangan utama. Hampir seluruh penduduk negeri ini tergantung pada padi sebagai makanan pokoknya. Padi menjadi komoditas yang sangat strategis dari beberapa aspek. Oleh karena itu, kapasitas produksi padi nasional menjadi salah satu permasalahan yang menonjol.

Upaya untuk meningkatkan produksi padi dapat ditempuh dengan dua pendekatan, yaitu : ekstensifikasi dengan membuka lahan sawah baru di daerah-daerah tertentu, terutama luar Jawa; dan intensifikasi, berupa kebijakan dan cara-cara tertentu untuk meningkatkan produktivitas lahan yang sudah ada. Dalam upaya intensifikasi pertanian, revolusi hijau adalah terobosan yang sangat fenomenal dan berpengaruh sangat besar.

Revolusi hijau telah mengubah pertanian tradisional menjadi pertanian modern yang serba instan dan mekanik. Mulai dari rekayasa genetis pada benih, penggunaan bahan-bahan kimia sintetis, sampai mekanisasi pertanian dan industri pasca panen, yang berpacu mengejar produksi maksimum sebagai tuntutan terhadap kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat.

Konsep revolusi hijau di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimbingan Massal adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya


(26)

swasembada beras. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disebut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil produksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil mengantarkan Indonesia pada swasembada beras.

Intensifikasi pertanian dengan input besar-besaran berupa bahan kimiawi, secara langsung atau tidak langsung, akan mempengaruhi lingkungan. Menurut Wijonarko (1998), pengaruh itu bisa berupa : Pertama, perubahan sumber daya alami berupa : kehilangan bahan organik tanah; ketergantungan pada pupuk tambahan khususnya pupuk N, P, dan K; dan pemberian pupuk N yang berlebihan juga berkorelasi positif dengan munculnya hama. Kedua, konsekuensi biologis yaitu dampak terhadap keseimbangan populasi makhluk hidup lain yang ada di dalam sistem tersebut, terutama berkaitan dengan ketersediaan inang atau hubungan antara predator dan mangsanya. Ketiga, interaksi dengan sekitar, karena tanpa pengelolaan yang baik, potensi polusi yang ditimbulkan dari sektor pertanian juga tidak kecil walau tidak sebesar sektor industri.

Secara ekonomi, menurut Setiawan (2005), revolusi hijau telah menciptakan ketergantungan petani yang "permanen" terhadap bibit, pupuk, pestisida, teknologi, kredit, sarana dan input produksi yang serba dari luar. Hal ini tidak memandirikan dan bahkan semakin melemahkan posisi tawar petani di hadapan pihak lain. Pembangunan pertanian Orde Baru malah menyuburkan "proletarisasi" yang mendorong arus urbanisasi serta buruh migran. Akibatnya, petani kian sulit berusaha, susah memenuhi kebutuhan hidup, tidak mampu menyekolahkan anak, tidak menjangkau biaya kesehatan, sulit mendapat rumah


(27)

yang layak, dan seterusnya. Oleh karena itu, menjadi petani dianggap tidak lagi menarik hati, bahkan bagi keturunan petani sekalipun.

Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan metode alternatif dalam budidaya pertanian agar biaya yang dikeluarkan oleh petani bisa ditekan dengan hasil yang tetap optimal. Salah satu alternatif yang mulai dicoba saat ini adalah memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di alam, yang bisa diolah sendiri oleh petani, menjadi pupuk atau pestisida alami atau yang pepuler dengan istilah pertanian organik. Selain biayanya murah, kualitas produk yang dihasilkan tetap terjaga bahkan memiliki keunggulan terbebas dari bahan kimia.

Menurut Laporan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2004) dalam Maryana (2006), beras organik mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh diantaranya kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar air dan kadar abu. Prosentase karbohidrat lebih tinggi daripada kadar protein dan kadar lemak.

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Beras Organik Per 100 Gram

No. Parameter Pengujian Hasil Pemeriksaan

1. Kadar Air 11,7 %

2. Kadar Abu 0,36%

3. Kadar Lemak 0,24%

4. Kadar Karbohidrat 75,99%

5. Kadar Protein 6,27%

Sumber : Dinas Pertanian Kab. Cianjur, 2004 dalam Maryana, 2006

Teknik pertanian organik inipun tidak bisa langsung diadopsi oleh petani. Sehingga untuk mencapai pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, yaitu mengubah pola tanam dan perilaku petani dari konvensional ke sistem bertani sehat, perlu dilakukan pembinaan secara bertahap dan berkesinambungan ke arah pertanian yang minimal berbasis bertani bebas pestisida.


(28)

Perubahan-perubahan secara bertahap dapat dilakukan dengan membimbing dan mengenalkan kepada petani untuk penggunaan sarana produksi yang aman, bijak, berbahan lokal dan harga terjangkau dengan proses bio-teknologi maupun rendah bahan kimia melalui pola pertanian terpadu yang berwawasan ramah lingkungan.

Apabila ditinjau dari sudut pandang yang lebih luas, maka transformasi teknologi tersebut mengharuskan adanya perubahan pula pada sistem agribisnisnya. Atau dengan kata lain, diperlukan adanya kelembagaan agribisnis yang mampu mendukung perubahan teknologi tersebut efisien secara teknis maupun sosial dan ekonomi.

Apa yang dilakukan oleh Lembaga Pertanian Sehat, Dompet Dhuafa Republika (LPS-DDR) menarik untuk dijadikan kajian terkait dengan upayanya untuk menjadi kelembagaan pendukung pengembangan pertanian alternatif. Misi LPS untuk mengembangkan teknologi-teknologi sarana produksi pertanian yang menggunakan bahan baku lokal, murah, sehat dan ramah lingkungan; merakit teknologi sistem pertanian terpadu dan berkelanjutan yang berbasis pada potensi sumberdaya alam lokal dan kompetensi; pemberdayaan petani kecil atau dhuafa; serta penanganan dan pemasaran hasil panen, akan menghasilkan program-program dan dinamika penerapan di lapangan yang dapat dijadikan pembelajaran baru.

1.2 Perumusan Masalah

Aspek teknis budidaya pertanian bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dalam pertanian. Apalagi kalau dihubungkan dengan kondisi sebagian besar petani di negara ini yang merupakan petani kecil yang memiliki masalah multikomplek di lapangan, antara lain : lahan yang terbatas, kesuburan lahan


(29)

menurun, harga saprotan yang tinggi, permodalan terbatas, SDM dan keahlian yang rendah, serta harga panen yang fluktuatif, disamping itu indeks nilai tukar petani (terms of trade) terhadap barang industri dan jasa semakin menurun yang mengindikasikan kehidupan petani semakin tidak sejahtera.

