Pemanenan Dan Kelembagaan Borongan Panen

Sistem pemanenan di lokasi penelitian ini tidak memakai sistem bawon seperti yang dilaksanakan di daerah lain, tetapi memakai sistem borongan. Panen tidak dilakukan sendiri melainkan oleh pemborong yang memang berprofesi kerja seperti itu. Jumlah pemborong tergantung luas lahan dan berasal dari petani padi lain atau memang sekedar buruh borong panen. Penghitungan nilai borongan yang berlaku sekarang adalah 150 rupiah per kilogram gabah kering panen dan ditambah biaya angkut ke jalan atau tempat penggilingan sebasar 50 rupiah per kilogram untuk lahan yang jaraknya jauh dari jalan atau penggilingan. Tabel 14. Perlakuan dan Sistem Pemanenan yang Dilaksanakan Petani Perlakuan Panen Penerapan Penentuan panen Gabah kuning, daun masih hijau Cara panen Poto ng bawah Alat panen yang digunakan Sabit biasa Sistem panen Borongan Besar borongan Rp. 150,-kg GKP Cara perontokan Digebot tanpa tirai Jumlah bantingan 5 – 7 kali Besar genggaman Satu genggaman – lebih besar Penampian Tidak dilakukan Sumber : diolah dari data primer Kelemahan dari sistem borongan ini adalah “kejar cepat” selesai, sehingga petani juga tidak bisa menjamin penggebotan dilakukan dengan sempurna agar semua gabah rontok dari tangkainya. Risiko dari sistem ini tentunya nilai rendemen gabah yang berkurang apabila perontokan tidak sempurna. Karena sistem borongan ini pula sehingga tidak dapat didapat informasi yang valid dari petani tentang jumlah bantingan dan besar genggaman dalam setiap penggebotan. Padahal besar kecilnya genggaman dan jumlah bantingan menentukan besar kecilnya rendemen. Ketidak-valid-an informasi ini menggambarkan bahwa petani belum memperhatikan faktor ini, dan disarankan kedepannya petani mengontrol aktivitas pemanenan ini agar diperoleh rendemen yang lebih besar. Ditambah lagi teknik pemanenan yang dilakukan menggunakan alat potong sabit biasa –tidak sabit khusus yang bergerigi—dan dipotong bawah. Bagi pemanen, potong bawah lebih mudah dan cepat dalam pemotongan dan lebih enak dalam penggebotannya kerena tidak terlalu membunggkuk. Akan tetapi kualitas bantingannya akan lebih efektif yang dipotong tengah apalagi bila dipotong atas memakai ani-ani. Dalam penggebotan, pemanen memakai alat penggebotan dari kayu tanpa tirai, sehingga kemungkinan gabah tercecer dan bercampur dengan rontokan daun lebih besar dibanding memakai tirai.

6.5. Kegiatan Penanganan Pasca Panen Dan Kelembagaan Pengolahan

Hampir semua petani di enam kelompok yang diteliti menjual langsung hasil panennya dalam bentuk gabah kering panen. Sehingga tidak ada nilai tambah dari hasil panen mereka. Hanya sebagian petani dikelompok tani Harapan Maju dan kelompok tani yang berada di desa Ciburuy tidak menjual gabahnya dan menyimpannya dalam bentuk gabah kering giling untuk cadangan konsumsi mereka. Gabah tersebut mereka jumur di penggilingan juga atau di lokasi sekitar rumah mereka. Alas pengeringan di pengilingan adalah lantai semen, sementara di rumah memakai alas terpal. Di kolompok tani Maju Jaya, semua petani menjual hasil panennya dalam bentuk gabah kering panen, sehingga tidak ada yang melakukan penjemuran ataupun penyimpanan. Hal itu disebabkan karena penghitungan hasil panen, agar diketahui nilai tabungan petani, dilakukan di penggilingan yang terletak jauh dari desa mereka. Mesipun hal itu menjadi cara yang sistematis bagi kelompok untuk dapat menarik tabungan tani dari setiap anggotanya. Pengolahan lebih lanjut menjadi beras, terhadap beras petani, dilakukan di penggilingan di desa Ciburuy yang dijadikan mitra oleh LPS untuk memproduksi beras sehat kepala berlabel beras SAE yang kemudian dipasarkan oleh LPS. Bahan baku gabah bebas pestisida di ambil diri kelompok tani dari desa Ciburuy dan Pasir Jaya, dalam bentuk tabungan tani dan gabah bagian petani yang dijual petani. Apabila masih kurang biasanya penggilingan membeli gabah dari kelompok tani Tunas Mekar. Di kelompok tani Tunas Mekar, gabah dari petani diolah menjadi beras curah biasa oleh penggilingan mitra kelompok Lihat Tabel 3. Nilai tambah dari pengolahan ini, baik di kelompok tani di desa Ciburuy dan Pasir Jaya ataupun di kelompok tani Tunas Mekar, akan dibagi ke petani dengan penghitungan yang sudah disepakati. Sementara itu, di Kelompok Maju Jaya hasil panen petani langsung dijual ke penggilingan dalam bentuk gabah kering panen, tanpa tahap pengolahan lebih lanjut oleh petani dan karena penggilingan tempat menjual hasil panennya bukanlah mitra kelompok. Sehingga bagi kelompok ini tidak ada nilai tambahan dari pengolahan hasil panen mereka.

6.6. Kelembagaan Pemasaran dan Distribusi

Pemasaran hasil produksi padi yang ditangani oleh Devisi Pemasaran dan Distribusi LPS hanya hasil panen yang telah diolah menjadi beras SAE. Sementara hasil panen sebagian besar kelompok di luar Kecamatan Cigombong, sebanyak delapan kelompok, dijual ke penggilingan dalam bentuk GKP, selain untuk kebutuhan sendiri. Sehingga potensi pendapatan dari nilai tambah pengolahan beras sehat masih belum terkelola secara optimal. Karena belum