Jenis dan Rancangan Penelitian Analisis dan Evaluasi Hasil

40

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian toksisitas subkronis infusa daun sirsak terhadap kadar kreatinin dalam darah dan ginjal tikus termasuk penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

Variabel utama penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan tergantung. a. Variabel bebas: dosis infusa daun sirsak. b. Variabel tergantung: kadar kreatinin dalam darah dan kerusakan struktur anatomi ginjal dilihat dari gambaran histologis ginjal tikus.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali: galur, jenis kelamin, umur, berat badan tikus. b. Variabel pengacau tak terkendali: keadaan patologi tikus.

3. Definisi operasional

a. Daun sirsak yang dipilih memiliki ciri-ciri antara lain daun yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, segar, sehat, tumbuh jauh dari jalan raya, terhindar dari pestisida, serta tidak terkena penyakit tidak terkena gigitan serangga dan tidak ditumbuhi jamur. b. Dosis infusa daun sirsak adalah sejumlah volume infusa daun sirsak mL yang setara dengan sejumlah miligram serbuk daun sirsak tiap satuan kilogram kg berat badan subyek uji yang bersangkutan. c. Kadar kreatinin dalam darah adalah jumlah kreatinin mg dalam tiap satu desiliter dL darah subjek uji. d. Kerusakan struktur anatomi ginjal dilihat dari gambaran histologis ginjal tikus yaitu ditandai dengan ditemukannya infiltrasi sel radang, fibrosa, cacat seluler seperti nekrosis sel-sel epitel pada glomerulus, tubulus dan interstisium, serta pembengkakan sel-sel tubulus proksimal sehingga lumennya menyempit bahkan menghilang. e. Subjek uji dalam penelitian ini berupa tikus putih galur Sprague Dawley, berkelamin jantan dan betina, berumur 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram, dan memiliki keadaan fisik berstatus sehat. f. Keadaan patologi tikus yang dimaksud adalah meskipun keadaan fisik berstatus sehat, belum dapat menjamin keadaan ginjal secara rinci juga berstatus sehat.

C. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

a. Subjek uji yang digunakan yaitu tikus putih galur Sprague Dawley jantan dan betina, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram, diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. b. Bahan uji yang digunakan untuk perlakuan yaitu daun sirsak yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, segar, sehat, tumbuh jauh dari jalan raya, terhindar dari pestisida, dan tidak terkena penyakit tidak terkena gigitan serangga dan tidak ditumbuhi jamur, serta diperoleh dari wilayah Jl. Kaliurang, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Mei-Juni 2012. c. Bahan larutan untuk destilasi dalam penetapan kadar air adalah toluen. d. Bahan untuk pembuatan preparat histologis ginjal adalah larutan fisiologis NaCl dan formalin 10. e. Bahan untuk kontrol yaitu akuades yang diperoleh oleh Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. f. Makanan yang diberikan pada tikus jantan dan betina selama 45 hari yaitu AD II. g. Minuman yang diberikan pada tikus jantan dan betina selama 45 hari yaitu RO Reverse Osmosis.

2. Alat penelitian

a. Oven b. Blender c. Ayakan d. Timbangan e. Waterbath f. Panci infusa g. Termometer h. Kain flanel i. Seperangkat alat Pyrex antara lain: beaker glass, labu ukur, gelas ukur, pengaduk, dan cawan petri j. Destilator k. Jarum suntik per oral dan spuit injeksi l. Seperangkat alat bedah m. Flakon n. Pinset o. Kandang tikus kandang biasa dan metabolic cage.

D. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman sirsak

Determinasi tanaman sirsak dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri yang dipunyai tanaman sirsak dengan buku acuan menurut Steenis 1992.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah daun sirsak yang diperoleh di wilayah Jl. Kaliurang, Yogyakarta pada bulan Mei-Juni 2012. Daun sirsak yang dipetik berasal dari tanaman sirsak yang yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, segar, sehat, tumbuh jauh dari jalan raya, terhindar dari pestisida, sera tidak terkena penyakit tidak terkena gigitan serangga dan tidak ditumbuhi jamur. Daun yang terkumpul dicuci dengan air mengalir dalam waktu yang cepat.

3. Pembuatan simplisia daun sirsak

Daun sirsak dicuci dengan air bersih, kemudian dipotong-potong dan dipanaskan sampai kering dalam oven dengan suhu 50 C selama 72 jam. Irisan daun sirsak yang telah kering dimasukkan ke dalam blender untuk dijadikan serbuk, kemudian diayak dengan ayakan nomor 40. Selanjutnya dihitung berat serbuk halusnya dan rendemen dalam .