Penyediaan input produksi yang murah dan terjamin jumlahnya menjadi bagian dari kebutuhan petani yang sering terabaikan. Input produksi yang dibutuhkan petani kebanyakan masih ditangani oleh pihak luar yang tidak bisa mentoleransi keterbatasan modal petani karena prinsip yang dikedepankan adalah prinsip ekonomi. Proses usahatani di tingkat petani juga tidak lepas dari permasalahan keterbatasan pemahaman dalam teknik usahatani yang efisien. Selain itu, di sektor penanganan dan pemasaran hasil usahatani, petani belum mampu memberi nilai tambah yang lebih terhadap produknya. Beberapa permasalahan tadi menjadi mata rantai permasalahan yang selama ini dihadapi oleh sebagian besar petani padi. Hal itu memerlukan penanganan yang menyeluruh melalui program-program dalam kerangka yang lebih luas dan sistematis.

Tabel 2. Pemakaian Input Pupuk dan Pestisida Sampel Anggota Kelompok Tani Binaan Lembaga Pertanian Sehat

Kelompok Tani Pemakaian Pupuk

dan Pestisida (%) Silih Asih Manung-gal jaya Lisung Kiwari Harapan Maju Maju Jaya Tunas Mekar

Urea 100 100 100 100 100 100

SP 36 100 100 100 100 100 67

KCl 0 40 0 75 0 100

Phonska 0 0 0 0 100 83

P Organik 100 100 100 100 100 100

Pestisida Kimia 0 0 0 0 0 0

Pestisida Nabati

(PASTI) 17 0 40 75 100 100


(30)

Mengubah sistem, bukan berarti melakukan perubahan secara total teknik dan pola perilaku yang sudah berjalan, namun diharapkan ajakan, bimbingan dan penggunaan teknologi serta saprotan yang aman dan murah mampu diserap dan diaplikasikan oleh pelaku/petani secara bertahap di lapangan. Penanganan masalah – masalah yang dihadapi oleh petani saat ini dan ke depan harus melalui program-program yang menyentuh langsung, berbasis sumber daya lokal bersifat membangun kemandirian, berteknologi mudah dan murah sehingga mudah diadopsi oleh mereka, dan dilaksanakan secara holistik, yaitu mengoptimalkan agrosistem secara produktif dan alami (LPS, 2005).

Mengharapkan perubahan dan perbaikan sistem pertanian secara top down dengan program-program nasional dari pemerintah bisa menjadi sangat lama dan belum tentu sesuai dengan kondisi dan kebutuhan petani yang lebih spesifik. Oleh karena itu, sangat menguntungkan apabila ada inisiatif nyata dari masyarakat untuk mempercepat perubahan tersebut dengan menghadirkan kelembagaan agribisnis yang dibutuhkan dan lebih spesifik.

Tabel 3. Kegiatan Penanganan Pasca Panen di Kelompok Tani Binaan Lembaga Pertanian Sehat

Kelompok Tani

Gabah Yang Dijual ke Penggilingan

Status

Penggilingan Produk Akhir

Silih Asih GKP Mitra LPS Beras SAE

Manunggal Jaya GKP Mitra LPS Beras SAE

Lisung Kiwari GKP Mitra LPS Beras SAE

Harapan Maju GKP Mitra LPS Beras SAE

Maju Jaya GKP Bukan Mitra GKP

Tunas Mekar GKP Mitra Kelompok Beras Curah

Sumber : diolah dari data primer

Dompet Dhuafa Republika, sebagai salah satu lembaga pemberdayaan masyarakat, melalui Lembaga Pertanian Sehat (LPS-DDR)-nya, sejak 1999


(31)

hingga saat ini, telah memulai mengembangkan pertanian organik (sehat) melalui program pengembangan dan penelitian produk sarana pertanian, pengembangan produk ‘beras sehat’, yaitu beras bebas pestisida kimia, dan pembinaan petani melalui Program Pemberdayaan Petani Sehat (P3S) kepada Kelompok Tani Sehat (KTS).

Hasil pengamatan sementara menunjukkan petani binaan LPS masih memakai pupuk kimia sebagai input produksinya. Permasalahan yang kemudian muncul adalah dari mana dan berapa harga yang dibayar petani untuk memperolehnya. Sementara fakta lainnya adalah sebagian kelompok binaan LPS juga masih menjual hasil panennya dalam bentuk produk primer berupa gabah kering panen. Kelembagaan pengolahan dan pemasaran produk ‘padi sehat’ LPS belum mampu menangani semua produksi petani.

Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji hal sebagai berikut :

1. Bagaimana keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis padi sehat pada petani binaan LPS ?

2. Bagaimana aplikasi teknologi yang dilakukan di tingkat petani binaan LPS ?

3. Bagaimanakah efisiensi teknik dari proses produksi usahatani padi sehat petani binaan LPS ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis beberapa hal yang terkait dengan kelembagaan agribisnis padi sehat oleh LPS-DDR, yaitu :

1. Mengkaji keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis padi sehat pada petani binaan LPS


(32)

2. Mengkaji aplikasi teknologi yang dilakukan di tingkat petani binaan LPS 3. Menganalisis efisiensi teknik dari proses produksi usahatani padi sehat

petani binaan LPS

1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dalam upaya mewujudkan sistem alternatif agribisnis padi yang tepat dan arif serta semoga dapat dijadikan masukan bagi perbaikan yang terus lilakukan oleh LPS-DDR untuk mencapai tujuannya. Secara khusus, penelitian ini menjadi pembelajaran dan tambahan informasi bagi penulis tentang dunia pertanian, utamanya intensifikasi pertanian, kelembagaan pertanian dan pertanian organik.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya mencakup ruang lingkup kasus kelembagaan pertanian organik LPS-DDR. Lebih spesifik lagi penelitian ini lebih menitikberatkan kajian kelembagaan agribisnis dan aspek teknik produksi. Penelitian ini tidak mengkaji permasalahan kelembagaan pertanian secara umum ataupun sistem agribisnis secara lebih luas.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelembagaan

2.1.1. Definisi Kelembagaan

Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga (institution) adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga dalam masyarakat ada yang berasal dari adat kebiasaan mereka turun-temurun tetapi ada pula yang baru diciptakan baik dari dalam maupun mengadopsi dari luar.

Kelembagaan ditinjau dari sudut organisasi merupakan sistem organisasi dan kontrol terhadap sumberdaya. Dipandang dari sudut individu, kelembagaan merupakan gugus kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya. Dari dua sudut pandang tersebut, menurut Saptana et.al. (2003), model kelembagaan agribisnis beras yang akan dikembangkan harus ada muatan kolektif melalui organisasi kelompok yang akan mengatur bagaimana kelembagaan tersebut dapat memiliki kontrol dan akses terhadap sumberdaya dalam rangka pengembangan agribisnis beras. Di sisi lain pengembangan agribisnis beras akan berhasil kalau ada insentif individu dalam memasuki bisnis perbesaran. Dari sudut pandang individu, adanya semangat kewirausahaan akan


(34)

menghasilkan daya inovasi dan kreasi tinggi yang diperlukan sebagai energi dalam menghasilkan beras berkualitas sesuai permintaan pasar dan preferensi konsumen.

