rosella dan dibandingkan aktivitas antioksidannya dengan suspensi liposom yang mengandung zat aktif yang sama untuk mengevaluasi kemampuan kedua jenis
formulasi tersebut dalam melindungi ekstrak rosella.
A. Ekstraksi Kelopak Bunga Rosella
Ekstraksi yang dilakukan oleh Sanjayadi dilakukan dengan proses maserasi. Pada umumnya, ekstrak yang diperoleh dari tempat yang berbeda dan
jenis spesies yang berbeda dapat pula memberikan aktivitas yang berbeda. Namun, penelitian oleh Borras-Linares, dkk. 2015 mengenai pengujian aktivitas
antioksidan dari ekstrak etanolik 25 varietas Hibiscus sabdariffa dengan metode DPPH memiliki profil aktivitas yang sama, maka dari itu metode maserasi ekstrak
rosella yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan pula untuk tanaman rosella dengan spesies yang berbeda.
B. Penetapan Bobot Tetap Ekstrak Rosella
Penetapan bobot tetap ekstrak rosella dilakukan untuk mengurangi jumlah metanol dalam ekstrak rosella yang akan diformulasikan menjadi
multiemulsi AMA sehingga dapat mengurangi resiko penyebab ketidakstabilan emulsi. Metanol dalam fase air dapat mengurangai efek antarmuka dari emulsifier
dengan menurunkan perbedaan polaritas antara minyak dan air Salager, 2000. Metanol juga memberikan efek toksik pada kulit. Metanol dapat terabsorbsi
melewati lapisan-lapisan kulit sehingga menyebabkan toksisitas sistemik. Metanol juga mengiritasi kulit serta menyebabkan kulit kering dan kemerahan Pritchard,
2007. Bobot tetap yang didapatkan juga digunakan untuk menghitung konsentrasi ekstrak rosella yang akan diuji aktivitas antioksidannya.
Penetapan bobot tetap yang dilakukan sebanyak 3 kali replikasi menunjukkan bahwa sebanyak 500
μL ekstrak rosella memiliki bobot tetap sebesar 0,5117 gram.
C. Pembuatan Multiemulsi AMA Ekstrak Rosella
Multiemulsi AMA dibuat dengan dua tahap emulsifikasi yaitu pembuatan emulsi primer air dalam minyak AM dan pembuatan emulsi
sekunder multiemulsi air dalam minyak dalam air AMA. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan multi emulsi AMA terdiri dari zat aktif dan
eksipien. Zat aktif yang digunakan adalah ekstrak metanol kelopak bunga rosella. Eksipien berperan dalam meningkatkan stabilitas zat aktif dan formulasi,
mengatur permeasi dan pelepasan zat aktif, serta meningkatkan nilai estetika sediaan Heather dan Adam, 2012. Eksipien yang digunakan antara lain parafin
cair, aquadest, Span 80, Tween 80, setil alkohol, dimethicone, xanthan gum. Parafin cair dipilih sebagai fase minyak dalam emulsi primer karena telah banyak
dipakai dalam formulasi sediaan topikal seperti krim dan dapat berperan sebagai emollient
. Minyak mineral seperti parafin cair umumnya menghasilkan multimulsi AMA yang lebih stabil dibandingkan dengan minyak nabati Kumar dkk., 2012,
karena bersifat inert dan tidak sensitif terhadap oksidasi dan cahaya Rawlings dan Lombard, 2012.
Multiemulsi dibuat dengan menggunakan dua atau lebih emulsifier yaitu Span 80 yang bersifat hidrofobik untuk menstabilkan emulsi primer AM dan
Tween 80 yang bersifat hidrofilik untuk menstabilkan emulsi sekunder multiemulsi MA. Tween 80 sering dikombinasikan dengan Span 80 dalam
multiemulsi AMA karena struktur kimia yang mirip dengan Span 80 Kumar, dkk., 2012. Span 80 dan Tween 80 berfungsi sebagai emulsifier yang berperan
dalam menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan air sehingga dapat meningkatkan stabilitas multiemulsi AMA. Optimasi campuran emulsifier
Span 80 dan Tween 80 untuk membuat emulsi primer AM dengan konsentrasi emulsifier
sebesar 10 bb menunjukkan bahwa formula emulsi primer dengan HLB 5,8 memiliki stabilitas yang baik dibandingkan formula lainnya karena
walaupun menunjukkan pemisahan fase yang masih cukup tinggi yaitu sebesar 56.