4. Penetapan kadar air dalam daun sirsak

Penetapan kadar air dalam daun sirsak dengan cara destilasi toluen berdasarkan Depkes 1995. Penetapan kadar air dalam daun sirsak dibuat dengan menimbang 50 gram serbuk daun sirsak kemudian dimasukkan ke dalam labu kering. Sebanyak 200 mL toluena ke dalam labu, kemudian dihubungkan pada alat. Labu dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, disuling dengan kecepatan 2 tetes tiap detik hingga sebagian air tersuling, kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes per detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Tabung penerima pendingin dibiarkan hingga suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, dibaca volume airnya dan dihitung kadar air dalam .

5. Pembuatan infusa daun sirsak

Infusa daun sirsak dibuat dengan menimbang 9 g serbuk daun sirsak kemudian dimasukkan dalam panci infusa, dituangi akuades sebanyak 150 mL. Serbuk yang telah ditambah akuades dipanaskan dan diukur suhunya. Setelah mencapai 90 C, waktu pemanasan selama 15 menit. Selanjutnya disaring selagi panas melalui kain flanel dan filtratnya ditampung pada beaker glass yaitu didapatkan voleme infusa ± 135 mL. Ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa 150 mL.

6. Penetapan dosis infusa daun sirsak

Peringkat dosis berdasarkan pengobatan pada masyarakat sehari-hari yaitu kurang lebih 10 lembar daun. Dosis pada perlakuan ini adalah 2 g70 kgBB manusia. Konversi manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018. Dosis untuk 200 g tikus = 0,018 x 2 g = 0,036 g200 gBB tikus Dosis untuk 1 g tikus = 1000 200 x 0,036 = 0,18 mggBB tikus = 180 mgkgBB tikus Kemudian dilakukan orientasi konsentrasi tertinggi dari infusa daun sirsak untuk ditetapkan sebagai dosis tertinggi. Konsentrasi tertinggi yang didapat yaitu 6 g100 mL. Untuk perhitungan dosis tertinggi yaitu: D = � � = 6 g100 mL x 2,5 mL : 300 g = 0,5 mggBB tikus = 500 mgkgBB tikus Faktor pengali = � � ��� � ℎ = 0,5 mg g BB tikus 0,18 mg g BB tikus = 1,67 Kemudian dibuat peringkat dosis berikut ini : Dosis I = 108 mgkgBB tikus Dosis II = 180 mgkgBB tikus Dosis III = 301 mgkgBB tikus Dosis IV = 503 mgkgBB tikus. Dosis akuades untuk kelompok kontrol adalah D = � � = 1 gmL x 2,5 mL : 300 g = 8333 mgkgBB tikus

7. Uji toksisitas

a. Penyiapan hewan uji. Hewan uji yang digunakan terdiri dari satu jenis hewan uji tikus putih jantan dan betina, galur Sprague Dawley, sehat, dewasa, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram, berjumlah 50 ekor 25 jantan dan 25 betina, dan kemudian ditempatkan pada kandang. b. Pengelompokan hewan uji. Sejumlah hewan uji yang terpilih diadaptasikan di laboratorium selama tiga hari. Pada penelitian ini, digunakan lima kelompok perlakuan. Lima puluh ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok secara acak, masing-masing kelompok uji terdiri dari sepuluh ekor tikus lima jantan dan lima betina. Pembagian peringkat dosis dengan faktor pengalian tetap dengan rincian pengelompokan sebagai berikut: Kelompok I : diberi akuades 8333 mgkgBB tikus Kelompok II : diberi sediaan uji infusa daun sirsak 108 mgkgBB tikus Kelompok III : diberi sediaan uji infusa daun sirsak 180 mgkgBB tikus Kelompok IV : diberi sediaan uji infusa daun sirsak 301 mgkgBB tikus Kelompok V : diberi sediaan uji infusa daun sirsak 503 mgkgBB tikus. c. Prosedur pelaksanaan. Sediaan uji berupa infusa daun sirsak diberikan pada hewan uji sesuai dengan dosis pemberian dengan kekerapan pemberian sekali sehari selama 30 hari pada tikus jantan dan betina dengan tetap diberi makan dan minum. Pada hari ke-0 dan 31, semua tikus diambil darahnya untuk mengukur kadar kreatinin. Pada hari ke-31, 5 tikus 3 jantan dan 2 betina dari masing-masing kelompok diambil secara acak, dikorbankan untuk diambil ginjalnya, dimasukkan ke dalam formalin 10 untuk dibuat preparat histologisnya, dan kemudian diamati penampakan mikroskopisnya. Sementara setiap anggota kelompok pada tikus yang masih hidup 2 jantan dan 3 betina tetap dipelihara tanpa perlakuan pemberian infusa daun sirsak selama 14 hari. Pada hari ke-15, sisa hewan uji tersebut dikorbankan untuk diambil ginjalnya dan dimasukkan ke dalam formalin 10 untuk dibuat preparat histologis, kemudian diamati penampakan mikroskopisnya.