Kelembagaan dapat berupa adat istiadat, tradisi, aturan-aturan, atau hukum formal yang mengatur hubungan antar individu dalam suatu masyarakat terhadap sumberdaya. Kelembagaan inilah yang mengatur siapa yang boleh berpartisipasi dalam mengambil keputusan, mengatur siapa memperoleh apa dan berapa banyak. Kelembagaan menentukan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Implikasinya adalah kelembagaan inilah yang menentukan distribusi pendapatan dalam suatu masyarakat. Dalam hal peningkatan produksi padi, kelembagaan pasar dan bukan pasar seperti Bimas memegang peranan penting dalam alokasi dan distribusi sumberdaya manfaat.

2.1.2. Manfaat Kelembagaan

Mengingat pentingnya kelembagaan dalam mengatur sumberdaya dan distribusi manfaat, maka unsur kelembagaan ini perlu memperoleh perhatian khusus dalam analisis atau upaya peningkatan potensi desa untuk menunjang pembangunan desa. Dalim (1990) menambahkan bahwa kelembagaan pedesaan ini dapat berupa kelembagaan penguasaan tanah, kelembagaan hubungan kerja dan kelembagaan perkreditan.

Petani dan juga ekonomi desa sangat terbantu oleh kelembagan yang ada karena kelembagaan mengatur saling hubungan antar para pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan kelembagaan pula yang mengatur distribusi dari output tersebut. Interdependensi tersebut misalnya usaha petani dalam memperoleh pendapatan dengan menghasilkan dan meningkatkan produksi


(35)

pertanian. Dia harus berhubungan dan tergantung dengan pemilik lahan garapannya, penyedia input usahataninya, penyalur kredit untuk modalnya, penyuluh yang membina dia bahkan para pedagang yang akan membeli hasil budidayanya.

Beberapa fakta yang diuraikan oleh Dalim (1990) tentang dampak kelembagaan pemilikan tanah menunjukkan adanya perbedaan produktivitas antara status pemilikan tanah sendiri, bagi hasil dan sewa. Faktor kepemilikan tersebut mempengaruhi perilaku petani dalam berbudidaya, yaitu dalam pengalokasian sumberdaya input yang dihubungkan dengan risiko usaha yang akan ditanggung sesuai status kepemilikan tanah. Petani yang menggarap tanah sendiri akan lebih nyaman dan tidak ragu mengalokasikan sumberdaya input untuk tanah mereka sendiri karena risiko kegagalan yang akan mereka tanggung hanyalah kegagalan panen itu sendiri. Begitu pula dalam sistem bagi hasil jangka panjang. Sementara bagi penyewa lahan, mereka harus berpikir lebih panjang untuk mengalokasikan sumberdaya input, karena selain risiko gagal panen mereka juga harus menanggung biaya sewa sebagai tanggungan. Sehigga minimalisasi biaya bisa menjadi pilihan bagi mereka.

Kelompok tani juga menjadi instrumen kelembagaan yang memiliki peran cukup strategis sebagai wadah kerjasama yang berdaya guna. Kelompok tani diharapkan mampu menampilkan dirinya sebagai suatu sistem sosial yang mengintegrasikan berbagai unsur atau komponen fungsional struktural yang diperlukan bagi penyelesaian tugasnya sebagai piranti pengolahan input dari lingkungan menjadi output yang memang harus dihasilkan. Dari pendekatan kesisteman, menurut Dalim (1990), kelompok tani dapat dipandang sebagai suatu


(36)

kesatuan sosial mandiri yang berintegrasi dengan lingkungannya, baik untuk mempertahankan hidupnya maupun untuk menyatakan identitasnya dalam karya-karya (perilaku) yang dilakukannya.

Transaksi tenaga kerja dikatakan sebagai suatu bentuk hubungan kerja apabila ada suatu ketentuan yang mengikat buruh tani untuk bekerja pada seorang pemilik tanah atau pemberi pinjaman dalam waktu yang lama, biasana beberapa musim. Dalam hubungan kerja ini tingkat upah lebih rendah dari upah yang berlaku. Hubungan kerja ini akan semakin berkembang dan tingkat upah yang dibayar akan semain rendah, sejalan dengan makin meningkatnya angka pengangguran dan angka setengah pengangguran, atau sangat terbatasnya kesempatan kerja d luar sektor pertanian, disertai dengan distribusi penguasaan tanah yang timpang serta mobilitas tenaga kerja yang sangat terbatas (Kasryno, 1984).

Dalim (1990) menambahkan dengan adanya hubungan kerja, buruh tani semakin terjamin dengan adanya pekerjaan yang tersedia, dan bagi petani pemberi pekerjaan, merasa terjamin dengan adanya buruh ang dapat dipercayai. Dalam keadaan lapangan kerja yang saangat terbatas, buruh tani didorong untuk bekerja dengan berpestasi, kalau tidak, hubungan kerja ini dapat diputuskan oleh pihak pemberi pekerjaan.

Kelembagaan perkreditan yang membantu petani dalam masalah prmodalan memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Seperti hasil penelitian Hasan dkk. (1979) tentang program intensifikasi padi sawah di Kabupaten Aceh Besar melalui paket kredit Bimas ternyata telah meningkatkan perekonomian petani khususnya dan masyarakat


(37)

pada umumnya baik ditinjau dari segi peningkatan produksi maupun dari segi perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Peningkatan ini masih dapat ditingkatkan lebih jauh lagi apabila semua paket kredit Bimas tersebut digunakan sepenuhnya untuk meningkatkan produksi semata-mata (bukan untuk konsumtif).

Tujuan pertama, yang dicetuskan pertama kali pada saat dimulainya program Bimas 1964, ternyata dapat tercapai, hal ini terbukti dari semakin meningkatnya penggunaan teknologi baru dalam usaha tani dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program Bimas dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan. Pada tahun 1985, kredit Bimas dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) yang kemudian juga mengalami perubahan dan modifikasi lebih lanjut.

Pada hakekatnya program Bimas menggunakan pendekatan pengembangan delivery systems dan receiving systems. Guna memperkuat delivery sistems dibentuklah Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai lembaga penyaluran kredit kepada petani. Adapun pengembangan program Intensifikasi Khusus (Insus) dan Supra Insus, yang merupakan program intensifikasi dengan pendekatan kelompok satu hamparan, dilaksanakan dalam rangka pengembangan receiving systems (Suryana, 2001).

