Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Intensi berwirausaha entrepreneurial intentions menurut Katz dan Gartner Indarti Rostiani, 2008 yaitu proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha. Seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki keyakinan diri efikasi diri, kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha. Intensi telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku kewirausahaan. Oleh karena itu, intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha Choo dan Wong dalam Indarti Rostiani, 2008. Wijaya 2008, memberikan gambaran yang jelas dalam hasil penelitiannya, bahwa intensi berwirausaha berkontribusi nyata terhadap perilaku berwirausaha para pedagang kecil UKM. Intensi merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan bila seseorang bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan terbentuk intensi yang kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika kepuasan menurun maka intensinya juga akan menurun sehingga intensi tidak bersifat permanen, tetapi bersifat sementara atau dapat berubah-ubah. Individu yang mempunyai intensi pada suatu kegiatan akan melakukannya dengan giat daripada kegiatan yang tidak diminatinya. Minat tinggi berarti kesadaran bahwa wirausaha melekat pada dirinya sehingga individu lebih banyak perhatian dan lebih senang melakukan kegiatan wirausaha. Tumbuhnya minat dipengaruhi oleh masuknya 2 informasi secara memadai tentang objek yang diminati. Informasi keberhasilan sebuah usaha memunculkan pemahaman kepada pemirsanya bahwa wirausaha memiliki prospek keberhasilan yang sudah terbukti. Pedagang Kaki Lima PKL sebagai salah satu bentuk wirausaha kecil, dari hari ke hari terus bermunculan akibat sulitnya lapangan pekerjaan. Mereka menjalankan usaha sebagai upaya mereka mempertahankan hidup. Kota Bogor sebagai kota satelit yang terakses langsung dengan ibukota negara, memiliki banyak Pedagang Kaki Lima. Keberadaan PKL di Kota Bogor didukung oleh Peraturan Daerah No 13 tahun 2005 tentang penataan Pedagang Kaki Lima. Dalam PERDA disebutkan bahwa keberadaan PKL di Kota Bogor pada dasarnya adalah hak masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan PKL merupakan usaha ekonomi kerakyatan yang perlu pembinaan dan penataan dalam melaksanakan usahanya. Pertumbuhan PKL di kota Bogor semakin meningkat setelah terjadinya krisis ekonomi mulai pertengahan tahun 1997. Hasil pendataan oleh Pemerintah Derah, pada tahun 1996 tercatat Pedagang Kaki Lima di titik-titik pusat keramaian berjumlah 2.140 pedagang, kemudian pada akhir tahun 1999 berdasarkan hasil survei Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil Pinbuk Kota Bogor jumlahnya hampir tiga kali lipat menjadi 6.340 pedagang. Pada akhir tahun 2002 berdasarkan hasil pendataan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor jumlah PKL meningkat lagi menjadi 10.350 Pedagang, yang tersebar di 51 titik PKL, dimana 82 dari para pedagang tersebut berasal dari luar Kota Bogor. Tahun 2004 terdapat 50 lokasi PKL dengan jumlah pedagang sekitar 12.000 PKL Renstra Kota Bogor 2005-2009. Pola sebaran Pedagang Kaki Lima tidak merata, dimana terdapat 6 titik konsentrasi PKL terbanyak, yaitu Jl Dewi Sartika depan Sartika Plaza, Jalan MA Salmun, Jalan Suryakencana, 3 Jalan Lawang Saketeng, Jl. Jambu Dua Pasar, dan Jl. Jambu Dua Jl. Pajajaran Ujung Utara. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah pusat perekonomian berada di Kota Bogor. Kawasan Jalan Suryakencana Bogor, sebagai sebuah kawasan yang padat dengan Pedagang Kaki Lima telah memberikan kontribusi nyata terhadap geliat perkembangan perekonomian Kota Bogor. Bermilyar-milyar rupiah transaksi bisnis berputar di kawasan ini. Pedagang Besar dan Menengah yang sebagian besar dikuasai oleh Pedagang WNI Keturunan telah banyak memberi peran besar pada perputaran perekonomian di kawasan ini. Kondisi ini memberi daya tarik tersendiri dan keuntungan bagi Pedagang Kaki Lima. Sehingga lebih dari seratus lima puluh Pedagang Kaki Lima beroperasi di kawasan ini setiap harinya selama 24 jam secara bergantian. Mereka tampil dan berbisnis dengan kondisi seadanya. Operasionalisasi usaha mereka cenderung tidak tersentuh dengan manajemen dan tata kelola usaha yang semestinya. Maka tidak jarang usaha mereka banyak yang tidak berkembang dengan pesat walaupun telah memulai usaha sejak 10 tahun yang lalu. Usaha PKL biasanya dijalankan hanya dengan mengandalkan intuisi dan peluang bisnis yang ada. Bahkan tidak jarang, usaha mandiri tersebut dijalankan sebagai kelanjutan dari bisnis yang sebelumnya telah dijalankan orangtua atau keluarganya. Sehingga hampir tidak terdapat “sentuhan” manajerial yang mumpuni dalam operasionalisasinya. Usaha mandiri dijalankan seolah penuh dengan ketidaksengajaan dan tidak adanya rencana. Bahkan sebagian pedagang menyatakan pilihan mereka untuk berwirausaha adalah untuk menghindari status pengangguran dan tidak memiliki penghasilan. Walau demikian, tidak sedikit pelaku usaha kecil mampu meraih kesuksesan sekalipun usaha dijalankan dengan kemampuan dan sumber daya yang relatif seadanya. Berjalannya dan atau berhasilnya usaha para Pedagang Kaki Lima di 4 kawasan tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya intensi berwirausaha entrepreneurial intention untuk menjalankan usaha masing-masing Pedagang Kaki Lima. Para Pedagang Kaki Lima yang tidak memiliki kekuatan intensi berwirausaha, tidak akan termotivasi untuk terus berwirausaha dan mengembangkan usahanya. Mengingat tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam berwirausaha tidaklah mudah. Untuk berwirausaha tidak cukup hanya bermodalkan keyakinan, rasa percaya diri, sifat prestatif dan mandiri yang kuat, namun dibutuhkan pula minat pada usaha yang ingin ditekuninya. Ringkasnya, Pedagang Kaki Lima tidak akan bertahan untuk tetap berwirausaha, jika tidak memiliki intensi berwirausaha, mengingat hambatan dan tantangannya yang begitu besar. Pedagang Kaki Lima yang memiliki intensi berwirausaha yang kuat, jika memiliki kegagalan pada satu jenis usaha tertentu maka ia tidak menyerah dan berhenti begitu saja, namun ia akan tetap berwirausaha dengan mencoba dan berusaha pada jenis usaha yang lainnya. Tentu sikap ulet seperti ini menjadi suatu hal yang sangat penting, terutama jika dikaitkan dengan angka pengangguran yang terus meningkat. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya intensi berwirausaha para Pedagang Kaki Lima. Penelitian ini ingin mencoba menguraikan dan mengukur tingkat hubungan di antara faktor-faktor tersebut dengan intensi berwirausaha. Di samping itu, akan dianalisis pula keterkaitan intensi berwirausaha dengan kinerja kewirausahaan dan perilaku berwirausaha Pedagang Kaki Lima.

1.2 Perumusan Masalah