8. Pembuatan preparat histologis

Ginjal tikus dipotong-potong setebal 3 mm –5 mm dengan menggunakan pisau skalpel, kemudian dimasukkan ke dalam formalin 10. Selanjutnya dilakukan pembuatan preparat histologis di Laboratorium Patologi Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

9. Pengamatan efek toksik

Pengamatan terhadap hewan uji yang diberi infusa daun sirsak Annona muricata L. dilakukan selama 30 hari. Pengamatan yang dilakukan meliputi: a. Pemeriksaan kreatinin. Pada awal masa uji hari ke-0 dan akhir masa uji hari ke-31 diambil cuplikan darah melalui sinus orbitalis mata hewan uji untuk pemeriksaan kreatinin. Darah yang keluar selanjutnya ditampung dalam tabung eppendorf. Darah kemudian disentrifugasi untuk diambil serum darahnya. Serum darah inilah yang digunakan untuk pemeriksaan kreatinin. Pengambilan darah hewan uji dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi Univertas Sanata Dharma dan pemeriksaan kreatinin dilakukan di Parahita Medical Lab. b. Pemeriksaan histologis ginjal. Pemeriksaan histologis dilakukan di Laboratorium Patologi Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil pemeriksaan dibuat fotomikroskopik sebagai data kualitatif. c. Uji reversibilitas. Dilakukan pada hari ke-15 setelah pemberian infusa daun sirsak dihentikan pada sebagian hewan uji yang tersisa. Pada masa ini, semua hewan uji yang digunakan tidak mendapat perlakuan infusa daun sirsak maupun kontrol. Pada masa reversibilitas, jika kerusakan struktural hewan uji tidak kembali pada kondisi normal, maka perubahan bersifat tak terbalikkan. Jika perubahan secara struktural kembali menjadi kondisi normal maka perubahan bersifat terbalikkan. Hasil pemeriksaan dibuat fotomikroskopik sebagai data kualitatif. Pemeriksaan histologis pada uji ini dilakukan di Laboratorium Patologi Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. d. Pengamatan berat badan, asupan makan dan minum tikus. Pengamatan berat badan tikus dilakukan setiap minggu serta asupan makan dan minum tikus dilakukan setiap harinya.

E. Analisis dan Evaluasi Hasil

a. Data pemeriksaan kadar kreatinin dievaluasi secara statistik menggunakan Anova pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95 dan dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan tiap kelompok. b. Pemeriksaan preparat histologis dilakukan secara kualitatif deskriptif dengan membandingkan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan untuk mengetahui spektrum efek toksik sediaan uji terhadap organ ginjal yang terkena, dan juga untuk mengetahui hubungan kekerabatan dosis dan spektrum efek toksik. c. Data uji reversibilitas dianalisis secara kualitatif berdasarkan perubahan morfologi yang terjadi pada kelompok tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dibandingkan dengan kelompok tanpa berhenti. d. Data berat badan tikus setiap minggu dihitung purata kenaikan berat badannya dan dianalisis secara statistik dengan analisis General Linear Model Multivariate . e. Data asupan makan dan minum dihitung purata harian tiap kelompok perlakuan dan kontrol tanpa dianalisis statistik karena hanya ingin melihat pola makan dan minum tikus. 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui wujud efek toksik subkronis terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal akibat pemakaian infusa daun sirsak. Agar lebih memperjelas lagi, tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengungkapkan spektrum efek toksik sediaan uji terhadap kadar kreatinin dalam darah dan organ ginjal yang terkena, mengungkapkan kekerabatan antara dosis dengan spektrum efek toksik, dan mengevaluasi reversibilitas spektrum efek toksik yang terjadi. Pengamatan hasil penelitian tentang uji toksisitas infusa daun sirsak terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal pada tikus secara subkronis ini meliputi determinasi tanaman sirsak, penetapan bobot tetap simplisia, penetapan kadar air, penetapan dosis infusa daun sirsak, pemeriksaan kadar kreatinin, pemeriksaan histologis ginjal cacat mikroskopik, penimbangan berat badan tikus pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28, serta penimbangan asupan makan dan minum pada hari ke-1 sampai hari ke-28.

A. Determinasi Tanaman Sirsak

Dalam penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap tanaman sirsak melalui determinasi. Determinasi tanaman sirsak dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri yang dimiliki tanaman sirsak dengan buku acuan menurut Steenis 1992.