2.1.3. Kapasitas dan Kinerja Kelembagaan

Menurut Mackay et al. (1998) dalam Syahyuti (2004), kapasitas kelembagaan diindikasikan dengan kemampuan kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuannya sendiri. Kemampuan tesebut diukur dari lima aspek, yaitu :


(38)

strategi kepemimpinan yang dipakai (strategic leadership), perencanaan program (program planning), manajemen dan pelaksanaannya (management and execution), alokasi sumberdaya yang dimiliki (resource allocation), dan hubungan dengan pihak luar yaitu terhadap cliens, partners, government policy makers, dan external donors.

Kinerja kelembagaan didefinisikan sebagai kemampuan suatu kelembagaan untuk menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara efisien dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna (Peterson, 2003 dalam Syahyuti, 2004). Ada dua hal untuk menilai kinerja kelembagaan yaitu produknya sendiri berupa jasa atau material, dan faktor manajemen yang membuat produk tersebut bisa dihasilkan.

Lebih jauh Syahyuti (2004) merinci dari Mackay et al. (1998), terdapat tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam memahami kinerja kelembagaan yaitu keefektifan kelembagaan dalam mencapai tujuan-tujuannya, efisiensi penggunaan sumberdaya, dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan para kelompok kepentingan di luarnya. Terkesan disini bahwa kalkulasi ekonomi merupakan prinsip yang menjadi latar belakangnya. untuk keefektifan dan efisiensi misalnya dapat digunakan analisis kuantitatif sederhana misalnya dengan membuat rasio antara perolehan yang seharusnya dengan yang aktual tercapai, serta rasio biaya dengan produktivitas.

2.2 Usahatani

Mosher (1968) dalam Mubyarto (1989) mendefinisikan usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang


(39)

telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah dan sebagainya. Usahatani dapat berupa bercocok tanam atau memelihara ternak.

Berkaitan dengan pendefinisian Mosher di atas dan fakta pertanian di Indonesia, maka menurut penjelasan Mubyarto (1989), ada perbedaan yang amat besar antara keadaan pertanian rakyat (usahatani) dan perkebunan. Tidah hanya dalam luasnya usaha, tetapi juga dalam tujuan produksi dan cara mengusahakannya. Itulah sebabnya dikenal ilmu pengelolaan perkebunan (estate management), di samping ilmu usahatani (farm management). Jadi usahatani tidak dapat diartikan sebagai perusahaan tetapi suatu cara hidup (way of life) dan perkebunan adalah perusahaan.

Petani akan bertindak sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu memperhitungkan antara hasil yang diharapkan diterima pada waktu panen (penerimaan) dengan pengorbanan (biaya) yang harus dikeluarkannya. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi, dan biaya yang dikeluarkannya disebut biaya produksi. Penghitungan yang cermat akan menghasilkan aktivitas usahatani yang bagus atau kita sebut sebagai usahatani yang produktif dan efisien. Usahatani yang produktif berarti usahatani itu produktivitasnya tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efesiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input (Mubyarto, 1989)

Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah gambaran bahwa dalam proses usahatani, petani bertindak sebagai pengelola yang melakukan aktivitas


(40)

manajemen terhadap sumberdaya yang dia kelola. Manajemen yang dilakukan petani tidak harus kompleks dan tertulis tetapi dia akan melakukan perhitungan-perhitungan ekonomi dan keuangan terkait dengan keputusan-keputusan yang akan dia ambil. Keputusan tersebut berkenaan dengan pengalokasian sumberdaya yang dia kelola sebagai faktor produksi untuk mencapai usahatani yang produktif dan efisien. Faktor produksi dalam pertanian yaitu tanah, modal dan tenaga kerja, di samping petani sebagai pengelola atau manajer usahatani.

2.3. Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Teori Produksi Pertanian

Teori produksi secara umum dimulai dengan pemikiran, kita memiliki sejumlah lahan (ruang), manajemen, tenaga kerja dan modal. Pada keadaan atau waktu tertentu, kita dapat menghasilkan sejumlah produk maksimum dari sumberdaya-sumberdaya di atas. Hubungan input dengan output secara teknis ini oleh ahli ekonomi disebut fungsi produksi.

Menurut Mubyarto (1989), fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi dituliskan sebagai :

Y = f (x1, x2 ... xn )

di mana Y = adalah hasil produksi fisik

x1 ... xn = faktor-faktor produksi

Secara konvensional, faktor produksi terdiri dari tanah, tenaga kerja dan modal. Di samping itu, ada yang memasukkan manajemen dan kelembagaan sebagai input yang diperhitungkan dalam fungsi produksi. Pada keadaan tertentu, pengetahuan dan teknologi diasumsikan sebagai faktor spesifik atau dapat diidentifikasikan.


(41)

Ada dua pendekatan teori produksi dalam melakukan usahatani. Pendekatan pertama seperti yang dijelaskan Sukartawi (1987), bahwa dalam melakukan usaha pertanian, pengusaha harus berfikir bagaimana ia harus mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat memperoleh produksi (output) yang maksimal. Dalam ilmu ekonomi, pendekatan ini disebut dengan pendekatan mamaksimumkan keuntungan (profit maximization). Akan tetapi, yang sering terjadi adalah petani menghadapi kendala keterbatasan biaya dalam usahataninya. Sehingga mereka berusaha memaksimalkan hasil produksi dengan memperhatikan kendala biaya produksi yang terbatas. Usaha ini mereka lakukan dengan prisip pendekatan kedua yaitu minimalisasi biaya (cost minimalization). 2.4. Tinjauan Mengenai Pertanian Organik dan Padi Sehat

Definisi Pertanian Organik

Pertanian organik (organic farming) merupakan sistem pertanian yang menjaga keselarasan kegiatan pertanian dengan lingkungan dengan pemanfaatan prose salami secara maksimal. Tidak menggunakan pupuk buatan dan pestisida, tetapi sedapatnya memanfaatkan limbah organik yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian itu sendiri, sehingga sering juga disebut sebagai pertanian daur ulang.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan sintetis (Karama, 2002). Sementara itu Orgnic Farming Reaserch Fundation (OFRF, 2000 dalam Dimyati 2002), merumuskan pertanian organik adalah sebagai berikut : “Organic farming system do not use toxic chemical pesticides or fertilzers. Instead, they are based on the development of biological deversity and the replanishment of soil fertility”.


(42)

Pertanian organik didasarkan pada penggunaan input off-farm secara minimal dan praktek pengelolaan yang mengembalikan, menjaga dan memperkaya keharmonisan ekologis. Pedoman utama untuk produksi organik adalah menggunakan bahan-bahan dan praktik-praktik yang memperkaya keseimbangan ekologis sistem-sistem alamiah dan yang mengintegrasikan bagian-bagian sistem pertanian menjadi sebuah kesatuan ekologis.