Setil alkohol berfungsi sebagai stiffening agent sehingga dapat meningkatkan konsistensi emulsi air dalam minyak. Setil alkohol sebagai
kosurfaktan dapat memfasilitasi transport emulsifier dari lapisan antarmuka menuju fase minyak dan menyebabkan masuknya droplet internal ke dalam fase
minyak dengan cepat Garti dan Bisperink, 1998. Optimasi setil alkohol menunjukkan bahwa formula dengan konsentrasi setil alkohol sebanyak 4 ;
4,5 ; 5 ; dan 5,5 tidak stabil dengan persen pemisahan fase sebesar lebih dari 8. Konsentrasi setil alkohol sebanyak 6 memiliki stabilitas yang baik dan
memberikan konsistensi sediaan yang kental dan berbusa. Dimethicone
berfungsi untuk mengurangi efek foaming yang ditimbulkan oleh setil alkohol sehingga mengurangi resiko rusaknya ekstrak rosella akibat
udara yang terjerap dalam busa. Dimethicone menyebar pada permukaan busa
sehingga menyebabkan menurunnya tegangan muka dan pecahnya lapisan antar busa. Optimasi dimethicone menunjukkan bahwa formula dengan konsentrasi
dimethicone sebanyak 2 ; 4 ; dan 6 memiliki gejala pemisahan karena
adanya garis retak berisi udara pada sediaan. Konsentrasi dimethicone 8 memiliki stabilitas yang baik dapat menghilangkan busa serta menghasilkan
sediaan dengan penampilan yang lebih mengkilap. Optimasi terhadap rasio fase emulsi primer dan fase air eksternal
menunjukkan bahwa formula dengan rasio 3:6 dan 5:6 tidak stabil dengan persen pemisahan fase sebesar berturut-turut 4 dan 2. Formula dengan ratio 4:6
memiliki stabilitas yang baik setelah penyimpanan selama 24 jam. Optimasi emulsifier sekunder Tween 80 untuk emulsi sekunder
menunjukkan bahwa formula dengan konsentrasi tween sebanyak 4 dan 6 tidak stabil dengan persen fase pemisahan lebih dari 10. Konsentrasi tween 80
sebanyak 2 menghasilkan sediaan yang stabil ditinjau dari fase pemisahannya selama 24 jam. Konsentrasi emulsifier yang tinggi dapat mengecilkan ukuran
droplet namun dapat pula menyebabkan multiemulsi menjadi tidak stabil dan terjadi pemisahan fase setelah beberapa hari Kumar dkk., 2012.
Thickening agent merupakan salah satu variabel yang penting untuk
dipertimbangkan dalam membuat multiemulsi. Xanthan gum sebagai thickening agent
dapat meningkatkan viskositas fase air eksternal melalui ikatan biopolimer hidrofilik sehingga dapat mencegah pelepasan tak terkendali dari bahan aktif yang
terjerap dalam partikel emulsi primer dan menghasilkan multiemulsi yang stabil Lutz dan Aserin, 2008.
Optimasi proses pembuatan emulsi primer antara lain terhadap kecepatan pencampuran
dan lama
pencampuran menunjukkan
bahwa kecepatan
pencampuran optimal adalah skala kecepatan lima dengan lama pencampuran 10 menit. Pembuatan emulsi primer AM dilakukan pada pengadukan kecepatan
tinggi untuk menghasilkan partikel emulsi yang berukuran lebih kecil. Semakin kecil ukuran partikel, maka emulsi pimer AM akan semakin stabil. Emulsi primer
yang stabil juga dapat meningkatkan kestabilan emulsi sekunder. Optimasi proses pembuatan multiemulsi AMA tehadap lama
pencampuran menunjukkan bahwa lama pencampuran selama 10; 12; dan 15 menit dengan skala kecepatan satu menunjukkan stabilitas yang baik setelah
penyimpanan selama satu minggu sehingga dipilih lama pencampuran selama 10 menit untuk pembuatan multiemulsi AMA yang akan dilakukan pengujian.
Emulsi primer didisperikan dalam fase air eksternal pada pengadukan kecepatan rendah untuk mencegah pecahnya droplet air dalam emulsi primer AM.
Optimasi formula multiemulsi AMA dipilih formula dengan persen pemisahan fase terendah lampiran 7. Persen pemisahan fase menjadi parameter
dalam pemilihan formula optimum karena merupakan fenomena ketidakstabilan yang dapat terlihat secara visual. Berdasarkan hasil optimasi formula, didapatkan
formula optimum emulsi primer AM tabel III dan multiemulsi AMA tabel IV. Multiemulsi AMA yang telah tercampur homogen disimpan dalam wadah
flakon, ditutup dengan alumunium foil, dan dijenuhkan dengan gas nitrogen untuk mencegah kontaminasi dan degradasi aktivitas antioksidan zat aktif ekstrak rosella
yang bersifat fotosensitif.
Tabel III. Formula emulsi primer tipe air dalam minyak AM Komposisi
Jumlah gram
Parafin cair 60,31
Span 80 7,48
Tween 80 1,22
MgSO
4
0,61 Setil alkohol
5,56 Dimethicone
7,41 Aquadest
17,41
Tabel IV. Formula emulsi ganda tipe air dalam minyak dalam air AMA Komposisi
Jumlah gram
Emulsi primer 37,72
Tween 80 2,00
Xanthan gum 0,40
Aquadest 59,88
D. Hasil Evaluasi Multiemulsi AMA Ekstrak Rosella