Oleh karena itu, menurut Partohardjono (2002), sistem pertanian organik merupakan suatu pendekatan sistem produksi secara menyeluruh yang mendorong keberlanjutan agroekosistem yang meliputi keanekaragaman hayati secara fungsi-fungsi biologis dalam sistem. Dalam sistem pertanian organik dihindari penggunaan bahan-bahan agrokimia sintetis eksternal serta produk rekayasa genetik tanaman secara transgenik. Berangkat dari konsep tersebut sistem ini dikembangkan secara alamiah dengan memahami fungsi-fungsi dan proses biologis yang berlangsung di alam secara biologis.

Prinsip Ekologi Pertanian Organik

Beberapa prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut :

1. Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah

2. Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani


(43)

3. Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim makro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.

4. Membatasi kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan aman

5. Pemanfaatan sumber genetik (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme dangan cara mengkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanaman terpadu

Prinsip di atas dapat diterapkan pada berbagai macam teknologi dan strategi pengembangan. Masing-masing prinsip tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas, keamanan, kemalaran (continuity) dan identitas masing-masing usahatani, tergantung pada kesempatan dan pembatasan faktor lokal (kendala sumberdaya) dan dalam banyak hal sangat tergantung pada permintaan pasar.

Gambaran Umum Komoditas Beras Organik

Beras organik adalah beras yang dihasilkan dari budidaya padi secara organik atau tanpa masukan bahan kimia baik pupuk maupun pestisida. Sehingga beras organik terbebas dari residu pupuk kimia dan pestisida kimia yang membahayakan manusia.

Keunggulan utama beras organik dibanding beras biasa adalah relatif aman untuk dikonsumsi (Andoko, 2002). Selain itu rasa nasi lebih empuk dan pulen. Begitu juga dengan warnanya yang lebih putih serta daya tahan nasi lebih lama dua kali lipat beras biasa yang hanya mampu bertahan 12 jam sebelum kemudian basi.


(44)

Beras Sehat

Persyaratan dan kendala-kendala yang ada di lapangan untuk mencapai kondisi yang ideal dalam pertanian organik bagi sebagian besar petani dirasakan sangat berat. Petani di Indonesia telah mengadopsi pertanian konvensional selama lebih kurang 25 tahun dan sebagian besar lahan pertanian beserta ekosistemnya - khususnya di Pulau Jawa telah terkena pencemaran bahan kimia yang berasal dari pupuk kimia dan pestisida, sebagai akibat dari penggunaan pupuk dan pestisida yang tidak bijaksana dan terus menerus (LPS, 2005).

Beras sehat adalah produk organik antara yang dihasilkan dari usahatani padi dengan mengeliminasi penggunaan pestisida, karena dampak yang ditimbulkan jauh lebih luas dan lebih berbahaya dibandingkan pupuk kimia yang dampaknya tidak secara langsung kepada pemakai. Sehingga diharapkan bahan pangan yang dihasilkan oleh petani secara pelan-pelan akan mulai bebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi serta memiliki nilai tambah.

2.5 Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang akan dilakukan kali ini adalah dalam ruang lingkup pertanian padi sehat, yang dapat disetarakan dengan pertanian organik, dan tentang masukan teknologi baru pada kegiatan usahatani. Untuk itu perlu ditinjau penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan ruang lingkup penelitian yang dilakukan saat ini.

Telah banyak penelitian yang dilakukan dalam rangka mengkaji seputar usahatani padi organik. Rahmani (2000), Nainggolan (2001) maupun Maryana (2006) telah melakukan penelitian pada tiga daerah yang berbeda, yaitu Desa Segaran, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah;


(45)

Kecamatan Tempuran, Kabupaten Kerawang, Propinsi Jawa Tengah; dan Kecamatan Cikalong, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Ketiga penelitian tersebut menggunakan metode analisis usahatani. Dan dapat disimpulkan bahwa berusahatani padi secara organik memberikan pendapatan yang lebih besar daripada usahatani padi secara an-organik. Meskipun, dari sisi produktivitas, usahatani padi an-organik lebih besar daripada usahatani padi organik.

Penelitian Kusumah (2004), dengan melakukan analisis perbandingan usahatani dan pemasaran antara padi organik dan padi an-organik di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat, juga memberikan informasi yang sama. Hal itu disebabkan karena biaya produksi dalam usahatani padi organik lebih rendah daripada usahatani padi anorganik. Selain itu, harga output berupa gabah atau beras organik lebih mahal daripada gabah atau beras an-organik.

Apabila dilihat dari status kepemilikan lahan, penelitian Maryana (2006), memberikan hasil bahwa petani pemilik memiliki pendapatan lebih besar daripada petani penggarap baik yang berusahatani secara organik ataupun an-organik. Namun apabila dibandingkan masing-masing, pendapatan petani pemilik usahatani padi organik lebih besar daripada petani pemilik usahatani an-organik. Begitupun pendapatan petani penggarap usahatani padi organik lebih besar daripada petani penggarap dengan usahatani an-organik (tabel 4). Adapun mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani padi secara umum, adalah saluran pemasaran, status petani (organik atau an-organik), dan status kepemilikan lahan.


(46)

Herdiansyah (2005) dalam penelitian yang dilakukan di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat, untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sistem usahatani padi organik dalam kesimpulannya menjelaskan bahwa berdasarkan analisis Logistic Regression Model atau fungsi logit variabel-variabel yang berpengaruh nyata tehadap kemauan petani dalam mengadopsi sistem usahatani padi organik terdiri atas (1) variabel tingkat pendidikan, (2) variabel sumber informasi, (3) variabel biaya pupuk, (4) variabel biaya tenaga kerja. Semua variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf 10 persen.

Penelitian lain yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru adalah Pribadi (2006), dan Yuliarmi (2002) yang menganalisis faktor penentu adopsi teknologi Sawit Dupa dan teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi. Keduanya memakai medel logit untuk menilai persepsi petani tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap adopsi teknologi. Penelitian pertama yang dilaksanakan pada usahatani padi pasang surut di propinsi Kalimantan Selatan menyimpulkan bahwa ketersediaan modal dan risiko produksi padi varietas unggul berpengaruh nyata. Pendapatan dari usahatani padi tersebut juga berpengaruh nyata pada petani transmigran. Sedang pada petani lokal faktor lain yang berpengaruh adalah besarnya jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, umur dan luas lahan. Adapun dalam penelitian kedua, harga gabah, biaya pupuk dan luas lahan berpengaruh nyata pada taraf 1 persen, 5 persen dan 10 persen.

Buana (1997), menganalisis tingkat adopsi budidaya sawah di Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara, dengan pendekatan koefisien peringkat Spearman. Hasilnya, bahwa tingkat adopsi petani berada pada peringkat sedang. Petani telah


(47)

melaksanakan budidaya sawah tetapi belum sepenuhnya sesuai dengan anjuran penyuluh. Karakteristik internal berupa pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan dan tingkat pendapatan menunjukkan hubungan yang nyata.

Sementara itu, Lian (1987), melakukan penelitian yang hampir mirip dengan penelitian ini. Penelitian tersebut menganalisis tentang pengaruh teknologi terhadap efisiensi ekonomi dan distribusi pendapatan di Kabupaten Subang. Perubahan teknologi tersebut berupa : (1) penggunaan air irigasi dan perbaikan saluran drainasi, (2) penggunaan traktor menggantikan tenaga manusia dan ternak, (3) penggunaan varietas padi unggul Cisadane, dan (4) peningkatan dosis pupuk. Model yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglas dan analisis efisiensinya didapat dengan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Kesimpulannya, proses adopsi yang diwakili dengan perbandingan data tahun 1981 dan tahun 1986, adalah belum efisien.

Beberapa penelitian yang diuraikan di atas telah mengakaji perbandingan produksi padi organik dan non organik dari sisi pendapatan petani dan produktivitas hasil; pengaruh kelembagaan kepemilikan lahan terhadap tingkat pendapatan petani padi organik dan non organik; faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sistem usahatani baru; serta pengaruh teknologi baru terhadap efisiensi ekonomi dan distribusi. Penelitian ini brmaksud menambah hasil kajian baru tentang pengaruh intervensi kelembagaan terhadap terciptanya kelembagaan agribisnis alternatif, perubahan aplikasi teknologi di tingkat petani dan pengaruhnya terhadap tingkat efisiensi teknik.


(48)

III. KERANGKA ANALISIS

3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Kelembagaan

Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga (institution) adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga dalam masyarakat ada yang berasal dari adat kebiasaan mereka turun-temurun tetapi ada pula yang baru diciptakan baik dari dalam maupun mengadopsi dari luar.

Kelembagaan ditinjau dari sudut organisasi merupakan sistem organisasi dan kontrol terhadap sumberdaya. Dipandang dari sudut individu, kelembagaan merupakan gugus kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya. Dari dua sudut pandang tersebut, menurut Saptana et.al. (2003), model kelembagaan agribisnis beras yang akan dikembangkan harus ada muatan kolektif melalui organisasi kelompok yang akan mengatur bagaimana kelembagaan tersebut dapat memiliki kontrol dan akses terhadap sumberdaya dalam rangka pengembangan agribisnis beras. Di sisi lain pengembangan agribisnis beras akan berhasil kalau ada insentif individu dalam memasuki bisnis perbesaran. Dari sudut pandang individu, adanya semangat kewirausahaan akan menghasilkan daya inovasi dan kreasi tinggi yang diperlukan sebagai energi dalam menghasilkan beras berkualitas sesuai permintaan pasar dan preferensi konsumen.


(49)

Pakpahan (1989) mengemukakan kelembagaan dicirikan oleh tiga hal utama: (1) Batas yurisdiksi; (2) Hak kepemilikan; dan (3) Aturan representasi. Batas yurisdiksi berarti hak hukum atas (batas wilayah kekuasaan) atau (batas otoritas) yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung makna kedua-duanya. Penentuan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu organisasi atau masyarakat ditentukan oleh batas yurisdiksi. Oleh karena itu dalam mengembangkan kelembagaan dalam rangka pengembangan agribisnis perberasan harus jelas batas yurisdiksinya, sebagai ilustrasi apakah kelompok tani yang akan dilibatkan didasarkan atas kelompok hamparan, domisili ataukah satu-kesatuan layanan daerah irigasi.

Konsep property atau pemilikan sendiri muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligations) yang diatur oleh hukum, adat dan tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingan terhadap sumberdaya (Pakpahan, 1990 dalam Saptana et.al., 2003). Tidak seorangpun yang dapat menyatakan hak milik tanpa pengesahan dari masyarakat dimana dia berada.

Sementara itu, aturan representasi (rule of representations) mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Aturan representasi menentukan alokasi dan distribusi sumberdaya. Dipandang dari segi ekonomi, aturan representasi mempengaruhi ongkos membuat keputusan. Ongkos transaksi yang tinggi dapat menyebabkan output tidak bernilai untuk diproduksi. Oleh karena itu, perlu dicari mekanisme representasi yang efisien sehingga dapat menurunkan ongkos transaksi (Saptana et.al., 2003).


(50)

3.1.2. Konsep Agribisnis

Agribisnis (adapula yang menyebutnya agrobisnis) merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari beberapa subsistem yang terkait satu sama lain. Dalam agribisnis dikenal konsep agribisnis sebagai suatu sistem dan agribisnis sabagai suatu usaha (perusahaan). Disamping itu dikenal azas-azas dalam pengembangan agribisnis suatu komoditas, seperti yang dikemukakan oleh (Sudaryanto dan Hadi, 1993; Hadi et al.,1994 dalam Saptana et.al., 2003). Beberapa azas yang perlu diterapkan dalam pengembangan agribisnis, antara lain adalah : terpusat, efisien, menyeluruh dan terpadu dan kelestarian lingkungan.

Definisi yang lengkap dari pengertian agribisnis oleh Davis and Golberg (1957) dalam Saptana et.al. (2003), yaitu : "Agribisnis included all operations involved in the manufacture and distribution of farm suplies; production operations on the farm; the storage, processing and distribution of farm commodities made from them, trading (whosaler, retailers), consumers to it, all non farm firm and institution serving them.." Dengan demikian, suatu sistem agribisnis yang lengkap merupakan suatu gugusan industri (industrial cluster) yang terdiri dari empat subsistem, yaitu (1) subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yakni seluruh industri yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer, seperti industri pembibitan/pembenihan, industri agro-kimia, industri agro-otomotif, agri-mekanik dan lain lain; (2) subsistem agribisnis budidaya/usahatani (on-farm agribusiness) yakni kegiatan yang menggunakan sarana produksi untuk menghasilkan komoditas pertanian primer (farm product); (3) subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness)


(51)

yakni industri yang mengolah industri primer menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya; dan (4) subsistem jasa penunjang (supporting system agribusiness) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga subsistem di atas seperti infrastruktur, transportasi (fisik, normatif), perkreditan, penelitian dan pengembangan, pendidikan pelatihan, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Secara sederhana sistem agribisnis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Keterkaitan dalam Sistem Agribisnis

3.1.3. Efisiensi Teknik

Efisiensi teknik mengacu kepada pencapaian maksimum dari kemungkinan tingkat produksi untuk tiap kombinasi penggunaan input yang digunakan. didefinisikan sebagai rasio dari produksi aktual dari suatu perusahaan (atau petani) pada tingkat teknik kemungkinan produksi maksimum. Maksimum produksi disini dihitung dari frontier. Efisiensi teknis disini menyatakan kemungkinan peningkatan produksi tanpa meningkatkan ongkos atau tanpa pengaturan kembali kombinasi input yang digunakan. Suatu usaha dikatakan tidak efisien jika gagal untuk mencapai produksi maksimum apabila menggunakan sejumlah input yang ada (Farrell, 1957 dalam Utama, 2003)

Subsistem Hulu (upstream agribusiness)

Subsistem Usahatani (on-farm agribusiness)

Subsistem Hilir (downstream agribusiness)

Subsistem penunjang (supporting agribusiness)


(52)

Fungsi produksi stochastik frontier secara spesifik meliputi fungsi produksi untuk data cross-sectional yang mempunyai dua random efek dan komponen yang lain untuk in-efisensi teknik. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Yi = xiβ + (Vi - Ui) ,i=1,...,N,

dimana ;

Yi = produksi (atau logaritma dari produksi) dari usaha ke i.

Xi = transformasi dari jumlah faktor produksi ke i

β = parameter penduga yang belum diketahui Vi = kesalahan acak dari model

Ui = variabel acak yang merepresentasikan inefisiensi teknik dari sampel

usahatani ke i

Karakteristik yang cukup penting dari model produksi frontier untuk mengestimasi efisiensi teknik adalah adanya pemisahan dampak dari shok variabel eksogenus terhadap output dengan kontribusi variasi dalam bentuk efisiensi teknik (Giannakes et.al., 2003 dalam Sukiyono,2004).

Yang berarti metode ini dapat digunakan untuk mengestimasi ketidakefisienan suatu proses produksi tanpa mengabaikan kesalahan baku dari modelnya. Hal ini dimungkinkan karena kesalahan baku dalam model, E, terdiri dari dua kesalahan baku yang keduanya terdistribusi secara bebas (normal) dan sama untuk setiap observasi dimana yang pertama adalah tipikal kesalahan baku yang ada dalam suatu model (V) dan yang lain untuk merepresentasikan


(53)

ketidakefisienan (U) dan E = V - U (Giannakes et.al., 2003 dalam Sukiyono, 2004).

Secara ekonometrik, efisiensi teknik suatu usahatani tertentu, TEi,

didefinisikan sebagai rasio dari rata-rata produksi usahatani ke i yang memiliki ui positif, serta pada tingkat korbanan input tertentu ( xi) dengan rata-rata produksi

jika ui = 0. Maka efisiensi teknik usahatani ke i dapat dirumuskan sebahai berikut:

TEi = exp( -ui )

Prediksi efisiensi teknik dari usahatani ke i memerlukan variabel acak yang tak terobservasi ui yang akan diperkirakan dari sampel yang diambil. Nilai

ekspektasi µi dimana variabel acak adalah Ei = vi - ui dan dengan asumsi ui

mempunyai distribusi setengah normal atau eksponensial. 3.2. Kerangka Operasional

Aktivitas usahatani yang dilakukan di tempat penelitian diasumsikan melibatkan tiga komponen yang saling berinteraksi. Komponen yang pertama adalah petani sebagai manajer usahatani. Petani memiliki kemampuan berupa akses terhadap sumberdaya atau input, penguasaan teknologi dan faktor kelembagaan di level petani. Kemampuan tersebut digunakan petani untuk menjalankan aktivitas usahataninya.

Komponen yang kedua adalah sumberdaya atau input itu sendiri. Komponen input ini menjadi awal terjadinya berbagai proses usahatani padi. Proses-proses yang masuk dalam kajian ini adalah budidaya, panen serta pemasaran dan distribusi sampai pada tahap tertentu. Adapun komponen yang


(54)

terakhir adalah komponen kelembagaan. Sesuai dengan tinjauan tentang ruang lingkup kelembagaan di atas, komponen ini memberikan peran penting dalam kelancaran proses usahatani. Kelembagaan tersebut meliputi kelembagaan permodalan, pengadaan input, kelembagaan pendampingan dan penyuluhan serta kelembagaan pemasaran dan distribusi.

Salah satu dampak dari kinerja kelembagaan terhadap aktivitas usahatani adalah dalam perbaikan praktik budidaya. Dalam upaya meningkatkan pendapatan usahatani, baik dengan meningkatkan produktivitas ataupun mengurangi biaya produksi, kelembagaan akan mengintroduksikan teknologi baru kepada petani. Teknologi baru tersebut dapat berupa pengetahuan manajemen, perbaikan ataupun masukan input baru atau juga perbaikan teknik budidaya. Untuk mendekati pengaruh dari masukan teknologi baru tersebut akan dilakukan analisis terhadap aplikasi penerapan teknologi di tingkat petani dan analisis efisiensi teknik dalam proses produksi.

Masuknya peran kelembagaan dalam proses agribisnis usahatani padi yang dilakukan petani akan dikaji dan dianalisis dalam hal keragaan dan kinerja kelembagaan agribisnis yang terbentuk. Apakah kelembagaan agribisnis padi yang dibangun LPS dan petani binaannya sudah maksimal dari sisi kelengkapan subsistem dan perannannya dalam mendukung usahatani petani.

Analisis terhadap aplikasi teknologi diharapkan mengkasilkan rekomendasi yang tepat bagi petani dalam perbaikan teknik dan LPS dalam mengevaluasi antivitas pendampingan usahataninya. Sedangkan Hasil Analisis terhadap keragaan dan kinerja kelembagaan diharapkan menjadi rekomendasi bagi LPS dalam membangun kelembagaan agribisnis padi yang lebih baik.


(55)

Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitain

Aplikasi teknologi belum tepat Keterbatasan

Akses Hulu

Budidaya Input

Lain Lahan

Panen &Distribusi Pemasaran P E T A N I

Keterbatasan akses Hilir

K E L E M B A G A A N (L P S) Pengadaan Input

Pemasaran & Distribusi

Permodalan

Pendampingan & Penyuluhan

Perbaikan Aplikasi Teknologi Kelengkapan

Kelembagaan Agribisnis

Analisis Keragaan dan Kinerja Kelembagaan

Analisis Efisiensi Teknik Analisis Aplikasi

Teknologi Petani Kinerja Klp.

Tani

Rekomendasi Perbaikan Kinerja Kelembagaan

Agribisnis

Rekomendasi Perbaikan Aplikasi Teknologi


(1)

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

1. a. Lembaga Pertania Sehat telah melaksanakan semua fungsi dari empat subsistem agribisnis padi sehat.

b. Subsistem agribisnis hulu padi sehat dalam penyediaan input pupuk kimia masih tergantung pada kelembagaan dari luar LPS.

c. Subsistem agribisnis hilir padi sehat dalam pengolahan dan pemasaran hasil usahatani padi sehat belum bisa dilaksanakan sepenuhnya oleh jejaring kelembagaan LPS.

2. Penerapan teknologi budidaya padi sehat oleh petani binaan LPS belum sepenuhnya sesuai dengan anjuran LPS dan tidak seragam antar petaninya. 3. a. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi sehat petani

binaan LPS adalah tenaga kerja, begitu pula variabel dummy berupa jenis varietas dan sistem jarak tanam juga berpengaruh positif dan nyata.

b. Tingkat efisiensi teknik rata-rata petani binaan LPS cukup tinggi dengan pengaruh terhadap variasi pruduksi cukup besar.

8.2. Saran

1. a. Lembaga Pertanian Sehat perlu merumuskan produk baru berupa pupuk organik yang mampu mensubtitusi pupuk kimia atau teknologi budidaya padi yang tidak memerlukan masukan pupuk kimia agar petani tidak tergantung pada pihak luar dalam penyediaan dan harga pupuk kimia. b. Kerjasama pengolahan produk besar SAE perlu diperluas dengan mitra lain


(2)

mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi.

2. Harus ditinjau kembali efektifitas teknologi budidaya yang dianjurkan LPS kepada petani dan faktor penerimaan dari petani sehingga teknologi yang dilaksanakan petani benar-benar tepat.

3. Perlu diefektifkan kembali program pendampingan dan dinamika kelompok tani agar tingkat efisiensi teknik petani tetap tinggi dan merata antar anggota.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Andoko, Agus. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta Buana, Tjandra. 1997. Adopsi Teknologi budidaya Padi Sawah Bagi Petani

Penduduk Asli di Sekitar Pemukiman Transmigrasi (Kasus Kecamatan Lambuya, Kendari). Tesis. Program Pascasarjana, institut Pertanian Bogor. Bogor.

Coelli, T.J., 1996. A Guide to FRONTIER Version 4.1: A Computer Program for Stochastic Frontier Production and Cost Function Estimation. CEPA, Department of Econometrics, University of New England Armidale. Australia

Dalim, Yeniwarti. 1990. Pengaruh Faktor Kelembagaan Dalam Peningkatan Produktivitas Padi di Sumatera Barat. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Debertin, David L. 1986. Agricultural Peoduction Economics. Macmillan Publishing Company. New York

Dimyati, Ahmad. 2002. Dukungan Penelitian Dalam Pengembangan Hortikultura Organik. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik. Puslitbang Perkebunan (BALITTRO), Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta, Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINI). Jakarta

Direktorat Jenderal Bina Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2005. Revitalisasi Pertanian Melalui Agroindustri Perdesaan., Departemen Pertanian. Jakarta Herdiansyah, Irwan. 2006. Analisis Aspek Ekonomi dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Adopsi Sistem Usahatani Padi Organik (Studi Kasus Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hasan, Hamzah. 1979. Pengaruh Kredit Bimas Terhadap Peningkatan Produksi Padi dan Penyerapan Tenaga Kerja (Kasus Kabupaten Aceh Besar). Laporan Penelitan. Unv. Syah Kuala, Banda Aceh.

Irawan, Bambang. 2004. Kelembagaan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Makalah Workshop Prima Tani. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Karama, A. Syarifuddin. Perkembangan Pertanian Organik di indonesia. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik. Puslitbang Perkebunan (BALITTRO), Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta, Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINI). Jakarta.

Kusumah, Suryani Jaya. 2004. Analisis Perbandingan Usahatani dan Pemasaran Antara Padi organik dan Anorganik (Kasus Kelurahan Mulyaharja,


(4)

Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Ekstensi Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lembaga Pertanian Sehat – Dompet Dhuafa Republika. 2005. Profil Organisasi Lembaga Pertanian Sehat.. Bogor

Lembaga Pertanian Sehat – Dompet Dhuafa Republika. 2006. Laporan Akhit Tahun Program Pemberdayaan Petani Sehat. Bogor

Lian, Muchtar. 1987. Pengaruh Teknologi Terhadap Efisiensi Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Subang (Studi Kasus Desa Citra jaya dan Tanjung Sari, Kecamatan Binong). Tesis. Program Pascasarjana, institut Pertanian Bogor. Bogor.

Maryana, Rina. 2006. Analisis Pendapatan Petani dan Marjin Pemasaran Beras Organik (Studi Kasus Kecamatan Cikalong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Keempat. LP3ES. Jakarta Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Nianggolan, S. S. 2001. Analisis Sistem Usahatani Beras Organik di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rohmani, Dina. 2000. Analisis Sistem Usahatani Padi Organik. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pribadi, Yanuar. 2002. Analisis Produksi dan Faktor Penentu adopsi Teknologi Sawit Dupa Pada Usahatani Padi di Lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan. Tesis. Program Pascasarjana, institut Pertanian Bogor. Bogor. Partohardjono, Soetjipto. 2002. Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

dalam Kaitannya Dengan Sistem Pertanian Organik. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik. Puslitbang Perkebunan (BALITTRO), Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta, Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINI). Jakarta.

Pranadji, Tri. 2003. Reformasi Kelembagaand dan Kemandirian Perekonomian Pedesaan (Kajian pada Kasus Agribisnis Padi Sawah). Makalah Seminar Nasional Peluang Indonesia Untuk Mencukupi Sendiri Kebutuhan beras Nasionalnya. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Saptana, dkk. 2003. Kinerja Kelembagaan Agribisnis Beras di Jawa Barat.

Makalah Seminar Penyusunan Profil Investasi Dan Pengembangan Agribisnis Beras di Jawa Barat. Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat. Bandung

Syahyuti. 2004. Model kelembagaan Penunjang Pengembangan Pertanian di Lahan Lebak. Makalah Workshop Nasional Pengembangan Lahan Rawa Lebak, Balittra, Banjarbaru dan Kandangan, Kalimantan Selatan


(5)

Setiawan, Usep. 2005. Revitalisasi Pertanian dan Pedesaan. http://www.freelists.org/archives/ppi/01-2005/msg00298.html. (diakses tanggal 30 November 2007)

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi (Ed). 1989. Metode Penelitian Sorvei. LP3ES. Jakarta.

Singh, Sanjay Kumar dan Anand Venkatesh. 2002. Indian Journal of Transport Management 27(3): 374-391. Comparing Efficiency across State Transport Undertakings: A Production Frontier Approach. India

Sukiyono, Ketut. 2004. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 6, No. 2, Hlm. 104-110. Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik : Aplikasi Fungsi Produksi Frontier Pada Usahatani Cabai di Kec. Selupu Rejang, Kab. Rejang Lebong. Jakarta

Suryana, Ahmad dan Sudi Mardianto (Ed). 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. LPEM FEUI. Jakarta

Utama, Satria Putra. 2003. Jurnal Akta agrosia Vol. 6 No.2 hlm 67-74 Jul-Des. Kajian Effisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah pad Petani Peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Di Sumatera Barat.

Wijonarko, Arman. 1998. Swasembada Beras Dan Dampak Ekologisnya. Dimensi. Vol. 1. No. 1 Juni 1998 8

Yuliarmi. 2006. Analisis Produksi dan Faktor Penentu adopsi Teknologi Pemupukan Berimbang Pada Usahatani Padi. Tesis. Program Pascasarjana, institut Pertanian Bogor. Bogor.


(6)